Ralali Konfirmasi Raih Pendanaan Seri D 155 Miliar Rupiah Dipimpin SBI Group dan Bee Accelerate [UPDATED]

Startup B2B marketplace Ralali mengonfirmasi perolehan pendanaan Seri D senilai $10,9 juta (lebih dari 155 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh SBI Group, investor sebelumnya yang memimpin putaran Seri B, dan Bee Accelerate. Kemudian diikuti oleh jajaran investor lainnya, seperti Beenos Asia, ICMG Partners, dan Arbor Venture.

Dengan penambahan dana tersebut, sejak Ralali dirintis hingga kini berhasil mengumpulkan perolehan dana lebih dari $33,4 juta (lebih dari 476 miliar Rupiah). Putaran seri C diumumkan oleh perusahaan pada Juli 2019 sebesar $13 juta. Investor yang memimpin dalam putaran tersebut adalah Arbor Ventures, TNB Aura, dan founder ZIGExN Co., Ltd., Jo Hirao.

Kepada DailySocial.id, Founder dan CEO Ralali Joseph memberikan konfirmasi atas kabar tersebut. “[Pendanaan] ini sudah dari beberapa bulan lalu,” ucapnya.

Perkembangan sembilan tahun Ralali

Ralali mengawali bisnisnya sebagai B2B marketplace sejak 2013 dan kini menggurita ke berbagai lini di luar marketplace menjelma menjadi sebuah grup. Ralali Group bertujuan menjadi one stop solution bagi pelaku bisnis. Selain itu mereka berfokus untuk memenuhi kebutuhan usaha para pelaku bisnis, sehingga semua kanal berfokus pada user supplier dan pelaku bisnis.

Seiring dengan permintaan pasar dan peluang usaha yang terus berkembang, Ralali Group mengembangkan solusi usaha untuk membantu pelaku bisnis membangun reputasi serta mengembangkan jaringan di era digital. Platform marketplace yang dimiliki kini sudah dilengkapi dengan berbagai solusi bisnis, mulai dari finansial (paylater), logistik, dukungan UMKM, dan enabler, hasil kerja sama dengan para mitra.

Salah satunya Ralali Connect, yaitu berupa platform yang ditujukan kepada para pelaku UMKM untuk dapat memiliki digital storefront serta terhubung dengan berbagai komunitas yang memiliki minat usaha sesuai dengan pengguna. Kemudian, Ralali Agent sebagai on-demand business platform menjadi solusi untuk mencari penghasilan tambahan bagi masyarakat sehingga membantu bisnis tumbuh dengan memberikan kolaborasi antara teknologi digital dan tenaga kerja dalam melakukan proses O2O (offline-to-online).

Berikutnya, Ralali Solution Center sebagai wadah bagi para pelaku usaha yang masih berjualan secara offline dapat bergabung menjadi seller Ralali.com, sehingga dapat memasarkan produknya secara online. Ralali Solution Center menjembatani antara seller dengan korporasi atau klien dari Ralali.com. Klien ataupun pembeli dapat membuat permintaan barang melalui RFQ (Request For Quotation), salah satu fitur unggulan dari Ralali.com.

Inovasi yang baru dirilis berikutnya adalah Ralali Business Collection untuk membuka kesempatan bagi masyarakat yang sedang berencana memulai bisnis dengan tawaran paket usaha dan harga grosir terbaik. Peluang ini terbuka untuk bisnis kopi, sembako, minuman kekinian, dan otomotif.

Di luar itu, perusahaan merambah segmen kesehatan dengan memproduksi masker Primero dan menghadirkan Neoclinic, klinik berbasis teknologi. Klinik tersebut menyediakan layanan swab antigen, rapid test, drive thru, hingga home service, juga merilis produk vitamin. Juga, masuk ke industri pengolahan porang (konyaku) Indonesia dengan perkenalkan FITMEE, mie instan sehat berkalori rendah. FITMEE diakuisisi oleh Ralali dari The Fit Company dan diumumkan dalam situs perusahaan.

Dalam data terakhir, diklaim Ralali.com telah memiliki lebih dari 1,3 juta pengguna terdaftar, lebih dari 20.000 vendor, 360 ribu produk, dan lebih dari 6 juta kunjungan setiap bulannya dari seluruh Indonesia.

*) Kami menambahkan konfirmasi langsung dari manajemen Ralali terkait pendanaan Seri D

Lummo Umumkan Keterlibatan VC Jeff Bezos dalam Putaran Pendanaan Seri C

Setelah sebelumnya telah mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $80 juta (lebih dari 1,1 triliun Rupiah), startup penyedia solusi layanan perangkat lunak penghubung bisnis Lummo mengumumkan keikutsertaan Jeff Bezos dalam putaran pendanaan yang sama.

Jeff Bezos melalui kantor pengelolaan aset pribadinya, Bezos Expedition, mengikuti putaran investasi yang dipimpin oleh Tiger Global dan Sequoia Capital India tersebut. Keikutsertaan Bezos dalam seri pendanaan ini bertujuan memperkuat ambisi Lummo untuk mempercepat pertumbuhan bisnis pengusaha dan pemilik brand di Indonesia dan seluruh Asia Tenggara.

Ini menjadi investasi kedua Bezos Expedition di startup Indonesia, setelah sebelumnya masuk ke putaran pendanaan Ula.

“Investasi ini semakin memperkuat upaya Lummo untuk mengembangkan solusi D2C demi memberikan nilai tambah yang lebih besar kepada para pemilik usaha di Indonesia, mempercepat pertumbuhan bisnis mereka, serta memaksimalkan efisiensi operasional dengan memanfaatkan solusi SaaS Lummo,” kata CEO Lummo Krishnan Menon.

Kepada DailySocial.id, COO Lummo Lorenzo Peracchione menuturkan dana segar tersebut akan difokuskan untuk memperluas penawaran produk agar dapat melayani lebih banyak pengusaha UMKM dan brand. Dengan masuknya Jeff Bezos sebagai bagian dari investor mereka, diharapkan bisa memberikan manfaat lebih kepada Lummo, dilihat dari prestasi Jeff Bezos sebelumnya membangun Amazon menjadi layanan e-commerce unggulan global.

“Kita senang dengan kehadiran Jeff Bezos dalam tim dan menjadi kebanggaan bagi kami mendapatkan sosok yang piawai dalam digital e-commerce. Investasi ini juga menjadi validasi atas pekerjaan yang telah kami lakukan. Yang menjadi penting adalah investasi ini menjadi signal yang kuat akan kepercayaan investor secara global, dan juga merubah persepsi investor asing tentang potensi dan pertumbuhan indonesia saat ini,” kata Lorenzo.

