Belajar dari Pengalaman Member.id Membangun dan Memvalidasi Produk

Dalam perjalanannya membangun bisnis, Co-founder & CEO Member.id Marianne Rumantir bercerita tentang bagaimana ekosistem startup di Indonesia berkembang hingga sekarang ini. Dunia startup tak lagi identik dengan pelaku bisnis atau produk berlatar belakang IT, tetapi juga solusi kreatif dan disruptif.

Pada kesempatan kali ini, ia berbagi pengalaman dan cerita seputar pengembangan dan validasi produk/layanan. Selengkapnya, simak paparan Marianne Rumantir pada sesi rangkaian program inkubasi DSLaunchpad ULTRA berikut ini.

Mencari tahu ide bisnis bernilai atau tidak

Pelanggan merupakan metrik validasi yang umum untuk mengetahui apakah produk/layanan yang dikembangkan bernilai atau dapat menyelesaikan masalah mereka. Menurut Marianne, terkadang perlu mengambil langkah besar untuk mengembangkan produk meskipun memakan waktu lama. Tetapi, penting pula untuk melakukan kalkulasi. Produk tidak harus sempurna, tetapi paling tidak dapat memberikan dampak terhadap pelanggan/klien.

“Di situ kami tahu bahwa we are making difference with our solution. Bukan perfect product, at least you are providing or helping them. Jika ada appetite pada produk, ini pertanda ada yang mau pakai,” ujar Marianne.

Dalam konteks pelanggan di segmen B2B, ia juga menyoroti pentingnya komunikasi dua arah serta utilisasi data untuk mengetahui implementasi produk/layanan dapat memberikan perubahan terhadap bisnis klien dan memenuhi kebutuhan mereka.

“Komunikasi secara berkala penting untuk mempertajam alignment. Tujuannya untuk memastikan kebutuhan terpenuhi, apalagi kerja sama untuk jangka panjang,” tambahnya.

Pengalaman saat melakukan product validation

Setiap startup pasti pernah melalui perjalanan berliku saat melakukan product validation. Marianne menceritakan bagaimana ia dan timnya pernah mengalami kegagalan memvalidasi produk karena pandemi Covid-19. Situasi ini membuat permintaan pasar terhadap produknya turun secara drastis.

Diungkapkannya, Member.id pernah meluncurkan aplikasi Madoo yang memungkinkan pengguna mengonversi point dan miles dari merchant, seperti OVO, Gopay, AirAsia, dan Garuda. Ketika perusahaan melakukan soft launch, pandemi pun terjadi dan penerbangan dilarang. Situasi ini menyulitkan proses validasi Madoo mengingat nilai jual aplikasi ini terletak pada tukar point dan miles.

“Padahal kami sudah lakukan riset satu setengah tahun pada R&D untuk membangun produk. Kami juga sudah investasi miliaran Rupiah. Such a bad timing. Akhirnya, kami postpone produk sampai situasinya membaik. Kadang-kadang ada situasi tidak terduga yang membuat demand pasar jatuh,” ungkapnya.

Situasi semacam ini memang tidak terelakkan. Terlepas dari itu, Marianne menyebut bahwa umumnya product validation dapat memakan waktu hingga 1-2 tahun. Ini untuk mengetahui apakah pada periode ini pelaku startup dapat memperoleh customer atau klien yang mau memakai produk/layanannya.

Mencari investor hingga exit plan

Pengembangan produk selalu akan berkaitan dengan kecukupan modal yang dimiliki startup di tahun-tahun pertamanya. Marianne menilai perkembangan industri startup semakin matang. Bagi pelaku startup, ini menjadi momentum yang tepat untuk membangun sebuah produk/layanan. Investor semakin banyak yang berani berinvestasi untuk pendanaan tahap awal (seed round).

“Situasi ini menjadi peluang bagus karena sebetulnya kita tidak perlu big money di awal untuk mengembangkan produk. We just need good amount of money dan konsep produknya untuk satu tahun pertama. Investor juga semakin banyak yang mau berinvestasi di seed,” paparnya.

Ia juga menggarisbawahi tentang beberapa hal lain seputar investor. Pertama, penting untuk mencari investor yang dapat menjadi strategic partner, terutama yang sudah memiliki banyak portofolio investasi. Ini dapat menjadi satu kesempatan bagi startup untuk mencari customer baru/klien dari portofolio milik investor.

Kedua, mencari investor yang dapat memberikan pendampingan dalam membangun produk dan bisnis hingga exit plan. “Kalau di VC, [investasi VC] startup tidak minta balik modal, hanya tutup bisnis yang berarti no longer burning money. Setiap investor punya exit plan yang berbeda. Makanya, cari investor yang dapat kasih konsultasi untuk bangun bisnis.”

Cerita Proses Validasi Pasar Mekari, Mulai dari Sleekr hingga Keputusan Konsolidasi

Di tengah pasar yang kompetitif dan serba tidak pasti, pengusaha dituntut untuk sangat berhati-hati dengan langkah-langkah yang diambil untuk memulai sebuah bisnis. Sebelum berbicara mengenai sustainability atau status “unicorn”, seorang founder harus bisa lebih dulu memvalidasi ide startup mereka.

Terkait hal tersebut Co-Founder & CEO Mekari Suwandi Soh berbagi banyak dalam sesi webinar DSLaunchpad ULTRA pekan lalu.

Dalam perjalanan kariernya, ia sempat menjajal banyak bidang seperti quality assurance, consulting productivity, dan business process improvement. Sebelum pada tahun 2014, ia mulai melihat peluang untuk bisnis software dalam membantu meningkatkan kinerja sumber daya manusia atau human resources (HR) pada perusahaan. Mimpi awalnya adalah untuk mendigitalkan semua proses manual dan repetitif dalam lingkup HR. Ia ingin mengembangkan solusi teknologi untuk mengubah cara kerja HR yang dinilai masih sangat konvensional.

Berawal dari proyek akhir pekan, Sleekr solusi HR berbasis cloud yang awalnya hanya digunakan untuk internal perusahaan, resmi diluncurkan untuk publik di tahun 2015. Selama beroperasi beberapa tahun, platform tersebut berhasil mencapai sejumlah milestone hingga akhirnya memutuskan untuk melakukan konsolidasi dengan beberapa startup yang kini dikenal dengan Mekari.

Fokus pada area kompetensi

Ketika pertama kali melihat peluang dalam industri HR, ada banyak sekali masalah yang bisa diangkat, seperti manajemen kinerja, pelatihan karyawan, gaji, dan sebagainya. Pada saat itu, Suwandi yang masih bekerja full-time di perusahaan sebelumnya merasa tidak bisa mencakup semuanya dalam satu waktu. Maka dari itu, ia memutuskan untuk mengangkat masalah yang paling sering ditemukan dan sesuai dengan kompetensi timnya. Dalam hal ini adalah employee database dan time-off.

“Agak berbeda dengan B2B software, kita tidak bisa melakukan bare minimum. Masalah dalam ranah HR ada banyak, maka dari itu, dalam mengembangkan software ini kita cari masalah yang paling bisa kita build, yaitu employee database, dan yang umum ditemui di semua perusahaan adalah time-off. Setelah itu baru expand,” ujar Suwandi

Karena Sleekr saat itu adalah proyek akhir pekan dan masih bootstrapping, Suwandi sendiri mengaku ada banyak hal yang harus dipelajari untuk bisa sampai pada product/market fit. Dengan jaringan investor, ia belajar menyusun pitch deck dan mulai membuat konsep produk. Setelah mencapai traksi yang signifikan dan diterima pasar, baru ia mulai fokus. Dalam validasi pasar, traksi bisa berupa adopsi fitur dan kemauan membayar atau willingness to pay.

