BintanGO Rampungkan Pendanaan Lanjutan Senilai $2.2 Juta (Updated)

BintanGO dikabarkan tengah menggalang pendanaan lanjutan. Menurut data yang dihimpun VentureCap Insight, investor terdahulu seperti Investible dan eWTP Tech Innovation Fund kembali andil dalam putaran terbaru ini.

Kepada DailySocial Co-Founder dan CEO BintanGO Jason Lee memberikan konfirmasi terkait pendanaan lanjutan yang telah diterima senilai $2.2 juta. Putaran pendanaan ini diikuti oleh Contents Technologies, Transcend Capital Partners, serta investor mereka sebelumnya seperti Investible dan eWTP Tech Innovation Fund, bersama dengan investor lokal Indonesia.

Pendanaan baru berupa utang dan ekuitas merupakan kelanjutan dari putaran pendanaan awal $2.1 juta perusahaan pada April 2022, menjadikan total pendanaan yang berhasil dikumpulkan mencapai $4.8 juta.

Sejumlah investor lain seperti Transcend Capital Partners, Astor Management, dan Beyond Creative Global juga sudah menaruh dana. Sejauh ini telah dibukukan nominal $1,3 juta — diperkirakan masih akan terus bertambah seiring upaya fundraising yang dilakukan.

“Kami sangat senang dapat memperluas layanan kami dengan live commerce di berbagai platform di Indonesia, memberikan kesempatan tak tertandingi bagi brand untuk berinteraksi dengan konsumen, meningkatkan penjualan, dan memperkuat kehadiran brand mereka dengan kreator konten. Live commerce akan terintegrasi dengan fitur-fitur kami yang sudah ada, termasuk pemilihan pencipta, pengelolaan kampanye, dan pelaporan kampanye.” kata Jason.

Tahun 2022 lalu, BintanGO telah merampungkan putaran pendanaan awal senilai $2,1 juta. Pendanaan ini dipimpin Investible dan eWTP Tech Innovation Fund dengan partisipasi dari Farquhar, Plug and Play, Aksara, Redbadge Pacific, Moonshot Ventures, Mulia Sky Capital, dan United Creative.

Sejumlah angel investor turut terlibat di putaran ini, termasuk eksekutif dan mantan eksekutif dari YouTube, Facebook, dan Google. Tahun 2021 perusahaan juga telah mengantongi pendanaan pre-seed dari Flash Ventures senilai $500 ribu.

Diluncurkan tahun 2021, BintanGO didirikan oleh Jason Lee dan Oktorika Mandasari. Platform tersebut memiliki misi untuk memberikan solusi yang didukung oleh teknologi untuk membantu content creator menyederhanakan dan mengelola bisnis mereka dengan lancar. Solusi ini mencakup produktivitas, monetisasi, dan solusi keuangan.

Platform ini menyerupai platform SaaS yang menyediakan alat produktivitas dan monetisasi serta solusi keuangan bagi pembuat konten untuk membantu mereka mengelola dan mengembangkan bisnisnya.

Maraknya platform pendukung influencer dan konten kreator

Di Indonesia sendiri saat ini sudah banyak platform yang mendukung para influencer dan konten kreator dengan menghadirkan layanan dan fitur yang relevan. Di antaranya adalah TipTip, UpBanx, Partipost, IDN Creator Network, AnyMind Group, Hiip, Noice, Famous Allstars (FAS) hingga Lynk.id.

Berdasarkan laporan yang dirangkum oleh INSG tercatat, kegiatan pemasaran memanfaatkan influencer di kawasan Asia Tenggara diprediksi akan mencapai $2,59 miliar pada tahun 2024, menjadikan Indonesia sebagai pasar yang lebih menjanjikan bagi brand dan marketer.

Lebih dari 91% brand di Indonesia telah meningkatkan anggaran pemasaran mereka pada tahun 2022. Sebuah studi pada tahun 2020 mencatat, bahwa 62% konsumen online Indonesia dipengaruhi oleh rekomendasi dari influencer sebelum melakukan pembelian. Laporan tersebut juga mengungkapkan, konsumen online Indonesia lebih memilih mengikuti/follow akun media sosial para influencer daripada akun bisnis brand.

Di tahun 2022 juga tercatat, sebanyak 68% brand global telah berinvestasi lebih banyak anggaran pemasaran mereka kepada pemasaran influencer. Hal ini menunjukkan bahwa brand di Indonesia semakin menyadari manfaat dari influencer marketing sebagai saluran paling efektif untuk kegiatan pemasaran mereka.

Application Information Will Show Up Here

Beleaf Amankan Pendanaan Seri A 103 Miliar Rupiah Dipimpin Alpha JWC Ventures

Startup agritech Beleaf hari ini (01/8) mengumumkan pendanaan seri A senilai $6,85 juta atau lebih dari Rp103 miliar dipimpin oleh Alpha JWC Ventures. Putaran ini melanjutkan pendanaan tahap awal yang berhasil diraih pada akhir 2022 lalu. Turut berpartisipasi dalam putaran ini investor baru Openspace dan beberapa angel investor.

Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengungkapkan bahwa Beleaf secara konsisten menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Penawaran end-to-end mereka memberdayakan petani untuk mencapai produktivitas dan kualitas yang lebih tinggi, juga ekonomi dan pengalaman bertani yang lebih baik.

“Karena Beleaf terus melampaui tonggak pertumbuhan dan profitabilitas mereka, kami sangat yakin akan potensi mereka untuk merevolusi sektor pertanian dalam jangka panjang,” ungkapnya dalam keterangan resmi.

Beleaf sendiri memosisikan diri sebagai bisnis agritech komprehensif dengan layanan yang fokus pada Farming as a Service (FaaS). Perusahaan memiliki misi untuk meningkatkan hasil dan produktivitas petani lokal di seluruh Indonesia, dan pada akhirnya meningkatkan mata pencaharian mereka.