Mengedepankan konsep D2C

Pendekatan D2C yang diklaim sebagai keunggulan kompetitif Lummo telah memberikan dampak berkelanjutan bagi pengembangan bisnis mereka. Selain itu, solusi D2C juga membuka lebih banyak potensi bisnis bagi usaha kecil dan menengah di tengah persaingan bisnis online yang menantang. Berbekal pengalaman mendalam tentang market di Indonesia, Lummo optimis dapat menciptakan solusi teknologi yang mampu memecahkan tantangan bisnis yang dihadapi para pengusaha.

Awal tahun 2020 lalu Lummo yang sebelumnya bernama BukuKas telah melakukan rebranding TOKKO yang berada di bawah BukuKas, juga ikut di-rebranding menjadi LummoSHOP.

Secara khusus LummoSHOP, membantu para pelaku usaha dan pemilik brand yang ingin meningkatkan pertumbuhan bisnis mereka secara optimal dengan membantu mereka membangun relasi dan menjual langsung ke pelanggan (D2C), demi memaksimalkan efisiensi operasional di berbagai saluran dan membangun merek mereka sendiri secara online.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Platform Manajemen Sampah “Jangjo” Memperoleh Pendanaan Tahap Awal dari Darmawan Capital

Platform manajemen sampah Jangjo mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal (seed) dari Darmawan Capital dengan nominal yang dirahasiakan. Melalui investasi ini, Jangjo ingin memodernidasi proses pengelolaan sampah dengan mendorong kolaborasi stakeholder melalui teknologi sehingga memberikan keuntungan secara ekonomi maupun dampak ke lingkungan.

Sebagai informasi, Jangjo dipimpin oleh Joe Hansen (Co-founder dan Commisioner), Nyoman Kwanhok (Co-founder dan CEO), Eki Setijadi (COO), dan  Hendra Yubianto (CMO).

Sementara, Darmawan Capital merupakan perusahaan investasi yang berfokus untuk menciptakan sustainable growth di ekosistem digital Indonesia. Beberapa portofolionya antara lain Indodax, Lyfe, DokterSehat, Udana, Kredibel, Nobi, Farmaku, dan Tokenomy.

“Investasi di Jangjo membuktikan bahwa pengelolaan sampah mulai menarik bagi investor, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi,” tambah Co-founder & Commisioner Jangjo Joe Hansen dalam keterangan resminya

Lebih lanjut, Co-founder & CEO Jangjo Nyoman Kwanhok mengungkap permasalahan utama pada pengelolaan sampah di Indonesia adalah tidak terintegrasinya stakeholder di ekosistem ini. Maka itu, Jangjo ingin menciptakan solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan dengan konsep sirkular ekonomi demi menghubungkan para stakeholder.

Stakeholder yang dimaksud melingkup penghasil sampah (masyarakat), pengangkut sampah (operator), tempat singgah sampah sementara (hub), dan pengelolaan sampah (industri). “Kami menargetkan dapat meningkatkan proses daur ulang hingga 20 kali lipat, dan menciptakan ekosistem sirkular ekonomi lewat platform Jangjo,” tutur Nyoman.

Untuk mengatasi masalah di atas, ujarnya, Jangjo mengembangkan solusi utama, yakni edukasi pemilahan dan pengangkutan sampah terpilah untuk wilayah Jakarta. Warga yang teredukasi memilah sampah dapat menggunakan jasa penjemputan sampah untuk didaur ulang oleh industri

Edukasi pemilahan sampah dilakukan secara door-to-door untuk kawasan residensial. Kemudian, Jangjo Rangers akan melakukan pencatatan data sampah pilah lewat aplikasi.

Saat ini, Jangjo menyalurkan 55 macam produk untuk didaur ulang, termasuk sterofoam, kaca beling, dan minyak jelantah. Dari setiap proses pengambilan sampah terpilah ini, warga akan mendapatkan berbagai reward, seperti saldo e-wallet atau minyak goreng.

Tantangan pengelolaan sampah

Dalam pemberitaan sebelumnya dengan DailySocial.id, perwakilan Waste4Change Bijaksana Junerosano menyoroti tantangan dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Salah satunya adalah ongkos pengelolaan sampah terlalu murah dibandingkan tanggung jawab yang harus diemban. Apabila ada kenaikan biaya, hal ini akan menuai protes dari warga.

Pria yang karib disapa Sano ini mengungkap, jika ingin mendorong ekosistem pengelolaan sampah, aspek pembiayaan harus lebih baik sehingga tidak melulu bergantung pada anggaran pemerintah yang terbatas.

Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mencatat sebanyak 337,33% sampah di Ibu Kota berasal dari rumah tangga di 2020. Sumber sampah terbanyak lainnya berasal dari pasar (16,35%), kawasan (16%), perniagaan (7,29%), fasilitas publik (5,25%), dan perkantoran (3,22%). Survei Waste4Change menambahkan bahwa pandemi Covid-19 di 2020 memicu peningkatan jumlah sampah di kategori rumah tangga.

Di tengah-tengah tantangan tersebut, para pelaku startup mulai mengambil inisiatif dan tertarik untuk meningkatkan dampak lingkungan melalui teknologi. Selain Jangjo yang fokusnya mendaur ulang dari sampah pilah, ada juga WLabku yang mendaur ulang limbah tebu sebagai pakan ternah (bagasse). Wlabku juga didukung oleh Gayo Capital.

Kemudian, Duitin mengembangkan layanan digital yang memfasilitasi daur ulang dan memungkinkan masyarakat dapat meminta pengambilan sampah di rumahnya dan mendapatkan reward. Duitin merupakan startup lulusan program akselerator Google pertama di Indonesia.

Akulaku Peroleh Investasi Strategis 1,4 Triliun Rupiah dari Siam Commercial Bank

Akulaku mengumumkan perolehan investasi strategis senilai $100 juta atau lebih dari Rp1,4 triliun dari Siam Commercial Bank (SCB), bank umum terkemuka di Thailand. Kesepakatan ini mengikuti keberhasilan pendanaan yang diterima Akulaku sebesar $125 juta pada tahun lalu dipimpin oleh investor Akulaku sebelumnya Silverhorn Group, yang sekaligus menjadi mitra pembiayaan (financing partner) sejak 2018.

Anak usaha Akulaku, yakni Bank Neo Commerce (BNC), juga menyelesaikan penawaran umum hak publik di Bursa Efek Indonesia dengan nilai sekitar $175 juta (lebih dari Rp2,5 triliun) pada kuartal IV 2021. Dikabarkan, pendanaan yang diterima Akulaku ini merupakan penutupan penggalangan dana pra-IPO melalui jalur SPAC. Menurut pemberitaan di DealStreetAsia, Akulaku akan melantai di bursa pada 2022.

