Lippo Group dan Luno Bangun JV Garap Aset Kripto

MPC (dulu bernama Multipolar), perusahaan investasi milik Lippo Group, mengumumkan pendirian perusahaan patungan (joint venture) dengan Luno untuk menggarap potensi aset kripto di Indonesia. Belum disebutkan identitas dari JV tersebut, mengingat sedang berusaha memperoleh izin operasional dari Bappebti.

Country Manager Luno Indonesia Jay Jayawijayaningtiyas menuturkan, pihaknya antusias dengan kemitraan ini, mengingat pesatnya pertumbuhan pasar aset kripto di Indonesia pada tahun ini. Luno akan terus melanjutkan program-program edukasi kripto, agar semakin banyak masyarakat awam bisa mengenal dengan lebih baik.

“Kami percaya bahwa pengalaman panjang MPC di segmen ritel dan pasar Indonesia akan menjadi aset besar dalam kolaborasi ini,” ujar Jay dalam keterangan resmi, Rabu (15/12).

Menggabungkan kekuatan dari masing-masing entitas, Luno di bidang pengetahuan dan keahlian di bidang industri kripto global dan MPC dengan wawasan dan pemahaman yang luas terhadap karakter pasar Indonesia, diharapkan menghasilkan kolaborasi yang efektif, serta mampu mendongkrak kepercayaan investor baru.

Menurut survei yang dilakukan Luno dan YouGov menunjukkan, bahwa alasan utama masyarakat Indonesia belum berinvestasi di kripto karena kurangnya pemahaman atau informasi yang komprehensif (62%). Kendati begitu, sebanyak 30% orang Indonesia mengaku familiar dengan kripto, jauh melebih aset investasi yang lain, seperti obligasi negara (20%) dan P2P (18%).

Luno sendiri merupakan salah satu portofolio dari Venturra, CVC dari Lippo Group. Venturra memimpin putaran pendanaan Seri A pada 2015 dengan nominal dirahasiakan. Setelah Luno diakuisisi oleh Digital Currency Group pada 2020, dukungan dari Venturra terus diberikan untuk Luno.

CEO MPC Adrian Suherman mengatakan, sejak 2015 MPC terus mendukung Luno karena memiliki kesamaan visi dalam hal kripto, sama-sama ingin menggencarkan literasi finansial terkait aset kripto dan menghapuskan stigma bahwa aset kripto bukanlah bisnis yang rill.

“Industri ini memiliki potensi yang sangat besar hingga bertahun-tahun yang akan datang. Karena itu, kami ingin masyarakat Indonesia, termasuk yang masih awam, bisa melakukan investasi serta jual beli aset digital dengan mudah, aman, dan percaya diri,” kata Adrian.

Potensi pasar kripto di Indonesia diperkirakan akan terus bertumbuh. Berdasarkan data dari Bappebti, jumlah pengguna kripto di Indonesia per Juli 2021 mencapai angka 7,4 juta orang. Angka tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Tak hanya jumlah investor, volume perdagangan kripto pun melonjak tajam hingga enam kali lipat, dari Rp60 triliun di tahun 2020 menjadi Rp370 triliun per Mei 2021.

Sejauh ini di 2021, Luno sendiri telah mencatatkan total volume transaksi dengan pertumbuhan sebesar empat kali lipat di Indonesia dibandingkan dengan total volume transaksinya di sepanjang 2020. Secara global, Luno juga telah memiliki lebih dari 9 juta pelanggan, dan menjadi platform keenam perdagangan kripto terbaik di dunia versi CryptoCompare. Luno menjadi satu-satunya platform perdagangan kripto di Indonesia yang berhasil masuk ke ranking Top 10 dan mendapatkan skor Grade A.

“Ke depannya, untuk meningkatkan literasi kripto di Indonesia, kami akan terus menjalankan program edukasi melalui Luno Academy, yang dapat diakses dengan mudah oleh semua orang melalui website dan aplikasi. Dengan pengalaman dan keahlian nama besar seperti MPC, kami percaya bahwa kemitraan ini dapat menciptakan pengalaman jual-beli aset kripto yang terbaik di Indonesia,” tutup Jay.

Selain bersama Luno, MPC juga telah mendirikan JV lainnya yang bergerak di p2p lending bersama Ping An bernama Ringan. Ringan fokus menyediakan pinjaman dana cepat (cash loan) dan belakangan mulai merambah segmen kredit produktif.

Kongsi Binance-Telkom

Selang sehari sebelumnya, kerja sama startup dengan korporasi pelat merah telah dilaksanakan oleh Binance dan Telkom melalui MDI Ventures. Bentuknya tidak sekadar membentuk platform jual beli aset kripto saja, namun mengembangkan ekosistem blockchain dan turunannya ke tahap lebih lanjut. Bagi Telkom, semua hal ini akan memainkan peran penting dalam keuangan dan infrastruktur digital lainnya di masa depan.

Hal menarik yang patut dilihat adalah bagaimana bila dilihat dari kacamata regulasi pemerintah Indonesia. Di kancah global, Binance ramai-ramai di blokir banyak negara karena dikhawatirkan tidak memiliki upaya yang cukup dalam mencegah pencucian uang dan kejahatan keuangan lainnya di plaformnya sebagai bentuk kepatuhan dalam memenuhi aturan di tiap negara.

