Kerja Sama EVOS dan LinkAja, Tawarkan Diskon dan Promosi di Metazone

EVOS Esports baru saja mengumumkan kerja sama dengan institusi digital payment, LinkAja. Melalui kerja sama ini, kedunya berharap bisa mendorong pertumbuhan industri esports di Indonesia, yang memang tengah menarik perhatian banyak orang.

Salah satu hasil kerja sama antara EVOS dan LinkAja adalah penawaran diskon dan promosi untuk pembelian menggunakan LinkAja di Metazone milik EVOS. Semua penggemar esports akan bisa mendapatkan manfaat tersebut. Namun, EVOS dan LinkAja juga menawarkan promosi eksklusif  bagi anggota membership EVOS Fams.

“Tujuan EVOS bekerja sama dengan LinkAja adalah untuk memberikan solusi pembayaran digital bagi fans EVOS dan audiens esports,” ujar Michael Wijaya, Chief Marketing Officer, EVOS Esports. Lebih lanjut dia menjelaskan, Metazone adalah voucher gateway yang memungkinkan Anda untuk membeli voucher untuk game serta Google Play. “Anggota EVOS Membership akan mendapat kemudahan lebih serta manfaat eksklusif.”

Sementara itu, Chief Marketing Officer LinkAja, Wibawa Prasetyawan menjelaskan alasan mengapa LinkAja tertarik untuk menggandeng EVOS sebagai rekan. “Kita tahu bahwa beberapa tahun belakangan, khususnya dalam tiga tahun terakhir, industri game dan esports berkembang pesat di Indonesia,” ujarnya.

Konferensi pers kerja sama EVOS dan LinkAja.

“Pada 2021, akan ada 17 juta orang yang bermain game online dari 116 juta gamers aktif di Indonesia,” ujar pria yang akrab dengan panggilan Iwan ini, dalam konferensi pers yang diadakan pada Kamis, 30 September 2021. “Komunitas game sudah menjadi sebuah movement. Dan dalam satu movement, tentunya ada aliran jasa dan uang. Kami ingin bisa memfasilitasi semua itu.”

Ketika ditanya mengapa LinkAja memiliih EVOS sebagai rekan, Iwan menjawab, “Siapa yang tidak kenal dengan EVOS di industri game? Mereka punya ekosistem yang kuat dan fanbase yang besar. Dan fanbase EVOS itu berisi anak-anak muda, generasi milenial dan Gen Z. Kami juga ingin bisa menjangkau generasi milenial dan Gen Z. Sehingga ketika mereka tumbuh dewasa, mereka akan tetap menggunakan LinkAja.”

Strategi LinkAja serupa dengan strategi JD.id ketika mereka memutuskan untuk menjadi sponsor dari High School League. Dengan mensponsori HSL, JD.id berharap bahwa gamers yang masih duduk di bangku SMA akan mengenal situs e-commerce itu dan akan tetap setia ketika mereka beranjak dewasa.


Hybrid.co.id hadir juga di berbagai media sosial. Temukan konten yang menarik di Instagram atau follow akun Twitter kami. Jangan lupa juga untuk Likes Fanpage Facebook Hybrid.

Dua Tahun QRIS: Mengungkap Pengalaman Bertransaksi via “Mobile Banking” dan Uang Digital

Dua tahun perjalanan awalnya, fitur QRIS mulai menunjukkan pertumbuhan adopsi yang luar biasa sebagaimana diulas DailySocial di tulisan bagian pertama. Hal ini divalidasi data yang dibagikan Bank Indonesia (BI) tentang peningkatan transaksi selama satu tahun terakhir.

Selain peningkatan transaksi, kami juga melihat tren antusiasme dari para pengguna yang menyoroti berbagai macam isu terkait adopsi QRIS di lapangan. Isu ini terungkap lewat survei mini yang kami lakukan kepada 65 responden. Meski belum mewakili sebagian besar pengguna layanan pembayaran digital di Indonesia, survei ini tetap sesuai dengan semangat utamanya, yakni menyoroti isu yang dapat menjadi ruang perbaikan bagi pemangku kepentingan.

Pada bagian kedua ini, DailySocial membeberkan isu-isu lain yang menyoroti lebih rinci dari perspektif pengguna, seperti kategori produk yang sering dibeli hingga platform pembayaran yang lebih digemari untuk melakukan transaksi dengan metode QRIS.

QRIS dalam penggunaannya

Pada tulisan sebelumnya, salah satu tantangan adopsi QRIS adalah keterbatasan merchant yang menerima pembayaran dengan metode ini. Tak mengherankan sebagian besar responden mengaku lebih banyak bertransaksi untuk pembelian makanan dan minuman (95,2%). Pada kategori lainnya, transaksi QRIS juga digunakan untuk pembelian kebutuhan pokok (35,5%), donasi (17,7%), dan layanan transportasi (11,3%).

Kategori produk yang dibeli dengan metode QRIS / DailySocial
Kategori produk yang dibeli dengan metode QRIS / DailySocial

Dari 93,8% responden yang pernah bertransaksi dengan metode QR Code, sebanyak 33,3% di antaranya menghabiskan Rp50.000-Rp300.001 untuk bertransaksi. Kemudian disusul 22,7% responden menghabiskan di atas Rp1 juta, Rp500.001-Rp1.000.000 (21,2%), Rp300.001-Rp500.000 (18,2%), dan di bawah Rp50.000 (4,5%).