Dalam keterangan resmi, CEO Akulaku William Li menyampaikan, dana segar memungkinkan perusahaan untuk melanjutkan visinya memperluas jangkauan geografis produk dan layanannya ke seluruh Asia Tenggara dan terus berinovasi. “Kami mendirikan Akulaku untuk memenuhi kebutuhan keuangan sehari-hari dari pelanggan yang kurang terlayani di pasar negara berkembang,” ucap Li, Selasa (15/2).

Presiden Siam Commercial Bank Dr. Arak Sutivong mengatakan, langkah investasi yang diambil SCB ini menandai komitmen berkelanjutan dan keyakinan kuatnya terhadap prospek jangka panjang Indonesia sebagai salah satu ekonomi digital dengan pertumbuhan tercepat di kawasan ini. Ia melihat Akulaku memiliki posisi pasar yang dominan dan memiliki posisi yang baik dengan teknologi inovatif dan penawaran produk unggulannya.

“Kami sangat antusias dengan investasi di perusahaan ini dan berharap dapat memanfaatkan keahlian mendalam kami di sektor jasa keuangan Thailand untuk mendukung ekspansinya. Investasi di Akulaku cocok dalam tesis regional kami untuk melayani pasar yang kurang terlayani menggunakan inovasi digital. Kami berharap dapat bermitra dengan Akulaku seiring dengan pertumbuhan perusahaan,” kata Sutivong.

Telah menyalurkan kredit ke 6 juta nasabah

Didirikan pada tahun 2016, Akulaku telah berkembang menjadi platform Buy Now Pay Later (BNPL) dan pembiayaan konsumen di Indonesia, mengklaim telah menyalurkan kredit lebih dari $2,2 miliar pada 2021 ke lebih dari 6 juta pengguna. Cakupan layanan Akulaku tidak hanya Indonesia, tapi juga Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Berangkat dari kesuksesan itu, BNC meluncurkan layanan mobile digital banking pada Maret 2021, dan kini menjadi bank digital dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia dengan lebih dari 13 juta pengguna saat ini. Perusahaan juga memiliki grup anak usaha keuangan lain yang bergerak di lending, yakni Asetku yang beroperasi di Indonesia, dan layanan BNPL sejenis yang hadir di Eropa bernama Wisecart.

Dengan lebih dari 80% konsumen yang sekarang berpartisipasi dalam e-commerce, pasar ritel digital Asia Tenggara tumbuh secara eksponensial. Layanan kredit digital Akulaku siap untuk lebih dipercepat transformasi digital ritel di Asia Tenggara, menyediakan pasar baru akses konsumen ke layanan perbankan yang fleksibel.

Akulaku sendiri disebut-sebut sudah mencapai status unicorn sejak 2019 dengan valuasi lebih dari $1,1 miliar, menurut laporan yang disusun Credit Suisse bertajuk “ASEAN Unicorn, Scaling the New Height”. Perusahaan sendiri belum menyampaikan statusnya tersebut hingga kini ke publik.

BNPL melesat semenjak pandemi

Laporan khusus mengenai ekosistem paylater di Indonesia yang dirilis DSInnovate yang mengemukakan, paylater menjadi layanan favorit peringkat kedua pada tahun 2020 (72,5%) atau sedikit di bawah platform dompet digital yang memiliki rekognisi sebesar 82,2%.

Di sisi lain, tren positif e-commerce yang kian terakselerasi oleh pandemi turut menjadi pemicu tingginya adaptasi produk paylater di masyarakat. Bukan tanpa alasan, riset yang dirilis oleh ResearchAndMarkets di penghujung 2020 kemarin menyatakan, prediksi pertumbuhan Gross Merchandise Value (GMV) yang bakal mencapai angka US$8,5 miliar di 2028 diperkirakan bakal turut mendongkrak fasilitas paylater sebesar kira-kira 76,7% setiap tahunnya.

Pun dengan halnya riset terbaru yang dirilis oleh Kredivo dan Katadata Insight Center berjudul “Consumer Behavior of E-Commerce Indonesia 2021”, juga menunjukkan peningkatan pengguna paylater, yakni terdapat 55% pengguna baru yang menggunakan fitur paylater Kredivo.

Tingginya penggunaan paylater juga memberikan dampak positif dari sisi supply, di mana fitur tersebut mampu membantu merchant dalam peningkatan AoV (average order value), meningkatkan penjualan dengan menawarkan kredit tanpa kartu kredit, dan juga meningkatkan konversi penjualan dengan mengurangi friksi selama proses belanja.

Sementara paylater sendiri memiliki dua klasifikasi, yaitu: paylater yang dimiliki oleh startup digital (e-commerce, OTA, ride-hailing service, dan lainnya) dan yang kedua adalah layanan paylater yang dimiliki oleh startup fintech. Di Indonesia sudah banyak perusahaan fintech yang menyediakan layanan paylater, implementasinya tidak terbatas, paylater besutan fintech umumnya menjadi platform kredit “online” yang dapat digunakan di mana saja, mulai dari e-commerce, hingga gerai ritel.

 

Startup Agritech Semaai Terima Investasi Tahap Awal dari Surge dan Beenext

Startup agritech Semaai mengumumkan pendanaan putaran awal sebesar $1,25 juta atau sekitar 18 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Surge, program percepatan dari Sequoia Capital India; dan Beenext. Sejumlah angel investor, seperti Nipun Mehra (Ula), Harshet Lunani (Qoala), dan Prashant Pawar (Houlihan Lokey), turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Dana akan dimanfaatkan untuk perluas jaringan pengiriman, dimulai dari toko tani (pengecer pertanian) yang pada akhirnya menjangkau petani kecil di pedesaan. Juga, menambah tim engineer dan produk yang akan ditempatkan di India hingga tiga kali lipat sampai akhir tahun ini.

Startup ini didirikan pada April 2021 oleh Muhammad Yoga Anindito, Abhishek Gupta, dan Gaurav Batra. Masing-masing memiliki latar belakang yang kuat di bidang agrikultur dan rantai pasok. Yoga sebelumnya memimpin perusahaan distributor input pertaniannya sendiri, kemudian Hasana memiliki pengetahuan yang mendalam tentang rantai pasok pertanian. Sementara, Abhishek telah berpengalaman bekerja dengan pemerintah untuk memimpin berbagai proyek rural dalam bidang agrobisnis, fintech, dan kebijakan.