Di masa awal pengembangan produk, Suwandi mengaku ingin lebih dulu menyasar pasar global. Hal ini didasari oleh kecenderungan masyarakat Indonesia yang masih belum mau merogoh kocek untuk solusi teknologi. Namun, seiring perjalanan ia menemukan fakta bahwa ini hanya masalah segmen seperti apa yang disasar.

Mengenai target market global, Suwandi turut mengungkapkan,”Hal itu memang menarik, jarang ada produk SaaS asal Indonesia mencapai hasil signifikan di luar. Namun, yang harus diperhatikan adalah kita harus realistis dengan kompetensi engineering di Indonesia. Jika punya keyakinan dan kompetensi tinggi, maka tidak ada yang tidak mungkin,” tambahnya.

Aktif berinteraksi dengan pengguna

Dalam proses menemukan pasar yang tepat, diperlukan komitmen yang juga kuat. Suwandi mengakui, di masa awal produknya rilis untuk publik, ia juga bekerja sebagai customer support. Ia berinteraksi langsung dengan pengguna dan mengamati setiap prosesnya. Dari situ ia mempelajari kebiasaan pengguna dan fitur seperti apa yang memegang peran dan yang tidak signifikan.

“Kita sebagai founder bisa ambil peran sebagai customer support beberapa lama sampai punya tim yang bisa dipercaya, itu merupakan area yang sangat vital.”

Pada beberapa perusahaan, sebelum mengembangkan produk, akan ada tim yang ditugaskan untuk melihat seperti apa kebutuhan pengguna. Mereka akan menemui sejumlah pengguna dan berdiskusi. Itu merupakan proses validasi yang pertama. Setelah produk dikembangkan, ada banyak alat bantu untuk mendapatkan data. Dari situ akan dilihat isunya seperti apa dan estimasi waktu untuk bisa menemukan product/market fit.

Pentingnya relasi yang baik dengan pengguna kembali dicetuskan Suwandi ketika menjawab salah satu pertanyaan terkait pergerakan inovasi di dunia startup yang serba dinamis, ia mengatakan bahwa sulit untuk bisa menjaga inovasi untuk tidak ditiru oleh pemain lain. Namun satu hal yang penting adalah seberapa besar pemahaman kita terhadap pengguna. “Fitur bisa ditiru tapi pemahaman pengguna susah ditiru.” sebutnya.

Kembali pada visi dan misi

Di tahun 2019, Sleekr meresmikan konsolidasi dengan tiga startup, yaitu Talenta, Jurnal, dan Klikpajak. Ketika itu timnya menyadari bahwa software HR belum menjadi prioritas pada banyak bisnis. Ada kebutuhan lebih mendesak seperti accounting atau pembukuan. Mereka mulai mempertimbangkan bundle yang sesuai dan mencari produk yang juga relevan. Pada saat itu visi mereka bukan lagi fokus ke HR tapi lebih ke business operating system.

Tidaklah mudah untuk menyatukan lebih dari dua perusahaan dengan visi dan misi masing-masing, namun keempat perusahaan ini berhasil menyesuaikan berbagai aspek hingga tercipta satu kesepakatan dengan merek baru yaitu Mekari. Mekari sendiri diambil dari satu kata kerja, mekar. “Kita ingin punya peran aktif membuat UKM di Indonesia empowering the progress of business and its people,” tambahnya.

Dalam proses awal melakukan merger ini, terjadi perubahan dari kompetisi jadi konsolidasi. Untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan, perusahaan melakukan meeting internal untuk membahas visi dan misi. Dalam pertemuan itu, dibahas juga ekspektasi serta komitmen masing-masing. Jadi, ke depannya sudah bisa diproyeksikan seperti apa. Begitu juga dengan yang lain, semua harus disepakati di awal. Suwandi menegaskan meskipun bukan pembicaraan yang nyaman, tapi penting untuk dilakukan sejak awal.

Terkait masa depan Mekari, Suwandi mengungkapkan, “Visi kita adalah menjadi bisnis platform yang bisa memberdayakan bisnis-bisnis di Indonesia. Yang ingin kita capai adalah agar Mekari bisa ada di semua bisnis di Indonesia. Definisi kesuksesan kita adalah ketika pengguna bisa meningkatkan produktivitas operasional bisnis menggunakan software kita.”

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Inilah 133 Startup Terpilih DSLaunchpad ULTRA [UPDATED]

DailySocial.id kembali mengadakan DSLaunchpad, program inkubator untuk pre-startup dan early stage startup. Rangkaian acara yang sepenuhnya dilakukan secara virtual ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing founder, sehingga dapat menghasilkan startup dengan tim yang solid, model bisnis yang tervalidasi, dan produk yang berhasil dipenetrasi.

Setelah dibuka sejak 3 Juni 2021 dan melalui proses kurasi, terpilih 133 startup yang berhak mengikuti rangkaian DSLaunchpad ULTRA. Adapun daftar startup tersebut sebagai berikut:

  1. 6dua.com
  2. Acthive
  3. AGEV
  4. AKADBAIQ
  5. Aksel
  6. Allure AI
  7. Alombaki
  8. Amiga
  9. Angkat Tani
  10. aroom
  11. Aura
  12. Ayo Indonesia
  13. Baby Bee
  14. BARLI
  15. Beli Jelantah
  16. Benemica
  17. Biglink.id
  18. Bivak.ID
  19. bukakata.id
  20. bumblebook
  21. Campsite Indonesia
  22. Campus Academy
  23. Catat Buku Indonesia
  24. Chahra Event
  25. CHICKIN
  26. Constore
  27. Dataruma
  28. Desa-in
  29. DIGITA
  30. diklatkerja
  31. DreamPlanner
  32. Econy
  33. Edubox Go
  34. eKopz
  35. Ekskul
  36. Eternal Plastic
  37. Eventship
  38. expandana
  39. farmasee
  40. FishLog
  41. Fitmyday
  42. FRIENDCHISEKU
  43. GAMEBUFF.ID
  44. Gardenee
  45. GARDHA CATERING
  46. Gaya Hidup Bersama
  47. Gembul
  48. Gimsak
  49. Girls Kode
  50. Healthy M Kitchen
  51. Helper Indonesia
  52. hicare.id
  53. Hireplus
  54. Homeplan
  55. inidoc dan inidocmitra
  56. Intraction
  57. izidok.id
  58. Jaramba
  59. Kei Medika
  60. Kliik
  61. Kolabo
  62. Kompeten Co
  63. Konselingkuy
  64. Kreasiapa
  65. Kuesio
  66. LamaLama.id
  67. Legal Konsul ID
  68. Liburania Jatrav
  69. Lihum
  70. LINGKAR AGRI
  71. Lokalan
  72. Looco
  73. LOOPINC.ID
  74. LOTUP – A Job Marketplace
  75. Mangdropship
  76. MauCariapa.com
  77. Mediath
  78. Mengenal Indonesia
  79. menyelami.co
  80. METRIX
  81. Mini Loka
  82. Monika
  83. MOSINDO VR
  84. Mounev Indonesia
  85. Mualamah Indonesia
  86. Ngasooo
  87. Nusahub
  88. ohmura
  89. OKE Garden
  90. Ovento
  91. Pabryk
  92. padangonline
  93. ParaCreativa
  94. Pasar Ternate
  95. Pasarbesar.id
  96. Pesta Lelang
  97. Philoit
  98. Pipeline
  99. Portalkripto
  100. Preneur Academy
  101. Quipy
  102. Rakryan Digitalent Hub.
  103. Rangkai
  104. Repaera
  105. Retail Tech Source
  106. sariguru
  107. Schfess
  108. serlok
  109. Shoesmart
  110. Sistrack
  111. SKINS
  112. Smartcoop Software Aplikasi Koperasi
  113. SMESPEDIA
  114. SoftCru
  115. Subsdaily
  116. survego
  117. Survein (PT Digital Survei Indonesia)
  118. Talent Growth
  119. Tersalur
  120. tukarcatatan
  121. Tokban
  122. TokoIG
  123. Tripitory
  124. Tropic
  125. Tukarcatatan.com
  126. Tune-Up.id
  127. VARENA
  128. WarungMakan
  129. Wilov
  130. Wrisepedia
  131. Teman Pasar
  132. gudangemas.com
  133. Manre

