Google Meet Kedatangan Fitur Noise Cancelling Berbasis AI

Bekerja dari rumah itu tidak mudah. Saya berani bilang demikian setelah merasakannya sendiri selama lebih dari 5 tahun, dan yang paling sulit adalah ketika hendak mengikuti sesi video conference.

Anak saya ada dua, dan mengikuti sesi video conference tanpa ada suara dari mereka (teriakan dan tangisan) yang bocor nyaris mustahil, kecuali mic saya mute atau sesi berlangsung di saat mereka sedang tidur. Beruntung selama menjalani meeting, saya memang tidak perlu banyak berbicara, sehingga mikrofon bisa selalu saya mute.

Buat yang perlu banyak berbicara, ini bisa menjadi problem. Suara-suara di sekitar mereka, entah itu suara TV, suara vacuum cleaner, suara bor, atau mungkin suara kantong jajanan yang diremas-remas, semuanya akan ikut terdengar oleh seluruh partisipan meeting. Solusi yang dibutuhkan adalah fitur noise cancelling atau denoiser, dan ini yang tengah Google persiapkan untuk layanan video conference mereka, Google Meet.

Teaser fitur ini sempat Google tunjukkan di bulan April, namun sekarang, seiring dengan peluncurannya yang dilakukan secara bertahap, Google sudah siap untuk mendemonstrasikannya. Berikut adalah demonstrasi dari Serge Lachapelle selaku pimpinan tim yang mengembangkan fiturnya, saat diwawancara oleh VentureBeat.

Seperti yang bisa kita lihat, fitur berbasis AI ini sangat efektif dalam meredam berbagai macam suara yang bukan omongan. Pasca peluncurannya, fitur noise cancelling ini akan aktif secara default, akan tetapi pengguna bebas menonaktifkannya jika memang perlu.

Dalam wawancaranya, Serge lanjut menjelaskan bahwa fitur ini sebenarnya sudah mereka kembangkan sejak tahun 2017. AI yang bersangkutan mereka latih dengan segudang rekaman sesi video conference mereka sendiri, ditambah deretan video YouTube di mana terdapat banyak orang berbicara.

Tujuannya adalah supaya AI bisa membedakan mana suara yang mengganggu, mana yang berasal dari mulut manusia. Sejauh ini fiturnya terbilang sudah cukup efektif, namun beberapa jenis suara masih sulit untuk dikategorikan sebagai pengganggu, seperti misalnya teriakan seseorang. Seperti halnya fitur berbasis AI lain, fitur denoiser ini bakal semakin sempurna seiring berjalannya waktu.

Fitur ini kabarnya sekarang sudah tersedia di Google Meet versi web, tapi belum diketahui kapan bakal menyusul ke versi Android dan iOS-nya. Google bukan satu-satunya yang menerapkan fitur noise cancelling berbasis AI pada layanan video conference. Microsoft pun turut mengimplementasikan langkah yang serupa pada Microsoft Teams.

Sumber: VentureBeat.

Bonza Big Data Startup Provides Companies Analysis Based Decision Making

Bonza big data startup officially launched after announcing the seed funding from East Ventures with undisclosed value. The fresh money will be used to develop technology and products, and support the company’s expansion.

This startup was founded by Elsa Chandra and Philip Thomas. The two met while working at Traveloka. Elsa manages Traveloka’s investment, while Philip leads one of the data science teams tasked with implementing the big data model for product development and improvement.

Bonza’s Co-Founder Elsa Chandra said the startup was built out of a belief that there was a significant gap between leading-edge research of machine learning and AI and its implementation in the field. The company can be a bridge to close the gap.

“Our mission is to help companies translate the data they have from various sources, both structured and not, integrate the data, then use artificial intelligence and machine learning solutions to help them make decisions at an optimal scale,” he explained in an official statement yesterday ( 5/26).

Bonza,’s solution, he continued, can be used for everyone in the company, from data analysts who need products to simplify data processing, company leaders, and frontlines in need of data to make decisions.

In addition, the company is claimed to be able to improve data quality and integrate data from various sources into a single source of truth. This ensures there is no anticardiographic information barrier and provides management with a 360-degree view of all company data. “This solution is not provided by most data analysis companies.”

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner Willson Cuaca added, the team has captured Bonza because there were problems that occurred within the company. Decision making and calculating the impact based on different sources of unstructured and not sequential information is very difficult. This is a challenge in every industry sector.

“Through this investment, Bonza is expected to be able to build a platform that facilitates decision making and monitors the results of these decisions by presenting insights, which result from processing unstructured data,” he said.

Yesterday (5/26) another big data startup, Delman, has announced funding of 23.6 billion Rupiah from Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, and Qlue. The company offers similar service, trying to provide convenience to various groups in implementing big data.

Monitoring the spread of Covid-19

Bonza also uses big data to monitor the rate of Covid-19 infection. They introduced and adapted the Effective Production Number (Rt) model to monitor the spread of Covid-19 in each region. Rt is an epidemiological parameter used to measure the rate of growth of virus transmission.

This model shows the infection rate in each province moving with varying speed and trends. The following insights can be a reference for policymakers to plan strategies and measure the effectiveness of Covid-19 pandemic control measures such as large-scale social restrictions (PSBB).

Elsa said the number of cases and deaths, which had been reported so far, did not adequately reflect the level of actual spread of Covid-19 because it did not calculate daily fluctuations due to changes in a test capacity, differences in social policy restrictions between regions, and variations in community behavior.

Bonza updates Rt Data in every province in Indonesia on a daily basis and the dashboard is free to access.

“The government is reportedly planning to open several economic sectors by June. Indonesia needs data as a reference for the decision made on the spread rate of the Covid-19 virus in the country. It is expected that the dashboard can provide additional information and act as a comparison,” Willson said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Big Data Bonza Bantu Perusahaan Ambil Keputusan Berbasis Analisis

Startup big data Bonza resmikan kehadirannya pasca mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dari East Ventures dengan nominal dirahasiakan. Dana segar ini akan digunakan untuk mengembangkan teknologi dan produk, serta mendukung ekspansi perusahaan.

Startup ini didirikan oleh Elsa Chandra dan Philip Thomas. Keduanya bertemu saat bekerja di Traveloka. Elsa mengelola investasi Traveloka, sementara Philip memimpin salah satu tim data science yang bertugas mengimplementasikan model big data untuk pengembangan dan penyempurnaan produk.

Co-Founder Bonza Elsa Chandra mengatakan, startupnya berdiri karena ada keyakinan kesenjangan yang signifikan antara riset terdepan di dalam bidang machine learning dan AI dengan implementasinya di lapangan. Perusahaan dapat menjadi jembatan untuk menutup kesenjangan tersebut.

