JD.id Bermitra dengan RedBus untuk Sediakan Tiket Bus Online

JD.id dan startup pemesanan tiket bus RedBus mengumumkan kolaborasi bisnis untuk melengkapi layanan JD Travel. Pembelian tiket bus dan shuttle dari RedBus kini bisa dilakukan melalui aplikasi JD.id.

Head of Partnership, Alliance, dan Virtual Category JD.id Abraham Harahap menjelaskan, pihaknya berharap dapat memberikan lebih banyak moda transportasi untuk konsumen. Semakin lengkapnya layanan JD Travel ini, tentunya dalam rangka menyambut momen rutin mudik lebaran yang segera tiba.

“Sekaligus memberikan opsi perjalanan bagi pelanggan JD.id dengan menyediakan penjualan tiket shuttle dan bus yang lengkap, terjangkau, dan variatif,” terangnya kepada DailySocial.

Setiap layanan OTA yang tersedia di JD.id, sambungnya, adalah hasil kerja sama dengan pihak ketiga sehingga lebih praktis, mudah, murah, dan cepat. Mereka juga terbukti memiliki lisensi OTA, yang mana belum dimiliki perusahaan.

Alasan memilih RedBus pun lantaran startup ini memiliki rute yang lengkap untuk tiket bus dan shuttle dari berbagai operator utama di Indonesia. Secara teknologi pun sudah cukup mumpuni untuk mendukung kebutuhan konsumen.

Pembelian tiket bus hanya bisa dilakukan lewat aplikasi JD.id. Perusahaan menyediakan opsi pembayaran dengan mencicil sampai tiga bulan dengan bunga 0%.

Abraham menargetkan kehadiran tambahan layanan ini setidaknya dapat berkontribusi sebesar 10% dari total penjualan di JD.id ketika seluruh produk perjalanan sudah lengkap dan sempurna. Sayangnya, Abraham enggan menyebut lebih detail soal kontribusi JD.id yang terkini.

JD Travel menyediakan pembelian tiket pesawat, kereta api, dan rental mobil. Konsumen juga dapat memesan tiket hotel dari berbagai properti. AiryRooms termasuk salah satu pemain OTA yang ikut listing dalam JD Travel.

RedBus sendiri baru mengumumkan kehadirannya di Indonesia sejak tahun lalu. Diklaim perusahaan telah bermitra dengan lebih dari 110 operator bus dan shuttle terkemuka, menciptakan 1400 rute unik yang menghubungkan lebih dari 150 kota. Tahun ini diharapkan dapat melipatgandakan jumlah mitra jadi 200 operator dan menjual 200 ribu kursi setiap harinya.

Application Information Will Show Up Here

Cashlez Terima Pendanaan Seri A dari Sumitomo Corporation (UPDATED)

PT Cashlez Worldwide Indonesia (Cashlez) yang dikenal sebagai pengembang layanan mPOS (Mobile Point of Sales) terintegrasi dengan solusi pembayaran di Indonesia baru-baru ini mengumumkan telah mengamankan pendanaan Seri A yang dipimpim oleh Sumitomo Corporation. Investor sebelumnya Mandiri Capital Indonesia turut terlibat dalam pendanaan kali ini.

“Suatu kebanggan tersendiri bagi kami dapat menjadi startup pertama di Indonesia yang menerima pendanaan dari  Sumitomo Corporation. Melalui dukungan ini, Cashlez akan terus berinovasi dalam mengembangkan produk dan layananya guna mewujudkan visi dan misi kami menjadi platform agregatoor pembayaran non tunai bisnis terbaik,” terang CEO Cashlez Teddy Tee dalam rilis pendanaan yang kami dapatkan.

Pendanaan kali ini rencananya akan dimanfaatkan untuk memperluas jaringan, pengembangan produk dan menghadirkan layanan baru untuk memudahkan mitra usaha dalam berbisnis dan menambah pilihan pembayaran non tunai di Indonesia.

Dalam rangka mewujudkan rencana tersebut, pihak Cashlez juga akan menunjuk tim manajemen baru untuk bisa berkontribusi mengawasi arahan strategi dan tata kelola perusahaan. Selain itu harapannya manajemen baru juga dapat memberikan panduan menyeluruh kepada semua tim eksekutor untuk memberikan nilai berkelanjutan dalam jangka panjang kepada pemegang saham.

“Kami sangat senang dapat menjadi shareholder Cashlez. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat progressive dalam mengurangi penggunaan uang tunai. Kami yakin pembayaran akan menjadi bagian penting di masa yang agan datang seperti MaaS (Mobility as a Service). Dalam hal ini Cashlez menyediakan terminal mPOS yang akan memberikan manfaat kepada pemilik usaha dan customer. Kami berharap Cashlez akan menjadi unicorn pertama di industri pembayaran dan kami akan terus mencari startup berpotensi lainnya untuk investasi,” ungkap Asisstant General Manager Suitomo Corporation Hajime Terazawa.

