Jagofon Konfirmasi Perolehan Pendanaan dari Orbit Startups

Platform marketplace ponsel bekas Jagofon dilaporkan menerima pendanaan awal sebesar $150 ribu atau sekitar 2,3 miliar Rupiah dari Orbit Startups, program pengembangan startup tahap awal dari pemodal ventura AS, SOSV.

Dikabarkan pertama kali dalam rangkuman SEA Digest di laman DealStreetAsia beberapa waktu lalu, Jagofon tertulis menerima initial funding diikuti dengan program insentif untuk mendukung pertumbuhan dan penggalangan dana di luar kegiatan demo day.

Founder & CEO Jagofon Stéphane Becquart mengonfirmasi laporan ini, dan mengungkap bahwa perolehan pendanaan tersebut untuk mendorong pertumbuban bisnis dan memperkuat tim Jagofon, baik di sourcing dan operasional.

“Kami akan terus menambah produk kategori produk di luar smartphone, seperti tablet, PC, smartwatch, dan aksesoris produk terkait. Kami juga akan mempercepat SEO dan mendorong keberadaan Jagofon di berbagai channel, termasuk di media sosial, sembari enhance platform kami dengan berbagai fitur baru dan kapabilitas,” paparnya dihubungi oleh DailySocial.id.

Tahun lalu, Jagofon tercatat telah mengumpulkan pendanaan awal sebesar $549 ribu atau setara Rp8 miliar. Pendanaan ini dikucurkan oleh sejumlah investor individu di antaranya Antoine de Carbonnel (CMO Gojek), Gregoire Dumoulin (CEO Bak2 Group), dan Pascal Viguie. Sebelumnya, Jagofon telah memperoleh pendanaan pra-awal senilai $254 ribu.

Tingginya permintaan smartphone bekas di Indonesia mendorong Becquart untuk meluncurkan Jagofon pada 2020 lalu. Dalam pengembangannya, Jagofon mengaplikasikan teknologi machine learning dan AI untuk menghasilkan rekomendasi berbasis data dan prediksi penjualan ponsel bekas kepada para mitra.

Pasar ponsel bekas

Lembaga riset International Data Corporation (IDC) melaporkan penjualan ponsel bekas dan rekondisi global mencapai 282 juta unit di 2022 atau naik 11,5 persen dari tahun sebelumnya dengan total penjualan perangkat 253,4 juta unit.

Menurut Manajer riset IDC Anthony Scarsella, situasi ekonomi global mendorong mayoritas konsumen untuk menghemat pengeluaran. Ini membuat ponsel rekondisi masih diminati karena harganya lebih terjangkau. “Perangkat bekas lebih kuat menghadapi hambatan pasar dibanding ponsel baru karena di banyak wilayah selera konsumen tetap tinggi,” ujarnya dikutip dari Kompas.com.

Sebagai tambahan, baru-baru ini Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis survei penetrasi terbaru. Survei ini dilakukan pada periode 10 Januari-27 Januari 2023 yang mencakup 38 provinsi dengan total responden sebanyak 8.510 responden.

Disebutkan, penetrasi internet Indonesia kini menembus 78,19% di 2023 atau sebesar 215,6 juta dari total 275,7 juta jiwa. Survei juga menemukan tingkat penetrasi urban sebesar 77,36 persen dari jumlah populasi di daerah urban. Sementara, penetrasi internet di daerah rural mencapai 79,79 persen dari total jumlah penduduk di daerah rural.

“Peningkatan penetrasi sebesar 1,17% ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan internet, khususnya semenjak pandemi Covid-19 di 2020,” tutut Ketua Umum APJII Muhammad Arif, Rabu (8/3) lalu.

Startup Web3 Gaspack Dapat Pendanaan Pra-Awal Dipimpin eMerge

Startup Web3 Gaspack mengumumkan pendanaan pra-awal yang dipimpin oleh eMerge, jaringan angel investor di bawah naungan MDI Ventures dan Arise. 500 Global dan Tokoin juga ikut berpartisipasi dalam pendanaan ini.

CEO Gaspack Novrizal Pratama mengatakan ingin mendobrak batasan tradisional antara industri kreatif dengan para kreator.

“Gaspack punya komitmen tinggi untuk memberdayakan dan memaksimalkan potensi para kreator. Dengan menempatkan mereka sebagai pusat dari segala inovasi, kami membuka akses mereka untuk berkarya dan memberikan peluang monetisasi karya lewat jaringan dan teknologi Web3,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Pada kesempatan ini, Gaspack sekaligus meluncurkan platform penerbitan komik digital berbasis Web3 Kometh sebagai wadah untuk memberdayakan para kreator dan brand dalam ekonomi berbasis Web3. Kometh dibangun di atas blockchain yang memungkinkan pengguna untuk jual-beli, mengoleksi, hingga menghadiahkan komik digital.

Selain itu, Kometh memungkinkan pemanfaatan NFT untuk mengakses komik yang bersifat token-gated. Pemilik NFT juga dapat mengakses komik yang merupakan turunan dari proyek NFT yang didukung untuk mendapat berbagai benefit, dari potongan harga, informasi rilisan terbaru, dan berlangganan. Adapun, Komik digital dapat dibeli melalui dompet penyimpanan aset kripto non-custodial dalam mata uang Ethereum (ETH).

Gaspack mengklaim telah mendukung proyek NFT dari delapan kreator dengan total Gross Transaction Volume (GTV) sebesar $12 juta dalam kurun satu tahun. Salah satu komik perdana berjudul “Garden Point” yang dirilis eksklusif di Kometh disebut terjual sebanyak 17.000 salinan dalam 1,5 jam. Pengguna Gaspack berasal dari Singapura, Jepang, Korea Selatan, hingga Amerika Serikat (AS).

Melalui platform Kometh, pihaknya menargetkan dapat mengakuisisi kreator-kreator kelas dunia sehingga dapat memperkuat pengembangan kekayaan intelektual secara terdesentralisasi.

Pengusaha sekaligus angel investor di eMerge Reino Barack mengatakan, Kometh membuka banyak pintu bagi kreator, seperti penulis yang baru merintis dan belum pernah meluncurkan karya mereka sendiri, atau penulis berpengalaman yang ingin bereksperimen dengan ide-ide baru.

“Platform ini menguntungkan kolektor komik dengan digitalisasi karena mereka tidak perlu memikirkan perawatan kondisi komik yang biasanya diperlukan untuk komik fisik.”

Kometh memanfaatkan NFT untuk melindungi kekayaan intelektual, mengedepankan kepemilikan karya, dan membangun komunitas penggemar yang lebih erat dengan cara baru bagi komunitas Web3 untuk berkarya.

Web3 dan kesempatan kreator

Mengacu laporan Antler “The New Creator Economy Report” bersama Speedinvest, teknologi Web3 memungkinkan kreator untuk memonetisasi karyanya sendiri dengan memanfaatkan basis komunitas. Teknologi ini membentuk cara baru lewat hubungan interaktif antara kreator dan penggemar. Siapapun kini dapat menjadi kreator di masa depan

Ruang eksplorasi konten juga semakin berkembang dengan kemunculan kripto, NFT, dan metaverse. Saat ini bahkan banyak kreator bermigrasi ke metaverse di mana mereka dapat memonetisasi karyanya, seperti digital art dan game.

Founder dan CEO Antler Magnus Grimeland mengatakan, kreator menjadi lebih menarik secara finansial karena platform yang ada saat ini memungkinkan mereka untuk memonetisasi karya berbasis komunitas. “Creator economy tidak hanya akan mengubah cara produksi konten, tetapi juga membuka dunia teknologi baru dan peluang monetisasi yang tidak mungkin dilakukan dengan di era Web2,” tambahnya.

Indonesia telah memiliki sejumlah platform NFT yang bermain di berbagai kategori, mulai dari platform penggalangan dana sosial, konten sepak bola, hingga karya seni. Beberapa di antaranya adalah Trinvi, Bolafy, Artpedia, dan BeKind.

East Ventures Pimpin Pendanaan Seri A Medigo, Startup Telehealth Vietnam

East Ventures memimpin pendanaan seri A ke Medigo, startup telehealth asal Vietnam, dengan total nilai sebesar $2 juta (sekitar 30,7 miliar Rupiah). Pavilion Capital dan Touchstone Partners turut berpartisipasi pada putaran pendanaan ini.

Managing Partner East Ventures Koh Wai Kit mengatakan, “teknologi digital dapat meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan layanan kesehatan berkualitas. Kami senang dengan misi Medigo untuk merevolusi apotek dan layanan kesehatan di Vietnam. Kami menyambut Medigo ke dalam ekosistem East Ventures dan berharap bisa terus berkolaborasi untuk mendorong inovasi layanan kesehatan.”

Co-Founder & CEO Medigo Ha Le menyebutkan akan memperkuat dan mengembangkan ekosistem layanan kesehatan di Vietnam dengan pendanaan ini. Ini mencakup layanan konsultasi dokter jarak jauh, pengiriman obat secara instan, dan layanan pengujian di rumah (home testing).

“East Ventures merupakan perusahaan modal ventura terkemuka di Asia Tenggara dan dunia dengan total 250 portofolio. Investasi ini menjadi bukti kepercayaan kuat terhadap visi, model bisnis, dan arah tujuan Medigo. Kami bersemangat untuk dapat terus bekerja sama dengan mereka dalam meningkatkan bisnis kami.” tuturnya dalam keterangan resmi.

Didirikan di 2019, Medigo menawarkan layanan pembuatan resep dan pengiriman obat secara on-demand ke apotek berlisensi terdekat. Medigo menawarkan layanan kesehatan yang cepat dan hemat biaya bagi masyarakat. Saat ini, layanan tersebut sudah memiliki 500 ribu pengguna aktif dan 1.000 mitra farmasi di seluruh Vietnam.

Platform Medigo mengklaim dapat mengirimkan obat dalam waktu 20 menit. Sementara, layanan home testing kesehatan yang ditawarkan antara lain tes darah, tes urine (urinalisis), dan tes kehamilan.

Medigo memiliki visi untuk mengembangkan ekosistem layanan kesehatan yang kuat di Vietnam dengan meningkatkan operasional, mengoptimalkan pengalaman pengguna, dan menjembatani akses ke masyarakat dengan aman, cepat, dan efisien.

Selain Medigo, East Ventures sebelumnya juga berpartisipasi ke pendanaan seri A startup healthtech Vietnam, Med247. Platform ini menawarkan layanan kesehatan dari poliklinik hingga telemedis berbasis aplikasi.

Lanskap kesehatan Vietnam

Mengutip paparan American Chamber of Commerce (AmCham) Vietnam, industri kesehatan di sana dihadapkan pada sejumlah tantangan, seperti kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai. Saat ini, fasilitas kesehatan Vietnam didominasi 86% oleh rumah sakit umum yang di mana kurang didukung peralatan medis yang memadai dan sudah terlalu padat pasien.

Rumah sakit (RS) di Hanoi dan Ho Chi Minh mengakomodasi 60% dari total pasien di negara ini. Namun, peralatan medis di sebagian besar RS umum sudah usang sehingga kurang memungkinkan untuk melakukan operasi dan perawatan intensif.

Selain itu, RS umum di Vietnam bergantung pada anggaran negara untuk memperbarui fasilitas dan peralatan medis. Meski anggaran di bidang kesehatan sudah ditingkatan, nilainya dinilai masih terlalu kecil. Saat ini, biaya pengeluaran kesehatan per kapita di Vietnam tercatat tumbuh 9,2% per tahun dan diprediksi mencapai $262 di 2025.

Di Indonesia, terdapat startup healthtech dengan nama serupa “Medigo” yang awalnya memiliki misi mendigitalisasi ekosistem kesehatan di Indonesia dari pasien, petugas medis, klinik, RS, hingga laboratorium. Namun, dalam perjalanannya, pihaknya menilai digitalisasi rumah sakit sulit diakselerasi.

Medigo akhirnya pivot menjadi penyedia rantai suplai klinik (clinic chain) dan berganti nama menjadi Klinik Pintar. Pivot ini dilakukan karena dianggap lebih banyak menyentuh segmen grassroots. Hal ini karena jumlah klinik lebih banyak dibandingkan RS. Berdasarkan data Statistik Indonesia, terdapat 8.905 klinik dan 2.617 rumah sakit per 2021.

Lagi, Hampir 500 Karyawan Shopee Indonesia Kena PHK

Sebanyak hampir 500 karyawan platfrom marketplace Shopee Indonesia kena PHK, sebagian besar berasal dari customer service. Menurut laporan Bloomberg, perusahaan kini fokus lebih menggenjot profitabilitas dibandingkan pertumbuhan bisnis.

Karyawan terdampak akan menerima uang pesangon sesuai regulasi berlaku, termasuk bonus gaji satu bulan, dan akses ke asuransi kesehatan hingga tiga bulan setelah hari kerja terakhir. Karyawan yang merayakan Lebaran juga akan menerima Tunjangan Hari Raya (THR).

Sebelumnya pada September 2022, perkiraan sebanyak 180 orang karyawan Shopee Indonesia terkena PHK. Mereka yang terdampak di antaranya mulai dari staf junior hingga posisi head. Langkah efisiensi ini diambil sebagai antisipasi terhadap ketidakpastian ekonomi global.

Dalam laporan lain Bloomberg, Sea Ltd selaku induk usaha Shopee, terungkap telah memangkas sebanyak 7.000 orang atau sekitar 10% dari total seluruh karyawan grup perusahaan dalam enam bulan terakhir. Adapun, bulan Juni 2022 menjadi gelombang pertama PHK di Sea Group. Saat itu, karyawan dari divisi shopping dan food paling banyak terdampak PHK.

Kinerja keuangan Sea

Beberapa hari sebelumnya, raksasa internet dengan kode saham NYSE: SE) ini juga merilis laporan kinerja keuangan yang berakhir pada 31 Desember 2022. Sea Group membukukan total pendapatan sebesar $12,4 miliar, naik 25,1% dibandingkan 2021.

Selanjutnya, EBITDA disesuaikan tercatat minus $878,1 juta, membengkak dari sebelumnya $593,6 juta. Adapun, perusahaan juga merugi $1,7 miliar, tetapi membaik sekitar 18,9% dari tahun sebelumnya.

Jika dirinci berdasarkan kategori bisnis, e-commerce menyumbang pendapatan sebesar $7,3 miliar atau tumbuh 42,3% (YoY). Kemudian, GMV tercatat naik 17,6% menjadi $73,5 miliar. Meski minus $1,7 miliar, EBITDA disesuaikan membaik 33,8% dari minus $2,6 miliar di 2021.

Di kategori digital entertainment, pendapatan dan EBITDA disesuaikan turun masing-masing menjadi $3,9 miliar dan $1,3 miliar. Sementara, kategori financial services mengantongi pertumbuhan pendapatan sebesar 160% menjadi $1,2 miliar di sepanjang 2022. EBITDA disesuaikan pada kategori ini membaik dari minus $616,9 juta menjadi $228,6 juta.

Dalam pernyataannya, Chairman and Group Chief Executive Officer Sea Forrest Li menyebut perusahaan memulai tahun 2023 dengan pijakan yang lebih kuat. Menurutnya, pencapaian laba bersih di kuartal IV 2022 sebesar $422,8 juta dari sebelumnya minus $616,3 juta, menunjukkan model bisnis yang resilien dengan kemampuan eksekusi perusahaan.

“Upaya pivot kami untuk fokus pada efisiensi dan profitabilitas sejak akhir tahun lalu telah mendorong peningkatan laba. Dengan melanjutkan transisi dan mempertahankan fokus ke pertumbuhan berkelanjutan, pendekatan kami adalah to do less, tetapi melakukannya dengan lebih baik untuk melayani pengguna di seluruh ekosistem digital kami.

Dengan melihat ketidakpastian makro dan manuver pivot Sea baru-baru ini, pihaknya akan terus memantau kondisi pasar sambil menyesuaikan kecepatan dan memperbaiki operasional perusahaan. “Meski mungkin ada fluktuasi jangka pendek pada kinerja keuangan, kami tetap yakin dengan potensi pertumbuhan jangka panjang pasar dan sepenuhnya fokus menangkap peluang tersebut.”

Application Information Will Show Up Here

Broom Peroleh Dana Segar Pra-Seri A Senilai 154 Miliar Rupiah [UPDATED]

*update 10 Maret 2023: kami memperbarui informasi dengan menyesuaikan nilai dan seri pendanaan

Platform digital untuk ekosistem mobil bekas Broom dikabarkan mendapat pendanaan pra-seri A senilai $10 juta atau sekitar 154 miliar Rupiah yang dipimpin Openspace Ventures. Berita ini pertama kali dikabarkan oleh DealStreetAsia.

Berdasarkan data yang dilaporkan ke regulator, AC Ventures dan Quona Capital (keduanya adalah investor terdahulu), serta MUFG Innovation Partners dan BRI Ventures turut berpartisipasi pada putaran ini. 

Sebelumnya, Broom mengantongi pendanaan pra-awal senilai $3 juta (Rp43 miliar) yang dipimpin oleh AC Ventures, serta partisipasi dari Quona Capital dan beberapa angel investor, termasuk pendiri Kopi Kenangan dan Lummo.

DailySocial.id telah menghubungi manajemen Broom untuk mengonfirmasi berita ini, namun belum ada respons hingga berita ini diturunkan. 

Broom dirintis oleh Pandu Adi Laras (CEO), Pungky Wibawa (CBO), dan Andreas Sutanto (CFO) di 2021. Awalnya mereka mengembangkan solusi bagi pelaku UKM di bidang otomotif untuk memudahkan digitalisasi proses bisnis showroom dan memberikan fasilitas pembiayaan produktif. Kini Broom lebih fokus sebagai platform marketplace di sektor ini.

Digitalisasi proses kerja diler

Proses kerja diler kendaraan dinilai masih tradisional. Stok barang dicatat secara manual. Ketika mencoba go online, pemilik diler mengaku kesulitan menemukan pembeli yang tepat di lokasi mereka. Maka itu, solusi ini diharapkan dapat mengatasi masalah deadstock (stok yang belum terjual lebih dari satu bulan).

Dalam wawancara dengan DailySocial saat itu, Co-Founder dan CEO Broom Pandu Adi Laras mengatakan bahwa platform Broom memungkinkan pemilik diler untuk mengelola inventaris, pembukuan keuangan, hingga mengelola berbagai instrumen penjualan mereka.

“Startup ini bertujuan untuk menjadi pusat bagi digitalisasi jaringan diler di Indonesia,” tuturnya. Per Maret 2022, Broom memiliki lebih dari 2.000 diler mobil bekas di wilayah Jabodetabek.

Upaya digitalisasi di sektor otomotif terus berkembang. Awalnya, sektor ini banyak diisi oleh pemain car marketplace, seperti Carro, Carsome, dan LX Autos. Bahkan Moladin yang awalnya bermain di pembelian motor, sudah pivot ke jual-beli mobil bekas. 

Namun, pelaku startup mulai mengeksplorasi pain point lain di sektor otomotif yang dapat didukung dengan teknologi seiring tingginya penggunaan kendaraan pribadi. Misalnya, solusi bengkel yang dikembangkan oleh Bengkel Mania, dan pembiayaan showroom Broom yang juga sama-sama membidik pelaku UMKM.

Adapun, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil retail di mencapai 89.651 unit per Oktober 2022.

Application Information Will Show Up Here

AMVESINDO: Peran Perusahaan Modal Ventura Daerah Belum Optimal

Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) baru saja merilis laporan terkait kinerja industri modal ventura di 2022. Pihaknya mencatat pertumbuhan aset pada Perusahaan Modal Ventura (PMV) yang diikuti dengan tren penurunan jumlah PMV di sepanjang tahun. 

Dalam laporannya, gabungan aset PMV, baik konvensional maupun syariah, naik mencapai Rp25 triliun. Kenaikan tersebut didorong oleh peningkatan aset lancar, yakni penyertaan ekuitas yang tumbuh 56,4% menjadi Rp6,67 triliun pada periode 2020-2022. 

AMVESINDO menilai pertumbuhan aset menjadi salah satu indikator positif di tengah badai industri teknologi di Indonesia. Adapun, PMV di luar DKI Jakarta disebut lebih banyak menyalurkan pembiayaan usaha produktif dibandingkan penyertaan ekuitas dengan pertumbuhan 7% menjadi Rp10,6 triliun (2020-2022).

Sumber: AMVESINDO

Di sisi lain, laporan ini mengungkap bahwa jumlah PMV turun di sepanjang 2022 dari 55 perusahaan (Q1) menjadi 49 (Q4). Penurunan ini disebabkan oleh reformasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai badan pengawas industri modal ventura. Salah satu fokusnya di 2023 adalah menata ulang kegiatan usaha modal ventura sesuai kompetensi atau bidangnya.

Menurut Ketua Umum AMVESINDO Eddi Danusaputro pertumbuhan aset tersebut menandakan pergerakan industri modal ventura semakin baik. “Reformasi OJK bertujuan untuk mendorong PMV agar melakukan kegiatan usaha dalam bentuk penyertaan ekuitas, pembelian obligasi konversi, pembiayaan melalui pembelian surat utang yang diterbitkan Pasangan Usaha pada tahap rintisan awal dan/atau pengembangan usaha dan pembiayaan usaha produktif sesuai dengan POJK 35 Pasal 2,” tambahnya.

Di samping itu, penurunan pemodal ventura di luar Jakarta kemungkinan disebabkan oleh belum optimalnya peran Perusahaan Modal Ventura Daerah (PMVD) dalam menyalurkan pembiayaan/permodalan kepada UMKM. Skala usaha PMVD juga terbilang relatif kecil mengingat masyarakat belum familiar dengan model pembiayaan yang ditawarkan ventura dan cenderung mengambil opsi pembiayaan ke perbankan.

Usulan AMVESINDO

AMVESINDO berupaya untuk mendorong peran PMVD di berbagai daerah untuk menumbuhkembangkan potensi UMKM. Pihaknya menilai PMVD menawarkan sejumlah nilai tambah yang dapat dipertimbangkan kuat oleh pelaku usaha, di antaranya keleluasaan menyusun skema pembiayaan, kejelian mengambil peluang usaha, dan kemampuan memberikan pendampingan.

Dalam laporannya, AMVESINDO juga menyampaikan sejumlah usulan kepada pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri modal ventura di daerah. Usulan ini diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan industri modal ventura nasional dan ekonomi di Indonesia:

1. Sosialisasi AMVESINDO dan OJK tentang skema PMV Lisensi OJK sebagai salah satu alternatif pendanaan startup
2. Mengurangi jumlah modal pendirian dan persyaratan kepatuhan untuk kepengurusan PMV
3. Mendorong perumusan dan pelaksanaan insentif pajak untuk PMV Lisensi OJK
4. Mengadvokasi tidak ada morotarium untuk PMB Lisensi OJK saat ini dan mendorong pihak berkepentingan untuk proses pendaftaran PMV
5. Pembentukan tim ahli dari ekosistem PMV Lisensi OJK untuk kajian dan formulasi kebijakan terkait regulasi perusahaan modal ventura
6. Mempercepat proses aplikasi dana ventura sambil tetap menjalankan prinsip kehati-hatian
7. Melanjutkan proses RPOJK Perusahaan Pembiayaan Mikro untuk PMV yang berfokus pada pemberian pembiayaan UMKM yang telah berjalan sejak 2021.

Wakil Ketua I AMVESINDO Dennis Pratistha berharap berbagai usulan di atas dapat mendorong pertumbuhan ekosistem startup dan menjalankan misinya untuk berperan aktif membangun industri modal ventura secara profesional.