“Misi kami adalah membantu perusahaan menerjemahkan data yang mereka punya dari berbagai sumber, baik terstruktur maupun tidak, mengintegrasikan data tersebut, kemudian menggunakan solusi artificial intelligence dan machine learning untuk membantu mereka mengambil keputusan dalam skala yang optimal,” terangnya dalam keterangan resmi, kemarin (26/5).

Solusi yang dihadirkan Bonza, sambungnya, dapat digunakan untuk semua orang di perusahaan, mulai dari analis data yang membutuhkan produk untuk menyederhanakan proses pengolahan data, hingga pemimpin perusahaan dan frontline yang membutuhkan data dalam mengambil langkah yang tepat.

Selain itu, perusahaan diklaim mampu meningkatkan kualitas data dan mengintegrasikan data dari berbagai sumber menjadi single source of truth. Hal ini memastikan tidak ada sekat informasi antardivisi dan memberikan manajemen sudut pandang 360 derajat ke seluruh data perusahaan. “Solusi ini tidak disediakan oleh kebanyakan perusahaan analisis data.”

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, pihaknya tertarik untuk berinvestasi di Bonza, lantaran ada masalah yang terjadi di dalam perusahaan. Pengambilan keputusan dan menghitung dampak dari keputusan berdasarkan sumber informasi yang berbeda-beda, tidak terstruktur, dan tidak berurutan sangat sulit sekali. Hal ini menjadi tantangan di setiap sektor industri.

“Melalui investasi ini, Bonza diharapkan bisa membangun satu platform yang memudahkan pengambilan keputsan dan memonitor hasil keputusan tersebut dengan menyajikan insight, yang dihasilkan dari pemrosesan unstructured data,” ujarnya.

Kemarin (26/5) startup big data lain, Delman, juga baru umumkan pendanaan senilai 23,6 miliar Rupiah dari Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Qlue. Misi layanannya serupa, mencoba memberikan kemudahan berbagai kalangan dalam mengimplementasikan big data.

Pantau laju infeksi Covid-19

Pemanfaatan big data juga dimanfaatkan Bonza untuk memantau laju infeksi Covid-19. Bonza memperkenalkan dan mengadaptasi model Effective Production Number (Rt) untuk memantau laju penyebaran Covid-19 di tiap wilayah. Rt adalah paramater epidemiologi yang digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan penularan virus.

Model ini menunjukkan laju infeksi di tiap provinsi bergerak dengan kecepatan dan tren yang variatif. Insight yang dihasilkan dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan untuk merencanakan strategi dan menakar efektivitas langkah pengendalian pandemi Covid-19 seperti pembatasan sosial skala besar (PSBB).

Elsa menuturkan jumlah kasus dan kematian, yang selama ini dilaporkan, kurang menggambarkan tingkat penyebaran Covid-19 yang aktual karena tidak memperhitungkan fluktuasi harian akibat perubahan kapasitas tes, perbedaan kebijakan pembatasan sosial antarwilayah, dan variasi perilaku masyarakat.

Bonza memperbarui Data Rt di tiap provinsi di Indonesia secara harian dan dashboard ini dapat diakses secara gratis.

“Pemerintah dikabarkan berencana membuka aktivitas beberapa sektor ekonomi pada Juni ini. Indonesia membutuhkan data yang bisa menjadi acuan dampak keputusan tersebut terhadap laju penyebaran virus Covid-19 di masyarakat. Diharapkan dashboard yang dibangun bisa menjadi informasi tambahan dan sebagai pembanding,” tutup Willson.

Melihat Kontribusi Startup melalui AI, Big Data, dan Machine Learning selama Pandemi

Salah satu cara yang terus diupayakan dalam melakukan perlawanan terhadap situasi pandemi ini adalah dengan pemanfaatan teknologi seperti artificial intelligence (AI) serta machine learning untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mulai dari kebutuhan informasi terkait pandemi hingga bantuan pelayanan kesehatan dapat dinikmati dengan lebih cepat dan mudah melalui pemanfaatan teknologi-teknologi tersebut.

Hal ini yang juga menjadi pembahasan dalam webinar “Behind The Wheel” seri keempat yang diselenggarakan pada Rabu (20/5) lalu. Memasuki seri terakhirnya, webinar ini mengambil tema “AI and Machine Learning to Fight COVID-19”. Seri keempat ini mendatangkan beberapa pembicara seperti Budi Gunadi Sadikin (Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara), Faizal Djoemadi (Chief Digital and Innovation TelkomGroup), Irzan Raditya (CEO Kata.ai), Bachtiar Rifai (CEO Volantis), Shannon Lee (Investment Director MDI SG), Kyle Kling (Head of Investment MDI US), serta dimoderatori oleh Kenneth Li (Managing Partner MDI SG). Melalui tema ini, dibahas bagaimana implementasi AI dan machine learning dalam penanganan virus covid di Indonesia sejauh ini.

Penerapan AI di Indonesia selama Pandemi

Selama masa pandemi, pemanfaatan dari AI cukup berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia. Penggunaan  AI, big data, dan machine learning disebut dapat mengubah bentuk pelayanan kesehatan terhadap masyarakat melalui implementasinya pada berbagai use case di industri kesehatan.

Hal ini juga disampaikan oleh Wakil Menteri BUMN, Budi Gunadi Sadikin pada awal sesi webinar ini. Beliau mengatakan bahwa pemanfaatan AI dapat digunakan untuk early disease detection serta sebagai tindakan preventif mulai dari layanan kesehatan hingga penyediaan obat selama masa pandemi ini. Selain itu, beliau juga menyampaikan bahwa situasi krisis belakangan ini juga harus dilihat sisi lainnya sebagai kesempatan untuk mengembangkan inovasi-inovasi baru dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.

“Many people see this as a danger, but some people should see this as an opportunity” tambahnya.

Bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, tingkat adopsi AI di Indonesia sudah termasuk tinggi bahkan juga disebut berada di atas Singapura. Meski begitu, penerapan AI di negara tersebut kurang lebih sama cakupannya seperti di Indonesia yaitu melalui pemanfaatan chat assistant, contact tracing, dan otomatisasi proses pekerjaan dengan menggunakan teknologi tersebut.

It’s going to limit human involvement and help push social distancing so we can perform tasks that workers otherwise can’t do at home” terang Investment Director MDI Singapore, Shannon Lee.

Melihat Potensi Implementasi di berbagai Use Case

Penggunaan AI dan machine learning yang dapat dimanfaatkan di berbagai use case juga diharapkan dapat terus mendorong hadirnya inovasi baru untuk membantu masyarakat khususnya selama masa pandemi ini. Akan tetapi, menurut Chief Digital and Innovation TelkomGroup, Faizal Djoemadi, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui apa masalah atau use case yang ingin diselesaikan terlebih dahulu. Dengan begitu, inovasi yang dihadirkan dapat lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Problem atau use case ini bisa datang dari customer, atau datang dari orang yang membutuhkan, atau datang dari kita yang kreatif mencoba menerka-nerka kira-kira apa permasalahan yang bisa diselesaikan” ujar Faizal.