Frekuensi transaksi pembayaran dengan QRIS / DailySocial
Frekuensi transaksi pembayaran dengan QRIS / DailySocial

Apabila transaksi QRIS sudah bisa digunakan untuk kategori yang lebih luas, misalnya transportasi publik yang lebih beragam, pedagang kaki lima, dan pasar, tentu adopsinya akan meningkat lebih pesat. Pasalnya, konsumen di segmen ini masih banyak yang bertransaksi dengan metode uang tunai daripada metode pembayaran yang belum terlalu familiar.

Mobile banking versus uang digital

Salah satu fakta menarik yang kami himpun dari survei ini adalah bagaimana pengguna lebih merasa nyaman bertransaksi dengan metode QRIS melalui aplikasi mobile banking (58,1%) ketimbang uang digital (e-money).

Jika dirinci berdasarkan merek platform, aplikasi mobile banking (28,8%) masih mengungguli e-money, seperti OVO (27,1%), GoPay (25,4%), dan ShopeePay (15,25%). Apa alasannya?

 

Platform untuk bertransaksi dengan QRIS / DailySocial

Menurut hasil elaborasi sejumlah responden, aplikasi mobile banking sudah otomatis terhubung dengan tabungan sehingga mereka tidak perlu top up dan mengeluarkan biaya administrasi. Tidak perlu repot mengunduh aplikasi e-money satu per satu, apalagi top up ke beberapa platform (jika memakai lebih dari satu).

Menariknya, kehadiran bank digital juga dinilai memberikan alasan kuat mengapa transaksi QRIS lebih digemari di aplikasi mobile banking. Menurut responden, fitur kantong dalam aplikasi mempermudah alokasi budget yang dapat dikhususkan untuk transaksi, seperti jajan makanan atau transportasi, tanpa mengganggu budget lain.

Sementara responden lainnya menilai transaksi QRIS melalui e-money menawarkan proposisi nilai yang mungkin tidak dimiliki mobile banking, yakni pembayaran dengan points atau rewards. Contohnya, aplikasi OVO. Secara experience pun, dompet digital dianggap lebih unggul karena proses login-nya lebih cepat dibanding mobile banking.

“Alasan lainnya, pengguna sudah terbiasa menggunakan e-moneyMerchant yang menerima QRIS dari e-money juga sudah lebih banyak. Selain itu, QRIS lebih sesuai untuk transaksi dengan nominal di bawah Rp500 ribu dan e-money dinilai pas untuk kebutuhan itu,” ungkap sejumlah responden.

Upaya edukasi

Elaborasi ini tampaknya cukup menjawab mengapa sebanyak 68,8% mengaku memperoleh informasi seputar QRIS dari platform pembayaran yang mereka gunakan sehari-hari. Sementara 60,9% menjawab dari merchant tempat mereka bertransaksi. Platform pembayaran dan merchant dapat menjadi sarana utama untuk mengedukasi pemakaian QRIS.

Menurut CEO BCA Digital Lanny Budiati, salah satu upaya untuk meningkatkan awareness kepada pengguna adalah lewat promo-promo menarik yang hanya didapatkan apabila bertransaksi di merchant dengan metode QRIS. Data perusahaan mencatat sekitar 10% dari total nasabah BCA Digital telah bertransaksi dengan QRIS dengan total volume mencapai Rp1 miliar sejak aplikasi blu dirilis pada 2 Juli 2021.

“Kami terus encourage para nasabah untuk menikmati kemudahan bertransaksi dengan QRIS. Kami juga siapkan konten edukasi di berbagai kanal media sosial terkait cara penggunaan hingga manfaatnya. Ke depan, BCA Digital akan terus mendorong pengembangan QRIS sesuai roadmap dari Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI),” papar Lanny kepada DailySocial.

Sementara, Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan menilai bahwa segala macam teknologi baru tentu membutuhkan waktu lama untuk mendorong adopsinya. Ia mengaku optimistis adopsi QRIS akan cepat terserap mengingat tren pembayaran cashless semakin menjamur dalam satu tahun terakhir. Ditambah lagi, semakin banyak merchant dan aplikasi keuangan yang menyediakan fitur QRIS.

“Bank Neo Commerce akan aktif dalam melakukan edukasi finansial kepada masyarakat, tidak hanya familiarisasi terhadap fitur QRIS, tetapi juga gaya hidup digital secara aman dan nyaman,” ungkapnya kepada DailySocial.

LinkAja Dorong Pelaku UMKM di Kota Tier 2 dan Tier 3 Mengakses Layanan Keuangan Digital

Sejak awal diluncurkan, LinkAja fokus pada penyediaan layanan keuangan digital untuk kelas menengah/aspiran dan para pelaku UMKM. Inilah yang diklaim membedakan LinkAja dengan platform sejenis.

Selain didukung sejumlah perusahaan plat merah, perusahaan juga telah menerima investasi dari Gojek dan Grab.

Kepada DailySocial, CEO LinkAja Haryati Lawidjaja, mengungkapkan strategi mereka memperkuat layanan dan produk. Prioritas LinkAja berikutnya akan fokus ke kota Tier 2 dan Tier 3 dan memperluas kolaborasi dan potensi akuisisi dengan platform yang memiliki visi dan misi yang sama.

Kolaborasi dan investasi

LinkAja Akuisisi iGrow
Co-Founder & CEO iGrow Andreas Sanjaya bersama CEO LinkAja Haryati Lawidjaja dalam acara pengumuman aksi korporasi ke publik / LinkAja

Dengan dukungan dari berbagai investor, kerja sama yang dilakukan LinkAja dengan seluruh pemegang saham dan mitra memiliki satu tujuan, yaitu menjadi uang elektronik nasional yang dapat mendukung pemerintah meningkatkan inklusi keuangan dan ekonomi melalui kemudahan akses layanan keuangan digital kepada seluruh masyarakat Indonesia.

