Tren Investasi Startup dan Prediksi Kepemimpinan Fintech di Tahun 2017

Beberapa catatan tentang iklim investasi tahun 2016 menunjukkan beberapa hal menarik. Startup di Indonesia kini telah memasuki tahap untuk mampu memberikan dampak secara signifikan kepada masyarakat, beberapa di antaranya bahkan menyita perhatian investor global. Telur “unicorn” pertama pun telah dipecahkan, tambahan investasi $500 juta membawa valuasi Go-Jek di atas $1,3 miliar.

Sementara jika berbicara investasi secara umum, sektor bisnis e-commerce masih mendominasi. Dimulai dari kabar akuisisi Lazada oleh Alibaba yang konon digunakan sebagai strategi masuknya e-commerce paling disorot sejagat dalam beberapa waktu terakhir tersebut. Disusul putaran pendanaan yang diperoleh MatahariMall, Jualo dan Tokopedia. Namun yang begitu menyita perhatian, sektor fintech pada tahun 2016 turut mengambil porsi besar, bahkan nyaris sama dengan e-commerce. Sementara layanan on-demand yang sebelumnya (2015) ramai diperbincangkan justru memiliki porsi yang tak begitu besar.

Dari laporan tahunan startup yang dirilis DailySocial, setidaknya jika ditotal ada 104 kegiatan investasi di lanskap startup Indonesia tahun 2016, baik yang dilakukan oleh investor lokal ataupun investor asing. Dan lanjut investasinya sendiri cukup meningkat antara kuartal pertama sampai kedua, setelah itu menurut cukup derastis, hingga akhir tahun 2016.

Sebaran investasi startup selama tahun 2016 / DailySocial
Sebaran investasi startup selama tahun 2016 / DailySocial

Laju investasi tahun 2017 dan kepemimpinan fintech dalam iklim investasi

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pertumbuhan fintech di periode 2016 menunjukkan hasil yang signifikan. Setidaknya sebesar 78 persen, atau setara dengan total bisnis di bidang teknologi finansial yang mencapai 140 unit. Saat ini dominasi pemain ada di sub-sektor digital payment, umumnya fokus mereka memanfaatkan tren pembayaran digital yang didorong oleh popularitas layanan e-commerce dan cashless-society yang sedang banyak diperbincangkan.

East Ventures tercatat sebagai investor yang begitu sigap menanggapi hype startup fintech. Menurut laporan tentang kondisi startup fintech dari DailySocial, sekurangnya mengalir Rp 486,3 miliar untuk investasi startup dintech di tahun 2016. Kendati regulasi masih terus digodok, karena fintech cenderung menjadi bisnis yang riskan jika tidak diatur dengan baik, namun kepercayaan diri para pemain dan investor menunjukkan bahwa sektor ini akan cemerlang untuk beberapa tahun ke depan, termasuk prakiraan akan menjadi klimaks di tahun 2017.

Tren investasi startup di tahun 2017 / DailySocial
Tren investasi startup di tahun 2017 / DailySocial

Prakiraan survei yang dirilis oleh DailySocial menyebutkan hal yang serupa, fintech terlihat akan sangat mendominasi di tahun 2017. Sedangkan sektor e-commerce justru mulai menurun dan mulai tersalip dengan layanan SaaS (Software as a Services) dalam berbagai bidang. Tahun 2016 beragam model layanan SaaS mulai diperkenalkan, salah satunya yang menanamkan kecerdasan buatan dan berbagai teknologi pintar di dalamnya, seperti Kata.ai hasil pivot dari YessBoss, Prism hasil gabungan OneBit dan Coral, dan beberapa layanan lain.

Taksiran kebutuhan investasi di tahun 2017

Hasil analisis AMVESINDO (Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia) mengatakan bahwa setidaknya dana sebesar Rp 20 triliun diperlukan untuk mengalir di berbagai sektor startup digital tahun ini.

Disampaikan Ketua AMVESINDO Jeffri Sirait, jumlah dana triliunan tersebut idealnya dapat dioptimalkan sumbernya dari dukungan sektor publik dan swasta, dalam artian pemerintah akan turut banyak berperan dalam putaran ini. Keterlibatan pemerintah diklaim sangat penting untuk mewujudkan misinya dalam menciptakan ratusan wirausaha digital yang telah dicanangkan.

Di luar dari pemaparan di atas, ada satu hal yang juga akan menjadi perhatian di khalayak startup lokal, yakni ekspansi beberapa pemain luar yang memanfaatkan funding yang didapatkan dari investor bernaung di Asia Tenggara. Beberapa startup sudah mengukuhkan niatnya, seperti Betaout penyedia layanan pintar untuk e-commerce, Postr penyedia layanan adtech untuk bisnis telco, hingga Helpster layanan pencari pekerja kasar. Hadirnya pemain asing ini turut mengencangkan persaingan, dan (mungkin) akan membawa tren baru di kalangan bisnis digital nasional.