Selamat bagi para founder yang startupnya berhasil lolos. Selanjutnya peserta akan mengikuti rangkaian agenda, meliputi webinar tematik hingga mentoring bersama para mentor yang akan memberikan berbagai wawasan mengenai berbagai aspek dalam membangun startup.

Bagi rekan founder yang belum lolos jangan berkecil hati, karena masih berhak mengikuti sesi webinar bersama para mentor pilihan. Tentu dengan berbagai topik yang disajikan, akan banyak ilmu bermanfaat yang bisa didapat dan dijadikan modal tambahan dalam mengembangkan startupnya.

Sejak dimulai tahun 2020 dan merampungkan 2 kegiatan inkubasinya, DSLaunchpad berhasil menjaring 1351 startup dari 12 provinsi, bahkan 73% di antaranya berasal dari luar Jakarta. Acara ini turut didukung sejumlah tokoh penting dalam ekosistem startup, baik dari kalangan eksekutif, pakar, hingga investor.

DSLaunchpad Kembali Dibuka, Program Inkubator untuk Early Stage dan Pre-Startup Founder (UPDATE)

*Update: periode pendaftaran program inkbator diperpanjang sampai 20 Juni 2021

DailySocial.id kembali menyelenggarakan program inkubator “DSLaunchpad ULTRA 2021”. Berisi rangkaian program intensif selama 4 minggu yang sepenuhnya digelar online. Founder berkesempatan untuk terhubung dengan mentor berpengalaman, guna membantu mematangkan ide dan model bisnis yang tengah dikembangkan.

DSLaunchpad ditujukan untuk dua kategori founder. Pertama adalah “pre-startup founder”, yakni mereka yang sudah memiliki ide dan tim untuk merealisasikannya ke dalam sebuah produk namun masih menemui kendala, termasuk cara-cara untuk memulainya. Kedua, untuk “early-stage founder”, yakni mereka yang sudah mulai mengeksekusi ide bisnisnya, namun masih kesulitan dalam mendapatkan traksi, menjalankan modal bisnis, atau pemasarannya.

Materi yang diajarkan pun sangat komprehensif, mulai dari aspek produk, bisnis, strategi, pemasaran, ekspansi, kolaborasi, hingga investasi. Tak ayal jika penyelenggara menghadirkan mentor-mentor dari berbagai kalangan dan latar belakang. Bentuk aktivitasnya pun beragam, mulai dari one-on-one bersama mentor, beragam sesi webinar, hingga demo day.

Adapun daftar mentor yang akan dihadirkan di antaranya:

  • CEO Bukalapak, Rachmat Kaimuddin
  • CEO Wahyoo, Peter Shearer
  • CEO LinkAja, Haryati Lawidjaja
  • CEO Logisly, Roolin Njotosetiadi
  • CEO Tanihub, Pamitra Wineka
  • CEO Mekari, Suwandi Soh
  • CEO Member.id, Marianne Rumantir
  • COO Populix, Eileen Kamtawijoyo

Dalam sesi demo day juga akan dihadirkan investor dan media. Di seri sebelumnya, pemodal ventura ternama seperti East Ventures, BRI Ventures, Northstar, GDP Venture, Intudo Ventures, AC Ventures, dll berpartisipasi dalam acara, menyaksikan founder mempresentasikan inovasinya.

Program inkubator terbesar di Indonesia

Ini adalah program DSLaunchpad ketiga, dua seri sebelumnya berhasil dihelat tahun lalu merangkul 1351 founder dan 213 startup. Peserta hadir dari 12 provinsi, dengan 73%-nya berasal dari luar Jakarta. Statistik tersebut memantapkan DSLaunchpad sebagai program inkubator terbesar di Indonesia saat ini.

Beberapa alumni juga telah menunjukkan prestasi signifikan. Misalnya Sertiva, startup asal Yogyakarta yang mengembangkan platform untuk penerbitan sertifikat digital. Startup yang digawangi Saga Iqranegera dan dua co-founder lainnya ini selain sudah mendapati traksi yang cukup mantap, juga sudah mendapatkan pendanaan tahap awal dari sejumlah investor.

Selain itu ada juga Tebengan, mereka menghadirkan alternatif layanan transportasi dengan mekanisme ride-sharing. Saat ini mereka sudah memiliki puluhan ribu pengguna dengan wilayah operasional di Jabodetabek. Dalam testimoninya Co-Founder & CEO Tebengan Will Widjaja bercerita, salah satu hal penting yang didapat di sesi DSLaunchpad adalah strategi peningkatan value proposition. Ini penting, karena akan menjadi pembeda sekaligus menghadirkan nilai lebih bagi bisnis yang dijalankan dibanding dengan kompetitornya (baik langsung maupun tidak langsung).

Saat ini pendaftaran DSLaunchpad ULTRA 2021 masih dibuka sampai tanggal 20 Juni 2021. Segera daftarkan dirimu sekarang juga. Untuk informasi lengkap dan pendaftaran, kunjungi: https://launchpad.dailysocial.id.

Daftar Program Inkubator dan Akselerator untuk Startup Indonesia 2021

Program inkubator atau akselerator startup dapat dipilih founder untuk membantu memaksimalkan proses peningkatan skala bisnis. Pada umumnya, program tersebut menawarkan rangkaian kegiatan pembelajaran dengan kurikulum yang spesifik — bahkan beberapa di antaranya memilih banyak fokus di vertikal bisnis tertentu saja.

Kendati dikemas dalam aktivitas yang hampir sama, inkubator dan akselerator memiliki perbedaan spesifik, terutama dalam kaitannya dengan target pesertanya. Inkubator lebih fokus kepada startup tahap awal, bahkan startup yang baru mau terbentuk. Tujuan utamanya membantu founder untuk mengembangkan ide, model bisnis, hingga mengeksekusi minimum viable product (MVP).

Sementara program akselerator fokusnya membantu startup yang sudah mencapai product-market fit [penerimaan produk di pasar] untuk melakukan eskalasi bisnis atau growth. Di tahap ini founder akan lebih banyak diajarkan tentang bagaimana melakukan ekspansi produk, growth hacking, hingga penggalangan dana ke investor untuk tahapan lebih lanjut.

