Indodax Bakal Penuhi Syarat Aturan Baru Bappebti Demi Kantongi Izin

Indodax, platform perdagangan aset kripto terbesar di Indonesia, mengaku akan fokus memenuhi segala persyaratan dalam aturan baru yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) pada 12 Februari lalu.

Menurut CEO Indodax Oscar Darmawan, pihaknya ingin platform perdagangan aset kripto miliknya mengantongi izin resmi. Diketahui, saat ini Indodax masih berstatus sebagai perusahaan umum biasa di bawah nama PT Indodax Nasional Indonesia.

Ia mengakui ada poin yang dianggap memberatkan dalam aturan tersebut. Menurutnya, modal yang diminta bagi pelaku usaha yang ingin mendaftar sebagai pedagang fisik aset kripto masih terlalu besar.

Dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka disebutkan (1) Modal untuk perusahaan berjangka Rp1,5 triliun, (2) Modal untuk penyimpanan aset kripto Rp1,2 triliun, dan (3) Modal untuk perdagangan aset kripto Rp 1 triliun.

“Nah kita menjalankan ketiga poin tersebut makanya kami [harus punya] tiga izin. Fokus kami tahun ini menjadi platform perdagangan aset kripto yang punya izin resmi,” ujarnya ditemui di Konferensi Pers Badai Hadiah Indodax beberapa waktu lalu.

Oscar mengaku masih akan terus berdialog dengan sejumlah pihak termasuk Bappebti untuk mempelajari aturan baru tersebut. “Kami memang sedang berusaha untuk memperoleh izin. Tapi [soal aturan] kami serahkan ke Bappebti, kami akan coba comply dan terus berdiskusi,” katanya.

Saat ini, Indodax memperdagangkan lebih dari 30 aset digital, dengan 1,5 juta member di Asia Tenggara per Desember 2018. Pendapatannya di 2018 diklaim naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Oscar membidik tambahan 500 ribu pengguna baru tahun ini.

Sementara itu Chief Technology Officer Indodax William Sutanto mengungkap bahwa pihaknya juga berupaya untuk comply dengan aturan baru ini dari sisi teknologi. Salah satunya adalah memenuhi sertifikasi ISO.

Dalam aturan tersebut, sejumlah sertifikasi ISO yang wajib dipenuhi antara lain ISO 27001 (Information Security Management System), serta ISO 27017 (cloud security) dan 27018 (cloud privacy) apabila pedagang fisik aset kripto menggunakan cloud.

“Tahun ini [sertifikasi] harus dipenuhi. Nanti bakal ada diskusi lebih lanjut,” kata William.

Fenomena tokenized economy

Salah satu implikasi konkret terhadap mata uang kripto (cryptocurrency) adalah terwujudnya tokenized economy di masa depan. Segala macam aset fisik hingga keuangan dapat dikonversi dalam bentuk token dalam dunia yang sesungguhnya.

Komisaris Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Rahmat Waluyanto bahkan memprediksi tokenized economy bakal menjadi fenomena besar di dunia setidaknya dalam kurun 5-10 tahun lagi.

Ia menyebut kapitalisasi pasar mata uang kripto telah mencapai $211 miliar di dunia per 2018. Pengumpulan dana dari hasil Initial Coin Offerings (ICO) juga telah menembus angka $15 miliar

Memang saat ini kripto memang belum menjadi mata uang yang sah di Indonesia karena masih dianggap sebagai komoditi. Berbeda dengan di luar negeri di mana kripto telah diperdagangkan di pasar modal Securities and Exchange Comission (SEC).

“Sistem token sebetulnya tidak memberikan dampak banyak, tetapi memunculkan peluang dan implikasi, yakni memperkuat sistem keuangan. Selain itu, mendorong akses ke inklusi keuangan,” tuturnya yang turut hadir di acara.

Gotomalls Akan Manfaatkan “User-Generated Content” untuk Dorong Basis Pengguna di Indonesia

Gotomalls hadir dengan misi mendorong masyarakat untuk mengunjungi pusat perbelanjaan fisik. Dengan menyediakan referensi pusat perbelanjaan dan ragam promosinya, cara ini dinilai dapat kembali memperkuat industri ritel di Indonesia.