Pemanfaatan di berbagai use case ini juga dilihat oleh Head of Investment MDI US, Kyle Kling. Kyle melihat beberapa implementasi seperti population health analytics, disease management, patient monitoring, dan diagnostics solution sebagai bentuk kontribusi penggunaan AI dan dalam membantu pelayanan kesehatan yang lebih efisien selama masa pandemi ini.

The faster, cheaper, more effective tests can help doctors quickly help patients” tambah Kyle

Kontribusi Startup melalui Inovasi Produknya

Situasi pandemi ini juga dimanfaatkan oleh berbagai startup yang memiliki inovasi produk dengan menggunakan AI dan Big Data untuk memberikan dampak lebih dalam membantu memenuhi kebutuhan masyarakat. Kesempatan berkontribusi ini juga dilihat oleh dua startup yang bergabung dalam platform Indonesia Bergerak, Kata.ai dan Volantis.

Saat ini, Kata.ai tengah fokus mengembangkan platform yang memberikan informasi terkini dalam bentuk chatbot terkait virus corona di Indonesia. CEO Kata.ai, Irzan Raditya, melihat bahwa situasi pandemi ini membawa dua masalah yang harus segera diselesaikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yaitu masalah kesehatan dan ekonomi sosial.

It’s an opportunity for everyone to collaborate, not about the economic value but the real impact for the society” tambah Irzan.

Bagi CEO Volantis, Bachtiar Rifai, situasi pandemi ini juga dapat memperlihatkan pentingnya data untuk pemberian informasi yang akurat. Sehingga, data-data tersebut dapat membantu masyarakat lebih waspada dan juga dapat membantu pemerintah daerah melakukan prediksi dalam penanganan penyebaran virus di daerahnya.

“Adanya misinformasi antar satu lembaga dengan lembaga lain atau adanya ketidakakuratan data sinkronisasi mungkin membuat masyarakat bingung” tambah Bachtiar.

Selain itu, kontribusi startup-startup ini juga dapat dilihat melalui aplikasi buatan TelkomGroup, Peduli Lindungi, yang menggunakan dashboard dari startup-startup yang tergabung di Indonesia Bergerak. Aplikasi ini memiliki fungsi tracing, tracking, dan fencing yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan pemerintah dalam menanggulangi wabah virus corona di Indonesia.

Pembahasan mengenai pemanfaatan AI ini menjadi penutup dari rangkaian seri webinar Behind The Wheel yang telah berlangsung selama empat pekan. Melalui webinar ini, MDI Ventures dan TelkomGroup membahas banyak topik seputar bagaimana peran startup dalam berkontribusi dan memberikan dampak positif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat selama masa pandemi ini.

Disclosure: Artikel ini merupakan bagian dari publikasi seri webinar Behind The Wheel yang diselenggarakan oleh MDI Ventures.

Rencana dan Fokus Bisnis PHI-Integration Setelah “Rebranding” Menjadi Xeratic

Setelah sebelumnya dikenal dengan nama PHI-Integration, perusahaan perangkat lunak yang menyediakan layanan analisis dan manajemen data melakukan rebranding dengan nama baru mereka Xeratic.

Kepada DailySocial Co-Founder Xeratic Victor Gunawan mengungkapkan, visi startupnya tidak pernah berubah meskipun telah menggunakan nama baru. Di awal, pangsa pasar yang ditargetkan adalah korporasi atau perusahaan menengah ke atas. Namun 6 bulan terakhir Victor dan tim melihat adanya kebutuhan di segmen UKM, sehingga lahirlah Xeratic sebagai upaya untuk memperluas pangsa pasar.

“Kami percaya bahwa memiliki data yang berkualitas tinggi serta sistem untuk mengelola data yang baik merupakan fondasi penting dalam strategi transformasi digital setiap perusahaan. Kami percaya bahwa data yang bersih akan mendorong perusahaan untuk mencapai analisis bisnis yang jauh lebih baik, terutama di masa sekarang, di mana efisiensi proses dan ketepatan pengambilan keputusan sangat perlu dilakukan; pemanfaatan machine learning dan kecerdasan buatan yang lebih baik adalah kuncinya,” kata Victor.

Xeratic adalah brand produk SaaS untuk pengolahan dan analisa data. Dengan fokus ke data cleansing dan machine learning, didesain membantu pemegang keputusan mengambil kebijakan yang lebih akurat. Termasuk membawa perusahaan menjadi data-driven company.

“Dengan data yang bersih dan akurat, sistem AI akan bekerja sangat maksimal untuk membaca pola data dan menghasilkan informasi yang akan membantu pemegang keputusan melihat kesempatan yang bisa didapatkan dan potensi kerugian yang bisa dihindari,” imbuh founder Xeratic Feris Thia.

Rencana di tahun 2020

Formula "solving data" Xeratic
Formula “solving data” Xeratic

Meskipun baru dimulai, saat ini sudah ada beberapa UKM yang telah menjadi mitra piloting dan mendapatkan manfaat dari layanan yang ditawarkan oleh Xeratic.

“Tahun ini kami berencana untuk penetrasi lebih banyak lagi UKM, juga tentunya tetap melayani perusahaan menengah ke atas yang kami lihat di masa pandemi ini sangat butuh efisiensi proses dan pengambilan keputusan tersebut. Produk dan layanan kami sudah terbukti di beberapa industri seperti finansial, ritel, dan manufaktur,” kata Feris.

Xeratic juga menjalin kemitraan strategis dengan beberapa perusahaan teknologi dunia dan juga lokal. Hitachi Vantara dan Microsoft adalah yang paling lama berinteraksi, karena memang Xeratic menggunakan dan juga mengembangkan beberapa solusi perusahaan di atas platform teknologi mereka.

“Dalam perkembangannya, kami bermitra juga dengan beberapa perusahaan Solution Integrator (SI), juga sebagai collaboration channel kami ke pasar komersial yang lebih luas,” kata Victor.

Penyebaran virus Covid-19 menjadi salah satu kendala bagi bisnis Xeratic, salah satunya adalah penetrasi pasar lebih terhambat. Tetapi di saat bersamaan perusahaan juga tetap memacu untuk mewujudkan misi untuk edukasi pasar melalui DQLab.id. Portal tersebut merupakan online learning untuk data. Program belajar tersebut disusun secara terstruktur untuk mempersiapkan talenta praktisi data baru.

