Startup Distribusi Data Synchro Umumkan Perolehan Dana Awal 2,7 Miliar Rupiah

Layanan distribusi data Synchro mengumumkan perolehan dana awal $200 ribu (hampir 2,7 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh PT Multidata Rancana Prima. Dana tersebut akan digunakan untuk proses perekrutan, aktivitas operasional, dan membantu target ekspansi global. Synchro adalah jebolan program Indigo Creative Nation.

Didirikan tahun 2014 oleh Sindarta Gemilang, Argon Usman, dan Eko Sukaryanto, Synchro memiliki teknologi data channeling yang diklaim dapat mengkoneksikan berbagai data endpoint di perusahaan untuk membantu workflow data yang lebih cepat dan efisien. Synchro disebutkan telah memiliki beberapa klien korporasi dan pemerintahan, seperti Telkom Group, Bank Permata, dan Kemenpar.

Co-Founder dan Komisaris Synchro Sindarta Gemilang mengatakan, “Synchro telah mengkoneksikan lebih dari setengah juta data endpoint dan terus berkembang dengan cepat. Kami telah menyiapkan batasan baru [yang lebih baik] untuk perangkat Internet of Things [IoT]. Kami senang memiliki PT Multidata sebagai mitra strategis untuk membantu kami menjangkau visi kami: membuat dasar untuk berbagai hal yang membutuhkan konektivitas data.”

Sementara Direktur PT Multidata Rancana Prima Wifiksana Suhendra tentang pendanaan ini menyebutkan, “Synchro memberikan kami kepercayaan diri dan peluang untuk bekerja sama dengan berbagai entitas di berbagai bidang untuk menyelesaikan permasalahan ekosistem mereka yang kompleks dengan berbagai sumber data, basisdata, sistem operasi, data besar, dan proses online-to-offline.”

Produk-produk yang dicakup layanan Synchro misalnya solusi IoT untuk perkebunan, smart parking, logistik, traffic management, dan lainnya. Secara umum, Synchro membangun fondasi konektivitas data untuk membantu perangkat IoT berkomunikasi satu dengan yang lain secara seamless.

“Karena kami dapat menyinergikan teknologi kami di perusahaan apapun, kemungkinan [hasil produknya] tidak terbatas. Siapapun bisa menggunakan Synchro,” tutup Sindarta.

Tahap Pendanaan dan Peranannya dalam Roda Bisnis Startup

Pendanaan saat ini menjadi hal yang sangat umum dibutuhkan startup untuk akselerasi. Dengan banyaknya dana yang didapat membuat startup menjadi produktif dan berkembang pesat. Bagi startup pendanaan dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, seperti untuk hasil dari menyewa kantor yang lebih luas, membayar pekerja, serta menyiapkan dana untuk kampanye pemasaran, dan sebagainya.

Pendanaan sebagai investasi startup sendiri sebenarnya dapat didefinisikan lebih luas. Biasanya terbagi menjadi dua hal:

  1. Anda bisa mendapatkan pendanaan dari hasil tabungan Anda atau keluarga. Istilah ini biasa digunakan startup sebagai bootstrapping, yaitu menggunakan dana pribadi untuk tahap awal kelangsungan startup.
  2. Dengan mencari atau pitching ke investor sebagai bagian dari usaha investasi startup untuk mendapatkan dana dengan pembagian kepemilikan dalam startup yang Anda jalani.

Itulah mengapa startup membutuhkan pendanaan untuk bertahan dari tahap investasi. Namun, lebih beruntung lagi di era sekarang ini, banyak investor baik asing maupun lokal yang berani investasi pada startup.

Akses dan pitching ke investor pun tidak sesulit dulu, berkat kesuksesan para Founder hebat dari startup lokal. Maka dari itu, investor akhirnya melihat potensial startup di Indonesia sebagai target investasi.

Jika ingin mencari investor untuk pendanaan, ada baiknya Anda memahami beberapa stage dalam mendapatkan investasi ini:

Pre-Seed Funding

Pendanaan tahap awal ini menjadi angin segar bagi para founder startup. Namun, cara tersebut bukan dengan gegabah untuk bertemu investor skala besar. Ada cara lain yang bisa dilakukan startup dengan berkenalan dengan pihak angel investor, yang biasa tidak memiliki dana besar, tapi setidaknya mampu membiayai keperluan Anda di tahap awal.