Rencananya, dana segar yang diterima akan digunakan untuk memperluas jaringan petani yang saat ini berjumlah 145, agar bisa mencapai setidaknya 2.000 petani pada akhir tahun 2024. Program FaaS ini disebut telah meningkatkan hasil dan pendapatan banyak petani, terbukti dengan keberhasilan distribusi 700 ton produksi pada Mei 2023.

Perusahaan juga akan memantapkan kehadirannya di pasar pertanian utama Indonesia dan negara-negara tetangga. Beleaf menargetkan untuk segera memperluas jaringan pertaniannya ke beberapa daerah baru termasuk Bali, Medan, dan Lembang. Pihaknya akan mendirikan peternakan R&D di lokasi tersebut sebagai basis untuk meluncurkan jaringan FaaS di seluruh negeri.

Selain itu, pendanaan akan digunakan untuk menggandakan rantai pasokan dan divisi komersial untuk meningkatkan efisiensi operasi, dan memperluas jejak penjualannya ke negara-negara baru. Beleaf juga akan terus mendorong pengembangan perangkat IoT dan Beleaf OS untuk lebih mengaktifkan layanan FaaS dan meningkatkan hasil panen petani.

Direktur Eksekutif Openspace Ian Sikora mengungkapkan bahwa ia telah menilai sejumlah besar perusahaan rintisan agribisnis, dan melihat kemajuan awal Beleaf yang menonjol. “Pendekatan full-stack pada tanaman terpilih memungkinkan mereka untuk mencapai pertumbuhan yang cepat, terutama melihat mereka mencapai margin terbaik dalam kategorinya,” ujarnya.

Pengembangan Farming as a Service

Ragam produk sayur kemasan yang disediakan Beleaf / Beleaf

Didirikan pada tahun 2019 oleh Amrit Lakhiani, Beleaf mengawali bisnis sebagai merek hidroponik premium yang menawarkan berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Seiring pertumbuhan bisnis dan pengalaman mengelola pertanian mereka sendiri, perusahaan mulai mengembangkan produknya ke manajemen pertanian yang didukung teknologi.

Beleaf meluncurkan program Farming as a Service pada tahun 2022, melibatkan petani di Puncak dan Bandung dengan manajemen pertanian yang dimungkinkan oleh teknologi. FaaS sudah dengan cepat menyelesaikan beberapa tantangan mendesak di sektor ini. Meskipun merupakan negara agraris, potensi Indonesia masih belum teroptimalkan dan ketergantungannya pada impor hasil pertanian masih tinggi.

Berdasarkan laporan ResearchandMarkets, pasar agritech Indonesia tumbuh pada CAGR ~39,7% berdasarkan pendapatan yang dihasilkan selama tahun fiskal 2016-2021. Sub vertikal Farming as a Service (FaaS) mendominasi Pasar Agritech di Indonesia berdasarkan pendapatan yang dihasilkan pada tahun fiskal 2021 diikuti oleh sub vertikal AgriTech, Agri Fintech, Market Access, dan Agri Biotech.

Founder dan CEO Beleaf  Amrit Lakhiani mengaku pihaknya menyadari bahwa alih-alih membangun lebih banyak pertanian sendiri, mereka memiliki sesuatu yang dapat diterapkan secara luas dan lebih kuat.

“Kami dapat menggunakan keahlian kami dan teknologi yang telah kami ciptakan untuk memberikan keuntungan yang sama kepada petani yang ada, dan meningkatkan kualitas dan produktivitas kolektif industri pertanian Indonesia yang menghadapi beberapa rintangan pembangunan, sambil menampilkan produk lokal terbaik ke pasar luar negeri melalui ekspor,” ujarnya.

Kepulauan ini memiliki lahan subur, air berlimpah, dan lingkungan yang cocok untuk menumbuhkan berbagai macam buah dan sayuran secara efektif, tetapi terbatas oleh komunitas petani yang sangat terfragmentasi. Potensinya mencakup 70% petani kecil yang tidak memiliki akses ke pembiayaan, asuransi, teknologi, logistik yang efisien, dan akses langsung ke pasar.

Didukung oleh big data dan IoT, solusi Beleaf menawarkan layanan end-to-end  mulai dari operasional, distribusi, dan offtaking – menghubungkan pertanian, distributor, dan pengecer dalam satu ekosistem terintegrasi. Hal ini memungkinkan petani untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan profitabilitas mereka.

Fokus bisnis saat ini adalah mengendalikan dan meningkatkan hasil pertanian mitra hingga 15%. Platform mereka memantau cuaca, pembibitan, aktivitas penanaman, dosis nutrisi, perencanaan pertanian, dan panen. Semua data yang dikumpulkan dari proses ini kemudian akan memperkuat pembelajaran mesinnya untuk peningkatan berkelanjutan pertanian, serta penelitian dan pengembangan solusi agribisnis di masa depan.

Beleaf menggunakan fasilitas pasca panennya untuk mengkonsolidasikan volume dan menciptakan produk berkualitas tinggi yang konsisten yang dapat diekspor ke jaringan klien internasionalnya. Dengan landasan ini, Beleaf berada di jalur yang tepat untuk menjadi pemimpin pasar dalam mengekspor sayuran hijau dan umbi-umbian seperti kentang, ubi jalar, jahe, dan wortel.

Produk hasil pertanian dari Beleaf sekarang sudah dijual di dalam negeri dan juga untuk ekspor. Produk-produk ini telah tersedia di 4 negara termasuk Singapura. Ke depannya, perusahaan berencana untuk segera memasuki 6 negara lainnya pada akhir tahun 2024. Beleaf juga tersedia di lebih dari 180 gerai ritel di Jabodetabek, 8 saluran online, dan berbagai restoran.

Zi.Care Kantongi Pendanaan Seri A Dipimpin Greenwillow Capital

Startup healthtech Zi.Care mengantongi $2 juta (sekitar 29,3 miliar Rupiah) dari Greenwillow Capital Management dalam putaran pendanaan seri A yang ditargetkan sebesar $3 juta (sekitar 44,1 miliar Rupiah). Pendanaan tersebut disuntik melalui dana kelolaan Oriza Greenwillow Technology Fund.

