BBM Rilis “Group War”, Fitur Kuis Interaktif yang Dipandu Chatbot

BBM kembali membuat terobosan dengan meluncurkan fitur Group War. Fitur tersebut memungkinkan anggota grup BBM mengikuti kuis berhadiah. Fitur baru ini menggabungkan teknologi chatbot dengan dompet digital Dana untuk memberikan pengalaman baru bagi penggunanya.

Dengan mengusung konsep kuis interaktif, setiap anggota group bisa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh bot Group War. Semakin tinggi poin, maka peluang mendapatkan hadiah semakin besar. Setiap pemenang akan mendapat hadiah berupa saldo Dana yang dikirim ketika sesi kuis berakhir.

“Tim produk dan teknologi BBM sangat bangga fitur ini dilahirkan asli dari kantor Jakarta dan terpacu untuk terus menciptakan fitur yang khas untuk Indonesia yang mampu merekatkan hubungan antar teman dan keluarga,” terang Vice President Product BBM Hadikusuma Wahab.

Untuk menggunakan fitur baru ini pengguna BBM hanya tinggal mengundang bot Group War ke dalam group chat mereka — ada menu/ikon khusus di kanal grup. Setelah itu bot akan memberikan pertanyaan setiap pukul 12.30 WIB (kecuali hari Jumat pukul 13.30 WIB) dan 18.30 WIB. Pertanyaan bisa langsung dijawab oleh seluruh anggota grup terkait.

“BBM memiliki misi menjadi aplikasi sosial dari Indonesia yang membantu orang lebih produktif dan terhubung. Kami percaya Group War dapat meningkatkan pengetahuan dan interaksi positif yang menyenangkan di dalam group chat, sekaligus meningkatkan inklusi keuangan digital di masyarakat,” imbuh Hadikusuma.

Group War merupakan serangkaian upaya BBM agar terus diminati. Tahun ini BBM sudah beberapa kali merilis fitur tambahan untuk pengguna di Indonesia. Dimulai integrasi dengan Vidio.com hingga kolaborasi dengan Yogrt untuk hadirkan “Instant Games”.

Application Information Will Show Up Here

Moka Rilis Aplikasi Agregator Pembayaran Moka Pay

Moka merambah layanan agregator pembayaran dengan peluncuran Moka Pay. Fitur ini didesain untuk mengakomodasi transaksi non-tunai merchant UKM yang memanfaatkan layanan point of sales (POS) besutannya. Menurut penelusuran DailySocial, aplikasi versi beta Moka Pay sudah hadir dan bisa diunduh di Google Play.

Dari penjelasan yang tertera, Moka Pay tidak hanya sebagai agregator pembayaran, tapi juga memiliki fitur POS sederhana yang dapat digunakan untuk membantu pengusaha dalam mengembangkan bisnisnya.

Ada akses manajemen karyawan, laporan keuangan, pembuatan invoice, memantau laporan untuk outlet di lokasi lain, dan sebagainya. Semua transaksi akan tercatat dalam cloud dan bisa diakses kapan saja secara real time.

Aplikasi Moka Pay
Aplikasi Moka Pay

Di samping itu, ada fitur pembayaran non-tunai yang mengakomodasi transaksi dari berbagai sumber dana, baik dari e-wallet, kartu kredit, dan tunai. Adapun pemain fintech yang sudah bermitra dengan Moka di antaranya Akulaku, Ovo, TCash, dan Kredivo. Pengusaha tidak perlu berinvestasi tambahan perangkat untuk menerima opsi pembayaran ini.

Bila diperhatikan, Moka menerapkan model bisnis freemium untuk aplikasi Moka Pay. Artinya pengguna bisa menggunakan seluruh layanan yang ada sepuasnya, namun ada beberapa fitur yang baru bisa digunakan apabila upgrade layanan ke Moka POS.

Strategi ini bisa dikatakan menjadi cara Moka mendapatkan basis pengguna baru tanpa harus berlangganan di tahap awal, seperti yang selama ini diterapkan untuk Moka POS. Bahkan dari segmentasi produknya, Moka Pay tidak hanya menyasar segmen bisnis mikro saja, tapi juga yang sudah berskala besar.

Produk ini sebetulnya pernah disinggung secara singkat oleh VP of Brand & Marketing Moka POS Bayu Ramadhan dalam sesi #SelasaStartup pekan ini. Dia hanya mengatakan bahwa Moka tengah menyiapkan suatu produk untuk segmen mikro, yang rencananya bakal rilis pada awal tahun depan.

