GetCraft Memperkuat Posisi Sebagai “Creative Hub” Asia Tenggara

Beberapa waktu lalu, VC global SOSV Chinaccelerator mengumumkan secara resmi pendanaan tahap awal dengan nominal yang dirahasiakan kepada platform marketing GetCraft. Menurut perwakilan SOSV, GetCraft menjadi satu-satunya portofolio investasi asal Indonesia pada angkatan ini.

Kepada DailySocial, Partner & Managing Director Chinaccelerator Oscar Ramos mengatakan, pihaknya melihat potensi ekonomi kreatif lokal semakin berkembang di Indonesia dan mulai memperkuat posisinya di pasar Asia Tenggara. “GetCraft didirikan di Indonesia tetapi telah memiliki posisi kuat sebagai creative space di kawasan ini,” ungkap Ramos.

Dengan tambahan pendanaan dari SOSV Chinaccelerator pada Desember 2020, GetCraft kini tercatat telah memperoleh empat kali putaran pendanaan. Sebelumnya, platform yang bermarkas di Jakarta ini telah menerima investasi dari Convergence Ventures dan 500 Startups.

GetCraft didirikan pada 2014 oleh Patrick Searle dan Anthony Reza. Berdasarkan data perusahaan, pihaknya telah membukukan pendapatan sebesar lebih dari $8 juta di 2020 dan telah mengorganisir produk kreatif dan pemasaran oleh lebih dari 1.500 brand dan agensi.

Pada 2018, GetCraft meluncurkan platform marketplace yang menghubungkan para pelaku bisnis kreatif dengan marketer dalam kegiatan pemasaran. Marketplace ini memungkinkan marketer untuk dapat mengestimasi biaya dan potensi audiens berdasarkan kreator konten atau mitra konten bersponsor yang mereka pilih. Kapabilitas tersebut mempermudah marketer untuk merencanakan kampanye pemasaran kontennya.

Ekspansi dan memperkuat posisi di Asia Tenggara

Dihubungi DailySocial secara terpisah, pihak GetCraft masih enggan mengungkap rencana dan strategi GetCraft di Indonesia karena tengah fokus menutup putaran pendanaan baru.

Namun, GetCraft memiliki peluang untuk memperluas skala bisnisnya. Terlebih di masa pandemi Covid-19 di mana marketer mulai mengalihkan kampanye pemasaran seiring dengan perubahan perilaku konsumen. Saat ini, GetCraft beroperasi di Indonesia, Filipina, Kuala Lumpur, dan Singapura. Pandemi bisa saja membuka pintu untuk ekspansi ke pasar lain.

Berdasarkan data Focus Economy Outlook 2020, ekonomi kreatif berkontribusi sebesar Rp1.100 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di sepanjang 2020. Ini menjadi bukti kuat sektor ini dapat bertahan di masa pandemi.

Di samping itu, kebutuhan konten digital marketing, influencer, hingga native ads juga masih cukup tinggi. Hal ini turut diperkuat dengan semakin bertambahnya jumlah pengguna internet dan media sosial aktif di Indonesia. Data We Are Social per Januari 2021 mencatat pengguna mobile dan internet di Indonesia masing-masing mencapai 345,3 juta dan 202,6 juta.

Sementara, jumlah pengguna media sosial aktif mencapai sebesar 170 juta. Sejumlah media sosial yang paling banyak diakses oleh masyarakat Indonesia antara lain, Youtube (93,8%), WhatsApp (87,7%), Instagram (86,6%), Facebok (85,5%), dan Twitter (63,6%).

Dari sisi persaingan, GetCraft sudah memiliki posisi kuat di pasar regional sebagaimana disebutkan Ramos. Untuk pasar Indonesia saja, GetCraft tampaknya masih lebih unggul dibandingkan platform sejenis yang jumlahnya mungkin tidak bayak dan jasa yang ditawarkan terbatas pada kategori tertentu.

Sementara, GetCraft masuk lewat sekop jasa konten pemasaran kreatif yang lebih luas, tak hanya penulisan, tetapi juga video, animasi, hingga ilustrasi. Di luar marketplace, GetCraft bahkan masuk ke segmen komunitas melalui layanan berbayar Crafters dan MarketingCraft.

Crafters merupakan layanan premium yang menyediakan beragam konten untuk mengasah kemampuan kreator, seperti tips melakukan pitching, membuat konten hiburan, dan monetisasi bisnis. Bedanya dengan MarketingCraft, konten ini ditujukan untuk mempertajam kemampuan para marketer.

CVC Milik BCA Berpartisipasi dalam Pendanaan Startup “Open Banking” Railsbank

Central Capital Ventura (CCV), perusahaan investasi (corporate venture capital — CVC) dari Bank Central Asia (BCA) terlibat dalam pendanaan $70 juta platform fintech API asal London, Railsbank. Dalam putaran seri B tersebut sejumlah investor turut terlibat termasuk Anthos Capital (memimpin), Outrun Ventures, dan angel investor.