Singapura, Jerman, Amerika Serikat, Inggris, India, Jepang, Hong Kong, Italia, Malaysia, Thailand, dan Belanda adalah negara-negara yang sudah menutup akses Binance di negara masing-masing. Akibatnya, pengguna Binance Hong Kong misalnya, tidak bisa membuka produk derivatif di Binance dan diberikan waktu tenggang (grace period) sampai 90 hari untuk menutup akunnya.

Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Satgas Waspada Investasi sudah memasukkan Binance ke dalam daftar investasi ilegal sejak Oktober 2020. Alasannya karena melakukan perdagangan kripto tanpa izin. Sementara itu, portofolio Binance di Indonesia, Tokocrypto adalah pedagang aset kripto yang sah dan telah memiliki tanda terdaftar di Bappebti.

Application Information Will Show Up Here

Gojek dan TBS Umumkan “Electrum”, Babak Baru Ekosistem Kendaraan Listrik di Industri Ride Hailing

Meningkatnya tren kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) telah mendisrupsi sektor transportasi secara global. Di Indonesia sendiri, teknologi ini sudah mulai muncul dan berkembang. Bukan hanya dari pemerintah, namun juga perusahaan dari berbagai industri terkait ikut berpartisipasi dalam pembangunan ekosistem kendaraan listrik ini.

Perusahaan ride hailing Gojek dan perusahaan energi terintegrasi TBS Energi Utama melalui PT Karya Baru TBS resmi mengumumkan kerja sama dalam membentuk usaha patungan atau joint venture (JV) bernama Electrum. Ini menjadi kolaborasi strategis pertama di Indonesia sekaligus dukungan terhadap rencana pemerintah dalam menjadikan pengembangan industri EV sebagai prioritas nasional.

Melalui perusahaan patungan tersebut, Gojek dan TBS akan mengembangkan usaha bisnis dalam bidang manufaktur kendaraan listrik roda dua, teknologi pengemasan baterai, infrastruktur penukaran baterai, hingga pembiayaan untuk memiliki kendaraan listrik.

Bagi Gojek, kolaborasi strategis ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan komitmen Sustainability Grup GoTo “Zero Emissions” (Nol Emisi Karbon). Gojek menargetkan menjadi platform karbon-netral dan mentransisi menjadi 100% kendaraan listrik di tahun 2030.

“Kami berharap upaya ini dapat mewujudkan lingkungan yang lebih baik dan berkontribusi kepada penanggulangan perubahan iklim di Indonesia. Kendaraan listrik merupakan masa depan bagi sektor transportasi dan kami memastikan hal tersebut dapat terwujud lebih cepat melalui kolaborasi ini,” ujar CEO Gojek, Kevin Aluwi.

Sebelumnya, Gojek juga telah mengumumkan kerja sama strategis dengan Gogoro, perusahaan teknologi global di ekosistem baterai swap, untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Dilanjutkan dengan uji coba komersial pemanfaatan 500 unit motor listrik di Jakarta Selatan, yang skalanya akan terus ditingkatkan hingga 5.000 unit dengan jarak tempuh 1 juta kilometer dalam platform Gojek.

Terkait kolaborasi ini, Pandu Sjahrir, selaku Wakil Direktur Utama TBS menyampaikan, “Kolaborasi dengan Gojek ini merupakan salah satu bagian dari komitmen reinvestasi pendapatan usaha TBS ke sektor energi bersih dan energi baru dan terbarukan [..] Pengalaman dan pemahaman kami di bidang energi bersama dengan ekosistem dan teknologi Gojek yang luas, bisa menjadi katalisator pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.”

Potensi kendaraan listrik di Indonesia

Sebelum pandemi Covid-19 mengguncang berbagai macam industri, termasuk otomotif, kendaraan listrik tengah menjadi sorotan. Menurut laporan Deloitte, penjualan tahunan gabungan kendaraan listrik baterai dan kendaraan listrik plug-in hybrid mencapai angka dua juta kendaraan untuk pertama kalinya di tahun 2019.

Meskipun sempat terhambat oleh pandemi, terjadi pola pertumbuhan yang berkelanjutan yang diharapkan dapat dipertahankan di tahun 2020 ke depan. Indonesia sendiri telah menyatakan kesiapannya untuk memasuki era kendaraan listrik yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) untuk Transportasi Jalan.

Dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik, baterai menjadi komponen penting yang menyumbang 35 persen dari biaya produksi. Meningkatnya kebutuhan baterai kendaraan listrik dinilai akan mendukung peran strategis dalam rantai pasok global industri kendaraan listrik. Hal ini mengingat posisi Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia serta masih tingginya cadangan bahan baku primer lainnya seperti cobalt, mangan, dan aluminium.

Menurut laporan Deloitte, perkiraan EV global untuk tingkat pertumbuhan tahunan gabungan adalah mencapai 29 persen selama sepuluh tahun ke depan: Total penjualan EV tumbuh dari 2,5 juta pada tahun 2020 menjadi 11,2 juta pada tahun 2025, kemudian mencapai 31,1 juta pada tahun 2030.