“Baik Grab maupun Gojek berkomitmen bersama dengan LinkAja untuk mendukung Pemerintah dalam mendorong inklusi keuangan di Indonesia,” kata Haryati.

Dalam setahun terakhir, LinkAja telah mengakuisisi iGrow, startup p2p lending yang fokus pada pembiayaan produktif di bidang pertanian. Langkah ini dilakukan perusahaan untuk memperluas lini bisnis ke pembiayaan online, terutama untuk sektor produktif UMKM.

“Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kemandirian ekonomi. Kami memilih iGrow – karena adanya kesamaan purpose, visi, dan misi untuk memberdayakan segment mass to aspirant untuk dapat memiliki kemandirian ekonomi,” kata Haryati.

Di sesi webinar DS Launchpad Ultra 2021 beberapa waktu lalu, Haryati menyebutkan kolaborasi yang telah dilakukan bersama dengan parent company dan perusahaan BUMN lainnya telah mendorong pertumbuhan bisnis perusahaan.

Tercatat hingga saat ini LinkAja telah bekerja sama dengan lebih dari 1,1 juta UMKM atau naik 104% dibandingkan tahun sebelumnya. UMKM tersebut mayoritas bergerak di pasar super ultra mikro di kota lapis dua dan tiga, sesuai dengan area fokus perusahaan. Mereka juga bermitra dengan lebih dari 100 industri keuangan yang menyediakan berbagai solusi finansial digital baik untuk konsumen dan bisnis.

Untuk keperluan belanja online, mereka telah bermitra dengan lebih dari 7.500 online marketplace, 400 ribu merchant nasional, dan 750 pasar tradisional.

Kolaborasi terbaru LinkAja adalah dengan Tokko, platform pembuatan toko online. Perusahaan ini didirikan bulan Desember 2019 oleh Krishnan Menon dan Lorenzo Peracchione, yang berada dalam naungan PT Beegroup Financial Indonesia (satu grup dengan BukuKas).

Kerja sama Tokko dan LinkAja ini  bertujuan mendukung mitra UMKM Tokko agar dapat menjangkau pengguna LinkAja melalui special banner yang akan ditampilkan pada aplikasi LinkAja. Inisiatif ini juga diharapkan dapat membantu merchant LinkAja mentransformasi bisnis mereka dari offline ke online.

Layanan unggulan

LinkAja syariah sudah digulirkan di aplikasi; jalin kerja sama dengan institusi keuangan syariah / LinkAja

Saat ini 73% pengguna LinkAja berada di kota tier 2 dan 3. Use case yang menjadi unggulan perusahaan adalah sebagai alat pembayaran terlengkap untuk berbagai moda transportasi darat, termasuk kereta api, bus, ride-hailing, dan taksi.

“Kami juga menghadirkan berbagai use cases lainnya yang relevan dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat di setiap daerah. LinkAja fokus di kota tier 2 dan 3 di mana kami bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk dapat mendorong UMKM lokal juga masyarakat lokal dalam inklusi keuangan,” kata Haryati.

Untuk layanan syariah, LinkAja mengklaim menjadi platform uang elektronik satu-satunya yang memiliki sertifikat syariah dari DSN MUI dan Bank Indonesia. Haryati menyebutkan, alasan diluncurkannya layanan syariah oleh LinkAja adalah besarnya populasi umat muslim di tanah air. Sebelumnya belum ada platform uang elektronik yang relevan untuk syariah.

LinkAja juga membuka peluang dengan menyediakan pembiayaan berbasis syariah untuk membantu UMKM. Perusahaan berupaya untuk membina mereka, termasuk membantu mendapatkan sertifikasi halal. Tercatat layanan syariah LinkAja telah memiliki lebih dari 3,5 juta pengguna.

Fokus saat ini

LinkAja memiliki lebih dari 61 juta orang atau tumbuh 65% yoy, sebanyak 73% diantaranya adalah pengguna yang berada di area lapis dua dan tiga
Perluas Ekosistem bersama Pemegang Saham, LinkAja Berambisi Teruskan Capaian Positif / LinkAja

LinkAja berupaya untuk mendapatkan keseimbangan antara agility dan governance. Penting bagi mereka untuk bisa menghasilkan inovasi yang cepat namun tetap relevan dan tentunya bisa di-scale-up.

Hal lain yang juga menjadi fokus perusahaan ke depannya adalah layanan fintech yang semakin terintegrasi ke dalam semua sendi perekonomian di Indonesia.

Perusahaan mengungkap telah memproses 1,4 miliar transaksi sepanjang satu tahun terakhir. Tidak hanya fokus dengan pasar consumer dan UMKM untuk solusi keuangan digital, tetapi juga bermain di ranah enterprise untuk berbagai solusi, seperti cash collection (cash handling risk, real-time reporting, dan pembayaran non tunai), incentive disbursement (pencairan real-time, pelaporan terintegrasi, dan flexible use case), dan cross sell & advertisement (memaksimalkan jangkauan produk menggunakan platform yang sesuai).

“Semua pihak baik pemerintah maupun para pihak di industri fintech dan ekosistem terkait [..] berkolaborasi lebih erat secara terbuka dengan semua pemangku kepentingan agar benefit dari layanan fintech dapat semakin terasa manfaatnya bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, [misalnya] dalam hal infrastruktur untuk konektivitas digital,” tutup Haryati.

Application Information Will Show Up Here

Membahas Strategi Bisnis dan Metrik Pertumbuhan Startup ala LinkAja

Menjalankan bisnis dalam situasi yang serba tidak pasti ini tentu tidak mudah. Pasalnya ada banyak perubahan yang terjadi dan mengharuskan perusahaan untuk bisa cepat beradaptasi. Haryati Lawidjaja selaku CEO LinkAja mengakui perusahaannya sempat tergelincir ketika pembatasan sosial terjadi di mana-mana; dan sektor transportasi, salah satu segmen terkuat LinkAja, dipaksa untuk mengurangi operasi.

