Hary Tanoe Usul Pemerintah Bentuk Venture Capital Patungan BUMN dan Swasta

Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengusulkan pemerintah membentuk perusahaan modal ventura untuk mendukung perkembangan startup Indonesia. Ia menilai langkah itu perlu untuk mencegah kepemilikan pemilik modal asing yang berlebihan.

Sebagai solusi, Hary menyarankan pemerintah menggerakkan semua elemen pengusaha mulai dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, hingga individu; agar berpartisipasi dalam pembentukan perusahaan modal ventura tersebut.

“Kumpulkan BUMN, perusahaan-perusahaan swasta, individu-individu, semua chip-in, 2 ribu pihak kalau rata-rata Rp10 miliar sudah terkumpul Rp20 triliun,” ungkap Hary seperti dikutip dari iNews.

Menurut sang taipan media, pembentukan venture capital oleh pemerintah penting agar Indonesia tetap memiliki startup yang tumbuh dan besar di Tanah Air. Pasalnya ia melihat ada kecenderungan investor di startup lokal yang sudah besar justru lebih banyak berasal dari luar negeri.

Jika tren itu berlanjut, Hary menilai Indonesia sendiri yang berpotensi tidak akan bisa menikmati kesuksesan startup buatan warganya.

“Saya dengar Gojek lagi negosiasi sama Amazon mau masuk. Padahal prinsipalnya sendiri, pemegang saham lokal Gojek itu sudah kurang dari 5 persen,” imbuhnya.

Di Indonesia, jumlah pelaku industri modal ventura sudah cukup banyak. Per Juni 2019, OJK mencatat pelaku industri ini mencapai 61 perusahaan, terdiri dari 57 konvensional dan 4 syariah. Adapun penyertaan modal dari 61 perusahaan itu tercatat Rp10,62 triliun per Juli 2019, atau naik dari Rp8,13 triliun pada Juli tahun lalu.

Angka itu terbilang relatif masih kecil jika dibandingkan dengan kucuran modal yang mengalir dari perusahaan luar negeri. Sebagai contoh misalnya, Gojek saat ini tercatat sudah menghimpun dana hingga US$3,1 miliar atau Rp44 triliun. Sebagian besar investor mereka berasal dari perusahaan asing mulai dari Tencent, Google, Temasek, hingga Visa. Hanya Global Digital Niaga dan Astra International yang tercatat sebagai investor lokal di Gojek.

Hal ini juga terjadi di unicorn lain seperti Traveloka, Bukalapak, dan Tokopedia yang banyak dihuni oleh pemodal dari luar negeri.

Amazon dan Gojek dalam Perbincangan untuk Kemitraan Strategis, Terkait Ekspansi dan Investasi

Amazon dan Gojek dikabarkan tengah dalam pembicaraan awal untuk menjalin kerja sama strategis. Keluarannya mencakup perluasan layanan ritel online milik Amazon ke Indonesia dan pemberian investasi lanjutan kepada Gojek –menurut sumber nilainya akan cukup signifikan.

Nantinya layanan e-commerce Amazon akan turut memanfaatkan infrastruktur pengiriman yang dimiliki Gojek. Hingga berita ini terbit, perwakilan kedua perusahaan belum mau memberikan komentar apa pun.

Sebelumnya decacorn Gojek menginformasikan tengah mengumpulkan pendanaan seri F mencapai $3 miliar. Sekitar setengah dari target tersebut sudah didapat melalui investasi dari Mitsubishi, JD, Tencent, Google, dan Astra International.

Perusahaan juga terus menggencarkan ekspansi. Kabar terbaru, mereka sedang dalam persiapan untuk segera mengaspal di Malaysia –pasca pemerintah setempat memberikan lampu hijau terkait perizinan dan regulasi.

Sementara itu, menjelang akhir tahun 2018 lalu Amazon meyakinkan ke pihak pemerintah melalui perwakilannya untuk segera hadir ke Indonesia. CTO dan VP Amazon Werner Vogels sempat menemui Presiden Joko Widodo dan menjanjikan investasi 10 tahun ke depan dengan nilai $1 miliar.

Sebelumnya raksasa Tiongkok telah lebih dulu menjejakkan kaki di pasar Indonesia. Alibaba Group masuk melalui akuisisi terhadap Lazada dan investasi ke Tokopedia. Sementara Tencent Group masuk melalui JD.id dan Shopee.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Gaet Doogether Luncurkan Layanan Reservasi Pusat Kebugaran “GoFitness”

Gojek merilis layanan reservasi tempat kebugaran GoFitness dan menggaet Doogether sebagai mitra eksklusif. Ini adalah layanan keempat, setelah GoGive, GoMall, dan GoNews, yang diperkenalkan ke publik dengan menggandeng pihak ketiga.