Setelah mendapatkan pendanaan tahap awal dari East Ventures dan Skystar Capital tahun 2018 lalu, Xeratic memiliki rencana untuk kembali melakukan penggalangan dana. Melalui pendanaan baru nantinya diharapkan bisa membantu perusahaan menjadi pemimpin di pasar data.

Berbincang dengan Managing Director Samsung Research Indonesia Alfred Boediman tentang “Deep Tech”

Terminologi deep tech dewasa ini mengemuka berkat penggunaan layanan digital yang semakin masif. Salah satunya disebutkan dalam hasil riset CompassList mengenai agritech di Indonesia sepanjang kuartal pertama 2020. Inovasi yang menerapkan produk deep tech sangat diperlukan untuk mentransformasi sektor ini. Teknologi seperti kecerdasan buatan, analisis data, hingga robotika dinilai penting untuk menjadi bagian dari masa depan pertanian di Indonesia.

Lebih dari itu, deep-tech yang semakin matang idealnya dapat diimplementasikan di berbagai sektor lainnya, dengan mendukung sistem teknologi yang sudah ada. Untuk memahami lebih dalam mengenai deep tech, termasuk penerapan dan proyeksinya, DailySocial berkesempatan mewawancarai Managing Director Samsung Research Indonesia (SRIN) Alfred Boediman. Berikut ini hasil wawancara kami.

Alfred Boediman
Managing Director Samsung Research Indonesia Alfred Boediman di acara #SelasaStartup / DailySocial

DailySocial: Bagaimana Anda menggambarkan deep tech, terkait penerapannya dalam sebuah aplikasi? Sejauh ini banyak kalangan masyarakat yang menghubungkan term tersebut dengan produk seperti kecerdasan buatan dan analitik; apa yang bisa dioptimalkan dari teknologi tersebut?

Alfred Boediman: Ya, teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), pengeditan genom, analitik data, pengenalan wajah, dan robotika memang dianggap sebagai terapan dari terminologi solusi “deep tech“. Karena didasarkan pada penelitian ilmiah dan sering kali didukung paten. Secara umum, saya bisa mengidentifikasi tiga atribut dasar yang menjadi karakter solusi deep tech dalam konteks bisnis, terutama pada penerapannya di suatu aplikasi/sistem yang ada.

Atribut pertama adalah dampak. Inovasi yang didasarkan pada deep tech seharusnya dapat memiliki dampak yang besar bagi kehidupan sehari-hari, jauh melampaui batas nilai ekonomi yang dihasilkan. Seperti halnya di Indonesia, beberapa kota besar di negara kita sudah mulai mengalami masalah kelebihan populasi penduduk. Untuk mengatasi masalah ini, AI dianggap sebagai salah satu teknologi kunci yang akan diterapkan.

Kemudian kedua adalah waktu. Pengembangan solusi deep tech membutuhkan waktu untuk beralih dari sains dasar ke teknologi yang dapat diterapkan untuk hasil yang nyata. Lamanya waktu untuk penerapan teknologi tersebut akan bervariasi secara substansial, dan membutuhkan waktu lebih lama dari inovasi yang didasarkan pada teknologi yang sudah umum.

Contohnya, berdasarkan analisis lembaga riset internasional, sekiranya dibutuhkan rata-rata 4 tahun untuk mengembangkan teknologi di biotek; dipecah menjadi 1,8 tahun dari penggabungan ke prototipe pertama dan 2,2 tahun berikutnya untuk mencapai produk yang siap dipasarkan. Lalu, dibandingkan dengan startup blockchain, angka yang sebanding adalah 2,4 tahun, di mana 1,4 tahun untuk prototipe pertama dan 1 tahun berikutnya produk yang siap pasar.

Sementara atribut yang ketiga adalah investasi. Kebutuhan pendanaan perusahaan deep tech berbeda secara signifikan dengan yang lainnya. Sesuai dengan contoh di atas, di mana rata-rata pembuatan prototipe pertama untuk solusi biotek bisa menelan biaya sekitar US$1,3 juta, sementara biaya solusi blockchain hanya sekitar US$200 ribu.

Selain itu, risiko pasar adalah salah satu faktor pertimbangan bagi para investor, di mana startup deep tech biasanya mencari pendanaan pada tahap penelitian awal, artinya akan sulit untuk mengevaluasi daya tarik dan potensi pasar secara menyeluruh. Faktor lainnya adalah risiko teknologi yang ada, karena banyak investor tidak memiliki keahlian khusus untuk secara akurat menilai potensi teknologi yang muncul dalam jangka waktu yang singkat.

Karena kita akan menghadapi tantangan: kurangnya bakat, pendidikan, dan pengertian menyeluruh tentang solusi deep tech tersebut. Maka untuk mengatasi dan mengoptimalkan masalah ini adalah dengan adanya kolaborasi antara perusahaan teknologi, pemerintah, dan universitas; yang akan menjadi gerakan kunci untuk melatih dan meningkatkan keterampilan generasi profesional yang ada.

DailySocial: Sepengetahuan Anda apakah saat ini deep tech sudah mulai banyak diaplikasikan untuk menunjang TIK di Indonesia?

Alfred Boediman: Kembali pada tahun 2017, beberapa menteri di Indonesia telah bergabung untuk memulai “Gerakan Menuju 100 Kota Cerdas”, bersama dengan beberapa perusahaan swasta. Konsep kota cerdas akan menggabungkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan solusi IoT (Internet of Things). Pemerintahan saat ini, telah menunjukkan keinginannya dalam mengimplementasikan solusi deep-tech dengan pernyataan Presiden sebelumnya untuk menggantikan beberapa posisi pekerja negara dengan layanan AI untuk mengurangi aturan yang tumpang tindih dan memotong birokrasi yang ada.

Yang saya tahu, setidaknya ada lebih dari 50 startup deep-tech yang bekerja di berbagai industri di Indonesia. Contohnya beberapa startup nasional di bidang AI adalah Kata.ai dan Nodeflux. Kata.ai menyediakan solusi berbasis B2B platform percakapan, juga dikenal sebagai chatbot. Chatbot dapat diintegrasikan dalam berbagai platform pengiriman pesan, seperti LINE, Facebook, Twitter, dan Telegram. Lain halnya dengan Nodeflux adalah startup pertama yang mengembangkan video platform analitik dengan menggunakan teknologi “machine learning“. Platform ini memungkinkan Nodeflux untuk menawarkan layanan seperti pengenalan wajah dan fungsi pemantauan lainnya.

Penerapan solusi Nodeflux dalam pemantauan lalu lintas di Jakarta / Nodeflux
Penerapan solusi Nodeflux dalam pemantauan lalu lintas di Jakarta / Nodeflux

DailySocial: Dalam penerapannya di sektor riil, bagaimana potensi teknologi tersebut? Mungkin ada studi kasus yang pernah ditemui?

