Pintaria Berganti Nama Jadi “Pintar”, Fokus Berdayakan Angkatan Kerja Lewat Teknologi

Berubahnya dunia kerja seiring perkembangan teknologi menyebabkan adanya kesenjangan demand dan supply dalam pasar tenaga kerja. Pintar (sebelumnya Pintaria, bagian dari  HarukaEDU) hadir untuk menutup celah tersebut dengan mengembangkan sebuah platform pengembangan diri. Ini juga jadi pengajawantahan visi perusahaan untuk memberdayakan angkatan kerja Indonesia lewat akses belajar tanpa kenal usia.

Pintar memiliki 3 produk pembelajaran utama, yaitu Kuliah, Kursus, dan Korporasi. Pada produk Kuliah ini, mereka bekerja sama dengan mitra universitas lokal untuk menyediakan Sistem Manajemen Pembelajaran (LMS) dan membantu menjalankan digitalisasi dalam proses pembelajaran.

Selain itu, ada juga Kursus yang menawarkan kelas-kelas untuk pengembangan diri dan karier. Lalu pada produk Korporasi, Pintar bermitra dengan para korporasi yang ingin berinvestasi pada para pekerja untuk membantu menyediakan pembelajaran yang fleksibel sesuai kebutuhan untuk upskilling dan reskilling para pekerja.

Ragam layanan yang disediakan Pintar lewat platformnya

 

CEO Pintar Ray Pulungan menyatakan bahwa keputusan rebranding dari nama “Pintaria” ke “Pintar” ini mempertegas misi perusahaan untuk membuka akses kepada pendidikan berkualitas di era digital sebagai bagian dari proses pembangunan ekonomi yang inklusif, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan.

Pendidikan yang ditawarkan oleh Pintar tidak cuma berupa pendidikan formal tetapi pendidikan yang dinamis dan peka terhadap perubahan zaman.

“Pendidikan ini sesuatu yang tidak mengenal ruang dan waktu. Ini yang kami perjuangkan. Pintar hadir untuk memberikan kesempatan yang setara bagi setiap pembelajar di usia produktif. Kami ingin memberdayakan angkatan kerja lewat akses pendidikan tanpa kenal usia,” jelas Head of Learning Pintar Grace Gunawan.

Dalam acara soft-launching Pintar yang diikuti oleh diskusi bertajuk “Empowering Indonesia’s Workforce through Upskilling”, salah satu isu yang turut diangkat adalah fenomena horizontal mismatch atau ketidakselarasan output pada dunia kerja. Ditengarai banyaknya tenaga kerja yang bekerja pada bidang yang tidak sesuai dengan latar belakangnya.

“Menurut penelitian LIPI, 4,6% tenaga kerja Indonesia undereducated, 27,9% tenaga kerja overeducated, dan 68,4% mengalami field of study mismatch. Berbagai mismatch ini menimbulkan konsekuensi berupa kesenjangan keterampilan, rendahnya kepuasan kerja, tingginya angka pengangguran, sampai kesenjangan gaji/upah,” tutur Shinta Kamdani selaku Chair of B20 Indonesia 2022 sekaligus Wakil Ketua Kadin Indonesia dan CEO Sintesa Group.

Pintar mencoba menjawab dan menangani kesenjangan antara supply dan demand tenaga kerja di Indonesia tersebut. Selain itu, juga menjembatani skill gap di dunia kerja lewat kolaborasi dengan berbagai institusi. “Kami percaya pendidikan itu bukan cuma persoalan individu. Hal ini membutuhkan sinergi dari banyak pihak untuk bisa meningkatkan sumber daya manusia,” ucap Grace.

Incoming Dean for School of Professional Studies Shankar Prasad yang juga hadir dalam sesi ini, mengungkapkan pentingnya kolaborasi dengan edutech bagi institusi pendidikan tradisional seperti universitas demi menciptakan konten-konten yang lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Selain itu, platform teknologi juga dinilai mampu menjangkau lebih banyak pembelajar dibanding institusi pendidikan tradisional.

“Saat ini adalah waktu yang sangat tepat untuk berinvestasi dalam keterampilan karyawan. Secara global teknologi sudah cukup maju, apa pun bisa dipelajari karena platform pembelajaran bisa diakses dengan mudah. Keberadaan platform-platform ini membuat para pekerja bisa terus mengembangkan
diri dengan tidak terhambat oleh pendidikan formal,” tambah Vice President Samator Group Imelda Harsono yang turut hadir mengisi sesi diskusi.

Perjalanan Bisnis Pintar

Didirikan pada tahun 2014, HarukaEDU — yang kemudian rebranding menjadi Pintaria— lalu sekarang resmi menggunakan identitas Pintar, memulai bisnis sebagai mitra universitas yang ingin meluncurkan pembelajaran online. Beberapa di antaranya adalah Universitas Kristen Indonesia dan Universitas Al Azhar Indonesia, untuk mendigitalkan konten mereka dan mengelola sisi teknologi dari proses pembelajaran.

HarukaEDU membantu universitas meningkatkan pendaftaran siswa baru dan meningkatkan pengalaman belajar siswa. Perusahaan meluncurkan platform Pintaria pada tahun 2018, menawarkan pelatihan teknis dan soft skill bagi mereka yang bersiap memasuki dunia kerja. Di tahun berikutnya, kembali meluncurkan CorporateEDU untuk mendukung perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah dalam memberikan pelatihan perusahaan yang fleksibel, efektif, dan terukur bagi karyawan.