Head of Third Party Platform Gojek Group Sony Radhityo mengatakan, inovasi ini lahir berdasarkan peningkatan tren gaya hidup sehat yang tercermin dalam perilaku pengguna aplikasi Gojek.

Salah satunya dari GoRide, sejak awal tahun ini terdapat rata-rata lebih dari 11 ribu pengguna yang melakukan perjalanan ke tempat olahraga dan kebugaran setiap bulannya. Untuk layanan GoFood, dalam periode yang sama telah mengantarkan lebih dari 600 ribu porsi menu makanan yang terdapat dalam kategori makanan sehat.

Informasi tersebut diolah untuk optimalisasi dan personalisasi produk dan layanan sesuai dengan preferensi tiap konsumen, sehingga dapat menjadi solusi untuk permudah aktivitas sehari-hari.

“Informasi mengenai tren gaya hidup sehat inilah yang melatarbelakangi hadirnya GoFitness sebagai layanan terbaru Gojek,” terang Sony, Rabu (28/7).

Menurutnya, Doogether adalah salah satu aplikasi lokal yang kuat di bidangnya. Punya kesamaan target, ingin permudah kehidupan sehari-hari. Sehingga dari kacamata bisnis, daripada Gojek harus satu per satu akuisisi pusat kebugaran sebagai merchant, lebih baik gandeng mitra agar bisa jangkau pengguna lebih luas lagi.

CEO Doogether Fauzan Gani menambahkan, kedua perusahaan punya kesamaan visi, bahwa teknologi punya peranan besar untuk memudahkan kehidupan masyarakat. GoFitness merupakan salah satu perwujudan partisipasi aktif perusahaan untuk meningkatkan perkembangan industri olahraga di Indonesia.

“Tren adopsi gaya hidup sehat di Doogether meningkat pesat sejak tahun lalu, secara keseluruhan bisnis kami naik 900%. Ini terlihat dari meningkatnya jumlah pusat kebugaran yang mendorong orang untuk mulai aktif berolahraga,” terang Fauzan.

Secara bertahap, database dari Doogether akan sepenuhnya tersedia di GoFitness. Adapun saat ini baru tersedia untuk wilayah Jakarta saja, sementara layanan Doogether telah tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Bali dengan total 200 pusat kebugaran dan lebih dari 20 ribu kelas olahraga.

UI/UX akan semakin disempurnakan. Sementara ini, untuk bisa mengakses GoFitness harus sudah terdaftar sebagai pengguna Doogether. Sony memastikan ke depannya proses akan jauh lebih seamless.

Terlebih, GoFitness ini juga telah terhubung secara eksklusif dengan Gopay untuk metode pembayarannya. Konsumen pun bisa mendapat berbagai promosi yang ditawarkan dari Gopay.

GoFitness segera tersedia dalam bentuk tile untuk versi Android, bersama dengan menu lainnya dari Gojek. Sedangkan untuk versi iOS, bentuk tile akan menyusul, sekarang ini masih dalam bentuk shuffle card yang harus di-scroll dalam laman utama Gojek.

Application Information Will Show Up Here

Sulitnya Pemain Baru Masuki Pasar Transportasi “On Demand”

Layanan transportasi on demand di Indonesia sudah berkembang. Belakangan ini ramai diperbincangkan bahwa ada beberapa nama baru yang bakal mengaspal di Indonesia.

Pemain baru yang memulai debutnya di Indonesia adalah BitCar. Layanan yang berasal dari Malaysia ini masuk ke Indonesia di bawah naungan PT Bitokenpay Digital Indonesia. Perusahaan tersebut mengelola merk BitCar di Indonesia.

Bitcar Indonesia saat ini berkantor di kawasan Ruko Garden Shooping Arcade, Central Park, Grogol Jakarta Barat. Layanan yang mulai beroperasi Agustus 2019 ini menawarkan jasa taksi online. Mitra pengemudinya disebut sudah mencapai 1.000 pengemudi.

“Kami ini bukan anak perusahaan, kami kerja sama. Kami pernah ketemu dengan mereka di Malaysia, saya bicarakan beliau setuju. Kami kerja sama menggunakan mereknya,” ungkap COO Bitcar Indonesia Christian Wagey.