Semaai berambisi ingin memberikan kesempatan kepada jutaan petani dan UMKM pedesaan dalam menciptakan mata pencaharian berkelanjutan dan akses ke pembiayaan, layanan, dan pasar baru yang lebih baik. Melalui jaringan pusat pemberian layanan yang berkembang, Semaai menyediakan rangkaian lengkap layanan pertanian, seperti konsultasi khusus, alat produktivitas serta input pertanian seperti benih dan produk pupuk.

Pertanian di Indonesia adalah sebuah industri dengan nilai S$100 miliar yang terdiri dari 13,5% dari PDB negara, dan didukung oleh lebih dari 40 juta petani dan usaha kecil di daerah pedesaan – hampir sepertiga (29%) dari angkatan kerja di Indonesia. Sebagian besar tenaga kerja pertanian terdiri dari petani kecil, petani skala kecil, dan UMKM pedesaan seperti toko tani, yang merupakan pengecer pertanian kecil yang memasok sarana produksi (saprodi) dan alat-alat pertanian (alsintan) kepada petani kecil.

Meskipun kontribusi mereka pada perekonomian di Indonesia sangat besar, para petani dan UMKM pedesaan ini menghadapi tantangan besar untuk dapat mempertahankan mata pencaharian mereka. Padahal, permintaan kelas menengah akan produk makanan yang beragam semakin meningkat. Namun, mereka belum bisa memanfaatkan momen ini karena rantai pasok pertanian yang sangat terfragmentasi dan kompleks di Indonesia, yang akhirnya menyebabkan penetapan harga yang tidak jelas, kurangnya akses ke saprodi dan alsintan yang terjangkau, dan kesenjangan besar dalam supply dan demand.

Semaai bertujuan untuk mengatasi masalah sistemik tersebut dengan menawarkan rangkaian layanan yang komprehensif untuk komunitas pertanian pedesaan. Startup ini mengombinasikan konsultasi khusus melalui tim ahli agronomi, akses ke teknologi modern serta saprodi dan alsintan dengan harga terjangkau seperti benih, pestisida dan pupuk.

Co-founder Semaai Muhammad Yoga Anindito menuturkan, digitalisasi UMKM di sektor hulu pertanian berpotensi menjadi game-changer bagi agroekosistem Indonesia. Pihaknya percaya dalam memanfaatkan teknologi untuk mengubah pola pikir dan cara petani dan pelaku UMKM dalam menjalankan kegiatan mereka, dan melengkapi mereka dengan alat dan keterampilan yang diperlukan untuk memaksimalkan keuntungan mereka.

“Kami yakin bahwa bersama dengan tim kami yang berpengalaman dan pendekatan online ke offline yang unik, kami dapat tumbuh secara eksponensial untuk memberikan dampak yang berarti bagi lebih banyak petani. Dana dari penggalangan ini akan kami gunakan untuk memperkuat tim kami, memperdalam sistem distribusi kami dan ekspansi ke seluruh Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (15/2).

Dengan solusinya tersebut, diklaim sejak lima bulan peluncuran, Semaai berhasil meningkatkan GMV dari produk yang dijual ke toko pertanian dan koperasi sebesar 10 kali lipat. Angka tersebut akan ditingkatkan seiring ambisi perusahaan yang ingin menjangkau dan memberikan manfaat kepada 100 ribu petani kecil dan UMKM pedesaan di tahun depan.

Tantangan rantai pasok di industri pertanian

Solusi yang ditawarkan Semaai bukanlah barang baru, sebelumnya sudah ramai startup yang masuk menawarkan solusi efisiensi di rantai pasok pertanian. Dalam publikasi bertajuk “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise menyoroti empat pain points utama dalam rantai pasok pertanian. Yakni, keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.

Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di tahun 2030 mendatang. Kontribusi dari negara Asia Pasifik ditaksir menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.

Kendati pemain agritech sudah banyak bermunculan – termasuk beberapa yang sudah jadi soonicorn seperti Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery—tim Arise masih melihat ada beberapa celah yang masih belum terisi oleh inovasi digital -sekaligus peluang investasi yang masih terbuka- salah satunya terkait B2B marketplace yang memenuhi kebutuhan petani. Selanjutnya, Arise akan melirik layanan manajemen dan IoT yang bisa membantu petani melakukan tata kelola lahan garapannya.

Di kancah global, beberapa startup agritech berhasil membukukan traksi luar biasa, termasuk kaitannya dengan investasi yang dibukukan. Belum lama ini DeHaat, sebuah startup asal India yang memiliki model bisnis serupa dengan Agriaku, baru saja mengumpulkan dana seri D senilai $115 juta dari Lightrock, Sequoia Capital India, dan Temasek Holdings, dan lain-lain.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise

Andalin Umumkan Pendanaan Lanjutan Senilai 57 Miliar Rupiah

Andalin mengumumkan perolehan pendanaan tambahan senilai $4 juta atau setara 57,2 miliar Rupiah dipimpin Intudo Ventures. Sejumlah investor turut terlibat termasuk Cardig Group, Beenext, dan investor strategis lainnya.

Pendanaan ini melanjutkan perolehan seri A yang didapat perusahaan pada Maret 2021 lalu, kala itu BRI Ventures turut terlibat. Sementara Beenext sebelumnya memimpin pendanaan awal Andalin pada tahun 2020 lalu.

Dana segar akan difokuskan untuk meningkatkan kehadiran produk Andalin di pasar lokasl, termasuk memperkuat posisinya di Indonesia timur. Tim juga akan diperkuat, dari berjumlah 100 ditargetkan menjadi 200. Selain itu sejumlah inovasi produk baru akan segera digulirkan, seperti pembiayaan, platform perdagangan untuk produsen dan distributor, dll.

Fokus di solusi manajemen ekspor-impor

Didirikan sejak Oktober 2016, fokus Andalin adalah menyediakan layanan digital yang mempermudah manajemen pengiriman barang lintas negara (cross border). Termasuk memiliki model B2B untuk membantu perusahaan pengiriman di Indonesia menemukan angkutan kargo yang terjangkau — menggunakan pesawat (Air Cargo & Air Courier) atau kapal laut (Full Container Load & Low Container Load).

Memalui platform Andalin, pelanggan bisa melakukan komunikasi, pelacakan, penjadwalan pengiriman atas barang ke berbagai tujuan global. Juga melakukan pemantauan real time dengan aplikasi Andalin Go yang diluncurkan tahun lalu. Dengan efisiensi proses rantai pasok, diharapkan membantu pelanggan mengurangi biaya pengiriman, menyederhanakan administrasi, dan melakukan pengiriman tepat waktu.