Selama masa pandemi COVID-19, Platform ini juga membantu pemerintah Indonesia dengan inisiatif pelatihan ulang Program Kartu Prakerja. Perusahaan fokus pada pengembangan program dan pilihan untuk memastikan bahwa siswa memiliki sarana dan sistem pendukung yang mereka butuhkan untuk menyiapkan mereka agar sukses dalam karier dan kehidupan mereka.

Sejak berdiri di tahun 2014, platform ini telah memfasilitasi transformasi karier melalui pendidikan dan pengalaman dalam keterampilan yang paling dibutuhkan saat ini. Ketika pengguna memulai pembelajaran dalam platform, mereka dapat memilih berbagai format dan modul untuk membantu mereka mencapai tujuan, termasuk full-online, blended learning, dan opsi short-form — di kampus dan online.

Resmi menggunakan identitas baru, Pintar menggunakan pendekatan bisnis yaitu kemitraan. Perusahaan bekerja sama dengan banyak universitas khususnya lokal. “Namun, misi penting kami tidak hanya dengan universitas saja, melainkan juga melibatkan institusi pendidikan lainnya dan tentunya pelaku teknologi. Ke depannya kami akan membangun kerja sama yang lebih luas lagi dengan berbagai stakeholder baik lokal maupun global,” ujar Ray.

Hingga kini, perusahaan sudah memiliki jaringan yang luas dengan 700+ kursus online, kemitraan dengan 13 universitas dan lebih dari 50 mitra pelatihan. Platform ini juga telah menjadi mitra Prakerja sejak 2020. Pintar juga telah berhasil menggaet lebih dari satu juta pengguna untuk mengakses kursus singkat, pendidikan tinggi, dan program Prakerja.

Jungle Ventures Tutup Dana Kelolaan Keempat Senilai 8,8 Triliun Rupiah

Jungle Ventures menutup dana kelolaan keempat (Fund IV) senilai $600 juta atau sekitar 8,8 triliun Rupiah. Pendanaan ini membawa total Aset Under Management (AUM) yang dikelola Jungle Ventures melampaui $1 miliar atau 14,6 triliun Rupiah.

Berdasarkan keterangan resminya, Fund IV disebut mengalami permintaan berlebih (oversubscribe) dari target awal senilai $350 juta. Lebih dari 50% pendanaan disuntik oleh investor existing, termasuk Temasek, International Finance Corporation, FMO, DEG, serta investor global baru, seperti StepStone Group.

Adapun, dari total pendanaan yang diperoleh, sebesar $450 juta merupakan investasi utama, sedangkan sisanya $150 juta masuk ke dalam komitmen tambahan.

Catatkan pertumbuhan AUM 100x

Jungle Ventures didirikan oleh Amit Anand dan Anurag Srivastava pada 2012 dengan pendanaan awal senilai $10 juta. Sejak itu, Jungle Ventures mencatat pertumbuhan AUM 100 kali dalam 10 tahun dengan berpegang pada visi “build to last.

Jungle Ventures berupaya mendorong pelaku usaha di India dan Asia Tenggara yang tangguh teruji waktu, terukur, dan konsisten. Pihaknya menyebut portofolionya memiliki enterprise value lebih dari $12 miliar dengan hanya menginvestasikan sebesar $250 juta dan rasio kerugian kurang dari 5%.

Jungle Ventures telah menanamkan investasi di sejumlah vertikal bisnis, mulai dari digital bank, social commerce, Web3, hingga SaaS. Tesis investasinya adalah ide bisnis berbasis teknologi yang capital-efficient yang dapat mengakomodasi kebutuhan konsumen dan UMKM. Pihaknya juga membidik perusahaan yang berdiri di Asia dan ingin berkembang ke skala global.

Beberapa portofolio Jungle Ventures di Indonesia mencakup Kredivo, Sociolla, Evermos, Hypefast, dan Waresix. Kredivo termasuk salah satu portofolio yang menerima pendanaan tahap awal (seed) dari Jungle Ventures hingga mencapai status unicorn.

Fokus investasi

Founding Partner Jungle Ventures Amit Anand mengatakan pihaknya telah membantu portofolio dalam mencapai pertumbuhan dan regionalisasi bisnis untuk memimpin pasar konsumen yang luas dan berkembang cepat di dunia.

“Dengan Fund IV, Jungle Ventures bertujuan memperkuat posisi ini sambil melanjutkan pendekatan membangun ‘portofolio yang terkonsentrasi’, dengan membuat proyeksi 15-18 investasi di India dan Asia Tenggara,” ungkap Anand.

Untuk merealisasikan target ini, Jungle Ventures terus mengembangkan talenta-talent yang dimilikinya. Baru-baru ini, Jungle Ventures telah mempromosikan Yash Sankrityayan, Sandeep Uberoi, dan Manpreet Ratia sebagai Managing Partner di perusahaan, bergabung dengan jajaran kepemimpinan Jungle, yang terdiri dari David Gowdey, dan Founding Partners Amit Anand dan Anurag Srivastava.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id di 2020, Amit Anand mengungkap melakukan pendekatan investasi portofolio yang terkonsolidasi dengan agenda membantu pengembangan kepemimpinan secara langsung, memberikan modal jangka panjang, sekaligus membantu penataan neraca keuangan, berinvestasi bersama, dan kemitraan strategis.

“Kami percaya bahwa teknologi dapat menghubungkan manusia antarkota dan negara dengan tetap beradaptasi dengan budayanya. Kami berinvestasi pada founder yang memiliki visi sama dalam menghubungkan ekonomi digital ini untuk mengatasi keterbatasan dalam model bisnis dan pangsa pasar.” Ungkapnya kala itu.