Alfred Boediman: Untuk saat ini, perusahaan teknologi lokal di Indonesia sebagian besar mengandalkan pemerintah untuk membina lebih banyak bakat lokal dengan meningkatkan kesadaran tentang arah industri dan kemajuannya di masa depan, dan bagaimana orang harus bersiap menghadapi perubahan ini. Namun, bila hanya mengandalkan pemerintah mungkin tidak efektif, karena saat ini sistem pendidikan dan pembelajaran yang ada tidak dilengkapi untuk mengatasi revolusi yang akan datang pada permintaan keterampilan industri. Oleh karena itu kolaborasi secara riil sangat penting untuk dapat menerapkan solusi deep tech di Indonesia.

Pada ekosistem digital yang tumbuh di seluruh negara-negara Asia Tenggara, peningkatan bakat untuk solusi deep tech akan semakin penting dan banyak bisnis yang membutuhkan teknologi tersebut. Setiap negara di wilayah ini memiliki laju perkembangan yang berbeda, contohnya Singapura dianggap sebagai yang paling maju untuk implementasi solusi deep tech di Asia Tenggara.

Sementara itu, Indonesia juga telah membangun beberapa unicorn, dengan startup-startup utamanya seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya. Dengan total sekitar 5800 startup nasional, pasar semakin sedikit ramai, tetapi kecil porsi yang telah menginjakkan kakinya di area solusi deep tech secara menyeluruh. Startup dengan solusi deep tech cenderung memiliki periode go-to-market yang lebih lama, karena biasanya operasional yang ada sangat tergantung pada proyek solusi yang berbasis penelitian. Startup deep tech saat ini sedang naik daun, tetapi mereka juga bertemu dengan banyak tantangan yang membuat mereka harus berpikir keras untuk dapat tetap beroperasional.

DailySocial: Apa tantangan terbesar untuk kesuksesan penerapan deep tech di Indonesia?

Alfred Boediman: Meskipun pemerintah dan maraknya industri yang ada terbuka terhadap adopsi deep tech, namun upaya untuk mengimplementasikannya di seluruh Indonesia akan menghadapi tantangan yang pelik, terutama pada masalah kekurangan bakat lokal dan kualitas pendidikan yang ada.

Menurut saya, ada tiga komponen utama yang akan mendorong penggunaan solusi deep tech yang efektif: algoritma, daya komputasi, dan data yang ada. Ini semua adalah komponen yang harus ditingkatkan di negara kita. Banyak perusahaan deep tech (seperti halnya SRIN) mengalami kesulitan dalam mencari bakat AI pada lulusan universitas yang ada di Indonesia.

Sementara itu, ada artikel menarik yang pernah saya baca bahwa negara yang menjadi tuan rumah seorang mahasiswa PhD tidak selalu merupakan negara yang diuntungkan. Kenyataannya adalah  sekitar sepertiga dari peneliti yang bekerja untuk perusahaan yang berbasis di negara tersebut berbeda dari negara tempat mereka menerima gelar PhD-nya. Oleh karena itu, perusahaan teknologi lokal di Indonesia perlu menarik bakat ini untuk kembali ke negara kita dan terus mengembangkan solusi deep tech secara tepat guna.

DailySocial: Menurut Anda, Adakah urgensi mengapa pengembangan deep tech perlu diprioritaskan saat ini?

Alfred Boediman: Pengembangan solusi deep tech penting karena alasan sederhana – mempermudah hidup manusia, salah satu contohnya adalah di mana pada masa “social distancing” saat ini, digitalisasi dan automasi berbasis solusi deep tech akan banyak membantu berbagai kebutuhan bisnis yang ada. Perusahaan berbasis solusi deep tech sangat relevan untuk masalah besar di seluruh dunia; seperti pada masalah kebersihan pada penjernihan air, atau chatbot yang berguna untuk beragam industri jasa, atau hal-hal yang berkaitan dengan kendaraan otonom–terutama di negara-negara maju. Hal-hal semacam ini mungkin bukan bidang yang mudah untuk dikejar oleh beberapa investor atau pemerintah dalam waktu yang singkat di Indonesia, akan tetapi kita harus memulainya sekarang atau terlambat.

Saya bertemu dengan beragam investor, pengusaha, akademisi, dan ilmuwan. Itulah cara saya untuk dapat terbuka terhadap apa yang terjadi, terutama dalam pengembangan solusi deep tech – apa  yang berhasil dan apa yang tidak berhasil. Bagian dari apa yang saya coba lakukan adalah memberikan umpan balik kepada pemerintah dan komunitas yang ada. Saya mengambil apa yang dipikirkan pemerintah dan menyampaikannya kepada komunitas, hal tersebut merupakan perjalanan panjang dari suatu organisasi riset yang berkomitmen dalam pengembangan solusi deep tech di Indonesia.

Ketika Teknologi Mengambil Alih Peran Manusia di Dunia Medis

Pemanfaatan teknologi AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan telah berhasil menyederhanakan pekerjaan manusia di berbagai bidang industri, salah satunya dalam dunia medis. Cara kerja mesin AI tidak jauh berbeda dengan manusia, karena pada dasarnya AI adalah sebuah simulasi otak manusia dalam bentuk digital yang sudah diprogram untuk belajar dan (akhirnya) berfikir layaknya manusia.

Ada beberapa fungsi teknologi AI yang populer di negara maju yang kini sudah bisa dinikmati juga di negara berkembang, yaitu untuk diagnosa patologi, operasi robotik, perawat virtual serta berbagai inovasi lainnya dalam dunia medis. Pemantauan kesehatan juga dapat dilakukan dengan teknologi AI yang terdapat pada smartwatch.

Belum lama ini Google AI dinyatakan sudah jauh lebih akurat dibandingkan dokter dalam mendeteksi kanker payudara. Sebuah studi tim internasional, termasuk peneliti dari Google Health dan Imperial College London, telah merancang dan melatih model komputer dengan hasil rontgen dari sekitar 29.000 wanita. Algoritma ini dinilai dapat mengungguli enam ahli radiologi dalam membaca mammogram.

Mekanisme AI pada tubuh manusia

Pada dasarnya, tubuh manusia itu adalah carbon-based computer, ia mengikuti input dan output yang standar dan tertentu. Prosesnya dimulai ketika dokter melakukan analisa sebagai input, lalu melakukan tindakan yang relevan, seperti memberi obat-obatan, dengan harapan output yang dihasilkan sesuai.

Namun, ada beberapa hal yang bisa menyebabkan input dari dokter tidak tersampaikan dengan sempurna, seperti pada saat pasien ditanya tentang gejala yang terjadi pada tubuhnya. Banyak yang masih belum bisa menyimpulkan secara detail, bahkan sulit menjelaskan apa yang terjadi dalam tubuh mereka.