“Kami memulai Andalin dengan visi menyederhanakan perdagangan internasional Indonesia dengan mengintegrasikan berbagai layanannya yang sangat terfragmentasi mulai dari logistik, keuangan, dan layanan perdagangan lainnya ke dalam satu platform. Nilai ekspor-impor Indonesia tumbuh dari sekitar $300 miliar pada 2020 menjadi $430 miliar pada 2021, pertumbuhan yang luar biasa terutama di masa pandemi,” kata Co-Fonder & CEO Andalin Rifki Pratomo.

Teknologi Andalin mencoba memecahkan isu tersebut dengan kehadiran di 200 port global dan 200 mitra layanan di seluruh dunia. Dari Februari 2021 hingga Desember 2021, pendapatan bulanan Andalin mengalami pertumbuhan 690%, ditambah dengan peningkatan 10,6x dalam jumlah total kontainer yang dikirim.

Selain Rifki, Andalin turut didirikan oleh Ivhan Famly Gunawan (CTO) dan Saut Tambunan (COO).

“Indonesia berada di persimpangan rute perdagangan global dan sekarang menempati posisi yang semakin menonjol dalam rantai pasokan dengan banyaknya merek global yang memanfaatkan basis konsumen negara berkembang dan sumber daya alam yang kaya. Dibangun dari rangkaian layanan pengiriman barang digital mutakhir, Andalin membawa Indonesia ke dunia dan dunia ke Indonesia, menyederhanakan proses ekspor-impor dari awal hingga akhir,” sambut  Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Perkembangan startup logistik

Untuk solusi logistik ekspor-impor, startup yang hadir di pasar memang masih bisa dihitung dengan jari. Selain Andalin, platform yang menyuguhkan solusi serupa di antaranya Tera Logistic, Allsome, dan Janio.

Sementara itu, isu logistik di dalam negeri sendiri (untuk pengiriman domestik) juga masih menyisakan banyak tantangan – apalagi di tengah kebutuhan yang meningkat pesat akibat e-commerce. Sehingga kebanyakan pemain masih fokus untuk menyelesaikan isu-isu tersebut, mulai dari supply chain, manajemen kendaraan, hingga tata kelola logistiknya.

Inovasi logistik turut mendapatkan dukungan baik dari para investor. Hingga tahun 2021, DailySocial.id mencatat sejumlah startup yang telah mendapatkan dukungan baik dari pemodal, di antaranya:

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Seed Funding, Series A 2020, 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A Series B 2020 2021
J&T Express Venture Round 2021
Kargo Technologies Seed Funding Series A 2019 2020
Logisly Series A 2020
McEasy Seed Funding 2021
Pakde Seed Funding 2018
RaRa Delivery Seed Funding 2021
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding Series A Series B 2019 2020 2021
SiCepat Series B 2021
TransTrack Seed Funding 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding Pre-Series A Series A Series A+ Series B 2018 2018 2019 2020 2020
Webtrace Seed Funding 2020
Application Information Will Show Up Here

Berrybenka Kini Jadi Grow Commerce, Umumkan Pendanaan Awal 100 Miliar Rupiah

Berrybenka mengumumkan perubahan nama (rebranding) menjadi “Grow Commerce” yang berkonsep rollup e-commerce dari sebelumnya perusahaan e-commerce. Pada saat yang bersamaan, perusahaan yang dipimpin oleh Jason Lamuda ini juga mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $7 juta (lebih dari Rp100 miliar) yang dipimpin oleh AC Ventures, dan diikuti oleh East Ventures dan IRONGREY.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk mendorong rangkaian akuisisi lebih banyak merek dan menciptakan teknologi yang lebih mutakhir untuk mendukung aspek operasional guna mempercepat pertumbuhan mereka.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Grow Commerce Jason Lamuda menuturkan Grow Commerce mengambil posisi sebagai House of Brands dengan pengalaman operasional yang kuat dalam membangun dan mendukung pertumbuhan merek lokal. Salah satu contoh keberhasilan ini dapat dilihat dari aspek distribusi penjualan. Ia dan tim telah mengembangkan platform online sendiri, membangun jaringan toko offline, berekspansi dan berjualan di berbagai pasar online.

“Dalam perjalanan tersebut, kami memahami terdapat banyak titik sulit (pain points) dan kebutuhan menyeluruh yang harus dipenuhi dari sisi pemilik brand. Grow Commerce hadir untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut. Kami berharap, kami dapat bermitra dengan lebih banyak merek lokal dan para pengusaha di kawasan ini,” ucap Jason, Selasa (15/2).

Founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, dengan pengalaman lebih dari 10 tahun di bidang e-commerce, Jason dan tim berada dalam posisi yang tepat untuk memasuki fase berikutnya guna membangun Grow Commerce sebagai agregator merek e-commerce terkemuka.

“Dengan putaran pendanaan saat ini, Grow Commerce telah membuat rencana yang kuat untuk mengakuisisi merek yang berkembang pesat, meningkatkan penjualan lini depan, dan memperluas rantai pasokan yang lebih luas. Grow Commerce berada di posisi yang tepat untuk menjalankan rencana ini guna mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang, dan AC Ventures akan menjadi bagian dari perjalanan ini,” kata Li.

Telah miliki 4 portofolio merek

Sebagai rollup e-commerce yang menggunakan model bisnis Thrasio-style, Grow Commerce bekerja dengan cara mengakuisisi merek-merek berbasis digital yang tumbuh cepat. Regional ini dianggap sebagai area yang tepat untuk mengoperasikan model bisnis tersebut, lantaran sebagian besar penduduknya merupakan pengguna internet berbasis mobile. Dengan demikian, terdapat campuran antara DTC dan saluran distribusi penjualan online, dan relevansi berkelanjutan dari ritel offline.

Saat ini, Grow Commerce memiliki empat portofolio yang diklaim memiliki pendapatan tahunan sebesar $20 juta secara gabungan. Merek tersebut adalah Berrybenka, Aleza, Kottonville, dan BBS. Keseluruhannya merupakan merek fesyen.

Setelah memimpin dan mengembangkan Berrybenka, merek fesyen berbasis digital pertama, Jason dan tim sangat memahami tantangan dan aspirasi pemilik merek lokal dan apa yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis semacam itu secara eksponensial. Dengan keahlian tersebut, Grow Commerce memanfaatkan data analitik dan teknologi eksklusif dalam memilih kategori dan merek potensial untuk diakuisisi.

Mereka menawarkan solusi yang fleksibel dan transparan bagi para pemilik merek untuk bergabung dengan Grow Commerce dan mengembangkan bisnis bersama. Setelah menjadi bagian dari perusahaan, portofolio akan dibekali dengan berbagai strategi pertumbuhan omnichannel canggih dan teruji, seperti Berrybenka dan Aleza yang telah memberikan pertumbuhan penjualan QoQ lebih dari dua kali lipat hingga tiga kali lipat.

Sebagai ahli marketplace, tim Grow Commerce terus mencermati operasi rantai pasokan merek dan pengalaman pelanggan untuk memastikan agar pertumbuhan penjualan mereka dapat berkembang pesat, dan mencegah penurunan tingkat kepercayaan pelanggan. Grow Commerce telah meningkatkan jumlah tim mereka sebanyak lebih dari 150 orang, dan optimistis dapat tumbuh secara signifikan selama enam bulan ke depan, seiring dengan pertumbuhan pendapatan mereka.

Tren rollup e-commerce

Grow Commerce meramaikan pasar rollup e-commerce di Indonesia yang sebelumnya telah diisi oleh Hypefast, OpenLabs, Una Brands, dan Tjufoo. Merebaknya konsep Thrasio-style ini didukung oleh semakin matangnya ekosistem e-commerce. Mereka bertindak sebagai agregator merek era baru, mengakuisisi perusahaan D2C yang menjanjikan untuk memastikan keunggulan operasional dan pertumbuhan yang cepat, sehingga menciptakan nilai bagi investor.

Menariknya, masing-masing dari startup yang hadir di sini didirikan oleh mantan para petinggi di perusahaan e-commerce. Hypefast didirikan oleh Achmad Alkatiri yang sebelumnya bekerja untuk Lazada Indonesia, OpenLabs oleh Jeffrey Yuwono yang merupakan salah satu pendiri dari Sorabel.

Startup Total perolehan dana Investor
Hypefast $22 juta (debt dan ekuitas) Monk’s Hill Ventures, Jungle Ventures, Strive, Arkblu Capital, dan Amand Ventures
OpenLabs $100 juta Undisclosed
Una Brands $55 juta (debt dan ekuitas) Alpha JWC Ventures, White Star Capital, Global Founders Capital, 500 Startups, dll.
Tjufoo $125 juta Undisclosed
Grow Commerce $7 juta AC Ventures, East Ventures, IRONGREY

Diprediksi merek lokal D2C akan tetap menjadi segmen yang menarik dalam perkembangan industri e-commerce, terlebih penetrasinya terus menunjukkan tren meningkat di Indonesia. Mengacu pada laporan e-Conomy 2021, e-commerce tetap akan menjadi pendorong terbesar ekonomi digital di negara ini. Sektor ini diprediksi akan tumbuh dari $35 miliar pada 2020 menjadi $53 miliar pada 2021. CAGR sektor ini diproyeksikan naik 18% menjadi $104 miliar hingga 2025.

Blibli dan Tiket.com Resmi Integrasikan Akun, Upaya Memperkuat Ekosistem dan Loyalitas

Platform Blibli dan Tiket.com resmi mengumumkan integrasi akun pengguna di kedua platformnya. Langkah ini diklaim sebagai sinergi pertama antara platform e-commerce dan Online Travel Agent (OTA) di Indonesia.  Tiket.com sendiri telah diakuisisi Blibli sejak Juni 2017 lalu.

Disampaikan pada konferensi pers virtual, Co-founder & Chief Marketing officer Ticket.com Gaery Undarsa mengatakan bahwa ini menjadi langkah awal untuk memperkuat ekosistem digital di platform masing-masing secara seamless dan integrated.

“Kami melihat kebutuhan masyarakat semakin banyak, mereka ingin serba praktis dan cepat. Kami ingin menjadi the most customer-centric OTA. Dengan sinergi ini, pengguna bisa mendapatkan pengalaman dan manfaat maksimal,” ungkap Gaery.

Chief Marketing Officer Blibli Edward Kilian Suwignyo menambahkan, sinergi ini menggabungkan kelebihan yang dimiliki platform masing-masing ke dalam satu akun tunggal pengguna. Dengan begitu, pengguna dapat menikmati manfaat secara efisien. “Integrasi akun pengguna merupakan langkah awal dari sinergi berkesinambungan yang akan dilakukan kedua platform ke depan,” tuturnya.

Untuk dapat menikmati pengalaman bertransaksi terintegrasipengguna harus menghubungkan atau mencocokkan akun Blibli dan Tiket.com terlebih dulu. Setelah tervalidasi, pengguna dapat bertransaksi apapun di satu akun yang sama  untuk memenuhi kebutuhan harian, perjalanan, rekreasi, fashion, hingga elektronik.

Beberapa reward yang dapat dinikmati di antaranya, voucher gratis ongkir, dedicated customer care line, hingga early access berbagai program promosi. Sinergi ini juga mempermudah pengguna untuk berkontribusi ke satu loyalty level untuk menaikkan level secara otomatis, mengikuti level tertinggi pada keanggotaan Blibli Loyalty dan Elite Rewards di Tiket.com.

Kolaborasi lintas vertikal

Dalam konteks kolaborasi strategis, sinergi antar-platform/startup bukanlah sesuatu yang baru di industri digital Indonesia. Bahkan beberapa tahun terakhir ini, sinergi justru lebih banyak terjadi antara startup dan bank digital. Misalnya, Akulaku-Bank Neo Commerce dan Gojek-Bank Jago.

Namun, sinergi antara OTA dan e-commerce yang dilakukan Blibli dan Tiket.com tampaknya menjadi yang pertama di Indonesia. Langkah ini masuk akal mengingat platform OTA mulai mulai memperkuat lini produk lifestyle sejak pandemi Covid-19 menjatuhkan pasar pariwisata yang selama ini berkontribusi signifikan ke bisnis OTA.

Adapun, sinergi yang dilakukan oleh Tiket.com dan Blibli tampaknya menjadi langkah strategis untuk menaikkan valuasi terkait kabar rencana IPO keduanya. Tiket.com, seperti dilaporkan Bloomberg tahun lalu, mempertimbangkan IPO dan bergabung dengan salah satu super app. Blibli juga dikabarkan akan go public.

Sebagai informasi, keduanya merupakan sama-sama anak usaha di bidang digital milik perusahaan konglomerasi Grup Djarum.

Menurut catatan DailySocial.id, tahun lalu Blibli bermitra secara ekslusif dengan bank digital “blu” yang notabene anak usaha BCA yang juga dimiliki oleh Grup Djarum. Seperti halnya sinergi di atas, kolaborasi Blibli dan blu diklaim sebagai platform e-commerce pertama yang terintegrasi dengan bank digital.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Ambisi Veteran Modal Ventura Helen Wong Dampingi AC Ventures ke Tahap Lanjutan

AC Ventures mengumumkan Helen Wong, pemodal ventura dengan pengalaman lebih dari 20 tahun di Tiongkok dan negara berkembang, bergabung sebagai Senior Advisor dan Venture Partner. Helen akan bertugas mendukung AC Ventures di berbagai bidang, termasuk pengembangan perusahaan, pelatihan tim, investasi, hingga penasihat portofolio.