Dari tahun ke tahun, program inkubator dan akselerator startup terus bermunculan dari berbagai pihak baik dari dalam maupun luar negeri. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan DailySocial, per tahun 2021 ini ada sekitar 17 program inkubator dan/atau akselerator yang masih aktif membuka batch untuk startup baru. Banyak di antaranya mengonversi kegiatan secara virtual di tengah pembatasan akibat pandemi.

Berikut daftar selengkapnya:

Inkubator Akselerator Startup Indonesia 2021

Sebagian besar, rangkaian program akselerator startup di Indonesia terdiri dari beberapa agenda. Dimulai dari seleksi ketat melalui perencanaan dan proyeksi bisnis — juga kecakapan founder. Dilanjutkan sesi mentoring dengan para pakar di berbagai bidang, mulai dari bisnis, pemasaran, hingga teknologi.

Tak sedikit pula saat sesi mentoring penyelenggara mempertemukan startup dengan berbagai kalangan, termasuk investor. Gunanya untuk memberikan validasi terhadap bisnis yang dikembangkan dari perspektif penanam modal. Sesi ini rata-rata memakan waktu yang cukup lama, berkisar antara 1 s/d 6 bulan. Dan setiap batch ada yang merekrut lima sampai puluhan startup binaan.

Acara puncaknya, startup akan diminta untuk melakukan pitching dalam sebuah “demo day”. Penyelenggara akan mengundang berbagai pihak, terutama venture capital, angel investor, hingga perusahaan yang berpotensi menjadi mitra strategis mereka.

DailySocial sendiri memiliki program inkubator yang dilakukan secara rutin setiap tahun bernama DSLaunchpad. Tahun 2021 rangkaian kegiatan akan sepenuhnya dilakukan secara online, mempertemukan founder dengan kurikulum pengembangan bisnis komprehensif, dipandu jajaran mentor berpengalaman. Pembaruan informasi tentang program tersebut dapat disimak melalui laman https://launchpad.dailysocial.id/.


Disclosure: Marsya Nabila berpartisipasi dalam penyusunan publikasi ini.
Gambar Header: Depositphotos.com

Memahami Cara Pemodal Ventura Menilai Startup

Perkembangan pesat ekosistem startup Indonesia berimplikasi pada terbukanya peluang investasi oleh perusahaan modal ventura. Agar mendapatkan potensi terbaik, teknik penilai yang cermat menjadi strategi investor dalam memilih tujuan investasi. Bagi founder, pengetahuan tentang cara investor menilai juga menjadi penting untuk dipahami, karena pada dasarnya startup dan investor akan membentuk hubungkan mutual-strategis.

Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (AMVESINDO) dalam sebuah sesi webinar secara spesifik membahas tentang tema tersebut. Hadir sebagai pemateri Wasekjen AMVESINDO Andreas Surya, yang juga merupakan partner dari Kejora Ventures. Ia menyampaikan, “Tidak semua bisnis yang tergolong investable pasti menjadi tujuan investasi pemodal ventura. Investor cenderung sudah punya target yang spesifik, dan kini semakin mencari inovasi yang mampu berdampak bahkan mengubah selera dan perilaku masyarakat.”

Pandemi yang tengah melanda jelas menjadi pembelajaran apik bagi para investor, tentang bagaimana melihat model bisnis startup dapat gesit beradaptasi dengan pangsa pasar. Untuk itu menurut Andreas ada beberapa aspek yang menjadi patokan pemodal ventura ketika mencari startup. Pertama, model bisnis harus scalable, startup dapat meningkatkan cakupan bisnis dengan baik tanpa disertai peningkatan biaya yang tinggi. Kemudian repeatable, bisnis tidak hanya berjalan dalam satu siklus tertentu saja. Dan yang ketiga hyper-growth, yaitu mampu menunjukkan pertumbuhan yang super cepat.

Untuk mendapatkan penilaian terhadap tiga hal tersebut, biasanya ada empat variabel utama yang akan dilihat dan diuji secara komprehensif oleh tim pemodal ventura, meliputi pendiri, pasar, produk, dan performa. Dalam menilai pendiri, investor melihat kapabilitas dan passion yang dimiliki dalam menjalankan startupnya. Hal-hal yang dilakukan seperti background check terkait kinerja dan pengalaman mereka. Untuk startup tahap awal, penilaian ini menjadi sangat krusial — karena investor berinvestasi pada founder.

“Karena tahap ini sangat subjektif, setidaknya ada tiga tahapan riset yang bisa dilakukan investor untuk aspek ini. Pertama, lakukan studi internal seperti desk study tentang lanskap industri dan market untuk mengukur apakah founders mampu bersaing di battlefield ini. Lalu, perbanyak interaksi langsung dengan founders, klarifikasi dari informasi yang kita terima, lihat produknya, lihat customer journey-nya, prosedur internalnya. Lalu terakhir, sempatkan untuk reference check ke rekan bisnis, investor terdahulu, dan karyawan sebelumnya dari founders tersebut. Selalu ada celah untuk ditelusuri,” terang Andreas.

Setelah pendiri, variabel berikutnya adalah pasar. Investor akan menilai seberapa besar potensi pasar yang digarap startup terkait, termasuk memproyeksi apakah pangsa pasar tersebut akan berkembang dan startup hadir pada timing yang tepat. Cara mengukurnya lebih objektif dibandingkan sebelumnya, karena bisa dilakukan melalui riset dengan menanyakan persepsi, tingkat kepuasan, dan minat konsumen di segmen tersebut.

Variabel berikutnya adalah unique value proposition produk yang dikembangkan oleh startup. Di sini, investor akan melihat tentang peta persaingan yang ada di pasar dan nilai lebih apa yang coba dihadirkan. Saat menilai startup tahap awal, biasanya investor tidak punya cukup data terkait biaya dan profitabilitas. Penilaian akan mengandalkan aspek-aspek kualitatif, atau hanya bisa membandingkan dengan proxy data (jumlah unduhan, trafik situs dll) dan benchmark dengan bisnis serupa.

Performa operasional dan finansial menjadi variabel terakhir yang juga akan dilihat. Kemampuan founder dalam melakukan eksekusi terhadap rencana-rencananya akan terlihat di sini. Pemodal ventura akan meminta laporan keuangan historis, proyeksi, unit ekonomi atau struktur biaya, dan potensi profitabilitas. Potensi startup untuk exit juga menjadi faktor pertimbangan investasi.

Selain aspek teknis, juga ada hal-hal yang lebih prinsipil seperti kesamaan visi antara founder dengan investor. Seperti disampaikan Ketua III AMVESINDO Chrismanto Saragih yang juga merupakan CRO Mitra Bisnis Keluarga Ventura, “Misalnya, ada tipe impact investor yang tidak hanya menilai aspek profitabilitas saja namun juga melihat dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari sebuah bisnis bagi masyarakat.”

Ia melanjutkan, dalam menilai kelayakan bisnis pemodal ventura kadang juga melakukan penilaian langsung ke lapangan. “Kami punya pengalaman dengan calon investee di Jawa Tengah dari sektor pertanian, yang melakukan produksi dan pemasaran beras organik secara terintegrasi. Kita lakukan penilaian langsung secara end-to-end mulai dari lihat proses pembuatan dan pabrik pupuknya, pengelolaan sawah, berdialog dengan petani dan pengelola pabrik pupuk, kita juga cek lahannya, karena kalau melalui paper saja tidak bisa kita yakini 100%,” ungkap Chrismanto.

