Bursa Karbon Indonesia: Apa yang Kurang dan yang Sudah Terlaksana dengan Baik?

Indonesia telah resmi memiliki bursa karbonnya sendiri sejak 26 September lalu. Diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dioperasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) mengindikasikan langkah awal yang positif terkait pertumbuhan ekonomi hijau di negara ini.

Berhubung statusnya masih baru, tentunya masih ada yang bisa disempurnakan lagi dari penyelenggaraan bursa karbon nasional ini.

Untuk membahas topik ini, kami kembali menghubungi tim envmission, yang sebelumnya sempat memberikan gambaran luas mengenai kondisi ekosistem pasar karbon Indonesia saat ini.

Berikut adalah hasil perbincangan singkat tim Solum.id dengan envmission mengenai Bursa Karbon Indonesia. Sebagian besar teksnya sudah disunting agar lebih mudah dibaca.

Apa saja hal yang sudah terlaksana dengan baik di Bursa Karbon Indonesia?

Kami bersyukur bahwa perdagangan karbon sudah mulai dilakukan di Indonesia. Hal ini dapat diartikan sebagai langkah maju bagi pihak-pihak yang selama ini berjuang untuk mengatasi perubahan iklim.

Selain itu, kami juga mengapresiasi penggunaan teknologi blockchain untuk mendeteksi asal muasal unit karbon yang diperdagangkan sehingga tidak terjadi double accounting.

Selengkapnya kunjungi Solum.id, portal media yang membahas tentang teknologi dan bisnis berkelanjutan di Indonesia.

Disclosure: Solum.id adalah bagian dari grup DailySocial.id

Tekad Ghufron Mustaqim Besarkan Belanja Ritel di Daerah Melalui Evermos

Perkenalan Ghufron Mustaqim dengan Lingga Madu yang merintis Salestock pada akhir 2014, berhasil ‘menjerumuskan’ dirinya lebih jauh ke dalam dunia startup. Tertarik dengan e-commerce dan berbagai tantangan di dalamnya, Ghufron bersama tiga kawannya (Arip Tirta, Iqbal Muslimin, dan Ilham Taufiq) merintis Evermos (Everyday Need for Every Moslem) pada 2018.

Evermos adalah startup pertama yang ia pimpin sebagai CEO sejak 2020, menggantikan Iqbal Muslimin. Ia tertantang untuk berkarier sebagai wirausaha karena proses jatuh bangunnya yang ‘seru’. Membuat suatu produk yang bernilai dan bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak menurutnya adalah puncak kenikmatan yang ia rasakan.

“Walau perjalanan sebagai entrepreneur itu enggak mudah, sangat banyak tantangan, tapi kalau kita dengar feedback positif dari user seperti puncaknya [kebahagiaan]. Saya pilih path ini karena seru,” ujarnya saat dihubungi DailySocial.id.

Selama terjun langsung di dunia ini, menurutnya ada dua aspek penting yang harus dimiliki oleh wirausaha. Pertama, buat produk yang bernilai tinggi. Pengguna dapat langsung merasakan masalahnya yang dialami dapat terselesaikan secara tuntas dan efisien, setelah menggunakan produk yang dibuat oleh tim.

“Kita buat produk bukan karena [punya keahlian] technical skill tertentu, lebih dari itu. Harus karena mengerti masalah di market, siapa target potensial penggunanya, pekerjaan mereka apa, dan apa solusi yang dibutuhkan agar pekerjaan pengguna cepat selesai.”

Kedua, membangun nilai bisnis secara berkelanjutan. Ini tak kalah penting, tapi seringnya banyak founder yang sadar belakangan. Banyak founder yang tahu bagaimana mencetak pendapatan dan monetisasi dari produknya. Tapi tidak banyak yang paham bahwa tak kalah perlu juga memiliki unit economics yang masuk akal dan mampu membuat sebuah produk bertahan lama.

“Ini sesuatu yang common sense, tapi enggak banyak dipraktikkan. Founder harus mengerti struktur suatu produk, lalu breakdown setiap detilnya, hingga mereka yakin bisa tetap deliver value dengan unit economics yang makes sense dan bakal long lasting.”