Masih dari sumber yang sama, Wagey menjelaskan bahwa mereka tidak memosisikan diri sebagai pesaing, tapi sebagai alternatif mereka bagi masyarakat Indonesia. Bitcar cukup optimis bisa sukses di Indonesia karena strategi pendekatan terhadap komunitas sopir taksi online yang ada.

Ada pula Maxim, aplikasi transportasi online yang sudah beroperasi di sejumlah kota di Indonesia, bahkan sempat terjadi penolakan di beberapa daerah karena menyalahi aturan tarif yang sudah ditetapkan pemerintah. Kemudian FastGo, perusahaan asal Vietnam ini dikabarkan juga menyasar Indonesia sebagai target ekspansi.

Sayangnya, saat ini adalah waktu yang tidak tepat.

Variabel pengganjal

Untuk menarik perhatian pengguna, biasanya layanan akan menggunakan strategi promosi dengan menawarkan potongan harga. Meskipun demikian, strategi memangkas tarif mungkin tak lagi efektif.

Harga masih jadi acuan banyak pengguna sebelum memutuskan untuk mencari tumpangan, tetapi kenyamanan dan kemudahan pembayaran ada dalam variabel-variabel perhitungan. Seiring berjalannya waktu, masyarakat paham bahwa kredibilitas dan keamanan menjadi faktor utama dalam melakukan perjalanan, itu sebabnya potongan tarif tidak lagi efektif.

Tantangan selanjutnya di bagian regulasi. Tak hanya soal izin tetapi juga regulasi yang menata tarif atas dan tarif bawah transportasi online. Regulasi ini cukup lama disiapkan dan baru-baru ini sudah disahkan untuk segera diterapkan sebagai acuan.

Belum lagi, para raksasa perusahaan teknologi transportasi punya segudang promosi setiap harinya.

Loyalitas

Di Indonesia, pengguna ada di ambang loyal dan tak loyal. Saya pribadi dan beberapa orang yang saya temui memiliki lebih dari satu aplikasi dengan fungsionalitas yang sama untuk transportasi online dan belanja. Namun aplikasi-aplikasi tersebut jarang ada lebih dari tiga. Alasannya beragam, mulai dari promo yang ditawarkan cukup menggiurkan atau bahkan aplikasinya ringan sehingga dianggap tidak membebani kinerja smartphone.

Gojek dan Grab menjelma menjadi sebuah aplikasi yang multifungsi. Mereka menyebutnya sebagai “super app”, satu aplikasi dengan segudang layanan di dalamnya. Ini adalah konsep yang sempurna untuk menjaga pelanggan “tak kemana-mana”. Hanya di satu aplikasi. Tak hanya transportasi, keduanya juga menawarkan fitur isi pulsa, pesan makanan, pesan hotel, berbelanja, pesan tiket cinema, hingga bahkan isi pulsa. Keduanya juga memperluas fungsionalitas dengan menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan digital lainnya.

Satu fitur yang menurut saya berperan penting dalam hal menjaga pengguna adalah pilihan metode pembayaran. Integrasi dengan dua platform e-money terbesar di Indonesia, Go-Pay dan Ovo, membuat perjuangan para pemain baru semakin berat.

Gojek dan Grab tak hanya lengkap dari segi layanan, tapi juga jangkauan. Keduanya sama-sama sudah memperluaskan jaringan di hampir seluruh penjuru Indonesia. Kota-kota dengan permasalahan kepadatan lalu lintas sudah mereka singgahi.

 

Dewasa bersama pengguna

Gojek dan Grab saat ini sudah masuk pada fase memperkaya inovasi dan variasi layanan. Masa-masa mencari mitra driver dan pengguna, mengedukasi pasar, dan penolakan-penolakan sudah mereka lewati beberapa tahun lalu. Mereka sudah berkembang dan dewasa bersama pasar. Sebaliknya, para pemain baru di Indonesia, meski sudah beroperasi di negara asalnya, tetaplah pemain baru. Mereka harus mulai dari awal mengenali keunikan pasar Indonesia.

Dari sudut pandang pengguna sulit untuk berpaling dari kedua aplikasi ini. Butuh strategi “pelokalan” bagi para pemain baru dari luar negeri untuk bisa mendapat tempat di Indonesia.

Kesimpulan

Gojek dan Grab ada di mana-mana. Di berbagai kota dan berbagai jenis layanan. Mereka tak hanya berhasil mengakuisisi pengguna di Indonesia tetapi juga berhasil tumbuh dan berkembang bersama pasar yang ada. Gojek dan Grab telah melalui serangkaian penolakan, memaksa regulator menelurkan regulasi, hingga berhasil mengubah keseharian masyarakat.

