Saturdays Gencarkan Ekspansi Jaringan Omnichannel Setelah Bukukan Pendanaan Awal

Startup direct-to-consumer Saturdays baru saja mengumumkan pendanaan seed dari tiga pemodal ventura, antara lain Alpha JWC Ventures, Kinesys Group, dan Alto Partners. Sebenarnya putaran ini sudah ditutup sejak tahun 2020 lalu, hanya saja baru diumumkan sekarang. Investasi ini difokuskan untuk ekspansi toko offline dan memperkuat jaringan omnichannel.

Seperti diketahui, Saturdays menawarkan produk lifestyle dengan eyewear sebagai bisnis utamanya. Dengan model DTC, Saturdays memproduksi sendiri material lensa dan frame, mulai dari desain, manufaktur, hingga pengiriman langsung ke konsumen. Saturdays didirikan oleh Rama Suparta dan Andrew Kandolha di 2016.

Dari sisi penjualan, Saturdays mengadopsi model online-to-offline (O2O) melalui website dan toko retail. Toko flagship pertamanya berada di Lotte Shopping Avenue, Jakarta, yang terintegrasi dengan gerai kopi untuk memberi sentuhan lifestyle. 

Kali ini, Saturdays sekaligus mengumumkan channel penjualan online baru, yakni aplikasi Saturdays Lifestyle. Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk berbelanja produk eyewear secara O2O. Kini pengguna sudah bisa mengunduhnya melalui perangkat iOS dan Android.

Dalam keterangannya, Co-founder Saturdays Rama Suparta mengatakan bahwa pengguna dapat menikmati sejumlah fitur belanja O2O yang terintegrasi, seperti melakukan pembelian online, lalu mengambilnya di toko offline. Saturdays juga menghadirkan beberapa opsi pembayaran, seperti Buy Now Pay Later dari Kredivo.

“Salah satu fitur terbaik di aplikasi ini adalah reservasi Home Try-On. Ini merupakan terobosan Saturdays dengan menghadirkan program coba kacamata di rumah. Pelanggan tinggal menentukan tanggal, memilih sepuluh bingkai, menetapkan alamat, dan mendapatkan kopi Arabica pilihan, semua secara gratis,” ujar Rama.

Lebih lanjut, Saturdays akan terus menambah jaringan toko offline dengan sentuhan lifestyle ke kota-kota besar lain di tahun ini. Saat ini, perusahaan telah memiliki delapan toko offline yang tersebar di area Jabodetabek.

Menurut Rama, sejak awal Saturdays terinspirasi oleh startup unicorn Warby Parker yang menggebrak industri kacamata konvensional, dengan menciptakan produk yang otentik, terjangkau, dan mudah. Maka itu, dengan memotong biaya jasa perantara yang signifikan, perusahaan memiliki visi yang sama untuk menawarkan kacamata berkualitas tinggi dengan harga terjangkau.

“Kami ingin memberikan pengalaman berbelanja luar biasa bagi para pelanggan yang terbiasa belanja dengan model konvensional dan membosankan. Ke depannya, kami akan terus berinovasi untuk menjadi pemimpin pasar yang dominan di Indonesia,” tutup Rama.

Application Information Will Show Up Here

Wahyoo Announced 73 Billion Rupiah Worth of Series A Funding Led by Intudo Ventures

Today (05/8), Wahyoo announced series A funding worth of $5 million or equivalent to 73.2 billion Rupiah. This round was led by Intudo Ventures with the participation of Kinesys Group, Amatil X (Coca-Cola Amatil), Arkblu Capital, Indogen Capital, Selera Kapital, Gratyo Universal Indonesia, and Isenta Hioe.

It is said in an official statement, investment funds will be focused on accelerating market expansion and hiring new employees. Was founded in 2017, Wahyoo has reached 13,500 warung partners in the Jadetabek area. The platform highlights on digitizing services and improving business operations.

Specifically, Wahyoo helps conventional food stall owners (warung) through digital platforms to attract customers, improve marketing, implement loyalty programs, order and receive food ingredients, manage financial flows, and provide training (Wahyoo Academy). Warung partners can also earn additional income through advertising and brand partnerships with Wahyoo.