Para co-founder Evermos / Evermos

Semangatnya menggeluti dunia e-commerce sebenarnya dimulai dari pengalaman pribadi Ghufron di kampung halamannya di Sleman, Yogyakarta yang lebih banyak sawahnya daripada jumlah manusianya. Di sana mereka pintar dan pekerja keras, tapi karena pendidikannya terbatas, alternatif untuk lebih produktif menghasilkan pendapatan dari biasanya juga ikut terbatas.

Di sisi lain, ada banyak merek dari UMKM yang skala bisnisnya tidak berkembang pesat. Alasan utamanya karena kemampuan penetrasi pasarnya kurang bagus yang dipengaruhi oleh minimnya alokasi modal untuk memasarkannya. “Harus bangun distributor, kerja sama dengan toko, buat inventory di banyak tempat, jadinya modalnya besar. Banyak merek lokal yang akhirnya gitu-gitu aja.”

“Apa yang kita bantu adalah brand dapat melebarkan sayap dengan pasokan jaringan agen reseller yang bergabung di Evermos. Kita damping dan latih mereka agar jadi micro-entrepreneur yang berhasil.”

Ekonomi daerah

Seperti diketahui, industri e-commerce telah berdampak besar dan menarik perhatian dalam satu dekade terakhir. Namun, industri ini tetap menjadi bagian yang relatif kecil dari ekonomi Indonesia.

Mengutip dari laporan “Beyond the Digital Frontier” yang dirilis Evermos, dilihat dari “Survei Literasi Digital Indonesia”, dilakukan bersama Katadata Insight Center (KIC) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Evermos memperkirakan bahwa 49,6% dari penduduk Indonesia adalah non-user e-commerce pada 2022.

“Jika Occasional User (mereka yang menggunakan e-commerce sekali dalam beberapa bulan) ikut dihitung, maka sebanyak 66,6% dari penduduk Indonesia sebenarnya pengguna e-commerce nonaktif,” tulis laporan tersebut.

Lebih lanjut, laporan tersebut menyampaikan untuk setiap satu pengguna e-commerce aktif, ada dua orang yang belum menggunakan e-commerce secara aktif. Disparitas ini terlihat lebih mencolok di kota-kota tier bawah. Di Jawa, diprediksi sebanyak 58,9% penduduk merupakan pengguna e-commerce nonaktif, sementara di kota-kota tier 2 dan 3 angkanya lebih tinggi, yaitu 61,1%.

Tidak hanya penetrasi internet yang lebih rendah di kota tier 2 dan 3, tercatat juga kesenjangan dalam tingkat familiaritas dengan e-commerce, ketersediaan aplikasi e-commerce di smartphone, dan frekuensi penggunaan e-commerce. Akibatnya, jumlah pengguna nonaktif meningkat seiring dengan penurunan tier kota.

“Estimasi ini sejalan dengan studi KIC lainnya yang mengungkapkan bahwa Sebagian besar penjualan e-commerce berasal dari kota-kota tier 1 (56,8% pada 2022), meskipun populasi kota tier 1 hanya 11,5% dari total populasi Indonesia.”

Evermos menerbitkan laporan ini untuk mematahkan dua mitos: (a) saluran online yang telah mendominasi pasar dan menjadikan saluran offline tidak lagi relevan serta; (b) perilaku belanja konsumen dan bias yang kuat terhadap belanja online.

“Pertumbuhan e-commerce ini cepat tapi enggak cukup untuk majority consumer di Indonesia. Brand yang fokus online saja akan missing out [kesempatan ini]. Cita-cita kita bantu brand untuk capture 80%-90% konsumer di lower tier cities,” tambah Ghufron.

Perusahaan memberdayakan merek lokal untuk menjangkau potensi permintaan konsumen di kota-kota kecil melalui jaringan reseller Evermos dan membantu meningkatkan bisnis secara berkelanjutan dengan memanfaatkan platform. Melalui kemitraan ini, reseller Evermos akan memiliki akses terhadap produk-produk yang menawarkan lebih banyak keuntungan bagi konsumen, seperti harga diskon yang hanya tersedia di Evermos.