Startup Edtech MySkill Umumkan Pendanaan Awal dari East Ventures

Startup edtech MySkill mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal dari East Ventures dengan nilai dirahasiakan. Didirikan sejak pertengahan 2021, platform yang dikembangkan ingin membantu kaum muda dalam mempersiapkan diri ke jenjang karier melalui produk pembelajaran independen, interaktif, dan privat.

Diklaim saat ini MySkill telah memiliki sekitar 700 ribu pengguna. Adapun untuk layanan yang dijajakan meliputi Mentoring Privat, Bootcamp Interaktif, dan Video E-Learning On-Demand. Konten yang dihadirkan juga beragam, mulai dari pembuatan teknis persiapan karier, pemasaran digital, manajemen produk, sampai dengan pemrograman.

“Pendanaan ini akan mempercepat misi kami dalam mendukung para pencari kerja di Indonesia untuk menggapai karier impian mereka. MySkill hadir dengan solusi inovatif yang memastikan hasil pembelajaran yang lebih baik, di mana akan menciptakan efek domino dalam menghasilkan dampak sosial dan ekonomi yang lebih baik di Indonesia,” kata Co-Founder & CEO MySkill Angga Fauzan.

Selain Angga, startup ini turut didirikan oleh Erahmat (Co-Founder & Chief Business Officer). Kedua co-founder ini menyadari akan kesenjangan keterampilan yang sangat besar antara dunia akademik dan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja, yang berujung pada banyak orang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa layanan serupa, misalnya yang disediakan Binar Academy, ToMu by ProSpark, Kuncie, Skill Academy, Terampil, dan sebagainya. Bahkan pemain seperti Binar atau Hacktiv8 memiliki kemitraan khusus dengan perusahaan untuk menjembatani lulusannya agar memiliki kesempatan lebih besar dalam mendapatkan pekerjaan.

Permasalahan penyerapan tenaga kerja

Penyerapan tenaga kerja memang masih isu fundamental di Indonesia. Di sisi supply, jumlah tenaga kerja yang ada sangat melimpah karena setiap tahunnya ada ribuan sampai jutaan lulusan yang dihasilkan sekolah kejuruan atau perguruan tinggi. Pun demikian dengan demand dari industri, jumlahnya cukup besar setiap tahun. Namun faktanya, banyak pelaku industri yang merasakan kesulitan untuk menemukan talenta yang berkualifikasi.

Studi J.P. Morgan dan Singapore Management University menemukan bahwa salah satu penyebab rendahnya jumlah tenaga kerja berkualitas di Indonesia dikarenakan kesenjangan antara dunia akademik dan industri. Situasi tersebut diperparah oleh pandemi yang akibatnya dirasakan oleh lebih dari 29 juta pekerja di Indonesia, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).

Dari permasalahan tersebut, banyak pihak mengupayakan adanya match-making antara lulusan universitas dengan kebutuhan industri. Salah satunya seperti yang dilakukan startup edtech seperti MySkill dengan menyelenggarakan pelatihan dengan kurikulum dan mentor yang dihadirkan langsung dari perspektif industri.

“Melihat kesenjangan besar yang dihadapi ketenagakerjaan Indonesia saat ini, kami percaya MySkill dapat membawa lebih banyak pertumbuhan serta dampak ke industri tenaga kerja di Indonesia,” kata Principal East Ventures Devina Halim.

Tjetak Ganti Nama Jadi “Manuva”, Perluas Cakupan Bisnis

Hampir dua tahun pasca-perolehan pendanaan seri A, startup Tjetak mengumumkan telah berganti nama menjadi Manuva. Langkah ini diambil untuk menandai ekspansi solusi yang tak hanya berfokus pada industri kemasan, tetapi juga elektrikal dan garmen di Indonesia.

Co-founder Manuva Anggara Pranaspati mengatakan, nama ‘Manuva’ menggambarkan manuver perusahaan untuk mengembangkan ekosistem manufaktur digital dari hulu ke hilir. Sejalan dengan perjalanan bisnisnya, Manuva meyakini pelaku manufaktur kecil dan menengah punya potensi untuk tumbuh. Apalagi, Indonesia masuk sepuluh besar negara manufaktur terbesar di dunia.

“Manuva fokus untuk berkolaborasi dengan perusahaan manufaktur skala kecil dan menengah yang belum mencapai utilisasi kapasitas maksimal atau rerata baru 60%. Kami bantu mengoptimalkan kapasitas mereka dengan memproduksi barang jadi untuk pasar retail atau menerima pesanan produksi dari brand lain,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Tawarkan tiga layanan utama

Sebagai informasi, Tjetak atau Manuva didirikan oleh Anggara Pranaspati, Raffisal Damanhuri, dan Hasandi Patriawan pada 2018. Manuva menawarkan solusi untuk membantu proses jual-beli barang jadi, kustom, dan bahan baku melalui tiga layanan utama, yakni Manuva Retail, Manuva Procure, dan Manuva Supply.

Manuva Retail membuka jaringan distribusi agar pelanggan toko ritel Manuva bisa menjual produk jadi dari para mitra manufaktur di toko masing-masing. Jaringan distribusi Manuva telah mencapai ribuan gerai ritel di lima provinsi dan 48 kota/kabupaten.