“With the fresh money, we plan to expand operations to other cities outside the Jabodetabek area; and add new employees, especially to our technology and product units. We will continue to add new features and services to meet the needs of warung owners, especially improve supply chain systems and financial products,” Wahyoo’s Founder & CEO Peter Shearer said.

“SME is one of the main engines of Indonesia’s economic growth and being transformed through new innovative businesses such as Wahyoo. With digitalization efforts and targeting segment warung owners, Wahyoo believes to create positive economic and social impacts for the Indonesian working class,” Intudo Ventures Founding Partner, Patrick Yip said.

Meanwhile, Coca-Cola Amatil Indonesia’s President Director Kadir Gunduz added, “Our partnership with Wahyoo will help SMEs overcome digital barriers and spur growth in Indonesia’s e-commerce industry. We are proud to partner with Wahyoo to help digitize the warung market.”

Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz
Wahyoo’s Founder & CEO, Peter Shearer with Coca Cola Amatil Indonesia’s President, Kadir Gunduz / Wahyoo

Previously, in mid-2019, Wahyoo had received seed funding with an undisclosed amount. Some of the investors involved included Agaeti Ventures, Chapter 1 Ventures, Kinesys Group, SMDV, East Ventures, and Rentracks.

The aggressive service adoption results in Wahyoo’s business growing fast. In early 2020, they are reportedly acquired Alamat.com, an online platform that provides solutions to help consumers find service stores and lifestyles. Two founders of Alamat.com are helping Peter in the company’s management, Daniel Cahyadi as COO and Michael Diharja as CTO.

Not long ago, Wahyoo also launched Langganan.co.id, an online platform to accommodate people in residential areas to shop groceries. Operating since June 2020, the platform has reached users in residential or apartment areas, such as Green Lake City, Alam Sutera, Cipondih, Taman Royal, Banjar Wijaya, Modernland, Gading Serpong, Karawaci, Metro Permata, Ciledug, Puri, and PIK.

Warung transformation is getting a lot of support

Recently, startups with the intention to democratize business stalls (with a variety of characteristics) continue to get huge support. As Wahyoo’s focused on warteg or food stalls, others also focused on grocery stalls (selling daily necessities). It also take similar transformation form, making it easier for traders to get stock, capital, to enable them to present financial products for their users.

Ula, for example. The startup debuted this year with $10 million funds from some investors. Its mission is to simplify the FMCG supply chain for small shops. There is also Payfazz focusing on providing financial services to the stall owners, allowing stalls to provide funds transfer transactions, withdrawal, loans, and even purchase digital products. There are also some other players.

Warung is a culture that is inseparable to Indonesian people, retail transactions spin fast every day and stalls become the economic component closest to the community with the widest distribution. This condition put stalls an ideal channel to perform various businesses – reaching all groups; in addition to providing added value to drive their businesses.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Wahyoo Umumkan Pendanaan Seri A 73 Miliar Rupiah, Dipimpin Intudo Ventures

Wahyoo hari ini (05/8) mengumumkan penutupan pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 73,2 miliar Rupiah. Putaran pendanaan dipimpin Intudo Ventures dengan keterlibatan Kinesys Group, Amatil X (Coca-Cola Amatil), Arkblu Capital, Indogen Capital, Selera Kapital, Gratyo Universal Indonesia, dan Isenta Hioe.

Dalam keterangan resminya dikatakan, dana investasi akan difokuskan untuk percepatan ekspansi pasar dan perekrutan karyawan baru. Sejak didirikan tahun 2017, Wahyoo sudah menjangkau 13.500 mitra warung makan di area Jadetabek. Platform Whayoo fokus pada digitalisasi layanan dan peningkatan operasional bisnis.

Secara lebih spesifik Wahyoo membantu pemilik warung makan konvensional melalui platform digital untuk menarik pelanggan, meningkatkan pemasaran, menerapkan program loyalitas, memesan dan menerima bahan baku makanan, mengelola arus keuangan, dan memberikan pelatihan (Akademi Wahyoo). Mitra warung makan ini juga dapat memperoleh penghasilan tambahan melalui iklan dan kemitraan merek dengan Wahyoo.

“Dengan pendanaan baru ini, kami berencana untuk memperluas operasi ke kota-kota lain di luar wilayah Jabodetabek; dan menambah karyawan baru, terutama untuk unit teknologi dan produk kami. Kami akan terus menambahkan fitur dan layanan baru untuk memenuhi kebutuhan pemilik warung makan, terutama meningkatkan sistem rantai pasokan dan produk keuangan,” sambut Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer.