Disebutkan bahwa Moka POS telah digunakan oleh lebih dari 12 ribu pengusaha yang tersebar di 200 lokasi di seluruh Indonesia. Tidak hanya menyediakan solusi mesin kasir POS, Moka memiliki unit layanan lainnya seperti Moka Capital yang memberikan pinjaman modal kepada para pengusaha dari pemain lending. Ada juga Moka App Marketplace untuk tambahan solusi buat pembukuan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Nodeflux Jadi “Official Global Partner” Nvidia dalam Pengembangan Solusi AI

Tahun 2018 menjadi tahun cukup penting bagi perjalanan bisnis Nodeflux. Setelah berhasil membukukan beberapa pendanaan, Nodeflux mengumumkan telah berhasil menjadi bagian dari program NVIDIA-Metropolis Software Partner Program (Nvidia-MSPP).

Capaian Nodeflux ini tidak hanya memungkinkan mereka memanfaatkan teknologi Nvidia untuk pemrosesan komputasi cerdasnya, tetapi juga mengukuhkan posisi mereka sebagai startup AI berkualitas dan disejajarkan dengan penyedia lainnya dari seluruh dunia.

Nvidia-MSPP sendiri merupakan program pemanfaatan kecerdasan buatan dan deep-learning untuk memberikan solusi inovatif dalam inisiatif kota pintar. Nodeflux menjadi startup pertama asal Indonesia dan tergabung bersama dengan 24 startup AI lainnya dari seluruh dunia.

Menurut tim Nodeflux, teknologi komputasi Nvidia penting untuk sistem mereka, mengingat GPU menjadi komponen penting untuk melakukan inferencing atau analytics function bagi delivery pada layanan Intelligent Video Analytics yang dikembangkan.

“Menjadi official global partner Nvidia tentu sangat berarti bagi kami. Tidak banyak perusahaan yang diterima. Hal ini menunjukkan pengakuan terhadap solusi Nodeflux dari perusahaan global yang merupakan hardware leader di industri AI. Saya berharap agar konsumen Indonesia mengetahui sudah ada karya anak bangsa yang berkualitas global yang dapat mereka gunakan,” terang CEO Nodeflux Meidy Fitranto.

Pihak Nodeflux menjelaskan bahwa ada proses cukup panjang sebelum akhirnya bisa bergabung dalam program Nvidia-MSPP ini. Dimulai ketika Nodeflux tergabung dalam Inception Program (program inkubasi startup yang bergerak di bidang deep-learning) pada tahun 2017. Kemudian dilanjutkan dengan implementasi solusi di beberapa kota menggunakan produk Nvidia.

Di tahun 2018 Nodeflux sudah mengembangkan beberapa solusi inovatif seperti face recognition, license plate recognition, people counting, vehicle counting & classification, hingga solusi untuk smart city. Solusi-solusi tersebut sudah diimplementasikan di beberapa kota di Indonesia.

“Nodeflux sudah implementasi di beberapa Polda di Indonesia, di antaranya Jakarta, Palembang, Jawa Barat, Bali, Jawa Timur dan akan menyusul belasan lainnya. Nodeflux melakukan implementasi integrasi pertama kali di Indonesia untuk face search sistem dengan menggunakan data Dukcapil dalam rangka kerja sama kepolisian dengan Dukcapil. Implementasi percobaan dengan beberapa pemerintah kota dalam mendukung penerapan smart city,” terang Marketing Communication Nodeflux Reny Ajeng ketika dihubungi DailySocial.

Dengan capaian yang mengesankan di tahun 2018, Nodeflux tampaknya akan lebih serius dan fokus di tahun 2019. Tidak banyak yang diceritakan Reny, ia hanya menjelaskan bahwa Nodeflux akan melakukan implementasi yang lebih menyeluruh di Indonesia sekaligus terus mengembangkan produk dan riset yang lebih jauh.

Ovo Segera Perluas Layanan Finansial di Tahun 2019

Ovo segera perluas layanan finansial untuk para penggunanya, setelah mengawali bisnis sebagai platform pembayaran. Layanan finansial yang tengah dikembangkan adalah asuransi, cicilan online tanpa kartu kredit, dan pinjaman online. Rencananya seluruh layanan ini akan hadir secara paralel pada kuartal pertama tahun 2019.