Saat ini hampir tidak ada celah untuk para pemain baru untuk bisa menggeser dominasi keduanya. Sekedar jadi alternatif cukup berat, promo saja juga tak cukup. Butuh sesuatu yang benar-benar inovatif dan berguna–yang belum ada di keduanya.

Gojek Dapat “Lampu Hijau” Beroperasi di Malaysia

Dalam waktu yang cukup singkat, Pemerintah Malaysia memberikan “lampu hijau” kepada pemain ride hailing, pasca pertemuan kabinet yang sudah diinformasikan sebelumnya oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Syed Saddiq Syed awal pekan ini.

Lampu hijau ini tidak hanya berlaku buat Gojek saja, tapi juga buat Dego Ride pemain sejenis dari Malaysia.

Dalam keputusan kabinet dijelaskan pemerintah setuju untuk mengimplementasikan ride hailing moda motor di Malaysia. Akan tetapi, Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Transportasi diminta untuk diskusi bersama perihal aturan apa saja yang harus diterapkan.

Menteri Pengembangan Wirausaha Datuk Seri Mohd Redzuan Yusof menjelaskan aturan terpenting yang harus diperhatikan adalah dari sisi keamanan, misalnya tidak dibolehkan pakai motor ketika masuk jalur tol. Aturan lainnya, seperti mencegah terjadinya praktik monopoli.

Legalitas adalah unsur terpenting yang harus dipenuhi apabila ingin diimplementasikan di Malaysia. Dia merasa prosesnya tidak akan cukup sulit karena cukup menyesuaikan dengan aturan yang sudah ada.

Salah satu aturan yang telah berlaku adalah mengenai geofencing untuk memantau operasional pemain aplikasi ride hailing.

Dia memprediksi butuh “sebulan atau dua bulan” buat dua kementerian tersebut untuk merumuskannya, setelah itu meminta persetujuan kembali dari kabinet.

“Kami ingin memastikan apapun yang kita kembangkan untuk menghidupi ekonomi anak muda, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang sudah ada,” terangnya seperti dikutip dari The Star Malaysia.

Dalam unggahan resmi (22/8) Menteri Pemuda dan Olahraga Syed Saddiq di akun media sosial, dia mengatakan pada Rabu kemarin (21/8) kabinet dengan suara bulat setuju untuk mengizinkan layanan berbasis aplikasi, mirip seperti mobil pribadi, untuk tersedia di Malaysia.

“Kami tulus ingin memastikan kelompok ‘mat motor’ memiliki puluhan ribu peluang kerja. Sekaligus, memastikan para paman dan bibi pemilik warung bisa menjual produknya lewat aplikasi, tak menutup juga pengusaha muda,” katanya.

Di samping itu, bisa menjadi opsi berkendara yang lebih murah, dan sebagai “last mile” untuk mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik.

Pasca kabar ini tersebar, sontak terjadi penolakan dari para pemain lokal. Operator taksi terbesar di Malaysia, Big Blue Taxi sepakat untuk menolak kehadiran Gojek. Mereka justru meminta kesetaraan antara pemain ride hailing dengan pengemudi taksi.

Founder Big Blue Taxi Shamsubahrin Ismail menambahkan Gojek sebagai karier tidak akan menjamin masa depan yang menjanjikan, generasi muda Malaysia pantas mendapat lebih dari itu.

Dalam sepak terjang ekspansi Gojek, Singapura dan Malaysia adalah dua negara yang paling menentang ride hailing moda motor karena dianggap tidak aman. Makanya, kehadiran Gojek Singapura hanya menyediakan roda empat saja. Selain Indonesia, opsi moda motor Gojek tersedia di Vietnam dan Thailand.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Kemungkinan Segera Mengaspal di Malaysia

Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia Syed Saddiq mengungkapkan rencananya untuk memboyong Gojek masuk ke negaranya dalam upaya mendukung mata pencaharian kelompok pengendara motor lokal.

Dalam unggahan video berdurasi satu menit di Twitter, dia mengatakan dalam mendukung kelompok ini, tidak cukup bagi pemerintah untuk mengatur program satu kali atau membangun lajur khusus motor saja.