Saat ini, Zi.Care mengembangkan solusi untuk digitalisasi rumah sakit, dengan fokus utama pada rekam medis elektronik (RME) yang mencakup diagnosis, hasil tes kesehatan, obat-obatan, hingga perawatan.

Zi.Care akan menggunakan pendanaan tersebut untuk memperluas jangkauan bisnisnya ke berbagai area di Indonesia. Pihaknya menargetkan kemitraan dengan 150 rumah sakit dari 100 kemitraan yang telah terealisasi di seluruh Indonesia.

Sebelumnya, pada 2021 Zi.Care tercatat memperoleh pendanaan sebesar $500 ribu (lebih dari Rp7,2 miliar) dari Southeast Asia Venture Capital, Iterative VC, Telkomsel Mitra Inovasi, dan Choco-Up.

“Kami membidik pertumbuhan pendapatan hingga 100% setiap tahun, juga mendorong pangsa pasar [digitalisasi] rekam medis elektronik di Indonesia. Hal ini untuk mendukung target Kementerian Kesehatan dalam mendigitalisasi industri kesehatan,” tutur Co-Founder dan Managing Director Zi.Care Jodi Pujiyono Susanto dilansir DealStreetAsia.

Zi.Care mengklaim telah meraup pendapatan sebesar $1,3 juta di semester II 2022, serta mencapai EBITDA positif pada kuartal IV 2022. “Kami akan terus mendorongnya dengan menambah cakupan pasar dan jumlah customer untuk mencapai profitabilitas secara penuh di tahun 2023,” tambahnya.

Sementara, Managing Partner of Oriza Greenwillow Technology Fund Loh Wai Keong menambahkan, pihaknya meyakini solusi RME milik Zi.Care memiliki potensi besar di Tanah Air, dan krusial dalam mendukung transformasi digital industri kesehatan, baik bagi tenaga profesional maupun pasien.

Saat ini, startup kesehatan di Indonesia mayoritas bermain di layanan telemedis dan pemesanan produk kesehatan online, seperti Halodoc, Alodokter, dan KlikDokter. Diketahui, Alodokter menjadi platform telemedis pertama yang telah mengimplementasikan rekam medis elektronik (RME).

Sementara itu, belum banyak pelaku healthtech yang fokus pada digitalisasi fasyankes. Klinik Pintar misalnya, fokus pada segmen akar rumput dengan mendigitalisasi rantai pasok klinik. Ada juga pemain yang masuk ke layanan kesehatan korporasi berbasis platform, yakni Prixa.

Transformasi kesehatan Indonesia

Upaya pelaku healthtech untuk mentransformasi industri kesehatan Indonesia kini mendapat dukungan penuh pemerintah. Salah satunya melalui kebijakan implementasi Rekam Medis Elektronik (RME) yang termuat dalam PMK No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis, yang merupakan perubahan dan pemutakhiran dari peraturan sebelumnya PMK No. 269 Tahun 2008.

Selama ini, pelaku healthtech kesulitan untuk mendigitalisasi sektor kesehatan karena terbentur peraturan yang ketat. Di samping itu, masih banyak fasilitas layanan kesehatan yang menggunakan sistem secara manual. Melalui peraturan baru ini, fasilitas layanan kesehatan diwajibkan untuk menyelenggarakan RME. Pemerintah memberikan masa transisi kepada fasilitas layanan kesehatan hingga akhir 2023.

Berdasarkan survei Kemenkes, anggaran digitalisasi RS rata-rata tak sampai 3% dari total anggaran mereka. Faktor ini membuat transformasi digital belum menjadi prioritas. Sekitar 22% dari 2.595 RS di Indonesia belum memiliki Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS).

Dari 2.291 RS yang memiliki SIMRS, implementasi RME di front office baru 24% dan 64% untuk back office. Sementara, dari 737 RS, sebanyak 359 belum menerapkan RME, 175 RS baru sebagian, dan 203 RS sudah.

Application Information Will Show Up Here

Legit Group Konfirmasi Pendanaan Seri A dari MDI Ventures, SMDV, dan East Ventures

Legit Group merampungkan pendanaan seri A sebesar $13,7 juta (sekitar 205,3 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh MDI Ventures, serta partisipasi dari SMDV, East Ventures, dan Winter Capital. Pengumuman ini sekaligus mengonfirmasi pemberitaan sebelumnya terkait pendanaan baru yang diperoleh operator cloud kitchen ini.

Dalam keterangan resminya, dana segar ini akan digunakan Legit Group untuk menghadirkan lebih banyak makanan di berbagai tempat, sambil terus berinovasi dan meningkatkan teknologi untuk mencapai sistem operasi yang lebih efisien. Pada 2021, Legit Group telah mengantongi pendanaan tahap awal (seed) senilai $3 juta dari East Ventures dan AC Ventures.

“Kami antusias memiliki kelompok investor yang kuat untuk mendukung kami dalam menciptakan merek yang mengusung visi ‘food for everyone’ atau ‘makanan untuk semua’,” kata Chairman Legit Group Bram Hendrata.

Didirikan pada 2021, saat ini Legit Group telah mengoperasikan empat merek, mulai dari Pastaria, Sei’ Tan, Sek Fan, dan Ryujin yang berlokasi di lebih dari 30 titik di Jabodetabek. Keempat merek ini tidak memiliki gerai offline, melainkan hanya dapat dipesan secara online.

“Kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan sinergi positif dan kesuksesan
lebih besar bagi kedua belah pihak. Investasi ini juga merupakan upaya MDI Ventures untuk memberikan dampak sosial yang positif terhadap pertumbuhan sektor agrikultur di Indonesia,” kata CEO MDI Ventures Donald Wihardja.

Ia menambahkan, pengalaman pendiri Legit Group di dunia F&B selama 15 tahun, serta kemampuan mereka dalam mengembangkan produk dan strategi pemasaran yang inovatif dan efektif, diyakini dapat memperkuat posisi Legit Group di industri F&B dan mengakselerasi pertumbuhan bisnis mereka.