Pemerintah Indonesia juga tengah berupaya menjadi pusat produksi kendaraan listrik di kawasan dengan target produksi 600.000 mobil listrik dan 2,5 juta sepeda motor listrik pada 2030.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah mengembangkan proyek konversi sepeda motor bekas menjadi kendaraan listrik. Pengembangan proyek ini telah diuji coba pada 10 kendaraan. Pemerintah juga telah melakukan pendekatan dengan industri untuk memproduksi baterai dan konverter dengan harga murah. Hal ini diyakini akan mempercepat pengembangan proyek tersebut.

Dari sisi transportasi umum, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) turut menargetkan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) untuk bisa sepenuhnya menggunakan bus listrik pada 2025. Wacana tersebut telah dimasukkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020-2030. Uji coba pengoperasian bus listrik Transjakarta telah diadakan sejak tahun lalu melibatkan dua merek bus asal China.

Dari industri ride hailing, Gojek bukan satu-satunya yang memiliki inisiatif dalam hal mengembangkan ekosistem kendaraan listrik. Kompetitor utamanya, Grab, juga sudah lebih dulu mengumumkan uji coba kendaraan listrik roda empat dan dua di Jabodetabek.

Grab juga upayakan kendaraan listrik

Rival utama Gojek, yakni Grab, juga terus menggencarkan inisiatif ke EV. Salah satunya mereka bermitra dengan Hyundai Motor Group juga meluncurkan program percobaan kendaraan listrik baru untuk memungkinkan kepemilikan kendaraan listrik yang terjangkau dan mudah diakses, sembari juga mengembangkan peta jalan untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik di Asia Tenggara. Selain itu mereka juga mulai bekerja sama dengan beberapa produsen kendaraan roda dua elektrik, termasuk produsen lokal seperti Gesits dan Selis hingga produsen multinasional seperti Hyundai, Honda, Viar, dan Kymco.

Infrastruktur baterai juga dibangun bersama dengan perusahaan BUMN, PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan Pertamina, perusahaan bahan bakar BUMN untuk menghadirkan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum tersedia di SPBU Pertamina di Rawa Bokor, Jakarta. Kerja sama tiga arah itu berupa dukungan listrik PLN dengan tarif khusus; lokasi dan izin Pertamina, aplikasi dan pengoperasian pengisian daya serta Alat Pengisian Daya Kendaraan Listrik Grab bagi pengguna kendaraan roda 4 umum untuk mengisi daya kendaraannya.

Application Information Will Show Up Here

Inisiatif Kendaraan Listrik di Indonesia Terus Didukung Pebisnis Digital

NFC Indonesia bersama SiCepat membentuk perusahaan patungan PT Energi Selalu Baru (ESB) yang akan difokuskan pada distribusi sepeda motor listrik, penukaran baterai, dan layanan pendukung lainnya. Sebagai langkah awal, ESB akan mengakuisisi saham minoritas PT Volta Indonesia Semesta (Volta), perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai sepeda dan motor listrik di Indonesia.

Didukung anak perusahaan M Cash lainnya, seperti DMMX dan Telefast, ESB akan berupaya meningkatkan penyerapan dan distribusi penggunaan kendaraan listrik dengan pendekatan teknologi. Menjelaskan hal itu, Presdir NFC Abraham Theofilus menyampaikan, “Melalui platform digital kami yang memungkinkan pengguna untuk mengelola kendaraan listrik mereka dan penggunaan baterai terkait, kami berusaha untuk meredakan keraguan yang berkaitan dengan adopsi EV (Electric Vehicle) terutama perihal jarak tempuh dan frekuensi penggunaan.”

Ia melanjutkan, “Dalam prosesnya, NFCX juga akan secara bertahap memperkenalkan mekanisme loyalitas dalam platform digital yang akan memberi reward kepada pengguna sepeda motor listrik kami.”

Volta akan menjadi rumah produksi utama sepeda motor listrik untuk ESB dengan NFCX menyediakan dan mengelola platform digital untuk registrasi dan pengelolaan kendaraan, pembayaran dan reward. ESB akan memanfaatkan kemampuan logistik serta jaringan SiCepat dan Telefast untuk merencanakan dan menyebarkan stasiun penukaran baterai. Ekspansi jaringan penukaran baterai ini juga akan menggunakan jaringan toko ritel DMMX yang luas di seluruh Indonesia.

Misi dengan kendaraan listrik

Inisiatif penggunaan kendaraan listrik juga disampaikan oleh decacorn Gojek. Dalam sebuah kesempatan di acara peluncuran laporan keberlanjutan perusahaan, salah satu eksekutif perusahaan mengatakan bahwa mereka berencana menjadikan setiap unit kendaraan di platformnya menjadi kendaraan listrik pada tahun 2030 mendatang. Realisasinya dengan menggandeng produsen dan pengaturan leasing yang menguntungkan mitra.

