EzyPolis Ingin Permudah Masyarakat Akses Produk Asuransi

Startup insurtech EzyPolis hadir mencoba menawarkan kemudahan dalam proses klaim dan mendapatkan produk asuransi. Kepada DailySocial, CEO EzyPolis Ahmad Hasibuan mengungkapkan bahwa unique selling point layanannya ada pada bentuk bisnis yang ditawarkan, baik untuk B2B, B2B2C, dan B2C.

Berdiri sejak tahun 2018, EzyPolis telah menjangkau beberapa varian produk produk seperti Property Insurance, Liability Insurance, dan segera hadir asuransi kesehatan. Tersedia juga produk asuransi lainnya seperti Travel Insurance, Pet Insurance, dan akan hadir juga produk lainnya seperti Motor Vehicle dan RSA (Road Side Assistance) Insurance. Hingga saat ini Ezypolis mengklaim telah menerbitkan sekitar 750 ribu polis.

Untuk memperkuat kehadirannya, sejak 2020 EzyPolis telah menjalin kolaborasi dengan Citilink. Melalui kerja sama ini, mereka hadir untuk memberikan produk asuransi proteksi perjalanan produk baru Citilink yaitu “Royal Green”, untuk kenyamanan dan keamanan ekstra terutama di tengah masa pandemi.

“Target EzyPolis melalui kolaborasi dengan Citilink salah satunya menambah value pada keamanan, peace of mind serta mengurangi risiko ketidakpastian pada penumpang dalam pengalaman terbang domestik,” kata Ahmad.

Sebelumnya EzyPolis telah bekerja sama dengan beberapa mitra asuransi, salah satunya adalah PT. Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) untuk produk proteksi Royal Green ini.

Pandemi dan pertumbuhan bisnis

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga riset Inventure bertajuk “Insurance Industry Outlook 2021″, sebanyak 78,7 persen dari 629 responden menganggap ancaman pandemi membuat generasi milenial semakin sadar akan kepemilikan asuransi jiwa dan kesehatan.

Hal ini menunjukkan indikator yang positif terhadap pertumbuhan asuransi untuk menciptakan “peace of mind” di berbagai lini.  Pandemi merupakan salah satu katalis dalam percepatan digital transformasi dan kondisi seperti saat ini menyadarkan manusia akan banyaknya ketidakpastian serta risiko yang mungkin timbul.

Pandemi yang telah banyak menghambat pertumbuhan startup dilihat oleh EzyPolis sebagai sebuah tantangan. Dalam hal ini pandemi justru mampu meningkatkan kesadaran masyarakat umum terhadap pentingnya asuransi. Ditunjang oleh salah satu lini produk EzyPolis yaitu kargo, selama pandemi ini justru meningkat pesat karena layanan kebutuhan pengiriman barang menjadi sangat krusial.

“Digitalisasi serta automasi pada pembelian asuransi, serta literasi digital yang terus berkembang, akan memudahkan pengolahan data nasabah yang terpusat serta menciptakan Single Customer View yang tentunya akan memberikan benefit dan nilai lebih bagi nasabah EzyPolis,” tutup Ahmad.

Kompetisi pasar

Berdasarkan data yang dikutip DSInnovate dalam laporan “Insurtech Ecosystem in Indonesia Report 2021”, total gross written premiums (GWP) industri asuransi telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020, bertumbuh dengan CAGR 3,9% dari 2016.

Pemain insurtech di Indonesia sendiri sudah mulai banyak, masing-masing memiliki pendekatan yang berbeda. Terbaru ada Fuse yang baru membukukan pendanaan seri B, dengan mendigitalkan layanan keagenan asuransi mereka mengklaim berhasil membukukan GWP melebihi $50 juta atau setara Rp720 miliar pada 2020.

Daftar pemain insurtech di Indonesia / DSInnovate

Sementara itu dengan metrik yang berbeda, PasarPolis menyebut, per Agustus 2020 mereka telah menerbitkan 70 juta polis baru setiap bulan. Adapun total polis yang berhasil dirilis pada tahun 2019 mencapai 650 juta polis di negara mereka beroperasi, yakni Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Strategi Astronaut Sinergikan Sistem Perekrutan dan Peningkatan Keterampilan

Melalui pendekatan teknologi, Astronaut menawarkan kepada perusahaan cara yang lebih aman dan efektif untuk melakukan proses perekrutan, termasuk membangun basis data telenta untuk keperluan di masa mendatang. Didirikan sejak 2016, startup ini telah membantu berbagai perusahaan korporat global dan multinasional, menyaring lebih dari 150 ribu kandidat per Juli 2021, dengan 50% di antaranya dijaring ketika pandemi.

Kepada DailySocial, Co-founder & CEO Astronaut Nigel Hembrow mengungkapkan, tahun 2020 khusus untuk pasar Indonesia sudah mencakup setengah dari total pendapatan. Masih fokus kepada korporasi, mereka memiliki rencana untuk menyasar kalangan UMKM.

Selain berfokus di Asia Tenggara, Astronaut juga memiliki klien yang tersebar di Eropa dan Selandia Baru. Pada kuartal kedua tahun ini, Astronaut telah mencatatkan pertumbuhan jumlah klien sebesar 30% di Indonesia, Singapura, dan India.

“Sekarang masih tahap awal, karena masih early success di pasar New Zealand. Nanti akan diluncurkan lebih banyak fitur terkait itu di kuartal empat mendatang,” kata Nigel.

Tim Astronaut sedang fokus pada pengembangan solusi berbasis SaaS dan PaaS agar dapat terintegrasi dengan sistem yang dimiliki perusahaan. Mereka juga sedang melakukan diskusi untuk kesempatan pembukaan job marketplace dan kanal edukasi di tahun 2022 mendatang.

Astronaut saat ini sedang melakukan penggalangan dana tahap pra-seri Adengan target $2 juta.

“Visi kami di Astronaut adalah menciptakan ekosistem tenaga kerja yang berkelanjutan di Indonesia melalui kekuatan teknologi,” kata Nigel.

Akuisisi POPSkul

Bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas Astronaut dalam meningkatkan kualitas lamaran tenaga kerja, Astronaut mengakuisisi POPSkul. Sebuah platform yang menyediakan layanan uji kompetensi dan sertifikasi keterampilan. Didirikan pada tahun 2020 oleh Chandra Marsono, POPSkul telah menggunakan dan berkolaborasi bersama Astronaut sebelum akuisisi.

Setelah akuisisi, Chandra akan menempati posisi baru sebagai Head of PR & Marketing di Astronaut.