Unduh versi lengkap dari laporan DailySocial di sini:

Ramalan Investasi Startup di Tahun Ayam Api

Tahun 2016 menunjukkan sikap baiknya kepada kancah startup Tanah Air. Berdasarkan Indonesia’s Tech Startup Report 2016, setidaknya ada empat catatan khusus yang dapat ditinjau dengan seksama.

Laporan tahunan yang disusun oleh DailySocial ini menunjukkan bahwa ranah e-commerce dan fintech masih bersaing ketat sebagai ranah tech startup dengan investasi terbanyak, masing-masing sebesar 21% dan 20%. Itulah fakta pertama yang kemudian diikuti dengan fakta kedua bahwa fintech diprediksi menjadi sektor terpopuler di tahun 2017.

Catatan ketiga, 40% dari investasi startup tahun 2016 ditujukan untuk startup tahap awal (seed) sedangkan 24% ditujukan untuk startup yang telah mencapai tahap Seri A.

Sayangnya, menyambung fakta di atas, catatan keempat dari annual report DailySocial ialah mengenai kurangnya talenta dan akses ke pendanaan yang diproyeksikan masih akan ‘menghantui’ tech startup di 2017 ini.

Tantangan tersebut dapat diubah menjadi peluang oleh para pelaku startup, asalkan mereka dapat memahami secara komprehensif apa yang telah dan akan terjadi pada ekosistem bisnis teknologi rintisan di Indonesia.

Go-Jek, contohnya. Startup yang telah mengakuisisi empat perusahaan teknologi India ini telah memasang standar tersendiri dalam memanfaatkan peluang tersebut, hingga akhirnya berhasil mengeruk pendanaan $550 juta dan secara resmi menjadi startup unicorn pertama di Indonesia.

Bagaimana langkah yang tepat untuk mencapai peluang agar mendapat pendanaan? Apakah pintu untuk meraih gelar unicorn seperti Go-Jek masih terbuka lebar di tahun Ayam Api? Menjawab pertanyaan semacam ini, Mandiri Capital Indonesia (MCI), Metra Digital Innovation (MDI), dan DailySocial.id berinisiatif kembali menggelar DigiTalks yang kali ini mengambil tema Investment Trend in 2017.

DigiTalks: Investment Trend in 2017 / DailySocial
DigiTalks: Investment Trend in 2017 / DailySocial

Diskusi panel DigiTalks pada kesempatan ini akan mengajak para startup owner/founder, revenue officer, business development officer, dan mereka yang ingin terlibat di dalam tubuh tech startup untuk mengenal dan berdiskusi mengenai lanskap pendanaan di tahun 2017 bersama pengamat industri dan venture capitalist, antara lain Raditya Pramana (Investment Manager Venturra Capital) Antonny Liem (CEO Merah Putih Incubator), dan Amir Karimuddin (Editor-in-chief DailySocial Business), yang akan dimoderatori oleh Aldi Adrian Hartanto (Head of Investments Mandiri Capital Indonesia).

DigiTalks yang akan diselenggarakan pada 31 Januari 2017 di Mandiri Inkubator Bisnis ini akan menguak cerita yang berkisar dari soal ekosistem startup Indonesia, pendanaan, juga tantangan dan masa depan tech entrepreneurs, venture capitalist, dan startup anak bangsa.

Dengan mendaftar gratis di sini, Anda akan mendapatkan insight terkini agar bisnis semakin bergengsi di tahun Ayam Api.

Disclosure: DigiTalks adalah kolaborasi bersama Mandiri Capital Indonesia, Metra Digital Innovation, dan DailySocial

Penyedia Platform Pintar untuk E-Commerce Betaout Dapatkan Investasi untuk Ekspansi ke Indonesia

Penyedia platform customer intelligence dan marketing automation yang dikhususkan untuk bisnis e-commerce, Betaout, hari ini mengumumkan perolehan pendanaan dari East Ventures dan angel investor dengan jumlah yang tidak disebutkan. Sesuai dengan cakupan investor, yakni di wilayah Asia Tenggara, pendanaan ini akan membawa startup asal India tersebut melakukan ekspansi ke Indonesia dan beberapa wilayah Asia Tenggara lainnya.

Tidak hanya memperluas jaringan operasional, Betaout mengharapkan bisa mendapatkan insight untuk memperluas pengembangan produk yang mereka miliki menyesuaikan karakteristik pasar e-commerce. Beberapa produk yang akan ditawarkan pada debut awalnya seperti machine learning, live chat plug-ins dan beberapa unsur lain yang dibutuhkan oleh sebuah sistem e-commerce.