“Mereka perlu dipertahankan, mereka membutuhkan pekerjaan, itu masalah yang lebih mendesak. Itulah sebabnya saya bertemu dengan pendiri Gojek Nadiem Makarim yang telah membantu menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari dua juta pengendara motor di Indonesia dan ratusan ribu lainnya di Thailand, Singapura, dan Vietnam,” ujar Syed.

Senin kemarin (19/8), sambungnya, telah diadakan pertemuan antara perwakilan Gojek dengan Perdana Menteri Mahathir Mohammad dan Menteri Transportasi Anthony Loke. Menurutnya, presentasi yang diberikan Gojek telah diterima dengan baik dan akan dibicarakan lebih lanjut dalam pertemuan kabinet yang digelar esok hari (21/8).

Sehari sebelumnya, sebelum video ini diunggah, Syed membuka jajak pendapat di Twitter. Dia bertanya apakah anak muda Malaysia menyetujui kehadiran Gojek di Malaysia untuk menaikkan perekonomian dengan hadirnya lapangan kerja baru.

Dari 56.427 orang yang mengikuti, 88% responden menyatakan setuju dan 12% lainnya tidak setuju dengan kehadiran Gojek.

Kabar yang disampaikan ini cukup kontradiktif dengan pernyataan pemerintah Malaysia yang melarang pemain lokal sejenis Gojek yakni Dego Ride untuk mengaspal di sana. Pada September 2018, Anthony Loke mengatakan pemerintah tidak akan ragu untuk mengambil tindakan terhadap Dego Ride jika beroperasi secara ilegal.

Pemerintah tetap mempertahankan sikapnya terhadap layanan ride sharing roda dua karena alasan keamanan.

“Kami tidak akan pernah mengesahkan Dego Ride di Malaysia karena kami tidak setuju dengan semua jenis layanan ride sharing yang melibatkan motor. Di Malaysia ada terlalu banyak kecelakaan yang melibatkan motor sehingga kami tidak bisa mengambil risiko,” terangnya.

Pertanyaan ini ditanyakan oleh seorang netizen dalam unggahan Syed, dia pun membalasnya lewat cuitan, “Pemerintah Malaysia hanya tidak akan menyetujui operasi penyedia layanan ojek tunggal. Bukan hanya satu perusahaan. Harus ekosistem yang kondusif, terbuka untuk semua. Tidak boleh ada monopoli,” ujarnya.

Sebelumnya Nadiem memang sudah mengisyaratkan rencana untuk ekspansi ke Malaysia, Myanmar dan Kamboja, setelah resmi hadir di Vietnam, Thailand, dan Singapura. Rencana perusahaan untuk masuk ke Filipina terganjal karena masalah kepemilikan saham yang belum memenuhi ketentuan.

Application Information Will Show Up Here

“Startup Mindset” Tetap Jadi Faktor Penting Penarik Talenta

Dalam sebuah survei di Amerika Serikat disebutkan, 1 dari 3 milenial saat ini memilih untuk bekerja di startup dibandingkan korporasi besar. Selain menawarkan fasilitas yang super fun, startup kerap memberikan kebebasan pegawai dalam hal pemilihan dress code, jam kerja fleksibel, dan pilihan remote working.

Selain faktor di atas, startup dianggap menawarkan suasana kerja yang dinamis, kesempatan untuk menyuarakan ide, kontribusi secara individu secara bebas, dan kemudahan untuk melancarkan pekerjaan tanpa adanya batasan birokrasi dan struktural manajemen yang kaku.

Fleksibilitas yang ditawarkan memunculkan peluang untuk maju dan kesempatan untuk meningkatkan jenjang karier mereka dengan cepat. Di sisi lain, konsep karier korporasi biasanya memiliki jalur yang lebih kaku dan proses yang panjang dan berliku.

Meskipun demikian, seiring dengan perkembangan perusahaan, bibit birokrasi menyeruak. Mereka yang memiliki ribuan karyawan dan memiliki status unicorn atau centaur terlihat mulai meninggalkan esensi atau cita rasa khas startup dan mulai beroperasi seperti korporasi.

Kultur startup masih diminati

Meskipun menikmati fasilitas lengkap dan memberikan kesempatan untuk banyak belajar, beberapa testimoni pegawai atau mantan pegawai startup unicorn mengklaim perusahaan sebesar itu makin terlihat meninggalkan esensi startup dan mulai menerapkan sistem bekerja ala korporasi.