Masuknya Helen, menandai strategi AC Ventures yang akan terus melakukan investasi besar-besaran untuk memperkuat tim mereka (investment team dan value creation teams) dan berencana meningkatkan jumlah tim hingga lebih dari 50% pada tahun ini.

Dalam keterangan resmi disampaikan, Helen memiliki rekam jejak yang tidak diragukan dalam mengidentifikasi tim yang kuat dan sektor yang berpotensi tinggi di Tiongkok dan Asia Tenggara. Mengawali kariernya bekerja di berbagai wilayah di seluruh dunia, ia sempat memimpin investasi di Akulaku dan Reddoorz, serta menjabat di sejumlah perusahaan teknologi terkemuka asal Tiongkok, seperti Tudou/Youku, dan Mobike.

Hubungan Helen dengan para petinggi di AC Ventures, seperti Adrian Li, Michael Soerijadji, dan Pandu Sjahrir telah terbangun selama beberapa waktu dan mengenal mereka cukup baik. Helen sebelumnya pernah menjadi individual LP di AC Ventures. Mereka kerap berinteraksi terkait alur kesepakatan (deal flow) dan tren investasi di Asia Tenggara, termasuk merepresentasikan beberapa kesepakatan internal di perusahaannya terdahulu, seperti Carsome dan Payfazz.

“Saya pribadi telah berinvestasi di startup Indonesia yang juga sedang ditinjau oleh AC Ventures. Kami berdua (Helen dan Adrian) sangat memikirkan pendiri dan area perusahaan. Sebagai individual LP, saya mulai membimbing beberapa perusahaan yang menjadi bagian dari portofolio AC Ventures, berbagi pengalaman dari perusahaan-perusahaan Tiongkok dengan model bisnis serupa,” terang Helen.

Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li mengatakan, “Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan Helen untuk mempercepat pertumbuhan AC Ventures ke depan. Pengalaman yang luas dari Tiongkok dan hubungan jangka panjang yang ia miliki di Asia Utara akan melengkapi fokus dan eksekusi kami di Asia Tenggara dengan sempurna, menambah dimensi unik dalam penawaran kami kepada para wirausahawan.”

Helen meyakini, pengalaman globalnya dapat membantu para pengusaha di Asia Tenggara dalam menemukan tren investasi di seluruh wilayah, dan bekerja sama dengan portofolio perusahaan untuk mengoptimalkan penciptaan nilai mereka. Dari pandangannya terhadap berbagai siklus investasi, dan tidak dipungkiri jika perusahaan pasti mengalami pasang surut. Di beberapa masa sulit, ia turut memberikan saran dan bimbingan kepada perusahaan terkait langkah dan strategi apa yang harus mereka ambil, penggalangan dana, persoalan SDM, dan lain-lain.

“Saya percaya, kombinasi dari pengalaman global saya, terutama di Tiongkok, dan koneksi lokal para pendiri AC Ventures yang kuat di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia dapat menjadi nilai tambah yang sangat baik bagi pengusaha dan dapat menghasilkan pengembalian modal (return) yang baik untuk para LP,” kata Helen.

Dia melanjutkan, yang dapat dipelajari oleh pengusaha di Asia Tenggara terkait perkembangan internet di Tiongkok, adalah sebenarnya pasar internet Tiongkok memiliki sejarah yang lebih panjang. Oleh karenanya, beberapa model bisnis telah muncul dan diulang beberapa kali. Ia pun percaya, beberapa elemen tertentu sebetulnya serupa dan beberapa tidak dapat dipindahtangankan.

“Perusahaan Tiongkok telah mempelajari beberapa hal, antara lain mengenai penskalaan dan kecepatan pengembangan yang saya yakini merupakan pelajaran penting untuk setiap startup. Saya percaya jika para pengusaha dapat belajar memanfaatkan pasar odal untuk mengembangkan perusahaan mereka lebih jauh dan bahkan melakukan akuisisi.”

Kendati begitu, digitalisasi di Asia Tenggara ini dipercepat oleh Covid-19. Persoalan edukasi kepada pengguna yang semula merupakan salah satu bagian tersulit yang dihadapi oleh startup, kini menjadi lebih mudah. Oleh karena itu, persoalan monetisasi pun idealnya turut menjadi lebih mudah. Tren jangka panjang yang membuat dirinya optimistis adalah demografi di kawasan ini.

Tenaga kerja muda dan pertumbuhan urbanisasi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pemisahan US/Tiongkok menjadikan lebih banyak peluang untuk Asia Tenggara. Tantangan utama yang dihadapi, justru mengenai bakat. “Namun, Asia Tenggara menarik talenta-talenta dari bagian dunia lain, dan pilihan untuk bekerja secara remote dapat menjadi alternatif untuk mengurangi hambatan tersebut.”

Namun, pada tingkat yang lebih makro, tantangan bagi Asia Tenggara sejak dulu hingga hari ini adalah sifat pasar yang terfragmentasi. Ini berarti, dengan mulai berfokus pada Indonesia, pasar terbesar untuk menguji kesesuaian pasar produk dan selanjutnya melakukan pengembangan ke berbagai negara adalah strategi yang baik.

AC Ventures Fund III

Pada akhir Desember kemarin, AC Ventures menutup dana kelolaan ketiganya (Fund III) senilai lebih dari $205 juta dari investor-investor terkemuka. Di antaranya, World’s Bank International Finance Corporation (IFC) dan platform ventura Abu Dhabi Developmental Holdings (ADQ), Disrupt AD, yang menjadikan total AUM perusahaan ini mencapai lebih dari $380 juta di seluruh dana kelolaannya.

Sebagian dana dari Fund III telah aktif diinvestasikan sejak penutupan putaran pertama pada Maret 2020. Dana ini sudah diinvestasikan ke 30 perusahaan dari 35 yang ditargetkan. Beberapa dari perusahaan tersebut, semua diinvestasikan pada tahap pra-seri A, telah berkembang pesat selama pandemi. Nama-namanya adalah Shipper, Stockbit, Ula, Aruna, BukuWarung, dan CoLearn yang tercatat sebagai Centaur, beberapa bahkan telah mencapai valuasi mendekati Unicorn. Funding interest dalam portofolio juga terus menguat, dengan lebih dari $100 juta dari pendanaan yang diumumkan untuk empat perusahaan portofolio lainnya sejak awal 2022.