Dalam dua tahun belakangan, Gotomalls fokus terhadap peningkatan jumlah pengguna. Data per Juli 2016 hingga Desember 2016 mencatat Gotomalls telah memiliki 66 juta unique visitor di Indonesia. Namun, baru ada satu juta yang menjadi pelanggan.

Untuk memperkuat basis pengguna di Indonesia, Gotomalls akan memanfaatkan user-generated content (UGC) pada tahun ini. Startup penyedia platform direktor dan promosi ini juga melakukan pembaruan fitur demi peningkatan pengalaman pengguna.

Ditemui di konferensi Future Commerce Indonesia, Marketing and Business Development Director Gotomalls, Kelly Oktavian mengungkapkan pihaknya akan mengakselerasi sejumlah fitur di platform-nya dengan melibatkan pengguna existing Gotomalls.

Ia mencontohkan bagaimana Tripadvisor mengandalkan UGC untuk memperkuat basis penggunanya di seluruh dunia sehingga dapat mendatangkan lebih banyak trafik dan aktivasi, baik online maupun offline. 

Menurutnya, strategi UGC juga dianggap dapat menutup gap informasi yang tidak semuanya didapatkan oleh konsumen. Ulasan dalam bentuk tulisan dan foto dinilai akan membantu konsumen baru untuk mendapatkan informasi yang tidak disediakan brand.

“Dua tahun pertama, kami memang fokus terhadap penambahan user. Nah, yang akan menjadi fokus kami ke depan adalah user-generated content. Lihat saja Tripadvisor, mereka perkuat konten selama bertahun-tahun, setelah itu mereka hadirkan fitur pemesanan [dengan basis pengguna yang sudah besar],” ungkapnya.

Gotomalls merupakan startup teknologi ritel yang dikembangkan Dominos Pte Ltd, sebuah perusahaan asal Singapura. Startup ini menyediakan platform direktori dan promosi pusat perbelanjaan. Gotomalls telah bermitra dengan lebih dari 300 mal dan lebih dari 5.000 brand di Indonesia.

Tanpa meninggalkan titelnya sebagai startup teknologi ritel, Gotomalls juga akan meningkatkan pengalaman pengunjung dengan dukungan teknologi. Terkini, perusahaan baru saja inovasi terbarunya, yakni 360° Virtual Reality Store Experience yang mungkinkan konsumen untuk menikmati gambaran suasana toko secara online sebelum mengunjunginya.

Saat ini, fitur 360° Virtual Reality Store Experience sudah hadir di setiap laman brand dan mal yang telah bekerja sama dengan Gotomalls. Pengguna dapat mengintip suasana toko di kanal YouTube. Namun, fitur ini baru bisa dinikmati untuk lima brand saja.

“Ada beberapa brand yang punya kualitas sangat bagus, tetapi harganya terjangkau. Nah, konsumen tidak tahu itu karena mereka tidak berani masuk dan berpikir produknya mahal. Dengan fitur ini, konsumen dapat mencari tahu lebih dulu seperti apa isi tokonya,” tutur Kelly.

Selain teknologi Virtual Reality (VR), lanjutnya, perusahaan juga berencana memboyong chatbot ke platform Gotomalls tahun ini. Sebelumnya, fitur chatbot baru bisa digunakan untuk pengguna LINE Messenger saja.

AI dan Blockchain Siap Hadir di Platform Penyedia Jasa Legal “Kontrak Hukum”

Usai mendapat suntikan investasi dari Kaskus, Kontrak Hukum berencana menanamkan dua teknologi terkini ke dalam platform-nya pada tahun ini, yakni artificial intelligence (AI) dan blockchain. Kedua teknologi ini dinilai dapat memberikan pengalaman terhadap penyediaan jasa hukum lebih baik di masa depan.

Menurut Chief Operating Officer KontrakHukum Jimmy Karisma R, pihaknya saat ini tengah melakukan riset sembari melakukan pengembangan untuk mengimplementasi kedua teknologi tersebut. Harapannya, teknologi ini dapat memberikan layanan berkualitas dari sisi kecepatan dan kredibilitas.

“Kami tidak ingin sekadar memindahkan [layanan jasa hukum] dari offline ke online. Kami ingin ada teknologi di belakangnya. Dan kami lihat kiblat di Amerika Serikat, di mana kedua teknologi ini sering digunakan untuk kebutuhan legal,” ungkapnya ditemui DailySocial di GDP Power Lunch di Jakarta.

Jimmy mencontohkan, dengan AI proses review kontrak bisa lebih efisien waktu hingga 50-60 persen. Teknologi ini dapat memampukan sistem untuk membaca dan menghasilkan summary dari isi kontrak. Para lawyer tidak perlu membaca kontrak lagi.

Sementara contoh use case untuk teknologi blockchain adalah menghindari potensi manipulasi kontrak atau materi legal apapun di dalam sistem. Hal ini karena blockchain memiliki sifat transparan dan terdistribusi dalam konsep kerjanya.

“Rencananya [teknologi ini] sudah bisa di-roll out kuartal ketiga tahun ini karena sekarang masih riset dan pengembangan,” ucap Jimmy.

Kontrak Hukum saat ini memiliki tiga bisnis utama, yaitu penyedia layanan jasa hukum, ada tiga jasa pembuatan kontrak, pembuatan badan usaha, dan pendaftaran merek.

Perusahaan membidik target pasar UMKM dan pelaku usaha startup. Saat ini, Kontrak Hukum telah memiliki 2.000 klien dan 100 mitra yang telah dikurasi sesuai dengan spesialisasinya.

CEO dan Founder Kontrak Hukum Rieke Caroline menambahkan, tahun ini pihaknya akan bersinergi dengan Kaskus untuk mengedukasi pasar tentang pentingnya kebutuhan legal.

“Kami ingin mengubah wajah hukum agar lebih dekat dengan kehidupan masyarakat. Selama  ini kan hukum anggapannya jauh padahal penting sekali. Nah, kami bersama Kaskus akan buat konten berseri untuk mendorong tujuan itu,” kata Rieke.

Pentingnya urusan legal untuk startup

CEO dan Founder Layaria Dennis Adhiswara turut membagikan pandangannya seputar kebutuhan legal bagi pelaku usaha startup. Dennis menyoroti tentang bagaimana pentingnya membuat perjanjian antar-founder saat membangun startup.

“Selain pendaftaran merek, agreement antar founder atau shareholder itu cukup sering dikeluhkan. Kalau tidak ada perjanjian, itu bahaya, due diligence bisa tertunda. Apalagi kalau tidak ada kelengkapan dokumen, investor bisa mundur,” tuturnya di ajang GDP Power Lunch.

Sepakat dengan hal tersebut, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Hari Sungkari mengungkap kebanyakan startup tutup bukan dikarenakan minimnya investasi, melainkan tidak adanya perjanjian dengan founder.

“Bukan hanya karena urusan legal tidak kelar, tapi ada clash antar founder, startup bisa tutup. Waktu di awal belum ada revenue, nanti kalau sudah ada bagaimana pembagiannya? Makanya perlu ada perjanjian supaya mendisiplinkan hak dan kewajiban mereka,” ujar Hari.

Telkom Group Develops a New Fintech Subsidiary “Finarya”

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) through PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) officially introduces a new subsidiary in fintech industry named PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) on January 21, 2019.

According to BEI, Finarya is Telkomsel’s subsidiary for payment system provider. “Finarya is said to help the previous fintech ecosystem. Telkomsel will have the 99.99 percent of Finarya’s shares,” stated in the BEI’s disclosure.

Telkomsel’s current fintech ecosystem is only Tcash, an e-money service for cross-operator. There’s no further information of Finarya’s development related to LinkAja. The thing is, Telkomsel officially separates fintech from its core business in telecommunication.

LinkAja is a Quick Response (QR) based payment system managed by four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, and Pertamina. It is to be announced at the end of February or early March 2019.

Denny Abidin, Telkomsel’s GM External Corporate Communication didn’t mention much to DailySocial. However, he said Finarya will boost Tcash acceleration in the near future.

“In terms of the establishment, it’s led by Telkom. We can’t provide much information. Except for LinkAja, Telkomsel acts as corridor, it’s led by Danu [Wicaksono, Tcash’s CEO],” he said on the phone.

We’re trying to contact Tcash’s CEOO, Danu Wicaksana, but he avoids to make any comment. “I have no comment [on Finarya’s development with LinkAja], it’s hard to answer. Wait for the update, will you?,” he said.

Until this news published, DailySocial is still waiting for confirmation from Arif Prabowo, Telkom’s VP Corporate Communications.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Telkom Group Bentuk Anak Usaha Telkomsel “Finarya” di Bidang Fintech

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) melalui PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) resmi membentuk anak usaha baru di bidang fintech, yaitu PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) pada 21 Januari 2019.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Finarya adalah anak usaha perusahaan Telkomsel yang bergerak di bidang sistem penyelenggara jasa sistem pembayaran.

“Pembentukan Finarya disebut akan  membantu ekosistem fintech yang sudah ada sebelumnya. Telkomsel juga akan memiliki 99,99 persen saham di Finarya,” demikian tertulis dalam keterangan di keterbukaan informasi BEI.

Sejauh ini, ekosistem fintech Telkomsel adalah Tcash, layanan e-money yang kini bisa dipakai lintas operator. Belum ada informasi lebih lanjut mengenai rencana pembentukan Finarya dan kaitannya dengan LinkAja. Yang pasti, Telkomsel resmi memisahkan bisnis fintech dari bisnis utamanya di telekomunikasi.

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang akan dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, dan Pertamina. LinkAja rencananya akan diumumkan sekitar akhir Februari atau awal Maret 2018.

GM External Corporate Communications Telkomsel Denny Abidin kepada DailySocial tidak bisa memberikan komentar banyak. Namun, ia menyebutkan bahwa Finarya akan mendorong akselerasi Tcash lebih cepat di masa mendatang.

“Untuk pendirian entitas baru ini, yang lead memang dari Telkom. Kami tidak bisa memberikan informasi lebih lanjut. Kecuali, untuk LinkAja, koridornya ada di Telkomsel karena yang lead itu Danu [Wicaksono, CEO Tcash],” ungkapnya saat dihubungi via telepon.

Kami juga mencoba mengontak CEO Tcash, Danu Wicaksana, namun ia juga enggan berkomentar. “Saya belum bisa komentar. [Terkait pembentukan Finarya dengan LinkAja], agak susah menjawabnya. Nanti saja ya tunggu update,” tuturnya.

Hingga berita ini diturunkan, DailySocial juga masih menunggu konfirmasi dari VP Corporate Communications Telkom Arif Prabowo.

Application Information Will Show Up Here

BUMN Fintech Pengelola Sistem Pembayaran Berbasis QR “LinkAja” akan Diumumkan Maret Mendatang

Keenam perusahaan pelat merah (BUMN) yang terlibat dalam kongsi BUMN Fintech akan mengumumkan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code pada awal Maret 2018. Sistem pembayaran ini akan diberi nama LinkAja

Adapun, keenam perusahaan yang terlibat antara lain empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, BTN), Telkomsel, dan Pertamina. Adapun, kepemilikan saham entitas baru yang menaungi LinkAja, akan dibagi rata ke enam perusahaan BUMN.

Belum ada informasi lebih lanjut terkait entitas baru ini, termasuk siapa saja yang berada di dalam susunan direksinya. Namun, pihaknya saat ini masih mengurus perizinan ke Bank Indonesia (BI).

Diminta konfirmasinya, Direktur Teknologi Informasi dan Operasi BNI Dadang Setiabudi tidak berkomentar banyak. “Masih belum final, nanti saya infokan jika sudah,” ucapnya dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Sementara itu, Manager Media Relation Telkomsel, Singue Kilatmaka mengungkapkan, pihaknya saat ini belum bisa memberikan komentar lebih lanjut terkait pembentukan BUMN Fintech tersebut. Ia juga belum bisa memberikan gambaran jelas mengenai platform LinkAja.

“Telkomsel termasuk ke dalam [kongsi] ini karena secara langsung Telkomsel itu bagian dari Telkom Group yang juga adalah BUMN. Saat ini, informasinya masih digodok di level BUMN, tunggu saja nanti informasi dari entitas baru [BUMN Fintech]. Yang jelas, platform ini pure buatan BUMN,” tuturnya kepada DailySocial.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, BUMN Fintech berencana bekerja sama dengan WeChat Pay dan Alipay yang merupakan penyedia jasa pembayaran digital asal Tiongkok. Statusnya saat ini masih belum jelas, bahkan Menteri BUMN Rini Soemarno membantah adanya rencana kerja sama tersebut.

DailySocial telah mencoba menghubungi sejumlah direksi BUMN untuk mengetahui rencana selanjutnya. Kami mengontak Managing Director Digital Banking and IT BRI, Indra Utoyo, Director Digital and Strategic Portfolio Telkom David Bangun, dan Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Gatot Trihargo.

Hingga berita ini diturunkan, kami masih menunggu konfirmasi dari sejumlah direksi BUMN yang kami hubungi tersebut.

Platform Perjalanan Bisnis “Travelstop” Hadir di 7 Negara, Indonesia Jadi Pasar Prioritas

Setelah resmi beroperasi komersial pada Agustus 2018, Travelstop kini juga hadir di tujuh negara di Asia. Di antaranya adalah Indonesia, Thailand, Hong Kong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam. Layanannya juga otomatis tersedia dalam tujuh bahasa.

Asia menjadi pasar utama Travelstop untuk mengokohkan posisinya sebagai platform perjalanan bisnis dan manajemen pengeluaran. Co-founder dan CEO Travelstop Prashant Kirtane menegaskan bahwa Indonesia menjadi pasar prioritasnya.

Hal ini wajar mengingat Indonesia memiliki pasar yang besar secara geografis. Ia menilai perusahaan di Indonesia membutuhkan layanan semacam ini untuk mengatasi tantangan atas pengelolaan pengeluaran.

Tahun ini perusahaan, ungkap Kirtane, fokus menawarkan produknya sesuai kebutuhan untuk meningkatkan adopsi di Indonesia. Pihaknya menyebut telah berbicara dengan sejumlah perusahaan besar untuk kemungkinan kerja sama.

“Pasar consumer sudah sangat saturated. Kami fokus terhadap proses untuk menciptakan efisiensi bagi perusahaan yang ingin mengatur perjalanannya,” ujar Kirtane dalam peluncuran layanannya di Jakarta.

Asia memiliki kekuatannya sendiri jika bicara soal pasar perjalanan bisnis. Menurut data Asia-Pacific Economic Corporation (APEC), kawasan ini memiliki pangsa pasar terbesar  untuk perjalanan bisnis, atau 40 persen terhadap biaya perjalanan bisnis yang dihabiskan secara global.

Data Global Business Travel Association (GBTA) memperkirakan India dan Indonesia menjadi pasar perjalanan bisnis dengan pertumbuhan terbesar dalam lima tahun ke depan, dengan persentase kenaikan masing-masing 11,3 persen dan 8,7 persen.

“Kami lakukan riset, menanyakan ke perusahaan besar, seperti Yahoo. Mereka mengalami kesulitan dalam mengatur pengeluaran [perjalanan bisnis]. Ini yang mendorong kami untuk meluncurkan Travelstop. Memang tantangannya membuat pelanggan kami mengerti bahwa kami tidak seperti travel companies. Kami melihat dari perspektif proses dan efisiensi,” paparnya.

Travelstop merupakan startup asal Singapura yang menyediakan platform SaaS untuk perjalanan bisnis dan manajemen pengeluaran. Layanan ini menyederhanakan perjalanan bisnis dan otomatisasi laporan pengeluaran untuk bisnis di Indonesia.

Perusahaan mengklaim di Asia sudah ada ribuan perusahaan yang menggunakan layanan Travelstop. Pihaknya mengincar 10.000-30.000 perusahaan di Asia menggunakan layanannya dalam beberapa bulan ke depan.