CPO Ovo Albert Lucius menjelaskan, untuk menyediakan seluruh layanan ini perusahaan terbuka untuk menjalin kerja sama dengan berbagai mitra. Hal tersebut ditekankan mengingat konsep Ovo adalah open platform.

Ia enggan merinci seperti apa bentuk konkret dari layanan baru yang akan dirilis. Namun ia menggambarkan pengguna Ovo terdiri dari berbagai segmen, di antaranya kalangan UKM dan pengemudi Grab. Para pengguna tersebut nantinya bisa mengajukan pinjaman buat mengembangkan usaha mereka.

Khusus untuk cicilan online, Albert menuturkan saat ini baru berjalan uji cobanya dengan Tokopedia, bekerja sama dengan startup fintech lending Taralite. Produk tersebut dinamai OVO PayLater.

“Jadi kan ada merchant, driver, dan agen; kalau mereka butuh capital bisa langsung dari partner-nya. Sementara partner-nya Ovo ada banyak, seperti Grab punya partner-nya sendiri misalnya Toyota. Nah kami bisa hadir di situ, intinya Ovo sebagai wadahnya,” terang Albert, yang dulunya memegang posisi sebagai Co-Founder dan CEO Kudo, Kamis (20/12).

Dengan jaringan pengguna yang besar, menurut Albert, inovasi ini merupakan nilai tambah yang bisa diberikan perusahaan kepada seluruh merchant, pengemudi, dan agen pengguna Ovo.

Tak hanya mengembangkan layanan finansial, sambungnya, Ovo juga bakal memperbaiki aplikasi untuk end-user. Menurut Albert, masih banyak hal dari aplikasi yang perlu diperbaiki agar memberikan nilai lebih.

Aplikasi Ovo sejauh ini sebatas digunakan apabila pengguna ingin melakukan pembayaran ke merchant. Padahal di dalam aplikasi ada voucher dan deals yang bisa dipakai, namun masih jarang yang memanfaatkannya.

“Sekarang kita ada akses jaringan ke merchant, banyak kesempatan bisnis yang bisa kita kembangkan buat mereka. Tujuan kita adalah mendukung bisnis ​merchant, khususnya dari sektor UKM untuk mengembangkan bisnis dan mencapai inklusi keuangan yang berkesinambungan.”

Perkembangan setahun Ovo

CEO Ovo Jason Thompson menerangkan, fondasi Ovo dibangun secara perlahan per kuartalnya. Pada kuartal pertama, mempelajari pasar Indonesia dan mulai membangun teknologi untuk strategi awal sebagai platform pembayaran offline di mall.

Kemudian pada kuartal kedua dilanjutkan dengan kemitraan strategis dengan Bank Mandiri, Grab, dan Moka untuk strategi O2O. Berikutnya, merambah kemitraan strategis lainnya dengan Alfamart, Kudo, dan Tokopedia untuk pembayaran online.

“Pada tahun pertama, Ovo tidak ingin menjadi platform pembayaran seperti kebanyakan. Kami ingin melayani pasar sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Jadi langkah yang kami ambil adalah menjadikan Ovo sebagai open platform yang bisa menghubungkan berbagai partner,” terang Thompson.

Dari data yang diumumkan, Ovo mengklaim memiliki 115 juta basis pengguna, sekitar 77% di antaranya berlokasi di luar Jabodetabek. Volume transaksi tembus lebih dari 1 miliar dalam setahun dengan pertumbuhan 400%, mayoritas berasal dari sektor transportasi, ritel, dan e-commerce.

Volume transaksi pembayaran yang telah diproses (Total Payments Value/TPV) naik 75x lipat. Adapun dana yang mengendap (stored value) tiap kuartalnya tumbuh 52%.

Ovo dapat dipakai sebagai platform pembayaran digital di lebih dari 500 ribu gerai offline. Berikutnya, hampir 180 ribu merchant UKM yang sudah bermitra dapat menerima pembayaran dengan kode QR.

Untuk top up dompet digital Ovo kini dapat dilakukan melalui lebih dari 1 juta top-up points, termasuk pengemudi Grab, ATM Mandiri, dan Alfamart. Cakupan layanan Ovo menjangkau 93% layanan di Indonesia.

Seluruh pencapaian tersebut membuat Ovo percaya diri untuk mengklaim sebagai platform pembayaran terbesar dengan jangkauan terluas se-Indonesia.

“Kini Ovo menjadi platform yang paling lengkap untuk semua use case. Ini sesuai dengan ambisi kami yang ingin hadir di setiap touch point para pengguna di kehidupan sehari-harinya dengan menganut konsep open platform. Kami juga bakal perbanyak kemitraan dengan pemerintah dan swasta untuk mewujudkan inklusi keuangan yang rata,” tutup Direktur Ovo Harianto Gunawan.

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Pendanaan Seri A, Squline Fokus Kembangkan Teknologi dan Akuisisi Talenta Baru

Platform kursus online Squline secara resmi mengumumkan perolehan pendanaan Seri A dari Investidea Ventures dengan partisipasi beberapa investor yang tidak disebutkan detailnya. Dalam keterangan resminya, nilai pendanaan mencapai “tujuh digit dolar AS”.

Dana segar tersebut akan digunakan Squline untuk mendukung pengembangan teknologi, akuisisi talenta baru, dan ekspansi produk di tahun 2019. Putaran investasi baru ini memungkinkan Squline memantapkan posisinya sebagai platform digital untuk bimbingan bahasa secara live di Indonesia.

Sejak didirikan tahun 2014, Squline telah menghadirkan inovasi baru di industri pembelajaran bahasa tradisional. Dimulai dengan peluncuran kursus bahasa Mandarin pada tahun 2014, kursus Bahasa Inggris tahun 2015, dan kursus bahasa Jepang pada tahun 2016 untuk pengguna di Indonesia. Selain itu, tahun ini mereka juga meluncurkan Kursus Bahasa Indonesia, menargetkan ekspatriat di Indonesia dan pasar luar negeri.

Konsep edukasi live video call dan text conversation dinilai Squline menjadikan proses belajar menjadi lebih efektif dan dapat menghubungkan pelajar dan pengajar dari berbagai wilayah di Asia Pasifik.

“Kami akan mengembangkan solusi yang lebih terjangkau namun tetap mengedepankan cara efektif untuk belajar bahasa secara online. Ini juga akan mendorong ekspansi pasar ke level B dan C pengguna di Indonesia dan meningkatkan tingkat daya saing mereka. Karena misi utama kami adalah menciptakan lingkungan belajar tanpa batas,” kata co-founder & CEO Squline Tomy Yunus.

Squline juga telah menjalin kolaborasi dengan institusi pendidikan lokal dan asing, di antaranya Beijing Language Culture College, Universitas Atmajaya, dan Universitas Indonesia. Saat ini disebutkan Squline telah memiliki lebih dari 5000 pengguna di Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah.

Startup yang merupakan alumni dari Telkomsel TheNextDev 2017 ini sebelumnya juga telah meresmikan kehadirannya di Australia. Minat besar pasar di negara tersebut untuk mempelajari Bahasa Indonesia dimanfaatkan oleh Squline untuk menghadirkan kelas secara online.

Application Information Will Show Up Here

AppsFlyer: Iklan Game di Indonesia Didominasi Kategori “Midcore & Strategy”

Baru baru ini perusahaan riset pemasaran AppsFlyer merilis sebuah laporan bertajuk “Status Pemasaran Aplikasi Game 2018”. Salah satu poin yang diungkapkan pada laporan tersebut mengenai persentase iklan game mobile di Indonesia yang didominasi oleh kategori midcore & strategy.

Kategori midcore & strategy meliputi jenis permainan petualangan, simulasi, aksi, permainan peran, strategi, arcade dan balap. Dalam laporan juga disebutkan kategori tersebut mendominasi iklan di Indonesia dengan persentase mencapai 62%.

Laporan AppsFlyer juga menyebutkan bahwa salah satu tantangan industri game di Indonesia adalah meningkatkan jumlah pendapatan. Dengan rata-rata konversi 1% pada hari ke-90 rilis, dinilai masih cukup rendah jika dibandingkan dengan game dari negara seperti Jepang dan Australia dengan persentase mencapai 3,5%.

Laporan juga mengungkap transaksi pembelian dalam permainan. Rata-rata pengguna Android di Indonesia rela merogoh kocek sebesar $0,25 (sekitar 4 ribu Rupiah), sedangkan perangkat iOS rela membayar $0,43 (sekitar 6 ribu Rupiah).

