Lima Startup Indonesia Boyong Penghargaan Kompetisi Digital ASEAN 2024

Lima startup Indonesia berhasil memboyong penghargaan dalam ASEAN Digital Awards (ADA) 2024. Indonesia otomatis menjadi juara umum pada ajang pencapaian inovasi digital terbaik di kawasan regional ini.

Pemenangnya antara lain Crustea dan Shieldtag yang memenangkan medali emas, Artopologi meraih medali perak, serta Jaramba dan InCrane membawa medali perunggu. Adapun, Crustea adalah salah satu peserta DSLauncHER, program inkubasi dari DS/X Ventures.

ADA 2024 (sebelumnya dikenal bernama ASEAN ICT Awards) merupakan proyek bersama kementerian bidang telekomunikasi pada negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk mempromosikan inovasi dan kolaborasi antara pemerintah, pebisnis, dan institusi lainnya.

Kompetisi karya Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) di tingkat ASEAN ini memiliki enam kategori antara lain Public Sector, Private Sector, Digital Content, Digital Startup, Digital Innovation, dan Digital Inclusivity.

“Mereka berkontribusi dalam berinovasi dan penerapan di setiap sektor. Kami terus mendorong lewat program pengembangan startup selanjutnya serta hilirisasi digital di sektor strategis,” ujar Direktur Ekonomi Digital Dirjen Aptika Kominfo Bonifasius Pudjianto dalam keterangan resminya (1/2).

Pada tahun ini, kompetisi ini melalui proses seleksi peserta dan kurasi produk sepenuhnya secara online. Ke-5 finalis perwakilan Indonesia melakukan presentasi online di depan 13 Final Judges ADA 2024 yang terdiri dari 10 juri dari tiap negara ASEAN dan 3 orang juri undangan yang berasal dari Tiongkok, Jepang, dan Korea.

Sekilas tentang Crustea

Crustea sempat mengikuti program inkubasi DSLauncHER yang diadakan pertengahan tahun lalu. Crustea didirikan oleh Roikhanatun Nafi’ah dengan misi untuk memberdayakan para petani untuk mencapai hasil terbaik dalam produksi akuakultur.

“Kami sebelumnya tidak menduga bakal menjadi juara pertama, karena kami masih baru kurang dari dua tahun. Ini menjadi motivasi kami untuk terus menumbuhkan startup. Kami dipercaya untuk memberikan manfaat untuk petambak atau sektor lainnya,” tutur Founder& CEO Crustea Roikhanatun.

Solusi Crustea / Crustea

Mengutip dari situs resminya, Crustea melihat para petani tambak di Indonesia dihadapkan pada tingginya biaya operasional, yang mana berdampak pada produktivitasnya. Untuk itu, pihaknya mengembangkan solusi ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan petani mulai pra, pemasangan, hingga pasca-panen.

Beberapa solusi yang ditawarkan adalah (1) Eco-Aerator berbasis IoT meningkatkan produktivitas sekaligus mengurangi biaya operasional kolam; (2) EBII System sebagai sensor untuk membantu petani mengontrol kondisi kolamnya kapan pun dan di manapun; serta (3) Smart Energy yang bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan penghematan energi yang dihasilkan.

Sekadar informasi, DSLauncHER merupakan program kick start dari DS/X Ventures, firma investasi tahap awal yang juga bagian dari startup media dan teknologi DailySocial.id.

Startup Edtech Pintar Kantongi Pendanaan Pra-Seri A Rp47 Miliar

Platform edtech Pintar dilaporkan telah mengantongi pendanaan pra-seri A sebesar $3 juta (sekitar Rp46,9 miliar) yang dipimpin oleh Havez Capital serta partisipasi dari SIG Venture Capital.

Sebagai informasi, Havez Capital adalah perusahaan investasi yang dipimpin oleh Imelda Harsono, yang saat ini juga menjabat sebagai Direktur di PT Samator Indo Gas Tbk.

“Misi kami adalah memberdayakan tenaga kerja, di mana bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mereka agar dapat keluar dari middle income trap,” ujar CEO Pintar Ray Pulungan dalam keterangan resminya seperti dilansir dari TechinAsia.

Pintar adalah platform pengembangan karier yang menawarkan solusi pelatihan, kredensial, dan lowongan kerja–memposisikan model yang berbeda dari kebanyakan edtech yang fokus pada pendidikan K-12.

Klaimnya, Pintar telah digunakan sebanyak 2 juta pengguna, termasuk pemilik jaringan minimarket Indomaret untuk keperluan rekrutmen dan pelatihan, hingga BUMN Krakatau Steel untuk kebutuhan pengembangan talenta dan kepatuhan. Pihaknya juga telah bermitra dengan Kemendikbud dan Kadin.

Pintar sebelumnya bernama HarukaEdu yang telah menggalang pendanaan hingga seri C dengan total $2,2 juta. Rebranding ini dilakukan pada 2022.

Sebagai gambaran, ekosistem edtech di Indonesia tak cuma berfokus pada penyediaan solusi pembelajaran K12. Selain Pintar, platform lainnya masuk ke segmen edukasi nonformal untuk pelaku usaha, misalnya Kuncie. Ada juga yang menjajal digitalisasi untuk perguruan tinggi.

Edtech memang sempat menjadi salah satu sektor primadona saat pandemi Covid-19, di mana sejumlah platform pembelajaran untuk K12 mengalami lonjakan signifikan. Namun, seiring berakhirnya pandemi, pelaku edtech harus kembali menyesuaikan bisnisnya mengingat kegiatan belajar-mengajar kembali ke offline.

Upaya adaptasi ini terlihat dari aksi restrukturisasi karyawan yang dilakukan pemain dominan Ruangguru dan Zenius. Sayangnya, mengawali awal 2024, Zenius memutuskan untuk menutup layanannya sementara.

Application Information Will Show Up Here

Modalku, STACS, dan IGCN Dorong Praktik ESG ke UMKM Lewat Platform ESGpedia

Modalku, STACS, dan Indonesia Global Compact Network (IGCN) berkolaborasi mengajak pelaku UMKM Indonesia yang ingin memulai perjalanan pelaporan Environmental, Social, Governance (ESG) mereka melalui platform ESGpedia.

Platform ESGpedia menyediakan topik-topik ESG dan fitur untuk mengonversi data operasional pelaku usaha, mulai dari bahan bakar, zat pendingin, dan konsumsi listrik menjadi ESG berdasarkan metode ISO 14064-1 beserta Protokol Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia.

“ESGpedia yang dikembangkan STACS, bertujuan untuk mengatasi kesenjangan data ESG di pasar Asia Tenggara. Platform ini memberikan akses gratis ke UMKM yang ingin menyederhanakan berbagai standar dan kerangka pelaporan ESG. Khususnya di Indonesia, kami sadar beberapa institusi atau perusahaan sudah diwajibkan oleh pemerintah untuk melaporkan metrik ESG,” ungkap Founder & Managing Director STACS Benjamin Soh dalam keterangan resminya, Jumat (2/2).

Sebagai informasi, STACS adalah perusahaan solusi teknologi dan data ESG yang berkantor pusat di Singapura.

Lebih lanjut, dukungan ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran terhadap praktik berkelanjutan dan pentingnya ESG dalam strategi bisnis mereka, terutama di tengah meningkatnya persyaratan dari regulator dan investor dalam menangani isu perubahan iklim.

Selain itu, dukungan edukasi ini juga dilakukan mengingat UMKM memiliki keterbatasan sumber daya dibandingkan perusahaan skala besar sehingga dapat membantu bisnis untuk lebih peka terhadap isu-isu keberlanjutan yang perlu ditangani.

Melalui pelaporan ini, UMKM dapat membuat rencana aksi terkait topik ESG yang ingin diatasi dan menyesuaikan aktivitas bisnis mereka dengan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB untuk memberantas kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, dan melindungi bumi.

Sebagaimana diketahui, sejumlah pelaku di ekosistem digital dan teknologi juga telah meluncurkan inisiatif sendiri di bidang ESG. Tahun lalu AC Ventures dan PricewaterhouseCoopers (PwC) menerbitkan Pedoman Umum Indonesia untuk Tata Kelola Perusahaan (PUGKI). Targetnya adalah startup Indonesia yang ingin mengeksplorasi pendekatan baru dan memahami tata kelola di tengah gencarnya praktik ESG.

Menurut data PwC di 2022, investor kini mulai beralih ke bisnis yang mempraktikkan metrik ESG. Hal ini diperkuat oleh risetnya yang mencatat sebanyak 80% investor berhati-hati terhadap greenwashing, sedangkan pada data 2023 sebanyak 70% konsumen cenderung memilih produk berkelanjutan.

Sementara platform penyedia SCF, Danamart mengklaim menerapkan prinsip ESG sebagai salah satu tolok ukur penilaian manajemen risiko terhadap UKM sebelum menerbitkan efek di Danamart. Pihaknya menyebut tidak akan memberikan pendanaan kepada perusahaan yang belum memiliki ESG value.

Menyimak Data Tren Pemasaran “Influencer” di Indonesia

Laporan “State of Influencer Marketing 2024” yang diterbitkan oleh HypeAuditor, platform analitik AI untuk brand, menyoroti bagaimana potensi adopsi influencer dalam kegiatan pemasaran pemilik brand di Indonesia.

Nilai pasar influencer marketing global diproyeksi mencapai $22 miliar pada 2025. Hal ini didorong tingginya penggunaan jasa influencer dalam kegiatan pemasaran mencakup social commerce, peralihan budget ke iklan digital, dan pemblokiran ad-blocking software.

Dalam temuannya, Indonesia menjadi negara ke-4 di dunia dengan persentase jumlah konten influencer disponsori dan kemungkinan disponsori sebesar 4,37% setelah AS (27,05%), Brasil (15,47%), dan India (7,08%). Sementara dari jumlah influencer Instagram, Indonesia ada di peringkat ke-6 dengan 3,31%.

Sebanyak 89% pengguna setuju bahwa Instagram adalah platform utama yang digunakan influencer marketing di dunia. Hal ini dikarenakan kemampuan Instagram untuk menampilkan produk dan layanan. Brand dapat langsung terhubung langsung dengan customer, berbeda dengan cara beriklan tradisional.

Kemudian, 87% pengguna mengaku mengambil tindakan selanjutnya usai menemukan informasi produk di postingan Instagram, misalnya mengikuti akun brand, mengunjungi toko ritel, atau melakukan pembelian. Temuan ini menandai peran Instagram terhadap kegiatan pemasaran brand.

Perlu dicatat, data laporan ini diolah dari gabungan akun influencer di Instagram (47,9 juta akun), YouTube (6,8 juta), dan TikTok (12,6 juta). Data tersebut dikumpulkan pada Januari 2024 dan merefleksikan metrik rata-rata pada 2023.

Kategori influencer berdasarkan jumlah follower

Lebih lanjut, laporan ini mengungkap bahwa influencer yang memiliki 1000-10.000 jumlah pengikut (follower) menjadi segmen terbesar di Indonesia dengan persentase 77,4%.

Temuan menarik lainnya, influencer nano justru memiliki hubungan kuat dengan para pengikutnya, yang mana menghasilkan engagement rate (ER) tinggi (1,85%) dibandingkan kategori influencer mega (0,69%) dan makro (0,66%). ER Instagram dikalkulasi dengan formula total likes dan comment dibagi dengan jumlah follower, lalu dikalikan 100%.

Tingkat engagement influencer Indonesia dan global

HypeAuditor juga menyoroti tren penurunan dampak dari keterlibatan influencer dan engagement palsu yang berpotensi merugikan pengiklan hingga jutaan dolar setiap tahunnya. Tercatat sekitar 43% influencer Instagram di Indonesia terdampak dari kemunculan influencer palsu, tetapi persentasenya menurun 2,15% dari tahun 2022.

Co-Founder dan CEO HypeAuditor Alexander Frolov mengatakan, “Penurunan persentase influencer yang terdampak penipuan bukan hal yang asing lagi. Berkat kesadaran di kalangan pembuat konten dan langkah mitigasi dari media sosial, pemasar  lebih percaya diri dengan keberhasilan influencer marketing mereka. Meski begitu, mereka harus tetap mewaspadai, terutama saat bekerja sama dengan influencer mega atau selebritas.”

Lepas Kendali Tokopedia, GoTo Kini Balik Fokus ke Bisnis On-demand dan Fintech

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO) kini tak lagi menjadi pengendali PT Tokopedia usai merampungkan transaksinya dengan TikTok. Bisnis e-commerce TikTok Shop Indonesia dan Tokopedia resmi tergabung di bawah entitas PT Tokopedia.

Dalam laporan yang dikirimkan ke BEI, Rabu (31/1), TikTok Nusantara (SG) Pte. Ltd. telah membayar saham Tokopedia sebesar $840 juta (sekitar Rp13,2 triliun). Alhasil, saham Tokopedia kini dikuasai TikTok dengan kepemilikan 75,01%, sedangkan kepemilikan GoTo yang sebelumnya 100% merosot jadi 24,99%.

Dengan pelepasan kendali ini, Grup GoTo selanjutnya akan memfokuskan modal dan sumber daya untuk mendorong bisnis on-demand dan layanan keuangan digital mereka, termasuk kolaborasi strateginya dengan Bank Jago.

Selain itu, PT Tokopedia menunjuk Vonny Susamto sebagai Direktur Utama yang baru, menggantikan Melissa Siska Juminto yang menjabat sebelumnya. Mengutip laman LinkedIn miliknya, Vonny tercatat menduduki posisi di Category Management ByteDance, induk usaha TikTok, sejak 2021.

Seperti diketahui, GoTo dan TikTok mengumumkan kemitraan strategis untuk menggabungkan bisnis e-commerce. Dalam kesepakatan tersebut, TikTok setuju untuk berinvestasi sebesar $1,5 miliar (sekitar Rp23,4 triliun) untuk mendanai operasional PT Tokopedia dalam jangka panjang. GoTo tidak perlu menyuntik pendanaan lagi ke Tokopedia dengan komitmen investasi dari TikTok.

Dampak ke bisnis

Meski tak lagi mengendalikan Tokopedia, GoTo tetap menerima aliran pendapatan berkelanjutan dari biaya layanan e-commerce yang berbasis pada GMV setiap kuartalnya. Pendapatan ini juga akan berkontribusi langsung ke EBITDA Grup GoTo. GoTo juga mendapat keuntungan melalui layanan keuangan digital (GoPay) dan on-demand (Gojek) yang terintegrasi di ekosistem Tokopedia.

GoTo mengumumkan telah merealisasikan EBITDA disesuaikan positif pada kuartal IV 2023. Laporan resminya baru akan dirilis pada Maret 2024. Seluruh pihak terlibat juga menyepakati bahwa kepemilikan GoTo sebesar 24,99% di Tokopedia tidak akan terdilusi lebih lanjut oleh pendanaan dari
TikTok di masa depan kepada Tokopedia.

“Kami kini dapat mempercepat progres yang didukung oleh mitra ekosistem kami. Seiring dengan peningkatan profitabilitas dan arus kas, kami akan mengoptimalkan penggunaan modal sejalan dengan rencana alokasi modal yang baru, yang mungkin mencakup inisiatif buyback saham, tergantung pada peraturan dan persetujuan pemegang saham,” ujar CEO GoTo Group Patrick Walujo dalam keterangan resminya.

Adapun, laporan keuangan Tokopedia tidak akan dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan GoTo terhitung per 1 Februari 2024. Disebutkan pula bahwa kerugian yang diasosiasikan dengan hilangnya pengendalian atas Tokopedia mencapai Rp80,2 triliun.

Application Information Will Show Up Here

GoPay dan Bank Jago Rilis Produk Simpanan Jangka Pendek

Produk tabungan masih akan menjadi fokus PT Dompet Anak Bangsa (GoPay) selanjutnya usai menjadi aplikasi independen pada tahun lalu. Lewat produk utamanya GoPay Tabungan by Jago, GoPay kembali memperkenalkan rekening simpanan bersama mitra ekosistemnya PT Bank Jago Tbk.

Rekening simpanan GoPay Tabungan by Jago adalah produk tabungan jangka pendek yang disebut memiliki sejumlah keunggulan, antara lain menabung mulai dari Rp1, fleksibilitas pencairan, tidak ada biaya administrasi dan biaya penalti, dan bunga sebesar 3,75% p.a.

“Inovasi GoPay masih akan disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, misalnya transaksi pembayaran dan produk tabungan. Kami ingin bangun fondasi masyarakat untuk menabung, sebelum loncat ke produk lain, seperti investasi,” ujar Head of Banking & Financial Management GoPay Andreas Santopen ditemui usai peluncuran produk GoPay Tabungan by Jago, Rabu (31/1).

Saat ini, GoPay Tabungan by Jago memiliki tiga jenis rekening. Pertama, rekening utama yang telah lebih dulu diperkenalkan pada Oktober 2023. Kedua, rekening utama Syariah, dan terakhir rekening simpanan. Seluruh produk dan layanannya telah dijamin LPS serta diawasi BI dan OJK.

Pihaknya mengklaim sejak pertama kali rilis hingga sekarang, GoPay Tabungan by Jago meraup 700 ribu pengguna dengan kenaikan transaksi hingga 5 kali lipat. Adapun, transaksi di aplikasi GoPay didominasi oleh layanan pembayaran tagihan, e-commerce, pulsa hingga QRIS.

Dari hasil risetnya, pihaknya menemukan sejumlah pengguna GoPay kesulitan memulai menabung karena anggapan produk tabungan di bank perlu dana dalam jumlah besar dengan biaya administrasi tinggi. Selain itu, aksesnya juga sulit karena lokasi kantor cabang jauh.

Berdasarkan data LPS pada 2022, rasio simpanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia masih rendah dengan tingkat 38,8% dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara, seperti Singapura (141%), Thailand (135,69%), dan Malaysia (122,59%).

“Kami akan terus menambah fitur-fitur baru GoPay Tabungan untuk menumbuhkan kebiasaan menabung bagi masyarakat,” tambah Head of Customer Value Management Bank Jago Irene Santoso.

Sinergi Bank Jago dan Grup GoTo telah terjalin pada berbagai ekosistem bisnisnya. Diawali dengan sinergi pembukaan rekening, Bank Jago kini telah terintegrasi sebagai salah satu metode pembayaran di aplikasi Gojek secara otomatis, baik layanan GoRide, GoFood, dan GoSend.

Application Information Will Show Up Here

Grup RedDoorz Bidik Profitabilitas pada 2024

Penyedia jaringan penginapan budget online RedDoorz membidik profitabilitas secara penuh pada 2024 usai merealisasikan arus kas positif (secara grup) pada kuartal akhir 2023. Terlepas dengan situasi pasar yang tengah tidak menentu, RedDoorz mencatat pertumbuh pendapatan sebesar 30% pada 2023 dan menjaga momentum pertumbuhannya di kisaran 30%-50% pada tahun ini.

Sebagaimana terlihat pada data berikut, RedDoorz melaporkan telah mencapai titik impas (breakeven) pada kuartal terakhir 2023. Sejak 2019 hingga Q4 2023, Grup RedDoorz menyebut telah menekan bakar uang setiap tahunnya sehingga perusahaan dapat mencapai arus kas positif dalam dua kuartal terakhir di 2023.

Sumber: RedDoorz

Bahkan, di kuartal keempat, tingkat pemesanannya (booking rate) disebut jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Pemulihan pasca-pandemi yang lebih baik di sepanjang 2023 ikut berkontribusi terhadap pencapaian arus kas positif ini.

Presiden Direktur RedDoorz Indonesia Mohit Gandas berujar, pencapaian tersebut terealisasi berkat strategi otomatisasi yang dilakukan di sepanjang tahun. Alhasil, RedDoorz memulai tahun 2024 dengan biaya operasional (opex) yang jauh lebih rendah dibandingkan 2023.

Sejak 2022 ke 2023, RedDoorz berupaya mendorong efisiensi biaya lewat otomatisasi pada kegiatan operasionalnya, sehingga ini membuat perusahaan jauh lebih efisien dibandingkan pada tahun 2021.

“Kami lebih fokus ke properti yang lebih besar dan berkualitas sehingga setiap unit properti kini menghasilkan [pendapatan] lebih besar. Kami ingin mereplikasi [strategi] ini di 2024. Jadi, jika ingin menjaga pertumbuhan 30% dengan realisasi pendapatan sekarang dengan opex serupa di 2023, kami cenderung lebih profitable,” jelas Mohit kepada DailySocial.id.

Faktor lainnya, RedDoorz tengah fokus pada strategi multibrand, di mana saat ini ada 8 brand properti yang dipegang antara lain RedDoorz, SANS Hotel, Koolkost, RedPartner, Sunerra, Urbanview, Red Living, dan The Lavana. RedDoorz kini telah bermitra dengan sebanyak 285 hotel di segmen premium.

Adapun, Mohit menyebut tingkat kapasitas penginapan yang dikelolanya di Jakarta mencapai 60%-70%. Sementara, rata-rata gabungan kapasitas penginapan dari semua brand mencapai 45%. RedDoorz masih menjadi produk utama yang berkontribusi besar terhadao pendapatan grup.

Sebesar 70% dari total pengguna tercatat memesan langsung lewat aplikasi RedDoorz, 70% tercatat sebagai repeat user, dan 50% di antaranya adalah pengguna dengan tingkat pemesanan lebih dari 4x.

“Pasca-pandemi, para traveler kini lebih mengandalkan penginapan yang berkualitas. Properti yang kualitasnya lebih baik dan penilaiannya lebih baik, cenderung lebih banyak dipesan sekarang,” tambahnya.

Di tahun ini, RedDoorz berencana untuk agresif memperluas jaringan dan digitasi propertinya di Indonesia dengan potensi total pasar tersedia (TAM) di Asia Tenggara lebih dari 400 ribu properti.

Pihaknya akan menggenjot dukungan teknologi agar operasional para mitra lebih efisien, termasuk memanfaatkan pricing engine berbasis teknologi untuk memaksimalkan pendapatan mereka. Hal ini lantaran sebelumnya masih banyak pemilik properti yang menggunakan sistem manual dalam pencatatan pemesanan. Bahkan, jika memiliki sistem, tidak terkoneksi satu sama lain.

Terkait rencana IPO di 2027 maupun penggalangan dana baru pada tahun ini, Mohit enggan memberi komentar lebih lanjut. Rencana IPO pertama kali diungkap oleh Founder dan CEO RedDoorz Amit Saberwal tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here

Platform PRIVASIMU Hadir untuk Bantu Perusahaan Patuhi UU PDP

PRIVASIMU, platform Pelindungan Data Pribadi (PDP), meresmikan kehadirannya pada Minggu (28/1). PRIVASIMU menawarkan solusi bagi perusahaan dalam memenuhi kepatuhan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP).

“Beberapa perusahaan masih kebingungan dalam menentukan apa yang harus dipersiapkan untuk mengimplementasikan UU PDP yang akan berlaku pada Oktober 2024. Peluncuran PRIVASIMU diharapkan dapat membantu perusahaan dalam melakukan implementasi UU PDP,” ujar Founder PRIVASIMU Awaludin Marwan dalam keterangan resminya.

PRIVASIMU adalah anak usaha startup di bidang edukasi hukum HeyLaw, yang didirikan pada 2020 oleh Awaludin, pemerhati hukum teknologi. Klaimnya, PRIVASIMU adalah platform pertama di Indonesia yang diperuntukkan bagi keamanan data pribadi.

Platform tersebut dikembangkan oleh gabungan para konsultan pakar di bidang IT dari aspek hukum, tata kelola IT, hingga keamanan dan siber. Para konsultan tersebut tercatat pernah terlibat dalam penyusunan aturan PDP, seperti UU PDP, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelindungan Data Pribadi, hingga standar kompetensi Data Protection Officer (DPO).

Platform ini diketahui melayani bisnis di berbagai sektor, mulai dari keuangan, kesehatan, pemerintahan, dan korporasi yang sering kali melibatkan data pribadi dengan tujuan untuk melindungi bisnis dari berbagai potensi kebocoran data dengan berkomitmen penuh terhadap praktik pelindungan data dan keamanan data.

Pihaknya menilai keamanan data operasional perusahaan terus menjadi kebutuhan krusial, terutama di tengah berkembangnya ekosistem internet dan pemanfaatan AI. Pihaknya berupaya untuk mengakomodasi tantangan di era big data, sesuai dengan kebijakan keamanan data.

Dalam perjalanannya, kami akan terus berinovasi memberikan layanan kepada perusahaan untuk memitigasi risiko hukum kebocoran data pribadi. Kami juga intens dan berkala untuk berkomunikasi dengan pihak pemerintah dalam melakukan konsultasi terhadap penerapan aturan PDP ini.” Tutup Awaludin.

Saat ini, sejumlah layanan dan solusi yang ditawarkan mencakup PDP Regulation Advisory, PDP Assessment & Strategy Development, Research & Publications, Training (pelatihan proteksi keamanan data), Technology (implementasi), Relations (relasi pemerintah terkait isu keamanan data), dan DPO-as-a-Service.

Adapun, sejumlah fitur PRIVASIMU yang telah tersedia untuk saat ini adalah Gap Assessment, Record of data processing activities (RoPA), Data Protection Impact Assessment (DPIA), dan Data Discovery.

Perlu diketahui, UU PDP disahkan sejak 2022, tetapi baru berlaku penuh pada Oktober 2024 dikarenakan adanya proses transisi. Dalam dua tahun terakhir, dugaan pelanggaran hukum data pribadi terus bertambah. Menurut data yang diungkap Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), terdapat sekitar 668 juta data pribadi yang diduga pengungkapannya melanggar hukum.

Dari total angka tersebut, sebanyak 44 juta data pribadi diduga berasal dari aplikasi MyPertamina, 15 juta dari kasus Bank Syariah Indonesia/BSI, 35,9 juta dari MyIndiHome, 35,9 juta dari Direktorat Jenderal Imigrasi, 337 juta dari Kemendagri, 252 juta dari kebocoran sistem informasi daftar pemilu KPU.

“Rentetan kasus dugaan insiden kebocoran data pribadi di atas, menunjukkan rendahnya atensi pengendali data yang berasal dari badan publik, untuk memenuhi standar kepatuhan pelindungan data pribadi,” tutur Direktur Eksekutif Elsam Wahyudi Jafar seperti diberitakan Bisnis.com.

Investor dan Startup “Climate Tech” Bicara Tantangan Industri

Dalam beberapa tahun terakhir, solusi di ranah hijau yang digarap oleh perusahaan rintisan terus berkembang. Terlepas tingginya investasi VC mengalir, sektor climate tech masih terbilang baru.

Founder mungkin masih terbentur isu pendanaan dan bagaimana menyeimbangkan dampak yang dihasilkan sembari menjalankan bisnis. Sementara, VC mungkin perlu mencari cara untuk memahami penilaian investasinya.

Dalam sesi “Opportunities in climate tech investing: Bridging gap between ambition and action” terungkap bagaimana startup Arkadiah, serta East Ventures dan British International Investment menghadapi isu-isu di atas.

Memanfaatkan pendanaan campuran

Panel diskusi Indonesia PE-VC Summit 2024 terkait investasi “climate tech” / DealStreetAsia

Co-Founder & CEO Arkadiah Reuben Lai menyebut, jika tidak punya bisnis yang solid, semua yang dikerjakan selama ini akan jadi sekadar amal. Dalam perjalanan membangun bisnisnya, ia menemukan sumber pendanaan yang menjadi tantangan signifikan alih-alih bicara pengembangan teknologi baru. Justru pendanaan ini diperlukan agar startup dapat meningkatkan skalanya.

Sekadar informasi, Arkadiah mengembangkan teknologi berbasis AI untuk menghidupkan kembali lahan terdegradasi untuk mengatasi isu penggundulan hutan.

Ia mengakui pendanaan eksternal dan opsi blended finance sangat diperlukan. Tidak ada satu formula yang pakem untuk memanfaatkan keduanya. Maka itu, ia memakai dua pendekatan saat mencari investor, yakni segmen korporat dan segmen yang fokus pada proyek tertentu.

Ia mencontohkan investor berdampak fokus pada dampak lingkungan, sedangkan investor lain fokus pada imbal hasil–misalnya dari penjualan kredit karbon. Kedua pendekatan secara sinergis ini dinilai dapat menguntungkan baik startup maupun investor.

“Menyatukan kedua sumber modal ini memungkinkan kami untuk mendanai proyek-proyek dalam skala besar dan memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan. Kami melihat blended finance terjadi, memang diperlukan lebih banyak pendanaan.”

Menilai investasi berdampak

Partner East Ventures Avina Sugiarto mengomentari tentang bagaimana investor melakukan penilaian pada investasi startup climate tech mengingat sektor ini mungkin masih terbilang baru dibandingkan sektor e-commerce atau fintech.

Ia menggarisbawahi perihal langkah mitigasi yang dapat terukur, seperti pengurangan gas rumah kaca. Memang, metrik pengukuran ini di lapangan tidak semudah yang dikatakan, tetapi ia menilai hal itu masih tetap menarik minat investor, terutama startup yang mengakomodasi kebutuhan petani kecil dengan tool untuk prediksi cuaca atau potensi gagal panen karena cuaca

Terlepas dengan itu semua, ia menekankan profitabilitas tetap menjadi faktor kunci investasi climate tech, tak ada bedanya dengan sektor-sektor lain. “Saya pikir saat ini banyak pemodal ventura berbicara tentang profitabilitas, bagian dari profitabilitas dan unit ekonomi. Hal yang sama juga berlaku pada climate tech.”

Dampak dulu atau keuntungan?

Sementara itu, Rohit Anand, Regional Head (SE Asia) & Head of Infrastructure Equity Asia di British International Investment, menekankan pentingnya punya keuangan yang stabil bagi startup climate tech. Tak masalah jika itu berarti pertumbuhan perusahaan bakal melambat, atau target berdampak yang ingin dicapai kurang tercapai (contoh: pengurangan emisi).

Ia berargumen, apapun dampak lingkungan yang ingin diciptakan, bisnis harus layak dulu secara komersial agar dapat memikat investor ke depannya. Dengan begitu, bisnisnya dapat berkelanjutan dalam jangka waktu lama. Penciptaan dampak tak boleh menjadi satu-satunya alasan eksistensi mereka.

Kebijakan dan insentif terhadap kelangsungan bisnis juga sangat penting bagi keberhasilan jangka panjang industri ini. Ia mencontohkan, penjualan kendaraan listrik dapat berhasil karena didukung oleh kebijakan pemerintah.

“Mungkin saja, Anda dapat pendanaan berkat sebuah ide cemerlang, tetapi Anda tidak bisa menciptakan bisnis yang berkelanjutan dari situ. Dampak pengurangan emisi karbon adalah implikasinya, tetapi tidak bisa jadi satu-satunya alasan bisnis Anda ada.”

Evolusi Fintech: Skalabilitas dan Pemahaman Regulasi Kini Jadi Fokus Inti

Beberapa panelis mewakili sektor fintech dan pemodal ventura bicara banyak terkait perkembangan industri teknologi finansial dulu dan sekarang dalam konferensi Indonesia PE-VC Summit 2024 oleh DealStreetAsia, Kamis (25/1). Konferensi tahunan ini mempertemukan para investor dengan pelaku industri teknologi digital.