Pemain lain, yakni Grab, juga mulai agresif memulai inisiatif kendaraan listrik. Mereka mulai melakukan pilot project pada awal tahun 2020 di Jabodetabek memanfaatkan unit mobil dari Hyundai dan motor listrik Gesits. PLN turut digandeng untuk perencanaan bersama, riset, pengembangan model bisnis, dan pelaksanaan percontohan tersebut.

Di sisi hulu, pengembang unit kendaraan listrik juga tengah mendapatkan perhatian investor. Sebut saja ION Mobility, perusahaan berbasis di Singapura, Shenzhen (Tiongkok), dan Jakarta tersebut belum lama ini membukukan pendanaan awal $3,3 juta dari Monk’s Hill Ventures, TNB Aura, Village Global, 500 Startup (melalui fund 500 Durians), AngelCentral, kipleX, dan Seeds Capital.

Pada dasarnya ION Mobility adalah perusahaan pengembang motor elektrik pintar. Pintar di sini karena mereka turut tanamkan perangkat lunak kecerdasan buatan untuk beberapa tugas, seperti penghematan daya dan kemudahan penggunaan.

Tantangan implementasi

Di sisi pemerintah, Kementerian ESDM memiliki konsentrasi khusus dalam mendukung program percepatan kendaraan listrik. Menurut data yang diungkapkan pada April 2021 lalu, saat ini sudah ada 122 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang terbangun dan tersebar di 83 lokasi. Jika merujuk pada peta jalan yang sudah disusun, pemerintah menargetkan pada tahun 2025 dapat membangun 3.860 SPKLU dan 17.000 Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (SPBK).

Di sisi infrastruktur, jika melihat kondisi saat ini dan cita-cita yang ingin dicapai, pekerjaan rumah yang dimiliki masih cukup banyak. Walau bagaimana pun, kehadiran sistem pendukung seperti layanan pengisian daya perlu terdistribusi dengan baik untuk menjadi langkah awal mengajak masyarakat melakukan transisi ke kendaraan listrik.

Di sisi lain, masih ada tantangan yang saat ini perlu dipikirkan bersama. Pertama adalah harga jual kendaraan listrik yang masih cenderung tinggi dan opsinya pun belum terlalu banyak. Pemerintah, lewat Kementerian Perindustrian juga mewajibkan produsen kendaraan listrik luar negeri yang ingin memasarkan produknya di sini harus memiliki kandungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sampai 2023 sebesar 35 persen.

Kedua, penetrasi kendaraan listrik yang belum banyak secara tidak langsung juga membuat masyarakat bertanya-tanya tentang efektivitasnya digunakan di Indonesia. Bagaimana keandalan baterai dan jarak tempuh yang bisa diakomodasi, mengingat dua tantangan utama di sini adalah soal lalu-lintas dan geografi yang berkontur.

Perspektif publik Indonesia tentang kendaraan listrik / marketresearchindonesia.com

Hadirnya pemain digital dalam dorongan penetrasi kendaraan listrik menjadi hal penting. Selain meningkatkan awareness, kekuatan yang mereka miliki dapat secara langsung berperan dalam menumbuhkan ekosistemnya sendiri. Misalnya yang dilakukan NFC dan SiCepat dengan masuk ke dalam lini supply chain, atau Grab dan Gojek yang berupaya menghadirkan mekanisme terbaik untuk memfasilitasi para mitranya dengan kendaraan ramah lingkungan.

Karena selain aspek bisnis, kendaraan listrik dinilai mampu memberikan masa depan lingkungan yang lebih terjaga – dengan kualitas udara yang lebih bersih dan sumber daya energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

Kioson Bentuk Anak Usaha Patungan Khusus Pengadaan “GudangPintar”

Kioson, perusahaan yang fokus pada pengembangan UMKM dan toko kelontong, mengumumkan pendirian anak usaha patungan khusus pengadaan (fulfillment center) GudangPintar.id demi mengakselerasi bisnis UMKM di Indonesia. Keeppack.id adalah mitra yang diajak Kioson untuk mendirikan GudangPintar.

Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kioson menyetorkan modal sebesar Rp700 juta atau 700 lembar saham dengan kepemilikan 70% saham dari total modal disetor PT Gudang Pintar Indonesia (GPI).

GudangPintar diharapkan dapat meningkatkan efisiensi di bidang logistik, khususnya dalam penyediaan layanan fulfillment center. Ia akan melengkapi ekosistem ritel digital Kioson yang saat ini telah mencapai lebih dari 80 ribu outlet ritel yang terdaftar di jaringan Kioson.

“[..] Kami bersama dengan Keeppack.id meluncurkan layanan fulfillment center GudangPintar. Layanan ini nantinya diharapkan akan dapat memberikan efisiensi dari sisi logistik pengadaan stok barang dagangan para mitra ritel kami, yang sebagian besar adalah UMKM,” ucap Direktur Utama Kioson Reginald Trisna dalam keterangan resmi, Rabu (5/5).