Hal ini tidak serta-merta membuat timnya patah arang, justru semakin membangkitkan kreativitas untuk bisa menghadirkan solusi yang bisa menjembatani permasalahan yang terjadi saat itu. Sejalan dengan fokus perusahaan yang ingin menggarap pasar transaksi terkait kebutuhan esensial sehari-hari untuk kota-kota tier 2 dan 3, LinkAja memutuskan untuk menginisiasi digitalisasi pasar tradisional di Indonesia.

Awal karier Fey

Memulai karier sebagai financial auditor, Haryati atau yang akrab disapa Fey ini menemukan bahwa banyak sekali teknologi baru yang lahir dalam industri telekomunikasi. Setelah menjajal beberapa perusahaan, ia memilih berlabuh di LinkAja untuk membangun solusi pembayaran digital untuk bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Menjalankan bisnis startup di bawah naungan BUMN menjadi tantangan tersendiri untuk LinkAja. Kultur startup sering dinilai tidak bersahabat dengan birokrasi pemerintahan. Di satu sisi, startup identik dengan kecepatan dan agility, hal ini mencakup individu serta sistemnya. Birokrasi, walau sering dianggap tidak efisien, sebenarnya memiliki tujuan yang baik. Selama objektif keduanya tercapai, tidak perlu proses yang panjang dan bertele-tele. Tantangannya adalah bagaimana bisa menyeimbangkan agility dan birokrasi.

“Startup merupakan organisasi yang mengedepankan kreasi dan inovasi, sementara korporasi memiliki keunggulannya sendiri dalam hal scalling up dan sustainability. Saya berusaha menggabungkan keduanya. Apa yang saya pelajari tentang sustainability, bersama dengan tim yang saling melengkapi. Kami berusaha agar kreasi/inovasi yang dilakukan saat ini bisa scale up dan sustain,” ujar Fey.

Metrik pertumbuhan yang ideal

Ada banyak hal yang bisa menjadi tolak ukur pertumbuhan suatu perusahaan, dan bisa jadi berbeda untuk masing-masing sektor. Secara umum, ada dua metrik utama yang bisa menjadi acuan untuk startup, dari sisi bisnis dan produk. Fey mengungkapkan bahwa di tahap awal, biasanya pertumbuhan diukur dari segi kuantitas atau volume, seperti total pengguna aktif, GDP, GMV dan sebagainya untuk melihat efektivitas strategi yang digunakan.

Seiring matangnya strategi perusahaan, metriknya akan mulai merambah area kualitatif, seperti lifetime value. Bagaimana pengguna menilai kinerja perusahaan menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi. Loyalitas menjadi sebuah aset nyata. Meskipun tidak bisa dimungkiri, revenue menjadi satu aspek yang esensial dalam mengukur pertumbuhan perusahaan. “Namun, jangan sampai kita terjebak dengan volume saja,” tegas Fey.

Terkait produk, LinkAja sebagai perusahaan dengan customer-centric value, mengakui bahwa timnya lebih fokus pada solusi lebih dulu daripada produk. Bukan berarti abai, namun ketika memiliki target pasar masyarakat di kota-kota tier 2 dan 3, teknologi tidak akan menjadi apa-apa jikalau bukan sebuah solusi. “Kalau belum apa-apa udah ngomongin produk canggih, orang gaj akan ngerti dan jadi takut duluan,” timpalnya.

Salah satu kunci dari pertumbuhan juga adalah kolaborasi. Fey menilai kolaborasi bisa menciptakan kesempatan yang infinite atau tak terhingga. Selain itu, hal ini juga bisa dilakukan untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis perusahaan tanpa harus menambah resource dan di satu sisi menghemat cost. Baginya, kompetisi sudah menjadi hal usang, saat ini kalau tidak kolaborasi akan ketinggalan.

Strategi pemasaran

Berbicara mengenai marketing atau pemasaran, masih ada miskonsepsi yang sering terjadi. Salah satunya, banyak yang masih berpikir kalau advertising adalah marketing, padahal itu hanyalah sebagian kecil. Marketing adalah bagaimana menjangkau konsumer yang tepat dengan pendekatan yang tepat di waktu yang tepat. Untuk bisa mencapai hal ini, kita harus tau targetnya siapa kebutuhannya apa, dari situ baru membuat solusi yang tepat.

Ada baiknya perusahaan dari awal sudah menentukan visi, misi dan fokusnya, dalam kasus LinkAja adalah mayoritas tier menengah ke bawah. Lalu identifikasi kesulitan mereka, dalam hal ini ada pada akses ke informasi yang terbatas. Sebelum mengembangkan solusi, disarankan untuk melakukan riset mendalam. Perhatikan media apa yang sering mereka lihat, misalnya Facebook lalu menetapkannya sebagai salah satu saluran. Saat ini, media sosial merupakan people based marketing yang memungkinkan pendekatan berbeda untuk target pasar yang berbeda pula. Selain itu, relevansi menjadi penting untuk digital marketing yang efektif dan efisien.

Dalam hal akuisisi pengguna, tidak ada standar yang ‘saklek‘ karena masing-masing industri memiliki pasar yang berbeda. Selain itu, yang tidak kalah penting dari menggaet pengguna adalah mempertahankannya. Startup di tahap awal akan memiliki strategi yang berbeda dengan yang sudah tahap lanjut. Satu hal yang pasti adalah semua harus tetap dimonitor dan ditingkatkan.