“Minusnya dari bekerja dengan startup besar adalah manajemen sudah mulai mengarah ke korporasi sehingga semakin banyak layer untuk approval dan kontribusi individual mulai tidak terasa dan cenderung terlihat, walaupun perusahaan tetap mengapresiasi pekerjaan setiap karyawannya,” kata seorang mantan pegawai Gojek, yang memilih tidak disebutkan namanya, kepada DailySocial.

Saat ini ia memilih untuk bekerja di startup yang masih dalam skala kecil dan masih merintis untuk menjadi besar. Ia mengklaim startup tersebut masih mengedepankan flat hierarchy, sehingga tidak ada senioritas dan semua orang bisa memberikan pendapat, ide, dan kontribusi kepada perusahaan.

“Selain itu, kontribusi individu kepada perusahaan lebih terlihat dan terasa jika berada di startup kecil karena jumlah karyawan yang masih sedikit. Banyak yang masih bisa di-explore sehingga kita bisa belajar hal baru lebih banyak,” lanjutnya.

Tinneke, yang bekerja di Block 71, memberikan pendapat yang berbeda. Menurutnya, banyak talenta digital yang masih ingin menikmati suasana kerja dinamis dengan mengedepankan mental startup dalam keseharian mereka.

Jika startup tidak mampu menerapkan konsep work-life balance, perusahaan bisa mengakomodir konsep work-life integration, yaitu kebebasan bagi pegawai menikmati pekerjaan yang mereka lakukan dengn tidak melarang pegawai bersenang-senang di luar jam kerja. Pegawai dianjurkan pula untuk menjalankan hobi mereka, apalagi yang berkaitan dengan passion mereka di komunitas dan dunia startup.

“Perusahaan kami masih menerapkan esensi startup hingga saat ini. Khususnya, startup terkenal dengan gaya kerja yang cepat dan tidak bertele-tele dan ini merupakan kultur perusahaan kami yang belum berubah hingga sekarang. Kami selalu menanyakan diri sendiri what’s new, what’s exciting sehingga kami selalu tertantang untuk membuat inovasi produk ataupun cara baru dalam bekerja.” kata Tinneke.

Hal serupa diterapkan manajemen UangTeman. Diklaim UangTeman masih menerapkan semangat perusahaan startup karena kultur perusahaannya masih sangat cair. Meskipun tetap ada jalur koordinasi formal dengan team leader, pegawai juga memungkinkan untuk berdiskusi secara informal dengan siapapun, termasuk dengan pimpinan perusahaan.

“Di UangTeman, manajemen sangat memperhatikan produktivitas karyawan dalam bekerja. Tuntutan kerja yang dinamis dalam startup diimbangi dengan disediakannya fasilitas penunjang yang memadai, termasuk fasilitas hiburan seperti gaming room, meja biliar, karaoke room, hingga sleeping pod. Fasilitas itu bisa dimanfaatkan kapanpun dibutuhkan oleh karyawan untuk bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai tenggat waktu,” kata Dimas, pegawai UangTeman.

Sementara menurut Yunnie, yang saat ini bekerja di AnyMind Group, sebuah perusahaan teknologi asal Jepang yang beroperasi di Indonesia, pegawai diberikan kesempatan untuk berinisiatif, terutama untuk perkembangan perusahaan dan setiap individu di dalamnya. Melalui proses ini, pegawai belajar banyak untuk bertanggung jawab atas kebebasan yang diberikan dan perusahaan selalu mendukung setiap inisiatif yang diambil agar bisa menghasilkan output yang sesuai.

“Saya percaya dengan struktur yang terorganisir di perusahaan berada di tahap yang tepat untuk itu, di mana perusahaan yang masih memiliki ‘startup mindset‘ mendorong pegawai untuk berkembang. Berkembang bukan hanya berarti dalam jumlah atau angka, tapi juga bisa mengantarkan value di setiap prosesnya.”

Arahan startup unicorn

Bagi Bukalapak, konsep work-life balance menjadi bentuk implementasi yang bertujuan menunjang pertumbuhan tanpa meninggalkan esensi dan semangat bekerja di perusahaan startup.

Chief of Talent Bukalapak Bagus Harimawan mengatakan:

“Kami percaya bahwa work-life balance penting dijaga oleh perusahaan agar tetap dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas karyawan. Pada dasarnya, work-life balance tidak hanya menjadi tanggung jawab dari perusahaan maupun karyawan, tapi juga proses kolaborasi antara perusahaan dan pegawai untuk menciptakan keseimbangan pada lingkup ruang kerja. Perusahaan dapat memberikan dukungan demi terciptanya hal ini melalui fasilitas yang dapat menunjang hal tersebut.”