Railsbank menghadirkan layanan open banking menyeluruh, termasuk di dalamnya banking as a service, cards as a service, dan credit as a service. Memungkinkan penyedia platform digital menyediakan layanan pembuatan kartu kredit [Visa dan Mastercard], pembayaran berlangganan untuk SaaS, dan hal-hal lain terkait transaksi finansial.

Dana segar juga akan digunakan oleh perusahaan untuk menggencarkan ekspansi, termasuk menjelajahi pasar di Asia Pasifik. Menyasar perusahaan fintech, telekomunikasi, hingga ritel untuk mengelola transaksi finansial mereka secara lebih solid.

“CCV percaya pada pendiri Railsbank. Mereka telah berhasil membuktikan model mereka di Eropa dan sekarang berekspansi ke SEA dan Amerika Serikat. BaaS relatif baru di pasar Indonesia dan Asia Tenggara, dan kami yakin Railsbank akan membawa model bisnis mereka yang sukses ke kawasan ini. Di CCV, kami juga percaya bahwa open banking masih dalam tahap awal dan potensi pertumbuhannya sangat besar,” ujar Anthony Adiputra, salah satu tim investasi di CCV.

Ia juga mengatakan, bahwa CCV percaya koneksi berbasis API akan memiliki masa depan cerah karena memungkinkan sebuah platform melakukan integrasi secara sederhana dengan pihak ketiga. Pihaknya juga melihat dorongan dari regulator bagi institusi finansial untuk menciptakan inisiatif perbankan yang lebih terbuka.

Layanan open finance [open banking adalah salah satu turunan layanan dari open finance] berbasis API memang tengah menjadi sorotan menarik di ekosistem fintech, baik di kancah global maupun nasional. Berdasarkan laporan Bain Capital, nilai pasar platform tersebut diproyeksikan mencapai $7,2 triliun pada 2030 mendatang.

Selain di Railsbank, CCV juga telah berinvestasi ke layanan fintech API lainnya, termasuk Oy! Indonesia, Bambu, dan Wallex. Bagi para startup, CCV dapat menjadi mitra strategis mengingat mereka di bawah naungan salah satu perbankan terbesar di Asia Tenggara.

Di sisi lain, regulator dalam hal ini Bank Indonesia (BI), juga tengah mematangkan beleid terkait standar Open API. Salah satu misinya untuk mendorong kolaborasi antara perbankan dan perusahaan teknologi finansial demi terciptanya ekosistem layanan yang inklusif.

Dengan spesialisasinya masing-masing, peta pemain open finance di Indonesia mulai ramai terisi. Daftar pemainnya meliputi Brankas, Brick, Finatier, Ayoconnect, Xendit/Instamoney, Oy!, dan lain-lain. Di antara beberapa pemain tersebut, Bricks yang lebih mendekati Railsbank — untuk memaksimalkan layanannya saat ini Brankas telah bekerja sama dengan 14 bank lokal, termasuk BCA.

Startup POS Qasir Mulai Ekspansi Regional

Startup pengembang layanan point of sales (POS), Qasir mengumumkan ekspansi regional di Asia Tenggara. Inisiatif ini diluncurkan dengan melihat akselerasi adopsi digital di Indonesia yang tengah memiliki momentum, serta pertumbuhan layanan Qasir yang telah mencapai 4x lipat dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Perusahaan juga mengklaim telah mencapai product-market fit di Indonesia dan ingin membawa pencapaian ini ke ranah yang lebih luas.

Dalam keterangannya CEO Qasir Michael Liem mengungkapkan, “Kami melihat ada kesamaan karakter UMKM di Asia Tenggara dan tingkat kematangan dalam adopsi digital yang cukup tinggi. Berangkat dari perusahaan yang berambisi memiliki global footprints, Qasir akan mulai menyediakan aplikasi untuk UMKM di Asia Tenggara.”

Rencana ekspansi ini diakui telah dipersiapkan sejak lama, CTO Qasir Novan Adrian menegaskan bahwa timnya dari awal sudah memiliki target global, karena itu mereka terus berusaha saling membangun secara personal dan profesional. Dari sisi teknologi juga perusahaan telah menggunakan dan menerapkan teknologi berstandar global dalam operasional bisnisnya.

Michael turut mengungkapkan, Vietnam menjadi salah satu pasar yang menyimpan potensi besar. Belum genap satu minggu setelah resmi diluncurkan di sana, pengguna baru di negara ini hampir menembus angka 2 ribu orang. Dalam mencapai hal ini, timnya mengaku belum menggencarkan marketing apa pun, dengan kata lain hasil ini adalah organik.