Seed Funding

Melalui tahap ini lah kisaran dana investor bisa menyokong dana berkisar antara USD500 – 1 juta. Namun, pada putaran ini investor lebih memperhatikan startup yang Anda bentuk sesuai harapan. Beberapa startup di antaranya masih berada dalam seed funding adalah Taralite, KitaBisa, Kakoa Chocolate.

Adapun angel investor yang berada di tahapan ini, yaitu Cyber agen Venture, Fenox, East Venture, GEPI, ANGIN.

Pendanaan seri A sampai seri berikutnya

Tahap berikutnya dalam pendanaan startup setelah seed funding adalah pendanaan seri A. Startup ini pada umumnya sudah memiliki beberapa produk yang matang dan mendapat banyak klien, namun masih membutuhkan inovasi untuk terus growth. Kunci kesuksesan dalam tahap seri A ini adalah menemukan VC yang tepat, melihat dan mencari partner yang sesuai.

Setelah lanjutan dari pendanaan serieA, pada tahap seri B startup biasanya  sudah berumur 2-4 tahun dengan keuangan perusahaan akan diaudit oleh auditor publik sebelum dana masuk oleh investor untuk mengetahui kondisi riil kas startup.

Sehingga pada tahap seri C ini, startup sudah memasuki tahap dewasa. Umumnya dana funding ini digunakan untuk ekspansi produk dan membuka cabang secara nasional atau internasional.

Beberapa startup di Indonesia yang sudah mencapai pendanaan tersebut misalnya aCommerce, HappyFresh, YessBoss, eFishery, Jualo, Fabelio, HijUp.

IPO

IPO (Initial Public Offering) adalah tahap akhir “pendanaan” startup oleh investor, perusahaan Anda akan go public dan dijual sahamnya di pasar terbuka. Dengan adanya ini, startup Anda memiliki tahap yang paling lama untuk mendapat pendanaan. Biasanya, 5-10 tahun sebelum akhirnya startup memberanikan diri untuk IPO.

Dari pendanaan tahap akhir ini, startup yang akan melantai di bursa efek Indonesia, yaitu PT Mcash Integrasi (MCI) dan Kioson.

Layanan KTA Online JULO Peroleh Pendanaan Awal

JULO bukan Jualo atau Jualio. JULO, layanan peminjaman online yang bisa memberikan dana cepat tanpa agunan atau mudahnya KTA online, hari ini mengumumkan perolehan pendanaan awal, yang tak disebutkan jumlahnya, dari East Ventures, Skystar Capital, Convergence Ventures, dan sejumlah angel investor. Dana yang diperoleh akan digunakan untuk mengakselerasi misi JULO memberikan layanan finansial untuk seluruh masyarakat, khususnya yang tidak terjangkau perbankan.

JULO didirikan Adrianus Hitijahubessy, Hans Sebastian, dan Victor Darmadi yang bertemu saat sama-sama berkarier di Silicon Valley. Berdasarkan informasi yang kami peroleh, JULO memiliki dua produk, yaitu JULO Cicil (pinjaman KTA Rp2-8 juta dengan jangka waktu 3 – 6 bulan) dan JULO Mini (pinjaman KTA Rp 1 juta dengan jangka waktu 1 bulan). Yang dibutuhkan hanya KTP dan slip gaji. Secara umum tampak kemiripan bisnis antara JULO dan UangTeman.

Proses permintaan peminjaman dan penyertaan dokumen bisa dilakukan melalui aplikasi Android dengan verifikasi dalam jangka waktu maksimal 24 jam.

Co-Founder dan CEO JULO Adrianus Hitijahubessy dalam rilisnya menyebutkan:

“Ide JULO bermula ketika saya membangun solusi penilaian kredit berbasis AI untuk sebuah negara berkembang di perusahaan tempat kerja saya sebelumnya. Saya menyadari ketimbang membantu konsumen negara-negara Amerika Latin dan Afrika untuk memperoleh akses kredit, saya lebih baik membantu orang-orang di negara saya sendiri.”

“Setelah tinggal di luar negeri selama 20 tahun, saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan membangun JULO bersama co-founder saya,” lanjutnya.

JULO berusaha mengatasi permasalahan kurangnya akses ke peminjaman yang selama ini menjadi momok bagi 100 juta orang Indonesia. Selama ini pasar dikuasai oleh lintah darat, tetapi layanan berbasis online seperti JULO mencoba memberikan solusi yang lebih mudah dan bunga yang relatif lebih terjangkau.