Salah satu keunggulan platform digital adalah semua aktivitas memiliki jejak. Ada banyak sekali analisa yang bisa dilakukan. Terkait conversion rate, semua akan kembali lagi pada data. Selalu gunakan data. Conversion rate dan user retention merupakan dua hal yang membutuhkan pembelajaran berkelanjutan. Tidak ada satu pil ampuh untuk bisa mengatasi semuanya, karena seiring situasi yang berubah makan kebiasaan pun ikut berubah.

Smart investment

Salah satu strategi yang populer dilakukan untuk menggaet pengguna berikut mempertahankannya adalah dengan “bakar uang”. Menurut Fey, kita harus terlebih dulu meluruskan definisi “bakar uang” ini. Ia menilai, strategi ini dibutuhkan dalam hal investasi. Indonesia sedang bertumbuh dan kita perlu melakukan investasi sebagai modal untuk bisa memenangkan tahap selanjutnya.

Lain halnya dengan predatory marketing. Baginya, strategi “bakar uang” dengan objektif seperti ini tidak mengedukasi pengguna. Bukan berarti promosi itu tidak penting, namun itu bukanlah segalanya. Ia menyarankan bisnis untuk mengatur limitasi terkait strategi “bakar uang” ini sejak awal. Tentukan KPI keberhasilan dan kegagalannya dan pastikan objektifnya jelas.

Seperti yang sebelumnya dijelaskan, data menjadi sebuah investasi yang sangat berharga. Dari situ bisa direkomendasikan layanan seperti apa yang dibutuhkan dan pergerakan perusahaan bisa jadi lebih terarah. Salah satu contoh smart investment adalah pada data analytics. Data sendiri, meskipun banyak akan jadi useless kalau tidak bisa diolah dan menghadirkan insight.

Laporan Boku: OVO Pimpin Pangsa Pasar “Mobile Wallet” di Indonesia

Perusahaan penyedia jaringan pembayaran mobile Boku baru-baru ini merilis survei terkait pasar mobile wallet di dunia. Survei bertajuk “Boku: 2021 Mobile Wallets Report” ini turut menyoroti kompetisi hingga perilaku penggunaan mobile wallet di Indonesia.

Indonesia dilaporkan menjadi negara ketiga di dunia dengan pertumbuhan mobile wallet tercepat, penetrasinya diprediksi melambung tiga kali lipat dengan transaksi diestimasi naik sepuluh kali lipat dalam lima tahun ke depan.

Laporan ini mengungkap, volume transaksi mobile wallet di Indonesia diestimasi mencapai 1,7 miliar di 2020 dan meningkat menjadi 16 miliar transaksi di 2025. Sementara nilai transaksinya di 2020 mencapai $28 miliar dan diestimasi tumbuh signifikan menjadi $107 miliar atau Rp1,55 kuadriliun di 2025.

Total pengguna mobile wallet Indonesia tercatat sebesar 63,6 juta atau 25,6% terhadap total populasi. Angka ini diperkirakan juga meningkat menjadi 202 juta pengguna atau 76,5% pangsa di 2025.

Dalam laporannya, ada lima pemain Indonesia yang berkompetisi ketat di pasar mobile wallet. Apabila diurutkan berdasarkan pertumbuhan transaksi tertinggi di 2020, kelima mobile wallet ini antara lain (1) OVO dengan $10,7 juta, (2) ShopeePay dengan $4,3 juta, (3) LinkAja dengan $3,9 juta, (4) Gopay $3,7 juta, dan (5) DANA dengan $3,4 juta.

Capaian transaksi di 2020 dan proyeksinya di 2025 / Boku Report
Tingkat pertumbuhan transaksi di 2020 (kolom tiga) dan proyeksinya di 2025 (kolom empat) dalam jutaan dolar / Boku Report

OVO mengungguli penggunaan mobile wallet di Indonesia dengan 38,2% pangsa pasar, diikuti oleh ShopeePay (15,6%), LinkAja (13,9%), Gopay (13,2%), DANA (12,2%), dan lainnya (6,9%).

Pangsa pasar mobile wallet di Indonesia / Boku Report
Pangsa pasar mobile wallet di Indonesia / Boku Report
Jumlah pengguna mobile wallet di Indonesia / Boku Report
Jumlah pengguna mobile wallet di Indonesia / Boku Report

Survei ini mengungkap, mobile wallet punya peran signifikan dalam mendorong akuisisi customer baru di layanan ecommerce. Di sisi lain, lima pemain mobile wallet di Indonesia bersaing ketat untuk mengambil ceruk pasar.

“Ketatnya persaingan di pasar mobile wallet turut dipicu oleh keterlibatan Venture Capital (VC) yang agresif memberikan investasi kepada pemain,” ungkap laporan ini.

Hal ini terlihat dari bagaimana ShopeePay mampu mengungguli beberapa pemain incumbent, seperti Gopay dan DANA di 2020. ShopeePay dinilai banyak memberikan potongan harga dan promosi kepada konsumen berkat dukungan modal dari investor. Faktor ini yang membawanya menduduki posisi kedua penggunaan mobile wallet terbanyak di Indonesia.

Perilaku pengguna mobile wallet di Indonesia

Boku juga melakukan survei terhadap 1035 responden untuk mengetahui lanskap perilaku penggunaan mobile wallet di Indonesia. Hasilnya, rata-rata konsumen Indonesia menggunakan sebanyak 3,2 mobile wallet untuk memaksimalkan keuntungan setiap layanan. Temuan ini sama banyaknya dari hasil survei penggunaan di India.