Merujuk dari riset CLSA bertajuk “E-warung Indonesia’s New Digital Battleground,” menyampaikan 3 juta warung kelontong berkontribusi hampir 80% terhadap pasar ritel Indonesia. Namun, sekitar 80% atau 2,5 juta warung masuk kategori underserved. Dalam menjawab tantangan tersebut, setiap 1 fulfillment center GudangPintar bisa membantu percepatan distribusi dan efisiensi biaya logistik untuk sekitar 2 ribu warung dan toko kelontong di sekitar lokasi.

GudangPintar memiliki sistem WMS (Warehouse Management System) yang terintegrasi dengan prinsipal dan partner logistik. Proses fulfillment secara sederhana dimulai dari pemenuhan proses dalam ekosistem logistik, mulai dari pemilahan barang, pengemasan, sampai pengiriman via kurir ekspedisi. Dalam hal ini, GudangPintar akan memaksimalkan proses logistik untuk para mitra warung yang dikelola Kioson saat pengadaan stok barang dagangan.

Reginald menargetkan pada tahun ini GudangPintar memiliki target membangun lebih dari 1000 fulfillment center untuk melayani 2 juta warung UMKM. “Sinergi GudangPintar dengan ekosistem Kioson kami harapkan mampu memberikan efisiensi maksimal pada bisnis UMKM para mitra retail Kioson dalam hal logistik dan pengadaan stok barang dagangan,” tutupnya.

Kioson turut meramaikan perusahaan yang terjun ke layanan pengadaan untuk proses logistik yang lebih efisien. Solusi pergudangan ini juga dilakoni oleh perusahaan lainnya ada yang datang dari pemain logistik, e-commerce, dan e-commerce enabler.

Untuk pemain e-commerce enabler yang sudah perluas layanan mereka ke sistem fulfillment, ada TokoTalk, Sirclo, GudangAda, dan Jet Commerce. Shipper sebagai agregator logistik mengakuisisi Pakde dan Porter, serta membentuk Gudang Shipper untuk melengkapi ekosistem logistik. Dari pemain e-commerce ada TokoCabang dari Tokopedia, Dikelola Shopee, mengikuti jejak JD.id, dan Lazada yang sudah lebih dahulu.

Ekosistem bisnis logistik penyokong e-commerce

OVO Group Perluas Ekosistem Layanan, Dirikan Perusahaan Patungan di Bidang Insurtech

PT Bumi Cakrawala Perkasa, selanjutnya disebut OVO Group, merupakan perusahaan induk layanan dompet digital OVO (PT Visionet Internasional) dan p2p lending Taralite (PT Indonusa Bara Sejahtera).  Mereka baru mengumumkan kerja sama strategis dengan ZA Tech untuk membentuk perusahaan patungan di bidang insurtech.

Diketahui ZA Tech merupakan anak perusahaan ZhongAn Online P&C Insurance, terbentuk dari kemitraan antara SoftBank Vision Fund 1 dan ZA International.

Hadirnya insurtech di OVO Group tentu memperluas cakupan produk finansial mereka. Selain dompet digital dan p2p lending, mereka juga memiliki keterikatan kuat dengan Bareksa sebagai layanan fintech yang fokus pada investasi reksa dana. Potensi penetrasi berbagai layanan finansial yang terus menguat menjadikan dasar bagi perusahaan untuk melakukan aksi perusahaan tersebut.

“Melalui kemitraan ini, kami percaya bahwa kita dapat  bersama-sama mendorong transformasi digital di Indonesia untuk perusahaan asuransi, sehingga mempercepat adopsi asuransi di Indonesia,” ujar Presiden Direktur OVO Group Jason Thompson.

Turut disampaikan, penetrasi asuransi di Indonesia tergolong masih sangat rendah, yaitu hanya sebesar 1,7% dari lebih dari 265 juta orang Indonesia yang saat ini dilindungi oleh asuransi swasta. Di sisi lain, Indonesia juga merupakan pasar dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara, dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat rata-rata di atas 5% dalam tiga tahun terakhir.

Layanan yang nantinya dihadirkan oleh insurtech tersebut akan membantu perusahaan asuransi untuk mendigitalkan produk mereka. Proses backend yang tadinya manual akan diautomasi; termasuk menyederhanakan proses perhitungan premi yang sebelumnya sangat rumit. Harapannya dapat tercipta ekosistem produk yang terjangkau dan diminati kalangan masyarakat yang lebih luas.

“Dengan menggunakan platform insurtech yang dibangun oleh BCP dan ZA Tech, perusahaan asuransi akan dapat mendigitalkan penawaran konvensional mereka, sehingga dapat memberikan produk dan layanan secara lebih efektif kepada masyarakat dalam rangka mempercepat transformasi digital di pasar asuransi Indonesia yang sangat besar,” tutup Thompson.

ZhongAn sendiri sebelumnya juga telah membentuk perusahaan patungan dengan Grab untuk membuat layanan insurtech berbasis marketplace. Di dalamnya akan menawarkan berbagai kategori produk asuransi yang dapat diakses langsung melalui aplikasi Grab dan dibayarkan melalui fitur GrabPay. Di Indonesia, Grab juga terafiliasi dengan OVO sebagai dompet digital yang menopang sistem pembayaran di aplikasinya.