“Dengan ribuan pesaing di seluruh wilayah, kemampuan aplikasi game seluler Indonesia untuk mengusahakan adanya keterlibatan pemain dari waktu ke waktu terbilang sulit. Tanpa penggunaan berkelanjutan, aplikasi game tidak dapat mendorong pendapatan dengan layak, baik dari pembelian in-app maupun dari iklan in-app,” terang President & Managing Director APAC AppsFlyer Ronen Mense.

Indonesia juga mendapatkan angka retensi rendah jika dibanding dengan negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Amerika Serikat, dan Inggris. Angka retensi pengguna di Indonesia bahkan dua kali lebih rendah dibanding negara tersebut.

“Meskipun secara keseluruhan angka retensi dibilang rendah, Indonesia memiliki sejumlah aplikasi [game] yang diprediksi akan sukses dengan porsi unduhan yang banyak. Jumlah ini dapat mengoptimalisasi target dari aplikasi yang berkompetisi,” imbuh Ronen.

Hal lain yang juga disoroti adalah soal kemajuan teknologi smartphone yang semakin canggih, membuat segmen game kategori midcore & strategy memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan lebih jauh lagi.

Mendalami Peran Teknologi dalam Membangun “Cashless Society”

Teknologi memiliki peran besar dalam membantu masyarakat ketika bertransaksi. Meski kepemilikan kartu kredit masih minim di kalangan masyarakat Indonesia, berkat teknologi opsi pembayaran non-tunai makin bervariasi, khususnya melalui mobile payment.

Dalam sesi #SelasaStartup edisi terakhir di 2018, hadir VP of Brand & Marketing Moka Bayu Ramadhan. Ia mengatakan adopsi non-tunai (cashless) ini sebenarnya belum sepenuhnya optimal di Indonesia, khususnya di sisi merchant. Kondisi saat ini membuat mereka harus menyediakan beragam mesin EDC untuk menerima kartu. Belum lagi mesin khusus untuk mencetak kode QR demi menerima pembayaran berbasis aplikasi.

Padahal dikutip dari berbagai sumber, secara potensi ada 59,2 juta pengusaha UKM di tahun ini, namun baru 3,79 juta di antaranya yang sudah go-online. Diprediksi jumlah UKM terus tumbuh hingga 5% pada tahun depan dan diharapkan sebanyak 8 juta UKM mulai memanfaatkan layanan pembayaran digital.

“Realisasinya masih jauh dengan target yang sudah dicanangkan pemerintah pada tahun depan. Untuk itu butuh solusi yang cepat dan efektif dalam mengadopsi cashless, salah satunya dengan edukasi tentang kebutuhan cashless kepada UKM, adakan training secara berkala soal digitalisasi UKM,” terang Bayu.

Pentingnya cashless bagi UKM

Menurut Bayu, pembayaran non-tunai pada dasarnya membantu UKM dalam mengurangi risiko fraud atau kehilangan. Semakin berkurangnya uang tunai yang dipegang, manajemen keuangan akan lebih rapi, mudah dikelola, dan mudah dilacak riwayatnya secara online.

Pengusaha UKM bisa menghemat waktu untuk mengatur keuangan tanpa proses manual sama sekali. Mereka bisa lebih fokus mengembangkan usahanya.

“Belum lagi para pemain mobile payment kini berlomba-lomba memberikan promo dan diskon, tidak hanya buat end-user tapi juga merchant itu sendiri. Merchant bisa mendapatkan tambahan pemasukan dari situ,” terang dia.

Manfaat bagi konsumen

Transaksi non-tunai mengedepankan unsur keamanan dan efisiensi. Bagi masyarakat, memasukkan kode PIN, memindai sidik jari, atau metode keamanan lainnya saat melakukan pembayaran dirasa lebih nyaman daripada harus membawa dompet kemana-mana.

Tak hanya buat bayar merchant offline, dengan layanan dan fitur yang disediakan mobile payment umumnya ada opsi pembayaran lainnya, termasuk PPOB. Ekosistem yang interconnected dan interoperable antar pihak ini sangat membantu, karena masyarakat cukup menampung dana di satu platform, tapi bisa untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhan.

Tantangan dan solusi

Bayu berpendapat ketika berbicara soal adopsi non-tunai, proses edukasi end user lebih mudah daripada ke merchant. Terlebih kepada merchant yang sudah bertahun-tahun terbiasa dengan transaksi tunai dan pencatatan manual.