Ia melanjutkan,  “Bukalapak melihat talenta sebagai aset yang sangat penting. Hal ini yang mendasari prinsip kami bahwa talenta di Bukalapak harus memiliki agility mindset dan skill set untuk dapat menyesuaikan kebutuhan dan menghadapi tantangan bisnis agar dapat terus berinovasi menghasilkan produk / fitur yang menjawab kebutuhan para pengguna Bukalapak dan lebih luas lagi, memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat Indonesia.”

Sementara itu, menurut CHRO Gojek Monica Oudang, meskipun telah berkembang semakin besar, Gojek mengklaim tetap menerapkan bottom-up initiative. Perusahaan berupaya mendorong tim untuk mengeluarkan ide-ide, sedangkan pemimpin bertugas mengayomi, memberikan insight dan arahan, dan mendorong adanya inovasi yang berkesinambungan.

Disinggung apakah Gojek sebagai perusahaan teknologi sudah mulai menerapkan manajemen ala korporasi dan meninggalkan kultur startup, Monica menyebutkan, Gojek percaya bahwa budaya perusahaan itu didorong oleh kepemimpinan. Perusahaan mendorong pemimpin untuk merangkul timnya, mendorong tim untuk tidak takut berbuat salah, dan berani bertanggung jawab atas kesalahan.

Monica berujar:

“Salah satu nilai perusahaan yang kami bangun adalah be fast and fearless, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi siapapun dalam berinovasi dan berkontribusi namun demi kepentingan serta kemajuan organisasi.”


Amir Karimuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini

iPrice Report: GoPay as E-wallet with The Biggest Monthly Active Users in Indonesia

iPrice Group collaborates with App Annie on summarizing e-wallet service evolution from the fourth quarter of 2017 to the second quarter of 2019. Gojek, including GoPay and its services, become the most downloaded and used app monthly, followed by Ovo, Dana, LinkAja and Jenius.

Gojek has consistently led the table as the most used app since late 2017 to date. Meanwhile, there’s always movement in the top five, the impact of each app provider’s strategy.

LinkAja, with the previous name TCash was only a row away from Gojek then. After Ovo emerged, both continuously exchange position from second to third, until Ovo tag along with Gojek in the second position from the third quarter last year to the second this year.

gopay

Ovo consistency in keeping up with its users can’t be separated from its partners. After they become the official payment for Grab and one of the payment options in Tokopedia replacing TokoCash. Ovo has acquired the user base from Grab and Tokopedia for its service.

On the other side, LinkAja has been through another issue. After being replaced by Ovo, they’re getting outgrown by Dana, a new player since the fourth quarter of 2018. The joint venture of Emtek Group and Ant Financial has to leave LinkAja behind by the second quarter of 2019. If it’s not for their strategy as one of the payment options on Bukalapak, the moment might not be there. It includes all the discount campaign on merchants in top-tier cities.

Based on the iPrice Group data on LinkAja, they’re now in the fourth position of e-wallet with the biggest monthly active users. The effort made by state-owned enterprises “collaboration project” LinkAja has shown since early 2019, they’ve been seeking a strategic partnership with service providers, government, and other e-wallet developers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Laporan iPrice: GoPay Jadi E-wallet dengan Pengguna Bulanan Tertinggi di Indonesia

iPrice Group berkolaborasi dengan App Annie merangkum perkembangan layanan e-wallet di Indonesia mulai dari kuartal keempat 2017 hingga kuartal kedua 2019. Gojek, termasuk GoPay dan seluruh layanannya, menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh dan digunakan tiap bulannya. Disusul Ovo, Dana, LinkAja dan Jenius.

Gojek sendiri cukup konsisten memimpin sebagai aplikasi yang paling sering digunakan sejak akhir tahun 2017 hingga sekarang. Sementara itu di posisi lima besar terus terjadi perubahan, efek dari strategi yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan penyedia aplikasi.

LinkAja, yang kala itu masih tercatat sebagai TCash sempat membuntuti Gojek di posisi kedua. Kemudian bergantian dengan Ovo mengisi posisi kedua dan ketiga, hingga pada akhirnya Ovo menempel ketat Gojek mulai dari kuartal ketiga hingga kuartal kedua tahun ini.