Gambar Header: Depositphotos.com

4 Catatan Menarik Seputar Menentukan Strategi untuk Penetrasi Pasar

Ada banyak inovasi yang dapat dikembangkan untuk mendigitalisasi UMKM atau pemilik usaha kecil di Indonesia. Dengan inovasi ini, mereka punya kesempatan untuk mengembangkan bisnisnya. Jalan masuknya bisa melalui layanan keuangan hingga pembukuan.

Hal ini juga seperti yang dilakukan BukuWarung melalui inovasi layanan SaaS pembukuan untuk kalangan UMKM. Apa saja pengalaman BukuWarung dalam melakukan penetrasi ke pasar hingga menetapkan strategi yang tepat?

Simak paparan menarik yang dibagikan Head of Growth/Funding Team of BukuWarung Mario Nicolas selengkapnya di sesi #SelasaStartup.

Cari masalah dan validasi di lapangan

Berkaca pada pengalamannya di BukuWarung, Mario menegaskan pentingnya menemukan masalah dan memvalidasinya di lapangan. Pada konteks ini, ia menilai pelaku usaha warung di Indonesia terbiasa menggunakan cara konvensional dalam mencatat pembukuan usahanya, misalnya buku dan kertas.

Terlebih lagi, masih banyak pemilik warung yang belum sepenuhnya dapat membedakan konsep keuangan pribadi, keluarga dalam mengelola bisnis. Menurutnya, kebanyakan dari mereka masih mencampur-campur keuangan ini menjadi satu.

“Ketika kami memulai BukuWarung di pertengahan 2019, saat itu belum banyak yang fokus ke segmen warung. Kalaupun ada, kebanyakan [membidik segmen] di kota-kota. Nah, kami validasi ke Jawa dan menemukan masih banyak yang pakai kertas dan buku,” ungkap Mario.

Malahan, lanjutnya, banyak pemilik warung melakukan pembukuan hanya untuk mencatat utang, itupun hanya nominalnya saja. Bahkan, sebanyak 90% dari yang disurvei BukuWarung, tidak mencatat data pengutang, seperti nama dan nomor telepon.

“Dari sini, kami dapat beberapa problem, lalu kami buat aplikasi dan minta ke orang sama yang kami survei untuk mencobanya. Kami pun dapat banyak feedback. Jadi, always come with a problem dan validasi ke lapangan. Pelaku usaha ini jadi punya outlet terhadap masalah yang mereka hadapi,” tuturnya.

Kenali user untuk tentukan strategi

Ketika bicara fase awal startup berdiri, segala macam strategi pasti dicoba untuk mencapai target bisnis. Ada yang berhasil dan ada yang gagal. Kendati begitu, ia menggarisbawahi bahwa semua strategi yang sukses, tidak berarti berlaku untuk semua kategori bisnis.

Ambil contoh, banyak startup yang menggunakan influencer untuk memperkenalkan produk atau layanan, tetapi tidak berarti strategi ini fits untuk vertikal bisnis lain. Startup dapat melakukan eksperimen untuk mencari tahu growth channel yang tepat.

“Maka itu, kenali dulu siapa user kita dan coba memahami sampai ke core level. Biasanya, any kind of tech, [strategi] yang paling laku itu word of mouth. Jadi, coba saja strategi satu-satu, lihat result-nya, then move on,” tambahnya.

Mengambil pelajaran dari upaya akuisisi pelanggan

Sekali lagi, Mario menekankan pentingnya melakukan validasi atas teori yang dibangun dan coba bereksperimen untuk mencari tahu. Ini merupakan salah satu pelajaran penting yang dialami Mario dalam menentukan strategi akuisisi pelanggan.

“Apapun yang kita pernah pelajari itu semuanya salah. Kami pernah berasumsi bahwa [target pengguna] kami tidak paham aplikasi, ternyata kami salah. Makanya, kami selalu validasi dan mencari cara kecil-kecilan untuk membuktikannya, seperti survei yang bisa menghasilkan data berharga,” kata Mario.

Tak kalah penting adalah membangun koneksi dengan pengguna untuk memahami apa yang sebetulnya diinginkan. Dari feedback yang diterima, startup dapat mengembangkan user experience terbaik kepada pengguna. Menurutnya, ini jauh lebih penting dibandingkan membangun basis pengguna dengan memberikan promo terus-menerus.

Kompetisi mendorong edukasi lebih cepat

Strategi diperlukan untuk membangun basis pengguna, meningkatkan bisnis, dan mempertahankan posisinya di persaingan pasar. Bagi Mario, kompetisi merupakan aspek yang baik untuk membantu edukasi pasar lebih cepat. Semakin banyak pemain, semakin bagus untuk mendorong penetrasi produk atau layanan.

“Jika hanya ada satu pemain, mungkin butuh bertahun-tahun untuk mengedukasi layanan kami. Lagipula, banyaknya pemain akan mendorong lebih banyak inovasi. Contoh, kami hadirkan inovasi pembayaran digital. Kalau sekadar aplikasi pembukuan saja, impact-nya kurang. Dengan inovasi ini, kami bisa kasih impact besar,” tuturnya.

BukuWarung sejak akhir tahun lalu menghadirkan pembayaran digital dan mengklaim telah menguasai 95% pangsa pasar pembayaran digital di aplikasi pembukuan di Indonesia.

Metrik Startup Tahap Awal yang Dipertimbangkan Investor

Untuk mengakselerasi bisnis, founder startup tahap awal biasanya melakukan penggalangan dana ke investor, baik kalangan angel ataupun venture capital. Mempelajari pengalaman startup terdahulu, ada beberapa pendekatan yang biasa dilakukan agar sukses mengantongi dana investasi pre-seed atau seed funding. Pertama, mereka bisa “menjual” pengalaman atau visi founder disertai dengan potensi besaran pasar yang akan digarap lewat produk/layanan yang dikembangkan.

Kedua, ini pendekatan yang lebih terukur, yakni menyuguhkan capaian bisnis kepada investor. Tentu konteksnya adalah penerimaan pasar terhadap minimum viable product (MVP) yang telah diluncurkan; untuk menunjukkan bahwa apa yang dikerjakan sudah mencapai product-market fit. Di sini founder perlu menggunakan metrik yang tepat untuk menggambarkan situasi bisnis di fase early-adoption. Statistik tersebut bisa menjadi bekal bagi investor untuk melihat potensi startup di waktu mendatang saat disuntik modal untuk pertumbuhan.

DailySocial telah berbincang terhadap beberapa perwakilan venture capital untuk menanyakan metrik yang biasa mereka lihat ketika bertemu dengan startup tahap awal yang tengah mencari dana. Pertama, kami berbincang dengan Principal Indogen Capital Kevin Chandra. Ia mengatakan, bahwa metrik akan sangat bergantung pada model bisnis yang diadopsi oleh startup.

“Untuk B2B, di mana siklus penjualan cenderung bergerak jauh lebih lambat, kami cenderung melihat efisiensi penjualan berdasarkan channel di fase awal. Kemudian, untuk model bisnis yang memiliki elemen pendapatan berulang, salah satu metrik utama yang kami evaluasi adalah Net Monthly Recurring Revenue (Net MRR). Jadi tidak ada satu formula yang cocok untuk diterapkan ke semua,” ujarnya.

Net MRR adalah pendapat bersih bulanan yang didapatkan oleh startup. Perhitungannya didasarkan pada uang yang didapat kemudian dikurangi berbagai biaya-biaya yang menyertai. Misalnya di e-commerce, revenue ini baru dihitung dari total hasil penjualan barang dikurangi berbagai biaya seperti potongan untuk diskon atau pengembalian barang karena cacat.