Sistem all-in-one yang dikembangkan oleh Betaout dinilai mampu membantu perusahaan membangun basis data intelijen pengguna. Fokus utamanya pada pemasaran B2C, kendati beberapa bisnis B2B juga telah masuk ke dalam daftar konsumen Betaout.

Dalam rilisnya, CEO dan Co-Founder Betaout Ankit Maheshwari menegaskan bahwa Indonesia adalah pasar yang sangat penting. Dukungan East Ventures dengan pemahamannya di pasar tersebut akan menjadi pendorong startup yang ia gawangi untuk memasarkan Betaout guna membantu pemasar e-commerce di Indonesia mempertahankan pelanggan mereka dan mendorong ROI (Return of Investment) dengan lebih baik.

Secara total, Betaout telah memperoleh investasi (yang diumumkan) senilai $2,12 juta dalam 4 putaran pendanaan.

Sebelum rencana ekspansi ini, beberapa perusahaan di Asia Tenggara, seperti Tokopedia, Ralali, dan Tripvisto, telah memanfaatkan beberapa produk yang ditawarkan oleh Betaout, terutama yang berkaitan dengan analisis dan otomatisasi kampanye pemasaran.

Bagi Willson Cuaca, selaku Co-Founder dan Managing Partner East Ventures, pihaknya begitu bersemangat mendukung ekspansi Betaout. Dengan pertumbuhan pasar e-commerce di Asia Tenggara yang sangat besar (diperkirakan akan mencapai $130 miliar pada tahun 2020), fokus Betaout pasar ini begitu menggairahkan, didukung dengan upaya dan inovasi yang telah dicapai oleh timnya.

CEO Ralali Joseph Aditya, yang merupakan klien Betaout, menyebutkan personalisasi pintar dalam sistem komunikasi e-commerce sangat diperlukan, termasuk untuk menjangkau setiap segmen pelanggan yang berbeda. Ralali sendiri merupakan salah satu platform online B2B yang memasok barang untuk kebutuhan bisnis.

Lima Ventura Sasar Investasi di Startup Digital Lewat Inkubator Parama Indonesia (UPDATED)

Perusahaan modal ventura lokal Lima Ventura mengungkapkan pengalihan fokus investasi yang kini mulai mengarah ke startup digital, dari sebelumnya usaha yang masih bergerak di jalur offline. Cara yang ditempuh oleh perusahaan misalnya dengan mengadakan kompetisi tahunan dengan tema startup yang berbeda-beda.

Lima Ventura merupakan perusahaan modal ventura lokal yang sudah berdiri sejak 2011. Managing partner Lima Ventura adalah PT LiMa Rachmat Sejahtera, milik Surachmat Sunjoto selaku pendiri dan pemilik mayoritas. Pemilik lainnya Fadri Effendy dan Yan Rezky Fahza selaku Limited Partner. Aset portofolio dalam kelolaan Lima Ventura saat ini sebesar Rp 50 miliar.

Untuk turut mengambil andil di pengembangan startup digital, perusahaan mendirikan program inkubasi dan akselerasi Parama Indonesia yang sebelumnya bernama Kompetisi Bisnis. Dari situ, Panama mulai menggelar kompetisi tahunan untuk diberikan dukungan pembiayaan dan kerja sama bisnis. Kegiatan baru ini dimulai sejak tahun lalu.

“Lima Ventura sebelumnya membiayai banyak UKM, tetapi untuk kategori startup digital baru melakukan dua kali lewat kompetisi. Sub sektor yang kami pilih sesuai fokus pemerintah [Bekraf],” terang Direktur Parama Indonesia Agni Pratama kepada DailySocial.

Dalam kompetisi tahun lalu, Lima Ventura memilih startup fesyen, dengan pemenang terpilih Voyej Leather Good, perusahaan fesyen apparel anak muda yang berorientasi menjadi pemimpin pasar leather apparel di regional dan Indonesia.

Untuk tahun ini, Panama Indonesia memilih tema startup food tech. Perusahaan telah menetapkan lima startup sebagai pemenang. Mereka adalah Gorry Gourmet (Jakarta), Masaku (Surabaya), Hong Tang (Jakarta), Roast Beef Gusto (Jakarta), dan Yagami Ramen (Bandung). Kelima pemenang ini berhak mendapatkan total dana investasi sebesar Rp15 miliar, dengan besaran nominal diprioritaskan sesuai kebutuhan masing-masing perusahaan.