Rencana ekspansi

Sejak diluncurkan, Legit Group mencatat pertumbuhan bisnis yang positif. Pihaknya mengklaim telah mengantongi transaksi penjualan hingga tiga kali lipat dalam waktu satu bulan, dan meluncurkan merek baru.

Dengan fokus pada pemanfaatan teknologi untuk memaksimalkan keuntungan, Legit Group meyakini pengembangan merek F&B ini akan memberikan keunggulan kompetitif di pasar cloud kitchen. Saat ini, kebanyakan pemain serupa lebih fokus ekspansi ke wilayah baru.

Tahun ini, Legit Group berencana ekspansi dengan mengambil target di wilayah Jabodetabek dan kota-kota lainnya yang memiliki potensi pasar pengiriman yang besar, setelah sebelumnya 95% gerai Legit Group tersebar di beberapa titik di area Jakarta.

“Melalui dukungan dari berbagai pihak, pendekatan yang strategis serta komitmen kami terhadap keunggulan kualitas produk, kami yakin bisa terus menghasilkan produk yang relevan dengan kualitas terbaik di lebih banyak daerah di Indonesia,” tutup Bram.

Dalam beberapa tahun terakhir, cloud kitchen muncul sebagai layanan potensial dalam industri layanan makanan. Dapur virtual ini memungkinkan beberapa merek restoran beroperasi di bawah satu atap, tanpa memerlukan ruang makan fisik. Konsep inovatif ini telah mendapatkan popularitas karena sifatnya yang hemat biaya dan fleksibel, memungkinkan restoran memenuhi permintaan yang meningkat untuk pesan-antar dan bawa makanan online.

Platform yang menawarkan layanan serupa di Indonesia turut dioperasikan oleh tujuh pemain di Jakarta antara lain adalah Yummy Kitchen, Hangry, Eden Kitchen, GrabKitchen, dan Dapur Bersama GoFood.

Kantongi Pendanaan Seri A, Pajakind Hadirkan Aplikasi Perpajakan untuk Segmen Ritel dan Korporasi

Indonesia memiliki nilai ekonomi jumbo dengan kelas menengah yang berkembang pesat. Hal ini menghadirkan peluang signifikan bagi platform solusi pajak online untuk memberikan nilai bagi pembayar pajak dan bisnis dengan menyederhanakan proses kepatuhan pajak. Dengan munculnya teknologi dan meningkatnya adopsi platform online, potensi solusi ini untuk memberikan dampak yang signifikan terhadap sistem perpajakan Indonesia menjadi sangat besar.

Salah satu platform yang mencoba untuk memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya serta memperoleh hak-haknya dengan sentuhan teknologi adalah Pajakind. Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Pajakind Muhammad Arif Rohman Said Putra mengungkapkan rencana bisnis usai mendapatkan pendanaan dan target yang ingin dicapai perusahaan tahun ini.

Solusi terpadu untuk wajib pajak

Pajakind didirikan oleh Muhammad Arif Rohman Said Putra (CEO) dan Sony Surya Wijaya (CTO). Salah satu keuntungan utama dari platform solusi pajak online adalah, kemampuannya untuk merampingkan proses pengajuan pajak. Dengan mengautomasi banyak proses dan memakan waktu yang terkait dengan pengajuan pajak, platform seperti Pajakind dapat menghemat waktu dan sumber daya pembayar pajak dan bisnis. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan produktivitas dan efisiensi, yang memungkinkan individu dan organisasi untuk fokus pada aktivitas bisnis inti mereka.

Arif sendiri sebelumnya pernah berkarier di Direktorat Jenderal Pajak selama lebih dari 13 tahun. Harapannya dengan pengalaman dan latarbelakang pendirinya, fitur-fitur yang dihadirkan oleh Pajakind bisa menjadi solusi bagi permasalahan perpajakan yang dihadapi oleh masyarakat ataupun wajib pajak.

Secara khusus Pajakind memiliki fitur-fitur yang bisa membantu masyarakat  ataupun wajib pajak dalam memahami dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Mulai dari berita perpajakan terkini, simulasi untuk menghitung pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dan pajak impor, update kurs setiap minggu sesuai PMK, pembuatan e-billing untuk membayar pajak, konsultasi online melalui chat maupun video call dengan konsultan pajak berpengalaman, hingga fitur ‘Catat Kas’ untuk membantu UMKM dalam pembuatan laporan keuangan.

Wajib pajak juga dapat menggunakan jasa konsultasi dan pendampingan offline
dengan konsultan pajak tersertifikasi. Beberapa kasus yang pernah ditangani antara lain, pendampingan saat pemeriksaan bukti permulaan (bukper), pendampingan keberatan, pembuatan TP Doc, tax clearance, pendampingan pemeriksaan, pendampingan dalam rangka restitusi, dan lainnya. Saat ini pengguna platform Pajakind secara rentang umur paling banyak di usia 21-35 tahun dan tersebar di seluruh Indonesia.

“Untuk strategi monetisasi, kami kelompokan menjadi dua, yaitu retail (orang pribadi) dan korporasi (wajib pajak badan) dengan menjual paket konsultasi, pembuatan NPWP, pengecekan validitas NPWP pengecekan pembuatan billing satuan maupun massal dan pembayaran pajak. Khusus untuk korporasi kita menjual layanan kustomisasi sistem keuangan dan akuntansi perusahaan terintegrasi langsung dengan kewajiban perpajakannya,” kata Arif.

Dalam perjalanannya, Pajakind telah bekerja sama dengan berbagai mitra di sektor keuangan seperti Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pajakind juga sudah menjalin kemitraan strategis dengan Direktorat Jenderal Pajak.

“Saat ini Pajakind juga sedang melakukan pembicaraan dengan beberapa pihak di bidang teknologi finansial seperti Pluang serta dengan UMKM seperti Kemenkop UKM, PadiUMKM dan juga SMEsHub Indonesia, untuk lebih memudahkan UMKM dalam membuat laporan keuangan serta memenuhi kewajiban perpajakannya dalam rangka mendorong UMKM naik kelas,” kata Arif.