Kemudian, Manuva Procure adalah sistem e-procurement yang mempertemukan pelaku bisnis dengan manufaktur untuk pengadaan barang kustom. Manuva berupaya menjangkau pelanggan B2B di seluruh Indonesia dengan menawarkan kredibilitas lebih pada proses penawaran harga, produksi, dan kontrol kualitas akhir.

Sementara, Manuva Supply melayani pelaku manufaktur untuk menerima pesanan, mengatur produksi, dan melakukan pembelian bahan baku. Saat ini, Manuva telah bermitra dengan lebih dari 250 pabrik manufaktur skala kecil dan menengah yang tersebar di lima hub di Pulau Jawa.

Ekspansi bisnis

Pada tahun ini, Manuva membidik strategi ekspansi distribusi ke pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan sejumlah kota besar lainnya. Ekspansi ini juga sejalan dengan upaya masuk ke segmen industri baru, yakni manufaktur produk elektrikal dan garmen.

Untuk mendigitalkan ekosistem manufaktur serta rantai pasok di Indonesia, Manuva juga fokus untuk meningkatkan utilisasi kapasitas produksi melalui dua kanal penjualan mitra manufaktur, yakni toko ritel dan B2B. Menurutnya, mereka memberikan dukungan tak hanya pada peningkatan penjualan, tetapi juga efisiensi proses pembelian bahan baku mentah hingga akses kepada modal kerja dari mitra LJK (Lembaga Jasa Keuangan).

Menurut catatannya, mitra manufaktur Manuva dapat meningkatkan utilisasi mesin produksi hingga 25% lebih tinggi. Angka ini dinilai secara tidak langsung membuat harga jual produk mitra menjadi lebih kompetitif. Adapun, Manuva menyebut telah membukukan pertumbuhan bisnis dengan margin kontribusi positif di paruh 2022.

“Melihat potensi pertumbuhan bisnis manufaktur skala kecil dan menengah di Indonesia, kami optimistis dapat menghadirkan inovasi untuk meningkatkan produktivitas ekosistem manufaktur secara digital.” Tutup Anggara.

Manuva terakhir kali menerima pendanaan seri A dari Vertex Ventures dengan nominal yang dirahasiakan. Adapun, Vertex Ventures berinvestasi utamanya di Asia Tenggara dan India. Sejumlah portofolionya di Indonesia, termasuk Dailybox, HappyFresh, dan Payfazz.

Application Information Will Show Up Here

Platform Insurtech B2B “Aman” Mendapat Pendanaan 18 Miliar Rupiah Dipimpin GFC dan Trihill Capital

Aman (PT Insurtech Technologies Indonesia) telah mendapatkan pendanaan pre-seed (pra-awal) senilai $1,2 juta atau setara 18 miliar Rupiah yang dipimpin Global Founders Capital (GFC) dan Trihill Capital. Turut terlibat di dalam putaran tersebut 1982 Ventures, Alto Partners, dan Atlas Global Kapital.

Sejak didirikan pada 2020 oleh Steven Tannason dan Kan Le, misi Aman meringkas proses administrasi dan klaim benefit asuransi yang ditujukan perusahaan untuk para karyawannya. Guna menunjang kebutuhan tersebut, Aman memosisikan diri sebagai platform yang memadukan antara layanan asuransi, teknologi SDM, dan healthtech.

Di dalam sistemnya, terdapat sejumlah fungsionalitas yang memudahkan tim HR untuk merencanakan atau membeli paket asuransi yang sesuai dengan kebutuhannya — dengan cara dihubungkan dengan mitra broker di jaringan Aman. Kemudian Aman juga membantu tim HR dalam mendistribusikan dan pengelolaan produk tersebut sesuai porsi yang telah ditentukan.

Untuk perusahaan akan ada dasbor khusus yang diberikan berbasis web; sementara untuk karyawan ada aplikasi mobile yang disediakan untuk proses klaim.

Selain itu, di dalam aplikasinya juga terdapat sejumlah manfaat yang coba diberikan Aman kepada para penggunanya. Seperti konten terkait kesehatan/wellness, diskon spesial untuk layanan kesehatan mental dan farmasi, sampai dengan layanan pendukung lainnya seperti tes Covid-19.

Aman menargetkan perusahaan dengan ukuran menengah, termasuk ke kalangan startup digital dan UMKM di Indonesia.

Potensi asuransi di Indonesia

Menurut data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi di Indonesia ada di angka 3,18%. Persentase tersebut mencakup asuransi jiwa (1,19%), asuransi umum (0,47%), asuransi sosial (1,45%), dan asuransi wajib (0,08%). Sementara itu angka densitas (pengeluaran rata-rata premi) sebesar Rp1,82 juta.

Angka tersebut menunjukkan masih besarnya peluang adopsi produk asuransi oleh segmen baru di Indonesia. Namun demikian, para pemain juga ditantang untuk melakukan edukasi dan penetrasi produk secara menyeluruh agar bisa merangkul kalangan yang lebih luas. Platform digital dinilai menjadi medium yang efektif untuk meningkatkan keterjangkauan produk asuransi.

Menurut laporan DSInnovate tentang perkembangan insurtech di Indonesia, sebagian pemain saat ini masih menyasar segmen ritel melalui produk mikro-asuransi. Potensi di B2B pun masih sangat besar, mengingat lanskap ini masih didominasi pemain tradisional. Beberapa startup mencoba masuk ke sini, baik yang sebelumnya B2C lalu merambah B2B, ataupun mereka yang dari awal memang fokus menyediakan platform asuransi untuk bisnis.

Selain Aman, startup insurtech lain yang menyasar B2B adalah Aigis. Baru-baru ini mereka juga mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal senilai $1 juta dari Y Combinator, Init-6, Goodwater Capital, dan sejumlah angel investor. Layanan yang diberikan adalah sebagai platform penyedia tunjangan kesehatan bagi pegawai kantor.

Application Information Will Show Up Here

Mekari Umumkan Pendanaan 720 Miliar Rupiah, Siap Merambah ke Bisnis Fintech

Startup pengembang SaaS untuk bisnis Mekari mengumumkan telah mendapatkan pendanaan lanjutan senilai $50 juta atau setara 720 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Money Forward Inc, yang merupakan perusahaan penyedia SaaS aplikasi perencanaan keuangan dan akuntansi terbesar asal Jepang. Sejumlah investor terdahulu turut terlibat, kendati tidak dirinci detailnya.

Sebelumnya Mekari telah membukukan putaran pendanaan dari beberapa investor, di antaranya East Ventures, Beenext, Mandiri Capital, Alto Partners, dan Prasetia.

Co-Founder & CEO Mekari Suwandi Soh mengatakan, pihaknya akan mengalokasikan kucuran dana ini untuk berekspansi ke layanan fintech agar dapat mendukung proses transformasi digital para kliennya, terutama di skala UMKM. Belum lama ini Mekari sebenarnya juga sudah mulai masuk ke layanan fintech B2B melalui produk Mekari Flex, yakni dengan meluncurkan platform EWA untuk pencairan gaji lebih awal bagi para pegawai kantoran.

Sejalan dengan itu, Mekari juga ingin meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM, terutama tim produk dan engineering, yang akan menjadi ujung tombak dari perancangan dan pembuatan solusi-solusi inovatif bagi penggunanya.

“Saat pasar sedang memasuki tahap pemulihan ekonomi, transformasi digital sangat penting karena memberikan perusahaan, terutama UMKM, agility yang mereka butuhkan untuk berkembang. Oleh karena itu, fokus utama Mekari adalah untuk mendukung klien kami dalam perjalanan transformasi mereka dengan terus memberikan solusi teknologi yang andal dan inovatif yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka,” ungkap Suwandi.

Potensi SaaS bisnis di Indonesia

Sektor bisnis SaaS sedang berkembang pesat di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Menurut riset dari Boston Consulting Group, nilai pasar SaaS di diperkirakan akan meningkat sebesar 25% CAGR dan mencapai $800 juta pada tahun 2023. Sejalan dengan perkembangan ini, Mekari juga telah mencatat pertumbuhan sebesar 11 kali lipat selama 4 tahun terakhir.

Saat ini, Mekari memiliki lebih dari 35 ribu klien dan lebih dari 800 ribu pengguna aktif dengan mayoritas pengguna UMKM. Beberapa brand yang berada di bawah naungan Mekari adalah Talenta, Jurnal, Qontak, Klikpajak, dan Flex; menyediakan solusi teknologi bisnis seperti tools untuk pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan penggajian, billing dan akuntansi, Customer Relationship Management (CRM), hingga perpajakan.

“Kami juga fokus mengembangkan berbagai layanan finansial kontekstual untuk membantu perusahaan menyelesaikan berbagai kebutuhan dan tantangan finansial yang unik. Layanan keuangan merupakan faktor pendukung utama dalam meningkatkan akses finansial bagi seluruh pengguna dalam ekosistem Mekari. Langkah pertama yang akan dilakukan adalah perluasan akses terhadap layanan keuangan yang terjangkau dan praktis bagi pelanggan kami,” tambah Suwandi.

Application Information Will Show Up Here

Sinar Mas Land Luncurkan “Urban Gateway Fund”, Bidik Startup Pengembang Inovasi Kota Pintar

Sinar Mas Land mengumumkan kerja sama strategis dengan East Ventures, Redbadge Pacific, dan Prasetia Dwidharma untuk meluncurkan “Urban Gateway Fund (UGF)”. Dana kelolaan ini disiapkan untuk investasi startup tahap awal yang bergerak pada pengembangan tata kota.

Selain ketiga pemodal ventura di atas, Sinar Mas Land juga menggandeng pengembang asal Korea Selatan GS E&C, yang juga akan menjadi salah satu investor dan mitra strategis UGF dalam jangka panjang di Indonesia.

UGF membidik startup di bidang urban dan proptech yang menjadi kebutuhan mendasar bagi pembangunan perkotaan di masa depan. Ada enam sektor pengembangan utama antara lain mobilitas dan transportasi, teknologi properti, analisis data dan AI, ritel omnichannel, pengelolaan sumber daya berkelanjutan, dan smart city tech.

Group CEO Sinar Mas Land Michael Widjaja berharap akselerasi keenam sektor tersebut dapat memenuhi kebutuhan pengembangan urban bagi generasi selanjutnya. “Dalam upaya transformasi BSD City menjadi integrated smart digital city, kami membuka peluang bagi pelaku startup untuk memberikan ide dan solusi yang memperkaya ekosistem kota ini,” tuturnya dalam keterangan resmi.

CFO Prasetia Dwidharma Ardi Setiadharma menambahkan, UGF dapat menjadi sarana tepat bagi lulusan program akselerator Escalate untuk berkontribusi terhadap pengembangan kota pintar. Sekadar informasi, sebelumnya Prasetia Dwidharma telah menjalin kerja sama dengan Sinar Mas Land pada program Escalate.