Agni menjelaskan pihaknya memilih food tech karena sektor food and beverages (FnB) dan teknologi adalah dua sektor ekonomi yang sangat berpotensi baik dari sisi pertumbuhan bisnis maupun market size-nya di skala regional dan nasional. Makanan dan teknologi adalah sub sektor andalan pemerintah yang memiliki kontribusi tinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja.

“Makanan dan teknologi merupakan sektor bisnis yang memiliki profitabilitas yang baik. Semua latar belakang itulah yang menjadikan Lima Ventura memiliih sektor tersebut untuk tema kompetisi tahun ini.”

Berikutnya, sambung Agni, Lima Ventura tetap akan mengacu pada sub sektor ekonomi kreatif yang berpotensi pada dampak bisnis, sekaligus berkontribusi pada PDB dan penyerapan tenaga kerja.

Tak hanya pendanaan yang diberikan Lima Ventura. Pemenang juga akan diberi pendampingan dengan jaringan yang dimiliki perusahaan. Tujuannya agar mereka dapat mempercepat penetrasi pasar.


*Terdapat perbaikan nama

East Ventures Siapkan Dana Baru 365 Miliar Rupiah untuk Startup Asia Tenggara

East Ventures mengumumkan ketersediaan dana baru sebesar $27,5 juta (365 miliar Rupiah) untuk berinvestasi di startup Asia Tenggara. Ini adalah pengumpulan dana kelima VC yang berbasis di Singapura ini dalam lebih dari enam tahun beroperasi. Saat ini East Ventures telah memiliki 80 portofolio aktif di Asia Tenggara dan lebih dari 70% di antaranya disebutkan telah mendapatkan pendanaan lanjutan.

East Ventures, menurut data DailySocial, adalah VC paling aktif mengucurkan dana untuk startup Indonesia di tahap awal. Salah satu sektor primadona yang menjadi pusat perhatian East Ventures di Indonesia tahun 2016 lalu adalah fintech. Hampir separuh pendanaan yang melibatkan startup fintech Indonesia tahun lalu melibatkan East Ventures. Meskipun demikian, East Ventures menyatakan pihaknya tetap selektif dan hanya memberikan pendanaan bagi 2,5% startup yang mengajukan pitching dalam setahun.

Termasuk dalam portofolio East Ventures adalah Tokopedia dan Traveloka, dua startup unggulan yang digadang-gadang menyusul Go-Jek menyandang status unicorn.

Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya dalam pernyataannya menyebutkan, “Loyalitas mereka [East Ventures] ke perusahaan portofolio telah membangun jaringan portofolio yang luas dan membantu membangun efek jaringan antar pengusaha di komunitas startup Asia Tenggara.”

 

Co-Founder dan CEO Traveloka Ferry Unardi menambahkan, “East Ventures telah menjadi mitra penting Traveloka dalam berekspansi di Asia Tenggara dalam empat tahun terakhir. Mereka kukuh dalam pendekatan yang ramah terhadap founder dan kami berterima kasih atas dukungan yang telah diberikan East Ventures.”

Sejumlah portofolio yang mendapat kisah sukses di antaranya adalah akuisisi Groupon terhadap Disdus, akuisisi Yello Mobile terhadap PriceArea, akuisisi Migme terhadap Shopdeca, dan akuisisi konglomerat media Kompas Gramedia terhadap SCOOP.

Selain berinvestasi di startup, East Ventures juga mengembangkan ekosistem dengan membangun coworking space EV Hive di Jakarta Selatan dan BSD City.

East Ventures, yang dipimpin Willson Cuaca, Batara Eto, dan Taiga Matsuyama, tahun ini berharap bisa menggandakan jumlah lead startup yang mengajukan permohonan pendanaan, meskipun jumlah yang disetujui tetap sama.

Perusahaan percaya tahun ini bakal lebih banyak kisah merger dan akuisisi yang melibatkan portofolionya, meskipun mereka juga memprediksikan bakal lebih sedikit startup yang mendapatkan pendanaan lanjutan (Seri B dan selanjutnya).

MDI Ventures Lirik Investasi di Bidang Sekuriti Siber dan IoT

MDI Ventures, corporate venture capital dari Telkom, mengungkapan pihaknya sedang melirik investasi di perusahaan bidang sekuriti siber (cyber security) dan Internet of Things (IoT) pada tahun ini. Investasi tersebut merupakan bidang baru yang belum pernah dimasuki perusahaan sejak pertama kali luncurkan pada Februari 2016.

Fokus investasi perusahaan ini, sejalan dengan rencana kerja MDI Ventures yang ingin memfokuskan investasi di perusahaan digital terkemuka dan high-target dengan vertikal bisnis bergerak di pengadaan solusi untuk perusahaan, pemerintah, dan UKM, keamanan siber, internet mobile, dan IoT.