Pincipal Indogen Capital Kevin Chandra / Dok. Pribadi Kevin
Pincipal Indogen Capital Kevin Chandra / Dok. Pribadi

Kevin melanjutkan, spesifik untuk startup tahap awal Indogen selalu melihat dua metrik utama, yakni Vanity dan KPI. Metrik Vanity digunakan untuk membantu memahami posisi startup dalam satu lanskap. Contohnya untuk startup berbasis e-commerce biasanya dengan melihat GMV (Gross Merchandise Value), yakni total nilai penjualan seluruh barang dalam periode tertentu.

“Metrik berbasis KPI dinilai dari pengguna akhir yang mendapatkan value dari produk/layanan yang dijajakan atau dikenal dengan ‘aha moment’. Contohnya, 7 teman dalam 10 hari adalah pengukuran yang dipilih perusahaan seperti Facebook untuk memahami bahwa mereka memiliki tanda awal dari product-market fit. KPI tentu akan berkembang seiring pertumbuhan bisnis. Dan ini menjadi indikator utama (yang jelas) untuk memahami bisnis yang dilakukan pada waktu tertentu,” imbuh Kevin.

Dalam hipotesis investasinya, Indogen Capital sendiri cukup sector agnostic. Mereka berinvestasi di berbagai lanskap bisnis. Beberapa portofolionya meliputi Travelio (proptech), Carsome (car marketplace), Hijup (e-commerce), GoWork (coworking space), Wahyoo (new retail), Ekrut (job marketplace), dll.

Kami juga berbincang dengan Head of OCBC NISP Ventura Darryl Ratulangi, CVC yang baru diresmikan awal tahun ini biasanya mengukur calon portofolio potensial menggunakan tiga penilaian utama. Yakni didasarkan pada customer acquisition cost, customer lifetime value, dan customer cohort.

Customer acquisition cost dipakai untuk mengukur seberapa banyak (biaya) yang mereka keluarkan untuk mendapatkan pelanggan baru, untuk mengukur (memastikan) tidak terlalu mahal dan diukur bersamaan dengan customer lifetime value,” ujarnya.

Customer lifetime value mengukur pendapatan yang diterima bisnis dari tiap pelanggannya. Jadi mengukur transaksi yang mereka lakukan secara berulang setelah pembelian pertamanya. Semakin tinggi nilainya, maka akan semakin baik bagi bisnis. Sementara customer cohort analysis merupakan metrik analisis yang digunakan untuk mempelajari perilaku pengguna dari waktu ke waktu dan memahami retensi pelanggan.

Kendati di bawah naungan perusahaan induk perbankan, OCBC NISP Ventura memiliki portofolio yang unik. Sejak debutnya, mereka telah berinvestasi di empat startup meliputi AwanTunai (fintech), Sirclo (e-commerce enabler), Dekoruma (e-commerce furnitur), dan Kiddo (marketplace aktivitas anak).

Proyeksi profitabilitas

Pada dasarnya statistik pertumbuhan awal juga menjadi variabel yang digunakan oleh investor untuk memperkirakan potensi ROI (Return of Investment), salah satunya dengan menerawang potensi profitabilitas dari model bisnis yang diaplikasikan. Hal tersebut juga diungkapkan Selina Koharjo selaku Investment Analyst Vertex Ventures. Karena setiap startup yang ia temui unik dan beroperasi di industri berbeda, mereka menggunakan dua metrik utama untuk melihat potensi pertumbuhan ke depan, yakni unit economy dan customer cohort analysis.

Unit economics digunakan untuk melihat pendapatan dan biaya yang terkait dengan satu unit produk atau layanan dan memproyeksikan profitabilitas sebuah startup,” kata Selina.

Kendati demikian, Selina juga mengatakan bahwa pihaknya memahami bahwa di fase awal sebagian besar bisnis akan mengeluarkan banyak biaya operasional — termasuk untuk akuisisi pengguna.

Namun menurutnya, unit economics adalah fondasi yang akan menopang sebuah startup saat mereka tumbuh dan berkembang. “Dengan menganalisis berbagai komponen biaya startup di industri serupa, kami dapat menilai efisiensi setiap startup dengan lebih baik,” imbuhnya.

Investment Analyst Vertex Ventures Selina Koharjo / Dok. Pribadi Selina
Investment Analyst Vertex Ventures Selina Koharjo / Dok. Pribadi

Lebih lanjut ia mencontohkan, analisis unit economics untuk startup direct-to-consumer dapat menyoroti area kekuatan atau peningkatan dalam direct costs, variable costs, outliers, dan fixed expenses. “Dalam industri startup, mungkin akan banyak tergoda mengandalkan asumsi pertumbuhan signifikan tanpa strategi monetisasi. Kenyataannya, terutama seperti yang disoroti selama pandemi ini, ketika unit ekonomi tidak diprioritaskan, kesuksesan startup akan diuji,” jelas Selina.

Sementara itu, untuk cohort analysis menurutnya diperlukan karena startup terus melakukan iterasi dan inovasi. Kelompok pelanggan terbaru idealnya akan meningkatkan retensi. Meskipun perusahaan mungkin tumbuh secara cepat, pertumbuhan ini mungkin tidak berkelanjutan jika bergantung pada pelanggan baru saja. Jadi, membandingkan cohort (kelompok pelanggan) dari setiap startup dapat menyoroti product-market fit.

“Selain itu, memahami unit economics dan cohort analysis akan memungkinkan kami memahami customer lifetime value […] Karena memperoleh pelanggan baru mungkin mahal, startup baru dapat tumbuh secara berkelanjutan jika customer lifetime value lebih besar daripada biaya akuisisi. ” ujarnya.

Vertex Ventures memiliki cakupan investasi di Asia Tenggara dan India, beberapa portofolionya di Indonesia meliputi HappyFresh (online grocery), RateS (social commerce), Aruna (aquatech), Gredu (edtech), Tanihub (agtech), Tjetak (printing marketplace), dan lain-lain.

Menemukan peluang kolaborasi

Di ekosistem startup Indonesia, juga terdapat kalangan investor yang berasal dari korporasi. Disebut Corporate Venture Capital, selain berinvestasi pada pertumbuhan startup mereka juga mencari peluang sinergi atau inovasi. Salah satu pemodal ventura korporasi yang cukup aktif di Indonesia adalah Central Capital Ventura (CCV) dari Bank Central Asia (BCA). Kami berkesempatan untuk berbincang dengan Investment Analyst CCV Anthony Adiputra Lauw untuk mendiskusikan tentang metrik yang biasa mereka gunakan ketika mempertimbangkan untuk berinvestasi ke calon portofolionya.

Di CCV, Anthony dan tim selalu memeriksa semua peluang investasi secara holistik. “Sebagai lengan inovasi dan investasi BCA, mereka selalu ingin memosisikan dirinya sebagai investor strategis pertama dan utama. Jadi satu-satunya metrik terpenting yang kami fokuskan untuk semua fintech, fintech-enabler, atau embdedded-fintech startup, adalah nilai tambah strategis yang mereka hadirkan [terkait sinergi dengan BCA],” ujarnya.