Kantongi pendanaan Seri A

Baru-baru ini Pajakind telah merampungkan pendanaan seri A. Tidak disebutkan siapa investor yang terlibat dan berapa nilai investasi yang diterima. Namun perusahaan rencananya akan memanfaatkan dana segar ini untuk mengembangkan fitur dan layanan, agar bisa memenuhi kebutuhan wajib pajak sehingga meningkatkan traksi dan juga memperbesar ekosistem Pajakind. Sebelum pendanaan seri A, Pajakind telah menjalankan bisnis secara bootstrap.

Fitur- fitur yang akan di luncurkan dalam waktu dekat antara lain, pendaftaran NPWP dan verifikasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sedang fitur- fitur yang sedang dalam tahap pengembangan yaitu penjualan e-materai, Host to Host E- Bukpot, Host to Host Efaktur, dan juga sistem kustomisasi untuk korporasi.

“Pendanaan ini juga akan kami gunakan untuk memperbanyak cutomized sistem untuk korporasi dan juga kami akan mulai merambah untuk layanan-layanan kepabeanan. Tahun ini perusahaan juga memiliki target bisa memiliki sekitar satu juta pengguna dan mendapatkan profit tidak sekadar revenue. Kami akan lebih fokus untuk terus meningkatkan user corporate,” kata Arif.

Alasan venture capital tertarik untuk berinvestasi kepada platform pajak online di Indonesia adalah, karena pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini. Selain itu platform ini biasanya dirancang agar mudah digunakan dan memerlukan sedikit atau tanpa interaksi manusia, yang berarti platform tersebut dapat diskalakan dengan cepat dan mudah. Hal ini menjadi menarik bagi investor yang mencari perusahaan dengan potensi pertumbuhan tinggi.

Platform pajak online yang sukses di Indonesia salah satunya adalah OnlinePajak. Didirikan pada tahun 2015, OnlinePajak dengan cepat menjadi salah satu platform pajak populer, dan telah memiliki lebih dari 1,5 juta pengguna. Perusahaan ini juga menarik perhatian pemodal ventura, termasuk SoftBank Ventures Asia dan Sequoia India.

Platform pajak online lainnya yang menarik perhatian VC adalah Pajak.io. Didirikan pada tahun 2017, Pajak.io menawarkan berbagai layanan pajak untuk pemilik usaha kecil dan pengusaha. Perusahaan telah mengumpulkan pendanaan lebih dari $3 juta dari investor seperti Alpha JWC Ventures dan Skystar Capital.

Application Information Will Show Up Here

Merek Kosmetik Vegan asal Indonesia ESQA Raih Pendanaan Seri A Senilai 94 Miliar Rupiah

Pasar produk kecantikan di Indonesia masih terus bertumbuh. Terlebih dengan semakin banyak bermunculan produk-produk lokal yang berlomba menarik hati masyarakat. Salah satunya adalah ESQA, merek kosmetik vegan pertama di Indonesia, yang baru saja meraih pendanaan Seri A senilai $6 juta atau lebih dari 94,3 miliar Rupiah yang dipimpin Unilever Ventures.

Investor kenamaan East Ventures (EV) turut berpartisipasi dalam putaran ini. Sebelum ESQA, EV sudah pernah terlibat dalam pendanaan startup di industri kecantikan, seperti Base, Evo, dan Social Bella (Grup Sociolla).

ESQA didirikan oleh Cindy Angelina sebagai CEO dan Kezia Trihatmanto sebagai CPO untuk mendefinisikan kembali luxury beauty dalam wujud yang lebih praktis dan terjangkau. Dimulai dengan semangat untuk membangun merek kecantikan inovatif berfokus pada bahan-bahan yang aman, ESQA berharap dapat mengembangkan produk terdepan di kancah tata rias internasional.

“Inovasi adalah yang terdepan dalam merek kami. Pendekatan kami adalah untuk berpikir secara global dan bertindak secara regional, oleh karena itu ESQA tangkas dalam melihat tren internasional tetapi melayani kebutuhan kulit Asia dan lokal sesuai dengan fokus kami yang berpusat pada pelanggan, menyediakan produk yang dibutuhkan pelanggan,” ujar Kezia.

Perusahaan yang mengklaim sebagai merek kecantikan ‘indie’ Indonesia ini memiliki portofolio produk yang beragam dan baru saja merambah kategori perawatan kulit. ESQA ingin memanfaatkan pasar masstige ini melalui produk inklusif yang bertujuan untuk menyederhanakan rutinitas kecantikan wanita modern. Hingga saat ini, ESQA telah meluncurkan total 120 sku yang telah bersertifikat vegan dan halal.

Produk ESQA didistribusikan melalui platform omnichannel dan tersedia secara luas di pasar, e-commerce, dan situs web direct-to-consumer (D2C). Perusahaan juga telah memperluas bisnisnya ke pasar Asia Tenggara, termasuk Vietnam, Singapura, dan Malaysia. Merek ini juga dijual di peritel luring terkemuka seperti Sociolla, Sephora, Watsons, dan toko kosmetik lokal di 47 kota di seluruh Indonesia. ESQA telah berekspansi ke Vietnam melalui toko Sociolla di Ho Chi Minh, Da Nang, dan Hanoi.

Rencananya, pendanaan yang diterima akan digunakan untuk memperluas distribusi omnichannel dan mendukung strategi ekspansi perusahaan untuk menjangkau kota-kota baru dan ke ranah global. Perusahaan juga akan mengembangkan penawaran produk yang lebih inovatif, membangun bakat, dan memperkuat strategi pemasaran mereka.

Terlepas dari situasi pandemi, pihaknya mengaku telah mencatat profitabilitas dan pertumbuhan yang signifikan. Menyusul kesuksesan tersebut, investasi yang diterima ESQA ini sekaligus menandai investasi kecantikan pertama yang dilakukan oleh Unilever Ventures di Asia Tenggara setelah sebelumnya berinvestasi pada produk vitamin Youvit.

Avina Sugiarto selaku Partner East Ventures mengungkapkan, “Terdapat permintaan yang meningkat untuk produk kecantikan yang berkualitas tinggi dengan pendekatan hyperlocal dan harga terjangkau, di mana kami yakin bahwa inovasi dan bahan alami, serta penawaran produk yang beragam akan mendorong ESQA menjadi pemimpin di pasar kecantikan di Asia Tenggara.”

Kebangkitan produk kecantikan lokal

Dalam beberapa tahun terakhir, industri kecantikan lokal tumbuh dengan sangat pesat. Di tengah gempuran berbagai brand dan produk internasional, berbagai produk lokal mampu menunjukkan perkembangan yang menjanjikan melalui kualitas, harga yang bersaing serta strategi marketing dan branding yang baik.

Sumber: The Statista Consumer Outlook, Maret 2021

Berdasarkan laporan Statista, nilai pendapatan produk perawatan dan kecantikan di Indonesia pada tahun 2020 sudah mencapai Rp100,02 triliun. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya. Hingga tahun 2025, angkanya diproyeksi tumbuh 37,7% menjadi Rp137,77 miliar.

Ada beberapa alasan yang mendorong pertumbuhan ini. Berdasarkan survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) di pengujung tahun 2020 menunjukkan bahwa 82,3% responden memilih menggunakan produk lokal karena termotivasi oleh kebanggaan terhadap produk dalam negeri dan 60,7% karena harga yang terjangkau.

Selain itu, kenaikan tersebut seiring dengan semakin besarnya minat masyarakat Indonesia terhadap produk perawatan tubuh dan kecantikan. Bahkan, berbagai varian produk tersebut semakin beragam mengikuti tingginya keinginan pasar. Beberapa pemain di industri ini yang juga sudah meraih pendanaan termasuk Somethinc, Mad for Makeup, dan Alatté Beauty.

Platform Kreator Konten “TipTip” Peroleh Dana Seri A 205 Miliar Rupiah

Platform kreator konten TipTip mengumumkan penutupan pendanaan Seri A sebesar $13 juta (setara dengan 205 miliar Rupiah). Putaran ini merupakan lanjutan dari pendanaan tahap awal senilai $10 juta yang sebelumnya telah diterima pada Maret 2022. East Ventures kembali memimpin putaran teranyar ini dengan partisipasi dari investor lainnya, seperti Vertex, SMDV, dan B.I.G Ventures.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (28/11), Founder dan CEO TipTip Albert Lucius menyampaikan pihaknya merasa terhormat sekaligus bangga dengan kepercayaan dan dukungan yang berlanjut dari para investor terkemuka di Asia Tengggara.

“Kami sangat menghargai kemitraan yang terjalin, dan akan menggunakan dana ini untuk mempercepat perkembangan platform, diversifikasi produk agar dapat memosisikan TipTip sebagai platform terkemuka bagi kreator konten di Asia Tenggara,” ucap Albert.

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca turut memberikan pernyataannya. Ia memiliki kepercayaan penuh terhadap kepemimpinan Albert dalam membawa TipTip. Menurutnya, pengalaman Albert membangun Kudo, sebelum diakuisisi Grab pada 2017, telah terbukti menjadi navigasi yang kuat untuk menghadapi gejolak ekonomi yang diperkirakan terjadi pada 2023.

“Kami berharap TipTip terus melanjutkan pertumbuhan yang signifikan dengan tetap menerapkan strategi hyperlocal yang terbukti diadaptasi dengan baik serta membawa perubahan perilaku bagi konsumen maupun kreator konten di era pasca COVID. Kami melihat adanya potensi perkembangan yang lebih besar lagi dan dan kami sangat optimis untuk terus mendukung TipTip,” katanya.

Managing Partner Vertex Joo Hock Chua menambahkan, “Kami percaya dengan pendekatan ekosistem kreator-suporter-promotor yang dilakukan oleh TipTip. Pendekatan ini sangat cocok untuk memasuki pasar Indonesia yang sangat luas dan tersebar di berbagai komunitas mikro. TipTip memiliki keunikan tersendiri dalam memberikan solusi utama dalam masalah yang dihadapi para kreator konten, yaitu monetisasi dalam ekosistem mereka. Dengan dukungan TipTip, para kreator konten dapat memonetisasi langsung konten mereka tanpa harus bergantung pada algoritma atau iklan.”

Pencapaian TipTip

TipTip didirikan pada Oktober 2021 dengan misi memberikan solusi bagi kesenjangan monetisasi yang saat ini dihadapi para kreator konten Asia Tenggara. TipTip membangun marketplace yang menghubungkan para kreator konten dengan para pengikutnya. Di sana pemilik konten diberikan kebebasan untuk membuat konten, memasarkan, dan menjual langsung hasil kreasi mereka.

Diklaim sejak diperkenalkan ke publik pada Juli 2022, TipTip mendapat respons pasar yang baik. Terjadi peningkatan revenue lebih dari 20 kali lipat di dua bulan terakhir sejak Oktober 2022. Strategi hyperlocal yang diimplementasikan oleh TipTip disebutkan sukses menggandeng kegiatan komunitas, baik online maupun offline, di lebih dari 40 kota di seluruh Indonesia.

Platform TipTip disebutkan telah digunakan oleh lebih dari 2.500 kreator konten dan digunakan oleh lebih dari 30 ribu pengguna. Perusahaan berencana lebih agresif lagi pada tahun depan dengan target menaungi 30 ribu kreator konten dan 300 ribu pengguna.

Albert menyebut, rata-rata penghasilan yang didapatkan kreator konten serta pengikutnya setelah 30 hari bergabung di platform, berkisar di angka Rp3 juta. Kreator konten bisa mendapatkan penghasilan dengan menjual langsung konten mereka atau melalui jaringan promotor konten di TipTip, atau dengan melakukan live session bersama para pengikut. Tersedia fitur monetisasi seperti tipping langsung, serta KYC identitas dan integrasi pembayaran yang membantu kreator agar mendapatkan lebih banyak penghasilan.

Application Information Will Show Up Here

Base Mendapat Pendanaan Seri A 94 Miliar Rupiah Dipimpin Rakuten Ventures

Startup DTC untuk produk perawatan dan wellness “Base” mendapat pendanaan seri A sebesar $6 juta atau sekitar 94,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Rakuten Ventures, diikuti investor terdahulu termasuk Antler, East Ventures, Skystar Capital, dan Pegasus Tech Ventures.

Sebelumnya, Base memperoleh pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi East Ventures, Antler, iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, dan angel investor. 

Dalam keterangan resminya, Associate Rakuten Ventures Regina Ho mengatakan, selama ini industri produk perawatan kecantikan di Asia Tenggara masih didominasi oleh merek-merek asing. Selain itu, produknya dijual dengan harga di atas pendapatan rata-rata konsumen.

“Hal ini membuat kami bersemangat dengan kemampuan Base untuk membalikkan ekspektasi konsumen tradisional bahwa produk berkualitas tinggi tidak harus mahal. Kami harap bisa mendukung perjalanan Base untuk mengisi ruang kosong perawatan pribadi yang berkembang di Asia Tenggara,” ucap Regina dalam keterangan resminya,

Base didirikan oleh Yaumi Fauziah Sugiharta dan Ratih Permata Sari pada 2019 dengan operasi awal melalui strategi Direct-to-Consumer (D2C). Kemudian, Base memperluas distribusi ke online dan offline (O2O) untuk menjangkau kota-kota regional. Kini, Base telah melayani pengiriman produk ke 34 provinsi di Indonesia.

Salah satu misi Base adalah memperjuangkan keragaman dan inklusivitas kebutuhan kecantikan masyarakat Indonesia dengan menawarkan perawatan kulit berbahan vegan dan menghadirkan fitur “Smart Skin Test”.

Partner di East Ventures Melisa Irene menambahkan, “Sejak awal kami percaya dengan inovasi Base. Keahlian dan pendekatan lokalnya menghasikan produk perawatan kulit berkualitas tinggi dan berkelanjutan dalam memenuhipermintaan pasar. Kami menantikan lebih banyak inovasi dan pertumbuhan yang akan dihadirkan oleh Yaumi, Ratih, dan tim Base.”

Produk berbasis bioteknologi

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta mengungkap bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk mengembangkan lini produk baru, di antaranya kosmetik, perawatan tubuh dan rambut, edible wellness, dan fragrance. Selain itu, Base berencana berinvestasi lebih lanjut pada inovasi dan pengembangan produk. Salah satunya menggabungkan bioteknologi (biotech) ke dalam metode pengembangan lini produk vegan secara kreatif.

Hal ini sejalan dengan profil konsumen Base yang teridentifikasi sebagai gen Z dan milenial; segmen yang memprioritaskan produk sadar lingkungan, mudah diakses, dan berkelanjutan. Melalui pengembangan produk yang mendalam, pihaknya dapat memperluas pertumbuhan pelanggan.

Mengacu studi Euromonitor, industri kecantikan mengalami pertumbuhan signifikan dibandingkan industri lain selama masa pandemi. Adapun, nilai pasarnya diproyeksikan mencapai $10 miliar pada 2025 yang didorong oleh produk kategori perawatan rambut, tubuh, dan kulit, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 6%. Dengan potensi pasar ini, Base memiliki posisi tepat untuk menjadi pemain terkemuka. Base mengklaim telah mengalami pertumbuhan pendapatan 10x lipat dalam satu tahun terakhir.

Dalam kesempatan ini, Base juga mengumumkan Muhammad Cipta Suhada yang akan mengisi posisi Direktur People & Culture. Sebelumnya, Cipta sempat berkarier di sejumlah perusahaan teknologi terkemuka, seperti Gojek dan LinkAja. Pihaknya berupaya mendefinisikan kembali bagaimana dunia memandang standar kecantikan sehingga setiap orang dapat merasa berdaya dan bangga dengan keunikan yang dimiliki.

“Ini berlaku juga di Base di mana kami mengantisipasi orang-orang untuk mengeluarkan potensi mereka dan melakukan yang mereka sukai. Seiring pertumbuhan perusahaan, kami senang menyambut lebih banyak anggota kepemimpinan senior untuk meningkatkan jalan base sebagai organisasi kelas dunia yang dapat dibanggakan generasi kami.” Tutupnya.

Go-Ventures Pimpin Pendanaan Seri A “Skuad”, Startup HRIS Pekerja Remote

Startup SaaS penyedia solusi manajemen karyawan (HRIS) untuk pekerja remote “Skuad” mengumumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin oleh lengan investasi GoTo, Go-Ventures. Sejumlah investor lain seperti Beenext, Anthemis, Boleh Capital, dan angel investor turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Keterlibatan Go-Ventures tentunya menambah daftar portofolio startup asal luar Indonesia, setelah Safeboda (Uganda), Leanerbly (Inggris), Mobile Premier League (India), Mall91 (India), dan lainnya.

Skuad adalah startup HRIS asal Singapura yang didirikan pada 2020. Startup ini berfokus pada penyederhanaan proses menemukan dan mengelola talenta global sembari menghilangkan friksi-friksi yang ada. Hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk membangun tim terdistribusi dengan mempekerjakan talenta global, tanpa mendirikan badan hukum di pasar baru. Layanannya mencakup orientasi, penggajian, tunjangan, pajak, dan kepatuhan lokal.

“Kami memulai Skuad karena kami menyadari bahwa bakat ada di mana-mana, tetapi peluang tidak. Dengan kompleksitas perekrutan di pasar luar negeri dan pembayaran lintas batas, perusahaan merasa sulit untuk menemukan dan merekrut bakat yang tepat dan membangun tim global,” ucap Founder dan CEO Skuad Sundeep Sahi dalam keterangan resmi seperti yang dikutip dari e27.

Solusi Skuad

Sahi menjelaskan, misi skuad adalah mengatasi tidak efisiensinya pasar perekrutan, dengan menyesuaikan antara peningkatan jumlah orang yang dapat kerja di mana saja dengan pemberi kerja yang membutuhkan jasa mereka.

Ada dua solusi yang ditawarkan Skuad, yakni membantu klien menemukan  talenta dan mengelola ketenagakerjaan untuk organisasi. Sehingga tidak perlu khawatir tentang regulasi, pajak, penggajian, dan aturan lokal lainnya.