E-wallet dengan pengguna aktif bulanan terbanyak di Indonesia

Konsistensi Ovo dalam mempertahankan jumlah pengguna tidak terlepas dari strategi kerja sama yang mereka lakukan. Dampak cukup terasa ketika mereka resmi menjadi layanan pembayaran untuk Grab dan menjadi opsi pembayaran di Tokopedia hingga akhirnya menggantikan posisi TokoCash. Tak dapat dimungkiri Ovo berhasil mengakuisisi basis pengguna Grab dan Tokopedia untuk menggunakan layanannya.

Cerita cukup berbeda dilalui oleh LinkAja. Setelah tersalip Ovo mereka juga akhirnya ketinggalan dari Dana, pemain baru yang muncul di kuartal keempat tahun 2018. Layanan hasil kerja sama Emtek Group dan Ant Financial ini berhasil unggul dari LinkAja di kuartal kedua tahun 2019. Momen ini juga tak lepas dari strategi mereka menjadi salah satu pilihan pembayaran di Bukalapak, hingga pada akhirnya jadi platform pembayaran digital utama menggantikan BukaDompet. Termasuk juga kampanye diskon di banyak merchant yang sering bisa dijumpai di kota-kota besar.

Dari data yang dipaparkan iPrice Group LinkAja saat ini masih menduduki peringkat keempat aplikasi e-wallet untuk kategori pengguna aktif bulanan. Upaya e-wallet hasil “kolaborasi” BUMN ini pun mulai terlihat sejak awal tahun, strategi kerja sama dengan penyedia layanan, pemerintah bahkan sesama e-wallet pun dijajaki.

Akuisisi Moka oleh Gojek, Jika Benar, adalah Langkah Logis

Kabar burung Gojek akuisisi Moka pertama kali dibawa oleh KrAsia, kemudian diperkuat DealStreetAsia selang sehari kemudian. Representatif Gojek maupun Moka kompak mengeluarkan pernyataan tidak berkomentar terhadap rumor pasar.

Semua ini bisa jadi hanya strategi atau memang benar-benar sedang berproses. Masih ingat hal yang sama juga terjadi di Tokopedia dan Bridestory? Awalnya sama-sama tegas menolak komentar, meski akhirnya dikonfirmasi langsung oleh CEO Tokopedia William Tanuwijaya.

Mengapa Gojek mengakuisisi Moka? Alasan paling logis adalah sebagai salah satu pemimpin pasar, Moka memiliki akses yang luas ke UKM yang menjadi segmen fokus Gojek, melalui GoBiz.

Ketimbang diakuisisi kompetitor, jelas Gojek berharap Moka menjadi bagian ekosistemnya untuk mendominasi pasar, apalagi Moka baru saja mengakomodasi GoPay sebagai salah satu alat pembayarannya. Gojek dan Moka sama-sama menjadi portofolio investor ternama Sequoia (melalui cabangnya di India).

Yang menarik, sesungguhnya Gojek sejak tahun lalu, menurut sumber terpercaya, telah mengelola layanan POS sendiri melalui akuisisi terhadap Nadipos. Saat ini produk mPOS yang beredar di merchant GoFood itu adalah produk Nadipos, di bawah kelolaan Spots, dengan branding “Powered by Gojek.”

Keunggulan Moka

Moka sendiri bisa dikatakan sebagai pemain mPOS terdepan di Indonesia. Ekosistemnya sudah luas, menerima berbagai opsi pembayaran dari pemain uang elektronik (Ovo, Dana, dan LinkAja) dan bisa mencicil lewat Akulaku dan Kredivo, atau lewat kartu kredit dan debit.

VP Marketing and Brand Moka Bayu Ramadhan sempat mengatakan kerja sama lebih lanjut kemungkinan akan membawa perusahaan masuk dan terhubung dengan merchant GoFood yang selama ini belum menjadi merchant Moka. Ketika semua sistem pembayaran terjadi di dalam Moka, bagi sisi merchant tentunya pembukuan akan jauh lebih mudah memantaunya.

Buat Moka, jika benar terjadi proses akuisisi, keuntungan yang bisa didapat adalah lebih tingginya brand awareness mereka di kalangan UMKM. Dengan nama besar Gojek, GoPay dan luasnya merchant GoFood lebih dari 400 ribu, Moka akan lebih mudah mengembangkan bisnisnya dan terintegrasi dengan berbagai ekosistem Gojek.

Sementara buat Gojek, mereka ingin sebanyak-banyaknya memberikan nilai tambah buat para merchant dan memperkuat eksistensi perusahaan lewat ekosistemnya yang sudah melebar ke berbagai elemen bisnis. Kompetitor terdekatnya bisa dianggap belum sampai ke tahap ini.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here