“Dalam program Escalate, kami sama-sama mendukung startup untuk tumbuh di ekosistem Sinar Mas Land. Kami bersemangat hadir bersama UGF agar dapat memampukan lebih banyak startup lokal dalam menampilkan teknologi dan solusi mereka,” ujar Ardi.

Fasilitas dan ekosistem

Lebih lanjut, rencananya UGF akan menyediakan akses ke ekosistem kota pintar di BSD City dan ekosistem milik Sinar Mas Land melalui tiga tahap. Pertama, UGF menyediakan fasilitas di mana startup terpilih dapat menggunakan platform uji coba dan mengintegrasikan ide/prototype ke ekosistem Sinar Mas Land.

Kedua, startup terpilih dapat menginkubasi dan memvalidasi pilihan solusi dalam pengembangan tata kota. Terakhir, startup terpilih mendapatkan kesempatan untuk bekerja sama dengan pemimpin Sinar Mas Land dalam pengembangan kota dan manajemen properti.

Sebagai informasi, Sinar Mas Land merupakan anak usaha konglomerasi Sinar Mas yang merupakan salah satu pengembang properti terbesar di Indonesia. Sinar Mas Land terdiri dari dua pengembang besar, yakni Bumi Serpong Damai dan Duta Pertiwi.

Menurut Managing Partner of Redbadge Pacific Timothy Yong, BSD City dinilai memiliki ekosistem dan captive market yang dapat mendorong pertumbuhan startup di bidang urban dan proptech. “Ini juga akan mendorong kehadiran startup lain. Dukungan strategis dan ekosistem menjadi hal yang penting bagi startup proptech untuk bisa berkembang di tahap awal.” Tutupnya.

Fund Amount Participant(s) Vertical/Focus
Urban Gateway Fund N/A Sinar Mas Land; bermitra dengan East Ventures, Redbadge Pacific, dan Prasetia Dwidharma Proptech, Urban
Bio-Health Fund $20 million (Rp292 billion) Bio Farma and MDI Ventures Biotech, healthtech
Fundnel Secondaries Fund $50 million (Rp727 billion) Fundnel Group and BRI Ventures Late-stage startups
Ratu Nusa Fund $10 million (Rp143 billion) Gobi Partners and Ozora Yatrapaktaja Women founders, healthtech, e-commerce, proptech, education, fintech, dan enterprise
IDN Live Streamer Fund Rp50 million IDN Media Content creator, live streamer
Indonesia Impact Fund N/A Mandiri Capital Indonesia and UNDP Social impact
Luno Expeditions N/A Luno Fintech, Web3, Crypto
Teja Ventures $10 million (Rp143 billion) Teja Ventures New economy, fintech, edtech
Cydonia Fund N/A Indogen Capital and Finch Capital Web3

Dana kelolaan yang diluncurkan di sepanjang 2022

Sebelumnya, pemerintah menyebut bahwa pengembangan smart city menjadi mendesak dan signifikan seiring dengan meningkatnya tantangan kependudukan. Bahkan sekitar 82,37% dari total populasi di Indonesia diproyeksi akan tinggal di perkotaan.

MDI Ventures dan Bio Farma Bentuk Dana Kelolaan 292 Miliar Rupiah untuk Startup Biotech

MDI Ventures dan Bio Farma membentuk dana kelolaan baru “Bio Health Fund” sebesar $20 juta atau sekitar 292 miliar Rupiah. Melalui dana kelolaan ini, keduanya membidik investasi startup early dan growth stage yang berfokus pada bidang biotech dan layanan kesehatan di Indonesia.

Dalam keterangan resminya, Bio-Health Fund ditargetkan dapat memberikan sinergi kepada Bio Farma sebagai salah satu LP utama. Sekaligus membuka peluang untuk meningkatkan kapabilitas Bio Farma dalam bidang penelitian biotech dan layanan kesehatan secara end-to-end.

“Saat ini industri kesehatan di Indonesia memiliki berbagai tantangan, termasuk bagaimana mengembangkan teknologi baru terkait bio science, farmasi, dan healthtech. Ini menjadi alasan Kementerian BUMN melalui Bio Farma, Kimia Farma, dan Indofarma, untuk berinvestasi teknologi dengan MDI Ventures,” tutur Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury.

Sementara, Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengungkap, Bio Farma memiliki nilai kuat dengan posisinya sebagai produsen farmasi dan penyedia layanan kesehatan. Hal ini akan memberi nilai tambah bagi startup biotech untuk melakukan go-to-market.

“Bio-Health Fund tidak membatasi fokus geografi investasinya, terbuka untuk produk dan solusi yang dapat berkontribusi dan memberikan nilai tambah bagi sektor penyedia kesehatan di Indonesia,” tambah Honesti.

Sebagai informasi, Bio Farma merupakan anak usaha BUMN Farmasi yang bergerak di bidang kesehatan secara end-to-end di antaranya R&D, manufaktur, distribusi, hingga retail apotek, klinik, dan lab klinik. Bio Farma menyebut sebagai satu-satunya produsen vaksin manusia di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara.

Sementara MDI Ventures merupakan perpanjangan tangan untuk investasi Telkom Group. Total portofolionya mencapai 64 di mana tiga di antaranya merupakan startup healthtech, yakni Alodokter, mClinica. dan Heals.

Transformasi berbagai sektor

Selain vaksin dan serum, Bio Farma akan menambah portofolio produk dengan berinovasi bersama startup untuk memproduksi kit diagnostik berupa mBio-Cov dan Biosaliva. “Ini menjadi bagian dari inovasi untuk produk life science dan healthtech sebagai ultimate goal kami membentuk ekosistem kesehatan nasional,” tambah Honesti.

Sementara itu, COO & Risk Management MDI Ventures Sandhy Widyasthan mengatakan biotech punya potensi untuk mentransformasi, tak hanya sektor kesehatan, tetapi juga pertanian dan manufaktur di Indonesia.

“Selama dua tahun terakhir, MDI telah berinvestasi di sektor kesehatan dan investasi biotech dengan saran dari Bio Farma. Kami melihat biotech dapat menjadi the next frontier di teknologi yang sudah matang untuk ekspansi lebih cepat,” ucapnya.

Biotech atau biotechnology didefinisikan sebagai proses pemanfaatan bagian dari makhluk hidup untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang bermanfaat bagi manusia. Bioteknologi dapat diterapkan dapat pembuatan pangan, pengolahan limbah, hingga menghasilkan bibit dan produksi tanaman.

Biotech di Indonesia

Mengutip Bisnis.com, Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani menilai startup biotech belum dapat tumbuh optimal di Indonesia karena sejumlah faktor, seperti aturan yang kompleks dan kurangnya kompetitor.

Rata-rata pemain biotech dipegang oleh perusahaan besar dan konglomerasi. Sementara startup-startup berbasis riset membutuhkan waktu lebih lama untuk go-to market karena kurangnya pendanaan dan tidak punya kepastian pendapatan.

Menurut Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang, potensi pertumbuhan startup biotech cukup besar selama diimbangi dengan dukungan pemerintah untuk membangun ekosistem yang dibutuhkan, termasuk kesiapan SDM.

“Startup bioteknologi adalah perusahaan yang membutuhkan SDM yang andal tidak hanya secara digital, tetapi juga secara multiteknologi, kedokteran, kimia, biologi, nanoteknologi, dan lainnya. Selama ini fokus di Indonesia masih lebih banyak pada talenta digital untuk kebutuhan jasa saja,” katanya.

Aplikasi Pencatatan Keuangan “Finku” Peroleh Dana Tahap Awal Lebih dari 40 Miliar Rupiah

Finku, startup pengembang aplikasi pencatatan keuangan pribadi, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $2,8 juta (lebih dari 40 miliar Rupiah) dari B Capital Group. Global Founders Capital dan Trihill Capital ikut terlibat sebagai co-lead investor. Adapun jajaran investor lainnya yang turut berpartisipasi adalah Golden Gate Ventures, Goodwater Capital, Alto Partners, serta pendiri startup BukuWarung dan Xendit.

Sebagai catatan, Global Founders merupakan investor awal (pre-seed) di Finku, bersama dengan 500 Startups pada Agustus 2021. Tidak disebutkan nominal yang diterima Finku dalam putaran tersebut.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar untuk inovasi produk yang lebih beragam dan memperluas tim untuk memberdayakan lebih banyak masyarakat Indonesia. Salah satu produk yang segera meluncur adalah kredit konsumer. Nantinya Finku akan menggabungkan sejumlah keunggulan kredit, meliputi suku bunga rendah, transparansi biaya, dengan seperangkat fitur keuangan pribadi yang dapat membantu mereka mengakses kredit secara bertanggung jawab.

Dalam keterangan resmi, disampaikan perusahaan akan memanfaatkan peluang meningkatnya jumlah pengguna e-wallet untuk mengakses pembayaran digital di Indonesia. Pasalnya, untuk membangun masyarakat yang lebih tangguh secara finansial dan inklusif, mereka harus memiliki akses, kemampuan, dan kemandirian untuk mengelola keuangan terlepas dari latar belakang pendapatan.

Principal B Capital Group Ayu Tanoesoedibjo mengatakan, pihaknya menilai Finku telah menghasilkan produk berkualitas tinggi yang secara digital mengubah ruang keuangan pribadi dengan aplikasi seluler yang berpusat pada pengguna, sangat intuitif, dan mudah digunakan masyarakat umum.

“Kemampuan Finku untuk menjangkau ratusan dan ribuan pengguna dalam beberapa bulan setelah peluncurannya adalah bukti adanya potensi pasar yang luas serta semangat, komitmen, dan ketekunan tim untuk mencapai visi perusahaan. Kami sangat antusias untuk mendukung usaha ini dan dan tidak sabar untuk melihat mereka mencapai lebih banyak tonggak sejarah di masa depan,” kata Ayu, Jumat (13/5).

Perkembangan Finku

Finku sendiri baru dirilis pada tahun lalu, dirintis oleh Reinaldo Tendean, Shyam Kalairajah, dan Shylla Estee. Aplikasi tersebut menawarkan akses keuangan dan keahlian manajemen keuangan yang lebih besar kepada pengguna, melalui aplikasi yang mengotomatiskan pelacakan pengeluaran dan perancangan anggaran pribadi, serta penyediaan saran keuangan yang dipersonalisasi sesuai kebiasaan belanja mereka.

Hal ini memungkinkan pengguna untuk melacak transaksi yang mereka lakukan melalui bank, e-wallet, dan akun investasi secara lebih mudah, lantaran Finku telah merampingkan proses manajemen keuangan harian milik mereka. Aplikasi ini juga secara otomatis dapat mengumpulkan dan menghitung berbagai data keuangan untuk menghasilkan gambaran secara real-time.

Fitur aplikasi Finku juga memungkinkan pengguna untuk membuat rencana keuangan yang dapat secara otomatis dibagi ke lebih dari 28 kategori. Aplikasi ini juga mengilustrasikan grafik dan laporan, tagihan, serta fitur manajemen langganan.