“Kami melirik perusahaan di bidang cyber security dan IoT. Untuk market Indonesia, kedua vertikal ini hampir sepenuhnya di-drive oleh demand dari sisi B2B (serta B2G). Oleh karena itu, butuh strategic investor yang bisa membantu startup untuk membangun bisnis dengan perusahaan besar (BUMN dan swasta) dan pemerintah,” terang CEO MDI Ventures Nicko Widjaja kepada DailySocial.

Tak hanya mengincar di dua sektor tersebut, perusahaan juga akan lebih agresif menghasilkan synergy value dari kolaborasi startup dengan Telkom, tidak hanya semata-mata agresif dari jumlah perusahaan yang akan diinvestasikan saja.

Menurut Nicko, hal itu akan diwujudkan dengan dua langkah. Pertama, untuk investasi langsung dari growth fund perusahaan, jumlah perusahaan baru yang akan mendapat dana investasi kurang lebih sama dengan tahun lalu. Namun dengan rata-rata nilai investasi yang lebih besar dan preferensi terhadap stage yang lebih matang.

Kedua, perusahaan juga akan lebih agresif di pendanaan tahap awal (seed) melalui follow on funding ke startup yang berpartisipasi di Indigo Accelerator.

Sebagai gambaran, ada 11 perusahaan yang mendapat kucuran dana segar dari MDI Ventures pada tahun lalu. Sembilan di antaranya adalah Geniee (Jepang), mClinica (Filipina), NComputing (Amerika Serikat), aCommerce (Thailand), Ematic (Singapura), RedDot Payment (Singapura), Adskom, Kata.ai, Goers (ketiganya dari Indonesia).

Sebelumnya, Nicko sempat mengungkapkan rencananya untuk berinvestasi di perusahaan “space tech” dari Amerika Serikat. Dari pemberitaan terakhir, nama perusahaan akan diungkapkan pada awal Desember tahun lalu.

“Kami akan menutup kesepakatan [investasi] dengan satu perusahaan space tech dari Amerika Serikat. Kami akan menjadi investor Indonesia pertama yang percaya bahwa era space tech akan datang ke sini. Perusahaan ini didirikan oleh mantan insinyur SpaceX,” katanya.

Pihaknya percaya dengan investasi ke sektor tersebut, sejalan dengan semakin banyaknya orang Indonesia yang sudah terhubung secara online sehingga kebutuhan coverage internet yang akan semakin luas dan cepat dalam beberapa tahun mendatang.

“Permintaan untuk terus terhubung dan cepat akan menjadi the biggest thing bersamaan dengan memasuki era digital. Di AS, pertumbuhan sektor ini telah berkembang lebih dari 40% per tahunnya.”

Tantangan VC di 2017

Menurut Nicko, pihaknya melihat iklim perekonomian tahun akan lebih membaik. Faktornya dari aspek pertumbuhan ekonomi makro naik menjadi 5,1% akibat impilkasi dari daya beli konsumen dan perusahaan yang meningkat.

Sementara dari sisi perilaku, konsumen dan bisnis di Indonesia sudah semakin terbuka dengan penggunaan teknologi. Di sisi lain, investor akan tetap berhati-hati untuk investasi perusahaan dengan business model yang mengandalkan “bakar uang” dengan unit economics yang buruk.

“Maka dari itu, tantangan untuk startup adalah mencari cara kreatif untuk tidak missing the boat dalam meraih peluang bisnis yang ada selagi dana fundraising yang ada masih terbatas.”

Dia menambahkan tantangan dan peluang untuk VC pada umumnya, terutama dengan fund yang sudah lama aktif, adalah permasalahan likuiditas. Dengan semakin agresifnya korporasi (baik asing maupun lokal) untuk ekspansi melalui akuisisi, investor harus semakin pro-aktif dalam menjalankan fungsi sebagai jembatan antara startup dan potential acquirers.

“Tanpa clear path to liquidity, sebuah VC akan semakin sulit untuk mencari LP untuk fundraising round selanjutnya,” pungkas Nicko.

OJK Konfirmasi BukaReksa Tidak Salahi Aturan (UPDATED)

Teknologi yang tidak mengenai batasan wilayah membuatnya jadi abu-abu saat menentukan apakah aturan mainnya sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dibandingkan industri lainnya, industri finansial termasuk yang paling ketat aturannya. Terkait hal ini, DailySocial berusaha memastikan kerja sama antara Bukalapak dan Bareksa dalam meluncurkan BukaReksa. Apakah langkah ini menyalahi Bareksa sebagai pemegang lisensi APRD (Agen Penjual Efek Reksa Dana) dan Bukalapak sebagai pihak penjual efek reksa dana? Jawabannya ternyata tidak.