“UKM merupakan salah satu mesin utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan sedang ditransformasi melalui bisnis inovatif baru seperti Wahyoo. Dengan upaya digitalisasi, Wahyoo yang mempunyai segmen untuk para pemilik warung makan, kami percaya dapat menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang positif bagi kelas pekerja Indonesia,” kata Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Sementara itu Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz menambahkan, “Kemitraan kami dengan Wahyoo akan membantu UKM mengatasi hambatan digital dan memacu pertumbuhan di industri e-commerce Indonesia. Kami bangga dapat bermitra dengan Wahyoo untuk membantu mendigitalkan pasar warung.”

Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz
Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer bersama Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz / Wahyoo

Sebelumnya di pertengahan tahun 2019 lalu, Wahyoo telah mendapatkan pendanaan awal dengan nilai yang tidak disebutkan. Beberapa investor yang terlibat termasuk Agaeti Ventures, Chapter 1 Ventures, Kinesys Group, SMDV, East Ventures, dan Rentracks.

Adopsi layanan yang agresif juga membuat bisnis Wahyoo bertumbuh kencang. Awal tahun 2020, mereka dikabarkan mengakuisisi Alamat.com, yakni platform online yang menyediakan solusi untuk membantu para konsumen menemukan toko-toko jasa dan gaya hidup. Dua pendiri Alamat.com, saat ini membantu Peter di jajaran manajemen perusahaan, yakni Daniel Cahyadi sebagai COO dan Michael Diharja sebagai CTO.

Belum lama ini, Wahyoo juga luncurkan Langganan.co.id, sebagai platform online yang memudahkan masyarakat di area residential untuk berbelanja sembako secara mudah. Sudah beroperasi sejak Juni 2020, platform tersebut mulai melayani pengguna di kawasan perumahan atau apartemen, seperti Green Lake City, Alam Sutera, Cipondih, Taman Royal, Banjar Wijaya, Modernland, Gading Serpong, Karawaci, Metro Permata, Ciledug, Puri, hingga PIK.

Transformasi warung terus dapat dukungan

Belakangan ini, startup yang mencoba mendemokratisasi bisnis warung (dengan berbagai karakteristik) terus mendapatkan dukungan besar. Jika Wahyoo memilih fokus di warteg alias warung makan, kebanyakan fokus ke warung kelontong (berjualan kebutuhan harian). Rata-rata bentuk transformasinya juga sama, mempermudah pedagang mendapatkan stok, permodalan, hingga memungkinkan mereka menghadirkan produk finansial bagi para penggunanya.

Sebut saja Ula, startup baru debut mereka di tahun ini mengantongi dana $10 juta dari sejumlah investor. Misinya untuk efisienkan rantai pasokan FMCG di warung-warung. Ada juga Payfazz yang memilih fokus hadirkan layanan finansial kepada pemilik warung, mungkinkan warung melayani transaksi transfer dana, tarik dana, pinjaman, hingga pembelian produk-produk digital. Dan masih banyak pemain lainnya.

Warung adalah sebuah kultur yang melekat dengan masyarakat Indonesia, transaksi ritel berputar dengan kencang setiap harinya dan warung menjadi komponen ekonomi yang paling dekat dengan masyarakat dengan persebaran terluas. Kondisi ini menjadikan warung sebagai kanal yang ideal untuk melancarkan berbagai bisnis – menjangkau semua kalangan; di samping memberikan nilai lebih bagi pelaku usaha yang menggerakkan bisnisnya.

Application Information Will Show Up Here

Chilibeli Kantongi Pendanaan Seri A 160 Miliar Rupiah yang Dipimpin Lightspeed Ventures

Lightspeed Ventures memimpin pendanaan seri A senilai US$10 juta (sekitar 160 miliar Rupiah) untuk layanan social commerce Chilibeli. Di pendanaan ini juga berpartisipasi sejumlah investor lain, termasuk Golden Gate Ventures, Sequoia Surge, Kinesys Group, dan Alto Partners.

Penutupan pendanaan ini disampaikan ke publik hari ini. CEO Chilibeli Alex Feng sudah mengabarkan kepastian pendanaan ini sejak awal Maret ini.

Alex mengatakan dana tersebut akan digunakan memperkuat sejumlah lini bisnis mereka. Salah satu prioritas mereka adalah memperkuat jaringan komunitas mereka, yang berada di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan, dan Depok, serta memperluas jaringan mereka di Bekasi dan Bogor.

Alex juga menambahkan bahwa dana tersebut juga akan dipakai untuk mempercanggih user interface dan user experience aplikasi mobile mereka, serta meningkatkan fasilitas gudang mereka yang terletak di Depok.

“Dukungan yang kuat dari investor ternama ini krusial dalam memperkuat dan meningkatkan skala pertumbuhan kami di masa depan serta terus memberikan dampak yang berarti untuk masyarakat,” imbuh Alex.

Model bisnis Chilibeli mengandalkan jejaring komunitas, khususnya ibu rumah tangga. Melalui jaringan ini, Chilibeli menjajakan produk sembako mereka, khususnya sayur-mayur dan aneka buah, langsung ke tangan konsumen.

Model ini mengakali tantangan yang kerap dihadapi pelaku agritech dalam mendistribusikan bahan pangan segar. Chilibeli mengklaim hingga saat ini hanya mereka agritech yang memakai model tersebut di Indonesia.

Akshay Bhushan, Partner Lightspeed Ventures, menyebut upaya Chilibeli akan menjadi skala baru bagi platform social commerce di Indonesia dan Asia Tenggara. Keyakinan Lighstpeed memimpin babak pendanaan ini ia sebut datang dari pengalaman mereka berinvestasi di sejumlah startup ternama, seperti Pinduoduo, Snapchat, Udaan, dan Sharechat.

“Kekuatan platform social commerce Chilibeli berasal dari pemberdayaan komunitas lokal di kelas menengah Indonesia melalui akses ke produk yang bernilai dan terjangkau sembari memajukan mata pencaharian petani, ibu rumah tangga, dan UMKM yang ada di ekosistem Chilibeli,” imbuhnya.

Social commerce diyakini banyak pihak sebagai subsektor yang belum banyak dijamah pelaku bisnis. Chilibeli mencatat sekitar 20% penghasilan rumah tanggal habis untuk kebutuhan bahan makan pokok. Itu sebabnya mereka yakin ruang tumbuh mereka masih cukup besar.

Dalam wawancara dengan DailySocial sebelumnya, Alex Feng percaya diri timnya bisa terus mengantongi profit. Alex menargetkan tahun ini Chilibeli mendapat pemasukan hingga Rp1,6 triliun. Selain itu ia juga berniat membuka putaran pendanaan seri B pada kuartal kedua atau ketiga tahun ini. Tahun ini juga mereka berencana melebarkan layanannya ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Babak pendanaan ini resmi menjadikan Chilibeli sebagai perusahaan seri A hanya dalam kurun 7 bulan sejak berdiri. Salah satu startup dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara,” pungkas Alex.

Application Information Will Show Up Here

Zenius Plans Business Growth, to Rocus on Tech Development and Content Production

The huge market potential in the edtech sector in Indonesia has encouraged Zenius to accelerate business growth in order to acquire more students while raising positive retention.

Zenius’ CEO Rohan Monga told DailySocial, after receiving US$20 million Series A funding (around 260 billion Rupiah), the company plans to develop technology, increase the variety of content, as well as recruit talent to strengthen the team. Aside from Northstar Group, Kinesys Group and BeeNext also participated in this round.

“The power of online learning platform positioned is the ability to analyze and diagnose each student based on collected data. Using a personal approach, it is expected to provide students with improved abilities. In order to create technology, it requires a very large cost.

The company also plans to launch massive marketing activities. Regarding marketing activities, Rohan said it will be similar to other players, all online and offline activities will be carried out as authentic. Zenius’ engineer team are based in Indonesia and India, with the objective to build technology that supports business processes.

Zenius focus as an edtech platform

zenius

Prior to the CEO position, Rohan Monga was a former Gojek’s COO and contributed to establishing first Indonesia’s decacorn at the early stage. He also the angel investor for Zenius’ seed funding. The sharp vision and mission of Zenius’ Co-Founder, Sabda PS who currently serves as Chief Educational Officer at Zenius, is one reason Monga is digging into the edtech sector in Indonesia.

“I am very enthusiastic about Sabda’s vision and Zenius team to present an even better online learning platform. This is in line with my experience mission in the technology era and my passion for social impact,” Monga said.

Was founded in 2004, Zenius claims to have formulated a learning approach using technology that prioritizes conceptual understanding and thinking model. The basic competency is to form a deep understanding of scientific concepts, not just a matter of remembering and memorizing.

Therefore, students should ideally have a good mindset after learning and be able to adapt and find solutions to the current problems they’re facing. The thinking ability is quite essential for future generations to adapt, collaborate and compete.

“I am very happy and glad for Monga to join Zenius. Monga, with his character that is focused on solutions and has deep insight and extraordinary experience in his field, is the most appropriate person for this role. I hope to encourage Zenius’ growth to continue improving the education sector in Indonesia,” said Sabda.

Zenius offers several types of products, the core business is Zenius.net, an online learning website contains more than 80 thousand leaning videos and hundreds of thousands of practice question

Zenius has several types of products, with the main product being Zenius.net, an online learning website that contains more than 80 thousand learning videos and hundreds of thousands of practice questions for elementary and high school levels that have been adapted to the national curriculum. Throughout 2019, the site has been accessed by more than 12.8 million users. Zenius has also launched mobile applications on Google Play and the App Store.

“I predict within the next 2-3 years there will be more and more edtech startups in Indonesia to bring new innovations around the online learning platform with diverse skills material to formal education as we have,” Rohan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Strategi Pertumbuhan Bisnis Zenius, Fokus Kembangkan Teknologi dan Produksi Konten

Besarnya potensi pasar sektor teknologi pendidikan di Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa Zenius awal tahun ini ingin mempercepat proses pengembangan bisnis, agar bisa merangkul lebih banyak siswa sekaligus mendapatkan retention positif.

Kepada DailySocial CEO Zenius Rohan Monga mengatakan, usai mendapatkan pendanaan seri A sebesar US$20 juta (sekitar 260 Miliar Rupiah), perusahaan berencana mengembangkan teknologi, meningkatkan variasi konten, sekaligus merekrut talenta untuk memperkuat tim. Selain Northstar Group, investor lain yang turut berpartisipasi dalam pendanaan adalah Kinesys Group dan BeeNext.

“Kekuatan dari online learning platform adalah kemampuan untuk melakukan analisis dan diagnosis masing-masing siswa berdasarkan data yang masuk. Dengan pendekatan personalisasi, diharapkan bisa meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih baik lagi. Untuk bisa menciptakan teknologi tersebut tentunya dibutuhkan biaya yang sangat besar.”

Perusahaan juga berencana untuk melancarkan kegiatan pemasaran yang masif. Disinggung apakah kegiatan pemasaran akan serupa dengan pemain lainnya, Rohan menyebutkan semua kegiatan online dan offline akan dilakukan secara autentik. Zenius juga telah memiliki tim engineer berbasis di Indonesia dan India, berfungsi untuk membangun teknologi yang menyokong proses bisnis.

Fokus Zenius sebagai platform edtech

Sebelum menjabat sebagai CEO, Rohan Monga pernah menempati posisi COO Gojek dan turut membantu membangun decacorn pertama Indonesia tersebut di fase awal. Ia juga menjadi angel investor untuk pendanaan tahap awal Zenius. Ketajaman visi dan misi yang dimiliki oleh Co-Founder Zenius Sabda PS yang saat ini menjabat sebagai Chief Eductaional Officer di Zenius, menjadi alasan Rohan tertarik menyelami sektor edtech di Indonesia.

“Saya sangat antusias dengan pandangan yang dimiliki oleh Sabda dan tim Zenius untuk menghadirkan online learning platform lebih baik lagi. Hal tersebut sejalan dengan misi pengalaman saya di dunia teknologi dan passion saya terhadap social impact,” kata Rohan.

Berdiri sejak 2004, Zenius mengklaim telah merumuskan pendekatan belajar dengan teknologi yang mengutamakan pemahaman konseptual dan pembentukan daya nalar. Kompetensi dasar yang ingin dibentuk adalah pemahaman mendalam mengenai konsep keilmuan, bukan hanya soal mengingat dan menghafal.

Sehingga setelah belajar pembelajar idealnya dapat memiliki pola pikir yang baik dan mampu beradaptasi serta mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Kemampuan berpikir ini juga yang nantinya dibutuhkan oleh generasi masa depan untuk beradaptasi, berkolaborasi dan bersaing.

“Saya sangat senang dan turut mengucapkan selamat atas bergabungnya Rohan ke Zenius. Rohan dengan karakternya yang fokus pada solusi serta memiliki wawasan mendalam dan pengalaman yang luar biasa di bidangnya adalah orang yang paling tepat untuk peran ini. Saya berharap dapat terus mendorong pertumbuhan Zenius untuk terus memajukan dunia pendidikan di Indonesia,” kata Sabda.

Zenius memiliki beberapa jenis produk, dengan produk utama berupa Zenius.net, sebuah situs web pembelajaran online yang memuat lebih dari 80 ribu video pembelajaran dan ratusan ribu latihan soal untuk jenjang SD-SMA yang telah disesuaikan dengan kurikulum nasional. Sepanjang tahun 2019, situs tersebut telah diakses oleh lebih dari 12,8 juta pengguna. Zenius juga telah meluncurkan aplikasi mobile di Google Play dan App Store.

“Saya prediksi dalam waktu 2-3 tahun ke depan akan makin banyak lagi startup edtech di Indonesia yang menghadirkan inovasi baru seputar online learning platform dengan materi skill yang beragam hingga formal education seperti yang kami miliki,” kata Rohan.

Application Information Will Show Up Here

Kinesys Group Tunjuk Steven Vanada Jadi Managing Partner, Siapkan 280 Miliar Rupiah untuk Startup Tahap Awal

Perusahaan modal ventura Kinesys Group (Kinesys) menunjuk Steven Vanada sebagai Managing Partner untuk mengukuhkan dan mendukung usaha perusahaan di ekosistem startup lokal. Steven berpengalaman selama delapan tahun sebagai investor bersama CyberAgent Capital dengan posisi terakhir sebagai Executive Director.

Diinisiasi Yansen Kamto di awal tahun 2019 dengan debut investasi di Wahyoo, Kinesys juga didukung Co-Founder & Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo sebagai Advisor.

Sepanjang tahun ini, selain Wahyoo, ada empat startup lainnya yang sudah mendapatkan kucuran dana dari perusahaan, yakni Zenius, Recharge, Umma, dan Goola. Kinesys menargetkan bisa berinvestasi ke tiga startup lagi hingga Januari mendatang.

Sektor yang diminati

Kepada DailySocial, Yansen dan Steven menceritakan visi-visi investasi perusahaan. Ada lima sektor utama yang menjadi fokus, meliputi new retail, entertainment, lifestyle, travel, dan education. Meski ditujukan untuk startup-startup di kawasan Asia Tenggara, dana yang dikelola Kinesys ini akan diprioritaskan untuk startup Indonesia, khususnya yang bergerak di segmen konsumer ritel.

Bukan tanpa alasan, Steven mengatakan saat ini infrastruktur utama dalam ekosistem internet di Indonesia sudah terbentuk dengan baik. Layanan marketplace, edukasi pengguna, hingga pembayaran sudah dibentuk di era awal selama satu dekade terakhir.

“Infrastruktur sudah ada fondasinya [platform], misalnya pembayaran sudah ada GoPay dan sebagainya. Dari situ banyak vertikal baru yang siap untuk diinvestasi. Kalau dulu kita masih berpikir, untuk meyakinkan orang buat beli online, pembayarannya belum efisien dan lain sebagainya, lalu bagaimana mau beli konten (digital). Sekarang sangat berbeda, banyak peluang baru yang mungkin lima tahun lalu belum ada,” ujar Steven.

Ia melanjutkan, digitalization of existing sectors menjadi prinsip besar yang dipegang Kinesys. Mereka ingin mendukung produk inovatif startup digital yang dapat membantu model bisnis (konvensional) yang sudah ada sebelumnya untuk diakselerasi dengan pendekatan digital.

“Kita melihat adanya peningkatan consumer confidence, purchasing powers, the rise of middle class. Dari sana ada sektor spesifik yang bisa dikembangkan. Misalnya untuk mendukung pariwisata; sekarang banyak sekali jalan tol dan bandara baru yang memudahkan, kita tinggal mengisi dengan solusi yang membuat pengguna lebih efisien dan membuat pengalaman menjadi lebih personal,” tambah Yansen.

Kelola dana 280 miliar Rupiah

Di putaran perdananya, perusahaan menargetkan dana kelolaan $20 juta atau setara lebih dari 280 miliar Rupiah. Sasaran investasinya adalah startup tahap awal (early stage) dengan penyaluran ticket size mencapai $500 ribu (sekitar 7 miliar Rupiah) per startup. Sejauh ini sudah 70% dana terkumpul yang secara keseluruhan berasal dari LP lokal. Yansen menargetkan dana ini bisa ditutup di bulan Maret 2020.

“Hampir semua startup punya model bisnis yang bagus, tapi startup yang akan diberi pendanaan harus memiliki rencana menuju profitabilitas yang jelas. Jadi bukan cuma tentang growth and scale, tapi benar-benar tentang bisnis yang berkelanjutan,” tegas Yansen.


Amir Karimuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Already Secured Seed Funding, Wahyoo to Acquire 13 Thousand Warteg

A startup with digitization and modernization solution for warung (small shop/restaurant) “Wahyoo” announced to secure seed funding. The amount is classified, led by Agaeti Ventures and Kinesys Group. It is also supported by Chapter1 Ventures, SMDV, East Ventures, and Rentracks.

In using the fresh money, Peter Shearer’s startup which was founded in June 2017 is to achieve 13 thousand warung partners by the end of 2019. Previously, they’ve reached 7000 warung tegal (small restaurant) to support and being transformed.

“The fresh funding is to be used for product development and talent acquisition, for Wahyoo can provide better service to all warteg partners and to expand coverage. Currently, our partners still limited to Jakarta. We expect soon to reach all over Jabodetabek,” he said.

Wahyoo‘s main objective is to promote cost efficiency and warteg business development in Indonesia through the technology platform. Some of the examples are the supply chain to help to create a new business model, and Wahyoo Academy workshop program to improve consumer service quality.

Empowerment concept through warung has been developed by some other startups with different approaches. Kudo, for example, transforming warung to become the payment channel for all needs. In addition, Mitra Bukalapak to accommodate goods from warung. Another portfolio of East Ventures, Warung Pintar also presents some warung-based innovations.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Wahyoo Amankan Pendanaan Awal, Berambisi Rangkul 13 Ribu Warteg

Startup dengan solusi digitalisasi dan modernisasi warung “Wahyoo” mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal (seed funding). Nominal tidak disebutkan, pendanaan dipimpin oleh Agaeti Ventures dan Kinesys Group. Selain itu turut didukung Chapter1 Ventures, SMDV, East Ventures dan Rentracks.

Dengan dukungan pendanaan, startup yang didirikan oleh Peter Shearer pada Juni 2017 tersebut ingin capai target 13 ribu unit warung mitra hingga akhir tahun 2019. Sebelumnya mereka telah meraih tonggak capaian 7000 warung tegal (warteg) yang berhasil dibina dan ditransformasi.

“Pendanaan tersebut akan digunakan untuk mengembangkan produk serta tim kami, agar Wahyoo bisa menghadirkan pelayanan yang lebih baik kepada para mitra warteg kami serta meningkatkan jangkauan kami ke wilayah yang lebih luas lagi. Saat ini mitra kami masih berpusat di Jakarta. Ke depannya, kami berharap untuk menjangkau wilayah Jabodetabek,” sambut Peter.

Visi utama Wahyoo adalah memberdayakan cost efficiency dan pengembangan keuntungan pengusaha warteg di Indonesia melalui platform teknologi. Beberapa contoh penerapannya adalah dengan pengadaan supply chain, membantu menciptakan model bisnis baru, dan penerapan program lokakarya Wahyoo Academy untuk meningkatkan kualitas pelayanan konsumen.

Konsep pemberdayaan melalui saluran warung telah dilakukan beberapa startup dengan pendekatan yang berbeda-beda. Misalnya Kudo yang mentransformasi warung untuk menjadi kanal pembayaran berbagai kebutuhan. Atau program Mitra Bukalapak yang mengakomodasi barang dagangan warung. Portofolio lain East Ventures, yakni Warung Pintar, juga menghadirkan inovasi berbasis warung.