Dengan akuisisi perdana ini, Astronaut akan terus berinvestasi mengembangkan platform POPSkul, dan mengintegrasikan sertifikat kompetensi ke dalam profil kandidat tenaga kerja di platform Astronaut.

“Tentunya, dengan bergabung bersama Astronaut, kami bisa membuat proses sertifikasi lebih mudah diakses oleh lebih banyak orang, terutama selama pandemi ini,” kata Chandra.

Di pasar tenaga kerja saat ini, memiliki sertifikasi resmi adalah indikator terbaik yang banyak dicari oleh perusahaan pemberi kerja. Di sini, Lembaga Sertifikasi Kompetensi berperan sangat penting dalam peningkatan kualitas SDM. Namun, akses sertifikasi ini banyak terhalang faktor logistik, terutama di daerah kepulauan seperti Indonesia.

Pandemi dan tenaga kerja

Meskipun pandemi menimbulkan berbagai tantangan, namun ekosistem rekrutmen di Asia Tenggara dapat beradaptasi dengan baik. Berbagai universitas dan pusat pelatihan lebih membuka diri dan mengapresiasi kehadiran sistem digital yang andal dan hemat biaya, yang digunakan untuk penilaian keterampilan, wawancara, pelatihan, ujian, dan proses rekrutmen lainnya.

Adaptasi ini membawa disrupsi signifikan dalam ekosistem tenaga kerja. Pemain tradisional dipaksa mengadopsi alat digital untuk menjalankan divisi personalia mereka, dengan mengandalkan platform dan tools seperti Astronaut dan POPSkul sebagai mitra teknologi terpercaya.

Badan Pusat Statistik mencatat, terdapat 29,12 juta orang (14,28 persen) penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19, terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (2,56 juta orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena Covid-19 (0,76 juta orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19 (1,77 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 (24,03 juta orang).

Menurut Kepala Pusat Statistik Pemerintah Indonesia Dr. Suhariyanto, di Indonesia sekitar 8,8% (2,56 juta) penduduk usia kerja saat ini belum memiliki pekerjaan, sementara 30 juta lulusan baru akan memasuki dunia kerja selama lima tahun ke depan. Pandemi pun akan ikut memperparah angka ini. Dengan jumlah pasokan tenaga kerja yang tinggi, perusahaan pun harus mengandalkan teknologi untuk mencari dan menemukan kandidat yang tepat.

“Sebagai platform rekrutmen berbasis mobile yang didukung oleh data, Astronaut bertujuan untuk menjadi teknologi SDM canggih yang meningkatkan kecepatan dan kualitas perekrutan,” kata Nigel.

Platform SDM di Indonesia

Di Indonesia sendiri, banyak platform edtech yang fokus pada peningkatan keterampilan. Popularitasnya turut didorong program pemerintah dalam upaya memperbaiki kualitas SDM, seperti pada program Kartu Prakerja — bantuan pendanaan bagi masyarakat untuk mengakses program keterampilan secara online.

Pemainnya juga sudah cukup beragam seperti Skill Academy dari Ruangguru, Rolmo untuk belajar dari role model di industri, Binar Academy dan Hacktiv8 untuk pemrograman, Cakap UpSkill, Sekolah.mu, dan masih banyak lagi.

Sementara startup yang menawarkan layanan pekerjaan juga cukup berkembang pesat, bahkan ada yang secara spesifik fokus ke kalangan kerah biru seperti Sampingan, MyRobin, AdaKerja, dan lain-lain. Tentu ini menjadi sinyal bagus untuk membantu masyarakat mendapatkan akses ke sumber perekonomian yang lebih baik.

Efek Berganda Aset Kripto Dongkrak Pertumbuhan Bisnis Triv

Bappebti mencatat investor aset kripto telah mencapai 6,5 juta per Mei 2021 dengan nilai transaksi Rp370 triliun (Januari-Mei 2021). Angka ini telah melampaui jumlah investor pasar modal di BEI sebanyak 5,37 juta SID. Kedua investor kelas aset ini terus digandrungi banyak orang semenjak pandemi.

Tren kenaikan investasi di industri otomatis terefleksi dari kinerja para pemainnya. Salah satu pemain kelas aset kripto yang terlama di Indonesia adalah Triv yang sudah beroperasi sejak 2015.

Kepada DailySocial, CEO Triv Gabriel Rey menjelaskan meski pertumbuhan investor kripto melesat, sebenarnya pangsa pasar Indonesia dibandingkan global masih sangat kecil, hanya 2%-3% saja. “Oleh karena itu, jika Indonesia benar menjadi macan Asia dan first world country, saya yakin Indonesia bisa meningkatkan market share-nya ke 15%-20% dengan jumlah penduduk kita yang sangat banyak,” ucap Rey sapaan Gabriel.

Alasan lainnya, kripto itu hadir di Indonesia untuk menjadi bagian dari portofolio kelas aset investor. Pasalnya, mulai banyak hedge fund dan miliarder yang setidaknya memiliki 5%-7% portofolio aset kripto dalam alokasi investasinya. “Jadi jika seseorang tidak memiliki eksposur terhadap aset kripto dalam portofolionya itu merupakan hal yang keliru.”

Diklaim, saat ini Triv memiliki lebih dari 1,35 juta pengguna terdaftar di Indonesia per Juli 2021, dengan pertumbuhan lebih dari 300% secara YOY baik dari jumlah pengguna dan nilai transaksi. Terdapat lebih dari 60 jenis aset kripto yang diperdagangkan di sistem Triv, dari 229 aset yang terdaftar di Bappebti.

“Saat ini aset yang paling populer di Triv adalah Shiba Inu coin yang digadang-gadang menjadi Dogecoin killer.”

Sebagai satu dari 13 perusahaan pedagang aset kripto yang terdaftar di Bappebti, Triv menunjukkan komitmennya untuk tetap melindungi dana nasabah. Saat ini seluruh cold storage Triv diasuransikan oleh Bitgo & Lloyd Insurance England dengan jumlah $100 juta.

Perjalanan merintis Triv

Rey merintis Triv pada 2014, saat ia berusia 24 tahun. Ia menangkap potensi Bitcoin dan platform teknologinya, blockchain, akan menjadi hal yang besar di Indonesia. Perjalanan awal Triv cukup menantang karena masih minimnya kondisi bahwa di Indonesia pada saat itu belum dapat melakukan transaksi Bitcoin.