Ekosistem insurtech di Indonesia

DSResearch dalam laporan bertajuk “Insurtech Strategic Innovation 2020” memetakan beberapa pemain insurtech yang saat ini sudah beroperasi di Indonesia. Melalui kemitraan yang dimiliki dengan berbagai perusahaan asuransi, masing-masing layanan mencoba menghadirkan berbagai produk asuransi – sebagian besar ditujukan di segmen konsumer.

Insrutech di Indonesia

Beberapa juga lakukan integrasi dengan layanan digital di segmen lain, misalnya yang dilakukan PasarPolis dengan menghadirkan layanan GoSure di Gojek untuk asuransi perjalanan; hal serupa juga dilakukan Qoala bersama Grab di Indonesia; kemudian ada juga Premiro yang masuk ke ekosistem layanan Tanamduit.

Mengutip hasil studi Munich Re Economic Research, Indonesia akan memimpin pertumbuhan premi asuransi kesehatan dan jiwa dari tahun 2019-2030, dengan CAGR sebesar 9,1%. Sepanjang taun 2019, premi yang berhasil dibukukan sudah mencapai 185,3 triliun Rupiah untuk asuransi jiwa dan 80,1 triliun Rupiah untuk asuransi kesehatan.

Pandemi tidak menyurutkan pertumbuhan bisnis asuransi di Indonesia. Data menunjukkan adanya pemulihan yang relatif cepat terkait pendapatan bruto premi untuk asuransi jiwa sepanjang tahun 2020.

Asuransi di Indonesia Selama Pandemi

Gerak cepat fintech memasuki insurtech juga terus terlihat, tidak hanya oleh pemain legasi yang terus melakukan ekspansi bisnis. Salah satunya Fazz Financial Group, unit yang membawahi layanan Payfazz dan Modal Rakyat, mulai bekerja sama dengan Adira Insurance untuk mendukung salah satu unit layanan mereka. Karena diyakini, kesadaran adopsi layanan asuransi akan terbentuk seiring peningkatan literasi finansial masyarakat Indonesia yang terus digenjot, tarmasuk dibantu para pemain fintech tersebut.

Kejora and SBI Holdings Launches “Orbit Fund”, Ready to Invest 426 Billion Rupiah for Indonesia’s Early Stage Startups

and SBI Holdings today (03/6) launched the Orbit Fund. It is a joint venture in the form of a venture capital company focused on early-stage startups funding in Indonesia. In its debut, they’ve prepared US$ 30 million or equivalent to 426 billion Rupiah.

As per the information we received, Orbit Fund is to make its first closing on June 30, 2020, with the investors and immediately disburse the funds. To date, they claim to have received strong commitments from various investors, including family businesses, high net worth individuals (HNWI), corporations and institutional investors from Indonesia, Japan, Singapore, and Europe.

They are currently targeting edutech, healthtech, consumer goods, agritech, fintech, and online media sectors. Seed funding will be channeled starts from US$ 200 thousand to US$ 3 million.

In terms of operation, the company appoints Billy Boen as director. Previously, he is known as an entrepreneur, active as an angel investor, also an advisor for several companies in Indonesia. In addition to Boen, the VC’s leadership will also be assisted by Shunichi Keida. It will be supported by the team members consist of Leon Hermann, Yudi Anugrah, and Richie Wirjan.

“Orbit Fund is created for Indonesian startups. In addition to financial support, SBI Holdings and Kejora have experience in more than 25 other countries, and local and regional resources and insights to build technology startups in Indonesia. With the support of experienced venture capital, we believe that Orbit is capable to produce and build a strong generation of startups,” Billy said.

Meanwhile, Yoshitaka Kitao as President & CEO of SBI Holdings said “SBI Holdings is very proud to announce this collaboration, bearing in mind that for more than 3 years we have established relations with Kejora since our first co-investment. SBI Holdings believes that there will be many technological innovations popping up Indonesia, and the Orbit Fund is a renewal of our commitment to accelerate the growth of the technology sector in Indonesia. ”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kejora dan SBI Holdings Resmikan “Orbit Fund”, Siapkan 426 Miliar Rupiah untuk Startup Tahap Awal Indonesia

Hari ini (03/6) Kejora Capital dan SBI Holdings mengumumkan peluncuran Orbit Fund. Yakni sebuah joint venture berbentuk perusahaan modal ventura yang difokuskan untuk pendanaan startup tahap awal di Indonesia. Dalam debutnya, mereka berkomitmen untuk menggelontorkan dana US$30 juta atau setara 426 miliar Rupiah.

Dalam keterangan yang kami terima disampaikan, Orbit Fund akan melakukan first closing pada 30 Juni 2020 dengan para investornya dan segera menggelontorkan dana tersebut. Sejauh ini mereka mengklaim telah menerima komitmen yang kuat dari beragam investor, termasuk di dalamnya family offices, high net worth individuals (HNWI), korporasi dan investor institusional dari Indonesia, Jepang, Singapura, dan Eropa.

Adapun beberapa fokus sektor yang dituju adalah edutech, healthtech, consumer goods, agritech, fintech, dan online media. Pendanaan tahap awal yang dikucurkan berkisar US$200 ribu sampai US$3 juta.