Selain melayani pengguna di wilayah Jawa, saat ini Cashlez sudah berekspansi ke Bali, tepatnya pada akhir 2018 silam. Secara total mereka sudah memiliki 3000 mitra merchant dari berbagai latar belakang usaha, mulai dari toko ritel, restoran, kafe, akomodasi, salon, hingga asuransi.

Tahun ini tampaknya Cashlez masih akan berupaya menambah pilihan pembayaran. Yang terbaru, mereka dikabarkan telah bekerja sama dengan PT Visionet Internasional untuk menambah layanan pembayaran Ovo ke dalam sistem.

Update : Kepada DailySocial pihak Cashlez menyatakan bahwa tahun ini mereka akan fokus pada ekspansi dan penetrasi pasar, utamanya ke kota-kota besar yang menjadi tujuan wisata. Tahun 2019 juga akan dilalui dengan membantun kolaborasi lebih banyak dnegan mitra pembayaran.

Cashlez juga akan mengoptimalkan digital marketing dan pengembangan “Cashlez Care” untuk meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan.

 

Application Information Will Show Up Here

Hindari Risiko Riba, Lending Syariah Ammana Gaet Bank Muamalat sebagai Agen Escrow

Startup fintech p2p lending berbasis syariah Ammana mengumumkan kerja sama dengan Bank Muamalat untuk pemanfaatan rekening penampungan atau escrow account. Hal tersebut dilakukan demi menjamin dana tetap terbebas dari unsur riba. Langkah awal ini akan meneruskan kerja sama berikut antar kedua perusahaan tersebut dengan inisiasi lainnya.

CEO Bank Muamalat Achmad K. Permana mengatakan, kehadiran perusahaan fintech berbasis syariah adalah solusi bagi masyarakat yang ingin berinvestasi namun tetap sesuai dengan prinsip syariah, yakni tanpa riba. Potensi keuangan syariah di Indonesia masih cukup besar, kendati masih rendah tingkat penetrasinya.

Dia juga menyampaikan kerja sama ini adalah bentuk komitmen perseroan untuk selalu berada di dalam ekosistem keuangan syariah di Indonesia. Terlebih, baik Bank Muamalat maupun Ammana memiliki ikatan yang cukup spesial, keduanya merupakan pionir di industri keuangan syariah.

“Segala sesuatu yang berhubungan dengan syariah, Muamalat harus masuk ke situ dan kita yakin bisa berkompetisi dengan bank lain di segmen tersebut. Tahap awal baru untuk escrow account, akan terus kita update teknologi di Muamalat agar bisa dukung yang lain,” terangnya, kemarin (15/4).

Dari pengumuman ini, otomatis seluruh hasil pembayaran dari lender atas borrower akan dikelola melalui rangkaian layanan cash management di Bank Muamalat. Antara lain dengan menggunakan Virtual Account, Cash Management System, dan menjadi agen escrow yang memastikan dana yang dihimpun dan dikelola akan dialokasikan sesuai dengan tujuan utama.

Founder dan CEO Ammana Lutfi Adhiansyah menambahkan, bank memiliki infrastruktur dalam menghimpun dana dan mengatur alur transaksi keuangan. Berbeda dengan tugas fintech lending seperti Ammana, yang tugasnya hanya fokus menghubungkan penerima pinjaman dan pemberi pinjaman.

Ditambah dalam POJK sudah ditentukan bahwa startup yang bermain di segmen syariah harus taat menjaga bisnisnya dari unsur riba dengan selektif memilih rekan bisnis.

Expertise mengatur keuangan itu ada di bank, makanya kita serahkan ke Bank Muamalat untuk menanganinya. [..] Ke depannya kita yakin kolaborasi bukan hanya di escrow saja, tapi kita bisa diperlakukan seperti agen laku pandai yang bisa menjual segala produk berbasis syariah seperti reksa dana syariah,” kata Lutfi.

Rencana bisnis Ammana

Lutfi berharap dengan kerja sama tersebut akan memperkuat ekosistem fintech syariah di Indonesia, serta menambah kepercayaan para peminjam dana karena perusahaan telah menggaet Bank Muamalat yang notabenenya cukup kuat sebagai brand bank syariah.

Tahun ini dia menargetkan Ammana dapat menyalurkan pembiayaan sampai 100 miliar Rupiah, sama dengan target yang dicanangkan untuk pencapaian tahun lalu namun meleset dari realisasi. Tahun lalu perusahaan baru mampu menyalurkan pembiayaan sebesar 30 miliar Rupiah.

Pinjaman tersebut disalurkan untuk 6 ribu penerima pinjaman, mayoritas di antaranya bergerak di pinjaman produktif. Nominal pinjaman yang bisa diajukan mulai dari 5 juta Rupiah. Adapun pemberi pinjaman di Ammana diklaim berjumlah 30 ribu orang.

Lutfi mengungkapkan untuk merealisasikan target penyaluran ini perusahaan membuat sejumlah strategi. Di antaranya merilis pinjaman untuk segmen konsumtif dan menambah rekanan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) menjadi 150 unit dari saat ini 70 unit agar semakin banyak pengusaha yang mendapat pinjaman.

Ammana merupakan startup fintech syariah pertama yang mengantongi surat tanda terdaftar dari OJK. Layanannya baru bisa diakses melalui situs desktop atau mobile, aplikasi belum tersedia.

Application Information Will Show Up Here

Potensi Platform Pembelajaran Online Mencetak Talenta Berkualitas

Besarnya demand talenta baru ternyata tidak dibarengi dengan skill dan pengetahuan yang sesuai untuk industri terkait. HarukaEDU adalah contoh startup yang menawarkan platform pembelajaran online yang diharapkan dapat menyuplai demand tersebut.

Untuk bisa melihat lebih jauh seperti apa tren dan potensi startup teknologi pendidikan di Indonesia, #SelasaStartup menghadirkan CEO HarukaEDU Novistiar Rustandi.

Atasi masalah kurang waktu dan biaya

Sebelum mendirikan HarukaEDU, Novistiar mengklaim banyak melakukan tanya jawab ke target pasar dan industri terkait. Ia menyimpulkan banyak lulusan sekolah menengah yang terkendala melanjutkan pendidikan karena permasalahan waktu dan biaya.

Di sisi lain, instansi pendidikan masih belum bisa menghadirkan program belajar secara online karena kurangnya sumberdaya. Permasalahan ini yang bisa diselesaikan oleh platform pembelajaran online.

“Kami juga secara khusus menawarkan pelatihan kepada perusahaan untuk bisa meningkatkan skill karyawan mereka melalui proses belajar secara online. Sejauh ini kami mendapatkan respon yang positif bukan hanya di Jakarta tapi daerah di luar Jakarta,” kata Novistiar.

Mendukung industri 4.0

Meskipun saat ini otomasi sudah banyak menggantikan skill konvensional, bukan berarti lapangan pekerjaan berkurang. Teknologi justru telah menghadirkan lapangan pekerjaan baru yang lahir dari kebutuhan memanfaatkan teknologi.

“Salah satunya adalah digital marketing dan media sosial yang saat ini makin banyak dicari oleh perusahaan. Saya lihat ke depannya skill lebih memegang peranan penting dibandingkan ijazah untuk talenta yang ternyata masih banyak dicari oleh perusahaan konvensional di Indonesia,” kata Novistiar.

Platform pembelajaran online juga berusaha memangkas biaya pendidikan universitas dan pendidikan lanjutan yang masih tergolong sangat besar. Mereka berusaha menghilangkan persepsi bahwa pembelajaran online sebagai “abal-abal” dengan kelas-kelas yang semakin berkualitas.

Telkom Rilis Brand “Oolean”, Seriusi Pengembangan Ekosistem Game Lokal

Telkom merilis brand Oolean dalam rangka mengembangkan industri game lokal agar dapat bersaing di negeri sendiri, sekaligus bentuk manuver perseroan agar terus melaju di industri digital. Inisiasi ini diumumkan saat ajang konferensi tahunan Telkom Digisummit 2019 yang digelar kemarin, (11/4).

EVP Digital & Next Business Telkom Joddy Hernady mengatakan, keputusan ini diambil dengan melihat kondisi rendahnya penetrasi pangsa industri game lokal di Indonesia. Menurut data yang dikutip, pangsa pasar perusahaan game lokal hanya 19%, sementara pengembang game lokal 0,4% saja. Sisanya dikuasai pemain asing.

Padahal, berbicara potensi, Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan pasar game tertinggi di Asia Tenggara, yang mencapai 37,3%. Angka ini mengalahkan Thailand 30,9%, Vietnam 29,2%, dan Malaysia 27%. Ditambah pula, lifetime revenue-nya lebih tinggi dari film dan musik.

Sebagai contoh, grup bank Peterpan (kini Noah) disebut memiliki revenue US$10 juta, sedangkan film Warkop Reborn US$17 juta. Sementara game Mobile Legend menembus angka US$120 juta.

“Pengembang game kita tidak akan bisa bersaing dan pangsa pasarnya lambat laun pasti terus turun. Kami memutuskan untuk berinvestasi di sini, dibantu Agate dan Melon,” terang Joddy.

Oolean diambil dari kata “ulin” yang berasal dari Bahasa Sunda yang artinya main.

Jumlah investasi untuk industri game lokal sangat minim yang berdampak pada kurang tumbuhnya perusahaan lokal. Kekurangan talenta pun turut memperparah kondisi. Berangkat dari isu tersebut membuat perseroan berinvestasi cukup besar untuk menghidupi ekosistem game lokal.

Mengawali kemitraan dengan perusahaan pengembang game asal Bandung, Agate, dan anak usahanya di bidang konten Melon, Telkom memulai debutnya. Meski tidak menyebut nominal pasti, Joddy menuturkan perseroan telah mengalokasikan biaya investasi untuk tiga sampai lima tahun ke depan untuk tahap awal ini.

Selain mengusung konsentrasi di industri game, Telkom juga mengumumkan inovasi teranyar untuk aplikasi video streaming Oona TV. Kini Oona TV tersedia ke dalam platform Max Stream dan Oona Indihome untuk menyasar pengguna Android TV.

Platform Oolean

Blueprint rencana Telkom lewat Oolean / DailySocial
Blueprint rencana Telkom lewat Oolean / DailySocial

Oolean menjadi platform one-stop-gaming-ecosystem, mulai dari menciptakan, mempublikasi judul-judul game, manajemen, hingga payment.

Joddy menjelaskan, Oolean sebagai user platform management, memiliki fitur user management system (user ID, password, single-sign on, social), gaming hub (news, cross promotion), analytics, dan game back end services (leaderboard, quest system, dan event management).

“Tentunya kehadiran platform ini untuk meningkatkan UX agar industri game bisa tumbuh. Ada banyak fitur di platform, dan siap ditambah. Ada open API dalam platform yang bisa langsung dipakai developer agar semakin mudah dalam menciptakan game.”

Sementara ini Oolean belum memiliki situs sendiri. Joddy mengatakan situs Oolean akan tersedia pada akhir tahun ini, setelah banyak judul game yang sudah diproduksi.

“Oolean ini inisiatif game yang membuat beberapa proyek. Lagipula, Oolean juga dijadikan brand untuk publishing karena ini bisnisnya B2B, jadi tidak langsung ke end user.”

Game yang berhasil dibuat para pengembang akan dipublikasi di GameQoo. Pada tahap awal ada 15 judul game lokal yang dapat dimainkan oleh konsumen dan 35 judul lainnya dari luar negeri.

GameQoo (dibaca: game-ku) adalah on-demand gaming platform yang merupakan rebranding dari nama sebelumnya, Emago. Emago lahir dari program inkubator Digital Amoeba yang digagas Telkom.

Dengan konsep cloud gaming, GameQoo membawa pengalaman bermain game tanpa konsol, bisa bermain di laptop atau layar televisi dengan kualitas full HD 60fps. Sepintas GameQoo mirip dengan konsep yang ditawarkan Google lewat Stadia.

Joddy tidak menampik fakta tersebut. GameQoo disebut memiliki kelebihan, karena bisa dimainkan konsol manapun. Tidak seperti Stadia yang butuh spesifikasi khusus.

“Untuk saat ini, tujuannya GameQoo buat main di rumah karena terhubung dari fixed broadband modem Indihome, sehingga ada kebutuhan orang ingin main game dengan nyaman. Ada kebutuhan latensinya harus rendah dan sebagainya, itu bisa kami sediakan.”

Untuk sementara, GameQoo dirilis secara terbatas untuk kalangan internal Telkom. Joddy memastikan pada akhir bulan ini sudah tersedia untuk publik.

Skema berlangganan bulanan yang diterapkan sebesar Rp50 ribu bagi pengguna Indihome. Jumlah game yang tersedia bakal terus ditambah, setidaknya tiga judul setiap bulannya.

Proyek game dengan Agate

Telkom juga tidak ingin luput dari pangsa pasar game yang belum terjamah dengan maksimal ini. Perseroan membuat sejumlah proyek untuk menggarap proyek judul game dari berbagai kategori, mulai dari hyper casual, casual, mid core, sampai hard core.

Game kasual yang sudah dirilis rata-rata mengandung unsur kearifan lokal, di antaranya Onet Asli, Botol Ngegas, dan Teka Teki Santai. Ketiganya sudah bisa diunduh lewat Google Play.

Kategori mid core game dijalani lewat proyek khusus bernama ATMA. Proyek ini masih sedang dikembangkan, mengambil tema pahlawan, mitos, legenda indonesia yang digabungkan dengan budaya kontemporer.

Hard core game pun juga sedang dalam proses pembuatan lewat proyek bernama Brightlands. Proyek ini dikerjakan oleh talenta lokal yang pernah bekerja di perusahaan pengembang game kelas dunia, seperti Bandai Namco, Ubisoft, Supercell, dan lainnya.

Game tersebut akan berbentuk konsol dan menjadi produk flagship karena bakal dipasarkan untuk pasar Amerika Serikat dan Eropa. Proses pengembangannya pun akan memakan waktu lama sampai tiga tahun, sekarang ini baru masuk bulan keenam.

“Kita cukup percaya diri untuk game konsol ini, prototipe-nya sudah di-showcase saat Game Developers Conference di Amerika sebulan lalu. Responsnya cukup bagus dan ada partner yang tertarik untuk kerja sama. Sekalian juga validasi pasar. Kami menawarkan visual yang sangat menarik dari alam-alam Indonesia dengan kualitas game internasional.”

Buat inkubator Indigo Game

Tidak berhenti di situ, Telkom berupaya meningkatkan kapabilitas talenta digital khusus game dengan meluncurkan program inkubator Indigo khusus game. Sebelumnya Indigo pernah membuat program untuk startup pengembang game, namun belum bisa berkembang dengan baik karena ketiadaan ekosistem.

Kali ini Telkom mempersiapkan Indigo Game dengan mentor, kurikulum khusus, dan pendanaan dengan nominal yang sama dengan program Indigo seperti biasa. Program juga akan berlangsung selama enam sampai sembilan bulan tiap batch-nya. Program ini akan dibuka pada Juni 2019, menyasar sekitar 10-15 startup untuk dilatih di Bandung Digital Valley.

“Diharapkan lulusan dari Indigo ini bisa ikut menyumbangkan game hyper/kasual yang bisa dipublikasi di GameQoo untuk perbanyak konten. Jadi strateginya ada game unggulan dan game kasual yang bertugas untuk menarik orang datang. Nah dari Indigo itu akan buat game untuk tarik orang.”

Joddy menjelaskan hubungan antara Telkom dan Agate yang kuat pada awal kemitraan ini, membuka kemungkinan untuk perseroan berinvestasi ke perusahaan asal Bandung tersebut. Namun untuk saat ini keduanya berusaha untuk memosisikan diri dengan kapabilitas masing-masing dan menggabungkannya.

Kemitraan dengan Agate ini tidak bersifat eksklusif. Artinya perseroan terbuka untuk bermitra dengan perusahaan pengembang game lainnya. Joddy menyebut perseroan masih fokus pada pengembangan ekosistem game yang perlu dibantu banyak pihak.

“Kebetulan ini baru mulai. Jadinya kita pilih dengan mitra yang skala bisnisnya sudah besar makanya kita mulai bersama Agate terlebih dahulu,” pungkasnya.

Tanggapi Rumor Akuisisi, Bareksa Ungkap Sedang Proses Galang Dana Seri B

Hari ini DealStreetAsia mengungkap potensi akuisisi Ovo terhadap Bareksa. Kepemilikan platform investasi berbasis online menjadi suatu langkah logis bagi platform uang elektronik dalam mendorong jumlah pengguna dan meningkatkan dana kelolaan. Meskipun demikian, ketika dikonfirmasi, kedua belah pihak sejauh ini menampik adanya proses tersebut.

Kepada DailySocial, Co-Founder dan CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra mengatakan, “Yang sudah disepakati sejauh ini adalah Bareksa-OVO partnership [diumumkan Maret lalu] untuk membuat terobosan baru berikutnya dengan menyinergikan e-money and e-investing di Indonesia.”

“Mengenai investment, Bareksa memang sedang melakukan second fundraising [Seri B] dan sedang berbicara secara intensif dengan beberapa strategic investor potensial. Akan digunakan untuk scale up dan expand Bareksa’s business and penetration,” ujarnya.

Pihak Ovo yang kami konfirmasi juga mengungkapkan pernyataan senada. Meskipun demikian, ada pihak yang menyatakan proses akuisisi tersebut sudah berjalan. Sebelumnya Ovo juga dikabarkan telah mengakuisisi platform pembiayaan Taralite.

Bareksa saat ini telah menjalin kemitraan strategis dengan dua platform marketplace ternama, Bukalapak dan Tokopedia, untuk mendorong kemudahan kepemilikan akun reksa dana bagi masyarakat. Menurut data Asosiasi Pelaku Reksadana dan Investasi Indonesia (APRDI) per Desember 2018, jumlah investor reksa dana yang terdaftar mencapai 995 ribu orang dan diharapkan tahun ini jumlahnya mencapai 1,49 juta orang dengan target dana kelolaan (AUM) mencapai Rp565-580 triliun.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Kemkominfo: Mencetak Talenta Digital Dimulai dari Kurikulum yang “Disruptif”

Indonesia saat ini memiliki empat startup unicorn, yaitu Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Menkominfo Rudiantara sempat memprediksi setidaknya ada dua unicorn baru dalam 2-3 tahun ke depan.

Hal ini menandakan bahwa Indonesia memiliki peluang sangat besar dalam mencetak unicorn baru. Dalam skala besar, Indonesia dapat mengembangkan potensi di bidang ekonomi digital, terutama menghadapi industri 4.0. Namun Indonesia masih terbentur pada kurangnya talenta digital.

“Kita punya potensi ekonomi digital yang besar. Bagaimana unleash-nya? Kita kebanyakan potensi, tetapi kapan jadinya?” ungkap Staf Khusus Menkominfo Lis Sutjiati di Pembukaan idEA Works Pro, Kamis (11/4).

Menurutnya, hal ini dapat terjawab apabila Indonesia telah siap dalam mencetak talenta digital baru yang saat ini dinilai masih minim. Saat ini talenta-talenta terbaik kini menjadi rebutan sejumlah startup atau perusahaan besar.

Menurut riset McKinsey, lanjut Lis, Indonesia diprediksi memiliki 180 juta populasi di usia produktif sebagai penggerak ekonomi, dengan sembilan juta harus melakukan shifting profesi dan dua juta profesi bakal tidak relevan lagi di 2030.

Indonesia juga diperkirakan menjadi negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2030 berdasarkan metode Purchasing Power Parity (PPP) atau keseimbangan kemampuan berbelanja.

“Nah, 180 juta ini mau kerja apa? Ini yang menjadi tantangan terbesar kita. Indonesia butuh sembilan juta talenta di bidang digital untuk bisa unleash semua sektor potensial kita. Tidak hanya e-commerce dan fintech, tetapi juga kesehatan, agrikultur, dan pendidikan,” paparnya.

Memulai dari kurikulum pendidikan

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi era ekonomi digital di masa depan adalah mencetak talenta-talenta baru melalui sejumlah program. Salah satunya ada Indonesia Digital Talent Scholarship yang menggaet sejumlah mitra global dalam penyediaan kurikulum, seperti IBM dan Cisco.

Namun hal itu saja belum cukup untuk menyelesaikan masalah kekurangan talenta di masa depan. Menurutnya, kemampuan non-teknis dan akademis atau soft skill dan hard skill seseorang dapat diasah melalui kurikulum pendidikan sejak sekolah dasar.

“Kita tidak bisa pakai kurikulum konvensional [untuk menambah talenta baru]. Kurikulumnya harus disruptif. Begitu juga industri [harus kasih kurikulum] supaya bisa match juga dengan industri,” ungkap Lis.

Kemampuan hard skill, seperti coding sudah bisa diperkenalkan sebagai mata pelajaran di sekolah. Demikian juga kemampuan soft skill, seperti critical thinking dan creative thinking. “Ini sama pentingnya juga karena creative thinking tidak bisa mengandalkan engine,” katanya.

Ketua Umum idEA Ignatius Untung menilai bahwa soft skill juga sama pentingnya dengan hard skill. Kemampuan ini sebetulnya yang wajib dimiliki generasi selanjutnya di masa depan.

“Diakui ada gap antara kampus dan industri masih besar. Ketika lulus mereka tidak siap untuk bekerja. Penting untuk memikirkan profesi di era ekonomi digital,” ujar Untung.

Telkomsel Mulai Komersialisasi IoT Intank, Bermitra dengan Pertamina Patra dan Mitratel

Telkomsel mengumumkan Pertamina Patra Niaga (PPN) dan Mitratel sebagai mitra perdana yang mengimplementasikan solusi fuel management IoT Intelligent Tank Monitoring System (Intank). Solusi ini sebelumnya telah diperkenalkan sejak tahun lalu, namun masih dalam tahap uji coba.

IoT Intank berfungsi secara end-to-end memonitor tangki atau aset likuid dari jarak jauh yang memungkinkan pemantauan inventaris dan konsumsi bahan bakar secara intensif kapanpun dan di manapun karena terhubung dengan sistem cloud.

“Telkomsel secara konsisten meningkatkan kesiapan teknologi dan jaringan sebagai bagian dari upaya mengakselerasi terbentuknya ekosistem IoT di Indonesia, sekaligus dalam rangka memasuki era Industri 4.0,” ucap SVP Enterprise Account Management Telkomsel Dharma Simorangkir dalam keterangan resmi.

Dia melanjutkan, solusi Intank akan membantu Pertamina Patra Niaga dan Mitratel dalam berbagai use case yang berbeda. Pertamina Patra memanfaatkan Intank untuk monitor persediaan bahan bakar pada tangki penyimpanan terminal (terminal storage), sensor meter pada jalur distribusi, serta CCTV pada titik transfer kustodi.

Sebelumnya, PPN telah mengembangkan solusi digital bernama Pertamina Smart MT (mobil tangki). Kehadiran IoT Intank dan Fleetsight, diharapkan akan menjadi lokomotif inovasi buat Pertamina Smart MT sehingga lebih optimal dalam menjaga persediaan dan melakukan distribusi bahan bakar minyak bagi para konsumen.

Sementara itu, Mitratel, anak usaha Telkom bergerak di bisnis penyediaan menara pemancar telekomunikasi dan infrastruktur, akan memanfaatkan Intank untuk monitor konsumsi dan persediaan bahan bakar pada site infrastruktur telekomunikasi yang memakai genset sebagai cadangan energi.

Mitratel dapat beroperasi dengan optimal tanpa terhambat pasokan energi, sekaligus menandai proses digitalisasi operasional bisnis perusahaan sebagai penyedia infrastruktur telekomunikasi paling inovatif.

Setelah kemitraan dengan PPN dan Mitratel, akan ada tambahan use case Intank untuk industri yang berbeda. Di antaranya Semen Merah Putih (industri semen), Pamapersada Nusantara (industri kontraktor pertambangan), dan Kapuas Prima Coal (industri pertambangan). Semuanya ini masih dalam tahap uji implementasi.

Semen Merah Putih memanfaatkan Intank untuk monitor persediaan bahan bakar dari jarak jauh pada terminal storage dan tangki bahan bakar truk pencampur semen secara real time. Begitupun Pamapersada, untuk monitor bahan bakar di storage tank yang akan didistribusikan untuk operasional, lokasi kapal distribusi, dan ketinggian air sungai yang dilalui kapal.

Sementara Kapuas Prima, untuk monitor bahan bakar pada mobil truk yang mendistribusikan bahan bakar dari pelabuhan ke site pertambangan dan ketersediaan bahan bakar storage tank di pelabuhan.

“Kami berharap Intank dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi ketiga perusahaan tersebut untuk menjadi pemain terdepan di industri masing-masing,” pungkas Dharma.

Gojek Klaim “Milestone” Pencapaian, Transaksi Tembus 127 Triliun Rupiah di 2018

Gojek mengungkap sejumlah data teranyar terkait pencapaiannya sejak delapan tahun beroperasi. Data tersebut sengaja diungkap untuk mementahkan klaim kompetitor terkuatnya, Grab, tentang pencapaian transaksi di Indonesia sepanjang 2018.

Founder dan CEO Gojek Global Nadiem Makariem mengungkapkan, pertumbuhan gross transaction value (GTV) naik 13,5 kali lipat dari 2016 ke 2018. Secara nominal mencapai lebih dari $9 miliar (setara Rp127 triliun) di 2018 dan total volume transaksi setahun mencapai 2 miliar.

Berikutnya jumlah pengguna aktif bulanan diklaim lebih tinggi hingga 1,5 kali dari kompetitor yang mengacu pada laporan “The State of Mobile 2019” dari App Annie yang menyebut Gojek sebagai aplikasi on demand dengan jumlah pengguna aktif bulanan terbanyak di Indonesia sepanjang 2018.

Gojek kini memiliki 1,7 juta mitra pengemudi, hampir 400 ribu mitra merchants, dan lebih dari 60 ribu penyedia layanan di Asia Tenggara. Aplikasi Gojek sendiri telah diunduh lebih dari 142 juta kali.

Menurut tiga riset yang dikutip Nadiem, yaitu Financial Times Confidential (2018), DailySocial dan JakPat (2018), dan YouGov (2019), semuanya menyebut Go-Pay sebagai alat pembayaran nomor satu di Indonesia.

“9 miliar dollar untuk gross transaction itu di atasnya kompetitor, meski kita baru ke luar negeri. [..] Go-Pay menurut tiga lembaga riset kita jadi terdepan, nomor satu. Mohon maaf harus diklarifikasi, yang terpenting adalah dampaknya. Kerja nyata saja, daripada terus gombar gambir prestasi,” kata Nadiem, kemarin (11/4).

Dua bisnis penggenjot utama Gojek, Go-Food dan Go-Pay juga turut diungkap pencapaiannya. Layanan Go-Food diklaim jadi terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga di dunia.

Chief Commercial Expansion Go-Food Catherine Hindra Sutjahyo menyebut, Go-Food bahkan sudah mengalahkan layanan transportasi Go-Ride. Go-Food disebut-sebut sudah tumbuh minimal empat kali lebih besar dari GrabFood.

Jumlah order Go-Food sebesar 30 juta per bulan di Asia Tenggara dengan pertumbuhan tujuh kali lipat dari Desember 2016 ke Desember 2018. Sebanyak 80% pesanan Go-Food justru bukan datang dari merchant besar, melainkan dari merchant UMKM. Durasi pengiriman rata-rata 27 menit.

“Merchant Go-Food sekarang lebih dari 300 ribu, April tahun lalu ada 125 ribu. Itu bisa dihitung penambahan perbulannya seperti apa,” kata Catherine.

CEO Go-Pay Aldi Haryopratomo menambahkan, sejak keluar dari ekosistem Gojek, penggunaan Go-Pay disebutkan telah naik 25 kali lipat sejak pertama kali diperkenalkan. Hal ini mendongkrak pamor Go-Pay sebagai layanan e-money paling banyak dipakai di Indonesia menurut riset tiga lembaga yang berbeda.

Go-Pay kini bermitra dengan 28 institusi keuangan, telah diterima di lebih dari ratusan ribu rekan usaha di 370 kota di Indonesia. Infrastruktur Go-Pay didukung berbagai layanan, termasuk Spots — sebuah aplikasi kasir online multifungsi.

Spots dapat menerima pesanan Go-Food, pembayaran Go-Pay, mencetak resi, hingga menulis laporan harian berbagai macam tipe pembayaran. Payment gateway Midtrans juga mendukung merchant online menerima pembayaran dari berbagai institusi keuangan.

Nyatakan “perang terbuka”

Nadiem secara implisit menyindir, sekaligus mempertanyakan klaim Grab tentang banyak hal. Misalnya penetrasi pasar Grab di Indonesia, dan super app.

Nadiem mengklaim Gojek menjadi super app pertama di dunia. Tidak hanya satu aplikasi, ada tiga super app yang sudah dikembangkan perusahaan. Mereka adalah aplikasi end user Gojek untuk transaksi, Go-Biz (rebranding dari Go-Resto) untuk merchant UMKM, dan Gojek Driver untuk mitra pengemudi.