Dengan lebih dari 35 investasi yang telah diselesaikan pada Fund III, perluasan tim lokal yang berbasis di Jakarta memungkinkan dukungan yang lebih besar dari para pendiri portofolio perusahaan AC Ventures tanpa mengganggu proses peningkatan skala bisnis mereka. Sejalan dengan komitmen AC Ventures untuk memberikan nilai tambah bagi para entrepreneur, AC Ventures akan berinvestasi untuk memperkuat tim mereka (investment dan value creation teams).

Secara khusus, AC Ventures akan menghadirkan para ahli fungsional tambahan dalam bidang manajemen bakat, pemasaran, pengembangan bisnis, dan pembentukan modal untuk mendukung portofolio perusahaan mereka yang berkembang dalam beberapa bulan mendatang.

DOKU Perkenalkan Fitur eRetail, Mudahkan Merchant Punya Aplikasi Sendiri

DOKU mengumumkan kehadiran fitur eRetail, platform untuk permudah merchant memiliki aplikasi sendiri tanpa harus bangun dari awal. Dalam peluncuran ini, DOKU dibantu oleh mitra strategis Kaddra, perusahaan teknologi berbasis di Singapura sebagai mesinnya.

DOKU memilih Kaddra sebagai mitra lantaran perusahaan tersebut mengklaim telah memenangkan berbagai penghargaan dalam menyediakan solusi loyalitas pelanggan, mobile commerce, dan remarketing bagi merek-merek ritel dan konsumen.

Aplikasi tersebut dirancang dengan fasilitas belanja online, selayaknya aplikasi e-commerce pada umumnya dengan antarmuka yang sederhana. Juga, melakukan pembelian dan mendapatkan hadiah dari program loyalitas yang disediakan. DOKU menjadi mesin untuk transaksi pembayaran yang seamless, sementara Kaddra menjadi mesin penyedia program loyalitas.

Penawaran ini hadir untuk menyasar para merchant, baik itu UKM ataupun korporasi, yang ingin memberikan nilai tambah buat para konsumennya dalam bentuk aplikasi tersendiri. Kelebihan yang ditawarkan adalah fitur eRetail, memungkinkan para merchant tidak perlu investasi dari nol untuk memiliki aplikasi sendiri. Mereka hanya perlu membayar biaya berlangganan per bulan dengan biaya mulai dari $59 (sekitar Rp845 ribu) untuk paket Starter.

Terkait kemitraan dengan Kaddra, dalam keterangan resmi, Co-founder & COO DOKU Nabilah Alsagoff menjelaskan pihaknya menyambut baik sinergi bersama Kaddra yang menggabungkan teknologi pembayaran dengan inovasi mobile commerce untuk menghadirkan pengalaman berbelanja yang baik bagi para merchant DOKU dan pelanggan mereka.

“Fitur eRetail mendukung segala kebutuhan bisnis masa kini, yang memungkinkan para merchant untuk memperluas kehadiran mereka yang berbasis web ke dalam aplikasi seluler untuk manajemen toko lebih gesit,” ucapnya, Kamis (10/2).

Industri mobile-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan hingga 70% pada paruh pertama 2021. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai pasar aplikasi e-commerce terbesar ketiga di dunia. Fitur eRetail akan membantu mendorong bisnis lokal Indonesia ke lini depan di tengah tren mobile commerce, dengan menawarkan layanan terintegrasi bagi para merchant untuk memperoleh dan mempertahankan pelanggan.

“Indonesia berada tepat di tengah episentrum e-commerce yang berkembang pesat di Asia Tenggara, dan kami merasa tidak ada mitra yang lebih baik daripada DOKU, yang mengutamakan sistem pembayaran dalam setiap bisnis lokal. Dalam kolaborasi erat dengan DOKU, kami sangat senang membantu para merchant lokal untuk membentuk masa depan mobile commerce dalam beberapa bulan mendatang,” tambah Co-founder & CEO Kaddra Quentin Chiarugi.

Inovasi pembayaran DOKU lainnya

Di luar eRetail, DOKU termasuk gencar dalam menggarap berbagai kerja sama untuk mengutilisasi bisnis utamanya yang bergerak di bisnis gerbang pembayaran dan e-wallet. Menjelang akhir tahun lalu, perusahaan mengumumkan kerja sama dengan BSS Parking, operator parkir yang berkantor pusat di Makassar dan memiliki cabang operasional di Bali, untuk menghadirkan QRIS Dynamic yang sudah terintegrasi dengan sistem miliki BSS.

SVP Business Expansion and Regional Sales DOKU Irfan Burhan menjelaskan, bisnis parkir kendaraan di Indonesia identik dengan pembayaran tunai dan cenderung tidak tercatat. Melalui kolaborasi dengan BSS Parking, DOKU ingin membantu proses digitalisasi transaksi di industri perparkiran, sehingga pembayarannya dapat dilakukan lebih cepat, tercatat, dan aman.

Selain lebih praktis, metode pembayaran cashless ini juga mendukung upaya pemerintah untuk memutus rantai Covid-19 dengan menerapkan berbagai jenis pembatasan melalui protokol kesehatan yang diberlakukan. Untuk saat ini sistem BSS Parking telah diimplementasikan di 6 titik parkir di Bali, dengan cakupan area seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, pertokoan, tempat wisata dan fasilitas pelayanan umum.

Masyarakat yang ingin memarkir kendaraan cukup melakukan scan QRIS melalui ponsel mereka, saldo dalam aplikasi e-wallet maupun mobile banking mereka terdebit dan seketika gerbang parkir akan terbuka.

Direktur BSS Parking Felix Panjaitan menuturkan, “Dengan adanya digitalisasi transaksi parkir ini, kami mengharapkan semua transaksi parkir baik parkir di area parkir kawasan, gedung, maupun area parkir bahu jalan sudah dapat dilakukan secara digital non-tunai (cashless). Sehingga selain lebih praktis metode ini juga dapat meminimalisir terjadinya kebocoran pungutan parkir. Dengan demikian pendapatan pengelola ataupun Pemerintah Daerah setempat pun dapat lebih dimaksimalkan.”

Tingkatkan proposisi nilai

Sebagai fintech yang memberikan layanan payment gateway, DOKU memang dituntut untuk terus menelurkan inovasi yang memudahkan ekosistem merchant mereka. Tidak dimungkiri, kompetisi pasar untuk produk tersebut saat ini cukup ketat di Indonesia.

Midtrans adalah salah satu kompetitor utama DOKU. Saat ini Midtrans telah menjadi bagian dari GoTo Group, bahkan secara khusus memiliki integrasi dengan ekosistem merchant Gojek. Pesaing lainnya adalah Xendit yang tahun lalu baru kokohkan diri sebagai unicorn. Selain produk fintech, kini mereka mulai masuk ke ranah produk SaaS untuk bantu digitalisasi UMKM.