“Saya pelajari teknologinya, lalu pelajari konsepnya. Saya pikir ini bagus, tetapi kok waktu mau beli Bitcoin tidak ada yang jual di Indonesia.”

Kesulitan tersebut akhirnya membuahkan hadirnya Triv. Pada 2015, masih susah untuk menjual atau membeli Bitcoin dengan cepat, sehingga Triv didirikan unutk mempermudah pertukaran Bitcoin saja pada waktu itu.

“Secara non official, Triv berdiri di 2014. lalu pada Februari 2015, kami resmikan. Kami mulai kemitraan dengan beberapa payment gateway juga, jadi transaksi di Triv sampai sekarang terus berjalan 24 jam.”

Seiring waktu, Triv mengembangkan layanannya dan terus menambah jenis aset hingga lebih dari 60 aset kripto. Dibandingkan pemain sejenisnya, Rey mengklaim bahwa spread (selisih jual-beli) di Triv terendah. Lantaran, Triv ini berjenis brokerage, yang mana transaksi jual-beli langsung dilakukan oleh Triv.

Konsep ini lebih menguntungkan dari sisi pengguna karena proses settlement berjalan secara instan dan real-time ke 61 bank di Indonesia. Dibandingkan pemain lainnya yang menggunakan konsep marketplace, yang mana pengguna harus menunggu pihak lain untuk mencapai kesepakatan transaksi.

Spread merupakan hal yang sensitif dalam rangka akuisisi dan retensi pengguna baru karena sering kali menjadi pertimbangan ketika memilih pedagang aset kripto yang cocok. Semakin kecil spread saat jual-beli aset, trader bisa memperoleh harga terbaik dan bila rugi tidak terlalu besar.

Untuk deposit dan tarik saldo, Triv telah bekerja sama dengan pemain e-money terkenal seperti DANA, ShopeePay, Gopay, dan OVO.

Perusahaan juga memiliki fitur gadai kripto yang baru dirilis pada awal tahun ini. Fitur ini memungkinkan pengguna menggunakan aset kriptonya untuk mendapatkan pinjaman dana instan dengan bunga fixed 9% per tahun dan lebih murah dari p2p lending maupun bank. “Adapun untuk staking kami masih menunggu kepastian dari regulator, sehingga belum bisa buat fiturnya.”

Aset kripto yang bisa digadaikan adalah Bitcoin, Ethereum, dan USD Tether. Perusahaan menjamin permohonan gadai 100% akan disetujui tanpa BI Checking dan dalam dua menit langsung cair.

Fitur ini hadir karena di Indonesia kurang lebih ada sebanyak 144 ribu BTC per tahun yang diperdagangkan. Dari situ, ada sekitar 14 ribu BTC yang ditargetkan bisa menjadi jaminan gadai.

Selain Triv, Rey juga mendirikan Veiris, startup e-KYC berteknologi blockchain pada 2015. Veiris memungkinkan verifikasi dengan menggunakan teknologi text recognition dan facial recognition. Solusi tersebut dibutuhkan oleh industri yang datang dari fintech, e-commerce, travel, dan industri keuangan.

“Ketika customer melakukan sign up di sebuah website, enggak perlu verifikasi manual. Tanpa perlu ketik nama. Itu semua di-handle oleh Veiris secara otomatis.”

Para klien Veiris, di antaranya Pundi, Stellar Kapital, Xfers, 8QQ8 Capital, Kioson, E2Pay.co,id, Infinetworks, dan masih banyak lagi.

Aplikasi Pencatat Keuangan “Moni” Debut, Didukung Achmad Zaky sebagai Investor

Memanfaatkan sumber data yang relevan, platform pencatatan keuangan gaya hidup “Moni” resmi meluncur. Didirikan oleh Ahmad Faiz Nasshor, alumni University of Manchester sekaligus ex-Product Manager Bukalapak, beserta dengan beberapa rekan yang mempunyai pengalaman bekerja di perusahaan unicorn, aplikasi tersebut ingin memberikan kemudahan masyarakat untuk mengelola keuangan.

Versi awal Moni memanfaatkan data dari notifikasi aplikasi dan email — terkait transaksi keuangan. Misalnya pengguna melakukan transaksi di Tokopedia, beli makanan di GrabFood, dan transfer uang melalui Bank Jago, Moni akan mencatat semua transaksi tersebut secara otomatis. Saat ini Moni telah terintegrasi dengan lebih dari 15 produk aplikasi; di akhir tahun nanti targetnya bisa mencapai hingga minimal 25 produk.

“Berbagai macam sumber data yang tersedia diharapkan bisa membantu mencapai visi Moni untuk menjadikan pengelolaan keuangan pribadi menjadi hal yang mudah dan menyenangkan. Ke depannya, Moni bisa menjadi one-stop solution untuk segala topik terkait dengan pengelolaan keuangan pribadi dan pencatatan otomatis merupakan fondasi untuk mencapai impian tersebut,” kata Faiz.

Setelah menerima pendanaan dari angel investor Achmad Zaky, ke depannya Moni juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahap lanjutan. Saat ini perusahaan masih melakukan penjajakan dengan beberapa investor.

“Ada banyak sekali rencana yang ingin kami capai pada tahun ini, namun secara umum target kami adalah membuat proses pencatatan otomatis Moni menjadi lebih akurat dan mendukung lebih banyak produk,” kata Faiz.

Keunggulan fitur

Untuk saat ini Moni belum melancarkan strategi monetisasi dalam platform. Fokus mereka adalah membuat produk untuk menyelesaikan permasalahan yang dimiliki oleh 60 juta milenial dan middle-class di Indonesia dalam hal pengelolaan keuangan pribadi.

“Ke depannya perusahaan telah mengidentifikasi beberapa potential revenue stream. Salah satunya adalah adanya premium member yang akan memberikan benefit khusus untuk pengguna Moni dalam hal fitur ataupun program lainnya,” kata Faiz.

Berbeda dengan platform serupa lainya, Moni fokus pada pencatatan otomatis gratis. Sebagian besar aplikasi pencatatan keuangan yang tersedia saat ini tidak menyediakan pencatatan secara otomatis.

Moni juga mengedepankan cita rasa lokal. Dari aplikasi yang menyediakan pencatatan otomatis, hanya sedikit sekali integrasi dengan produk lokal. Padahal saat ini di Indonesia telah memiliki banyak sekali produk keuangan baru seperti GoPay dan OVO.

“Variasi sumber data yang digunakan akan membuat data yang dapat disediakan oleh Moni menjadi semakin lengkap. Ke depannya kami akan terus mencari sumber data baru yang digunakan untuk membuat pencatatan otomatis yang dimiliki oleh Moni menjadi semakin akurat,” kata Faiz.