Hal ini diungkapkan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida. Dia mengatakan POJK Nomor 39/POJK.04/2014, tepatnya di Pasal 33, menyebutkan dalam melakukan penjualan efek reksa dana, agen APRD dapat membuka gerai penjualan dengan cara melakukan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki jaringan lebih luas dalam kegiatan usahanya.

“APRD bisa bekerja sama dengan gerai-gerai untuk memperpanjang tangannya. Untuk [Bareksa dan Bukalapak] ada aturan yang memperbolehkan gerai-gerai itu jadi penjual. Tapi kontrak dan tanggung jawab terhadap penjualan itu tetap di APRD,” terang Nurhaida kepada DailySocial.

Pernyataan Nurhaida sejalan dengan jawaban perwakilan Bukalapak dan Bareksa. Pihak Bukalapak memastikan perusahaan adalah mitra Bareksa yang memiliki lisensi APRD resmi dari OJK. Produk BukaReksa yang menjual reksa dana ke publik adalah produk investasi yang diatur dan diawasi oleh OJK.

“Bukalapak sebagai salah satu perusahaan terdepan, sangat patuh terhadap aturan dan hukum yang berlaku. Kami menjunjung tinggi peraturan yang ada,” ungkap pihak Bukalapak dalam pernyataan resminya.

Bareksa juga mengeluarkan suaranya. Co-founder dan Chairman Bareksa Karaniya Dharmasaputra kepada DailySocial memastikan BukaReksa tidak menyalahi aturan yang diberlakukan oleh OJK. Platform BukaReksa tetap terhubung dengan engine Bareksa untuk proses know your customer (KYC) nasabah sebelum membeli produk reksa dana.

“Ini tidak melanggar aturan, kami sudah lapor ke OJK. Mereka dukung karena ini ‘kan bagian dari edukasi dan perluasan jalur pemasaran. Kami memang lebih memilih kolaborasi dengan perusahaan teknologi agar lebih pas dan cepat,” terangnya.

Karaniya menjelaskan BukaReksa adalah hasil kerja sama antara Bukalapak dan Bareksa dengan menunjuk CIMB Principal Asset Management untuk membuat produk Reksa Dana CIMB-Principal Bukareksa Pasar Uang.

BukaReksa dikhususkan untuk menyasar semua pengguna Bukalapak, baik itu pembeli maupun merchant yang sudah memiliki akun di Bukalapak dan saldo di BukaDompet.

“Ide awalnya ingin buat produk khusus untuk kerja sama dengan Bukalapak. Sebab, untuk jadi nasabah reksa dana butuh proses 2-3 hari karena ada proses di bank kustodian. Untuk layani nasabah Bukalapak yang merupakan merchant kan mereka butuh likuiditas, jadi kita bikin produk khusus dengan CIMB sehingga kita targetkan prosesnya jadi lebih cepat maksimal satu hari setelah transaksi.”

Nantinya, BukaReksa akan tersedia di berbagai platform yang dimiliki Bukalapak mulai dari situs website, aplikasi, hingga situs mobile. Dalam dashboard pengguna Bukalapak, akan ada button untuk investasi reksa dana di BukaReksa.

“Sekarang sudah final testing, semoga bisa luncur beberapa minggu ke depan.”

Sebelumnya, Bareksa juga sudah meresmikan kerja samanya dengan DOKU untuk menjual produk reksa dana kepada pengguna DOKU yang jumlahnya diklaim mencapai 1,3 juta orang.

Baik kerja sama antara Bareksa dengan Bukalapak maupun DOKU sasarannya sama, yakni pengguna masing-masing platform tersebut, termasuk merchant penjual di Bukalapak.

Adapun jumlah nasabah Bareksa kini sudah mendekati angka 7 ribu orang sejak pertama kali diluncurkan pada Januari 2015 silam. Total dana yang diinvestasikan lewat platform Bareksa sudah lebih dari Rp 80 miliar.

Sepanjang tahun ini, Bareksa akan kembali menggelar kerja sama lainnya dengan layanan e-commerce dan fintech.

“Namanya belum bisa kami disclose,” ujar Karaniya.

Terinspirasi dari Yuebao

Karaniya mengungkapkan kerja sama ini terjalin akibat terinspirasi dari Yuebao, sebuah produk reksa dana yang dikelola produk keuangan Alibaba, Alipay, yang diluncurkan sejak Juni 2013 silam.

Pada saat itu nilai imbal hasil (yield) yang ditawarkan Yuebao kepada nasabahnya mencapai 4%. Bahkan, angkanya pernah menembus hingga 6,76% per tahun pada awal 2014. Nasabah Yuebao hingga kini diklaim sebagai salah satu terbesar di dunia dengan total 260 juta nasabah.