Berdiri sejak tahun 2015, perusahaan penyedia jasa layanan kasir digital tersebut telah mencatat kenaikan pertumbuhan pengguna sebesar 60% dari 250 ribu menjadi 750 ribu. Michael juga mengungkapkan target perusahaan untuk bisa menjangkau lebih dari 1 juta pengguna di tahun ini, dan diharapkan 8%-nya datang dari regional.

Pandemi dan akselerasi adopsi digital

Tidak bisa dimungkiri bahwa pandemi sangat berperan dalam akeselerasi digital di negara ini. Menurut data We are Social-Hootsuite, per Januari 2021 ini jumlah pengguna internet di Indonesia naik 73,7% dari populasi Indonesia yang 274,9 juta atau menembus 202,6 juta pengguna. Momentum inilah yang tidak ingin dilewatkan oleh Qasir untuk menjangkau pasar yang lebih besar.

Ekspansi regional memiliki tantangan tersendiri untuk bisnis yang menjangkau target pasar UMKM. Selain perbedaan kultur, literasi, dan adopsi digital yang berbeda di tiap negara juga merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh Qasir. Namun, Michael tidak menganggap hal itu sebagai tantangan, melainkan sebuah pelajaran yang harus diikuti dalam proses mengembangkan bisnis.

Dalam mengembangkan produk POS-nya, Qasir menggunakan konsep pay as you grow atau berbayar seiring bisnis bertumbuh, artinya fitur-fitur yang disediakan bisa didapatkan secara modular. Fleksibilitas yang tinggi disebut bisa membantu bisnis menyesuaikan proses yang dibutuhkan, karena semua kembali pada kebutuhan dan skala usaha.

Terkait fitur, timnya menyebutkan secara teknologi mungkin tidak akan banyak berbeda, lebih kepada tampilannya. Namun timnya akan terus belajar dan berpatokan pada data terkait pengembangan fitur apa saja yang dibutuhkan regional. Di tahun 2020, dalam kurun waktu dari Maret ke akhir tahun, Qasir disebut telah merilis 24 fitur besar, kurang lebih 2 fitur besar setiap bulannya.

Novan turut menambahkan, “Kita memahami bahwa kondisi market tidak selalu sama, terlebih masing-masing POS punya pasarnya sendiri. Kita mencoba mengisi kekosongan dari sisi mikro, karena yang kita lihat masih belum banyak yang masuk ke segmen ini. Terkait fitur, ke depannya akan ada fitur yang kita kembangkan untuk vertikal tertentu.”

Terkait pendanaan, Michael turut menyampaikan bahwa timnya sedang dalam proses penggalangan dana dan sejauh ini berjalan lancar. Ke depannya, dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan produk serta memperluas edukasi digital terhadap UMKM di Asia Tenggara. “Kami percaya marketing yang paling baik adalah produk yang baik,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Dikabarkan Kembali Pimpin Pendanaan Greenly

Greenly, startup new retail yang fokus pada makanan dan minuman sehat, dikabarkan mengantongi pendanaan baru sebesar $800 ribu (lebih dari Rp11 miliar) yang dipimpin East Ventures. Menurut informasi yang DailySocial dapatkan, putaran lanjutan ini juga diikuti oleh Sage Capital.

Belum ada konfirmasi yang diberikan pihak East Ventures dan Greenly sampai berita ini diturunkan.

Sebelumnya, East Ventures memimpin pendanaan tahap awal Greenly dengan nilai dirahasiakan pada Februari 2020. Dana segar ini digunakan perusahaan untuk inovasi produk, pengembangan teknologi, serta memperluas jaringannya di Surabaya dan kota-kota lainnya.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Co-Founder Greenly Edrick Joe Soetanto menyampaikan, semangat perusahaannya adalah mendemokratisasikan makanan sehat yang mudah dicari dengan harga terjangkau, sama seperti kondisi saat ini yang sangat mudah menemukan makanan cepat saji.

Menurutnya, mengonsumsi makanan sehat harus dilakukan secara rutin bukan sesekali saat berkunjung ke mal saja, tapi di mana saja konsumen berada. Untuk membentuk kebiasaan tersebut, Greenly membentuk operasional cloud kitchen, baik bekerja sama dengan Grab Kitchen, maupun mengoperasikan sendiri di berbagai titik agar mudah dijangkau konsumen.

Tak hanya makanan, kini Greenly membentuk sub-brand baru khusus untuk minuman sehat (plant based) dengan ragam menu kekinian bernama Freshful.

Semua proses bisnis Greenly dilakukan dengan pendekatan O2O, mengadopsi penjualan multikanal melalui gerai fisik dan pesan-antar. Perusahaan kini mengoperasikan tiga outlet flagship di Surabaya, dan cabang lainnya untuk pemesanan online yang tersebar di Surabaya, Malang, dan Bali dengan total sembilan outlet.

Konsep Greenly diyakini diterima masyarakat Indonesia. Menurut data FAO, rata-rata masyarakat Indonesia mengonsumsi 122 gram sayur dan 92 gram buah setiap hari. Tingkat konsumsi tersebut lebih rendah dari tingkat asupan harian yang direkomendasikan yaitu 300-400 gram sayur dan 100-150 gram buah.

Oy! Kumpulkan Pendanaan 653 Miliar Rupiah, Jadi Centaur Selanjutnya

Platform fintech penyedia layanan transfer dana Oy! dikabarkan berhasil mengumpulkan pendanaan seri A dengan total hingga $45 juta atau setara 653,4 miliar Rupiah. Softbank Ventures Asia dan MDI Ventures memimpin putaran ini didukung sejumlah investor termasuk Pavilion Capital, AC Ventures, Alfamart, Central Capital Ventura, Wavemaker Partners.

Selain sudah tercatat di regulator, beberapa pihak yang dekat dengan kesepakatan ini mengonfirmasi adanya putaran baru tersebut. Akumulasi dari total pendanaan ditaksirkan membawa valuasi perusahaan di angka $108 juta. Masuknya AC Ventures juga membawa salah satu founding partner mereka Pandu Sjahrir di jajaran board member Oy!.

Sebelumnya putaran seed Oy! digalang sejak taun 2017 s/d 2020, beberapa investor yang terlibat termasuk MDI Ventures, Wavemaker Partners, Pavilion Capital, dan Central Capital Ventura.

Oy! Indonesia memiliki beberapa layanan, baik untuk konsumer maupun pebisnis. Di kancah B2C, mereka memiliki aplikasi Oy! Indonesia untuk membantu pengguna melakukan transfer dana antarbank. Kapabilitas mereka juga sudah mencakup remitansi, memungkinkan dilakukannya transfer antarnegara.

Kemudian untuk bisnis, mereka menyediakan layanan API untuk memudahkan transaksi, baik untuk pengiriman maupun penerimaan dana. Dari pengamatan kami, dengan melihat laju pengembangan fitur yang ada, Oy! Indonesia tampak lebih serius untuk menggarap segmen B2B ini. Potensinya layanan open finance memang begitu mengesankan di saat para pebisnis melakukan transformasi dan berusaha memberikan efisiensi proses transaksi finansial di platformnya.

Di fitur transfer antarbank untuk konsumen, Oy! berhadapan langsung dengan aplikasi Flip. Secara spesifik kami pernah melakukan analisis terkait kedua platform tersebut. Pangsa pasarnya cukup besar untuk layanan tersebut, menurut data BI sepanjang tahun 2019 volume transaksi domestik tercatat ada lebih dari 218,89 juta dengan nominal Rp84,47 triliun. Bisnis remitansi sendiri mencatat 37,7 juta transaksi dengan nilai Rp90,67 triliun.

Layanan tersebut juga hadir untuk menyelesaikan isu biaya transfer antarbank. Masuknya Alfamart sebagai mitra strategis juga menjadi indikasi menarik, khususnya terkait potensi Oy! masuk ke model online-to-offline (O2O) dalam menjajakan layanannya. Hal ini sejalan dengan salah satu visi fintech untuk melayani kalangan underbanked yang jumlahnya masih banyak di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Inovasi Fitur Insurtech Cermati Mudahkan Pelanggan Akses Layanan Darurat

Bertujuan untuk memberikan layanan lebih kepada pengguna melalui produk asuransi, Cermati menggandeng PT Tidung Jaya Mandiri merilis CERA (Cermati Emergency Roadside Assistance). Ini merupakan layanan darurat 24 penuh yang siap memberikan bantuan darurat di jalan raya untuk pengemudi kendaraan roda empat di wilayah DKI Jakarta.

Kepada DailySocial, Chief Business Officer Cermati Carlo Gandasubrata mengungkapkan, Cermati melihat ada kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi ketika terjadi risiko saat berkendara walaupun sudah memiliki Asuransi Kendaraan, karena asuransi biasanya hanya mengganti nilai kerugian setelah musibah tetapi belum tentu menyediakan layanan gawat darurat.

“Jika terjadi kecelakaan atau mobil tiba-tiba mogok perlu diderek, maka saat itu juga pengemudi perlu menghabiskan waktu mencari pertolongan pertama dan mengeluarkan sejumlah uang yang bisa saja tidak tersedia.”

CERA merupakan layanan inovatif dari Cermati.com dengan manfaat utama memberikan bantuan langsung 24 jam untuk mobil yang telah didaftarkan penggunanya apabila mengalami kendala atau situasi darurat di jalan. Bantuan yang bisa didapatkan meliputi bantuan towing ketika mogok atau kecelakaan, bantuan jump start aki ketika aki mati, serta penggantian atau penambalan ban kempes. Layanan ini masuk dalam vertikal bisnis milik Cermati yaitu Cermati Protect (insurtech).

Layanan CERA ini diharapkan mampu menjadi solusi guna mengatasi berbagai kekhawatiran pengemudi ketika mengalami situasi darurat di jalan. Selain itu, CERA juga bisa digunakan sebagai tambahan asuransi kendaraan, karena memiliki fungsi saling melengkapi.

“CERA juga bisa dibeli sebagai produk pelengkap Asuransi Kendaraan di mana tidak hanya nilai kerusakan yang dijamin tetapi juga bisa memberikan peace of mind ketika terjadi musibah saat berkendara di ibu kota,” kata Carlo.

Inovasi ini merupakan bagian dari strategi penetrasi insurtech melalui produk asuransi mikro. Sejauh ini, pendekatan tersebut dinilai efektif untuk menjangkau kalangan pengguna baru — dengan biaya yang relatif terjangkau dan kemudahan akses lewat digital. Selain itu, model kemitraan dengan perusahaan asuransi secara strategis juga menjadi strategi distribusi yang apik, sejalan dengan langkah transformasi digital yang bisa diambil.

Dari data yang dihimpun DSInnovate dalam laporan bertajuk “Insurtech Ecosystem in Indonesia Report 2021“, ukuran pasar asuransi di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada 2020 lalu. Potensi insurtech cukup gemilang, karena dari survei ada empat elemen yang menjadi variabel utama adopsi asuransi: kemudahan klaim, produk asuransi, biaya, dan benefit; layanan digital mempermudah proses dan edukasi [termasuk informasi dan perbandingan produk].

Di klaster agregator, Cermati berkompetisi langsung dengan pemain lain, yakni CekAja. Sementara di segmen insurtech, setidaknya ada 11 pemain terdaftar yang saat ini melayani pasar. Dua yang paling signifikan janngkauannya adalah PasarPolis dan Qoala.

Vertikal bisnis Cermati

Diluncurkan pada April 2015, Cermati merupakan platform marketplace produk keuangan. Awal bulan Mei 2021 lalu mereka mengumumkan pembentukan perusahaan holding bernama Cermati Fintech Group (CFG) yang membawahi sejumlah vertikal bisnis, yakni Cermati.com (agregator produk finansial), Cermati Protect (insurtech), dan Indodana (fintech lending). Ini bersamaan dengan perolehan pendanaan terbaru mereka dalam putaran seri C.

Insurtech Cermati Protect kini telah bekerja sama dengan lebih dari 30 mitra perusahaan asuransi. Produknya cukup beragam, mulai dari asuransi kesehatan, kendaraan dan juga produk asuransi mikro yang didistribusikan lewat pemain e-commerce besar seperti Shopee, Bukalapak, Blibli, dan Tiket.com.

“Dengan pemanfaatan teknologi digital, kami akan terus berinovasi
untuk menyediakan layanan yang memberikan rasa aman, kenyamanan, dan kemudahan khususnya bagi para pengemudi di Jakarta,” tutup Carlo.

Application Information Will Show Up Here

Laporan Boku: OVO Pimpin Pangsa Pasar “Mobile Wallet” di Indonesia

Perusahaan penyedia jaringan pembayaran mobile Boku baru-baru ini merilis survei terkait pasar mobile wallet di dunia. Survei bertajuk “Boku: 2021 Mobile Wallets Report” ini turut menyoroti kompetisi hingga perilaku penggunaan mobile wallet di Indonesia.

Indonesia dilaporkan menjadi negara ketiga di dunia dengan pertumbuhan mobile wallet tercepat, penetrasinya diprediksi melambung tiga kali lipat dengan transaksi diestimasi naik sepuluh kali lipat dalam lima tahun ke depan.

Laporan ini mengungkap, volume transaksi mobile wallet di Indonesia diestimasi mencapai 1,7 miliar di 2020 dan meningkat menjadi 16 miliar transaksi di 2025. Sementara nilai transaksinya di 2020 mencapai $28 miliar dan diestimasi tumbuh signifikan menjadi $107 miliar atau Rp1,55 kuadriliun di 2025.

Total pengguna mobile wallet Indonesia tercatat sebesar 63,6 juta atau 25,6% terhadap total populasi. Angka ini diperkirakan juga meningkat menjadi 202 juta pengguna atau 76,5% pangsa di 2025.

Dalam laporannya, ada lima pemain Indonesia yang berkompetisi ketat di pasar mobile wallet. Apabila diurutkan berdasarkan pertumbuhan transaksi tertinggi di 2020, kelima mobile wallet ini antara lain (1) OVO dengan $10,7 juta, (2) ShopeePay dengan $4,3 juta, (3) LinkAja dengan $3,9 juta, (4) Gopay $3,7 juta, dan (5) DANA dengan $3,4 juta.

Capaian transaksi di 2020 dan proyeksinya di 2025 / Boku Report
Tingkat pertumbuhan transaksi di 2020 (kolom tiga) dan proyeksinya di 2025 (kolom empat) dalam jutaan dolar / Boku Report

OVO mengungguli penggunaan mobile wallet di Indonesia dengan 38,2% pangsa pasar, diikuti oleh ShopeePay (15,6%), LinkAja (13,9%), Gopay (13,2%), DANA (12,2%), dan lainnya (6,9%).

Pangsa pasar mobile wallet di Indonesia / Boku Report
Pangsa pasar mobile wallet di Indonesia / Boku Report
Jumlah pengguna mobile wallet di Indonesia / Boku Report
Jumlah pengguna mobile wallet di Indonesia / Boku Report

Survei ini mengungkap, mobile wallet punya peran signifikan dalam mendorong akuisisi customer baru di layanan ecommerce. Di sisi lain, lima pemain mobile wallet di Indonesia bersaing ketat untuk mengambil ceruk pasar.

“Ketatnya persaingan di pasar mobile wallet turut dipicu oleh keterlibatan Venture Capital (VC) yang agresif memberikan investasi kepada pemain,” ungkap laporan ini.

Hal ini terlihat dari bagaimana ShopeePay mampu mengungguli beberapa pemain incumbent, seperti Gopay dan DANA di 2020. ShopeePay dinilai banyak memberikan potongan harga dan promosi kepada konsumen berkat dukungan modal dari investor. Faktor ini yang membawanya menduduki posisi kedua penggunaan mobile wallet terbanyak di Indonesia.

Perilaku pengguna mobile wallet di Indonesia

Boku juga melakukan survei terhadap 1035 responden untuk mengetahui lanskap perilaku penggunaan mobile wallet di Indonesia. Hasilnya, rata-rata konsumen Indonesia menggunakan sebanyak 3,2 mobile wallet untuk memaksimalkan keuntungan setiap layanan. Temuan ini sama banyaknya dari hasil survei penggunaan di India.

Ada lima alasan terbesar konsumen Indonesia menggunakan mobile wallet antara lain pembayaran digital (73%), cashback/diskon dari mobile wallet (69%), ingin mencoba (61%), cashback/diskon dari merchant tertentu (57%), dan karena ingin berhenti menggunakan uang tunai (53%).

Cashback menjadi faktor utama mengapa konsumen rerata menggunakan 3,2 mobile wallet. Faktor ini diikuti pertanyaan lanjutan, yakni ‘mengapa Anda menggunakan lebih dari satu dompet’. Responden menjawab mereka ingin mengumpulkan benefit berbeda dari masing-masing layanan,” jelasnya.

Pada aktivitas penggunaan, konsumen Indonesia kebanyakan pakai mobile wallet untuk top up, pembayaran, tagihan, transfer. Ini sebetulnya menjadi sinyal bagaimana mobile wallet menjadi proxy untuk membantu membuka rekening masyarakat.

Perilaku penggunaan mobile wallet di Indonesia / Boku Report

Kemudian, laporan ini juga menemukan 81% responden di Indonesia banyak menggunakan mobile wallet untuk belanja online. Jika dibandingkan dengan pembayaran langsung di toko sebesar 40% apabila digabungkan, ini menyimpulkan bagaimana konsumen Indonesia begitu terpusat pada layanan ecommerce.

Menurut responden, belanja online menjadi fungsi teratas yang banyak mereka gunakan pada “super app“. “Temuan ini menjadikan Indonesia sebagai pasar mobile-only dengan kompetisi pasar mobile wallet dan super app yang kuat,” tambahnya.

Lebih lanjut, Indonesia termasuk pasar tercepat di dunia untuk penggunaan mobile payment. Alhasil, Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki transisi cepat dari penggunaan tunai ke mobile wallet.

“Kami menemukan pembayaran tunai, transfer bank, dan kartu debit menjadi tipe pembayaran yang mulai banyak ditinggalkan konsumen dan beralih ke mobile wallet. Bahkan pembayaran melalui perangkat mobile mengungguli kartu kredit, yang mana menjelaskan rendahnya penetrasi kartu kredit di Indonesia,” sebut laporan ini.

Di sisi lain, Indonesia juga termasuk sulit dalam penerimaan merchant. Hal ini dikarenakan terfragmentasinya pasar dan cepatnya perubahan preferensi konsumen. Padahal, Indonesia punya peluang besar untuk memberdayakan pembayaran online pada merchant.

New Energy Nexus Beri Pendanaan ke 4 Startup Energi Terbarukan Indonesia

Lembaga nonprofit global New Energy Nexus Indonesia mengumumkan telah menyalurkan pendanaan kepada empat startup sepanjang semester pertama 2021 melalui Indonesia 1 Fund. Fund khusus yang diluncurkan pada tahun lalu ini diarahkan untuk mendukung startup energi terbarukan yang masih berada di tahap awal, dari tahap seed hingga seri A.

Setiap pendanaannya, Indonesia 1 Fund melakukan co-invest dengan berbagai pihak agar lebih banyak dana untuk mendukung startup energi terbarukan. Di antaranya bersama Nexus for Development untuk pendanaan bernama Sumba Sustainable Solutions (3S); bersama Schneider Electric Energy Access Asia dan Crevisse Partners Co. Ltd. untuk Xurya. Dua startup lainnya yang mendapat pendanaan dari Indonesia 1 Fund adalah SolarKita dan Right People Renewable Energy (RPRE).

Sebelumnya disebutkan, dalam putaran fund ini, Nexus akan berinvestasi ke 10-15 startup. Ada 10 fokus area yang disasar, antara lain renewable energy, smart grid, energy efficiency, energy management, customer experience, e-mobility, business model innovation, Internet of Things (IoT) & digitization, serta energy access & energy storage. BLUE menjadi startup pertama yang memperoleh investasi dari fund ini pada Oktober 2020.

Dalam keterangan resmi, Presiden Schneider Electric Energy Access Gilles Vermot Desroches menyampaikan rasa senangnya karena ikut dilibatkan dalam upaya mendukung Xurya mempercepat proses adopsi komersial energi surya lewat investasi yang mereka berikan. “Dengan berkolaborasi dengan New Energy Nexus dan Crevisse Partners dalam mendukung pertumbuhan startup melalui ko-investasi, kami juga turut berkontribusi dalam SDG7,” ucapnya, Senin (12/7).

CFO New Energy Nexus Christina Borsum menambahkan, kolaborasi dengan ko-invesor diharapkan dapat memantik sinyal ke investor lainnya bahwa energi terbarukan merupakan masa depan Indonesia. “Kami harap kami dapat menyalurkan lebih banyak lagi ke startup-startup energi terbarukan tahun ini, termasuk yang bergerak di bidang kendaraan listrik, pengelolaan energi, teknologi efisiensi energi, dan inovasi model bisnis.”

Ia melanjutkan, “Kami telah menyalurkan investasi ke 5 startup sejak akhir tahun lalu. Investasi yang kami salurkan melengkapi satu sama lain, setiap startup yang kami dukung melayani segmentasi pasar yang berbeda, sehingga secara kolektif, pertumbuhan mereka memancarkan peluang pasar yang masih berkembang di Indonesia.”

New Energy Nexus Indonesia telah mendukung lebih dari 45 startup di bidang energi terbarukan melalui program Inkubasi dan Akselerasi Smart Energi yang menitik beratkan pada: Renewable Energy, Smart Grid, Energy Efficiency, Energy Management, Customer Experience, E-Mobility, Business Model Innovation, IOT & Digitization, Energy Access, dan Energy Storage.

Sampai hari ini, setidaknya 11 startup energi terbarukan telah menerima pendanaan dalam bentuk investasi dan dana hibah.

Sebagai bagian dari New Energy Nexus Global, New Energy Nexus Indonesia membuka pintunya ke startup energi terbarukan di Indonesia sejak tahun 2018. Mereka membuat program inkubasi dan akselerasi memberikan pelatihan, mentoring, dan dukungan-dukungan bisnis lainnya untuk membantu startup dalam mempertajam serta memvalidasi rencana dan model bisnisnya.

Startup yang tergabung dalam program New Energy Nexus, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu, berkesempatan untuk mengakses dua tipe pendanaan: dana hibah inkubasi dan pendanaan investasi melalui Indonesia 1 Fund. Pendaftaran ke program inkubasi dan akselerasi New Energy Nexus dibuka setiap saat bagi startup di bidang energi terbarukan di Indonesia.

Startup Pengembang Aplikasi Bukugaji Raih Pendanaan 69,5 Miliar Rupiah

Vara selaku pengembang SaaS untuk pengelolaan sumber daya manusia (SDM) di UMKM hari ini (13/7) mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai $4,8 juta atau setara 69,5 miliar Rupiah. Investasi diperoleh dari sejumlah pemodal ventura, meliputi Go-Ventures, RTP Global, Alpha JWC Ventures, Surge dari Sequoia Capital India, FEBE Ventures, dan Taurus Ventures.

Bukugaji adalah aplikasi awal yang mereka kembangkan untuk pasar Indonesia. Di dalamnya meliputi layanan digital untuk daftar kehadiran hingga sistem penggajian. Solusi ini dilatar belakangi proses pengelolaan personalia di kalangan UMKM yang sebagian besar masih manual. Perangkat lunak SDM umumnya juga berharga yang relatif mahal bagi UMKM dan juga memiliki kompleksitas yang tinggi.

Kesulitan yang muncul dari pengelolaan SDM yang sporadis dan analog ini tak jarang mempengaruhi karyawan yang umumnya tidak pernah memiliki akses untuk mendapatkan riwayat pekerjaan formal. Salah satu masalah yang sering muncul adalah sulitnya akses bagi karyawan ini mendapatkan layanan finansial dari lembaga keuangan tradisional seperti bank.

Startup ini didirikan oleh Vidush Mahansaria dan Abhinav Karale sejak November 2020. Mereka juga sempat mengikuti program akselerasi Surge kohort kelima. Selanjutnya dana yang diperoleh akan difokuskan untuk mengembangkan produk dan meningkatkan kapabilitas fitur yang dimiliki Bukugaji. Sejauh ini aplikasi tersebut diklaim sudah digunakan untuk mengelola sekitar 100 ribu staf.

Untuk berbagai skala bisnis, sejauh ini ada berbagai startup yang menggarap layanan SaaS untuk pengelolaan SDM. Di antaranya Pegaw.ai, Catapa, Synergo, KaryaOne, Mekari, dan lain sebagainya.

Masuknya Bukugaji menambah panjang pemain digital di ekosistem yang menggarap segmen UMKM. Sebelumnya cukup ramai kehadiran pengembang aplikasi pencatatan arus kas bagi pelaku bisnis kecil oleh startup seperti BukuKas, BukuWarung, dan beberapa pemain lokal lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Payfazz Resmi Kantongi Lisensi E-money BI, Fokus Jangkau Pengguna di Pedesaan

Fokus untuk memberikan akses layanan finansial kepada masyarakat di pedesaan, Payfazz segera masuk ke bisnis uang elektronik (e-money). Ini ditandai dengan diperolehnya lisensi dari Bank Indonesia tertanggal 28 Juni 2021 sebagai Penyedia Uang Elektronik berbasis server melalui PT Cashfazz Teknologi Nusantara, anak usaha dari Fazz Financial Group.

Sejak diluncurkan tahun 2017, Payfazz telah membantu lebih dari 700 ribu UMKM atau agen melayani lebih dari 80 juta masyarakat melalui aplikasinya. Memungkinkan para merchant untuk melayani berbagai jenis transaksi, termasuk pembayaran PPOB.

“Ini merupakan pencapaian Payfazz yang sangat signifikan yang telah kami nantikan sejak lama. Dengan adanya lisensi uang elektronik, kita dapat mendekatkan tujuan perusahaan menjadi aplikasi penyedia jasa keuangan terpadu bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan.” kata Co-Founder & CEO Payfazz Hendra Kwik.

Selanjutnya lisensi ini akan digunakan perusahaan untuk membuka lebih banyak peluang yang dapat memfasilitasi para agen, terutama untuk membantu klien perusahaan global dan lokal di Xfers dalam mengumpulkan pembayaran dari masyarakat yang tidak memiliki rekening bank.

Sebelumnya, Fazz Financial Group telah mendapatkan lisensi pengiriman uang melalui Bank Indonesia, mengaktifkan gerbang pembayaran baik untuk perusahaan global maupun lokal melalui investasinya di Xfers (lisensi Institusi Pembayaran Besar – MAS), memasuki dunia digital banking melalui kerja sama dengan BRI Agro (anak perusahaan Bank BRI), dan membuka layanan pinjaman melalui investasinya di Modal Rakyat (berlisensi OJK untuk pembiayaan P2P).

“Kami berharap melalui lisensi ini dapat berdampak positif bagi bisnis perusahaan sebagai penyedia jasa layanan keuangan dan mendorong volume transaksi tiga kali lipat dari saat ini. Lisensi uang elektronik ini memiliki potensi untuk mempererat sinergi antara Payfazz dan produk keuangan lainnya di dalam Fazz Financial Group,” kata Hendra.

Per Bulan Mei 2021, Fazz Financial Group mengklaim telah memproses lebih dari $10 Miliar volume transaksi per tahun melalui ekosistem produknya, dan dengan adanya lisensi uang elektronik ini dapat meningkatkan volume transaksi lebih tinggi lagi.

Perluas kemitraan

Selama dua tahun terakhir Payfazz terus memperluas kemitraan dengan startup fintech dan layanan terkait lainnya, dengan menghadirkan produk dan layanan menarik yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM di tanah air. Mulai dari Payfazz Buku yang didukung oleh Credibook, hingga meluncurkan beberapa produk yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM. Salah satunya adalah Warung Online, memungkinkan pesanan dari pelanggan dapat langsung tercatat di aplikasi Payfazz.

Secara khusus layanan dasar mereka menyediakan pembayaran tagihan, transfer uang, pembayaran pedagang, pinjaman, dan layanan simpanan/tabungan untuk yang tidak memiliki rekening bank melalui kemitraan platform dengan berbagai lembaga finansial.

Application Information Will Show Up Here