Hingga saat ini sudah ada ribuan pengguna yang terdaftar di Moni dengan growth yang diklaim cukup tinggi. Setelah meluncurkan fitur integrasi dengan email pada akhir Mei 2021, jumlah pengguna baru yang terdaftar naik hingga 3x per bulannya dengan peningkatan jumlah transaksi yang tercatat lebih dari 10x. Hal ini karena dengan adanya integrasi email, Moni bisa mencatat transaksi otomatis dari lebih dari 15 produk yang biasa digunakan pengguna, mulai dari e-commerce hingga ojek online.

“Saat ini Moni baru tersedia dalam versi Android, namun kami sudah memiliki rencana untuk mengembangkan versi iOS. Moni saat ini sudah tersedia di Play Store dan bisa di-download secara bebas,” kata Faiz.

Pandemi dorong pertumbuhan transaksi online

Pandemi memiliki dampak yang signifikan terhadap bisnis Moni. Salah satunya adalah, semakin banyak orang yang mengalihkan transaksinya dari offline menjadi online, termasuk pergeseran mode pembayaran dari tunai menjadi QRIS yang semakin meningkat. Bank Indonesia mencatat tahun 2020 lalu, pertumbuhan penggunaannya semakin meningkat.

Pertumbuhan penggunaan QRIS tahun 2020 / Sumber : Bank Indonesia
Nilai Transaksi Uang Elektronik / Sumber : Katadata

Data dari BI juga mencatatkan kenaikan transaksi digital yang mencapai 201 triliun Rupiah di tahun 2020, naik 38,62% dari 192 triliun Rupiah pada tahun 2019. Perubahan behaviour dari masyarakat tersebut berdampak positif terhadap platform seperti Moni, karena pencatatan otomatis hanya bisa dilakukan dari transaksi yang dilakukan secara digital.

Tercatat juga dengan penggunaan uang elektronik yang jumlah transaksinya mencapai 24 triliun Rupiah selama Juni 2021, naik 60% dibandingkan periode yang sama di tahun 2020.

“Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa penggunaan Moni sebagai aplikasi pengelolaan keuangan pribadi saat ini menjadi semakin relevan seiring dengan meningkatnya kebutuhan dari masyarakat,” kata Faiz.

Kenaikan adopsi pembayaran digital Indonesia / Sumber : The Asian Banker

Meningkatnya transaksi pembayaran digital mencerminkan perkembangan literasi keuangan digital penduduk Indonesia. Hal ini juga menunjukkan meningkatnya penerimaan layanan fintech dan e-commerce di tanah air. BI memperkirakan bahwa penyerapan transaksi digital akan berlanjut dengan e-commerce dan pembayaran elektronik masing-masing tumbuh 33,2% dan 32,3% pada tahun 2021.

Application Information Will Show Up Here

Duitin Perkenalkan Aplikasi Digital untuk Memfasilitasi Daur Ulang Sampah

Di awal bulan Juli 2021, Google for Startup Accelerator mengumumkan 8 lulusan program akselerator pertama di Indonesia. Salah satunya adalah Duitin, sebuah pengembang layanan digital yang memfasilitasi daur ulang, memungkinkan masyarakat dapat meminta pengambilan sampah di rumahnya dan mendapatkan reward.

Berdasarkan data McKinsey&Co dan Ocean Conservancy, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai penghasil sampah plastik terbanyak di dunia, yaitu mencapai 63,9 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, hanya kurang dari 10% yang dapat didaur ulang. Sisanya, berakhir di TPA atau lebih buruk lagi, terbawa arus ke laut. Tanpa aksi yang serius, jumlah sampah plastik yang mencemari laut akan semakin bertambah secara signifikan.

COO Duitin Adijoyo Prakoso mengungkapkan, startupnya berawal dari sebuah misi sosial ke kampung pemulung untuk mengetahui bagaimana cara mereka bertahan hidup serta seperti apa pain point-nya. Dalam kesempatan tersebut, para founder menemukan fakta bahwa pemulung ternyata banyak yang membeli sampah daur ulang dari warung untuk dijual kembali ke pelapak yang kemudian baru dikumpulkan untuk dijual kembali ke pabrik daur ulang

“Lalu kami menyadari bahwa ada banyak proses yang bisa disederhanakan melalui teknologi dalam industri daur ulang yang melibatkan pemulung, rumah tangga serta pabrik daur ulang. ”

Secara sederhana, aplikasi ini dibuat untuk memudahkan pengelolaan sampah daur ulang menggunakan fasilitas penjemputan oleh picker. Penggunaan aplikasi juga dinilai bisa membuat picker bisa lebih terarah dalam mengumpulkan sampah daur ulang. Di sisi lain, Duitin juga sebagai sebuah gerakan untuk memilah, mengumpulkan serta mengelola sampah sehingga bisa mendapatkan ‘kehidupan kedua’ melalui proses daur ulang.

Saat ini terdapat 6 klasifikasi sampah daur ulang yang dapat dikelola melalui Duitin, yaitu plastik, karton, kaca, minyak jelantah, kaleng aluminium, serta kotak multi-layer. “Kami ingin memberi kemudahan juga bagi masyarakat yang ingin mulai memilah sampahnya, maka dari itu, kami juga berusaha untuk tidak mempersulit mereka dengan kategori sampah yang terlalu banyak,” tambah Adijoyo.

Selain itu, dari sisi pemerintah juga terus berupaya untuk mengurangi jumlah sampah. Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan Pergub No. 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah pada Lingkup Rukun Warga. Melalui Pergub ini, rumah tangga diwajibkan untuk mengelola sampah. Sehingga, sampah tak langsung dibuang ke bank sampah.

Sampah daur ulang yang telah dijemput, akan dibersihkan serta dipilah berdasarkan jenis, warna dan bahannya, kemudian dikirimkan ke pabrik pencacah. Hasil pencacahan dapat diproses kembali menjadi barang baru seperti karung atau botol plastik. Selain itu, bisa juga diolah sebagai bahan untuk membuat biji plastik, benang, kain bahkan untuk diekspor.

Duitin kontributor yang berhasil menjual sampahnya akan mendapatkan reward dari picker berupa Duitin Coin yang bisa digunakan untuk membeli produk dalam platform.  Setiap transaksi yang terjadi dalam platform juga akan diberikan poin. Selain itu, kontributor juga bisa mencairkan Duitin Coin ke rekening bank. Saat ini Duitin telah bekerja sama dengan beberapa pihak seperti  LinkAja, serta sedang dalam proses integrasi dengan platform DANA.