Distribusi talenta terbaik, sambungnya, tidaklah merata. Secara sederhana, ekonomi di negara maju memiliki terlalu sedikit orang untuk mengisi terlalu banyak peran yang membutuhkan keterampilan khusus. Sementara, di negara berkembang, kondisinya terbalik. “Dalam hal ini, pengusaha ekonomi maju perlu membangun tim terdisitribusi dengan orang-orang berbakat yang tinggal dan bekerja di negara berkembang.”

Solusi yang ditawarkan Skuad bisa dibilang mendapat respons positif dari pasar. Dalam dua tahun terakhir, Skuad telah menjaring pengguna dari kalangan perusahaan yang tersebar di 34 negara (sekitar 50% di antaranya datang dari Amerika Utara dan Eropa) dan talenta di 94 negara (sekitar 80% dari negara berkembang).

Kemudian, memproses $120 juta pembayaran tahunan dalam 50 mata uang di seluruh dunia, dan mencatatkan kenaikan ARR (Annual Recurring Revenue) 3x lipat sejak Januari 2022. Sejumlah klien Skuad yang berasal dari Indonesia di antaranya Amartha, Akseleran, Funding Societies, dan Sayurbox.

Perusahaan akan melipatkagandakan pencapaiannya tersebut dengan mengambil sejumlah rencana strategis. Salah satunya, mengakuisisi Codejudge, platform penilaian bakat berbasis data yang mengotomatiskan proses wawancara. Nilai lebih yang ditawarkan tentunya akan memperkuat kemampuan perekrutan di Skuad. Disebutkan akuisisi terhadap startup berbasis di Amerika Serikat ini masih dalam tahap penyelesaian.

Startup E-commerce B2B “Sinbad” Dikabarkan Galang Dana Seri A Dipimpin Centauri Fund

Startup e-commerce B2B Sinbad dikabarkan menggalang pendanaan seri A yang dipimpin oleh Centauri Fund, dana kelolaan patungan antara Telkom dan KB Financial Group.

Menurut sumber DailySocial.id, putaran yang bernilai $5,5 juta (lebih dari 85,9 miliar Rupiah) ini juga diikuti investor lainnya, seperti Genesia Ventures, Central Capital Ventura, dan MDI Ventures. Dua nama terakhir merupakan investor lama Sinbad yang berpartisipasi dalam putaran sebelumnya. MDI Ventures memimpin putaran tahap awal untuk Sinbad pada awal tahun 2020.

Startup yang dirintis pada 2018 oleh Emilio Wibisono dan Jabert Hachchouch ini bermain di ranah e-commerce B2B yang memiliki misi ingin menyederhanakan rantai pasok di Indonesia, mempermudah pedagang dan pemasok dalam proses pengadaan. Diklaim pemesanan produk melalui Sinbad akan langsung terhubung ke distributor utama dengan tarif terendah yang ada di pasaran.

Kategori produk yang dijual Sinbad mayoritas adalah FMCG, mulai dari makanan, minuman, susu, perawatan tubuh, perlengkapan bayi, dan hewan peliharaan. Seluruh barang ini disuplai oleh brand prinsipal utama.

Perusahaan mengklaim telah memiliki 5 ribu+ total SKU, berasal dari 80 brand. Sinbad disebutkan telah menjangkau lebih dari 150 kota untuk persebaran jaringan toko dan pemasok. Tidak banyak informasi lainnya yang bisa digali mengenai pencapaian Sinbad sejak berdiri hingga sekarang.

Tak hanya kemudahan berbelanja dengan harga kompetitif langsung dari pemasok, Sinbad juga menawarkan kemudahan belanja dengan fitur bayar nanti (paylater). Sebetulnya, solusi yang ditawarkan Sinbad bukanlah barang baru di Indonesia. Perusahaan berkompetisi langsung dengan pemain lainnya, seperti GudangAda, Credibook (CrediMart), Ula, Warung Pintar, GoToko, Dagangan, dan lainnya, untuk permudah pemilik warung berbelanja.

Potensi digitalisasi warung

Solusi untuk warung ini sebetulnya menyelesaikan isu yang sangat mendasar. Berdasarkan hasil riset bertajuk The Future of Southeast Asia’s Digital Financial Services, sekurangnya 92 juta penduduk berusia dewasa di Indonesia belum tersentuh layanan finansial perbankan (unbankable) – sehingga sulit bagi mereka untuk mengakses layanan digital transaksional secara langsung. Warung berpeluang untuk menjadi medium inklusi keuangan, khususnya lewat layanan digital.

Warung adalah sistem bisnis yang paling menjangkau – tempat ekonomi mikro di berbagai penjuru Indonesia berputar. Menurut data Sensus Ekonomi 2016 yang dirilis BPS, dari 26,4 juta unit Usaha Mikro Kecil (UMK) & Usaha Menengah Besar (UMB), sebanyak 46,38% masuk dalam kategori “Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor” – warung masuk di sana. Jumlah ini sekaligus menjadi yang paling besar di antara jenis usaha lain yang ada di Indonesia.

Diestimasi, ekonomi warung informal Indonesia saat ini terdiri dari 168 juta orang yang bertransaksi $252 miliar setiap tahun. Dalam rangka menuju ekonomi digital yang inklusif, maka digitalisasi sangat penting untuk mengatasi masalah inti yang dihadapi oleh warung di lingkungan kecil ini.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Co-Founder Ula Nipun Mehra menjelaskan analisisnya mengapa startupnya mantap merambah sektor ini. Menurutnya, ritel tradisional seperti warung adalah pilar utama ekonomi Indonesia. Tulang punggung dari ekonomi konsumsi, sekaligus mempekerjakan jutaan orang.

“Peritel tradisional tergolong cost-effective dan memiliki pengetahuan mendalam mengenai pasar lokal. Namun, sektor ini adalah bagian paling rentan dari value chain karena mereka biasanya bekerja secara individual dengan skala kecil,” ujarnya.

Application Information Will Show Up Here