“Kita punya super app pertama di dunia yang terdiri dari pilar besar, yang tiap pilarnya akan terus kita dalami. Pilar tersebut transportasi manusia, logistik, makanan, payment, dan fintech.”

Pilar-pilar ini, sambungnya, menjadi bukti bahwa konsep yang dibuat orang lokal bisa membawa manfaat, tidak hanya untuk Indonesia tapi juga di seluruh penjuru Asia Tenggara. Padahal, Gojek bisa dikatakan baru keluar kandang.

Nadiem menyebut pertempuran dengan Grab pertama kali dimulai saat Gojek masih mendapat pendanaan sebesar US$2 juta, sementara posisi Grab sudah sampai pendanaan US$250 juta. Gojek dianggap jadi kekuatan utama lantaran kemampuan untuk mengerti kemauan dan mendengar masukan dari konsumen.

“Jadi yang paling besar itu penting, tapi bukan yang paling utama. Yang terpenting adalah dampak nyata Gojek untuk masyarakat luas. Menang di Indonesia, menang di Asia Tenggara. [..] Kami senang dapat tantangan begitu besar [dari Grab] karena itu kami selalu buat hal baru setiap hari,” katanya.

Keunggulan lainnya yang disebut Nadiem adalah Gojek dimulai dari transportasi roda dua, sehingga ada efisiensi. Mitra dapat seharian bekerja, mengantar orang, kurir barang, antar makanan, bahkan berjualan top up Go-Pay. Dia menyebut pendapatan mitra lebih tinggi daripada Grab.

Dukungan dari investor pun juga tak kalah besar. Nadiem mengklaim setiap kali Gojek ingin lakukan pendanaan selalu lancar, berjalan efektif, dan sukses. Jajaran investor di balik Gojek pun terdiversifikasi dari berbagai penjuru.

Saat ditanya mengenai tanggapan status decacorn, Nadiem berdalih valuasi bukanlah hal yang diumumkan ke publik karena bukan budaya perusahaan.

“Kultur kita bukan merayakan diri sendiri. Biar orang lain saja yang merayakan. Valuasi itu hal penting, tapi bukan yang terpenting. Yang terpenting adalah angka-angkanya, dampak kepada Indonesia yang kita banggakan, bukan valuasi,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Grab Ventures Velocity Angkatan Kedua Incar Pemberdayaan Usaha Mikro

Grab resmi mengumumkan Grab Ventures Velocity (GVV) angkatan kedua, Rabu (10/4) kemarin. Berbeda dari angkatan pendahulunya, program flagship Grab ini akan fokus pada inovasi dan penyelesaian masalah di bidang agrikultur dan pemberdayaan usaha mikro.

Dalam pembukaannya, Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menegaskan, sejak awal bahwa kehadiran program ini diharapkan dapat memberikan dampak luas. Tidak hanya untuk Grab, tetapi juga masyarakat.

“Kami meyakini dua fokus tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang besar di Asia Tenggara. Melalui program ini, kami juga ingin nurturing bakal unicorn selanjutnya (nexticorn) di Asia Tenggara,” tutur Ridzki di Jakarta.

GVV merupakan program khusus pengembangan startup yang berstatus post seed dan ingin melakukan scale up. Sebanyak 3-5 startup terpilih akan mendapatkan mentorship, akses ke basis pelanggan dan teknologi Grab, serta mereka dapat menguji coba solusinya di platform Grab.

Head of Investments & Programs Grab Ventures Aditi Sharma menambahkan, ada banyak peluang yang dapat digali dari agrikultur, terutama yang berkaitan dengan rantai pasokan makanan segar tradisional, seperti buah dan sayur-sayuran.

Indonesia dinilai punya banyak persoalan berkaitan dengan rantai pasokan produk pertanian. Rumitnya jalur perdistribusian hingga kondisi geografis di Indonesia membuat prosesnya menjadi lama dan tidak efisien.

Diharapkan GVV dapat memaksimalkan potensi startup dalam membawa bahan makanan segar secara terjangkau dan berkualitas kepada seluruh target pasarnya di Asia Tenggara.

Demikian juga pemberdayaan terhadap pedagang kecil yang bertujuan memotong biaya operasional agar dapat meningkatkan pendapatan mereka. Aditi menyebutkan uji coba solusi mereka akan mengandalkan jaringan agen Kudo yang saat ini telah dipakai di 250 ribu wirausahawan digital Indonesia.

“Di angkatan sebelumnya, startup hanya menguji coba layanannya di negara asal mereka sendiri. Pada angkatan kedua, mereka berkesempatan untuk pilot di semua negara di Asia Tenggara,” ungkap Aditi.

Selain fase pendanaan post seed, kriteria lain yang dicari pada program ini adalah startup yang memiliki product market fit, telah memiliki basis pengguna, dan memiliki strong early traction. Pendaftaran telah dimulai sejak 29 Maret hingga 15 Mei. Program ini sendiri akan berjalan dua bulan (Mei dan Juni).

GVV didukung sejumlah instansi pemerintah terkemuka di Indonesia, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Badan Kreatif Ekonomi (BEKRAF).