Travelstop mendapat pendanaan awal (seed funding) sebesar $1,2 juta pada 2018 yang dipimpin SeedPlus dan perusahaan VC asal Amerika Serikat yang fokus terhadap bisnis travel. Sejumlah klien Travelstop antara lain RedDoorz, Funding Societies, Advance.ai, Dot Property, dan SP Jain.

Pengalaman mobile

Selain menghadirkan layanan di tujuh negara, Travelstop juga mengumumkan kehadiran aplikasinya untuk pengguna iPhone. Untuk pengguna Android, aplikasi ini ditargetkan meluncur dalam waktu dekat.

Co-founder dan Chief Product Officer Travelstop Altaf Dhamani menyebutkan, pihaknya juga fokus terhadap pengembangan layanan mobile. Apalagi, kawasan Asia memiliki trafik mobile terbesar, mencapai 61 persen pangsa.

Menurutnya, pengembangan layanan yang ramah bagi pengguna mobile bertujuan untuk membuat karyawan semakin produktif. Mereka tidak perlu menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengurus klaim pengeluaran.

“Kami tidak hanya menyediakan versi yang mobile friendly yang hanya menjadi replika dari platform desktop. Kami perlu merancang solusi yang lebih relevan sesuai dengan perkembangan,” ujar Dhamani.

CIMB Niaga Resmi Ajukan Izin Kerja Sama dengan Alipay ke Bank Indonesia

PT Bank CIMB Niaga Tbk langsung bergerak cepat mengajukan permohonan izin kerja sama dengan Alipay ke Bank Indonesia (BI) kemarin, Kamis (17/1). Sebagaimana dikutip dari Antara, Deputi Gubernur BI Sugeng telah mengonfirmasi hal tersebut.

Sebelumnya, CIMB Niaga juga sudah mengajukan permohonan izin kerja sama dengan WeChat Pay untuk masuk ke pasar financial technology (fintech) di Indonesia. Kini, BI tinggal melakukan verifikasi, termasuk kelengkapan dokumennya.

Seperti diketahui, Alipay dan WeChat Pay sama-sama menyediakan jasa pembayaran digital di Tiongkok. Alipay terafiliasi dengan raksasa ecommerce dunia Alibaba, sedangkan WeChat Pay berada di bawah naungan Tencent Holdings Limited.

Alipay dan WeChat Pay tidak memiliki izin Bank Indonesia ketika melakukan kerja sama dengan sejumlah merchant di Bali dalam menawarkan jasa pembayaran digital kepada turis-turis asal Tiongok pada pertengahan 2018 lalu.

Padahal, sesuai Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, setiap prinsipal asing wajib bekerja sama dengan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4 atau bank bermodal inti minimal Rp30 triliun. Dengan kata lain, Alipay dan WeChat Pay tidak memiliki izin beroperasi di Indonesi

Untuk memuluskan langkahnya sebagai penyedia jasa pembayaran digital yang sah di Indonesia, keduanya mendekati bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun statusnya hingga kini masih “gantung” karena bank-bank tersebut berencana mendirikan entitas baru, sebuah BUMN khusus yang bergerak di segmen fintech.

Kembali ke permohonan izin CIMB Niaga dan Alipay, DailySocial mencoba menghubungi direksi dan manajemennya untuk menanyakan persiapan kerja sama tersebut.

Direktur Perbankan Konsumer Lani Darmawan mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan pilot untuk penerimaan WeChat Pay di merchant. Pilot yang dimaksud adalah melakukan live test di merchant.

“Kami menggunakan EDC di beberapa lokasi wisata agar bisa mendukung pariwisata Indonesia. Dengan begitu pengguna WeChat yang berwisata ke Indonesia bisa merasa nyaman,” ungkapnya lewat pesan singkat.

Berbeda dengan WeChat Pay, pihak CIMB Niaga tidak melakukan pilot untuk Alipay karena alasan tertentu. Head of Acceptance, eChannel, dan Partnership CIMB Niaga Bambang Karsono Adi menyebut pihaknya memilih route berbeda sehingga tidak memerlukan pilot lagi.

“Kami ajukan permohonan izin ke BI tanpa pilot karena internal test sudah berjalan dengan baik. Alipay sudah ‘firmed’ sehingga sistem infra kami bisa dukung integrasi hanya dengan internal test tanpa perlu ‘live test’ di merchant sesungguhnya,” ujarnya kepada DailySocial.

Ia enggan menyebutkan penyedia switching pihak ketiga yang akan menjadi mitranya karena mereka juga sedang melengkapi persyaratan beroperasi ke BI.

Selain itu, lanjut Bambang, pihaknya belum dapat mengonfirmasi kapan kerja sama ini akan komersial, termasuk jumlah merchant yang bisa memakai layanan Alipay dan WeChat Pay.

“Proses otorisasi transaksi WeChat Pay dan Alipay dilakukan langsung oleh switching pihak ketiga. Kemudian saat settlement ke merchant yang juga merchant kami, [switching] diproses oleh kami,” sambung Bambang.

Lebih Dalam Mengenal Tren “Hybrid Advertising”

Untuk menciptakan sebuah inovasi, terkadang kita tak melulu harus mengandalkan teknologi. Kita dapat menggunakan produk existing untuk menghasilkan sebuah layanan yang lebih bermanfaat.

Seperti halnya layanan hybrid advertising, yang trennya masih terus berlanjut di Indonesia. Jika disadari, kita sebetulnya sudah pernah melihat iklan semacam ini di berbagai kendaraan di jalan.

Pada sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial kedatangan dua pembicara, yaitu Co-Founder StickEarn, Garry Limanata dan Sugito Alim.

StickEarn merupakan startup penyedia teknologi periklanan. Apabila kamu punya banyak pertanyaan mengenai hybrid advertising, simak empat hal penting yang disampaikan dua co-founder StickEarn berikut ini:

Transportasi sebagai medium

Berbeda dengan billboard atau jenis iklan above the line (ATL), iklan hybrid memanfaatan moda transportasi sebagai salah satu mediumnya. Di StickEarn sendiri, ada delapan moda transportasi yang digunakan, misalnya mobil, motor, dan sepeda.

Garry menyebutkan alat transportasi dipilih sebagai medium iklan karena lebih measurable. Selain itu, transportasi punya kelebihan tersendiri karena sifatnya dinamis atau selalu bergerak. Ini membuka peluang untuk menciptakan calon konsumen baru.

“Menghubungkan merek, pelanggan, dan pengendara dapat menciptakan sebuah iklan yang terukur dan punya impresi kuat,” tuturnya.

Peran teknologi pada iklan hybrid

Lalu di mana letak teknologinya? Dalam hal ini, teknologi hadir dalam wujud aplikasi dan dashboard. Dengan kata lain, meski dipasang secara offline, iklan tetap dapat diukur menggunakan teknologi.

Sugito menjelaskan bahwa dashboard berfungsi dalam mengukur dan mengkalkulasi impresi iklan. Bahkan, dashboard juga memiliki reporting system yang dapat dicek oleh klien. Sementara, aplikasi berfungsi untuk merekam jejak para pengendara.

“Di StickEarn, kami bangun infrastruktur [aplikasi dan dashboard], driver harus pakai aplikasi agar bisa di-track. Sedangkan dashboard ada untuk memonitor iklan. Dashboard dapat menghitung impresi, ini lebih efektif ketimbang billboard. Jadi, mereka tidak bisa berasumsi [untuk impresi iklan],” ungkap Garry.

Analisis kebutuhan klien

Sebagaimana bisnis periklanan pada umumnya, hybrid advertising tetap berpatokan pada kebutuhan dan kebijakan dari para mitranya. Setiap mitra memiliki kebutuhan dan kebijakan berbeda-beda.

Ambil contoh, kolaborasi eksklusif antara StickEarn dan Grab. Dalam kebijakan kerja samanya, para mitra tidak diperbolehkan untuk memasang iklan rokok dan bir di kendaraan.

“Kita tetap perlu mempelajari kebutuhan, tidak overpromise [kepada klien]. Setiap mitra juga ada policy sendiri. Tapi, tentu we are willing to expore [bentuk kerja sama],” ujar Sugito.

Teknologi mendorong kualitas hidup masyarakat

Tak hanya menyelesaikan sebuah masalah, teknologi hadir untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Demikian juga pada model bisnis yang diadopsi StickEarn. Karena memanfaatkan moda transportasi, kehadiran iklan hybrid dapat membantu para driver untuk menghasilkan pendapatan tambahan.

“Bagaimanapun juga, teknologi harus kasih social impact kepada masyarakat. Dalam hal ini, tidak hanya para mitra, tetapi juga driver,” tutur Sugito.

Mekar Bidik Dana 1,4 Triliun Rupiah untuk Program “Impact Fund”

Mekar sebagai platform fintech lending yang fokus menciptakan dampak sosial, akan melakukan penggalangan dana melalui program Mekar Impact Fund di tahun 2019. Mereka menargetkan dapat mengantongi dana hingga Rp1,4 triliun lewat program tersebut.

COO Mekar Pandu Aditya Kristy mengungkapkan, pihaknya ingin meningkatkan pertumbuhan usaha di sektor yang lebih besar, tidak hanya terpaku pada skala mikro atau UKM. Terlebih masih banyak sektor bisnis di Indonesia yang jika dikembangkan dapat memberikan dampak luas dan lebih baik.

Maka itu pendanaan dari Mekar Impact Fund akan dialokasikan untuk enam sektor terpilih, antara lain clean energy, food and agriculture, recycle and eco-materials, healthcare, education, serta financial inclusion.

Sebagaimana diketahui, impact fund tidak berorientasi pada imbal hasil, tetapi dampaknya terhadap lingkungan. Mekar akan memilih perusahaan penerima investasi (investee) berdasarkan dampak terbesar yang dapat ditawarkan. Dengan demikian, dana tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal.

“Target pengumpulan dana sebesar $50-100 juta, dan akan disalurkan ke 20-25 perusahaan. Jadi, rata-rata per sektor mendapat alokasi $8 juta. Rencananya [Mekar Impact Fund] akan jalan setelah Pilpres selesai, yaitu di kuartal kedua 2019,” ungkap Pandu.

Lebih lanjut, Pandu menjelaskan pelaku usaha dapat terhubung langsung dengan para investor. Nantinya, perusahaan akan memberikan opsi produk kepada calon investee, yang kemudian dapat dianalisis sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.

Ada tiga opsi yang ditawarkan para investee, yaitu revenue sharing loan, bridge loan (mezzanine loan), dan venture debt (berdasarkan surat utang yang dapat dikonversi dalam bentuk kepemilikan saham).

Sementara pengumpulannya sendiri dapat dilakukan dengan sejumlah metode, seperti equity fund (filantropi/family office/investor), performance debt (pemerintahan/financial institution soft loan fund), dan grant fund (NGO/filantropi/CSR perusahaan besar). Perlu dicatat, pendanaan dapat berupa mata uang rupiah atau dolar.

Menurut Pandu, skema bisnis yang ditawarkan akan menarik bagi semua stakeholder. Pasalnya, Mekar Impact Fund menawarkan bunga dasar rendah bagi perusahaan investee, serta dampak sosial dan lingkungan yang lebih efisien dan terukur. Mekar juga memiliki perhitungan IRR di angka 16-22 persen p.a.

“Karena bunga dasar kami rendah, para investee dapat fokus ke bisnis agar bisa dorong omzet dan memberikan bagi hasil. Dengan begitu, perusahaan yang memberikan dampak sosial dan lingkungan dapat tumbuh bersama. Jika omzet tumbuh, dampak positif yang diberikan otomatis melebar jangkauan areanya dan jumlahnya.”

Saat ini Mekar telah menyalurkan total pinjaman sebanyak Rp100 miliar kepada 43.161 peminjam di Indonesia. Dengan total 48.000 jumlah pinjaman, rata-rata dana yang disalurkan berkisar Rp2,5-3,5 juta. Di tahun depan, Mekar akan menambah jumlah lending partner, tidak hanya dari koperasi simpan pinjam saja.