Beruntung, saat ini telah tercipta teknologi rontgen, di mana mesin bisa menggunakan radiasi untuk mengambil gambar bagian dalam dari tubuh seseorang untuk mendiagnosa masalah kesehatan dan lain-lain. Saat sudah didapat input yang standar, saat itu lah mesin bisa mengambil alih. Dari setiap gambar yang dipindai, mesin AI akan menyimpan data, melakukan analisis, lalu menghasilkan diagnosis. Semakin banyak data yang dimasukkan, maka semakin akurat diagnosa yang dihasilkan. Hal ini sangat membantu dokter untuk bisa melakukan analisis tanpa harus mempertanyakan gejala pasien. Satu proses berhasil diminimalisasi.

Masa depan dunia medis di tangan teknologi

Saat ini, Google AI sudah bisa mendeteksi kanker payudara melalui hasil rontgen dari sekitar 29,000 wanita. Bukan tidak mungkin, di masa yang akan datang, mesin ini bisa mendeteksi berbagai penyakit lainnya, ketika diperbarui dengan teknologi yang lebih canggih serta dibekali dengan data yang lebih lengkap. Dan akhirnya pada satu titik, ilmu kedokteran radiologi ini niscaya akan dikuasai mesin.

Saya pernah berdiskusi dengan seorang radiolog mengenai topik ini, ia memiliki pandangan bahwa komputer akan sulit melakukan analisa rontgen dengan banyak sekali kemungkinan. Harusnya tidak. Mesin dan teknologi AI dengan sistem pembelajarannya bisa melakukan hal yang tidak bisa dilakukan manusia – mereka cerdas memahami data dalam jumlah besar dan kompleks.

Jika ditarik lebih jauh, dengan dinamika pertumbuhan yang cepat, dibutuhkan sensor-sensor baru di bidang medis untuk membuat semua pengobatan menjadi otomatis. Bukan tidak mungkin, akan tercipta teknologi sensor tubuh selain rontgen. Sebuah mekanisme yang bisa membuat input menjadi tiga dimensi, dimana proses pemindaian seluruh tubuh dapat dilakukan secara akurat, mulai dari tulang, otot, serta organ tubuh lainnya.

Dari sini, AI akan butuh pembelajaran ke dimensi yang lebih tinggi dan jauh lebih kompleks untuk bisa mengenali semua penyakit dan anomali yang terpapar dari model 3D tersebut. Hal ini sangat mungkin terjadi dengan perkembangan teknologi yang exponensial. Pada saat itu, fungsi dokter umum akan semakin tergerus oleh automasi.

Hari ini, kita sudah bisa menerima argumen bahwa mesin bisa menyetir lebih baik daripada manusia. Suatu hari, saya yakin manusia juga percaya bahwa mesin akan lebih pintar mengobati kita daripada dokter. Saya percaya hal-hal tersebut akan terjadi, semua hanya menunggu waktu.


Artikel tamu ini ditulis oleh Izak Jenie. Izak adalah CEO Jas Kapital, CTO KREN dan Co-Founder MCAS Group.

Apple Akuisisi Startup AI Spectral Edge untuk Tingkatkan Kualitas Kamera iPhone

Perkembangan kualitas kamera smartphone dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa software tidak kalah penting dari hardware. Dua ponsel dengan merek yang berbeda boleh mengemas sensor bikinan Sony yang sama persis beserta spesifikasi lensa yang identik, akan tetapi hasil foto Portrait Mode-nya bisa berbeda drastis, dan ini banyak dipengaruhi oleh kinerja software masing-masing perangkat.

Singkat cerita, investasi ekstra di bidang software kamera atau fotografi merupakan salah satu cara bijak untuk meningkatkan kualitas kamera smartphone, dan perusahaan sekelas Apple pun tidak luput dari tren ini. Dilaporkan oleh Bloomberg, Apple kabarnya telah mengakuisisi startup asal Inggris bernama Spectral Edge.

Produk yang digarap Spectral Edge adalah teknologi machine learning yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hasil jepretan kamera smartphone, baik dari sisi ketajaman gambar ataupun akurasi warnanya. Caranya adalah dengan menggabungkan foto inframerah dengan foto standar.

Foto yang diambil menggunakan gelombang inframerah memiliki tingkat kontras yang amat tinggi. Detail-detail yang sebelumnya tidak kelihatan pada foto standar jadi bisa terlihat menggunakan filter inframerah. Contoh yang paling gampang adalah bagaimana foto inframerah dapat menunjukkan detail di balik kacamata hitam.

Sejauh ini belum ada yang tahu rencana spesifik Apple terkait teknologi bikinan Spectral Edge, tapi besar kemungkinan Apple akan memanfaatkannya untuk meningkatkan kualitas jepretan iPhone di kondisi low-light. Akuisisinya pun juga mereka lakukan secara diam-diam, tanpa ada kabar mengenai mahar yang dibayarkan. Sekadar informasi, Spectral Edge sendiri tahun lalu berhasil memperoleh pendanaan senilai lebih dari $5 juta.

Sumber: Bloomberg.

Google Indonesia Luncurkan “Bangkit”, Program Pendidikan Pemrograman Gratis di Tingkat Lanjut

Bertujuan untuk menambah lebih banyak talenta digital yang memiliki kemampuan pemrograman tingkat lanjut, Google Indonesia meluncurkan program “Bangkit”.  Inisiatif tersebut dapat dinikmati gratis oleh masyarakat Indonesia yang ingin menambah kompetensi di bidang pemrograman dan machine learning.

Kepada DailySocial, Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf mengungkapkan, program pilot ini diluncurkan berdasarkan masukan dari pemerintah dan pihak terkait lainnya yang menginginkan partisipasi lebih dari perusahaan untuk mencetak talenta digital yang berkualitas.

“Khusus untuk program Bangkit, kita menargetkan mereka yang telah memiliki kemampuan pemrograman, coding, hingga matematika. Semua pelatihan akan dilakukan dalam Bahasa Inggris, didukung dengan materi pelajaran hingga mentor berkualitas.”

Bagi mereka yang tertarik untuk mengikuti program Bagkit, bisa mendaftarkan melalui platform Grow with Google. Setelah melalui proses perekrutan dan interview, peserta yang berhasil lolos akan mengikuti program selama 6 bulan secara gratis.

Untuk fase pertama, program Bangkit baru diadakan di kota seperti Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar. Menggandeng startup unicorn Indonesia seperti Tokopedia, Traveloka, dan Gojek. Targetnya merekrut 300 peserta.

“Alasan kami untuk fokus kepada machine learning karena Google sudah banyak menerapkan teknologi tersebut dan saat ini sudah banyak startup yang mulai menerapkan teknologi yang tergolong sudah sangat advance ini. Selain technical skill kami juga akan memberikan pelatihan soft skill seperti leadership hingga critical thinking untuk para peserta,” kata Randy.