Produk kredit konsumer yang akan dirilis dalam waktu dekat, memungkinkan pengguna mengakses fasilitas kredit untuk kebutuhan sehari-hari. Akses kredit ini berfungsi untuk meningkatkan kapasitas serta kemampuan keuangan pengguna dalam kehidupan sehari-hari dalam batas tertentu yang tidak akan menimbulkan permasalahan pada keuangan mereka.

Saat ini Finku telah memiliki lebih dari 350 ribu pengguna aplikasi. Diklaim, pada tahun lalu tumbuh eksponensial berada di peringkat ke-7 untuk kategori aplikasi keuangan di Apple Store Indonesia. Finku juga merupakan bagian dari 15 startup yang terpilih untuk berpartisipasi dalam program akselerator Startup Studio Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Qoala Memperoleh Pendanaan Seri B Sebesar 948 Miliar Rupiah

Platform insurtech Qoala memperoleh pendanaan seri B sebesar $65 juta atau sekitar 948 miliar Rupiah. Pendanaan tersebut akan digunakan untuk memperkuat posisi dan jangkauan pasar Qoala di Asia Tenggara.

Disampaikan dalam keterangan resminya, pendanaan ini disuntik oleh sejumlah investor terdahulu antara lain Flourish Ventures, KB Investment, MassMutual Ventures, MDI Ventures, SeedPlus, dan Sequoia Capital India.  Beberapa investor baru juga ikut bergabung di antaranya BRI Ventures, Daiwa PI Partners, Indogen Capital, Mandiri Capital Indonesia, dan Salt Ventures.

Menurut catatan DailySocial.id, jika ditotal dengan pendanaan seri sebelumnya, kisaran investasi yang berhasil dibukukan telah mencapai $87 juta. Berpotensi membawa valuasi perusahaan di angka $300 juta.

Co-founder & COO Qoala Tommy Martin mengaku optimistis untuk menjaga pertumbuhan bisnisnya di tahun ini. Terlebih, ia menyebut telah mengantongi pertumbuhan bisnis di Thailand sebesar tiga kali lipat pasca-bergabung dengan FairDee pada Februari 2021. “Hal ini memberi kami keyakinan akan kemampuan ekspansi Qoala di Asia Tenggara,” tambahnya.

Qoala mencatat pertumbuhan 30 kali lipat sejak menerima pendanaan seri A pada April 2020. Dengan pencapaian ini, Qoala mengklaim sebagai perusahaan insurtech dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara.

Pertumbuhan ini didorong oleh berbagai jenis asuransi ritel yang ditawarkan, mulai dari produk mobil, sepeda, rumah, dan kesehatan. Selain itu, Qoala juga berkolaborasi dengan sejumlah platform digital, seperti Traveloka, Shopee, Kredivo, dan Investree untuk produk asuransi mikro. Saat ini, Qoala beroperasi di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Vietnam.

Sementara itu, CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro menambahkan bahwa Qoala punya peluang besar untuk berkembang secara B2B di berbagai sektor industri, mulai dari logistik, logistik, kesehatan, dan pariwisata. “Kami yakin pendanaan ini juga dapat memperkokoh posisi Qoala sebagai perusahaan insurtech terdepan di Asia Tenggara yang memiliki keselarasan inovasi dan sinergi dengan Mandiri Group,” tuturnya.

Ekspansi pasar

Lebih lanjut, Founder & CEO Qoala Harshet Lunani mengungkap akan memperluas jangkauan Qoala di seluruh Asia Tenggara. Ekspansi ini juga termasuk dengan pengembangan teknologi dan layanan untuk mengurangi kendala dalam mengakses produk asuransi.

Di samping itu, ia menilai ruang pertumbuhan asuransi masih sangat besar. Di Indonesia jauh dari penetrasi rata-rata global yang sebesar 6%. “Indonesia, Thailand, dan Malaysia termasuk dalam sepuluh besar pasar asuransi global dengan proyeksi pertumbuhan tercepat pada dekade berikutnya,” ucapnya.

Saat ini, total tenaga pemasar dan mitra bisnis yang terdaftar di Qoala mencapai 50.000 tenaga. Qoala juga telah bermitra dengan lebih dari 50 perusahaan asuransi. Tahun ini, mereka berencana menambah lebih dari 250 karyawan, serta berinvestasi pada pengembangan teknologi dan produk. Selain itu, perusahaan juga berencana memberikan kompensasi dalam bentuk saham untuk memperkuat kepemilikan karyawan di perusahaan.

Sebagai informasi, Qoala berdiri di 2018 dengan memosisikan diri sebagai platform insurtech untuk ritel. Qoala menawarkan dua produk, yakni Qoala Plus (keagenan) dan Qoala for Enterprise (B2B dan B2B2C).

Qoala meyakini dapat memecahkan masalah utama bagi pemasar asuransi dan konsumen melalui kecepatan penerbitan polis, penetapan harga instan, dan komisi instan kepada para tenaga pemasar asuransi. Inovasi ini juga dinilai dapat memungkinkan Qoala mengakuisisi konsumen dengan biaya lebih rendah dan mencapai unit ekonomi yang unggul.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi di Indonesia tercatat 3,18% yang mencakup asuransi jiwa (1,19%), asuransi umum (0,47%), asuransi sosial (1,45%), dan asuransi wajib (0,08%). Adapun angka densitas (biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk bayar premi) sebesar Rp1,82 juta.

Application Information Will Show Up Here