Para investor memberikan pendanaan bagi JULO karena mereka percaya dengan latar belakang para pendiri yang memiliki pengalaman panjang di bidang teknis dan finansial.

Partner Skystar Capital Edward Gunawan menyebutkan pihaknya percaya bahwa memiliki algoritma penilaian kredit yang kuat merupakan kunci pembeda [JULO] dibanding startup p2p lending lainnya.

Sementara Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dengan optimis mengatakan, “JULO dapat menawarkan bunga yang secara signifikan jauh lebih rendah dibanding kompetitor (online dan offline) karena penilaian risiko kredit yang jauh lebih baik, dibantu oleh algoritma proses underwriting yang berbasis machine learning.”

Application Information Will Show Up Here

Qlue Berikan Investasi Tahap Awal kepada Nodeflux

Apa yang terbayang ketika mendengar istilah smart city? Ya, sebuah kemegahan dan kemudahan akses di sektor publik yang didukung oleh kemampuan teknologi. Untuk merealisasikan visi tersebut secara berkesinambungan, belum lama ini pengusung produk berbasis smart city Qlue menjalin kerja sama khusus bersama pengembang piranti cerdas Nodeflux.

Kerja sama strategis ini dimulai dengan seed investment (investasi tahap awal) yang diberikan oleh Qlue kepada Nodeflux. Terkait dengan jumlah investasi yang diberikan tidak diinformasikan, yang pasti proses ini menjadikan Qlue sebagai salah satu pemegang saham startup yang didirikan Meidy Fitranto dan Faris Rahman.

[Baca juga: Nodeflux Kombinasikan Komputasi Pintar untuk Ragam Kebutuhan Analisis]

Kepada DailySocial, Meidy menceritakan terkait dengan kolaborasi yang akan dijalin bersama Qlue. Ia memaparkan, “Banyak sekali untuk kolaborasi yang bisa dikembangkan. Dan memang dalam banyak cases kita jalan beriringan, karena pasar klien dari Qlue secara umum sudah memiliki banyak CCTV yang sudah ter-deployed, jadi bisa kita manfaatkan untuk dijadikan pintar dan akan dikombinasikan dengan dashboard analytics Qlue.”

Sudah mulai memaksimalkan kolaborasi kedua teknologi

Kami juga menghubungi CEO Qlue Rama Raditya untuk menanyakan seputar kolaborasi antar dua startup ini. Pasca investasi ini, yang dilakukan Qlue adalah mengadopsi teknologi yang dimiliki Nodeflux ke dalam sistem smart city miliknya.

Salah satu yang sedang dikerjakan adalah proyek bersama kepolisian. Yang dilakukan adalah banyak hal, yakni melakukan analisis terhadap sesuatu yang terdeteksi oleh kamera CCTV yang dipasang. Mulai untuk menganalisis obyek, kepadatan lalu lintas, pendeteksi wajah dan sebagainya. Harapannya terbangun sebuah sistem yang nantinya akan membantu di banyak hal, seperti menemukan buronan atau pengaturan lalu lintas berdasarkan analisis trafik lalu lintas.

Rama juga menceritakan saat ini sedang bekerja sama dengan salah satu perusahaan ojek online. Fungsinya untuk mendeteksi sebaran driver di suatu wilayah. Yang jelas adanya platform Nodeflux membuat apa yang disajikan Qlue menjadi lebih komprehensif dan lebih terukur.

[Baca juga: Qlue Tak Ingin Sekedar Jadi Layanan Pelaporan Warga]

“Jadi yang kita adopsi adalah sistem analisis big data dan machine learning ke dalam dashboard smart city yang kami miliki. Masih banyak inisiatif berbasis IoT yang bakal kita setup bersama Nodeflux ke depannya, untuk menguatkan platform smart city yang kami miliki,” ujar Rama dalam sebuah kesempatan wawancara.

Saat ini Nodeflux berkantor di tempat yang sama dengan Qlue. Meidy dan Rama sama-sama mengutarakan bahwa dengan menyatunya ruang kerja, keduanya dapat berkolaborasi lebih mendalam untuk mengembangkan solusi kota pintar bersama-sama.

“Awalnya saya lihat website-nya, tertarik dan langsung invest. Karena saya memang suka mereka [Nodeflux], banyak proyek kita saat ini juga dikerjakan oleh mereka, khususnya yang membutuhkan solusi analisis Nodeflux,” pungkas Rama.