Evermos

Dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 yang tersebar sepanjang 5.100 km dari barat ke timur, keunikan geografis pasar Indonesia membuat ekspansi nasional menjadi mahal dan memakan waktu, terutama di kota-kota kecil.

Sejak didirikan, Evermos berkomitmen mengurangi tantangan logistik tersebut untuk memastikan pemerataan pada seluruh rakyat Indonesia, terlepas dari letak geografisnya, tingkat pendapatan atau gender. Termasuk, membina hubungan langsung dengan brand lokal agar lebih dikenal konsumen dan menawarkan solusi komprehensif untuk kebutuhan commerce setiap brand lokal.

Dengan bergabung ke dalam ekosistem Evermos, pelaku usaha lokal dapat menjangkau 500 kota di mana 165.000 reseller beroperasi tanpa modal besar.

“Kami ingin brand UMKM bisa scale up dari sisi marketing secara lebih baik. Ini long term journey, bukan sesuatu yang mudah untuk dicapai karenanya butuh komitmen dari semua pihak.”

Dia juga memaklumi kondisi tersebut. Di satu sisi, semangat kewirausahaan reseller masih naik turun karena mindset-nya yang belum mampu tahan banting terhadap risiko gagal sebelum capai titik suksesnya. Pun dari sisi pemilik merek, mereka sendiri belum memikirkan standar operasionalnya yang efisien dan scalable. “Ada juga yang stoknya sering habis karena belum punya record stock yang baik.”

Sadar dengan tantangan tersebut, perusahaan menyiapkan tim terdedikasi penuh untuk mendampingi reseller dan merek. Disebutkan timnya telah menghabiskan ribuan jam per bulan untuk program pendampingannya.

Dari progres yang terlihat sejauh ini, ada brand yang sebelumnya mulai dari nol sekarang bisa terbantu, omzetnya naik lumayan. Ada juga reseller yang berkembang dari order dalam jumlah banyak, akhirnya bisa punya brand sendiri. “Milestone pengusaha mikro itu mulainya dari reseller. Ketika sudah yakin skala bisnisnya besar, kemudian jadi stockist, sampai akhirnya buat brand sendiri. Itu sesuatu yang bisa kita bantu.”

Kinerja perusahaan

Menurutnya, banyak yang menganggap Evermos seperti startup kebanyakan yang rajin bakar duit, mengingat mereka juga merupakan startup. Anggapan tersebut langsung dibantah. Berbagai data yang ia kutip menyebutkan bahwa faktanya unit economics di daerah tumbuh jauh lebih tinggi daripada kota utama. Banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut.

Alasannya, tak lain karena mayoritas transaksi ritel di daerah masih terjadi secara offline. Semakin pelosok maka semakin tinggi transaksi offline-nya. Diklaim selama pandemi, Evermos catatkan pertumbuhan 17 kali lipat dari top-line. Dari sisi bottom-line juga disampaikan semakin dekat dengan laba. Berdasarkan data terakhir yang diungkap perusahaan, pertumbuhan GMV mencapai 17 kali lipat dari 2020 sampai 2022.

Ghufron menuturkan, sedari awal perusahaan selalu memantapkan prinsipnya untuk menjaga pertumbuhan berkelanjutan. Jadi perbandingan antar bulan, maupun tahunan harus selalu dijaga sisi top-line-nya. Di saat yang bersamaan juga harus menjaga dampak yang senantiasa tersalurkan.

“Kita ini balance antara growth dan profit, jadi agak fleksibel tergantung timing-nya, enggak harus sekarang. Mau lama atau tidak kita capai profit, itu sudah dalam setting-an kita, bukan karena model bisnis ini enggak sukses berjalan,” pungkasnya.

Total reseller evermos disebutkan saat ini mencapai 165 ribu orang, sekitar 70% di dalamnya adalah ibu rumah tangga. Kategori produk yang paling banyak terjual di Evermos adalah perabotan rumah tangga, kecantikan, obat herbal, dan sebagainya.