Untuk operasionalnya, perusahaan menunjuk Billy Boen sebagai direktur. Sebelumnya ia dikenal sebagai seorang entrepreneur, juga aktif sebagai angel investor dan advisor untuk beberapa perusahaan di Indonesia. Selain Billy, kepemimpinan modal ventura juga akan dibantu Shunichi Keida. Turut diperkuat anggota tim yang terdiri dari Leon Hermann, Yudi Anugrah, dan Richie Wirjan.

“Orbit Fund hadir untuk startup Indonesia. Selain dukungan finansial, SBI Holdings dan Kejora memiliki pengalaman di lebih dari 25 negara lainnya, dan sumber daya serta insights lokal maupun regional untuk membangun startup teknologi di Indonesia. Dengan dukungan dari venture capital yang berpengalaman, kami percaya bahwa Orbit mampu menghasilkan dan membangun generasi startup yang makin kuat,” sambut Billy.

Sementara itu, Yoshitaka Kitao selaku Presiden & CEO SBI Holdings mengatakan “SBI Holdings sangat bangga mengumumkan kerja sama ini, mengingat sudah lebih dari 3 tahun kami membina hubungan dengan Kejora sejak co-investment pertama kami. SBI Holdings percaya bahwa akan banyak bermunculan inovasi teknologi di Indonesia, dan Orbit Fund adalah pembaharuan komitmen kami untuk mempercepat pertumbuhan sektor teknologi di Indonesia.”

Hasil JV dengan Ping An, Grab Resmikan Kehadiran Layanan Kesehatan Online

Grab meresmikan layanan kesehatan GrabHealth bersama Good Doctor Technology Indonesia (anak usaha Ping An Good Doctor), sekaligus menandakan Indonesia sebagai pasar pertama yang menikmati layanan teranyar tersebut.

President Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, GrabHealth adalah salah satu buah investasi dari SoftBank senilai $2 miliar yang diumumkan pada Juli 2019 untuk Indonesia. Perusahaan percaya pemanfaatan teknologi yang tepat bisa membawa manfaat positif buat masyarakat.

“Kami percaya bahwa setiap orang berhak memiliki akses ke layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. [..] Kami sangat senang meluncurkan GrabHealth powered by Good Doctor sebagai upaya pertama kami untuk memberikan layanan kesehatan online,” terangnya, Selasa (10/12).

Ada empat fitur yang dihadirkan, di antaranya tanya jawab kesehatan dengan dokter, membuat janji konsultasi tatap muka dengan dokter, belanja produk kesehatan dan kebugaran (Health Mall), dan konten kesehatan dan gaya hidup yang dikurasi oleh tim dokter.

Seluruh fitur ini dapat diakses secara gratis, akan tetapi baru tersedia di Jabodetabek dan akan segera digulirkan ke kota lain di dalam cakupan operasional Grab secara bertahap. Disebutkan Grab beroperasi di 224 kota di seluruh Indonesia.

Head of Medical Management Good Doctor Technology Indonesia Adhiatma Gunawan mengaku fitur yang ada sekarang belum memiliki perbedaan yang mencolok dengan pemain sejenis. Akan tetapi, dari segi kemudahan pengguna tidak perlu mengunduh aplikasi baru untuk menikmati Good Doctor.

“Dengan menggandeng Grab, jadi kemudahan yang luar biasa bagi sisi user karena tidak perlu unduh aplikasi lain. Kami tidak hanya memperluas akses, tapi juga concern pada kualitas dan keamanan. Standar kualitas dan jaminan keamanan kami tinggi dan berlapis-lapis,” ujarnya.

Kendati demikian, dia membuka kemungkinan untuk merilis aplikasi terpisah khusus untuk Good Doctor pada tahun depan. “Mungkin somewhere di 2020 ada rencana ke sana [peluncuran aplikasi sendiri].”

Pengembangan fitur berikutnya akan terus dilakukan Good Doctor agar semakin relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Adhiatma tidak menutup kemungkinan untuk mengadopsi teknologi dari Ping An ke Indonesia, ataupun hal lainnya yang bisa membawa dampak positif buat masyarakat.

“Kita selalu terbuka dalam hal-hal yang baik yang bisa kita adopsi, enggak cuma dari Ping An saja, tapi dengan pemain lain. Kita belajar terus agar semua layanan yang kita bawa bisa berdampak positif buat masyarakat Indonesia.”

GrabHealth
GrabHealth

Adhiatma enggan merinci lebih lanjut terkait pengembangan fitur layanan kesehatan berikutnya yang akan disediakan Good Doctor.

Diklaim saat ini Good Doctor telah bermitra dengan ratusan dokter untuk layanan konsultasi online selama 24 jam setiap hari, bermitra dengan lebih dari 300 jaringan apotek berlisensi untuk berjualan produk kesehatan.

Seluruh dokter yang bergabung telah melalui persyaratan ketat, memiliki SIP (Surat Izin Praktek) yang masih aktif dan tercatat resmi sebagai anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia) untuk dapat beroperasi sebagai konsultan medis.