Ada lima alasan terbesar konsumen Indonesia menggunakan mobile wallet antara lain pembayaran digital (73%), cashback/diskon dari mobile wallet (69%), ingin mencoba (61%), cashback/diskon dari merchant tertentu (57%), dan karena ingin berhenti menggunakan uang tunai (53%).

Cashback menjadi faktor utama mengapa konsumen rerata menggunakan 3,2 mobile wallet. Faktor ini diikuti pertanyaan lanjutan, yakni ‘mengapa Anda menggunakan lebih dari satu dompet’. Responden menjawab mereka ingin mengumpulkan benefit berbeda dari masing-masing layanan,” jelasnya.

Pada aktivitas penggunaan, konsumen Indonesia kebanyakan pakai mobile wallet untuk top up, pembayaran, tagihan, transfer. Ini sebetulnya menjadi sinyal bagaimana mobile wallet menjadi proxy untuk membantu membuka rekening masyarakat.

Perilaku penggunaan mobile wallet di Indonesia / Boku Report

Kemudian, laporan ini juga menemukan 81% responden di Indonesia banyak menggunakan mobile wallet untuk belanja online. Jika dibandingkan dengan pembayaran langsung di toko sebesar 40% apabila digabungkan, ini menyimpulkan bagaimana konsumen Indonesia begitu terpusat pada layanan ecommerce.

Menurut responden, belanja online menjadi fungsi teratas yang banyak mereka gunakan pada “super app“. “Temuan ini menjadikan Indonesia sebagai pasar mobile-only dengan kompetisi pasar mobile wallet dan super app yang kuat,” tambahnya.

Lebih lanjut, Indonesia termasuk pasar tercepat di dunia untuk penggunaan mobile payment. Alhasil, Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki transisi cepat dari penggunaan tunai ke mobile wallet.

“Kami menemukan pembayaran tunai, transfer bank, dan kartu debit menjadi tipe pembayaran yang mulai banyak ditinggalkan konsumen dan beralih ke mobile wallet. Bahkan pembayaran melalui perangkat mobile mengungguli kartu kredit, yang mana menjelaskan rendahnya penetrasi kartu kredit di Indonesia,” sebut laporan ini.

Di sisi lain, Indonesia juga termasuk sulit dalam penerimaan merchant. Hal ini dikarenakan terfragmentasinya pasar dan cepatnya perubahan preferensi konsumen. Padahal, Indonesia punya peluang besar untuk memberdayakan pembayaran online pada merchant.

Masuki Tahun Ke-2, LinkAja Pertajam Solusi Keuangan untuk UMKM

LinkAja bakal menggencarkan lebih banyak solusi keuangan untuk merchant UMKM agar dapat naik kelas memasuki usianya yang ke-2. Salah satu inisiatif yang segera dilakukan adalah menyalurkan kredit modal kerja melalui iGrow, startup fintech lending yang telah diakuisisi perusahaan pada April kemarin.

CEO LinkAja Haryati Lawidjaja menuturkan, UMKM adalah sektor yang paling terdampak selama pandemi, padahal sektor ini adalah tulang punggung negara. Oleh karenanya mereka butuh bantuan modal kerja agar mereka tetap dapat bertahan. Tidak hanya bersama iGrow, LinkAja juga menggaet para pemegang sahamnya yang bergerak di industri keuangan untuk masuk menyalurkan kredit.

Terhitung saat ini LinkAja bekerja sama dengan lebih dari 1,1 juta UMKM atau naik 104% dibandingkan tahun sebelumnya. UMKM tersebut mayoritas bergerak di pasar super ultra mikro di kota lapis dua dan tiga, sesuai dengan area fokus perusahaan. Mereka juga bermitra dengan lebih dari 100 industri keuangan yang menyediakan berbagai solusi finansial digital baik untuk konsumen dan bisnis.

“Saat ini kami masih sediakan produk pembayaran, ke depan kami sasar pembiayaan,” ucapnya dalam konferensi pers virtual (30/6).

Dalam kesempatan yang sama, LinkAja juga mengungkapkan pengguna terdaftar di platformnya mencapai 71 juta orang atau naik 43%. Sementara Layanan Syariah LinkAja telah memiliki lebih dari 3,5 juta orang. Sebanyak 74% dari total pengguna berasal dari kota lapis dua dan tiga.

Sebagai aplikasi pembayaran yang bermain di jenis transaksi esensial dan produktif, LinkAja hadir di berbagai titik. Untuk keperluan belanja online, mereka telah bermitra dengan lebih dari 7.500 online marketplace, 400 ribu merchant nasional, dan 750 pasar tradisional. Kemudian, menyediakan lebih dari 1 juta akses cash in dan cash out kepada masyarakat, baik berupa kanal bank, ritel modern, hingga layanan keuangan digital.

Di bidang transportasi, LinkAja dapat digunakan di lebih dari 240 moda transportasi, seperti KRL, Taxi Bluebird, Grab, Gojek, hingga transportasi lokal di berbagai daerah. Baik Grab dan Gojek telah resmi menjadi pemegang saham LinkAja, sehingga untuk pembayaran transportasi dan memesan makanan dapat menggunakan saldo LinkAja.

Perusahaan juga mengungkap telah memproses 1,4 miliar transaksi sepanjang satu tahun terakhir. Sayangnya tidak disebutkan lebih lanjut kontribusinya datang dari jenis pembayaran di sektor mana. Perusahaan justru memakai hasil survei yang dilakukan Kadence International pada Mei 2021 mengenai fitur-fitur apa saja yang paling banyak digunakan UMKM.

Responden mengatakan LinkAja paling banyak mereka gunakan untuk membeli pulsa dan kuota internet (masing-masing persentasenya 82%), transfer saldo ke rekening bank (76%), tarik saldo ke rekening bank (57%), dan pembayaran PLN (34%).

“Ini memperlihatkan fungsi LinkAja yang tepat sebagai aplikasi untuk pembayaran kebutuhan esensial dalam keseharian pengguna.”

Haryati melanjutkan, LinkAja tidak hanya fokus dengan aplikasi konsumer dan UMKM untuk solusi keuangan digital saja, namun juga bermain di ranah enterprise untuk berbagai solusi.

Seperti, cash collection (cash handling risk, real-time reporting, dan pembayaran non tunai); incentive disbursement (pencairan real-time, pelaporan terintegrasi, dan flexible use case); dan cross sell & advertisement (memaksimalkan jangkauan produk menggunakan platform yang sesuai). Mitra enterprise yang sudah memanfaatkan solusi dari LinkAja adalah Gudang Garam, SRC (Sampoerna Retail Community), dan Kospin Jasa.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Officially Acquires iGrow

LinkAja today (29/4) announced its acquisition of iGrow, a p2p lending startup that focuses on productive financing in agriculture. In the statement, this corporate action aims to expand LinkAja’s business line to online financing, especially for the MSMEs productive sector. This is in line with LinkAja’s goal of encouraging financial inclusion and improving the Indonesian people welfare through economic independence.

This move was made after LinkAja previously managed to book series B funding of more than $ 100 million – including from Grab and Gojek. Meanwhile, iGrow was backed by some investors in its seed funding, including 500 Startups, East Ventures, Rekanext, and through its participation in the Google Launchpad Accelerator program.

In her remarks, LinkAja’s CEO, Haryati Lawidjaja said, “The business line expansion to the financing sector is a real step for LinkAja in providing easy access to finance and economy, especially for the lower-middle class and MSMEs […] Supported by LinkAja’s strong ecosystem network in various areas outside Java and tier-2 and 3 cities, LinkAja aims to provide equal access to financing for MSME players focused on Java and tier-1 cities.”

Also, iGrow’s Chief Business Development, Jim Oklahoma said, “We are very pleased to be collaborating with LinkAja as a national electronic money service provider with the same goals [..] LinkAja is a company with strong business fundamentals also collaboration of shareholders between SOEs and large technology companies. This will accelerate iGrow’s vision and mission to have an impact on MSMEs also put iGrow as one of the leading players in the financing for the productive sector. ”

Apart from Jim, iGrow was also founded by Andreas Senjaya (CEO) in 2014. Their platform was designed to simplify investment in a productive agricultural land, it was more like crowdfunding – even though the company did not claim to be a crowdfunding platform. However, along with its development, iGrow has transformed into a p2p lending, therefore, it can raise funds (from retail and institutional lenders) with more flexible distribution.

This will be LinkAja’s first acquisition. It will be interesting to watch the company’s next steps, considering that the electronic money platform already has a large enough capital, supported by various strategic digital players. In fact, the focus will be on the ecosystem expansion.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

LinkAja Umumkan Akuisisinya Terhadap iGrow

LinkAja hari ini (29/4) mengumumkan akuisisinya terhadap iGrow, startup p2p lending yang fokus pada pembiayaan produktif di bidang pertanian. Dalam keterangannya disebutkan, aksi korporasi ini bertujuan untuk memperluas lini bisnis LinkAja ke pembiayaan online, terutama untuk sektor produktif UMKM. Hal ini sejalan dengan tujuan LinkAja untuk mendorong inklusi keuangan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui kemandirian ekonomi.

Upaya ini dilakukan setelah sebelumnya LinkAja berhasil membukukan pendanaan seri B lebih dari $100 juta — termasuk dari Grab dan Gojek. Sementara iGrow sebelumnya mendapat dukungan dari sejumlah investor dalam putaran pendanaan awalnya, termasuk dari 500 Startups, East Ventures, Rekanext, dan atas partisipasinya di program Google Launchpad Accelerator.

Dalam sambutannya, CEO LinkAja Haryati Lawidjaja mengatakan, “Perluasan lini usaha di bidang pembiayaan merupakan langkah nyata LinkAja dalam memberikan kemudahan akses keuangan dan ekonomi, terutama kepada masyarakat kelas menengah ke bawah serta UMKM […] Didukung jaringan ekosistem LinkAja yang kuat di berbagai daerah di luar pulau Jawa serta kota tier-2 dan 3, LinkAja berharap dapat memberikan pemerataan akses pembiayaan terhadap pelaku UMKM yang selama ini masih terfokus di pulau Jawa dan kota tier-1.”

Sementara itu dalam sambutannya Chief Business Development iGrow Jim Oklahoma menuturkan, “Kami sangat senang dapat berkolaborasi dengan LinkAja sebagai penyedia jasa uang elektronik nasional yang memiliki kesamaan tujuan dengan iGrow [..] LinkAja merupakan perusahaan yang memiliki fundamental bisnis kuat dengan kolaborasi pemegang saham antara BUMN dan perusahaan teknologi besar. Hal ini akan mempercepat visi dan misi iGrow untuk memberikan dampak ke UMKM dan dapat menjadikan iGrow sebagai salah satu pemain utama di bidang pembiayaan sektor produktif.”

Selain Jim, iGrow turut didirikan oleh Andreas Senjaya (CEO) sejak tahun 2014. Pada awalnya platform mereka didesain untuk memudahkan masyarakat berinvestasi pada sebuah lahan produktif pertanian, kala itu skemanya lebih mirip crowdfunding – kendati perusahaan tidak mengklaim sebagai platform urun dana. Namun seiring perkembangannya, iGrow menjelma menjadi p2p lending sehingga dapat menghimpun dana (dari pendana ritel maupun institusi) dan penyaluran yang lebih fleksibel.

Ini menjadi aksi akuisisi pertama bagi LinkAja. Menjadi menarik untuk menyimak langkah perusahaan selanjutnya, mengingat saat ini platform uang elektronik tersebut sudah memiliki modal kapital yang cukup besar, didukung berbagai pemain digital strategis. Tentu perluasan ekosistem akan menjadi fokus.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Gojek Invests in LinkAja

LinkAja announced a strategic investment from Gojek with an undisclosed value. Gojek joins the fundraising through the issuance of Series B preference shares. Previously mentioned, the company would raise a total investment of over $100 million  (more than Rp1.4 trillion) through this round.

This news confirms the first time both Grab and Gojek have invested in the same company, which is actually part of a state-owned company.

LinkAja’s CEO, Haryati Lawidjaja expressed his gratitude at Gojek’s entrance as a shareholder in LinkAja. “Gojek’s arrival as a strategic shareholder will provide LinkAja access to the Gojek ecosystem to support LinkAja’s mission to accelerate financial inclusion in Indonesia,” she said in an official statement, Tuesday (9/3).

Gojek’s Co-CEO, Andre Soelistyo added, “Our mission is to increase financial inclusion by providing the widest possible access to financial services for unbanked and underbanked people in line with LinkAja’s commitment […] This collaboration provides an opportunity to combine the power of technology and area coverage of ​​each company.”

As part of the partnership, LinkAja will expand payment method options for certain services in the Gojek application. Previously, LinkAja is available for transportation services and ticket reservations. Thus, users and business players can have more options for transactions, while providing added value for the millions of people who use Gojek and LinkAja services.

Both companies will complement each other. LinkAja focuses on payments for retail purchases, public services, and daily goods with 80% of its users coming from second and third-tier cities. Meanwhile Gojek, through GoPay, serves the needs of the retail and business sectors, especially MSMEs, as well as daily needs on the Gojek platform.

Previously, on November 10, 2020, LinkAja announced a Series B funding led by Grab. Followed by the previous investors, including Telkomsel, BRI Ventures, and Mandiri Capital. LinkAja’s current valuation is yet to be revealed. This is the first funding for LinkAja from non-state-owned companies.

LinkAja alone is increasingly focused on enriching features as collaborating with its ranks of investors. Recently, with Pegadaian to provide financial services such as Gold Savings for a new account and top up balances, Micro Installments, Collateral, and Repeated Lending.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gojek Berikan Investasi ke LinkAja

LinkAja mengumumkan perolehan investasi strategis dari Gojek dengan nominal dirahasiakan. Gojek bergabung dalam penggalangan dana melalui penerbitan saham preferen seri B. Sebelumnya pernah disebutkan, melalui putaran ini perusahaan akan mengantongi total komitmen investasi lebih dari $100 juta (lebih dari Rp1,4 triliun).

Kabar ini mengukuhkan pertama kalinya baik Grab dan Gojek berinvestasi pada satu perusahaan yang sama, notabenenya adalah bagian dari perusahaan pelat merah.

CEO LinkAja Haryati Lawidjaja menuturkan rasa senangnya atas bergabungnya Gojek sebagai pemegang saham di LinkAja. “Bergabungnya Gojek sebagai salah satu pemegang saham strategis, akan memberikan akses bagi LinkAja ke ekosistem Gojek untuk dapat mendukung misi LinkAja dalam mempercepat inklusi keuangan di Indonesia,” ucapnya dalam keterangan resmi, Selasa (9/3).

Co-CEO Gojek Andre Soelistyo menambahkan, “Misi kami untuk meningkatkan inklusi keuangan dengan memberikan akses layanan keuangan seluas-luasnya kepada masyarakat unbanked dan underbanked sejalan dengan komitmen yang dimiliki oleh LinkAja […]  Kolaborasi ini memberi kesempatan untuk menggabungkan kekuatan teknologi dan jangkauan luas dari masing-masing perusahaan.”

Sebagai bagian dari kemitraan, LinkAja akan memperluas opsi metode pembayaran untuk beberapa layanan tertentu di aplikasi Gojek. Sebelumnya, LinkAja dapat digunakan untuk membayar layanan transportasi dan reservasi tiket. Dengan demikian, para pengguna dan pelaku usaha dapat memiliki lebih banyak pilihan saat bertransaksi, sekaligus memberikan nilai tambah bagi jutaan orang yang menggunakan layanan Gojek dan LinkAja.

Kedua perusahaan akan saling melengkapi satu sama lain. LinkAja fokus pada pembayaran untuk pembelanjaan ritel, layanan publik dan layanan kebutuhan sehari-hari dengan 80% penggunanya berasal dari kota lapis dua dan tiga. Sementara Gojek melalui GoPay, melayani kebutuhan sektor ritel dan bisnis khususnya UMKM, serta layanan kebutuhan sehari-hari dalam platform Gojek.

Sebelumnya, pada 10 November 2020, LinkAja mengumumkan perolehan pendanaan seri B yang dipimpin oleh Grab. Diikuti oleh jajaran investor sebelumnya, yaitu Telkomsel, BRI Ventures, dan Mandiri Capital. Tidak disebutkan berapa valuasi LinkAja saat ini. Pendanaan ini adalah yang pertama untuk LinkAja dari perusahaan di luar BUMN.

LinkAja sendiri makin fokus perkaya fitur dari kerja sama dengan jajaran investornya. Yang teranyar adalah bersama Pegadaian untuk menyediakan layanan finansial seperti Tabungan Emas untuk pembukaan baru dan top up saldo, Cicilan Mikro, Tebus Gadai, dan Ulang Gadai.

Application Information Will Show Up Here