Investment Analyst Central Capital Ventura Anthony Adiputra Lauw / Dok. Pribadi Anthony
Investment Analyst Central Capital Ventura Anthony Adiputra Lauw / Dok. Pribadi

Sinergi adalah bentuk mutualisme, artinya harus memberikan keuntungan bagi pihak yang terlibat. Demikian pula prinsip di CCV, mereka tidak hanya ingin mendapatkan nilai strategis dari inovasi yang dilahirkan startup, namun juga berharap bisa memberikan nilai lebih untuk perkembangan startup itu sendiri; misalnya dengan menghubungkan mereka dengan jaringan lembaga keuangan di grup BCA di seluruh Indonesia.

“Untuk itu, cakupan investasi CCV telah berkembang di luar fintech, karena kami memiliki tujuan untuk bersinergi dengan rangkaian industri yang lebih luas yang dapat berkolaborasi dengan pertumbuhan perusahaan kami. Saat mencari founder dengan solusi inovatif untuk bermitra dengan BCA dan ekosistemnya, tidak pernah ada metrik tunggal yang cocok diterapkan ke semua [jenis startup],” jelas Anthony.

Lebih lanjut ia mencontohkan, ketika CCV berinvestasi pada startup p2p lending, mereka mengidentifikasi saluran sinergi yang kuat antara mereka dan BCA. “Akseleran dan KlikACC [portofolio CCV] sama-sama berhasil menaklukkan segmen pasar yang mungkin belum dimiliki oleh BCA. Dengan demikian, kami dapat membina kerja sama yang mulus dan saling menguntungkan; bank mendapatkan eksposur yang lebih luas, sementara startup mendapatkan likuiditas dari BCA.”

Selain dua startup yang sudah disebutkan, CCV yang sudah berdiri sejak tahun 2017 tersebut telah berinvestasi ke pemain lain meliputi Wallex (fintech), Element (biometrik), Qoala (insurtech), Pomona (loyalty), Julo (fintech), dll.

Berinvestasi pada pre/post-traction

Seperti yang diungkap pada paragraf pembuka, kadang investor juga berinvestasi pada startup yang sama sekali belum menghasilkan traction. Salah satunya Genesia Ventures, menurut penjelasan Elsha E. Kwee selaku Investment Manager, untuk startup yang masih sangat awal atau baru beberapa bulan diluncurkan tidak banyak data yang bisa didapat atau dianalisis. Sering kali yang dilakukan adalah melihat beberapa cakupan faktor seperti kondisi pasar (market size, competition, customer pipeline, dll), model bisnis, dan founder.

Sementara untuk startup yang sudah memiliki beberapa traction, biasanya Elsha menggunakan metrik berbeda untuk setiap model bisnis. Tapi sebagian besar akan bermuara pada dua hal, yakni recurring revenue dan user engagement.

“Saya percaya bahwa pendapatan adalah indikator yang baik tentang apakah perusahaan memberi solusi untuk masalah yang cukup signifikan bagi pengguna sehingga ia mau membayar. Sedangkan pengulangan dan keterlibatan menunjukkan utilitas yang berkelanjutan dan memiliki ketahanan,” ujarnya.

Untuk revenue atau pendapatan, ia mengatakan akan sangat bergantung pada apakah layanan/produk adalah sesuatu yang harus memberikan nilai sejak awal atau apakah model bisnis tersebut harus mengumpulkan jumlah pengguna yang besar terlebih dulu sebelum memberikan nilai kepada pengguna. Misalnya online marketplace, sangat bergantung pada efek jaringan dan nilainya meningkat seiring penambahan jumlah pengguna, sehingga pendapatan di awal mungkin belum terlalu penting diperhitungkan.

Investment Manager Genesia Ventures Elsha E. Kwee / Dok. Pribadi Elsha
Investment Manager Genesia Ventures Elsha E. Kwee / Dok. Pribadi

Elsha juga memberikan contoh lain. Untuk startup menyediakan SaaS seperti sistem manajemen pembelajaran untuk sekolah, penting untuk mulai menghasilkan pendapatan dari awal daripada membiarkan sekolah menggunakan platform secara gratis. Karena jika sudah diberikan secara gratis, bisanya sulit untuk mengonversinya menjadi pengguna berbayar. Untuk tipe layanan SaaS, memiliki banyak pengguna tanpa pendapatan bukan pertanda baik untuk keberlangsungan bisnis.

“Kemudian terkait keterlibatan pengguna, itu bergantung apakah perusahaan adalah marketplace, SaaS, B2C, B2B, atau lainnya. Contohnya, saya mengharapkan keterlibatan pengguna lebih tinggi (berdasar DAU dan/atau MAU) dari B2C seperti aplikasi sosial atau komunitas ketimbang SaaS untuk layanan perpajakan,” jelas Elsha.

Genesia Ventures berinvestasi pada startup tahap awal di Asia, kendati sector-agnostic mereka memiliki kecenderungan pada startup B2B dan SaaS. Beberapa portofolionya di Indonesia termasuk Bobobox (hospitality), Qoala (insurtech), Finantier (fintech), Logisly (logistic), dan lain-lain.

Partner SeedPlus Tiang Lim Foo turut memberikan pendapatnya. Memang sulit untuk mengeneralisasi metrik untuk semua startup. Namun ia selalu memiliki beberapa variabel dasar untuk analisis, meliputi jumlah pelanggan, tingkat keterlibatan pelanggan dengan produk, dan nilai pendapatan. Hal tersebut, sambungnya, dipengaruhi oleh pengalamannya berinvestasi sebagian besar di startup B2B untuk produk SaaS.

“Jumlah pelanggan memberikan saya indikasi tentang ukuran audiens yang mereka miliki saat ini dan seberapa cepat startup membangun ukuran audiens tersebut. Sementara tingkat keterlibatan memberikan saya gambaran tentang seberapa berguna produk yang dihasilkan, dan secara alami indikator nilai terbaik adalah berapa banyak pelanggan yang membayar layanan tersebut, dan seberapa besar nilainya,” ujar Tiang.

SeedPlus adalah perusahaan modal ventura bermarkas di Singapura. Mereka sudah memiliki tiga portofolio di Indonesia, meliputi Travelstop (SaaS), Qoala (insurtech), dan Logisly (logistic).

Tips dari VC untuk Mereka yang Ingin dan Sedang Menjalankan Startup

Bagi mereka yang punya mental kewirausahaan, mendirikan startup digital adalah salah satu jalan yang menarik untuk dicoba. Terlebih ketika penetrasi internet dan ekonomi digital di negeri ini melaju cukup cepat.

Namun mendirikan dan menjalankan perusahaan rintisan bukan perkara mudah. Memilih vertikal yang tepat, membentuk visi yang kuat, menentukan model bisnis yang cocok dengan target pasar, hingga menghimpun pendanaan merupakan tahapan yang harus mereka lalui dengan seksama guna mencapai kesuksesan.

Di mata Jefrey Joe selaku Co-founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures, figur pendiri startup adalah salah satu faktor terpenting dalam bisnis startup. Ia menilai tugas founder sebuah startup sangat berat. Jefrey paham sulitnya peran founder sehingga ia tak pernah merekomendasikan mendirikan startup sebagai penghidupan.

Dalam #SelasaStartup kali ini Jefrey berbagi pandangan dan saran dari perspektif investor agar para founder startup dapat bersiap menjalani bisnisnya.