Application Information Will Show Up Here

Bentuk “Joint Venture” Bersama REA Group, 99.co Kini Pimpin Bisnis iProperty dan Rumah123

Pengembang layanan proptech 99.co kemarin (08/10) mengumumkan aksi perusahaan dalam “joint venture” bersama REA (Real Estate Australia) Group. Kesepakatan itu akan membawa dua kanal properti digital milik REA, yakni iProperty.com.sg (beroperasi di Singapura) dan Rumah123.com (beroperasi di Indonesia), dikelola 99.co untuk memenangkan pasar Asia Tenggara.

Dalam joint venture ini, REA juga menggelontorkan investasi US$8 juta untuk mendukung pengembangan dan pertumbuhan. Secara bisnis ketiga layanan akan menyatu, Co-Founder & CEO 99.co Darius Cheung akan memimpin.

Dalam siaran pers yang diterbitkan REA Group, disebutkan perusahaan joint venture didirikan melalui transfer/penggabungan bisnis 99.co, iProperty.com.sg, dan Rumah123. Pemegang saham 99.co saat ini, termasuk co-founder, Sequoia, pendiri Facebook Eduardo Saverin, Allianz X, MindWorks Ventures, East Ventures dan 500 Startups akan mendapat kepemilikan saham di perusahaan JV berjumlah 73%. REA Group akan menjadi pemegang saham terbesar dengan 27% kepemilikan saham.

Sebelumnya iProperty Group (induk perusahaan Rumah123.com) diakuisisi REA pada November 2015 lalu dengan total saham yang dibeli setara dengan AU$578 juta atau sekitar Rp 5,5 triliun.

“Kami datang untuk memimpin pasar. Ini adalah tonggak penting yang menempatkan kami sebagai portal properti nomor 1 di Indonesia dan sedang menuju nomor 1 di Singapura. DNA inovatif kami ditambah dengan pengalaman REA menjadikan ini sebagai kemitraan yang ‘mematikan’, belum pernah terjadi sebelumnya di Asia Tenggara,” sambut Darius.

Di awal tahun 2018, 99.co juga telah melakukan akuisisi penuh ke portal properti lokal UrbanIndo. Saat ini data sudah dimigrasikan penuh. Perusahaan makin agresif pasca Agustus 2019 lalu mendapatkan pendanaan seri B senilai $15,2 juta, dengan menempatkan wilayah Jabodetabek sebagai pasar utama mereka.

“Selama dua tahun terakhir kami mengagumi inovasi dan kecepatan yang dilakukan Darius dan timnya ke pasar yang mereka layani. Kombinasi hebat dari talenta, teknologi, keahlian digital, dan hubungan pelanggan yang kami miliki akan menambah kemampuan perusahaan untuk bersaing dan menang di Singapura dan Indonesia,” sambut CSO & CEO Asia Rea Group Henry Ruiz.

Di awal tahun ini, Rumah123 menunjuk Maria Herawati Manik untuk jadi Country Manager baru mereka, menggantikan Ignasius Untung. Bersama pemimpin baru, Rumah123 fokus meningkatkan pengalaman pengguna melalui inovasi digital yang dihadirkan.

Di wilayah regional, salah satu pesaing di bisnis ini adalah PropertyGuru. Mereka mengoperasikan beberapa layanan proptech di beberapa negara, termasuk Rumah.com di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Princeton Digital Group Acquired XL Axiata “Data Center” Business

Princeton Digital Group (PDG),  a Singapore-based internet infrastructure developer and operator, has acquired 70% of XL Axiata data center business shares and to develop a joint venture named Princeton Digital Group Data Center

PDG also has an investment commitment of $100 million (more than Rp1.4 trillion) for capital growth.

The joint venture intends to be a data center operator to handle hyperscalers companies, domestic unicorns, corporates, and telco. However, XL Axiata has five data center located in all over Indonesia.

PDG’s Chairman & CEO, Rangu Salgame explained the acquisition is supposed to extend the current data center capacity. There will be one more hyperscale data center by the end of the year, For the company, all series are to tighten the high-quality competition in the global internet infrastructure.

“With the follow-on investment, the joint venture should lead the market in Indonesia and one of the biggest data center operator in Southeast Asia,” Salgame stated in the release.

XL Axiata’s President Director & CEO, Dian Siswarini added, the extensive skills and experiences of PDG will make this new entity the main option for the multinational and big scale digital service providers aiming for operational expansion in Indonesia and Asia.

Data center is the main support behind Indonesia’s digital economy growth, which is predicted to dominate Southeast Asia’s region by 2025. Public cloud service provider such as Alibaba Cloud, Amazone Web Services, and Google Cloud has built some strategic hub in the Indonesian market.

Alibaba already has two data center here. While Google already has cloud region acted similar to the data center. Previously, the government requires the cloud service provider and server to have its own data center, particularly to keep storage with high risks – in case it contains Indonesian user’s identity.

In Southeast Asia, the data center market is predicted to have significant growth, increased by two times in the next four years. In Technavio, this area will grow stable at 14% Compound Annual Growth Rate (CAGR) between 2017 to 2021.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian