Startup Agritech “Beleaf” Raih Pendanaan Awal 30 Miliar Rupiah Dipimpin Alpha JWC Ventures

Berdasarkan data Startup Report 2021 dan Q1 2022 oleh DSInnovate, industri agritech masih mencatatkan pertumbuhan positif yang diperkirakan meningkat sampai tahun 2023. Hal ini juga ditunjukkan oleh kehadiran pemain baru dan pendanaan yang tidak surut untuk menopang industri ini.

Beleaf, solusi pintar untuk pertanian di Indonesia baru saja mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $2 juta atau lebih dari 30 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures. Dana kelolaan BRI Ventures ‘Sembrani Nusantara‘, dana kelolaan MDI-Finch Capital ‘Arise’, dan beberapa investor angel turut terlibat dalam pendanaan ini.

Didirikan pada tahun 2019 oleh Amrit Lakhiani, Beleaf mengawali bisnis sebagai merek hidroponik premium yang menawarkan berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Seiring pertumbuhan bisnis dan pengalaman mengelola pertanian mereka sendiri, perusahaan mulai mengembangkan produknya ke manajemen pertanian yang didukung teknologi.

Solusi Beleaf menawarkan layanan end-to-end ‘Farming as a Service’ yang menyeluruh, mulai dari operasional, distribusi, dan offtaking – menghubungkan pertanian, distributor, dan pengecer dalam satu ekosistem terintegrasi. Sistem  ini didukung oleh teknologi big data dan IoT untuk memungkinkan pertanian lokal yang presisi, Beleaf saat ini berfokus pada tiga fitur utama: kontrol, otomatisasi, dan manajemen.

Founder dan CEO Beleaf Amrit Lakhiani menjelaskan bahwa sistem yang dimaksud adalah Beleaf Operating System (OS), platform yang menghubungkan perangkat IoT, pengumpulan data, pemantauan, logistik, penjadwalan, dan peramalan. Sistem operasi ini bertujuan untuk meningkatkan performa operasional pertanian.

Platform ini bisa digunakan untuk memantau pembibitan, suhu, nutrisi, posisi, aliran udara, kelembaban, irigasi, dan pengemasan di dalam pertanian. Semua data yang dikumpulkan dari proses ini kemudian akan mendukung pembelajaran mesinnya untuk pertanian dan peningkatan berkelanjutan Beleaf serta penelitian dan pengembangan solusi di masa depan.

“Setelah lahan pertanian mitra kami menggunakan Beleaf OS, mereka akan melihat peningkatan dalam konsistensi, produktivitas, dan kualitas panen. Selain itu, mereka akan menggunakan lebih sedikit sumber daya, sehingga meningkatkan keuntungan dan kelestarian lingkungan,” tambah Amrit.

Partner di Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengungkapkan, “Tiga tahun terakhir ini, Beleaf telah membuktikan kinerjanya yang konsisten dan kuat, mulai dari kualitas panen, efisiensi operasi hingga keekonomian unit pertanian. Mereka sekarang berada dalam posisi unik untuk memperluas jejak teknologi mereka melalui OS Beleaf mereka dan menjadi pemain utama dalam kancah pertanian alternatif di Indonesia.”

Fokus layanan dan target ke depan

Setelah berhasil mendapatkan pendanaan, Beleaf disebut akan fokus untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi, memperkuat tim, dan menggandakan sumber daya. Dalam hal ini, perusahaan bermaksud membuka lebih banyak R&D dan membangun lebih banyak komunitas pertanian utamanya di Jawa Barat.

Hingga saat ini, Beleaf telah bekerja sama dengan 14 pertanian di Jawa Barat yang mencakup lebih dari 80 hektar dan memproduksi lebih dari 70 ton produk segar per bulan. Produk-produk dengan merek inhouse-nya dapat ditemui di 15 supermarket dengan 110 outlet, 8 platform e-commerce, dan 10+ outlet restoran. Beberapa supermarket ternama yang sudah bekerja sama termasuk The Food Hall, Grand Lucky, Hero, serta Ranch Market.

Saat ini, perusahaan hanya memasok produk sayur mayur dan buah-buahan. Amrit percaya dengan konsep memulai sesuatu dari yang paling dipahami. Dalam konteks ini, Beleaf telah membuktikan dengan mengembangkan hasil pertanian  sendiri, dan tahun ini berhasil menskalakan modelnya. Namun, pihaknya juga mengungkapkan kesiapan untuk memperluas jangkauan produk.

Selain Farming as a Service, Beleaf juga memperluas merek inhouse dengan menambahkan merek baru, Seikat, ke merek premium yang sudah ada (Beleaf), dan menambahkan lebih banyak variasi ke dalam daftarnya. “Kami siap untuk mempercepat pertumbuhan dan menguji coba ekspansi geografis. Kami telah memulai dengan sayuran dan buah-buahan, dan akan mengeksplorasi kelompok tanaman lain yang modelnya bisa direplikasi,” ungkap Amrit.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai pasar buah dan sayuran Indonesia saat ini mencapai $33 miliar, dan berpeluang tumbuh menjadi $56 miliar pada tahun 2026. Di sisi lain, biaya pertanian diperkirakan akan meningkat yang dipengaruhi oleh kenaikan biaya input, adopsi teknologi yang buruk, pengurangan tenaga kerja pertanian, dan logistik yang tidak efisien karena fragmentasi.

“Pada akhirnya, dengan pengalaman dan teknologi, kami berusaha untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia. Impian kami adalah mengurangi ketergantungan Indonesia pada buah dan sayuran impor dan membawa produk Indonesia mencapai standar global,” tambah Amrit.

Selain Beleaf, pemain lainnya yang juga mengusung konsep serupa adalah Askara. Konsep FaaS Askara Daulat Desa adalah dengan melakukan the whole cultivation program, dari perencanaan penanaman, pembukaan lahan, eksekusi penanaman, dan pengiriman langsung ke klien.

Mandiri Capital Jembatani Sinergi Startup dengan Perusahaan Induk Lewat Program “Xponent”

PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) belum lama ini meluncurkan program “Xponent” sebagai wadah bagi startup untuk bersinergi dengan ekosistem yang ada di Mandiri Group. Program ini juga bertujuan untuk memperkuat inovasi di Mandiri Group guna mendukung perluasan ekosistem digital di tanah air.

Kamis (13/10), program Xponent segmen pertama berhasil terselenggara dengan kategori lending. Dalam kesempatan ini, MCI sekaligus mengumumkan beberapa kerja sama strategis bisnis unit Mandiri Group dengan startup terpilih.

Setidaknya tiga sinergi telah diresmikan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), yang dipimpin oleh Dennis Pratistha, Chief Investment Officer PT Mandiri Capital Indonesia. Pertama, kerja sama layanan solusi retail dan wholesale, di mana portofolio MCI di segmen insurtech, Qoala, akan menjadi partner penyedia asuransi kepada debitur Mandiri Tunas Finance (MTF) serta berperan sebagai broker untuk kanal digital.

Berikutnya, ada dua startup yang bergerak di bidang pembiayaan rumah (KPR) yaitu Ringkas dan Ideal yang akan bekerja sama dengan Consumer Loans Group Mandiri untuk memungkinkan proses pembelian rumah hingga ke pencairan yang lebih efektif dan efisien.

Rangkaian program Xponent ini terbagi ke dalam beberapa sesi, pertama diskusi panel dengan para pemimpin startup Indonesia. Beberapa pembicara ternama hadir, seperti Emilio Wibisono selaku CEO & Founder Sinbad, Irvan Kolonas selaku President Agriaku, Ryan Manafe selaku CEO Dagangan, dan lainnya. Kemudian, sesi business matching untuk membangun konektivitas antara pemimpin satu dengan lainnya.

Direktur Keuangan PT Mandiri Capital Indonesia Rino Bernando mengatakan, “[..] MCI akan rutin melaksanakan program Exponent secara berkala sebagai wujud komitmen kami mendukung akselerasi transformasi ekonomi digital Indonesia, dan sebagai salah satu strategi kami mendorong kinerja perusahaan.”

MCI memberikan kesempatan bagi seluruh startup untuk bergabung dalam program ini, dengan beberapa syarat, yaitu; (1) Minimum sudah melakukan putaran penggalangan dana pra-seri A, (2) Mempunyai model bisnis yang solid dan berkelanjutan, dan (3) Mempunyai use case sinergi dengan institusi finansial.

Program Xponent segmen selanjutnya akan diadakan pada Kamis, 20 Oktober 2022, mengangkat topik Beyond Lending dan mengundang unit bisnis dari Mandiri Group yang berbeda dari segmen sebelumnya. Pendaftaran Xponent masih terus terbuka bagi startup yang tertarik untuk terlibat dalam sinergi dengan Mandiri Group.

Tesis Investasi Mandiri Capital

Sebagai corporate venture capital (CVC) dari Bank Mandiri, MCI telah terlibat dalam pendanaan kepada 22 startups yang bergerak berbagai bidang dan berperan aktif untuk membangun business traction kepada portfolio, maupun nonportofolio melalui sinergitas.

Kebanyakan sinergi terkait dengan pembiayaan, seperti loan channeling dengan Crowde menyasar toko tani, lalu kerjasama dengan Amartha sebagai bentuk perluasan pasar di kota tier 2 dan 3, serta invoice financing bersama Investree kepada pelaku segmen bisnis dan UMKM.

Dalam wawancara DailySocial.id sebelumnya dengan mantan Direktur Utama MCI Eddi Danusaputro, ia mengungkapkan bahwa strategi tesis MCI dalam berinvestasi itu bergantung pada fund yang dikelola. Bila fund tersebut datang dari Mandiri Group, sudah tentu harus berkaitan dengan mandat grup, yakni mendorong inisiatif transformasi dan dampak positif bagi Mandiri Group melalui optimalisasi sinergi.

Sejauh ini MCI baru mengelola dua fund aktif. Pertama, fund yang dananya bersumber dari Mandiri Group. Kedua, Indonesia Impact Fund (IIF) yang menitikberatkan pada startup yang menciptakan dampak lingkungan dan sosial merujuk pada lima tujuan dalam SDG (sustainable development goals). Platform edutech Cakap menjadi proyek debut dari dana kelolaan ini.

Di luar itu, MCI juga didaulat sebagai salah satu dari 5 CVC yang terlibat dalam pembentukan dana kelolaan Merah Putih Fund sebagai inisiatif Kementrian BUMN untuk mengakselerasi startup lokal yang berpotensi menjadi unicorn. Targetnya, pendanaan startup melalui Merah Putih Fund akan mulai dilaksanakan pada awal tahun 2023.

Ayoconnect Umumkan Pendanaan Seri B+ 199 Miliar Rupiah Dipimpin SIG Venture Capital

Startup open finance Ayoconnect kembali umumkan pendanaan lanjutan senilai $13 juta atau lebih dari 460 miliar Rupiah dalam putaran seri B+. Investasi ini dipimpin oleh SIG Venture Capital, diikuti oleh Innovation Capital serta beberapa investor sebelumnya, termasuk PayU dan Prosus.

Dengan tambahan pendanaan ini, Ayoconnect telah berhasil mengumpulkan total $28 juta atau setara dengan 420 miliar Rupiah untuk pendanaan ekuitas. Sebelumnya perusahaan telah mengumumkan penutupan putaran seri B di awal tahun 2022 dipimpin oleh Tiger Global.

Dana segar ini akan difokuskan pada pengembangan produk dan teknologi, serta investasi untuk peningkatan kualitas kepemimpinan dan pemberdayaan tim. Dalam hal ini, termasuk solusi baru untuk pembayaran, data dan perbankan serta API baru untuk pembukaan rekening dan penerbitan kartu.

Founder & CEO Ayoconnect Jakob Rost mengungkapkan bahwa kepercayaan investor merupakan hasil dari daya tarik terhadap pesatnya perkembangan solusi yang ditawarkan Ayoconnect di pasar Indonesia. Perusahaan berhasil menjalin kemitraan yang sinergis, meluncurkan berbagai produk yang berdampak besar, serta meningkatkan jangkauan nasabah dari bank yang menggunakan layanannya.

“Pendanaan ini akan mempercepat pencapaian visi kami untuk menghadirkan solusi berbasis API baru kepada klien perbankan dan mitra bisnis kami. Dalam 12 bulan ke depan akan menjadi waktu yang penting bagi kami untuk mengeksekusi inovasi dan meluncurkan solusi baru lebih cepat, serta melakukan investasi dengan cermat,” tambahnya.

Akshay Bajaj dari SIG Venture Capital menyebut Ayoconnect telah menjalankan API volume tinggi selama bertahun-tahun dan berada di posisi yang sangat baik untuk membantu pelanggan meluncurkan kasus penggunaan yang menarik dan menguntungkan dengan cepat dan aman.

Inovasi Ayoconnect

Didirikan pada tahun 2016, Ayoconnect merupakan rebranding dari startup fintech payment agregator Ayopop. Di pertengahan Agustus 2020, perusahaan mengubah fokus bisnis menjadi penyedia jaringan tagihan (open bill network) dengan solusi One API yang memungkinkan perusahaan penyedia tagihan untuk memperluas titik pembayaran mereka.

Ayoconnect meluncurkan Open Finance API pertama yang memungkinkan lembaga keuangan non-perbankan untuk memulai pembayaran direct debit berulang dari rekening tabungan pelanggan. Perusahaan bekerja sama dengan perbankan untuk menyediakan direct debit yang dapat diakses melalui satu API. Di antaranya BRI, Bank Mandiri, CIMB Niaga, BNI, Danamon, Bank Syariah Indonesia, dan Bank Neo Commerce.

Berfokus di Asia Tenggara, API Ayoconnect mempermudah bisnis untuk mengembangkan ragam layanan finansial alih-alih membangun infrastruktur sendiri. Perusahaan sudah bekerja sama dengan regulator dan bank incumbent, dan baru-baru ini dianugerahi lisensi Penyedia Layanan Pembayaran Kategori 1 oleh Bank Indonesia (BI). Selain Ayoconnect, pemain lain yang juga menawarkan solusi serupa termasuk Brick, Brankas dan Finantier.

Belum lama ini, Ayoconnect mengumumkan kemitraan strategis dengan perusahaan konsultan teknologi yang berfokus pada solusi cloud, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan analitik data, Searce. Kerja sama ini bertujuan untuk mempercepat akselerasi digitalisasi perbankan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi Application Programming Interface (API).

Penggabungan kedua pengalaman dan keahlian, Searce dan Ayoconnect disebut akan membantu lembaga keuangan, perusahaan rintisan dan bisnis meluncurkan produk layanan digital baru dengan cepat serta membuka lebar akses keuangan untuk pencapaian target 90% inklusi keuangan pada tahun 2024 di Indonesia.

Layanan keuangan lain yang telah diluncurkan oleh klien Ayoconnect termasuk embedded payment bermitra dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI), untuk meluncurkan fitur tiket dan produktivitas baru di KAI Access mobile app, yang memungkinkan pengguna untuk membeli pulsa, berlangganan data internet dan token listrik).

Perusahaan juga bermitra dengan Bank Syariah, bank syariah terbesar di Indonesia, untuk menambah kemampuan digital dan seluler baru dengan tujuan inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar di antara para nasabahnya.

Hingga saat ini, Ayoconnect telah melayani 200 pelanggan, termasuk bank-bank besar, lembaga keuangan, startup unicorn, dan fintech melalui lebih dari 4.000 produk keuangan tertanam. API-nya mencakup dua kategori: API open banking dan API layanan pembayaran, dengan tujuan membangun ekosistem open finance terlengkap di Asia Tenggara.

Ambisi Otofrens Wujudkan Transparansi Pasar Jual-Beli Mobil Bekas di Indonesia

Pasar jual-beli mobil bekas disebut mengalami pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Investasi yang dilakukan para pelaku industri untuk membangun jaringan diler juga mempengaruhi peningkatan kualitas dan reliabilitas mobil bekas yang kemudian mendorong minat konsumen. Selain itu, pandemi yang berdampak pada penurunan daya beli pelanggan untuk mobil baru disebut sebagai faktor meningkatnya volume penjualan mobil bekas.

Dalam bisnis jual beli mobil bekas, penjual mobil pribadi kerap dihadapkan pada dua pilihan, yaitu jual ke diler dan platform jual instan tanpa repot dengan harga lebih rendah, atau jual santai ke pemakai langsung tapi harus siap repot. Otofrens hadir untuk mendampingi segmen pasar yang ingin jual santai tanpa repot. Selain itu, perusahaan juga menawarkan garansi dan layanan selengkap diler, dengan transparansi dan harga kompetitif dari pemakai langsung.

Otofrens didirikan dua co-founder, yaitu David Alexander (CEO) dan Onie Sunoto (CTO). Sebelumnya, perusahaan mengaku sempat beroperasi dengan nama Prodiler yang awalnya dibuat sebagai platform SaaS untuk diler mobil bekas, lalu pivot menjadi platform titip jual mobil. PT Otofrens Teman Favorit resmi meluncur pada Agustus 2022.

Dalam operasionalnya, setiap mobil akan diinspeksi secara profesional, lalu dipasarkan dengan foto, video, dan iklan yang optimal. Penjual dapat memantau seluruh prosesnya secara online, hingga bertemu dengan calon pembeli serius untuk negosiasi final. Dengan demikian, penjual tidak perlu lagi melayani calon pembeli yang kurang serius, pedagang yang menawar dengan harga di bawah pasaran, ataupun modus penipuan.

Dari sisi pembeli, mereka akan mendapatkan laporan inspeksi yang komprehensif, sehingga sudah mempunyai ekspektasi yang tepat sebelum melihat mobilnya langsung, yang dapat dilakukan di lokasi penjual maupun layanan home test drive di lokasi pembeli.

Selain itu, pengguna juga ditawarkan keuntungan seperti garansi mesin & transmisi, jaminan bebas banjir & tabrakan, opsi kredit yang jujur & lengkap, reparasi, hingga pengurusan dokumen. Dengan berbagai nilai tambah tersebut, praktis mobil berkesempatan terjual dengan harga terbaik, walaupun masih lebih kompetitif dari harga jual diler.

Selama proses pemasaran, mobil tetap dapat digunakan oleh pemilik karena tidak perlu dititipkan. Komisi pun hanya dibayarkan apabila mobil sukses terjual melalui Otofrens.

“Sebagai pencinta otomotif, kami tidak puas dengan kondisi industri saat ini dan arahan yang diusung oleh para pemain besar. Maka itu kami memilih untuk berjuang melalui startup ini demi mewujudkan mimpi kami untuk industri. Hal ini hanya dapat terwujud dengan dukungan teman-teman pelaku dan pencinta otomotif sekalian,” ungkap David.

Perusahaan sendiri telah didukung oleh beberapa investor yang percaya pada visi misinya. Saat ini ada sekitar 3 angel investor yang memilih untuk tidak disebutkan namanya. Mereka merupakan bagian dari co-founding team (sebagai advisor) dengan latar belakang praktisi industri digital di Indonesia (e-commerce dan digital advertising).

Kedepankan efisiensi dan transparansi

David turut mengungkapkan masa-masa jatuh bangun dan kembali ke titik nol. Menurutnya, tantangan terbesar adalah membangun kepercayaan pengguna, baik seller maupun buyer. Hal ini disebabkan oleh minimnya transparansi di industri ini. Apalagi sebagai pemain baru, tidak mudah untuk membangun reputasi dalam waktu singkat.

Perusahaan memosisikan diri sebagai “biro jodoh” yang mempertemukan penjual dan pembeli mobil bekas yang pas. Mimpi besar Otofrens adalah transaksi antar pemakai langsung yang 100% transparan tanpa batas jarak & waktu, serta kesempatan bagi siapa pun untuk berkontribusi dan mencari rezeki. Atau singkatnya menjadi seperti ojol untuk industri mobil bekas.

David mengungkapkan, “Model bisnis kami yang berbeda dari diler konvensional membuat prosesnya lebih efisien dan transparan. Tanpa memegang stok sendiri, komisi yang kami terapkan jauh lebih rendah dari margin keuntungan diler. Kondisi mobil pun dapat dilihat dengan apa adanya, dan jika diperlukan pembeli dapat memilih opsi reparasi sesuai keperluan. Hasilnya adalah solusi yang win-win bagi penjual dan pembeli dari segmen yang sesuai.”

Selama menjalankan bisnis ini, David juga mengungkapkan bahwa timnya telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan pembiayaan, baik konvensional maupun syariah, bengkel reparasi, biro jasa, dan yang terbaru dengan Warranty Smart Indonesia untuk penyediaan garansi mesin yang diberi nama “Otofrenshield”.

Hingga saat ini, David mengungkapkan bahwa perusahaan masih memiliki skala bisnis yang terbilang kecil. Namun, ia percaya bahwa timnya telah membangun fundamental yang semakin solid dengan pertumbuhan organik yang konsisten. Dari sisi pengguna, perusahaan bisa menangani sekitar 40-50 unit mobil setiap bulannya.

Target ke depan

Saat ini, lanskap industri tengah didominasi oleh dua kubu. Di satu sisi segelintir diler besar beserta beberapa platform raksasa yang tengah fokus pada layanan jual instan. Pada dasarnya, mereka mengadopsi model diler konvensional dengan modal yang jauh lebih besar dan dukungan teknologi. Di sisi lain, ada banyak sekali makelar dan pedagang rumahan yang masih bekerja secara tradisional dan sering kali kurang transparan dalam menjalankan bisnisnya.

Dikotomi ini persis seperti yang terjadi di industri transportasi beberapa tahun silam, hingga revolusi digital oleh ojek/taksi online berhasil membawa kebaikan bagi pelaku usaha dan konsumen. Tentu masih melekat di benak kita, bagaimana resistensi para pelaku usaha di fase awal, sebelum akhirnya mereka menyadari keuntungannya.

“Kami percaya suatu hari orang dari Sumatra bisa beli mobil dari Jawa tanpa perlu datang. Kami percaya suatu hari banyak orang awam yang bisa ikut mencari nafkah secara jujur melalui Otofrens,” ungkap Onie Sunoto selaku co-founder & CTO Otofrens.

Dengan mengusung konsep sharing economy, layanan Otofrens dilakukan oleh ‘Teman Jual Beli Mobil’, layaknya pengemudi ojol yang terbuka untuk semua kalangan. Bahkan ke depannya konsep Teman ini juga akan diterapkan ke UMKM pendukung ekosistem seperti bengkel, biro jasa, dll. Sama seperti ojol yang turut membawa dampak positif bagi warung makan dan UMKM lainnya.

“Keberadaan kami bukan bertujuan menggantikan atau mematikan makelar dan pedagang rumahan. Justru sebaliknya kami ingin merangkul mereka untuk bekerja lebih efektif dengan dukungan teknologi,” jelas Onie.

David turut menegaskan bahwa di tahun ini, timnya tengah fokus memperkuat fundamental perusahaan. “Dengan fondasi yang kuat, kami yakin bisa lepas landas di tahun depan. Targetnya, dalam 2 tahun ke depan, kami bisa menangani total 1000 mobil per bulan, yang akan dikelola oleh 100 mitra (Teman Jual Beli Mobil).”

Fita Tingkatkan Fitur Olahraga Mandiri di Aplikasi dengan Teknologi AI

Sejak resmi meluncur pada November 2021, platform gaya hidup sehat Fita selalu berupaya memfasilitasi kebutuhan olahraga dan tren industri wellness di Indonesia. Salah satunya dengan memperkenalkan teknologi artificial intelligence (AI) untuk meningkatkan efektivitas olahraga mandiri para penggunanya.

Fita telah tergabung dalam portfolio Indonesia Digital Ecosystem (INDICO) milik PT Telkomsel Ekosistem Digital (TED).

Beberapa tahun terakhir, industri wellness semakin berkembang dengan adanya intervensi teknologi. Hal ini juga disebut memberi pengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan para atlet. Selain itu, tren gaya hidup sehat yang semakin meningkat membuat banyak orang mengadopsi kebiasaan baru seperti berolahraga menggunakan platform daring.

Merujuk laporan Allied Market Research, nilai AI di pasar olahraga dunia mencapai $1,4 miliar pada tahun 2020, dan diproyeksikan tumbuh $19,2 miliar pada 2030 dengan CAGR 30,3%. Indonesia sendiri telah memiliki Strategi Nasional Kecerdasan Buatan 2020-2045 yang merupakan tonggak sejarah penerapan AI di Indonesia. Hal ini diharapkan memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia.

CEO Fita Reynazran Royono mengatakan, “Perkembangan teknologi memungkinkan kami untuk melengkapi ragam exercise dengan teknologi AI, yang mampu mendeteksi gerakan olahraga agar lebih efektif. Kali ini, Fita menjadi aplikasi kesehatan pertama di Indonesia yang memperkenalkan teknologi tersebut sebagai pelengkap program olahraga kami.”

Di samping itu, sering kali terjadi kesalahan ketika melakukan aktivitas fisik tanpa panduan atau pendampingan profesional. Teknologi AI didesain untuk bisa menggantikan salah satu peran offline trainer dalam mendeteksi gerakan dan memperbaiki gerakan saat berolahraga. Hal ini juga menghindarkan pengguna dari bad form saat berolahraga yang dapat menimbulkan cedera.

Lebih lanjut, Reynazran menjelaskan bahwa Fita akan mengembangkan program olahraga untuk meningkatkan inklusivitas pengguna. Dalam diskusi sebelumnya bersama DailySocial.id, pria yang kerap disapa Rey ini sempat mengungkapkan bahwa perusahaan tengah mendorong awareness Fita agar melekat sebagai produk wellness di Indonesia

Dalam waktu dekat, Fita akan meluncurkan program workout Korean Dance yang telah dilengkapi teknologi AI, yang diharapkan dapat meningkatkan keinginan berolahraga bagi pengguna muda ataupun mereka yang menggemari korean culture.

Hal ini sejalan dengan visi Fita untuk menyemarakkan semangat Sehat Makin Nikmat di seluruh kalangan, serta membantu mereka untuk tidak hanya menjadi lebih sehat, tetapi juga bersenang-senang dalam prosesnya.

“Dengan adanya fitur AI ini, kami harap dapat memberikan semangat baru kepada pengguna untuk memulai aktivitas gerak dengan berbagai kegiatan sehari-hari. Lebih jauh, pengguna juga dapat berkonsultasi langsung dengan para coach melalui community chat untuk menentukan exercise plan yang sesuai dengan gaya hidup masing-masing. Semoga kami dapat selalu memenuhi kebutuhan pengguna dan membantu mereka untuk mencapai tujuan kesehatannya,” tutup Rey.

Tren platform wellness di Indonesia

Kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya hidup sehat semakin meningkat. Terlebih pada saat pandemi, olahraga merupakan salah satu kunci dalam menjaga daya tahan tubuh agar tetap fit dan sehat. Tidak sekadar berolahraga, mereka juga terdorong untuk mengeksplorasi diri demi meningkatkan health and performance balance dengan berbagai teknik olahraga yang dilakukan.

Hal ini tentunya merambah terhadap dunia usaha dan bisnis yang bergerak di bidang kesehatan, utamanya di ranah gaya hidup sehat atau wellness. Alih-alih memfasilitasi mereka yang sakit, layanan ini menyasar mereka yang sehat dan memiliki keingintahuan serta kesadaran lebih untuk meningkatkan ritme olahraga mereka.

Di Indonesia sendiri Fitco dan Doogether adalah dua pionir di sektor wellness. Ketika pandemi melanda, sektor ini menjadi salah satu yang cukup menanjak popularitasnya, ditandai dengan kehadiran pemain baru seperti VirtuFit, Fits.id, dan Mindtera yang menawarkan konsep edukasi dan wellness.

Setelah industri wellness berkembang pesat, terciptalah inovasi dan integrasi baru. Mulai dari industri kesehatan, kecantikan, hingga asuransi turut mengambil pendekatan gaya hidup sehat untuk menjangkau lebih banyak pengguna di layanan mereka. Di tahun 2021, AIA meresmikan AIA Vitality di Indonesia, dan beberapa platform insurtech seperti Aigis dan Rey Insurance juga mulai merambah sektor wellness.

Application Information Will Show Up Here

GajiGesa Tawarkan Akses Pencairan Gaji Instan Melalui WhatsApp

Platform penyedia akses gaji lebih awal atau earned wage access (EWA), GajiGesa, meluncurkan inovasi terbarunya yang memungkinkan karyawan untuk mengakses pendapatan mereka secara real-time, serta mencairkan sebagian upah mereka melalui WhatsApp. Inovasi ini diklaim menjadi yang pertama, kendati solusi berbasis EWA memang tengah ramai-ramai dikembangkan oleh banyak startup di Indonesia dan dunia.

Platform GajiGesa sendiri memungkinkan perusahaan mitra mengelola data karyawan dan arus kas secara efektif dan mudah, baik untuk manfaat keuangan, kesehatan, dan pendidikan holistik kepada karyawan. Karyawan pun dapat menarik gaji yang mereka peroleh sesuai permintaan dan lebih cepat dari siklus pembayaran tradisional pada akhir bulan.

Bagi pengguna yang memiliki akses atau pemahaman terbatas dengan teknologi, fitur WhatsApp dapat memudahkan akses hanya dengan mengirim pesan ke GajiGesa menggunakan nomor yang sudah berhasil terdaftar. Setelah proses tersebut, pengguna akan mendapatkan instruksi yang mudah dilakukan dan dapat langsung melakukan transaksi.

Co-Founder GajiGesa Martyna Malinowska mengungkapkan fakta bahwa terdapat lebih dari 70% populasi orang dewasa di Asia Tenggara hidup dengan akses keuangan yang terbatas. Indonesia, dengan penduduk mencapai 270 juta jiwa, menyumbang setidaknya 6% populasi dunia yang tidak memiliki rekening bank.

Selama beberapa dekade, pasar ini disebut telah terpengaruh oleh rendahnya tingkat literasi keuangan, tidak adanya biro kredit formal sehingga menghasilkan data kredit yang buruk, bahkan tidak ada sama sekali. Semua itu belum termasuk kendala infrastruktur yang signifikan.

“Kami sangat antusias dalam mempelopori upaya untuk memastikan layanan keuangan inovatif yang didukung oleh teknologi memiliki potensi untuk mempercepat inklusi keuangan pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penetrasi WhatsApp di pasar seperti Indonesia akan membantu GajiGesa membuat sistem EWA ini lebih terjangkau bagi jutaan orang di seluruh Asia Tenggara,” tambahnya.

Sejak didirikan pada pertengahan 2020, solusi GajiGesa telah menjadi alat pemberdayaan yang sangat berharga bagi pengusaha dan karyawannya di berbagai sektor termasuk pabrik, perkebunan, manufaktur, ritel, restoran, rumah sakit, dan perusahaan teknologi. Hingga saat ini, perusahaan telah bermitra dengan lebih dari 300 perusahaan dan telah membantu sekitar 750 ribu karyawan.

Platform salary-on-demand di Indonesia

Solusi yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan finansial karyawan kian banyak bermunculan di ranah perusahaan fintech. Secara global, banyak perusahaan rintisan, penyedia layanan perbankan serta payment gateway yang berinisiatif menyediakan solusi untuk tekanan finansial yang cukup signifikan selama pandemi.

Laporan PwC yang bertajuk “Employee Financial Wellness” pada tahun 2022 menyebutkan bahwa di antara karyawan yang mengaku memiliki tekanan finansial merasakan dampak negatif yang cukup signifikan pada produktivitas, sekitar 67% berjuang untuk memenuhi pengeluaran rumah tangga mereka tepat waktu setiap bulan, 71% memiliki utang pribadi, dan 64% menggunakan kartu kredit untuk membayar untuk kebutuhan yang tidak mampu mereka beli.

Angka-angka ini menunjukkan bahwa situasi pandemi yang masih berlangsung telah berdampak negatif pada keadaan ekonomi para pekerja berpenghasilan rendah dan menengah, sehingga banyak perusahaan membutuhkan solusi untuk membantu mengurangi tekanan finansial dari banyak pekerjanya.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa perusahaan yang menawarkan layanan serupa, seperti wagely, Gajiku, Kini, dan GetPaid yang berambisi menyehatkan keuangan karyawan dengan akses gaji lebih awal. Kehadiran layanan seperti ini diharapkan bisa mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pinjaman konsumtif yang dianggap merugikan karena bunganya yang tinggi.

Di samping itu, beberapa perusahaan fintech juga mulai memperluas layanan mereka ke ranah salary-on-demand, di antaranya KoinGaji dari KoinWorks, Halogaji dari Halofina, serta pengembang layanan SaaS untuk bisnis Mekari melalui produk Mekari Flex. Pada akhirnya, semua layanan ini memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan fleksibilitas kepada pekerja untuk mengakses gajinya lebih dini.

Application Information Will Show Up Here

Menelaah Peran UU PDP dalam Isu Keamanan Data di Indonesia

Isu keamanan data bukan hal baru di tengah masyarakat Indonesia. Mulai dari perusahaan teknologi hingga internal lembaga pemerintah pernah dikecam gagal melindungi data para penggunanya. Hal ini bermuara pada dirumuskannya draf rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi pada tahun 2015.

Tepat pada tanggal 20 September 2022, melalui Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) akhirnya disahkan menjadi undang-undang. Naskah final UU PDP yang telah dibahas sejak 2016 itu terdiri dari 16 bab serta 76 pasal. Jumlah ini bertambah 4 pasal dari usulan awal pemerintah pada akhir 2019, yakni sebanyak 72 pasal.

Meskipun begitu, banyak pertanyaan yang mencuat di masyarakat terkait efektivitas UU PDP ini dalam menjamin keamanan data mereka. Untuk mengetahui lebih dalam terkait UU baru ini serta pemanfaatannya di dalam masyarakat, DailySocial.id mengundang seorang pakar dan juga pendiri perusahaan teknologi yang fokus pada isu terkait keamanan data, PT Indo CISC, Budi Rahardjo, dalam diskusi #SelasaStartup.

Budi sendiri telah aktif mengawal isu keamanan data ini sejak 12 tahun yang lalu. Menurutnya pribadi, hal ini adalah sesuatu yang baik dalam hal kepastian hukum. Ia mengatakan bahwa UU PDP ini secara umum diperlukan sebagai pegangan hukum bagi masyarakat ke depannya.

Salah satu yang disoroti dalam pengesahan UU PDP ini adalah sanksi yang ditetapkan bagi perusahaan yang mengakses dan membocorkan data pribadi secara ilegal serta lalai dalam menjaga atau mengelola data pribadi pelanggan. Sanksinya pun bervariasi mulai dari denda dalam jumlah besar, hingga perampasan keuntungan.

Selain itu, ada kemampuan terbesar yang bisa dilakukan terhadap perusahaan yang mengumpulkan data seseorang dan kewajiban buat mereka jika pengguna meminta untuk menghapusnya. Di balik itu, hak terbesar –atau mungkin paling diperebutkan– yakni kemampuan untuk menghentikan perusahaan untuk menjual data ke pihak lain, seperti pengiklan.

Mengapa data perlu dilindungi?

Menurut buku Surveillance Capitalism yang dibaca ole Budi Rahardjo, ia mengungkapkan bahwa pengumpulan data pribadi sejatinya bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. Namun, ketika data pribadi itu digunakan untuk objektif yang lain daripada kepentingan awalnya, maka di situ telah terjadi penyalahgunaan.

Peraturan perlindungan data pribadi  mengacu pada praktik, perlindungan, dan aturan mengikat yang diberlakukan untuk melindungi informasi pribadi dan memastikan bahwa subjek data tetap mengendalikan informasinya. Singkatnya, pemilik data harus dapat memutuskan apakah ingin membagikan beberapa informasi atau tidak, siapa yang memiliki akses, untuk berapa lama, untuk alasan apa, dan dapat memodifikasi beberapa informasi ini.

Kebijakan seperti ini bukan hanya ada di Indonesia, namun juga banyak negara lain. Namun, Budi turut menyinggung terkait perbedaan kultur yang ada di Indonesia dengan negara-negara lain. Masyarakat Indonesia cenderung senang berbagi dan berinteraksi sehingga terkadang lupa bahwa ada orang yang berpotensi memanfaatkan data diri kita.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Sesungguhnya, pelindungan data pribadi juga bisa dimulai dari diri sendiri. Seperti aplikasi media sosial sudah banyak yang menyediakan fitur verifikasi dua langkah, kode cadangan, dan notifikasi e-mail apabila ada pihak lain yang mengakses media sosial milik kita. Sebelumnya, DailySocial.id juga pernah menulis artikel terkait anjuran bagi individu untuk bisa menjaga keamanan data pribadi mereka.

Terlebih di era digital, lemahnya pelindungan data di Indonesia mengakibatkan maraknya kebocoran data. Terbukti dengan sering terjadinya kasus kejahatan siber, seperti hacking (peretasan) maupun cracking (pembajakan) media sosial yang berujung pada pembobolan data pribadi, pemerasan hingga penipuan daring. Pengesahan UU PDP ini disebut bisa memberi titik terang bagi kelamnya dunia maya di Indonesia.

Dampak bagi pelaku bisnis

Dalam rilis resmi yang diumumkan oleh Kominfo, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate mengungkapkan bahwa berlakunya UU PDP ini merupakan momentum bagi sejarah dalam tata kelola data pribadi di Indonesia dalam ruang lingkup digital. Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa UU PDP ini akan mengedepankan perspektif pelindungan data pribadi dalam setiap pengembangan teknologi baru, sehingga akan mendorong inovasi yang beretika dan menghormati hak asasi manusia.

Hal ini dilakukan sebagai upaya mengantisipasi kemajuan teknologi dan budaya digital, adanya UU PDP juga diharapkan mendorong kebiasaan baru pada masyarakat untuk lebih menerapkan pelindungan data pribadi. Dengan begitu, menurut Menteri Johnny, regulasi tersebut akan mendorong tumbuhnya ekosistem digital dalam memperbanyak talenta baru dalam bidang perlindungan data pribadi, baik di instansi pemerintahan, swasta ataupun publik.

UU PDP sendiri dirancang karena ada keinginan dari masyarakat agar datanya dilindungi. Namun, dari sisi pelaku bisnis, ada banyak aturan juga yang harus ditaati. Budi Rahardjo turut menyampaikan kekhawatirannya terkait aturan dalam UU PDP bagi pelaku bisnis, utamanya yang masih tahap awal.

“Kalau saya sebagai pengusaha baru, dan masih merintis bisnis, tapi sudah harus mengikuti banyak aturan, akan jadi lebih berat ya,” ujar Budi dalam sesi #SelasaStartup. Maka dari itu, pemerintah juga diharapkan bisa memberi panduan untuk para pelaku bisnis agar nantinya tidak menganggap UU PDP ini sebagai batu sandungan.

Terkait proyek-proyek besar yang melibatkan data masyarakat Indonesia, banyak yang masih meragukan kapabilitas pemerintah kita. Namun, Budi menanggapi hal ini dengan optimis. Inisiatif untuk mengintegrasikan data itu baik dan bisa menjadikan segala sesuatunya lebih efisien.

“Meskipun terkadang ada ketakutan karena sumber data yang hanya satu, ibaratnya kalau hancur satu hancur semua. Sanggup gak sanggup, ya harus sanggup. Kita juga harus bisa bersama-sama mengawasi pemerintah dan memantau eksekusinya,” tutupnya.

SmartSeller Kembangkan Layanan Omnichannel untuk UMKM

Aplikasi yang membantu pengelolaan pesanan, pengiriman, serta laporan keuangan dari sebuah bisnis sudah bukan hal yang baru di Indonesia. Inisiatif ini telah berlangsung sebelum pandemi dan berhasil menanjak popularitasnya di saat pembatasan skala besar diberlakukan — yang mengharuskan masyarakat tetap tinggal di rumah dan melakukan berbagai interaksi secara daring.

Salah satu aplikasi yang sudah cukup lama meluncur di pasar adalah Ngorder, yang menargetkan para pedagang baik itu reseller, dropshipper, ataupun supplier. Per 4 April 2022, perusahaan memutuskan untuk berganti nama menjadi “SmartSeller” serta memperluas jangkauan layanannya menjadi perusahaan teknologi di bidang shipping dan order management.

Selain rebranding, perusahaan juga telah memperbarui beberapa fitur di antaranya aplikasi kelola jualan online, aplikasi manajemen order, aplikasi stok barang, dan web toko online. Melalui platform pengelolaan omnichannel berbasis cloud yang kuat, perusahaan menargetkan pebisnis baik online maupun offline bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses penjualan.

SmartSeller menawarkan setidaknya lima fitur utama dalam aplikasinya. Pada fitur Order Management, para pengguna dapat mencetak label pengiriman dan invoice, mendapatkan notifikasi nomor resi secara otomatis dan barcode untuk input produk dengan cepat. Pengguna juga bisa menentukan diskon atau kode voucher serta memonitor mutasi bank untuk konfirmasi. Dari sisi pembeli, mereka memiliki alternatif pembayaran baik secara tunai, digital, atau cicilan.

Pada fitur Shipping Management, pengguna dapat secara langsung mengecek jumlah ongkos kirim dari puluhan kurir, mengatur dan melacak pengantaran, melakukan pengiriman langsung dari rumah penjual, serta menerima pembayaran secara COD, tunai, ataupun digital. Saat ini SmartSeller telah bekerja sama dengan berbagai rekanan logistik termasuk JNE, J&T Express, SiCepat, LionParcel, SAP, JX Express, dan ID Express.

Selain itu, pengguna juga bisa memanfaatkan sistem inventori di aplikasi untuk mengelola stok barang. Bagi pemilik bisnis yang berjualan di sejumlah platform marketplace, SmartSeller menawarkan fitur Marketplace Integration untuk membantu pengguna dalam import produk, mengelola inventori, serta sinkronisasi pemesanan dari sejumlah marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak.

Secara model bisnis, layanan ini dapat dinikmati secara gratis untuk para pengguna yang baru memulai bisnisnya. Untuk para pebisnis yang sudah memiliki basis pelanggan yang cukup besar, SmartSeller menawarkan beberapa paket premium mulai dari Rp75 ribu hingga Rp200 ribu per bulannya dengan fitur-fitur yang lebih lengkap dan bervariasi.

Dalam menggunakan aplikasi, pengguna akan dibekali dasbor dengan tampilan sederhana dan mudah dipelajari. Platform ini juga dilengkapi dengan video pembelajaran dan fitur live chat dengan layanan pelanggan. Hingga saat ini, SmartSeller telah melayani lebih dari 50.000 pengguna aktif dari berbagai industri di Indonesia. Kebanyakan dari mereka berjualan secara online.