DailySocial.id merangkum sesi “Fintech in Indonesia: The models in the spotlight” dari  C-level LinkAja dan DANA, serta pemodal ventura ATM Capital yang berkaitan dengan:

  • Evolusi dompet digital dulu dan sekarang
  • Pivot B2C ke B2B untuk skalabilitas dan profitabilitas bisnis
  • Pelaku fintech perlu memahami betul soal regulasi

Evolusi dompet digital

Membuka sesi ini, Chief Operating Officer DANA Dean Krstevski membagikan pandangannya terkait evolusi fintech, terutama platform dompet digital (e-wallet) dulu hingga saat ini. DANA merupakan salah satu e-wallet yang lahir di generasi awal industri digital Indonesia.

Ada tiga perubahan signifikan yang ia temukan. Pertama, peningkatan signifikan pada penetrasi layanan digital, didorong oleh penggunaan e-wallet. Menurutnya, sebelum 2018, transfer bank atau rekening virtual menjadi metode pembayaran yang paling banyak menggunakan untuk berbelanja online, atau tunai (COD) untuk pengguna yang tidak memiliki rekening.

Kedua, peningkatan pembayaran digital semakin besar sejalan dengan peluncuran QR hingga distandardisasi menjadi QRIS. Ketiga, pemain e-wallet seiring berjalannya waktu mulai fokus terhadap bisnisnya dan mengurangi insentif (promo atau cashback) untuk meningkatkan unit ekonomi bisnis.

“Dan kami telah melihat perubahan tersebut secara signifikan selama bertahun-tahun. Bahkan semakin banyak pedagang yang memiliki dompet digital sebagai metode pembayaran utama untuk transaksi online. Meski cashback berkurang, tetap ada growth. Kita menuju ke arah yang tepat,” ujar Dean.

Pivot demi skalabilitas

Dalam kasus LinkAja, perusahaan memutuskan untuk menggeser model bisnisnya ke B2B untuk meningkatkan skala bisnisnya demi mencapai profitabilitas, sebagaimana juga tengah dikejar oleh pelaku startup lainnya. Pivot ini juga bukan semata soal efisiensi operasional.

LinkAja pivot sejak 2022, sebuah langkah signifikan mengingat model bisnis dompet digital di Indonesia didominasi oleh model B2C. Menurut Chief Finance & Strategy Officer LinkAja Reza Ari Wibowo, pivot ini mampu mengurangi opex hingga 50%, didorong oleh pemangkasan biaya pemasaran dan biaya infrastruktur sekitar 40%-50%, selama dua tahun berturut-turut.

Dalam menjalankan model B2B, LinkAja memanfaatkan ekosistem dan aset yang dimiliki induk usaha, Telkomsel, serta masuk ke ekosistem BUMN. Misalnya, LinkAja memfasilitasi transaksi produk pulsa atau paket data pada ratusan ribu reseller Telkomsel.

“Kami yakin strategi ini akan membantu kami meraih pelanggan dalam jumlah besar dan meningkatkan profitabilitas kami. Rata-rata pendapatan bersih per pengguna LinkAja kini naik 8x lipat. Tingkat retensi kami melesat dari 55% menjadi 275%. Profitabilitas kami juga naik menjadi EBITDA positif triwulanan.”

Perlu pahami regulasi

Founding Partner ATM Capital Minjung Liang mengaku telah menyaksikan perkembangan industri fintech dalam enam tahun terakhir. Ia berujar, saat pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia, fintech masih sebatas konsep. Investor tidak yakin konsep ini dapat berhasil dan berkembang di Indonesia atau negara-negara lain di Asia Tenggara.

Namun, setelah 6 tahun, ia telah melihat banyak pelaku fintech berkembang signifikan dan memberikan dampak besar terhadap kehidupan masyarakat; membuktikan bahwa fintech tak hanya sekadar konsep di atas kertas.

Terlepas dengan hal itu, faktanya masih banyak populasi unbanked dan underbanked yang persentasenya masing-masing mencapai 40% dan 20%. Ini akan menjadi peluang dan PR bagi startup keuangan untuk memecahkan masalah tersebut.

“[Startup] manapun di industri ini, harus memiliki pemahaman kuat terhadap regulasi. Mereka harus tahu bahwa industri keuangan punya dampak sosial yang sangat besar terhadap perekonomian dunia secara keseluruhan. Mereka harus memahami perkembangan sosial negara ini selanjutnya. Bagi sektor keuangan, masalah terbesarnya adalah bagaimana mereka dapat bertahan di siklus tersebut. Di awal, mereka bisa menghasilkan pendapatan, tetapi bisakah melalui situasi tech winter?”

ATM Capital adalah VC asal Tiongkok yang telah berinvestasi di sejumlah startup Indonesia, seperti J&T Express, Tomoro Coffee, Kargo, dan Jumpstart.