Memanfaatkan momentum

Disinggung apakah program ini diluncurkan bersamaan dengan dilantiknya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Randy menegaskan program ini sebelumnya sudah menjadi rencana Google Indonesia. Memanfaatkan kemitraan dengan unicorns hingga pihak universitas, diharapkan bisa memberikan kontribusi.

Sebelumnya Google Indonesia juga telah memberikan pelatihan kepada pemilik bisnis UKM seperti Gapura Digital dan Women Will untuk perempuan. Google Indonesia mengklaim hingga saat ini telah melatih sekitar 1,6 juta orang di Indonesia.

Untuk memastikan program ini berjalan secara lancar dan tepat sasaran, nantinya Google juga akan menghadirkan mentor ternama dari Google sendiri. Mentor profesional dari Google Asia Pasifik siap membantu peserta program Bangkit.

“Pada akhirnya untuk peserta yang nantinya telah selesai mengikuti program Bangkit, bisa bekerja di perusahaan teknologi hingga startup di Indonesia. Mereka juga bisa membangun startup sendiri memanfaatkan pelajaran yang didapatkan dari program. Jika sesuai dengan kriteria tidak menutup kemungkinan mereka juga bisa bergabung dengan Google Indonesia,” kata Head of Education Programs Google Asia Pacific William Florance.

Disinggung apakah talenta Indonesia sudah siap dan memiliki kemampuan yang baik untuk meningkatkan skill set mereka, William menegaskan sudah banyak para programmer yang bekerja di perusahaan teknologi hingga startup unicorn Indonesia yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Melalui program Bangkit diharapkan jumlah tersebut bisa bertambah.

Memahami Istilah-istilah Teknis dalam Bisnis dan Produk Startup Digital

Melanjutkan pembahasan mengenai istilah yang sering digunakan dalam perbincangan bertema startup, kali ini DailySocial mencoba mengupas terkait kategori bisnis startup yang banyak dikembangkan di Indonesia. Juga varian teknologi yang sering dijadikan jargon dalam produk atau layanan startup digital.

Didasarkan pada sektor bisnis yang digarap, startup dikelompokkan ke dalam beberapa kategori bisnis berikut ini:

  • Agtech (Agriculture Technology); juga sering disebut agrotech, yakni sebutan bagi startup yang mengembangkan solusi di bidang pertanian. Produk untuk peternakan dan kelautan juga kerap dimasukkan ke dalam kategori ini – kendati sempat muncul istilah aquatech namun tidak begitu populer. Bentuk layanannya bermacam-macam, ada yang menawarkan sistem manajemen, pemantauan, penjualan, hingga pendanaan. Contoh startup: Aruna, Eden Farm, TaniHub, dll.
  • E-commerce; kategori pelaku usaha yang berkaitan dengan sektor niaga. Online marketplace juga bisa dimasukkan dalam kategori ini, walaupun ditinjau dari proses bisnis sering dianggap berbeda. E-commerce identik dengan B2C – brand menjual produk ke konsumen, sementara online marketplace identik dengan C2C – konsumen bertindak sebagai penjual dan pembeli. Seiring perkembangannya, platform seperti Tokopedia, Shopee dll mengakomodasi dua model tersebut.
  • Edtech (Education Technology); juga sering disebut edutech, adalah istilah untuk startup yang menggarap solusi seputar edukasi, baik untuk jenjang formal maupun non-formal. Varian layanannya meliputi materi digital, kursus online, hingga pencarian guru belajar. Contoh startup: Bensmart, Ruangguru, Zenius, dll.
  • Fintech (Financial Technology); yakni istilah untuk startup yang memberikan layanan keuangan digital. Jenis produknya mencakup pinjaman online, dompet digital, platform pembayaran, aplikasi investasi, dan urun dana. Di Indonesia setiap pemain fintech wajib terdaftar di Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan. Contoh startup: Bibit, Dana, Modalku, dll.
  • Healthtech (Health Technology); sering juga disebut medtech (medical technology) dan baru-baru ini mencuat istilah wellness, yakni produk startup yang menyasar pada layanan kesehatan dan pemenuhan gaya hidup sehat, seperti konsultasi dokter online, pembelian obat, pemesanan antrean klinik kesehatan, hingga perangkat lunak manajemen untuk institusi kesehatan. Contoh startup: Halodoc, Medigo, SehatQ, dll.
  • Insurtech (Insurance Technology); merupakan bisnis yang coba mendigitalkan manajemen produk asuransi, bentuknya berupa kanal informasi dan perbandingan produk, pemesanan layanan, hingga klaim asuransi. Contoh startup: Premiro, Qoala, Futuready, dll.
  • Legaltech (Legal Technology); beberapa sering menyebut lawtech (law technology), yakni produk startup digital yang meningkatkan akses, kemudahan, dan efisiensi penyelenggaraan jasa hukum, baik bagi masyarakat dan pemberi layanan termasuk advokat dan paralegal. Selain itu ada juga regtech (regulatory technology) sebagai segmen startup digital yang memberikan akses, meningkatkan kemudahan, dan efisiensi pelaku usaha untuk mematuhi berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.. Contoh startup: PrivyID, Justika, Lexar, dll.
  • Loyalty Platform; layanan startup yang memfasilitasi sistem keanggotaan untuk meningkatkan loyalitas pelanggan sebuah merek atau bisnis. Biasanya mencatat total transaksi pengguna untuk brand tertentu, lalu mengkonversinya menjadi poin yang dapat ditukarkan dengan hadiah. Contoh startup: GetPlus, Tada, Pomona dll.
  • New Retail; sering disebut juga dengan istilah online-to-offline (O2O), yakni startup yang mentransformasi ritel tradisional dengan sentuhan teknologi tanpa menghilangkan model bisnis yang sudah ada. Misalnya melengkapi toko kelontong dengan produk-produk dari e-commerce atau memfasilitasi toko ritel dengan aplikasi yang meningkatkan pengalaman belanja. Contoh: Kopi Kenangan, Warung Pintar, Wahyoo dll.
  • On-Demand; yakni startup yang mengemas jasa pemesanan suatu layanan melalui aplikasi. Misalnya layanan pemesanan dan pengantar makanan, layanan pemesanan jasa cuci baju, dan sebagainya. Contoh startup: Sejasa, Mr Jeff, Kulina, dll.
  • OTA (Online Travel Agency); yakni startup yang menyediakan produk akomodasi perjalanan melalui aplikasi, termasuk tiket perjalanan, hotel, dan pertunjukan di tempat wisata. Contoh: Airy, Tiket.com, Traveloka, dll.
  • POS (Point of Sales); yakni startup yang menyediakan produk pendukung bisnis ritel, membantu mencatat transaksi dan mengelola alur kas. Contoh: Cashlez, Moka, Qasir, dll.
  • Proptech (Property Technology); merupakan startup yang menyediakan layanan digital di seputar bisnis properti, dapat berbentuk kanal konsultasi, layanan jual beli, layanan sewa, dan lain-lain. Contoh startup: Travelio, Rumah123, 99.co, dll.
  • Ride Hailing; startup yang menyediakan aplikasi untuk pemesanan jasa transportasi. Contoh: Bonceng, Gojek, Grab, dll.

Namun demikian, kadang satu menerapkan model bisnis yang mengombinasikan beberapa kategori di atas. Contohnya yang dilakukan iGrow, mereka adalah startup pertanian (agtech) yang menyajikan layanan melalui mekanisme fintech. Atau 99.co, menyajikan layanan proptech melalui pendekatan berbasis marketplace.

Produk teknologi startup

Selain kategori bisnis, ada cukup banyak terminologi yang kini mengemuka terkait produk teknologi yang digarap startup. Berikut beberapa yang populer di Indonesia:

  • AI (Artificial Intelligence); diterjemahkan menjadi kecerdasan buatan, ialah mekanisme untuk membuat sistem komputer bekerja cerdas seperti manusia. Sistem diprogram agar mampu membuat keputusan secara mandiri dengan mempelajari pola aktivitas dan data yang terekam sebelumnya. Contoh cara kerjanya seperti ini, misalnya AI yang diterapkan pada fitur rekomendasi di aplikasi e-commerce. Program AI akan mengamati tingkah laku pengguna dalam periode tertentu, mencatat perilaku dominan dari pengguna – misalnya pengguna X lebih suka barang bermerek alih-alih mementingkan harga, sehingga ketika nantinya pengguna kembali menggunakan aplikasi dan mencari sesuatu, sistem akan merekomendasikan barang-barang terkait didasarkan pada popularitas merek, sehingga lebih sesuai dan membuat pengguna merasa terbantu. Istilah “automation” juga sering disematkan dalam produk digital, pada dasarnya itu merupakan proses dan mekanisme kerja yang dihasilkan AI.
  • AR (Augmented Reality) dan VR (Virtual Reality); istilah ini mengacu pada konten virtual, keduanya memiliki cara kerja yang berbeda. AR adalah konten virtual yang dikombinasikan dengan realitas memanfaatkan perangkat penangkap gambar (kamera). Contohnya aplikasi desain interior yang banyak beredar di Playstore atau App Store, melalui ponsel pengguna bisa menyimulasikan penempatan perabotan di rumah – perabotnya adalah objek 3D virtual, sementara tempatnya merupakan gambaran nyata dan real-time dari tangkapan kamera. Aplikasi Pokemon-Go yang sempat populer juga menggunakan pendekatan ini. Sementara VR merupakan konten yang sepenuhnya realitas virtual yang disuguhkan kepada pengguna untuk menyuguhkan sesuatu. Misalnya untuk membuat pengguna merasakan pengalaman berada di dunia permainan – sehingga membutuhkan perangkat tambahan.
  • Big data; yakni pemrosesan data dalam jumlah yang besar, biasanya dihimpun dari pemrosesan terus menerus tanpa henti, misalnya dari aktivitas pengguna di media sosial; di dalamnya termasuk kegiatan pengambilan, pemilahan, pembelajaran, penerjemahan, hingga visualisasi data. Salah satu terminologi turunan yang juga populer adalah data analytics (kegiatan analisis dari hasil pemrosesan data, biasanya setelah divisualisasikan) dan data science (ilmu yang khusus mempelajari pengelolaan data).
  • Blockchain; yakni sebuah sistem revolusioner yang menghubungkan antarjaringan komputer secara terdesentralisasi dan terdistribusi. Maksudnya seperti ini, dengan mekanisme blockchain transaksi data dapat dilakukan secara langsung – sesederhana si A dapat langsung mengirimkan sesuatu ke si B tanpa perantara. Dikatakan revolusioner karena sejauh ini memang kebanyakan sistem masih tersentralisasi. Sebagai contoh saat mengirimkan pesan melalui aplikasi, dalam proses yang lebih detail, pesan itu tidak langsung sampai ke penerima, namun harus melewati server aplikasi lalu disampaikan ke penerima, sehingga pada dasarnya pesan tersebut jadi ada beberapa salinan – di perangkat pengirim, di server aplikasi, dan di perangkat penerima. Blockchain berusaha mengubah semua itu, tidak ada lagi penerima dan tidak ada lagi duplikasi, pesan yang dikirimkan benar-benar berpindah dari pengirim ke penerima – layaknya saat orang memberikan benda fisik kepada orang lain, benda tersebut sepenuhnya berpindah.
  • Chatbot; sering disebut juga sebagai asisten virtual, yakni salah satu produk kecerdasan buatan yang diterapkan pada aplikasi pesan, memungkinkan komputer untuk memahami dan menjawab setiap pesan yang dikirimkan. Biasanya diintegrasikan dengan aplikasi bisnis yang dimiliki perusahaan pengembang, agar dapat melakukan aksi secara otomatis.
  • IoT (Internet of Things); merupakan konsep konektivitas antar perangkat melalui sambungkan internet. Contoh penerapannya seperti yang dilakukan dalam produk eFishery, mereka mengembangkan perangkat pakan ikan yang dilengkapi dengan sensor. Sensor tersebut bertugas melakukan transmisi data dan mengoperasikan perangkat. Terhubung melalui konektivitas internet, pengguna dapat memantau dan mengontrol kinerjanya melalui aplikasi khusus.
  • Machine Learning; merupakan salah satu komponen terpenting AI, yakni algoritma komputer untuk mempelajari data, mengenali pola, dan membuat model berdasarkan data historis.
  • NLP (Natural Language Processing); merupakan salah satu produk AI, bekerja dengan machine learning untuk membantu komputer untuk menganalisis, memahami, dan memperoleh makna dari bahasa manusia. Layanan chatbot memanfaatkan NLP dalam kienrjanya.
  • SaaS, PaaS, dan … as a Services lainnya; yakni jenis aplikasi atau platform berbasis internet yang dapat digunakan secara cepat dengan konfigurasi sederhana. Misalnya Software as a Services (SaaS) untuk aplikasi kasir, memungkinkan pengguna memiliki sistem manajemen toko tanpa harus mengembangkan sendiri, menginstal di perangkat secara manual, dan menyediakan server untuk penyimpanan data. Atau Infrastructure as a Services untuk sistem server, memungkinkan pengembang membuat dan mengelola server tanpa harus membeli perangkat komputer dan memasang sistem operasi secara manual. Biaya berlangganannya juga fleksibel, bergantung intensitas penggunaan.