Aplikasi pengelola bisnis

Kehadiran aplikasi-aplikasi untuk membantu pengelolaan ini bertujuan untuk menyederhanakan kompleksitas operasional dalam menjalankan bisnis. Pemilik bisnis dapat memonitor pengiriman, memantau stok barang, serta melakukan berbagai kebutuhan lainnya dalam satu platform. Dengan begitu, mereka memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada produknya.

Di Indonesia sendiri, pemain di segmen ini sudah cukup menjamur. Sebut saja SIRCLO yang belum lama ini mengumumkan akuisisi terhadap Warung Pintar. Selain itu juga ada Jet Commerce, Jubelio, aCommerce, Anchanto, 8Commerce, serta pemain baru seperti Graas yang telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $40 juta.

Tidak hanya itu, beberapa pemain juga menawarkan layanan yang lebih spesifik seperti Qasir, Cashlez, Moka, dan Doku untuk POS dan Payment Gateway, Waresix untuk solusi pergudangan, hingga marketplace yang sudah besar seperti Blibli juga menawarkan solusi fulfillment bagi para pemilik bisnis.

e-niaga telah berkembang menjadi komponen penting dari lanskap ritel dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai hasil dari digitalisasi kehidupan modern yang berkelanjutan, pembeli dari hampir setiap negara saat ini mendapat manfaat dari pembelian online. Penetrasi pengguna eCommerce di Asia Tenggara adalah 53,8% pada tahun 2022 dan diperkirakan akan mencapai 63,3% pada tahun 2025.

Laporan kebiasaan pengguna ecommerce dari Lazada yang diberi judul “Transforming Southeast Asia” menunjukkan bahwa percepatan transisi ekonomi offline ke online di Asia Tenggara telah melampaui proyeksi sebelumnya dengan jumlah pengguna digital diperkirakan mencapai lebih dari 400 juta di tahun 2025.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures dan Init-6 Suntik Pendanaan Pra-Awal Startup Penyewaan Alat Kantor “Bioma”

Inflasi yang semakin meningkat serta pengurangan subsidi bahan bakar telah membatasi daya beli sejumlah kalangan masyarakat. Hal ini telah menginspirasi beberapa pihak untuk menawarkan layanan atau produk yang mendukung efisiensi. Salah satunya adalah Bioma, sebuah startup Product-as-a-Service yang menawarkan akses kepada pelanggan bisnis untuk menyewa berbagai jenis aset fisik, seperti komputer, tv, meja kantor, dan lain sebagainya.

Hari ini (4/10) perusahaan mengumumkan perolehan pendanaan tahap pra-awal (pre-seed) dengan nominal yang tidak diungkapkan. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh East Ventures dan Init-6.

Solusi yang ditawarkan oleh Bioma diharapkan bisa mengatasi berbagai masalah dan kesulitan yang dihadapi pelanggan terkait keterbatasan modal, jumlah pemakaian, dan tempat penyimpanan dalam mengelola aset.

Co-Founder & CEO Bioma Arlo Erdaka mengungkapkan, keyakinannya akan misi Bioma dalam memungkinkan dan mengubah bisnis di Indonesia menjadi ringan aset serta menghemat waktu, energi, dan modal untuk mengelola aset fisik. “Solusi kami memungkinkan bisnis untuk fokus pada aspek penting dalam mengalokasikan sumber daya, memberikan kenyamanan, serta harga yang terjangkau,” tambahnya.

Partner East Ventures Avina Sugiarto turut menambahkan bahwa saat ini telah terjadi pergeseran perilaku pembelian, akses lebih penting dibandingkan kepemilikan. Bioma hadir sebagai solusi untuk menjembatani kesenjangan antara pemilik aset dan pengguna sehingga membuka jalan untuk pemanfaatan barang yang lebih baik.

“Kami percaya adanya peluang besar di industri ini. Dengan kemauan serta pengalaman yang kuat dari tim Bioma baik di bidang teknologi, produk, dan operasi, kami bersemangat untuk tumbuh bersama Bioma dan mempercepat perpindahan ke pola konsumsi yang semakin sirkular,” ungkap Avina.

Perusahaan menegaskan bahwa akan mengalokasikan pendanaan yang diperoleh untuk memperluas layanan mereka, terutama untuk melayani berbagai jenis kebutuhan bisnis para pelanggan. Ke depannya, Bioma akan mengalokasikan dana tersebut untuk menambah sumber daya, terutama pada bidang operasional, produk, dan teknologi, guna memastikan pengalaman pengguna (user experience) yang lebih baik.

Layanan dan produk

Bioma didirikan pada tahun 2022 oleh Arlo Erdaka (CEO), Melvin Juwono (COO), Gideon Yuwono (CPO), Obed Tandadjaja (CTO), serta Marcel Christianis (CGO). Mereka adalah para pakar di industri investasi dan perusahaan teknologi dengan rekam jejak yang terbukti sebagai pendiri startup yang telah diakuisisi.

Ketika itu, mereka menyadari adanya permintaan terhadap cara konsumsi alternatif dalam menggunakan aset fisik. Solusi yang dihadirkan Bioma memberikan fleksibilitas, pilihan, dan kemudahan bagi para pemilik bisnis untuk menyewa dibandingkan untuk membeli barang yang akan dipakai. Di sisi lain, Bioma juga mengatasi kerumitan operasional bisnis dalam memenuhi dan memelihara barang yang mereka beli.

Selain menawarkan penghematan biaya yang ringan aset, solusi ini juga berperan sebagai alternatif ramah lingkungan terhadap pola konsumsi yang tidak berkelanjutan dan memberikan kemungkinan penggunaan kembali satu barang oleh banyak pelanggan. Bioma sendiri akan bertanggung jawab dalam pengelolaan siklus penggunaan barang dengan cara mendaur ulang atau mengubah fungsi suatu barang untuk meminimalkan jumlah sampah yang dihasilkan.

Beberapa contoh kasus dalam  masyarakat adalah, mereka secara terus-menerus membeli barang dengan biaya yang mahal hanya untuk digunakan dalam waktu singkat. Setelah barang dibeli, banyak pelanggan mengalami kesulitan dalam hal operasional yang terkadang rumit, seperti pemeliharaan dan perbaikan barang rusak, dan akhirnya menyebabkan penurunan produktivitas dalam banyak kasus.

Dalam aspek operasional, Bioma juga memberikan kesempatan kepada para brand untuk menjadi sirkular. Dengan menerapkan visi yang sama untuk memungkinkan bisnis ringan aset, lebih dari 90% inventaris yang ditawarkan oleh Bioma dimiliki oleh pihak ketiga seperti brand dan individu melalui model bagi hasil, di mana Bioma bertanggung jawab dalam mengelola operasional secara end-to-end. Hal ini memungkinkan para brand untuk mengembangkan bisnis mereka ke pasar sewa tanpa perlu membangun sistem rantai pasok sewa sendiri.

Layanan Bioma digunakan oleh para pemilik bisnis di berbagai sektor, mulai dari properti hingga agrikultur, dengan berbagai ukuran bisnis, mulai dari startup hingga korporasi besar. Bioma menawarkan rental marketplace dari berbagai barang fisik yang dapat diakses melalui situs mereka. Bioma terus menemukan semakin banyak kebutuhan bisnis baru yang menunjukkan kemungkinan dan potensi pertumbuhan yang tinggi.

Bioma menawarkan akses penyewaan terhadap aset fisik yang berkualitas mulai dari perangkat elektronik, perabotan, peralatan dapur, serta perlengkapan ibu & bayi. Hingga saat ini, perusahaan telah memiliki beberapa mitra ternama seperti Informa, Pashouses, Mamikos, Transfez, Sekolah.mu, serta lebih dari 20 ribu pengguna.

Venture Partner Init-6 Rexi Christopher menyatakan kepercayaannya pada Bioma dalam memberikan layanan dan solusi penyewaan, tidak hanya untuk pelanggan ritel tetapi juga untuk bisnis. “Tren global secara bertahap bergerak dari arus utama, beli dan buang, ekonomi linier ke ekonomi sirkuler, serta peluang pasar dalam ekonomi sirkular cukup besar dan akan terus berkembang. Terlebih lagi dengan adanya potensi besar dari pemilik usaha yang saat ini berambisi mengubah model bisnis mereka menjadi ringan aset,” ungkapnya

Solusi “End-to-End” SolarKita untuk Pemanfaatan Tenaga Surya

Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap menjadi salah satu strategi pemerintah meningkatkan pengembangan energi terbarukan di tanah air. Hal ini terkait target yang ditetapkan pemerintah untuk bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025. Hingga Juni 2022, terhitung realisasi bauran EBT tersebut baru mencapai 12,8%.

Pada tahun 2018 silam, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait PLTS atap di Indonesia melalui Permen ESDM No. 49/2018. Hal ini terbukti berhasil meningkatkan adopsi PLTS atap dari hanya 592 pelanggan di bulan November 2018 menjadi 3.781 pelanggan di bulan Mei 2021. Lanskap yang ada mendorong kehadiran sejumlah layanan untuk mendukung pemanfaatan teknologi tersebut, salah satunya SolarKita.

SolarKita didirikan tiga orang yang melihat peluang di industri ini, yaitu Amarangga Lubis sebagai Co-Founder & CEO, Aldamanda A. Lubis sebagai Co-Founder & Chairman of The Board, dan Bambang S. Nugroho sebagai Co-Founder & Head of Technology.

Amarangga, yang lebih akrab disapa Rangga, mengungkapkan hasil kajiannya dari semua format energi baru terbarukan (EBT). Menurutnya yang paling mudah diimplementasi adalah PLTS atap. Sebelum memulai SolarKita, ia telah mencoba menggunakan teknologi ini, namun merasa sisi layanannya masih kurang memuaskan.

“Saya melihat loophole-nya ada pada kebanyakan penyedia layanan yang fokus hanya sampai program instalasi. Padahal, dari sisi pengguna, pengalamannya baru dimulai ketika PLTS-nya dipasang. Di sinilah peran kita untuk memastikan penggunaan PLTS yang optimal. Kita kembangkan platform SolarKita untuk memonitor secara aktif dan memastikan semua performance solar panel dari pengguna berjalan dengan baik,” jelas Rangga.

SolarKita menawarkan layanan end-to-end atau menyeluruh, dimulai dari konsultasi dan edukasi terkait PLTS, diikuti survei ke rumah dan memperhitungkan kondisi dan situasi untuk instalasi PLTS. Tidak berhenti di situ, timnya juga akan membantu proses transisi ke PLN. Untuk pengawasan dan pemeliharaan, perusahaan memiliki platform yang bisa digunakan para pengguna.

Gambaran cara kerja PLTS Atap. Sumber: SolarKita

“Sebenarnya tujuan kita ada untuk mempermudah pengalaman pengguna untuk transisi menggunakan PLTS. Salah satu yang ingin kita tekankan di sini adalah solusi end-to-end atau menyeluruh untuk pemanfaatan PLTS. Kita akan dampingi dari awal seiring penggunaan teknologinya,” tambah Rangga.

Sejauh ini, pemain yang berkompetisi langsung dengan SolarKita di industri adalah Xurya.

Model bisnis dan target ke depan

Secara global, pemanfaatan PLTS ini bukanlah hal baru. Meskipun demikian, di Indonesia, teknologi ini masih awam digunakan. Walau sudah mendapat dukungan dari pemerintah, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Dari sisi edukasi, masih ada stigma bahwa teknologi ini mahal sehingga banyak yang enggan memulai.

Selain itu, masih banyak yang belum paham konsepnya. Di sinilah peran SolarKita untuk bisa memberi edukasi lebih dalam. Selain itu, Rangga  menggarisbawahi regulasi yang masih dinamis, yang mempengaruhi eksekusi di lapangan. Hal ini juga terus diupayakan dan dikomunikasikan melalui Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) yang fokus pada percepatan pemanfaatan energi surya di Indonesia.

Terkait model bisnis, Rangga mengungkapkan bahwa operasional bisnisnya cukup sederhana dengan mengambil margin dari penawaran produk dan layanan. Di samping itu, perusahaan juga menyediakan program referral bagi setiap individu yang memberikan rekomendasi. Ketika berjalan lancar, konsumen akan memperoleh success fee.

Selain memberikan dampak melalui energi baru terbarukan, panel  surya dan PLTS ini disebut telah membuka industri baru. SolarKita mengaku juga memiliki potensi sosial dengan membuka lapangan kerja bagi para pekerja lapangan. “Di sini kita ingin semua masyarakat bisa terlibat. Untuk tim instalasi di lapangan, kita bermitra dengan individu/PT yang sudah kita latih. Banyak tim yang dulunya tukang listrik atau buruh. Terkait upah, kita usahakan industri baru ini bisa menyejahterakan mereka lebih dari yang sebelumnya,” tutur Rangga.

SolarKita juga menawarkan program financing yang bekerja sama dengan lembaga keuangan dan non-perbankan, seperti Bank OCBC untuk kredit multiguna dan juga KoinWorks. Untuk menawarkan proses yang lebih sederhana, perusahaan juga menyediakan opsi rent-to-own dengan konsep serupa program cicilan untuk para pengguna yang ingin memanfaatkan PLTS.

Per tahun lalu, SolarKita telah menjadi bagian dari portfolio New Energy Nexus. Perusahaan ini bergerak dan membentuk ekosistem pendanaan, program dan jaringan yang mendukung startup dan pebisnis di bidang energi bersih. Saat ini perusahaan juga telah tergabung dalam jaringan ANGIN, sebagai jembatan yang menghubungkan investor dan entrepreneur.

Hingga saat ini 80% pengguna SolarKita datang dari kaum residensial. Perusahaan memiliki tim perwakilan di Jabodetabek, Surakarta, dan Bali. Ke depannya, Rangga mengungkapkan ingin ekspansi ke kota-kota besar di Indonesia. Targetnya, perusahaan ingin mengakuisisi 1 megawatt melalui sekitar 330 rumah di tahun 2023.

Disclosure: Artikel ini terbit atas kerja sama DailySocial.id dan ANGIN untuk seri Startup Impact Indonesia. ANGIN turut membantu melakukan proses kurasi startup terkait.

Application Information Will Show Up Here