“Kami terinspirasinya dari sana [Yuebao]. Bahkan, sekarang dia sudah bisa jadi perusahaan manajemen investasi. Insya Allah ke depannya [BukaReksa] bisa mengarah ke sana.”

Yang terpenting, sambungnya, hadirnya BukaReksa bisa menjadi lahan edukasi untuk merchant Bukalapak agar dapat beralih menggunakan reksa dana sebagai lahan investasi jangka pendek, ketimbang menyimpan uangnya di tabungan sederhana di bank.

iPrice Group Peroleh Pendanaan Lanjutan, Indonesia Tetap Jadi Pasar Utama

Hari ini iPrice Group pengusung layanan metasearch engine yang beroperasi di Asia Tenggara mengumumkan pendanaan seri A sebesar $4 juta (atau senilai Rp 53,6 miliar) yang dipimpin Asia Venture Group (AVG) dan Venturra. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini Gobi Parners, DMP, Econa, Starstrike Ventures dan pendaan personal dari CEO iPrice. Sebelumnya AVG juga terlibat pendanaan untuk seed funding.

Sebagai salah satu bagian terpenting, pangsa pasar Indonesia akan menjadi fokus pengembangan pasca pendanaan ini. Menilik data transaksi di Indonesia sendiri, dalam 12 bulan terakhir pertumbuhan iPrice di Indonesia tergolong sangat signifikan. Pertumbuhan trafik mencapai 700%, meningkat 8 kali lipat selama satu tahun.

Kepada DailySocial pihak iPrice menyampaikan, bahwa dalam target capaian bisnis 2017 Indonesia akan terus menjadi pasar utama baginya, dari segi ukuran pasar, kompetisi e-commerce yang panas dan juga fragmentasi yang terjadi di Indonesia.

“Kita melihat sudah mulai banyak merchant yang menghubungi kita secara organik untuk bergabung dalam platform iPrice. Kami percaya bahwa tren tersebut akan semakin meningkat pada tahun mendatang, didukung dengan usaha konten marketing kami yang membuat iPrice semakin diketahui banyak orang dan memperkuat posisi kami sebagai platform metasearch terdepan di Indonesia,” disampaikan PR Marketing Executive iPrice Indonesia Andrew Prasatya.

iPrice berencana untuk membuka katalog produk terbesar di Asia Tenggara yang dapat dimonetisasi oleh pihak ketiga dengan tool yang disesuaikan untuk mendorong potensi pendapatan mereka. Selain itu, guna mendukung perkembangan ke tahap yang lebih lanjut, iPrice menambahkah 2 anggota kunci pada tim kepemimpinan Konstantin Lange (Co-Founder HappyFresh) sebagai COO dan Matteo Sutto (alumni Zalora dan Founder Tate & Tonic) sebagai Senior Vice President of Growth.

“Kami telah melihat kebutuhan akan platform yang komprehensif di mana pelanggan dapat secara konsisten mencari harga terbaik dan juga informasi produk. Di saat yang sama, kami juga melihat adanya kebutuhan akan saluran pemasaran yang terpercaya dan diukur berdasarkan hasil untuk membantu merchant. Dalam 12 bulan terakhir, kami menolong banyak partner kami untuk mengembangkan trafik dan Gross Merchandise Volume sebesar 50%,” ujar CEO iPrice Group David Chmelař.

Pertumbuhan e-commerce yang sangat cepat dan sangat terfragmentasi merupakan tantangan tersendiri bagi pelanggan untuk mencari produk dengan harga terbaik dari begitu banyak merchant. Sebuah studi yang iPrice lakukan mengungkapkan bahwa hanya 2 dari 10 produk di Asia Tenggara yang memiliki harga terendah yang datang dari merchant e-commerce terbesar, artinya pelanggan masih harus mengunjungi ribuan website lain untuk mendapatkan penawaran yang terbaik.

Google dan Temasek dalam laporannya memprediksi bahwa pasar e-commerce di Asia Tenggara akan menjadi industri bernilai US$ 200 Miliar pada 2025 dengan kebutuhan channel pemasaran yang berbeda-beda sangat tinggi. Pasar e-commerce yang sudah lebih dewasa seperti Amerika Serikat telah menunjukkan pentingnya channel pemasaran affiliate bagi e-commerce. Sebuah studi yang dilakukan oleh Forrester Consulting mengungkapkan bahwa, mayoritas e-commerce mendedikasikan 10% dari budget pemasaran mereka untuk program affiliate.

Lima Cara Alternatif Dapatkan Pendanaan

Melakukan penggalangan dana merupakan proses yang melelahkan dan penuh dengan ketidakpastian. Sudah banyak startup yang pada akhirnya harus bersusah payah mendapatkan pendanaan agar startup bisa diluncurkan. Jika selama ini pendanaan tercepat dan termudah kebanyakan berasal dari angel investor atau venture capital, artikel berikut ini akan memberikan alternatif lain yang bisa diterapkan terkait dengan pendanaan untuk startup.

Gunakan uang pribadi (bootstrapping)

Cara termudah dan pastinya tercepat adalah menggunakan uang sendiri. Apakah itu deposito, pensiun atau penjualan aset (rumah, mobil) menggunakan uang sendiri terbilang lebih efisien tanpa adanya regulasi atau beban yang wajib dipertanggungjawabkan kepada pihak terkait.

Di sisi lain menggunakan modal sendiri di awal usaha bisa menunjukkan kredibilitas dan kemampuan dari seorang founder yang ternyata cukup memiliki dana pribadi untuk usaha.

Lancarkan strategi kemitraan sejak awal

Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan membuat perjanjian atau kesepakatan dengan pihak terkait seperti supplier, distributor hingga pelanggan setia. Dengan demikian jalannya pengeluaran dan pemasukan bisa sepenuhnya mengandalkan supply dan demand. Pastikan early adopters yang telah menggunakan produk yang Anda tawarkan bakal kembali menggunakan produk yang Anda hadirkan dan bersedia untuk menjadi pelanggan tetap demi berjalannya usaha dengan stabil.

Hadiah dari kompetisi atau bantuan pemerintah

Dana yang berasal dari hadiah kompetisi atau bantuan pemerintah memang tidak bisa diterapkan untuk semua startup, karena jumlahnya yang terbilang kecil. Meskipun demikian, untuk langkah awal cara yang satu ini bisa dapat membantu jalannya usaha. Carilah kompetisi yang bergengsi lokal hingga internasional, dan tentukan bantuan dari pemerintah yang relevan dan tentunya sesuai dengan visi dan misi dari startup.

Pinjaman ke bank

Saat ini sudah banyak bank internasional yang menawarkan pinjaman dalam jumlah yang relevan untuk kemudian dimanfaatkan oleh startup. Pilih dengan baik bank yang sesuai, dan sebelum mengajukan pendanaan, pastikan laporan keuangan tersusun dengan baik agar proses dapat berjalan lebih mudah dan cepat.

Tentukan kapital yang sesuai

Sebelum startup memutuskan untuk mengajukan pendanaan kepada VC, pastikan standar dan finansial perusahaan sesuai dengan kriteria dan kesepakatan yang diajukan. Pada akhirnya pendanaan dari VC memang tidak bisa dihindari. Yang perlu dilakukan adalah jangan terlalu sering mengandalkan VC namun jangan hindari pula pendanaan dari VC.

Informasi Pendanaan dari Honda Pertegas Fokus Grab

Grab mengumumkan bahwa produsen otomotif Honda adalah salah satu investor yang bergabung dalam putaran pendanaan Seri F senilai total 9.8 triliun Rupiah yang dipimpin Softbank Jepang. Setelah investasi dari layanan finansial penyewaan kendaraan Tokyo Century, masuknya Honda adalah langkah strategis perusahaan Jepang lain untuk melengkapi lingkaran kebutuhan mitra pengemudi Grab di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.

Di Indonesia, Grab masih bersaing dengan perusahaan transportasi on demand lain, yaitu Grab dan Go-Jek. Selain untuk transportasi, ketiga layanan motor tersebut juga bisa diintegrasikan dengan beberapa layanan lain seperti pesan antar makanan, kurir dan lain sebagainya. Masuknya Honda bakal memudahkan mitra pengemudi GrabBike untuk memperoleh kemudahan kepemilikan kendaraan.

“Kami sedang menjajaki bagaimana sepeda motor kita dapat digunakan dalam cara yang lebih dari hanya penjualan langsung kepada pelanggan,” ungkap salah seorang juru bicara perusahaan Honda seperti dikutip dari WSJ.

Untuk pasar Indonesia sendiri, startup dengan mengandalkan moda transportasi sepeda motor memang tengah naik daun. Persebarannya pun mulai merambah ke beberapa kota, tidak hanya kota-kota seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya tetapi juga kota-kota lain seperti Yogyakarta, Malang, Bali, dan Makassar.

Potensi pasar ride sharing di Indonesia pun juga diprediksikan akan terus tumbuh. Berdasarkan laporan dari Google dan Temasek, pasar ride sharing di Indonesia bisa mencapai $7,5 miliar di tahun 2025. Investasi strategis Honda dan Tokyo Century mempertegas pentingnya pasar Indonesia bagi kelangsungan bisnis Grab.