“Sejalan dengan akselerasi adopsi digital, diiringi dengan populasi besar di Indonesia yang terbukti resilien dalam menghadapi persaingan pasar bebas di 2023, AMVESINDO mengajak perusahaan modal ventura di luar Indonesia untuk bergabung dengan AMVESINDO dan bersama menciptakan ekosistem yang lebih kuat.” Tutupnya.

Laporan e-Conomy SEA 2022 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company memproyeksikan ekonomi digital Indonesia mencapai GMV $130 miliar hingga 2025 dengan CAGR 19%, dan tumbuh tiga kali lipat di kisaran $220 miliar-$360 miliar di 2030. Tahun lalu tercatat tiga layanan digital teratas di Indonesia adalah e-commerce, transportasi, dan food delivery.

Alexander Rusli Uraikan Potensi Fintech dan Rencana Ekspansi Digiasia

Co-Founder dan Co-CEO Digiasia Alexander Rusli bicara tentang perkembangan pasar fintech, aksi melantai di bursa saham AS, hingga peran gandanya sebagai angle investor.

Berbincang dengan DailySocial.id, pria yang karib disapa Alex ini melihat potensi pasar Fintech-as-a-Service (FaaS) masih sangat besar seiring dengan semakin matangnya (maturity) pemahaman industri terhadap layanan fintech. Berbeda dengan tiga tahun lalu, saat industri belum memahami bagaimana fintech bisa relevan bagi bisnis B2B. Meningkatnya pemahaman ini juga membuat penjajakan sinergi/kolaborasi menjadi lebih mudah.

Sepanjang 2022, ujarnya, pertumbuhan bisnis Digiasia banyak dimotori oleh sektor fintech, terutama P2P lending. Menurutnya, kebutuhan pelaku fintech mulai meningkat agar mereka bisa lebih fokus mengelola bisnis inti, dan tidak perlu repot untuk mengajukan lisensi baru.

Selain perusahaan fintech, pihaknya juga mulai banyak masuk ke lembaga keuangan konvensional, seperti bank daerah. Ia berujar ke depannya persaingan tidak hanya terjadi pada pemain independen, tetapi juga bank-bank besar yang sudah masuk ke produk Banking-as-a-Service (BaaS).

Saat ini, Alex menyebut pihaknya tengah mengurus lisensi untuk produk payment gateway Syariah dan wallet Syariah. “Belum live, lagi diurus di BI. Kami selalu lihat pain point, kebutuhannya apa. Pada akhirnya, [kebutuhan] orang semakin disiplin, pasti akan ke sana [produk Syariah],” ujarnya kepada DailySocial.id.

Sebagai informasi, Digiasia didirikan pada 2017 oleh Alexander Rusli dan Prashant Gokarn. Saat ini, pihaknya menawarkan sejumlah solusi keuangan digital dengan lisensi wallet, lending channeling, remittance, hingga LKD.

Terbaru, Digiasia berencana go public melalui kesepakatan merger dengan perusahaan cangkang Stonebridge Acquisition Corporation. Dengan mekanisme ini, penilaian pra-ekuitas lewat transaksi penggabungan kedua perusahaan ini ditarget sebesar $500 juta. Mastercard dan Reliance Capital Management (RCM) sebagai pemegang saham Digiasia akan menggulirkan 100% dari ekuitasnya menjadi perusahaan gabungan sebagai bagian dari transaksi.

“Kami pilih IPO di AS karena [likuiditas] uang di sana banyak, di sini lagi [susah], makanya ada tech winter. SPAC sudah di-set up seperti itu. Target realisasi IPO di kuartal II 2023, tetapi itu tergantung SEC approval. Di sana peraturah lebih jelas. Semua lebih eksplisit,” tuturnya.

Alex menambahkan, modal ini akan dimanfaatkan untuk memuluskan rencana ekspansi Digiasia ke Asia Tenggara. Rencananya, perusahaan akan mencaplok perusahaan sejenis di negara terkait untuk mempermudah lisensi dan komersialisasi layanan. Lisensi yang dimiliki perusahaan mitra tidak harus sama dengan Digiasia.

Peran sebagai investor

Alex juga membeberkan pengalamannya sebagai angel investor yang dilakoni sejak beberapa tahun terakhir. Ia aktif berinvestasi ke berbagai startup tahap awal. Portofolionya sekarang ada 31, termasuk Digiasia yang ia dirikan bersama Prashant Gokarn, sesama eks petinggi Indosat.

Saat mencari peluang bisnis baru, ada sejumlah kriteria penting bagi Alex sebelum memutuskan berinvestasi. Pertama, ia butuh waktu panjang untuk mengenal karakter founder dan memahami bisnisnya, bisa enam bulan hingga lebih dari satu tahun.

“As an early [stage] investor, you have to trust the [founder] character karena produknya belum ada. Saya ingin lihat bagaimana founder mau fight for my money, apakah saya cocok dengan cara kerjanya. Makanya, saya jarang berinvestasi di startup yang founder-nya cuma satu karena risikonya tinggi,” ungkap Alex.

Ia meyakini perusahaan masih dapat tetap berjalan meski tidak bisa memperoleh pendanaan berikutnya. Menurutnya, perusahaan tidak akan mati, hanya saja pertumbuhannya flat. Maka itu, Alex mencari bisnis yang sekiranya 80% sudah berkelanjutan.

Menanggapi penurunan industri startup, Alex bilang bahwa situasi tersebut justru menjadi eye-opener agar ekspektasi para founder menjadi lebih realistis. Bahwasannya, metode valuasi yang ia katakan sejak awal tidak masuk akal, sekarang menjadi common understanding bagi pihak terkait.

Sejauh ini, situasi downturn tersebut tidak mengganggu upayanya dalam mencari peluang bisnis baru. Dengan posisinya sebagai investor tahap awal, Alex berkomitmen untuk berinvestasi dalam jangka panjang, yakni 5-6 tahun.

“Saya tidak berinvestasi di sesuatu yang lagi ramai. Tapi, saat ini sektor yang menarik adalah agriculture and food. Bisnis harus bisa jalan dengan atau tanpa teknologi. Small scale. Kalau mau scale up, baru pakai teknologi,” ujarnya.

Alex memprediksi tahun ini investor akan selektif dan lebih memilih berinvestasi di portofolio existing. “Old VCs belum bisa raise the money now, sedangkan VC yang sudah, akan lebih berhati-hati. Until, the fed rate go down significantly, orang akan berat untuk put their money keluar AS. For me, I’ll still continue what I do.”

Dari sisi startup, Alex memprediksi startup baru akan mulai bermunculan. Namun, mereka akan lebih berhati-hati dalam membuat model bisnis sekarang karena mimpi muluknya sudah habis.

Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Indonesia Bagikan Strategi Investasi di 2023

Mandiri Capital Indonesia (MCI) membagikan outlook dan strategi investasi mereka untuk tahun ini. Secara umum, MCI memastikan akan tetap agresif untuk mengucurkan pendanaan ke startup di Indonesia, tetapi akan lebih selektif dengan memperkuat risk framework dan tesisnya.

Langkah tersebut diambil karena melihat situasi perlambatan ekonomi yang turut berdampak terhadap industri startup di tanah air. Di sepanjang 2022, kita banyak menyaksikan upaya efisiensi yang ditempuh pelaku startup dengan melakukan PHK.

Tren pendanaan startup juga menunjukkan penurunan, baik di skala global maupun di Indonesia. Diketahui, VC merupakan salah satu sumber permodalan terbesar bagi pelaku startup. CB Insights dalam “State of Venture 2022 Report” mencatat startup global yang memperoleh pendanaan dari VC hanya mencapai $415,1 miliar atau turun 35% dari tahun sebelumnya.

Sementara, berdasarkan data yang dihimpun oleh DailySocial.id, total nilai pendanaan startup Indonesia di 2022 turun hingga 38% menjadi $4,2 miliar dibandingkan 2021 yang tercatat sebesar $6,9 miliar.

Eksplorasi sektor non-fintech

MCI akan menjajaki peluang investasi di sektor supply chain, construction tech, aquatech, embedded finance, proptech, hingga biotech. Chief Investment Officer MCI Dennis Pratistha mengungkap bahwa beberapa investment deal akan segera diumumkan. Pihaknya juga mulai fokus untuk berinvestasi di growth stage karena risiko lebih terukur dan sudah memiliki use case dan sumber pendapatan yang jelas.

Tak disebutkan target portofolio atau nilai investasi yang dialokasikan tahun ini. Dennis berujar, “Hal yang terpenting adalah bagaimana [portofolio] ini dapat menciptakan value bagi Mandiri Group. Kami berupaya dorong sinergi di lingkup Mandiri Group sehingga our portfolios, khususnya di growth stage, punya presence di luar negeri,” ujarnya, Rabu (8/2).

Ambil contoh, construction tech. Investasi di sektor ini memang mengalir deras di sepanjang tahun lalu, tetapi pasarnya masih baru. Menurut Dennis, pihaknya berminat investasi ke construction tech tahun ini karena sejumlah pemain sudah mulai product market-fit dan menemukan model bisnis. Lebih lagi, permintaan konstruksi yang efektif biaya mulai meningkat.

Selama ini, industri konstruksi kurang transparan yang mengakibatkan terjadinya inefisiensi di supply chain. Demikian juga pada embedded finance, semakin ke sini, layanan keuangan digital berkembang pesat dan populasi unbanked masih besar. Hanya dalam jentikan jari, siapapun dapat mengakses layanan keuangan,

Dennis juga bilang tengah menyiapkan thematic fund baru sebagai kendaraan investasi bagi sektor-sektor yang tengah dieksplorasi tersebut. Rencana itu sebelumnya telah diungkapkan Dennis dalam wawancara dengan DailySocial.id beberapa waktu lalu.

Tercatat, MCI punya tiga dana kelolaan, yakni Balance Sheet Fund (Mandiri Group) untuk investasi di seri A-C, Merah Putih Fund (MPF) untuk seri C+ termasuk soonicorn, dan Indonesia Impact Fund (IIF) untuk pra-seri A.

Tahun 2022, MCI telah mengucurkan investasi ke enam startup baru dan tiga investasi lanjutan. Rinciannya, AgriaAku (agritech), Sinbad (B2B marketplace), dan FitAja (healthtech) bersumber dari Balance Sheet Fund. Kemudian, Greenhope (green tech), Cakap (edtech), dan Delos (aquatech) dari Indonesia Impact Fund. Terakhir, iSeller (POS), Mekari (SaaS), dan Qoala (insurtech).

Adapun, tambah Dennis, MPF ditargetkan meluncur pada semester I 2023 yang telah mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan regulator. Sekadar informasi, fase pertama MPF ditutup senilai $300 juta atau Rp4,3 triliun; didukung lima BUMN meliputi Telkom, Telkomsel, Bank Mandiri, BRI, dan BNI.

Strategi MCI

Pada kesempatan sama, Direktur of Finance MCI Rino Bernando memaparkan strategi investasi MCI pada tahun ini. Dalam mengelola portofolio existing, pihaknya memastikan mereka dapat tetap tumbuh sehat dan berkelanjutan, tidak hanya tumbuh kencang.

MCI berupaya memperbaiki strategi dan risk framework sebagai early warning system dalam menghadapi situasi pasar yang tidak menentu. Fokus utamanya adalah memastikan portofolio mengedepankan efisiensi biaya dan path to profitability yang jelas karena berdampak ke bottom line. Riset CNBC menunjukkan bahwa sebanyak 44% startup gagal di 2022 karena perencanaan keuangan yang kurang baik.

“Saya sebut situasi tech winter sebagai normalisasi karena ekonomi selalu ada siklusnya, termasuk industri startup. Ketika valuasi sekarang turun, ini adalah kesempatan bagi kami untuk mendapat valuasi lebih wajar. Dengan begitu, kami bisa masuk ke harga lebih wajar. Bukan berarti kami lengah meski terjadi seleksi alam,” pungkas Rino.

MCI juga menetapkan inisiatif baru untuk menangkap peluang inovasi dan memperluas knowledge dengan membentuk MCI Labs. Program ini memungkinkan kolaborasi startup dengan unit bisnis di Mandiri Group untuk menggarap use case potensial menjadi pilot project. Selain itu, pihaknya masih akan melanjutkan kegiatan business matchmaking Xponent dalam mengidentifikasi masalah dan menghubungkan unit bisnis dengan startup.

Startup Proptech IDEAL Perkenalkan Produk KPR Hunian Sekunder

Startup proptech IDEAL memperkenalkan produk baru Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Secondary yang menghadirkan layanan pembiayaan dan pengelolaan hipotek untuk hunian sekunder bagi calon pembeli rumah. Hunian sekunder sendiri pada dasarnya merupakan aset properti yang telah berpindah tangan dari pemilik pertama (primer) kepada pihak lainnya.

Co-Founder & President IDEAL Ian Daniel Santoso menuturkan, saat ini belum banyak pemain yang masuk ke pasar hunian sekunder. Selain itu, rata-rata calon pembeli yang sudah menemukan rumah impian, belum dapat KPR terbaik sesuai kebutuhan finansial mereka. “Keputusan untuk memilih produk KPR secara tradisional pun masih didasari oleh pengaruh dari agen atau tenaga pemasar properti,” ujar Ian dalam keterangan resminya.

Padahal, lanjutnya, potensi KPR/KPA di Indonesia secara umum sangat besar. Nilai pasar produk KPR berkisar $39 juta, sedangkan sebanyak 75% masyarakat Indonesia membeli hunian dengan metode KPR/KPA. Angka tersebut diproyeksi tumbuh sekitar belasan persen CAGR dalam lima tahun ke depan.

Co-Founder & CCO IDEAL Indira Nur Shadrina menambahkan, masalah yang kerap muncul saat survei KPR Secondary adalah biaya appraisal. Jika pengajuan KPR ditolak dan pengguna memutuskan mengambil KPR di bank lain, biaya yang dikeluarkan tidak dapat kembali.

Padahal, pengguna ingin memperbesar kesempatan persetujuan KPR dengan mengajukan lebih dari satu bank. “IDEAL berkomitmen untuk menggantikan seluruh biaya appraisal ketika proses pembelian rumah dan KPR yang diajukan telah selesai,” tuturnya.

Kini, calon pembeli rumah dapat mengajukan KPR ke tiga bank sekaligus dengan proses sepenuhnya digital, baik melalui website maupun aplikasi mobile. Pengguna akan diminta melakukan appraisal ke bank tujuan di mana IDEAL akan menalangi seluruh biaya (maksimal ke tiga bank) dengan mekanisme cashback saat pengajuan KPR dan proses jual-beli rumah selesai.

Adapun, KPR Secondary dilengkapi dengan fitur autosave dan autofill untuk memudahkan pengguna melengkapi pengisian data.

Pembiayaan rumah

IDEAL memulai debutnya pada pertengahan Juli 2022 dengan fokus awal pada produk hunian baru atau primer. Fokus utamanya adalah mendigitalisasi proses pembiayaan dan pengelolaan hipotek di Indonesia, tidak seperti kebanyakan di pasar saat ini yang masih dilakukan secara online-to-offline.

Pihaknya juga telah mengantongi pendanaan pra-awal sebesar Rp57 miliar dipimpin oleh AC Ventures dan Alpha JWC Ventures, serta partisipasi Living Lab Ventures dan Ciputra Group.

Dalam surveinya, IDEAL menemukan bahwa calon pembeli rumah mengalami kesulitan pengajuan KPR karena masih dilakukan secara tradisional. Cara ini cenderung memakan waktu panjang dan melelahkan karena menyangkut keputusan besar calon pembeli. Misinya adalah memberikan akses informasi yang dapat membantu calon pembeli rumah untuk membuat keputusan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi finansial mereka.

Hal ini tercermin dari sejumlah fitur yang dikembangkan, misalnya IDEAL Compass yang menghadirkan rekomendasi produk KPR dari tujuh bank mitra. Rekomendasi produk KPR tersebut diklaim telah dipersonalisasi sesuai preferensi dan karakteristik pengguna, seperti umur, profesi, bunga, dan kemampuan cicilan bulanan.

IDEAL telah bermitra dengan sejumlah developer dan tujuh bank terkemuka di Indonesia antara lain Sinar Mas Land, Ciputra, PIK2 Group, serta Bank Mandiri, CIMB Niaga, OCBC NISP, Danamon, Permata, Maybank, dan Bank Panin.

Proses end-to-end secara digital ini telah tersertifikasi ISO 27001. Pihaknya memastikan pengolahan data minim intervensi manusia (view only) dan hanya dikirimkan ke bank rekanan oleh pengguna sendiri. “Sistem kami punya audit trail dan watermark yang membuat jejak dan flow data tercatat dalam sistem,” ungkap Co-Founder & CEO IDEAL Albert Raharja Surjaudaja.

Sekadar informasi, marketplace jual-beli dan sewa properti Pinhome juga menawarkan produk yang cukup serupa melalui program cicil rumah. Bedanya, program ini menargetkan masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap (non-fixed income) agar dapat memiliki rumah impian mereka.

Pinhome bahkan menghadirkan program iVestment yang memfasilitasi penanaman modal bagi pengembang perumahan. Di sini, developer tak hanya mendapat akses modal usaha, tetapi juga dukungan pemasaran lewat aplikasi. Pinhome akan berperan membantu proses penjualan rumah, mulai dari transaksi hingga biaya booking fee.

Application Information Will Show Up Here

Telkom Akan Spin-Off Unit Marketplace B2B PaDi di Kuartal II 2023

PT Telkom Indonesia Tbk (IDX: TLKM) mengungkap kesiapannya untuk membesarkan portofolio bisnis digital tahun ini. Perusahaan berencana mendirikan operating company (opco) pada kuartal II untuk memayungi unit bisnis digital yang akan dilepas (spin-off) secara mandiri.

Dalam wawancara eksklusif oleh DailySocial.id, Executive Vice President (EVP) Digital Business & Technology Komang Aryasa mengatakan bahwa entitas mandiri menjadi salah satu tahap yang perlu diambil apabila ingin meningkatkan skala bisnis digital. Dengan langkah ini, pihaknya dapat membuka akses bagi investor luar yang berminat menanamkan modalnya.

“Kami mempertimbangkan model opco seperti INDICO, di mana di bawahnya akan terdapat opco-opco lain. Salah satu yang akan [dilepas] untuk tahap awal adalah Pasar Digital (PaDi) dan Logee. Kami sedang jajaki ke [investor] yang berminat chip in di sini, serta menanti persetujuan [induk usaha]. Target kami dalam tiga bulan ke depan adalah eksekusi [PaDi] menjadi opco,” ungkap Komang.

Sekadar informasi, INDICO merupakan umbrella brand dari PT Telkomsel Ekosistem Digital (TED) yang menaungi tiga entitas digital, yakni Kuncie, Fita, dan Majamojo. Entitas ini resmi didirikan pada tahun lalu yang dipimpin oleh Andi Kristianto sebagai CEO.

Sementara, Telkom Digital Business memiliki umbrella brand bernama Leap-Telkom Digital untuk mengakselerasi pertumbuhan produk dan layanan digital, seperti PaDi, Logee, dan Agree. Leap diperkenalkan pada pertengahan 2022. Saat ini, pihaknya belum menentukan apakah akan memakai brand Leap atau tidak pada opco ini.

Lebih lanjut, ujar Komang, unit bisnis digital harus memenuhi sejumlah metrik agar dapat menjadi entitas mandiri, di antaranya memiliki roadmap menuju EBITDA positif dalam 3-5 tahun ke depan, pertumbuhan eksponensial, dan uniqueness yang sulit diduplikasi oleh kompetitor.

Telkom mengklaim Gross Merchandise Value (GMV) yang diperoleh PaDi di 2022 mencapai Rp3,7 triliun, tumbuh lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang sekitar Rp1,7 triliun. Adapun, GMV PaDi saat ini (year-to-date) mencapai Rp5,4 triliun.

Adapun, rencana spin-off bisnis digital Telkom sebelumnya telah disampaikan Direktur Digital Business Telkom M Fajrin Rasyid pada akhir tahun lalu.

Mengenal PaDi

PaDi merupakan online marketplace B2B yang menghubungkan supply dan demand untuk pengadaan dan kebutuhan bisnis. Sebagai entry point, PaDi membidik segmen BUMN sebagai pembeli dan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa. Contohnya, perlengkapan kantor dan event organizer.

Dikatakan, pengembangan PaDi bermula ketika pandemi Covid-19 memukul sektor UMKM di 2020. Secara umum, pemberdayaan UMKM dinilai masih rendah karena kalah saing dengan perusahaan skala menengah dan besar. Maka itu, PaDi difokuskan untuk memberdayakan UMKM mengingat BUMN juga membina banyak UMKM sehingga dapat diikutkan ke dalam ekosistem PaDi. Potensi pasar BUMN juga sangat besar karena penyerapan belanjanya didominasi oleh perusahaan menengah dan besar.

Menurut data Kementerian Keuangan, potensi belanja negara dan daerah untuk Produk Dalam Negeri (PDN) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Daerah (APBN dan APBD) di 2022 mencapai lebih dari Rp700 triliun. “Dari total spending BUMN per tahun itu, sebanyak 97% diserap oleh perusahaan besar, sedangkan UMKM cuma mengambil porsi 3%,” tambah Tribe Leader SMB Digitalization Jimmy Karisma Ramadhan.

PaDi dirancang untuk menyederhanakan journey experience bagi BUMN dan UMKM. Proses pengadaan, pembayaran, hingga pengiriman dilakukan secara online. Pihaknya juga menghadirkan tools untuk menunjang aktivitas penjual, seperti accounting, legalitas, dan penjualan offline. Sudah ada 92 BUMN terdaftar sebagai buyer dan 68.000 penjual UMKM.

“Kami ingin menghadirkan proses pengadaan semudah berbelanja di e-commerce sebagai salah satu value. Sejak tiga tahun terakhir, kami melihat perilaku pembeliaan BUMN mulai terbangun di sini. Target kami tak hanya transparansi dan digitalisasi, tetapi juga efisiensi dan mencapai Produk Dalam Negeri (PDN),” papar Jimmy.

Bidik enterprise

Setelah BUMN, PaDi sedang menjajaki kemungkinan masuk ke pasar enterprise. Pihaknya juga berencana menggandeng bank pelat merah untuk memfasilitasi akses modal usaha bagi UMKM. Misalnya, invoice financing untuk kebutuhan pengadaan.

“Kami berhati-hati untuk masuk ke enterprise. Strategi kami adalah kurasi validitas seller untuk melihat kemampuan berjualan. Hal ini untuk menjaga confident level PaDi dengan baik,” tambah Komang.

Dalam lanskap pasar B2B, Telkom mengklaim belum ada pemain di Indonesia yang menguasai pasar dan unggul pada efisiensi. Menurutnya, saat ini PaDi punya posisi kuat karena didukung oleh ekosistem Telkom Group yang dapat dimanfaatkan untuk menjangkau lima bisnis utama B2B, antara lain pengadaan, marketplace, direct B2B, clasiffied ads, dan support service.

Pihaknya juga tengah mengeksplorasi untuk masuk ke layanan e-tender yang mana prosesnya belum terdigitalisasi. Platform PaDi baru sebatas memberikan informasi pengumuman tender BUMN, tetapi belum masuk sampai proses tendernya.

“Kami berupaya menghadirkan transparansi sehingga nantinya BUMN atau UMKM tidak perlu daftar setiap kali ada tender. Kami terhubung juga dengan daftar hitam di BUMN sehingga vendor yang sudah di-blacklist otomatis diketahui.”