Tidak ada jaminan

Jefrey mengaku ada anggapan pihak pemodal ventura memiliki bias terhadap latar pendidikan. Eks COO Groupon itu menjelaskan faktor pendidikan penting bisa dipakai untuk mengukur seorang founder dapat menciptakan dan memimpin sebuah perusahaan besar. Namun ia menolak latar pendidikan founder akan jadi alasan utama sebuah startup dilirik oleh VC.

Secara keseluruhan faktor pendidikan, jaringan, rekam jejak, dan reputasi adalah kombinasi yang paling dilihat oleh investor. Jefrey menyebut akan selalu ada founder yang mendapat suntikan modal ketika mereka bahkan belum memiliki produk.

Founder jago teknis, enggak jamin sukses. Founder sekolahnya bagus, enggak jamin sukses. Pernah bikin startup, enggak jamin sukses. Semua itu digabung pun ga jamin juga. Makanya memang tidak gampang, tapi setidaknya semua kotak itu semakin banyak diceklis semakin besar kemungkinannya,” ucap Jefrey.

Dilema growth vs profit

Ada semacam pilihan yang cukup dilematis yang perlu dihadapi pendiri startup sebelum memulai perjalanannya: memilih pasar yang sudah besar atau masuk ke model bisnis yang unik? Tanpa ragu Jefrey menjawab akan memilih yang pertama.

Jefrey mencontohkan aplikasi telekonferensi Zoom yang kian populer sejak pandemi melanda dunia. Perusahaan itu mampu membuat teknologinya menjadi pilihan pasar setelah bersaing dengan banyak perusahaan di vertikal serupa. Situasi pandemi yang otomatis membesarkan jumlah pengguna keseluruhan aplikasi telekonferensi berhasil mereka manfaatkan dengan baik sehingga penggunanya terus tumbuh seiring waktu.

Itu sebabnya ia menilai memilih vertikal dengan pasar yang besar lebih penting ketimbang model bisnis yang unik. “Makanya penting market yang besar dulu karena dengan itu bisa kasih kesempatan lebih besar agar perusahaan jadi besar juga,” imbuhnya.

Namun jika ditarik lebih jauh antara prioritas mengejar pertumbuhan bisnis dahulu atau mengejar profit cepat, Jefrey tidak memilih keduanya. Menemukan unit economics yang tepat menurutnya lebih penting.

Jefrey menyarankan sebuah startup tidak perlu mengejar pertumbuhan besar terlebih dahulu jika belum ada unit economics, dan masih lama memperoleh laba, karena akan sangat berisiko.

“Ada skenario lain mungkin dengan model bisnis pertama enggak akan bisa making money tapi kalau sudah ada user yang banyak kita bisa monetisasi dari model bisnis kedua dan seterusnya. Kita harus mengerti kenapa harus tumbuh sambil bakar uang,” lengkap Jefrey.

Membuka komunikasi

Dalam situasi sulit ini ada banyak keputusan-keputusan sulit yang harus dibuat founder. Jefrey sebagai bagian dari VC pun maklum dengan situasi mereka. Itu sebabnya ia merasa founder bisa lebih aktif merangkul para investor untuk berdiskusi.

Jefrey mengaku timnya di Alpha JWC Ventures selalu terbuka untuk membantu mencarikan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi founder. Ia menilai investor bukan sekadar pihak yang memberikan uang dan menuntut laporan saja. “Kita sangat welcome founder yang proaktif mengajak kita diskusi untuk cari solusi.”

Mati dengan cepat

Startup adalah bisnis penuh duri. Tak heran tingkat kegagalan startup mencapai 90%. Maka dari itu gagal menjalankan startup bukan sesuatu yang langka.

Jefrey pun mengamini hal itu. Ia menilai startup yang gagal bukanlah skenario terburuk. Namun kegagalan yang terjadi dalam waktu yang panjang dan perlahan merupakan mimpi buruk bagi founder mana pun.

Menurut Jefrey sebuah bisnis mati dalam waktu cepat dan ketika skala bisnis belum terlalu besar jauh dari kata buruk. Dari sana seorang founder justru bisa belajar lebih cepat dan melangkah ke depan dengan pivot atau bahkan dengan membuat startup baru.

“Tidak masalah gagal, tapi gagal yang benar,” pungkasnya.

Gojek and Halodoc Shared Some Tips to Optimize Growth Opportunity Amid Pandemic

The pandemic has turned out to be able to make big tech companies like Gojek perform strategic changes and focus on new businesses on the platform. In the webinar event initiated by the Technology Journalists Forum (Forwat), representatives from Gojek and Halodoc conveyed challenges to new innovations that are then implemented and are expected to become their respective superior products.

Focused on user’s feedback

The pressure and economic changes that occurred during the pandemic have actually increased the number of Halodoc users who then conduct mental consultations to psychiatrists and psychologists through the platform. After being officially launched in late June, the consulting service has now been supported by 500 psychologists and psychiatrists.

According to Halodoc’s CMO, Dionisius Nathaniel, not only was it used by adults, but there were also some children who took advantage of the mental consultation channel presented by Halodoc through the application and website. This achievement shows the increasing need for users to convey the complaints and stresses they experience during the pandemic.

As a platform that promotes health for all, Halodoc has also carried out several activities that help the government and of course the community during the pandemic. One of them is the giving of the Covid-19 Rapid Test. At the beginning of the pandemic, Halodoc has also introduced chatbot technology, namely Preliminary Risk Assessment. Its function is in the form of a questionnaire that helps people check whether they are at risk of being affected by Covid-19 or not.

“In the mapping, we can see how many users use this feature and help us to see the location. Mostly are those living in big cities,” said Dionisius.

In addition to mental consultations and Covid-19 rapid tests, Halodoc also claims to have experienced positive growth from the Health Shop. In this case, taking advantage of partnerships with 100 health shops spread out and integrated delivery with Gojek driver-partners, is able to increase the number of purchases and deliveries easier and of course faster.

“The strategic collaboration with Gojek proves that what we present, namely a fast delivery in under 60 minutes, has been successfully realized by Halodoc and of course Gojek,” said Dionisius.

To maintain business growth during the pandemic and help more people access health information and consultation services with doctors, Halodoc wants to continue to get feedback from users in order to provide comprehensive digital health services, not only in big cities but in other regions in Indonesia.

“We currently have around 20 million active users on applications and websites. This increase is supported by the services and information we provide related to the Covid-19 topic. Education is part of our strategy to increase user traction on applications and websites,” Dionysius said.

Support partners with technology

Meanwhile, Gojek, which already has a variety of services, during the pandemic began to focus on the welfare of driver-partners and merchants. Starting from making donations to launching appropriate technology. According to Gojek’s Chief of Corporate Affairs Nila Marita, the company is trying to focus on their core business. Starting from mobility, food-related, logistics, and payment.

“An interesting fact that also occurred during the Gomed service pandemic has also increased quite well. We note that transactions in Gomed have increased by up to 103%,” Nila mentioned.

Another service that has also increased is entertainment, with GoTix services recorded an increase of up to 30 times. Adjusting the PSBB rules and working at home which is mostly applied by office workers and students. Meanwhile, to help culinary partners outside the culinary business to run their business, Gojek has also launched Selly which is a keyboard and dashboard application that makes it easier for SMEs to serve customers.

With the launch of this special merchant application, it is hoped that it can accelerate the acceleration of Gojek merchants through tools tailored to their needs.

“Through the Selly application, we hope that there will be more social commerce players in Indonesia who can be facilitated in terms of supporting tools for their business. Gojek will also continue to collaborate with relevant partners and brands,” Nila said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian