Segera Rampungkan Pendanaan Seri B, TaniHub Gencar Bangun Infrastruktur di Luar Jawa

Startup agritech TaniHub mengungkapkan segera mengumumkan pendanaan seri B yang diklaim memiliki nominal terbesar seantero Asia Tenggara untuk startup di vertikalnya. Pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk memantapkan rencana perusahaan bermain di luar Pulau Jawa dengan membangun infrastruktur pendukung bisnis.

Kurang dari setahun lalu, TaniHub mengumumkan pendanaan Seri A+ pada April 2020 sebesar $17 juta yang dipimpin Openspace Ventures dan Intudo Ventures.

Dalam konferensi yang digelar secara virtual, Presiden TaniHub Group Pamitra Wineka belum bersedia menyebutkan lebih lanjut terkait dana segar ini. Ia hanya mengatakan bahwa pendanaan ini masih dalam proses finalisasi diperkirakan baru bisa diumumkan sebulan lagi. Antusiasme investor kepada putaran ini diklaim begitu antusias, hingga oversubscribed dari dana yang ditargetkan.

“Dana ini mau kita kontribusikan balik kepada petani-petani di Indonesia. Kita mau ekspansi ke mana kita bisa jangkau lebih banyak petani, hopefully bisa sampai Papua,” ucapnya, Kamis (21/1).

Perusahaan berencana untuk membangun fasilitas distribusi regional (DC), pusat pemrosesan dan pengemasan produk (processing packing center/PPC), pusat pengolahan unggas (poultry processing center/PPC), gudang nasional (national fulfillment center/NFC), dan penggilingan padi di berbagai titik. Beberapa lokasinya, seperti Sumatera Utara, Riau, Palembang, Lampung, Banjarmasin, Banjarmasin, Manado, dan Makassar.

Saat ini, lokasi PPC yang sudah beroperasi penuh adalah di Malang yang mendukung rantai pasok dari berbagai fasilitas distribusi regional yang tersebar di lima kota, yakni Bogor, Bandung, Kartasura, Surabaya, dan Denpasar.

Director of Supply Chain TaniHub Group Sariyo mengatakan, PPC di Malang sudah beroperasi dengan kapasitas hampir maksimal. Ia mengapresiasi respons di lapangan sangat baik karena PPC ini berfungsi untuk mengefisienkan proses distribusi dan mengurangi risiko rusak.

“Kita bangun PPC melihat dari lokasinya apakah di daerah tersebut punya memiliki source [hasil tani] yang banyak. Bila iya, ini akan sangat membantu karena PPC itu harus dekat dengan daerah sumber [hasil tani],” ujarnya.

Selain ekspansi, pada tahun ini perusahaan akan mendigitalkan seluruh proses rantai pasok dengan membangun sendiri sistem automasi yang digerakkan oleh data, tidak lagi dengan manual. Berikutnya, membuat platform khusus konsumen B2B untuk mengakomodasi proses spesifik demi memberikan pengalaman transparansi yang jauh lebih baik.

Pencapaian bisnis tahun lalu

Dalam kesempatan yang sama, perusahaan juga sesumbar dengan pencapaiannya yang gemilang sepanjang tahun lalu. Co-Founder & CEO TaniHub Group Ivan Arie Sustiawan mengklaim, perusahaan menjadi perusahaan agritech pertama yang berhasil mencetak GMV di atas Rp1 triliun dengan pertumbuhan gross revenue mencapai 639% secara yoy.

Terdapat lebih dari 46 ribu petani yang mendapat dampak positif dari kehadiran TaniHub, salah satunya meningkatnya pendapatan petani sebesar 20%. Dijabarkan lebih jauh, pendapatan terbesar dari TaniHub Group datang dari bisnis B2B dengan kontribusi 80%, sisanya datang dari bisnis ritel.

E-commerce TaniHub mencatatkan pertumbuhan pengguna baru lebih dari 250 ribu orang sepanjang Maret hingga Desember 2020. Produk yang banyak dibeli konsumen adalah ayam, buah naga, sayuran daun, beras, telur, alpukat, rempah-rempah, dan melon. Total SKU yang dimiliki TaniHub kini lebih dari 1.700, hampir dua kali lipat dari sebelumnya 800 SKU.

P2P lending TaniFund juga menorehkan pencapaian yang baik. Tahun lalu berhasil menyalurkan pendanaan sebesar Rp89,2 miliar melalui 243 proyek dalam bidang pangan dan agrikultur. Ada 2500 petani yang terdampak masuk ke ekosistem TaniFund karena produksinya meningkat sebesar 20%.

Tidak hanya itu, semangat TaniFund dalam meningkatkan inklusi keuangan terlihat pada peningkatan pendapatan petani binaan secara rerata sebesar 25% dengan kepemilikan rekening bank mencapai angka 100%. TaniFund sendiri menargetkan pada tahun ini dapat meningkatkan penyalurannya hingga Rp1 triliun kepada 10 ribu petani.

Application Information Will Show Up Here

Flou Jadi Diversifikasi Produk Komputasi Awan TelkomSigma, Rambah Segmen UKM

Awal Desember 2020, TelkomSigma memperkenalkan produk cloud baru bernama “Flou”. Solusi ini disebut sebagai pendekatan baru perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku usaha di era digital yang cepat berubah. Adapun, solusi ini sudah dapat digunakan pelanggan sejak pertengahan 2020.

Dalam acara peluncurannya, Direktur Business & Cloud TelkomSigma Tanto Suratno mengatakan bahwa pasar cloud semakin meningkat setiap tahunnya. Di 2020 saja, diestimasi berada di kisaran Rp11 triliun dengan pertumbuhan yang menjanjikan. Ia mengestimasi pasar cloud Indonesia meroket hingga Rp24 triliun di 2021.

Menurutnya, solusi cloud hadir untuk mendisrupsi dan mengakselerasi transformasi digital. Namun, dengan situasi pandemi saat ini, pelaku usaha dituntut untuk beradaptasi cepat terhadap perubahan. “Ke depan, kita bakal melihat ada gelombang disrupsi yang lebih besar dan dahsyat, yakni cloud native computing,” papar Tanto.

Sementara, Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI Indra Utoyo yang hadir dalam kesempatan sama menilai bahwa kehadiran Flou menjadi momentum tepat di situasi pandemi ini. “Covid-19 menjadi semacam chief transformation officer yang memaksa kita semua untuk bertransformasi. Esensi digital itu adalah bagaimana bisa create value. Makanya, kita harus beradaptasi dengan cara baru karena pasar dan perilaku konsumen cepat berubah,” ujarnya.

Mendorong konsep “cloud native mindset

Ada beberapa elemen yang difokuskan pada Flou, antara lain customer experience, reliability, dan kecepatan. Flou mengutamakan pengalaman yang seamless dengan sistem pembayaran yang fleksibel (pay-as-you go dan subscription). Kemudian, Flou juga menghadirkan kecepatan lewat agile deployment (API ready) dengan performa tinggi untuk segala sektor industri.

Semua elemen tersebut diprioritaskan untuk mendorong konsep cloud native mindset sebagaimana disebutkan Tanto di atas. Menurutnya, struktur traditional monolithic apps yang banyak digunakan pelaku usaha dinilai tidak mampu lagi mengejar dinamika pasar yang cepat berubah. Artinya, konsep ini dapat menghambat upaya untuk bertransformasi digital.

“Lewat Flou, kami ingin bawa konsep cloud native apps untuk memunculkan paradigma baru dan memberikan agility dalam mendukung pembuatan aplikasi, inovasi, dan ide secara cepat. Saat ini semakin banyak generasi terkini yang lahir di era yang akrab atau di mana resource-nya ada di cloud. Mereka ini yang disebut cloud native mindset,” papar Tanto.

Ia menilai mindset tersebut dapat dibangkitkan melalui fitur dan tools yang disediakan Flou. Salah satunya adalah merealisasikan ide menjadi MVP lebih cepat. “Kalaupun ide ini masuk produksi, elasticity bisa lebih besar. Pada tahap ini, pengguna tidak perlu memikirkan bagaimana scale dan resiliency-nya,” tambahnya.

Kendati demikian, Tanto menegaskan bahwa Flou tidak hanya mengakomodasi kebutuhan segmen pasar yang sudah terbiasa menggunakan cloud, tetapi juga pengguna baru secara seamless, baik UKM dan perusahaan berskala besar.

Sementara dari sisi harga, ia mengklaim bahwa solusi Flou mampu meminimalkan biaya operasional. Ia menyadari bahwa umumnya meningkatnya basis pengguna UKM dapat berdampak terhadap kenaikan biaya sewa cloud dan connevtivity.

“Kami memahami bahwa dinamika pasar yang cepat berubah menjadi tantangan bagi pelaku usaha. Karena mereka dituntut untuk agile, kami mengatur pricing sedemikian rupa supaya pelaku usaha dapat menjaga biaya operasional dan tetap tumbuh menikmati profit. Dengan begitu, mereka bisa mengembangkan bisnis dan inovasi ke depan,” tambahnya.

Di segmen ini sebenarnya sudah ada banyak pemain lokal yang jajakan produk infrastruktur cloud. Sebut saja Biznet Gio, Cloud Kilat, Indonesian Cloud, dan masih banyak lagi. Beberapa juga menyajikan varian produk cloud seperti VPS bersamaan dengan solusi hosting konvensional yang masih banyak dipakai usaha kecil karena biaya yang relatif lebih rendah.

Membidik pangsa 3 besar di Asia Tenggara

Saat ini, TelkomSigma mengklaim telah menguasai sebesar 40 persen pangsa pasar data center dengan total akumulasi seluas 11 ribu meter persegi, kapasitas penyimpanan hingga 41 ribu Terabyte (TB), dan lokasi tersebar di sebanyak 16 titik di seluruh Indonesia. Telkom menjamin cakupan Flou yang lebih luas dengan dukungan fasilitas data center dan konektivitas yang dimilikinya.

Dalam kesempatan tersebut, Director of Enterprise & Business Service TelkomSigma Edi Witjara mengatakan bahwa pencapaian tersebut sebetulnya menjadi tantangan bagi perusahaan untuk mempertahankan posisinya sebagai penyedia solusi ICT di segmen enterprise.

Selain itu, pengembangan Flou dinilai harus dapat menjadi pemacu untuk melahirkan peluang dan model bisnis baru. Menurut catatannya, ungkap Edi, segmen korporasi menyumbang lebih dari 50 persen terhadap pendapatan perusahaan, diikuti segmen pemerintahan (23%), dan SME (21%).

“Cita-cita TelkomSigma dalam 3-5 tahun mendatang adalah menjadi top 3 di Asia Tenggara. Kami yakin peluang ini dapat diupayakan, salah satunya lewat kehadiran Flou. Kami harap, Flou dapat mengakomodasi kebutuhan pelaku usaha di era sekarang yang menginginkan customer experience, realiability, dan agility yang cepat.”

Aldi Haryopratomo Ditunjuk sebagai Komisaris eFishery

Startup akuakultur eFishery mengangkat Aldi Haryopratomo sebagai komisaris. Sosok Aldi selaku eks CEO GoPay dianggap relevan buat perusahaan yang saat ini memasuki periode hypergrowth, dalam rangka merangkul jutaan pembudidaya ikan di Asia.

Aldi mundur sebagai CEO efektif per Januari 2021, setelah menjabat selama tiga tahun. Kini Andre Soelistyo, Hans Patuwo, dan Ryu Suliawan bersama-sama mengembangkan lini pembayaran di Gojek Group.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah mengatakan, perusahaannya membutuhkan sosok berpengalaman di bidang startup dalam pengembangan usaha eFishery. Ia berharap Aldi dapat memberikan arahan agar eFishery dapat tumbuh dan menjangkau 1 juta pembudidaya ikan selama tiga tahun ke depan, meningkatkan dampak sosial ekonomi yang positif dalam ekosistem akuakultur.

“Aldi berbagi visi yang sama dengan kami. Selain itu, ia memiliki pengalaman dan keahlian unggul dalam mengembangkan produk dan membangun organisasi yang menyasar UMKM, masyarakat rural, dan sektor informal untuk bisa memberikan dampak di skala yang masif, seperti saat GoPay dan Mapan yang sudah mencapai jutaan pengguna,” kata Gibran, Kamis (21/1).

eFishery sendiri memperoleh pendanaan seri B dari Go-Ventures dan Northstar Group pada Agustus 2020, menargetkan untuk menyediakan layanan menyeluruh dan terintegrasi, mulai dari operasional budidaya, pembiayaan, hingga distribusi.

Secara personal, Aldi dan Gibran bertemu pertama kali di 2015, ketika Gibran terpilih menjadi Endeavor Entrepreneur dan Aldi menjadi mentor. Akhirnya, mereka berdua bertemu secara rutin untuk berdiskusi terkait arahan buat eFishery.

Ada kesamaan visi misi antara keduanya, yakni sama-sama memajukan masyarakat di desa. Kebetulan saat itu, Aldi sedang membangun Mapan (dulu bernama RUMA), aplikasi arisan online yang fokus ke masyarakat desa, tepat sebelum Mapan diakuisisi penuh oleh Gojek pada 2017.

Aldi turut menambahkan, Indonesia membutuhkan lebih banyak entrepreneur seperti Gibran dan startup seperti eFishery yang ingin menjangkau UMKM yang sulit memperoleh manfaat dari teknologi. “Saya bersyukur bisa menjadi bagian kecil dari eFishery hingga kini. Semoga eFishery bisa terus merekrut pemuda pemudi terbaik bangsa dan membantu jutaan pembudidaya ikan.”

Tahun lalu eFishery mencatatkan peningkatan pendapatan hingga empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Inovasi perusahaan yang sudah dirilis, tercatat telah membantu pembudidaya dalam meningkatkan kapasitas produksi sebesar 26% yang berdampak pada peningkatan pendapatan para pembudidaya hingga 45%.

Pada tahun ini perusahaan menargetkan dapat meluncurkan layanan terpadu Smart Farming Solution yang didesain khusus untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas budidaya komoditas udang. Perusahaan ingin turut serta dalam merealisasikan target pemerintah untuk meningkatkan ekspor udang hingga 250% di 2024 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Perkuat Ekosistem Produk Finansial, Koinworks Segera Rilis “Super App” Untuk Pedagang Online

Koinworks sedang mempersiapkan super app khusus menaungi para pedagang online untuk perluas produk finansial yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing bisnis. Rencananya aplikasi tersebut akan dirilis pada kuartal kedua tahun ini.

Sebelumnya, perusahaan merilis aplikasi super app untuk para pemberi pinjaman berisi beragam fitur untuk menunjang mereka dalam mengembangkan aset dengan berinvestasi, tak hanya p2p lending (KoinP2P), ada KoinGold, juga KoinGaji, dan KoinBisnis untuk mengajukan pinjaman.

“Tahun 2020 kemarin kita banyak fokus ke super financial app untuk cari user personal, tapi secara operation kita banyak bantu UKM supaya tetap dapat akses pendanaan. Tahun ini mau menambahkan fokus ke UKM supaya mereka enggak hanya dapat lending saja, bisa menikmati fitur lainnya lewat ekosistem yang mereka butuhkan,” ucap CMO KoinWorks Jonathan Bryan dalam acara diskusi online, Rabu (20/1).

Ia mengaku optimis dengan kehadiran super app khusus UKM dapat memperkuat posisi perusahaan sebagai fintech lending pionir yang menyasar sektor pedagang online. Berbekal kekayaan historis yang dikumpulkan perusahaan, menjadi bekal penting dalam pengembangan aplikasi tersebut.

Semenjak pandemi, pergeseran transaksi dari offline ke online, membuat sektor ini menjadi primadona yang akhirnya mengubah lanskap bisnis pemain startup lending. Sebagian dari mereka awalnya hanya bermain di sektor produktif saja, atau usaha offline, kini mulai melirik para pedagang online.

Digital SME itu menjadi market yang seksi tahun ini karena bisnis online ini mengubah semuanya. Kita menjadi fintech pionir yang khusus bermain di sektor ini, banyak data yang telah kita kumpulkan menjadi bekal bagus untuk memperkuat kehadiran.”

Sepanjang tahun lalu, KoinWorks mencatatkan peningkatan peminjam dan pemberi pinjaman hingga 61% secara tahunan atau sebesar 549 ribu. Sedangkan pinjaman yang disalurkan mencapai lebih dari Rp2,5 triliun. Rata-rata kredit yang diajukan peminjam berkisar Rp200 miliar sampai Rp300 miliar per bulannya.

Rilis indeks keyakinan UKM digital

Pada saat yang bersamaan, perusahaan melakukan penelitian bertajuk “Digital SMEs Confidence Index Q4 2020” untuk memperoleh pandangan pemilik UKM tentang bagaimana mereka menghadapi lingkungan bisnis selama 2020, faktor-faktor yang memengaruhi tindakan mereka, dan pandangan terhadap bisnis setelah pandemi.

Penelitian ini dilakukan kepada 1.188 pelaku UKM digital sebagai responden dengan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif, berlangsung selama Oktober-November 2020. Kebanyakan mereka bergerak di bisnis F&B (42,7%), fesyen dan aksesoris (28,9%), jasa profesional (11,5%), dan perlengkapan rumah tangga (5,6%).

Hasil yang ditemukan, pandemi mengubah perilaku dari pelanggan dan bisnis UKM ikut menerima pengaruhnya. Sebanyak 89,2% responden sepakat bahwa pandemi sangat memberikan dampak kepada bisnis mereka, baik secara positif maupun negatif. Selain itu, 33,2% responden sempat mengalami penurunan penjualan mulai dari 31%-75%.

Lebih lanjut, pandemi memaksa pelaku bisnis UKM digital untuk dapat bertahan, salah satunya melalui digitalisasi. Responden yang memanfaatkan channel penjualan di berbagai sales channel (lima channel penjualan) memilki indeks keyakinan bisnis yang jauh lebih tinggi, sekitar 2,7 dari skala 5 menerima penurunan penjualan yang lebih rendah 34,95%. Sementara, yang hanya memanfaatkan satu channel menerima penjualan yang lebih tinggi 38,96%.

“Indeks Keyakinan Bisnis sendiri mengukur ekspektasi pengusaha mengenai pendapatan bisnis saat ini, kapasitas produksi, jam kerja rata-rata, dll. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa digitalisasi dapat membuka banyak gerbang untuk pelaku UKM agar dapat mempertahankan bisnisnya. Selain itu, salah satu temuan menarik adalah terkait pembiayaan yang dinilai sebagai faktor yang paling dibutuhkan untuk mengembangkan usaha saat pandemi atau setelah pandemi berakhir.”

Bank Mandiri dan Grab Teken Kerja Sama Strategis, Perluas Layanan Keuangan Digital

Bank Mandiri mengumumkan kerja sama strategis dengan Grab untuk perluasan layanan keuangan secara digital. Nantinya, Bank Mandiri akan mengembangkan sejumlah produk dan layanan keuangan, terkait layanan pembayaran digital dan pembiayaan produktif, di dalam platform Grab.

Baik Grab dan Bank Mandiri sama-sama menjadi pemegang saham di platform e-money LinkAja.

Nota Kesepahaman (MoU) ditandatangani secara virtual oleh Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Direktur Jaringan & Retail Banking Bank Mandiri Aquarius Rudianto, disaksikan oleh jajaran direksi Grab Indonesia dan Bank Mandiri lainnya di Jakarta pada hari ini (19/1).

Direktur TI Bank Mandiri Rico Usthavia Frans menuturkan, kerja sama ini sangat strategis karena melibatkan dua pihak dengan pemahaman bisnis dan keunggulan yang nyata di bidangnya masing-masing. “Sinergi layanan ini akan melahirkan banyak peluang bisnis yang bisa dimanfaatkan, terutama oleh pelaku UMKM, dalam situasi penuh keterbatasan di masa pandemi ini,” kata Rico.

Dalam kerja sama ini, Bank Mandiri akan mengembangkan sejumlah produk dan layanan keuangan, terkait layanan pembayaran digital dan pembiayaan produktif, di dalam platform Grab untuk memberikan nilai tambah kepada mitra dan para pelanggan Grab yang datang dari sektor UMKM.

Rencananya, berbagai solusi pembayaran Bank Mandiri akan dapat diakses oleh mitra bisnis Grab, seperti pembayaran melalui scan QR dan Mandiri Direct Debit, melengkapi akseptasi kartu debit dan kartu kredit Bank Mandiri yang telah hadir lebih dulu di Grab. Hal lainnya, kerja sama ini juga memungkinkan pelanggan Grab membuka rekening Bank Mandiri secara online dan melakukan top up e-money.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi menambahkan, pihaknya ingin mengembangkan Grab menjadi salah satu platform dengan akses keuangan terlengkap bagi para mitra dan pengguna, termasuk akses pembiayaan digital. Grab memiliki layanan yang sangat berkaitan erat dengan sektor UMKM, mulai dari GrabMart, GrabKios, GrabFood, dan GrabExpress.

“Grab berkomitmen membantu perkembangan dan pertumbuhan sektor riil ekonomi nasional, terutama pelaku UMKM yang belum terjangkau oleh akses perbankan dan layanan keuangan. Melalui sinergi dengan Bank Mandiri, Grab berupaya untuk terus menggerakkan ekonomi digital UMKM dengan menyediakan beragam layanan perbankan yang aman, nyaman, dan mudah diakses,” ujar Neneng.

Bersama Bank Mandiri, Grab berinisiatif melakukan sinergi penyaluran pinjaman mikro kepada jaringan mitra merchant GrabFood dan agen GrabKios. Pengusaha ini akan memiliki kemudahan dalam mengakses pembiayaan produktif secara digital dari Bank Mandiri melalui platform Grab. Plafon kredit yang dapat diajukan maksimal Rp100 juta dengan suku bunga bersaing.

Aquarius menuturkan, pembiayaan produktif mikro ini sangat potensial untuk dikembangkan mengingat Grab juga akan berperan sebagai pemberi referral. Kemudian pelaksanaannya pun akan tetap memenuhi prinsip kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang baik untuk memitigasi risiko pembiayaan.

Tak berhenti di situ, inisiatif lainnya yang akan dilakukan bersama kedua perusahaan adalah kerja sama keagenan branchless banking bagi mitra Grab, sehingga mereka bisa mendapat penghasilan tambahan.

“MoU ini adalah langkah awal kerja sama Bank Mandiri dan Grab. Kami sudah membentuk forum koordinasi yang akan membahas lebih detail potensi kerja sama lain yang akan menguntungkan baik bagi pengguna Grab maupun nasabah Bank Mandiri. Kami juga berharap, hadirnya Bank Mandiri dalam ekosistem digital Grab akan menjadi daya tarik tersendiri bagi calon mitra, sehingga akan semakin banyak mitra bisnis yang bergabung dengan Grab,” tutup Aquarius.

Application Information Will Show Up Here

Laporan KrASIA: Mendalami Peran Startup Unicorn di Pasar Tiongkok

Tidak dimungkiri, unicorn menjadi salah satu pendorong utama bisnis digital di banyak negara. Dampaknya mampu menggerakkan banyak sektor riil, melibatkan pengguna atau mitra dari berbagai kalangan.

Berbicara tentang bisnis digital global, perkembangan di Tiongkok sering dijadikan salah satu kiblat oleh pelaku industri. Pendekatan bisnis dan inovasi yang digulirkan banyak dijadikan percontohan oleh berbagai startup di negara lain.

Guna melihat sejauh mana perkembangan ekosistem digital yang terbentuk, KrASIA merilis sebuah laporan bertajuk “China Market Intel: A deep dive into China’s Top 100 Unicorns”. Menurut data yang dirangkum, saat ini sekurangnya ada 586 unicorn yang tersebar di 29 negara, kemudian 34,8% di antaranya dari Tiongkok.

Laporan tersebut secara spesifik mengulas tentang beberapa studi kasus unicorn yang paling signifikan, masuk ke dalam top 100 unicorn global, meliputi:

  1. ByteDance
  2. DiDi Chuxing
  3. Yuanfudao
  4. SenseTime
  5. Perfect Diary

Di dalamnya turut dibahas tentang aspek-aspek kekuatan bisnis, perjalanan bisnis, model bisnis, investor, hingga pemimpin bisnis yang terlibat mendukung. Selengkapnya, unduh laporan tersebut melalui tautan berikut ini: China Market Intel.

Disclosure: KrASIA bekerja sama dengan DS/innovate untuk mendistribusikan laporan ini.

Perusahaan Patungan Investree di Filipina Dapatkan Izin dari Otoritas Setempat

Investree Philippines, perusahaan patungan antara Filinvest Development Corp dengan Investree, resmi mengantongi persetujuan izin mengoperasikan platform crowdfunding dari Komisi Sekuritas dan Bursa Filipina (SEC). Kabar ini sekaligus menandai penerbitan perizinan pertama bagi perusahaan di Filipina, sejak SEC merilis aturan dan regulasi pelaksanaan baru pada tahun 2019.

Mengutip dari Philippine Information Agency, izin yang dikantongi Investree Philipines sebagai perantara crowdfunding dan portal pendanaan ini berlaku selama satu tahun dan diharuskan tunduk pada aturan tertentu. Menjelang satu tahun, tepatnya pada bulan ke-11 operasional, SEC akan mempertimbangkan perpanjangan izin.

Investree menggunakan perusahaan berbadan hukum Singapura, Investree Singapore Pte. Ltd., dalam pendirian perusahaan patungan ini.

Sama seperti Investree Indonesia, Investree Philippines berambisi untuk mengatasi kesenjangan kredit sebesar lebih dari $200 miliar bagi UKM yang sulit mendapat akses pendanaan di Filipina. Untuk mewujudkan hal tersebut, dengan menghubungkan UKM dan startup dengan investor institusi melalui marketplace crowdfunding.

“FDC bangga bisa menghadirkan platform resmi dan berizin pertama di Filipina, serta berkontribusi terhadap pengembangan UKM melalui Investree Philippines. [..] Kami percaya bahwa Investree dapat menjadi solusi terbaik bagi UKM yang ingin membangun kembali dan mengembangkan usaha mereka, sekaligus mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi negara,” ujar Presiden dan CEO FDC Josephine Gotianun-Yap dalam keterangan resmi, Jumat (15/1).

Co-Founder & CEO Regional Investree Adrian Gunadi menambahkan, ekosistem FDC yang kuat, termasuk EastWest Bank dan pemahamannya tentang pasar lokal akan menghubungkan pemberi pinjaman dan UKM secara lancar. “Bersinergi dengan FDC, sekarang kami memiliki model operasi dan bisnis yang solid untuk memastikan layanan optimal dalam rangka mendukung pertumbuhan UKM di kawasan Filipina.”

Di Asia Tenggara, pada umumnya UKM masih memiliki kebutuhan keuangan yang lebih besar, meskipun dianggap sebagai bisnis dengan kebutuhan keuangan mikro. Tetapi terlalu kecil untuk dilayani secara efektif oleh model perbankan umum. Hal ini dikarenakan UKM seringkali terkendala permasalahan seperti kurangnya agunan dan riwayat kredit yang biasanya dibutuhkan perbankan, sehingga menciptakan kesenjangan kredit keuangan untuk segmen menengah ini.

Khusus di Filipina, segmen ini kurang terlayani. Padahal, UKM menyumbang 35% terhadap PDB negara, mempekerjakan lebih dari 60% tenaga kerja lokal.

“Dengan dukungan FDC, Investree Philippines akan memanfaatkan kekuatan teknologi dan data untuk berkembang dan menggunakan model penilaian risiko mumpuni yang akan membantu dan mempercepat proses penilaian kredit di perbankan maupun institusi pinjaman pada umumnya,” kata Managing Director f(dev) Xavier Marzan. f(dev) adalah anak usaha FDC yang bergerak di bidang venture dan innovation.

Investree Philippines adalah ekspansi Investree kedua, setelah Thailand yang sudah dimulai sejak awal 2019. Di Thailand, Investree menggunakan brand eLoan dan menggandeng mitra lokal yang paham dengan kondisi di lapangan.

Hingga November 2020, Investree membukukan total fasilitas pinjaman sebesar Rp7,7 triliun dan nilai pinjaman tersalurkan Rp5,5 triliun. Rata-rata tingkat pengembaliannya adalah 16,8% per tahun dan rata-rata TKB90 99%.

Mereka yang ekspansi ke luar Indonesia

Indonesia menjadi tempat yang empuk untuk menggodok suatu layanan hingga “jadi”. Ketika dianggap berhasil punya posisi yang signifikan di sini, artinya ada jaminan pasti layanan tersebut dapat dibawa ke luar Indonesia, apalagi ke Asia Tenggara dengan rumpun, budaya, dan perilaku yang kurang lebih sama.

Didukung kapital yang cukup, segelintir startup lokal pede untuk keluar dari kandang. Investree dan DanaCita adalah dua perusahaan yang datang dari fintech lending. Sebagian besar perusahaan datang dari luar Indonesia, mayoritas dari Singapura, lalu masuk ke Indonesia dengan melokalisasi nama brand-nya.

Sisanya masih sekadar rencana, yang kemungkinan tertunda karena pandemi Covid-19. Di luar itu, vertikal startup yang sukses masuk ke sejumlah negara di Asia Tenggara, di antaranya ada Gojek, Ruangguru, Traveloka, Sociolla, PasarPolis, dan Xendit.

Startup Edtech Schoters: Pandemi Percepat Akselerasi, Pasar Makin Matang

Salah satu sektor startup yang mengalami pertumbuhan saat pandemi adalah platform edtech. Bukan hanya di Indonesia, namun secara global platform yang menggabungkan edukasi, teknologi dan bisnis mampu menarik perhatian target pengguna hingga investor.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial mengundang Founder & CEO Schoters Radyum Ikono, untuk berbagi suka duka dan harapan sebagai penggiat startup yang menyasar sektor edtech di Indonesia saat ini dan ke depannya.

Pandemi percepat akselerasi

Saat Schoters baru didirikan sekitar tahun 2018, banyak tantangan yang dihadapi. Mulai dari edukasi hingga pemasaran dan cara tepat untuk memperkenalkan produk dan layanan yang dihadirkan kepada target pengguna.

Schoters adalah platform yang membantu siswa lulusan SMA/K dan profesional yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di luar negeri. Impian sang pendiri adalah, agar lebih banyak lagi siswa Indonesia yang merasakan pengalaman berharga saat melanjutkan studi di luar negeri.

“Ketika pandemi bulan Maret 2020 lalu secara langsung memaksa banyak pengguna untuk mengadopsi kegiatan belajar-mengajar secara online. Termasuk di dalamnya produk dan layanan yang ditawarkan oleh Schoters.”

Terkait dengan makin banyaknya platform serupa yang mulai muncul ke permukaan, ternyata tidak menjadi kendala bagi platform seperti Schoters untuk terus tumbuh. Hal tersebut menurut Radyum justru menjadi tanda yang positif, meskipun persaingan harus lebih sengit lagi.

“Saya melihat dengan makin banyaknya platform baru yang bermunculan bisa menjadi pertanda bahwa pasar sudah mulai matang dan teknologi yang kami tawarkan ternyata memang sangat relevan saat ini. Ke depannya kami melihat akan menjadi signal yang baik bagi platform edtech untuk terus tumbuh, untuk bisa menciptakan ekosistem yang lebih baik lagi.”

Radyum menambahkan, makin banyaknya pemain serupa yang mencoba menyasar sektor edutech juga bisa memberikan ruang lebih dan kesempatan kepada para investor untuk memberikan investasi. Karena pada akhirnya, meskipun sifatnya tidak recurring seperti layanan e-commerce, namun dengan strategi yang tepat dan penggunaan yang sangat relevan saat ini, bisa menjadikan platform edtech menarik untuk dijajaki.

Edukasi, teknologi, dan bisnis

Sebagai lulusan terbaik DSLaunchpad tahun 2020, Schoters merasakan benar pentingnya menciptakan relasi yang baik antara pemain startup edtech lainnya. Sebagai startup yang bukan hanya berupaya untuk mencari profit, platform seperti Schoters juga memiliki misi sosial, untuk bisa mempermudah proses belajar dan edukasi kepada masyarakat luas secara online.

Jika dulunya proses ini hanya terbatas kepada offline saja, namun startup seperti Ruangguru telah membuktikan bahwa edukasi disandingkan dengan teknologi dan bisnis bisa tetap tumbuh dan berjalan dengan baik.

“Tentunya saya memberikan apresiasi kepada Belva Syah Devara pendiri Ruangguru. Karena dengan platform yang mereka tawarkan mampu menjadikan startup edtech lebih mainstream dan diterima dengan baik oleh pasar. Kesuksesan mereka yang kemudian menjadi inspirasi saya untuk mendirikan Schoters,”kata Radyum

Impian Radyum untuk Schoters adalah, agar bisa menjadi platform end-to-end yang kemudian bisa membantu siswa untuk mewujudkan impian mereka studi di luar negeri. Hal tersebut tentunya akan dihadirkan oleh Schoters melalui berbagai produk dan pilihan layanan hingga teknologi yang memudahkan semua proses.

“Sepanjang 1 sampai 2 tahun terakhir saya melihat perkembangan startup edtech makin baik di Indonesia. mengikuti apa yang sudah terjadi di negara lain, saya melihat ke depannya platform edtech makin pesat pertumbuhannya di Indonesia,” kata Radyum.

Application Information Will Show Up Here

Standard Chartered Jalin Kemitraan Strategis dengan Bukalapak, Dikabarkan Gelontorkan Investasi 2,8 Triliun Rupiah (UPDATE)

Standard Chartered Bank hari ini (14/1) mengumumkan kemitraan strategisnya dengan Bukalapak untuk meluncurkan inovasi perbankan digital. Realisasinya adalah dengan mengintegrasikan nexus, layanan banking-as-a-services (BaaS) milik bank tersebut, ke platform Bukalapak untuk menjangkau pengguna yang lebih luas.

Secara spesifik perusahaan menyatakan, ada dua area yang akan difokuskan. Pertama, menghadirkan inovasi di bidang finansial dan e-commerce melalui ekosistem Bukalapak. Kedua, mendorong inklusi keuangan menjangkau 100 juta pengguna dan 13,5 juta UKM yang ada di platform Bukalapak.

Kami sudah mencoba mengonfirmasi, apakah melalui kerja sama ini ada komitmen investasi yang digulirkan. Namun pihak Bukalapak masih enggan memberikan tanggapan.

Namun menurut sumber Kumparan, dari hasil kerja sama ini Bukapalak menerima pendanaan senilai $200 juta atau setara 2,8 triliun Rupiah dari Standard Chartered. Dana sebesar itu dikabarkan akan digunakan untuk ekspansi.

Sebelumnya Bukalapak juga menjalin kerja sama strategis serupa dengan Microsoft untuk optimasi layanan komputasi awan dan program literasi digital – dilanjutkan dengan komitmen investasi Microsoft ke Bukalapak.

“Kemitraan strategis ini menunjukkan kepercayaan Standard Chartered terhadap misi dan komitmen Bukalapak dalam menciptakan dampak di seluruh Indonesia. Perdagangan dan jasa keuangan merupakan aspek penting dari kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu kemitraan ini meningkatkan semangat kami untuk mewujudkan ekonomi yang adil di Indonesia. Dengan jaringan perbankan global yang kuat dan bisnis layanan keuangan yang bergengsi, partisipasi Standard Chartered di Bukalapak akan semakin memperkuat jajaran pemegang saham dan mitra strategis kami saat ini,” sambut CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin.

Oktober 2020 lalu, Standard Chartered juga mengumumkan kolaborasi serupa dengan beauty commerce Sociolla. Realisasinya sama, akan mengimplementasikan nexus sehingga memungkinkan pengguna Sociolla untuk mendapatkan layanan finansial seperti pembukaan rekening tabungan, pengajuan pinjaman, dan kartu kredit. Targetnya, layanan tersebut akan live pada akhir 2021.

Produk BaaS nexus sendiri sudah mulai diinisiasi sejak Maret 2020 lalu di bawah unit ventura Standard Chartered, yakni SC Ventures. Mereka cukup agresif mengembangkan solusi digital, baik secara mandiri maupun melalui kolaborasi dengan perusahaan lain. Selain nexus ada juga mox (bank virtual), solv (platform UMKM), dan zodia (kustodian aset digital) yang saat ini menjadi portofolio. SC Ventures juga berinvestasi di startup fintech global, mulai dari SoCash, Metaco, Symphony, sampai Ripple.

Andrew Chia selaku Cluster CEO Indonesia & ASEAN Markets Standard Chartered berujar, “Kemitraan perdana kami dengan Bukalapak menegaskan kembali komitmen Standard Chartered untuk mengembangkan jejak kami secara lokal. Kami yakin bahwa kemitraan kami dengan salah satu unicorn pertama dan pemain e-commerce terkemuka di Indonesia akan memungkinkan kami untuk bersama-sama menciptakan solusi yang mendorong inklusi keuangan di Indonesia.”

Kerja sama antara perbankan dengan platform digital mulai banyak diinisiasi. Sebelumnya ada juga kemitraan dari BRI dan Grab, memungkinkan pengguna untuk membuka rekening lewat platform ride-hailing tersebut. Lebih lagi, saat ini raksasa teknologi di Asia Tenggara juga mulai seriusi bisnis finansial. Tidak cukup di segmen digital wallet saja, namun arahnya menuju bank digital. Sebut saja yang dilakukan Gojek dengan berinvestasi di Bank Jago. Atau aksi korporasi Sea mengakuisisi Bank Kesejahteraan Ekonomi.

Update: kami melakukan pembaruan judul dan isi artikel dengan penambahan informasi seputar pendanaan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Gambar Header: Depositphotos.com

Ruangguru Rilis “English Academy”, Ramaikan Persaingan Aplikasi Pembelajaran Bahasa Inggris

Startup edtech Ruangguru mengumumkan peluncuran produk English Academy, kelas online live teaching bahasa Inggris dengan kurikulum berstandar internasional. Kelas ini diajar oleh pengajar internasional (native speakers) dan lokal berpengalaman, kelas perdana akan dimulai pada 1 Februari 2021.

Dalam keterangan resmi, VP of Product, Business & Operations Ritchie Goenawan mengungkapkan, English Academy adalah solusi untuk para siswa kelas SD hingga SMA untuk tetap belajar bahasa Inggris di tengah berbagai kesibukan.

Menurutnya, bahasa Inggris kini tidak lagi dianggap sebagai nilai tambah, tapi juga keharusan karena di era globalisasi ini, dunia sudah lintas batas dan hidup berdampingan dengan rekan-rekan internasional.

“Kelas online ini menyajikan materi berkualitas, pengajar berpengalaman, metode penyampaian interaktif, jadwal yang fleksibel, dan harga yang lebih terjangkau dibandingkan kursus bahasa Inggris konvensional,” terang dia, Rabu (13/1).

Dalam kelas ini, lanjutnya, para siswa akan dibekali dengan kemampuan-kemampuan esensial dan kompetensi yang relevan, meliputi listening, reading, writing, dan speaking. Terdapat fitur menarik yang dapat dimanfaatkan di dalam situs, seperti buku digital, rekaman video pembelajaran yang dapat diakses, dan placement test untuk menyesuaikan materi yang diajarkan berdasarkan level kemampuan.

Di samping itu, setiap kelas terdapat dua pengajar, terdiri atas pengajar internasional dan lokal. Guru akan membimbing para siswa dengan metode pendekatan komunikatif, sehingga siswa dapat lebih termotivasi untuk meningkatkan kemampuan.

“English Academy menawarkan jadwal kursus online sebanyak empat kali setiap minggu. Dengan jadwal fleksibel ini, para siswa dapat menyesuaikan kehadiran di tengah kesibukan.”

Terlebih itu, English Academy telah terintegrasi dengan super app Ruangguru untuk menghadirkan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa. Biaya untuk program ini selama setahun adalah Rp1,5 juta untuk paket tiga bulan dan Rp5 juta untuk paket 1 tahun.

Diklaim biaya ini lebih hemat hingga 50% dibandingkan biaya kursus bahasa Inggris konvensional. Pada awal peluncuran ini, Ruangguru memberikan diskon yang berlaku untuk jangka waktu terbatas.

Sebelum Ruangguru yang secara spesifik menyasar kelas bahasa, pemain edtech lainnya sudah masuk lebih dulu. Di antaranya ada Bahaso dan Cakap. Pemain kursus bahasa Inggris, seperti English First (EF) dan British Council juga sudah masuk ke ranah digital. LingoAce, edtech yang fokus di bahasa mandarin, juga disebutkan tertarik untuk perluas produknya ke kelas online Bahasa Inggris.

Menurut laporan Lembaga Pendidikan Internasional Education First (EF) merilis laporan tingkat kemahiran bahasa Inggris orang dewasa (18-40 tahun). Di Indonesia, mendapat peringkat ke-74 dari 100 negara pada 2020. Peringkat ini memperlihatkan kemampuan bahasa Inggris di Indonesia masih sangat rendah, sehingga menjadi celah peluang bagi para pemain edtech.

Application Information Will Show Up Here