Dukungan terhadap sektor informal

Selain berkontribusi untuk bumi dan alam yang lebih baik, Duitin juga ingin turut berpartisipasi dalam meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi bagi sebagian lapisan masyarakat. Timnya mengaku berkomitmen memberi dampak positif bagi lingkungan sekaligus memiliki visi untuk menaikkan taraf hidup dan citra profesi bagi para picker di mata masyarakat.

Sektor informal, terkhusus dalam industri ini para pemulung, mayoritas adalah orang-orang yang unbanked yang tidak terjangkau produk perbankan. Duitin melihat hal ini sebagai salah satu yang juga menjadi pain points, sektor yang paling membutuhkan dukungan finansial, malah tidak mendapat akses ke produk finansial.

Salah satu objektif yang ingin dicapai oleh Duitin dengan mempekerjakan sektor informal dalam aplikasinya adalah untuk mereka bisa mulai membangun profil finansialnya. Hal ini diharapkan bisa digunakan sebagai credit scoring ketika mereka butuh akses terhadap institusi finansial untuk bisa bertahan dalam ketidakpastian ekonomi saat ini.

Dari sisi pendanaan, saat ini Duitin masih beroperasi secara bootstrap. Namun, Adijoyo turut menyampaikan bahwa timnya saat ini tengah dalam proses fundraising. Tidak disebutkan target pendanaan yang diincar, tapi mereka berharap proses penggalangan dana ini bisa tercapai pada Q4 2021.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Yourpay, Aplikasi E-money Remitansi untuk Pekerja Migran

Pemain remitansi sejauh ini masih dikuasai oleh perbankan dengan segala limitasi yang mereka punya, sering kali menyulitkan pekerja migran untuk mengirim gajinya ke keluarga yang ada di Indonesia. Yourpay ingin mengambil kesempatan tersebut dengan pendekatan yang lebih ramah sesuai tren saat ini.

Yourpay adalah aplikasi uang elektronik yang telah mengantongi tiga izin dari Bank Indonesia, yakni penyedia jasa uang elektronik, transfer dana, dan layanan keuangan digital. Startup ini didirikan pada 2018 oleh Christilia Angelica Widjaja sebagai pendiri tunggal. Ia merupakan cucu dari Eka Tjipta Widjaja yang merupakan pendiri Sinarmas Group.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Yourpay Christilia menuturkan, ia membangun Yourpay bersumber dari genuine empati terhadap sesama perempuan, khususnya pekerja migran dan ibu. Ia memperoleh inspirasi contoh berbisnis dengan empati dari mendiang neneknya yang merupakan seorang filantropi.

“Youpay memiliki fokus untuk komunitas unbanked dan underbanked dari kalangan pekerja migran beserta keluarganya. Segala hal mulai dari price/performance ratio dan segala fitur diperhatikan dan diciptakan untuk selalu mengedepankan dan memajukan nilai kemanusiaan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna,” ucapnya.

Tidak sekadar menjadi pemain e-money, Yourpay mengambil fokus pada layanan remitansi untuk pekerja migran di luar negeri. Mereka dapat dengan mudah mengonversi pendapatannya yang berbasis uang tunai ke saldo Yourpay, langsung terkonversi dalam Rupiah dengan top up melalui mitra outlet. Saldo tersebut dapat langsung dipakai untuk ditransfer ke rekening bank milik salah satu anggota keluarga dan dicairkan kembali untuk membayar berbagai kebutuhan.

Biaya yang dikenakan juga terbilang murah bahkan diklaim dapat menghemat hingga 10,5 kali lipat dari layanan remitansi tradisional. Misalnya, untuk transfer ke sesama aplikasi beda negara dikenakan biaya dimulai dari Rp5 ribu. Aplikasi Yourpay juga menyediakan berbagai fitur pembayaran tagihan PPOB yang sudah bermitra dengan Yourpay, seperti PLN dan BPJS Kesehatan, serta transfer dana ke sesama pengguna Yourpay (p2p transfer).

“Yourpay dibangun dengan perspektif yang jeli, tidak ikut dengan tren metode bakar uang. Hingga saat ini, biaya marketing yang dikeluarkan masih di bawah 1% dari total Gross Revenue. Kami belum pasang iklan di mana-mana dan mengandalkan komunitas grassroot pengguna di luar negeri dan Indonesia.”

Berdasarkan data PBB, lebih dari 200 juta pekerja migran di dunia mengirim uang ke lebih dari 800 juta anggota keluarga setiap tahunnya. Sehingga muncul desakan inisiatif dalam Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration oleh PBB agar penyedia layanan finansial internasional bisa mengurangi biaya transfer dan mempermudah inklusi keuangan yang lebih besar melalui pengiriman uang.

Sebagai catatan, laporan Bank Dunia yang dirilis Mei 2021 mengungkapkan terjadinya penurunan remitansi seluruh pekerja migran 2020 menjadi US$ 540 miliar dari US$ 548 miliar pada 2019. Penurunan yang hanya sebesar 1,6% di tengah pandemi itu menjadi bukti bahwa di tengah kesulitan ekonomi global, para pekerja tidak memangkas kiriman uang kepada keluarga tercinta di rumah.

“Remitansi ini menanggung banyak kebutuhan dasar rumah tangga. Meskipun Covid-19 telah menjadi ujian berat, namun nyatanya data remitansi tersebut menjadi bukti pengikat para migran dengan keluarga mereka di kampung halaman. Yourpay mengadopsi dan turut merayakan hari Internasional Remitansi Keluarga karena memiliki visi untuk fokus melayani pengguna dari kalangan pekerja migran beserta keluarganya.”

Aplikasi Yourpay

Perkembangan bisnis Yourpay

Christilia menyebutkan, nilai rata-rata transaksi yang berhasil diproses Yourpay antara $200-$500 (sekitar Rp2,9 juta-Rp7,2 juta) per bulan untuk top up. Sejak diluncurkan beta version pada Juni 2020, saat ini Yourpay telah mengantongi total kumulatif GMV lebih dari $11 juta (hampir Rp160 miliar), dengan volume transaksi lebih dari 200 ribu.

Pengguna terdaftar Yourpay disebutkan ada lebih dari 50 ribu orang, yang tersebar di Indonesia, Hong Kong, Macau, Singapura, Malaysia, dan Taiwan. Hong Kong dan Macau menjadi kontributor utama bisnis Yourpay dengan persentase 72% dari total kumulatif GMV.

Untuk mendorong bisnis perusahaan di kedua negara tersebut, Yourpay mengumumkan kerja sama strategis dengan Chandra Remittance. Sebanyak 60 outlet Chandra Remittance di Hong Kong kini dapat menerima top up saldo Yourpay. Chandra Remittance adalah perusahaan remitansi lokal yang didirikan oleh mantan pekerja migran asal Lombok. Perusahaan tersebut melayani hampir 95% pekerja migran dari Indonesia untuk mengirim gajinya ke keluarganya di Indonesia.

(tengah) Founder dan CEO Yourpay Christilia Widjaja bersama pengguna Yourpay / Yourpay

Yourpay juga berencana masuk ke Singapura. Saat ini perusahaan sedang memroses pengajuan izin Payment Services Act (PSA) di Monetary Authority of Singapore (MAS). PSA adalah izin untuk sistem pembayaran dan penyedia layanan pembayaran di Singapura. Negara lain yang diincar adalah Malaysia dan Arab Saudi.

Christilia mengatakan untuk mencapai visi perusahaan yang ingin menciptakan lebih banyak dampak buat para pekerja migran, saat ini sedang menggalang putaran dana tahap awal. Sebelumnya perusahaan mengandalkan pertumbuhan bisnis secara organik dan bootstrap. “Yourpay menargetkan untuk mendapat funding dari global investors yang memiliki visi sama dan mengerti pentingnya impact, dan tentunya terus bertumbuh dan meningkatkan tractions,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Ramaikan Industri Cloud Kitchen, Foodstory Usung Konsep “Multi-Brand F&B”

Foodstory meramaikan industri cloud kitchen di Indonesia yang masih memiliki ruang tumbuh besar. Startup ini mulai beroperasi pada Januari 2021, didirikan oleh Dennish Tjandra, eks pendiri startup kecantikan HelloBeauty dan memiliki pengalaman di Rocket Internet; bersama Charles Kwok, seorang serial entrepreneur.

Foodstory mengusung konsep multi-brand F&B group yang membuat, membangun, dan mengoperasikan beberapa brand in-house dalam satu dapur. Ada tiga brand pada saat ini, yakni Chicken Pao, Bowlgogi, dan Lahab Kitchen. Outlet Foodstory melayani take-away, delivery, serta beberapa lokasi dine-in untuk meningkatkan engagement ke konsumen. Hangry menjadi startup terdekat yang memiliki konsep serupa dengan Foodstory.

Kepada DailySocial, Co-Founder Foodstory Dennish Tjandra menceritakan bahwa startup barunya didirikan karena dirinya dan Charles memiliki kesamaan hobi, yakni menyukai makanan. Mereka berdua sama-sama pernah menekuni usaha F&B sebelum akhirnya bertemu pada akhir kuartal tiga tahun lalu, untuk membicarakan kondisi masing-masing yang terdampak dari pandemi.

“Lalu kami sama-sama melihat adanya peluang di industri makanan mengingat perubahan perilaku konsumen terhadap pemesanan makanan online setelah adanya pandemi. Lalu tercetuslah ide mengenai Foodstory ini,” terangnya, Selasa (7/7).

Meski konsepnya bukan barang baru, sambungnya, namun Foodstory tidak memiliki food production house sendiri. Perusahaan bekerja sama dengan mitra yang bertugas untuk mengirimkan pre-cooked meals ke outlet Foodstory. Dengan cara ini, setiap outlet tidak perlu memiliki chef karena hanya perlu memasak untuk assembly dan finishing saja sesuai pesanan.

“Jadi seperti ‘doorship’ makanan, sehingga secara operasional dan biaya kami bisa lebih efektif dan efisien, serta yang paling penting, lebih konsisten.”

Sumber: Foodstory

Untuk pengembangan menu dan brand F&B lainnya, Foodstory bekerja sama dengan mitra food production house tersebut. Pemilik dari food production house ini termasuk salah satu pemegang saham di Foodstory. “Untuk brand dan menu-menunya kita combine antara makanan-makanan yang long last dengan tren. Contoh, fried chicken atau crispy chicken ‘kan dari zaman dulu sudah ada, cuma kita padukan dengan tren sekarang.”

Saat ini Foodstory sedang menuju delapan outlet yang tersebar di sekitar Jakarta dan Tangerang, di antaranya Sawah Besar, Pluit, Puri, Kramat Pulo, Cengkareng, Cipete, Gading Seerpong, dan Alam Sutera. Perusahaan menargetkan pada tahun ini dapat menambah kehadiran di 50 lokasi baru, mulai masuk ke Jabodetabek, Surabaya, Bandung, dan kota-kota potensial lainnya.

Perusahaan memanfaatkan kehadiran pemain online food delivery, seperti GoFood, GrabFood, Traveloka Eats, dan ShopeeFood untuk memasarkan produknya.

Sumber: Foodstory

Persiapan penggalangan dana tahap awal

Dennish menyebut pada Mei kemarin, perusahaan telah mengantongi pendanaan pre-Seed senilai $200 ribu (sekitar 2,8 miliar Rupiah) dari PT Gamma Persada Solusindo, perusahaan distribusi produk IT. Dana tersebut digunakan untuk membenahi fundamental operasional dan sistem, merekrut tim, membangun tiga brand, dan membuka cabang awal untuk menguji kesiapan sistem untuk scaling ke depannya.

Penggalangan ini membuka kesempatan perusahaan untuk masuk ke tahap lanjutan agar dapat tumbuh lebih ekspansif. Ia mengatakan saat ini Foodstory sedang proses penggalangan tahap awal, yang mana 90% dana tersebut akan digunakan untuk kegiatan marketing, branding, dan ekspansi ke 50 lokasi baru.

“Target jangka panjang kami tidak hanya ingin menjadi bagian dari cerita makanan Indonesia, namun kami juga punya target untuk bisa jadi bagian dari cerita makanan masyarakat global. Layaknya brand-brand F&B global yang kita kenal selama ini. Seperti nama grup kami, Foodstory ingin jadi bagian dari cerita makanan semua orang, dimulai dari perjalanan kecil saat ini,” tutupnya.

Dikembangkan Founder Asal Indonesia di AS, Typedream Hadirkan Layanan Pembuat Situs Web Tanpa Coding

Typedream adalah sebuah layanan SaaS yang memudahkan siapa saja untuk membuat situs webnya sendiri. Berkonsep “tanpa kode”, penggunaan platform ini tidak mengharuskan penggunanya paham dengan pemrograman, karena cukup mengetikkan perintah sederhana [misalnya mengetik “/button” untuk membuat tombol atau “/image” untuk membubuhkan gambar]; dan melakukan drag-and-drop dalam mengatur ukuran aset desain.

“Typedream adalah sebuah no-code website builder yang mudah digunakan seperti Squarespace atau Wix, tapi menghasilkan keluaran yang terlihat seindah Webflow […] mengembangkan sebuah situs web serasa sedang menyunting dokumen di Google Docs atau Notion” ujar Co-Founder & CEO Typedream Kevin Nicholas Chandra.

Tampilan layanan pengembangan web tanpa kode Typedream

Saat ini layanan tersebut tengah dalam persiapan untuk peluncurannya ke publik. Kendati demikian, pengguna bisa mendaftarkan diri mendapatkan tiket early access untuk mencoba berbagai fitur yang ditawarkan. Nantinya pengguna layanan premium akan dikenakan biaya $15 per bulan atau $144 per tahun.

Guna mendukung perkembangan bisnisnya, baru-baru ini Typedream membukukan pendanaan awal dengan nilai yang tidak disebutkan. Beberapa investor yang terlibat termasuk Y Combinator dan sejumlah angel investor meliputi Timothy Lee, Ben Tossell, Aadil Mamujee, serta Blaine Cook.

Investasi yang didapat akan digunakan untuk meningkatkan kapabilitas produk. Diketahui saat ini Typedream baru bisa digunakan untuk mengembangkan situs web statis seperti landing page atau laman personal, pengembangan berikutnya akan memungkinkan pengguna membuat situs yang lebih kompleks seperti e-commerce atau layanan bisnis online lainnya.

Pendiri asal Indonesia di Amerika Serikat

Selain Kevin, Typedream turut didirikan oleh empat founder lainnya, yakni Michelle Marcelline, Albert Putra Purnama, Anthony Harris Christian, dan Putri Karunia. Kelimanya berasal dari Indonesia dan dipertemukan di Amerika Serikat saat melaksanakan studinya. Mereka sudah memulai proyek bersama-sama sejak tahun 2015 dan masuk ke program akselerator Y Combinator pada tahun 2020.

Saat ini basis mereka di San Francisco, namun dengan layanan yang dikembangkan mereka berharap bisa melayani pasar global — termasuk pengguna di Indonesia.

“WordPress, Squarespace, dan Wix mengatakan bahwa mereka membantu UKM, pembuat konten, dan orang-orang membangun bisnis online, tetapi orang-orang tetap harus mempekerjakan freelance untuk membangun situs web mereka. Pada akhirnya, sebuah situs web sederhana akan menghabiskan biaya ratusan dolar,” lanjut Kevin menjelaskan isu yang ingin dipecahkan.

Turut disampaikan, nilai pasar layanan pembuat situs web ditaksirkan mencapai $12 miliar. Saat ini sekurangnya ada 64 juta situs web yang dibuat lewat layanan serupa, dan 64,1% di antaranya menggunakan WordPress.

“Dengan Typedream, kami belajar bahwa orang bersedia membayar untuk produk yang memecahkan masalah mereka dengan teknologi seminimal mungkin. Kami memulai MVP hanya dengan tiga fitur dan orang-orang sudah bersedia membayar untuk layanan berlangganan kami,” kata Kevin.

Turut kembangkan Cotter

Layanaan paswordless login yang dikembangkan Cotter

Dalam entitas bisnis yang sama, Kevin dan kawan-kawan sebelumnya juga mengembangkan Cotter. Ini adalah sebuah PaaS yang memungkinkan pengembang web menyajikan layanan login tanpa password di situs atau aplikasinya. Berbasis API, platform tersebut dapat diintegrasikan ke sejumlah layanan termasuk Typedream, Webflow, Notion, Bubble, atau situs/aplikasi yang dikembangkan sendiri, termasuk di platform Android dan iOS.

Pengalaman pengguna yang disajikan Cotter seperti ini. Di sebuah situs, mereka cukup memasukkan alamat email. Kemudian sistem akan mengirimkan sebuah tautan unik untuk membawa pengguna ke dalam aplikasi. Cara ini dinilai lebih efektif untuk meningkatkan konversi dan retensi pengguna. Selain itu, layanan siap pakai yang dihadirkan juga dinilai menghemat waktu kerja tim teknis perusahaan.

Fokus Kembangkan Teknologi Pembelajaran Bahasa Asing, LingoTalk Galang Pendanaan Pre-Seed

Besarnya potensi untuk mengembangkan sektor edutech banyak dimanfaatkan oleh penggiat startup untuk kemudian meluncurkan platform pembelajaran berbasis teknologi. Tak terkecuali oleh LingoTalk, yang hadir menyediakan opsi belajar bahasa asing.

Kepada DailySocial, CEO LingoTalk Andre Benito mengungkapkan, LingoTalk hadir untuk memberikan pilihan belajar bahasa asing secara personal dan efisien. Dengan demikian, bagi pengguna yang ingin menambah wawasan dan kemampuan bahasa asing mereka, bisa melihat secara langsung sejauh mana kapabilitas dan penyerapan pembelajaran selama menggunakan aplikasi tersebut.

“Mimpi besar kami adalah bisa membuat suatu kurikulum yang efisien dengan mengurangi waktu belajar dimulai dari bahasa asing. Mengedepankan teknologi, LingoTalk juga ingin mengadopsi artificial intelligence ke dalam platform,” kata Andre.

Untuk bisa mengembangkan teknologi lebih advance, saat ini LingoTalk sedang menjajaki penggalangan dana untuk tahap pre-seed. Sebelumnya mereka telah mengantongi investasi dari angel investor. Jika dana segar bisa diperoleh dalam waktu dekat, perusahaan ingin fokus kepada product development, merekrut lebih banyak tim engineer, dan mengembangkan sistem rekomendasi.

“Kami menyediakan platform pembelajaran yang akan membuat pengguna semakin nyaman dalam mengakses materi dan belajar bahasa asing di LingoTalk, karena yang menjadi kunci utama bagi kami adalah efisiensi pembelajaran dan personalisasi materi sesuai kebutuhan dengan menggunakan teknologi mutakhir,” kata Andre.

Setelah berhasil membangun LingoTalk aplikasi web di bulan Agustus 2020 lalu, kini mereka memperkenalkan aplikasi LingoTalk Mobile Learning kepada pengguna. Dengan konsep berlangganan yang rencananya akan diluncurkan Q3 tahun ini, nantinya pengguna dengan mudah bisa melanjutkan pilihan paket yang diinginkan secara langsung. Pilihan yang ditawarkan oleh Lingotalk saat ini adalah Pay Per Package.

“Dengan menawarkan konsep subscription kita juga bisa mempertahankan retention dan tentunya mempermudah proses kepada pengguna. Saat ini perjanjian yang kami tawarkan dengan para tutor freelance dan in-house adalah negosiasi dari awal rate mereka,” kata Andre.

Teknologi AI dan kolaborasi

Saat ini LingoTalk menyediakan layanan pembelajaran 10 bahasa internasional berbasis one-on-one, kelas intens, dan kurikulum bahasa yang terpersonalisasi. Mereka telah memiliki lebih dari 10000 pengguna aktif di seluruh Indonesia dengan spesifikasi berbagai usia mulai dari anak, remaja, hingga dewasa.

Meskipun saat ini sudah ada beberapa platform digital yang menawarkan pembelajaran bahasa asing di Indonesia, LingoTalk mengklaim memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan platform serupa lainnya. Salah satunya adalah menerapkan teknologi artificial intelligence ke dalam platform.

Sejak awal LingoTalk dibangun dengan mengembangkan aset yang ada, namun fokus perusahaan ke depannya adalah mengembangkan teknologi. LingoTalk juga ingin memberikan rekomendasi yang lebih personal dan relevan kepada pengguna.

“Kita akan terus mengikuti perkembangan teknologi, awalnya memang masih memanfaatkan tutor, namun kedepannya jika sudah memiliki satu juta pengguna, kami bisa mengembangkan teknologi yang relevan. Misalnya dengan memanfaatkan AI coach, dan bisa lebih fokus kepada spesifik rekomendasi di setiap bahasa yang kami tawarkan,” kata Andre.

Saat ini LingoTalk telah menjalin kolaborasi dengan platform terkait seperti Kiddo. Salah satu potensi yang tengah dikembangkan oleh LingoTalk adalah dengan menawarkan pembelajaran bahasa asing untuk anak.

“Untuk target pengguna saat ini kita cukup beragam. Mulai dari mahasiswa yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri hingga profesional muda. Namun ke depannya segmentasi untuk anak akan kami kembangkan memanfaatkan tren FOMO (fear of missing out) di kalangan orang tua,” kata Andre.

Application Information Will Show Up Here

Surge Mantap Masuk Segmen Insurtech Lewat Platform “Asuransi Kita”

PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (IDX:WIFI) atau Surge mengumumkan penambahan lini bisnis baru di ranah insurtech. Mereka resmi meluncurkan platform marketplace asuransi mikro bernama “Asuransi Kita”, di dalamnya berisi kurasi produk yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.

Salah satu alasan Surge masuk ke segmen ini lantaran penetrasi asuransi di Indonesia masih dinilai rendah. Mengutip data OJK per Agustus 2020, penetrasi asuransi masih di kisaran 2,92% lantaran belum menyentuh semua aspek masyarakat. Produk mikro juga dinilai lebih cocok untuk pelaku UMKM dan masyarakat menengah ke bawah yang menjadi target pasar utama mereka.

Layanan Asuransi Kita sendiri sebenarnya sudah mulai dirilis sejak April 2020. Perusahaan mengklaim saat ini sudah memiliki sekitar 80 ribu pengguna. Sebagian besar demografinya terdiri dari pegawai swasta, profesional, dan penggiat komunitas hobi. Sementara di sisi produk, mereka telah menghadirkan tujuh varian, mulai perlindungan kesehatan, jiwa, perjalanan, kendaraan, olahraga, dan rumah.

“Asuransi Kita kami hadirkan sebagai solusi perlindungan terkurasi yang disesuaikan dengan kebutuhan perlindungan masyarakat dengan berbagai kemudahan. Pertama, platformnya sangat mudah digunakan karena telah terintegrasi dengan semua layanan aplikasi dan periklanan dalam ekosistem […] Kedua, biaya premi sangat terjangkau mulai dari Rp5.000 dengan berbagai pilihan perlindungan sekaligus yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Ketiga, fleksibilitas pemilihan rentang waktu perlindungan bagi pengguna mulai dari harian,” ujar CEO Surge Hermansjah Haryono.

Pengguna dapat mengakses layanan melalui situs web Asuransi Kita. Selain itu, akses lainnya juga bisa ditemukan melalui jaringan ekosistem Surge lainnya yang termasuk pada penggunaan wifi gratis yang disediakan oleh perseroan, Linipoin, serta seluruh aplikasi yang dikembangkan.

Potensi insurtech di Indonesia

Menurut data yang dihimpun DSInnovate dalam “Insurtech Ecosystem in Indonesia Report 2021“, ukuran pasar industri asuransi di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020. Adopsi asuransi sendiri terdorong dari beberapa aspek, dimulai dari proses bisnis [klaim] yang mudah (48%), merek produk (39%), biaya (37%), dan manfaat yang diberikan (11%).

Insurtech dinilai dapat memberikan sumbangsih signifikan dengan memberikan efisiensi pada faktor-faktor tersebut. Selain Asuransi Kita, menurut laporan saat ini ada sekitar 11 startup yang fokus mengembangkan layanan asuransi, dengan 3 startup yang hadir sebagai pendukung pasar. PasarPolis dan Qoala menjadi dua pemain terbesar jika ditinjau dari jangkauan pasar dan pendanaan yang didapat.

Marketplace sendiri adalah salah satu dari model bisnis yang bisa diadopsi oleh insurtech. Dalam laporan DSInnovate dijelaskan mengenai peluang model bisnis lain yang dapat digarap oleh inovator digital untuk industri asuransi di Indonesia.

Varian model bisnis insurtech

Menurut Hermansjah, strategi terbaik saat ini untuk merangkul segmen pengguna yang masih underserved tersebut ialah dengan edukasi asuransi mikro dan menyuguhkan kemudahan akses secara digital. Ia juga mengatakan, proses klaim lewat platformnya relatif cukup singkat kurang dari 10 hari kerja bisa menggunakan berbagai saluran online. Pendekatan tersebut setidaknya berhasil membawa Asuransi Kita merilis 100 ribu polis pada awal tahun ini.

Mereka juga bermitra dengan perusahaan asuransi ternama di Indonesia untuk memasarkan produknya, seperti Sompo Insurance, Cigna, Sequis Life, AXA, Sinarmas Insurtech dan beberapa mitra lainnya.