Ahlijasa Peroleh Seed Funding dari Sejumlah Investor

Ahlijasa salah satu startup on-demand untuk bidang jasa di Indonesia mengumumkan telah berhasil mengamankan pendanaan seed funding. Jumlah investasi tidak disebutkan, sedangkan investor yang terlibat di antaranya Indogen Capital, Fenox VC dan 500 Startups.

Sebelumnya di tahun 2016 Ahlijasa sudah mendapatkan pendanaan pre-seed dari angel investor berbasis di Singapura. Pendanaan kali ini membuka peluang Ahlijasa untuk semakin mengakselerasi bisnisnya dengan rencana-rencana strategis.

Indogen Capital, salah satu venture capital yang berbasis di Jakarta yang terlibat dalam putaran pendanaan kali ini percaya bahwa Ahlijasa memiliki potensi yang besar dan bisa menjadi pemimpin pasar di sektor on demand jasa. Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto menjelaskan bahwa pihaknya selaku investor melihat tim pendiri Ahlijasa memiliki kemampuan untuk membawa Ahlijasa menjadi salah satu pemimpin di ekosistem yang ada.

“Kami juga dapat membantu mereka untuk lebih meningkatkan sistem mereka,” lanjut Chandra.

Sementara itu Fenox VC yang juga terlibat dalam akselerasi bisnis Ahlijasa (Ahlijasa menjadi salah satu angkatan pertama GnB Accelerator Program yang didukung Fenox VC) melalui CEO mereka Anis Uzzaman mengatakan bahwa pihaknya sangat percaya bahwa Ahlijasa akan segera bisa menjadi pemimpin pasar. Ahlijasa disebut telah memulai perjalanannya dengan industri kunci dan akan dapat mengembangkan ke berbagai industri yang berbeda dengan pendanaan kali ini.

Peningkatan layanan

Ahlijasa pertama kali diluncurkan pada September tahun 2015. Kala itu mereka mengusung tiga buah layanan utama, yakni laundry, servis AC dan home cleaning. Sejak akhir tahun 2016 Ahlijasa mulai fokus pada layanan laundry. Mereka menawarkan layanan penjemputan dan pengiriman langsung ke pelanggan. Pelanggan dapat memasukkan sebanyak mungkin pakaian mereka di tas laundry yang terstandardisasi dan membayar biaya tetap Rp49.000 per kantong.

Dengan dana yang didapatkan dalam putaran ini rencananya akan digunakan untuk memperbaiki layanan mereka untuk terus meningkatkan kualitas layanan. CEO Ahlijasa Jay Jayawijayaningtyas mengungkapkan:

“Kami ingin meningkatkan penawaran produk kami dan memperkenalkan layanan kami ke lebih banyak pelanggan di daerah sekitar Jakarta sebelum kita berekspansi ke kota lain di Indonesia.”

Selain itu Jay juga mengungkapkan pihaknya berencana akan menambah tim khususnya untuk tim teknologi. Sejak lulus dari program GnB Accelerator Program Ahlijasa disebut berhasil meningkatkan tiga kali lipat pengguna mereka. Sekarang Ahlijasa sudah bisa dinikmati di Jabodetabek dan sudah tersedia untuk aplikasi berbasis iOS.

Application Information Will Show Up Here

Bareksa Peroleh Investasi Tahap Awal dari Pemegang Saham DOKU

Marketplace finansial Bareksa mengumumkan perolehan dana segar dengan nilai yang tidak disebutkan dari salah satu pemegang saham DOKU yakni PT Gemilang Dana Sentosa lewat skema rights issue. Investor tersebut kini menguasai 20% saham Bareksa dari total keseluruhan saham.

Dana segar yang diperoleh Bareksa akan dipergunakan untuk membangun dan meluncurkan unit bisnis baru, mengembangkan platform, menambah jumlah talenta, seiring targetnya yang ingin menjadi marketplace finansial terintegrasi terbesar di Indonesia.

Perolehan dana segar ini merupakan pertama kalinya diperoleh Bareksa sejak dua tahun berdiri. Selama ini perusahaan masih menggunakan dana sendiri atau bootstrap untuk proses bisnisnya.

“Kami merasa Bareksa adalah platform yang tepat untuk mendekati kalangan orang-orang yang belum tersentuh layanan finansial, terutama reksa dana. Segmen tersebut masih jauh dari perbankan karena pengetahuan masyarakat yang masih terbatas. Bareksa kami yakini dapat menjembatani hal tersebut dengan memberikan layanan yang user friendly,” terang CEO DOKU Thong Sennelius, Kamis (6/4).

Co-Founder dan Presiden Direktur Bareksa Karaniya Dharmasaputra menambahkan pihaknya memilih investor dari DOKU dikarenakan perusahaan tersebut adalah salah satu pemain mobile wallet dan payment gateway terbesar di Indonesia, sehingga dinilai memiliki prospek yang strategis ke depannya.

Sebelum investor dari DOKU masuk ke Bareksa, sebelumnya kedua perusahaan telah menjalin kemitraan dalam menyediakan fitur reksa dana online dalam platform mobile wallet DOKU.

“Sebetulnya kami telah mengadakan pembahasan serius dengan tiga calon investor, di antaranya terdapat dari asing yang serius mengajukan minat. Akhirnya setelah pembicaraan intensif dan due dilligence, pilihan jatuh ke DOKU. Masuknya DOKU memiliki nilai strategis bagi perkembangan Bareksa ke depan,” kata Karaniya.

Hadirnya DOKU, diharapkan akan membuat sinergi antar kedua perusahaan jadi makin erat. Salah satu realisasi kerja sama yang kemungkinan bakal dilakukan yakni mengintegrasikan proses transaksi di Bareksa akan jadi lebih sederhana dan mudah dengan teknologi mobile payment DOKU. Biaya transaksi nasabah juga dapat ditekan dibandingkan dengan biaya bank.

Selain mendapat suntikan dana segar, Bareksa juga mengumumkan bergabungnya Mahendra Siregar di perusahaan dengan jabatan Presiden Komisaris. Sebelumnya, Mahendra menjabat sebagai mantan Kepala BKPM dan Wakil Menteri Keuangan. Saat ini Beliau aktif berperan dalam mendorong perkembangan ekonomi digital dan fintech di Tanah Air.

Target bisnis Bareksa

Sepanjang tahun ini, Karaniya menargetkan pihaknya dapat menghimpun lebih dari 100 ribu nasabah reksa dana dengan total dana yang diinvestasikan sekitar Rp500 miliar. Adapun saat ini, Bareksa tercatat telah memiliki lebih dari 32 ribu nasabah dengan total dana yang telah diinvestasikan hampir Rp200 miliar.

Untuk mencapai target, perusahaan berencana untuk terus menambah portfolio produk reksa dana dengan menggaet lebih banyak perusahaan aset manajemen. Dalam platform Bareksa kini baru menampung 111 produk reksa dana yang diterbitkan oleh 24 perusahaan aset manajemen.

“Produk reksa dana di Indonesia jumlahnya sekitar 1.000 lebih. Tidak semua produk bisa masuk ke kami karena harus melalui filter, kami hanya melihat produk yang memiliki kinerja yang baik sebab tujuan akhirnya adalah membantu masyarakat berinvestasi.”

Selain itu, pihaknya juga akan meluncurkan unit bisnis keuangan baru yang akan berdiri di bawah nama Bareksa. Produk tersebut diharapkan dapat segera dirilis dalam kurun waktu setahun mendatang, saat ini perusahaan masih membangun versi beta.

Sayangnya, Karaniya enggan membeberkan lebih detil mengenai rencana tersebut. Dia hanya menegaskan kehadiran bisnis baru tersebut bakal melengkapi strategi Bareksa menjadi marketplace finansial.

“Saat awal kami berdiri, inisiatif awal memang sengaja masuk dengan produk reksa dana. Langkah berikutnya menghadirkan produk keuangan lainnya di bawah bendera Bareksa.”

Perusahaan juga akan terus memperkuat penetrasi mereknya ke tengah masyarakat dengan menggandeng perusahaan teknologi lainnya. Dalam pipeline Bareksa, bakal ada lima hingga enam kerja sama baru sepanjang tahun ini.

Seiring dengan target tersebut, Karaniya juga akan mempersiapkan penggalangan dana tahap kedua untuk mendukung bisnis Bareksa. Dia berharap dana segar akan diperoleh kembali paling lama 1,5 tahun dari sekarang.

Pengembang Layanan Mobile Payment Ayopop Dapatkan Seed Funding USD$1 Juta

Startup pengembang platform pembayaran Ayopop hari ini mengumumkan telah mendapatkan seed funding sebesar USD$1 juta (Rp13.3 miliar) dari beberapa investor yang dipimpin oleh GREE Ventures. Jajaran investor tersebut termasuk di dalamnya serial entrepreneur Sandep Tandon. Investasi ini akan difokuskan untuk memperluas kemampuan teknologi Ayopop. Selain itu juga akan digunakan untuk perluasan pangsa pasar, termasuk menjalin kemitraan dengan bisnis e-commerce, pemain pasar tradisional dan perusahaan jasa keuangan.

Nila Kapur dari GREE Ventures mengungkapkan bahwa pihaknya begitu meyakini bahwa layanan payment semacam Ayopop akan memerankan peran penting di lanskap fintech Indonesia selama beberapa tahun ke depan, mengingat berbagai masalah dalam sektor ini masih banyak yang belum terselesaikan. Pertimbangan lain ialah terkait dengan visi tim Ayopop, dipadukan dengan pengalaman di bidangnya serta kemampuan memadukan teknologi untuk kebutuhan komersial membuat para investor makin yakin untuk menggelontorkan investasi tersebut.

Seperti diketahui sebelumnya, platform Ayopop menyediakan sistem pembayaran untuk kalangan konsumer di Indonesia. Dengan mengunduh aplikasi Ayopop di platform iOS dan Android, pengguna dapat melakukan ragam pembayaran seperti tagihan listrik, air, internet hingga pulsa prabayar.

Terdapat dua nama di barisan Co-founder Ayopop yang banyak memberikan pengaruh pada akselerasi bisnis. Pertama ada Jakob Rost, sebelumnya ia bekerja di Lazada Indonesia sebagai Managing Director selama tiga tahun, ia dikenal sebagai seorang yang ahli di bidang finansial. Kamudian ada juga Chiragh Kirpalani yang mendedikasikan dirinya sebagai tim pengembangan produk, sebelumnya ia bekerja menjadi Product Head di Times Internet.

Di akhir tahun 2015 keduanya memutuskan untuk berjalan bersama membangun bisnis Ayopop di Indonesia.

“Kami melihat ini (pendanaan ini) sebagai validasi untuk konsep kami,” ujar Jakob.

Jakob melanjutkan, “Kebanyakan orang Indonesia masih membayar tagihan mereka secara offline. Perilaku ini akhirnya bergeser secara online dan karena itu kami menawarkan potensi besar untuk perusahaan-perusahaan seperti kita. Dan ini baru permulaan. Fokus sepenuhnya pada pembayaran digital memungkinkan kami untuk bergerak cepat sementara menawarkan proposisi nilai unik seperti instan 24 jam dukungan pelanggan dalam app dan lebih hidup.”

Saat ini tim Ayopop di Indonesia telah beranggotakan 30 staf. Saat ini pihaknya mengaku tengah terus mematangkan tim produk dan mempelajari perilaku pengguna di Indonesia. Termasuk saat ini tengah mengembangkan sebuah algoritma khusus untuk menunjukkan kebutuhan tersebut.

“Ada banyak hal yang perlu dibangun di sini dan kami secara aktif terus bergerak di ruang fintech (di Indonesia),” sambung Chiragh.

Application Information Will Show Up Here

#SelasaStartup Episode 1, Menyelami Lingkup Pendanaan Seri A

Berbicara soal membangun bisnis startup jelas tidak bisa lepas dari urusan pendanaan. Lingkup perusahaan teknologi sangat akrab dengan beberapa fase bisnis perihal urusan pendanaan; fase seed, Seri A, Seri B, Seri C, dan seri-seri berikutnya hingga saham perusahaan siap dijual di pasar saham, atau tahap IPO (Initial Public Offering).

Sebelum terlalu jauh mengenal ronde-ronde dalam pendanaan tersebut, mereka yang berencana mendirikan startup, maupun yang telah mengenyam aliran dana di fase seed, umumnya punya satu pertanyaan sama: bagaimana kita mendapatkan pendanaan untuk tahap Seri A?

“Saat product dan market sudah fit, barulah waktunya pendanaan seri A,” terang Co-Founder dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra dalam event #SelasaStartup.

#SelasaStartup adalah acara bulanan yang membahas seputar industri teknologi dari perspektif, yang mencakup di antaranya seperti startup, investasi, pendanaan, inovasi teknologi, dan sejenisnya, dan diselenggarakan oleh DailySocial.

Pada Selasa (21/03) malam kemarin, #SelasaStartup memulai edisi perdananya menyoal satu topik yang menjadi buah bibir bagi tengah mencari sumber dana untuk bisnis teknologi rintisannya. Andi mengisi sharing session ditemani Wiku Baskoro, Co-Founder dan Editor-in-Chief DailySocial.

Andi, yang baru saja menerima dana segar tahap Seri A dari sebuah venture capital milik Bank BUMN bersama Amartha, menceritakan pengalamannya mengembangkan produk sampai teknis menyusun proposal ke investor.

“Ungkapan ‘we are here to change the world’ itu bukan hal yang ambisius,” ujar Andi, menyentil sedikit tentang dorongan dalam berinovasi.

Inovasi inilah yang kemudian berkaitan erat dengan bagaimana perspektif pemodal kala memutuskan untuk berinvestasi di sebuah startup. Berdasarkan apa yang dirasakannya, Andi menjelaskan bagaimana harapan investor yang ingin startup yang didanainya menjadi the next big things di Indonesia.

“Enggak perlu jadi the next Facebook di dunia deh, paling enggak jadi the next Facebook di regional.”

Memulai dengan bootstrapping maupun pendanaan dari angel investor menjadi keuntungan tersendiri bagi Andi. “Waktu seed itu masih leluasa untuk trial-error ke produk,” ujarnya.

Semakin besar skala perusahaan, semakin tinggi pula tanggung jawab yang mesti diemban. Menginjak tahapan Seri A, ruang untuk “coba-coba”sedikit menyempit dan valuasi bisnis pun kemudian menjadi satu pekerjaan rumah sendiri.

Pertanyaan yang muncul mengenai valuasi adalah tentang memulainya. “Bagaimana menghitung valuasi? Ceritakan saja dengan jujur apa yang menjadi strength dan weakness,” terang Andi.

“Di Indonesia itu lebih generik penentuan valuasinya. Bukan jumlah user berapa banyak, tapi produknya fit ke market enggak?”

Dibutuhkan nilai tambah produk untuk memenangkan hati investor dan mendapat valuasi yang tepat. Andi merasa Amartha telah melakukan hal itu dan ia sepenuhnya sadar bahwa investor berupaya mengeruk untung sebesar-besarnya di tengah peer-to-peer lending platform-nya yang dekat dengan kegiatan sosial.

“Bisnis dan sosial bukan hal yang harus dipisahkan dan harusnya bisa paralel. Amartha melihat bahwa para UKM ini bukan memposisikan tangan di bawah, tapi mereka mencari mitra kerja. Makin ke sini orang mulai berpikir bukan how much product you can make, tapi how much value you can bring to community,” jelas Andi.

Marketplace Pengembang Aplikasi Worktrees Dapatkan Pendanaan Awal

Software developer marketplace  Worktrees hari ini mengumumkan perolehan seed funding dari angel investor Grace Tahir yang didukung ANGIN (Angel Investment Network Indonesia). Nilai pendanaan yang diberikan tidak disebutkan. Pendanaan ini akan digunakan untuk pengembangan tim, khususnya tim developer dan pemasar, sehingga dapat menyempurnakan portofolio produk yang dimiliki dan mendorong Worktrees semakin dikenal di masyarakat luas.

Dalam pendanaan ini tidak ada kesepakatan khusus untuk memasukkan Grace Tahir ke board perusahaan. Kendati demikian, pihak Worktrees mengatakan kepada DailySocial pihaknya tetap berinisiatif memberikan wewenang kepada Grace dalam mendampingi, memantau, dan memberikan saran kepada bisnisnya.

“Kami bersedia menerima pendanaan yang diberikan oleh Ibu Grace, karena dengan melalui background yang dimiliki Ibu Grace dalam bidang IT serta pengalaman yang ia miliki di dalam bidang startup, tentunya merupakan suatu hal yang baik dan berharga bagi startup kami. Sehingga Worktrees dapat berkembang dan dapat memberikan layanan terbaik kepada para pengguna kami.”

Worktrees sendiri didirikan oleh Michael Tjoeng, Denindra Resky, dan Kenny Djoni tahun lalu. Startup ini fokus pada pengembangan marketplace untuk produk dan layanan berbasis web, mobile app, desain hingga pengembangan game. Sebelumnya startup tersebut juga berpartisipasi dalam program akselerasi Startup Weekend dan MaGIC.

Sementara Grace Tahir selain aktif berinvestasi sebagai angel investor juga menjadi bagian dari startup di bidang kesehatan, yakni Medico dan Dokter.id. Melalui kanalnya, baik Mayapada Group ataupun ANGIN, Grace juga kerap memberikan investasi kepada startup, termasuk Talenta.

Platform Cicilan Ringan untuk Mahasiswa Cicil Bukukan Pendanaan Awal dari East Ventures

Cicil, perusahaan fintech untuk pengajuan cicilan ringan sebuah produk, mengumumkan telah berhasil membukukan pendanaan awal dalam jumlah yang tidak diungkapkan dari East Ventures. Dana segar ini akan digunakan untuk mempercepat misi Cicil dalam membawa inklusi keuangan kepada mahasiswa universitas yang merupakan target pasar utamanya. Ke depannya, Cicil juga berencana untuk bisa membantu kebutuhan biaya kuliah para penggunanya.

Co-Founder Cicil Leslie Lim melalui keterangan medianya mengatakan, “Kami menyadari bahwa akses keuangan relatif langka bagi mahasiswa Indonesia. Contohya ketika mereka perlu membeli laptop mahal untuk sekolah, [biasanya] kesulitan mendapatkan bantuan keuangan untuk membayar biaya muka yang besar. Oleh karena itu, kami datang dengan keinginan untuk membantu memecahkan masalah ini.”

Siswa dapat mengajukan cicilan produk melalui Cicil setelah mengisi formulir aplikasi yang ada dalam platform. Setelah itu, sistem big data analytics Cicil akan menilai kelayakan siswa yang akan mengajukan kredit berdasarkan profil mereka. Jika pemohon disetujui, maka Cicil akan membeli produk dari platform e-commerce yang dipilih oleh siswa dan siswa dapat membayar cicilan tanpa menggunkan kartu kredit.

Leslie mengatakan, “Berkaitan dengan batas kredit, kami tidak memiliki nilai tetap di situ, karena hal itu akan tergantung pada seberapa kuat profil aplikasi siswa. Semakin baik profilnya, semakin tinggi batas kredit yang disetujui.

[Kiri-kanan] CFO dan Co-Founder Cicil Edward Widjonarko, Managing Partner East Ventures Wilson Cuaca, dan CEO Cicil Leslie Lim / DailySocial
[Kiri-kanan] CFO dan Co-Founder Cicil Edward Widjonarko, Managing Partner East Ventures Wilson Cuaca, dan CEO Cicil Leslie Lim / DailySocial
“Mengenai cara pemilihannya, kami mencoba untuk menghargai siswa yang bertanggung jawab dan berusaha lebih dalam pendidikan universitas mereka. Jadi, memiliki IPK tinggi atau menjadi lebih aktif dalam organisasi universitas akan sangat membantu,” lanjutnya.

Managing Partner East Ventures Wilson Cuaca menambahkan, “Salah satu tesis East Venutres adalah ‘post-millennial market’. Kami ingin terlibat dengan kelompok konsumen masa depan ini dan Cicil siap untuk mengatasi itu. Kami percaya Leslie dan Edward berada dalam posisi yang baik untuk menangkap peluang ini.”

Menargetkan konsumsi kredit kepada mahasiswa, Cicil mencoba melayani segmen mahasiswa yang belum tersentuh oleh layanan kredit bank. Dengan penetrasi kartu kredit yang hanya mencapai satu persen dan penetrasi perbankan yang mencapai 20 persen, pelajar di Indonesia saat ini memiliki akses pembiayaan terendah di Asia tenggara. Kehadiran Cicil bertujuan untuk memecahkan masalah ini, membantu akses finansial yang lebih baik untuk sekitar enam juta pelajar di Indonesia ketika menempuh masa studi empat tahun mereka.

“Dengan Cicil, siswa akan mampu membayar barang yang mereka butuhkan dalam angsuran bulanan, […] tanpa menggunakan kartu kredit. Kami berharap ini akan mengurangi beban mereka yang harus menyimpan selama berbulan-bulan untuk membeli barang-barang tersebut. Di masa depan, kami juga menjajaki ide untuk membantu siswa dengan kebutuhan biaya kuliah mereka,” tandas Edward Widjonarko, Co-Founder Cicil lainnya.