Di samping itu ada ketimpangan di lapangan. Jumlah mesin EDC yang beredar hanya sekitar 1 juta, sementara jumlah kartu yang beredar termasuk debit dan kredit mencapai 130 juta.

Mengatasi hal tersebut butuh kolaborasi antar pihak, misalnya dengan menyediakan teknologi yang mampu menerima berbagai opsi pembayaran mobile dalam satu perangkat saja. Hal ini akan mempermudah merchant dalam menerima pembayaran dan harus berinvestasi banyak perangkat di meja kasirnya.

Ia mencontohkan mesin kasir Moka kini bisa menerima berbagai opsi pembayaran non-tunai dari berbagai provider. Sebut saja dari Akulaku, T-Cash, OVO, Dana, dan Kredivo; termasuk menerima pembayaran kartu debit dan kredit. Merchant tidak perlu banyak berinvestasi tambahan perangkat agar bisa menerima berbagai opsi pembayaran.

Application Information Will Show Up Here

Riset Menilai Situs Mobile di Asia Tenggara, Bhinneka dan Traveloka Masuk di Peringkat Atas

Google bersama Accenture Interactive mengeluarkan laporan riset bertajuk “Masters of Mobile Southeast Asia Regional Report 2018”, menilai beberapa situs mobile di Asia Tenggara. Dari Indonesia, Traveloka dan Bhinneka masuk dalam lima besar terbaik di kategorinya.

Riset tersebut meneliti lebih dari 140 situs mobile yang terbagi menjadi 3 sektor, yakni layanan Financial Services, Retail and Commerce, dan Travel. Poin yang dinilai meliputi halaman produk, desain situs, kecepatan, kemudahan navigasi, dan beberapa aspek lainnya

Bhinneka masuk ke dalam lima besar situs mobile terbaik untuk kategori Retail and Commerce, tepatnya berada di peringkat kedua, di bawah Qoo10. Sementara untuk kategori travel, Traveloka mendapat peringkat terbaik.
Laporan Situs Mobile Indonesia - Google

Dari penilaian yang dilakukan, rata-rata penyedia layanan dari Indonesia mendapat nilai baik untuk halaman produk (nilai 83%) dan desain situs (nilai 85%). Tetapi tidak dengan kecepatan aksesnya (nilai 64%).

Menghasilkan situs mobile yang baik

Di tengah tren penggunaan aplikasi mobile untuk akses layanan melalui smartphone, Google masih percaya bahwa situs mobile masih menjadi salah satu pendukung akses pengguna.

Google dalam laporannya juga memberikan beberapa masukkan mengenai bagaimana membangun situs mobile yang baik. Terutama untuk mengantisipasi masalah kecepatan akses.

Tips dari Google untuk meningkatkan kecepatan
Beberapa saran dari Google ialah melakukan kompresi gambar dan teks. Termasuk pemilihan format, kualitas, dan ukuran yang tepat untuk masing-masing komponen.

Saran lainnya untuk bisa mendongkrak kecepatan akses situs mobile adalah mengidentifikasi dan memperbaiki bottlenecks yang ada di backend sistem. Solusi ini berkaitan dengan pemilihan dan pengelolaan infrastruktur, termasuk kecakapan monitoring untuk mengetahui permasalahan yang ada.

Google juga memberikan tips untuk mengoptimalkan desain dan pengalaman yang baik untuk situs mobile. Seperti memudahkan proses pencarian dengan error correction dan menghadirkan nomor telepon yang bisa langsung di-tap untuk menelpon. Terlihat sederhana tapi berpengaruh bagi pengalaman pengguna.

Tahun Depan Oyo Targetkan Miliki Jaringan di Seratus Kota

Setelah meresmikan kehadirannya dua bulan yang lalu, Oyo sebagai jaringan hotel yang telah beroperasi di lebih dari 500 kota di 6 negara mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis yang signifikan di Indonesia. Saat ini di jaringan Oyo sudah ada lebih dari 150 hotel di 16 kota di Indonesia.

Tahun 2019 mendatang Oyo memiliki target ekspansi di lebih dari 100 kota. Selama ini Oyo juga telah memperkuat jaringan hotel di Indonesia dengan menambahkan lebih dari 70 hotel per bulan ke jaringannya. Sebelumnya perusahaan mengumumkan komitmen investasi lebih dari US$100 juta (sekitar Rp1,5 triliun) untuk menjadi pemain terdepan di Indonesia.

“Dengan total investasi sebesar $100 juta, kami telah menyiapkan strategi pertumbuhan bisnis yang agresif untuk tahun 2019. Kami berencana akan memperluas jaringan di lebih dari 100 kota di Indonesia. Kami juga terus mengeksplorasi berbagai peluang pertumbuhan organik selagi membangun sinergi lewat berbagai kerja sama dengan entitas lokal,” kata Country Lead Oyo Hotels Indonesia Rishabh Gupta.

Besarnya permintaan dari masyarakat terkait dengan hotel di Indonesia menurut Oyo tidak diimbangi dengan penyediaan akomodasi berkualitas. Dalam hal ini Oyo dengan kapasitas yang dimiliki ingin mengakomodasi kebutuhan tersebut lewat model bisnis berbasis teknologi.

“Kota besar seperti Jakarta dan Surabaya menjadi kontributor terbesar terhadap pertumbuhan Oyo di Indonesia, namun kami melihat bahwa peluang bisnis yang tidak kalah besar justru datang dari kota-kota lain yang menjadi pusat bisnis regional maupun destinasi wisata baru. Berbagai program pengembangan destinasi wisata dari Kementerian Pariwisata Indonesia juga turut memiliki andil besar dalam mendukung pengembangan bisnis hospitality di Indonesia ke depannya,” tambah Rishabh.

Untuk pendanaan sendiri, Oyo sebelumnya telah mengantongi funding dari Softbank, Lightspeed, Sequoia, dan Greenoaks Capital senilai US$1 miliar. Ada pula tambahan $200 juta yang diambil dari neraca keuangan perusahaan.

Baru-baru ini Oyo juga dikabarkan telah mendapatkan dana segar dari Grab senilai $103,4 juta (Rp1,5 triliun) dalam seri E. Rencananya investasi Grab ini akan digunakan untuk membantu mengembangkan layanan Oyo di Asia Tenggara, terutama di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Jalin Kolaborasi Strategis dengan Perusahaan Ritel AEON

Setelah sebelumnya meluncurkan Gojek versi beta di Thailand, langkah strategis kembali dilakukan startup yang dipimpin Nadiem Makarim tersebut. Kali ini melibatkan kolaborasi dengan grup ritel asal Jepang, AEON. Kemitraan dilakukan untuk memudahkan pengunjung melakukan pemesanan jasa antar barang belanjaan dan pembayaran non-tunai di mall AEON.

Layanan Gojek rencananya akan tersedia secara khusus di mall Aeon di Indonesia yang saat ini sudah ada di kawasan BSD City dan Cakung, Jakarta.

Menurut informasi dari Asian Nikkei Review, pertengahan Desember 2018 ini Gojek dan AEON sudah mulai menerapkan sistem pembayaran non-tunai. Selain pembayaran dengan Go-Pay, AEON juga menyediakan layanan pengantaran barang ke rumah pembeli, memanfaatkan mitra pengemudi Gojek. Di mall AEON nantinya mitra pengemudi Gojek akan standby menanti pemesanan jasa transportasi untuk pengantaran barang.

AEON sendiri saat ini tengah membangun lokasi baru di Sentul, rencananya akan diresmikan pada tahun 2019. AEON juga memiliki rencana membangun lokasi mall di Deltamas city, Bekasi. Secara keseluruhan ditargetkan akan ada tiga lokasi mall baru di Indonesia.

Nantinya kolaborasi dengan Gojek dan Aeon akan tersedia di seluruh mall AEON di Indonesia. Konsep “fun for family” memang sengaja dihadirkan oleh mall AEON yang sarat dengan produk dari Jepang hingga fesyen dari brand beragam.

Dikabarkan ritel asal Jepang ini fokus untuk memperluas bisnis secara regional dengan nilai hingga 83,2 miliar Yen ke investasi baru saat ini, peningkatan tersebut naik hingga dua kali lipat selama tahun 2017.

Kerja sama strategis serupa juga telah dilakukan oleh OVO dan Grab. Untuk pembayaran non-tunai, OVO sudah banyak tersedia di mall milik Lippo Group di hampir semua tenant. Sementara untuk Grab sendiri, saat ini sudah banyak tersedia “shelter” khusus untuk GrabCar dan GrabBike di semua mall yang dimiliki oleh Lippo Group.

Application Information Will Show Up Here