Application Information Will Show Up Here

KakaoBank akan Caplok 10% Saham Superbank

Bank digital asal Korea Selatan, KakaoBank akan mengakuisisi 10% saham PT Super Bank Indonesia (Superbank) melalui penerbitan saham baru. Aksi strategis ini juga akan melengkapi kemitraan Superbank usai “diinvestasi” oleh Grab, Singtel, dan Grup Emtek pada awal 2023.

Dalam keterangan resminya, aksi korporasi ini mencakup kolaborasi aktif pada pengembangan produk dan layanan Superbank. Adapun, aplikasi Superbank ditargetkan dapat meluncur pada tahun ini.

Superbank akan memanfaatkan kemampuan dan pengalaman milik KakaoBank yang telah terbukti dan menduduki peringkat pertama pada jumlah pengguna aktif bulanan di antara aplikasi perbankan terkemuka di Korea Selatan. Sementara, KakaoBank akan memperdalam pemahamannya kepada pelanggan dan mendorong kemajuan industri keuangan digital di pasar Asia Tenggara.

“Investasi strategis dan kolaborasi bersama Superbank menjadi langkah awal dari bisnis global KakaoBank. Kami akan menciptakan masa depan keuangan bersama mitra terkemuka di Asia Tenggara untuk membangun platform teknologi finansial digital yang dimulai di Indonesia dengan Superbank,” tutur CEO KakaoBank Corp Ho Young Yun.

Kemitraan strategis ini juga menjadi upaya KakaoBank memperkuat posisinya di global. Yun menambahkan akan berkomitmen jangka panjang melalui sinerginya dengan ekosistem bisnis Grab di Asia Tenggara.

Lebih lanjut Direktur Utama Superbank Tigor M. Siahaan mengatakan, “kemitraan ini memadukan keahlian internasional dengan potensi besar di Indonesia. Dengan komitmen yang sama terhadap inklusi keuangan dan kemajuan berbasis teknologi, kemitraan ini tidak hanya memperkuat kemampuan Superbank, tetapi juga membawa kami lebih dekat dengan misi kami melayani masyarakat underbanked, khususnya UMKM dan ritel.”

Sekadar informasi, Superbank (sebelumnya bernama Bank Fama) diakuisisi oleh konsorsium Grab, Singtel, dan Grup Emtek. Superbank telah bermitra dengan Amartha dan Genesis Alternative Ventures (Genesis) untuk kerja sama penyaluran pembiayaan, yakni UMKM dan industri startup.

Baik Grab, Singtel, dan Emtek memiliki penetrasi pasar yang luas di
berbagai sektor, termasuk penonton media multi-platform dan penjual all-commerce online serta jutaan pengguna platform Grab. Sementara, Singtel melayani jutaan pelanggan seluler dan perusahaan. Dengan ekosistem ini, Superbank diyakini berada dalam posisi terbaik untuk terhubung dengan nasabah UMKM dan ritel di Indonesia.

Sementara, KakaoBank merupakan salah satu bank digital yang sukses di dunia. Pada awal peluncurannya, jumlah pengguna KakaoBank tembus 300 ribu dalam kurun waktu 24 jam. Dalam dua minggu, KakaoBank mencapai 2 juta pengguna, total tabungan sebesar ₩1 trillion ($930 million) dan pinjaman ₩770 billion ($701 million).

Kesuksesan ini terjadi berkat upaya Kakao memanfaatkan karakteristik aplikasi Kakao Talk–yang juga populer di masyarakat Korea Selatan–didukung dengan layanan/produk bersifat mobile dan on-demand, memungkinkan Kakao untuk mentransformasikan layanan perbankan yang berpusat pada pelanggan.

Di Indonesia, akuisisi bank digital oleh perusahaan teknologi telah terjadi selama beberapa tahun terakhir. Salah satu akuisisi strategis dilakukan oleh Gojek (sebelum IPO) terhadap Bank Jago. Kini Bank Jago dapat memanfaatkan ekosistem layanan GoTo. Selain itu, Bank Jago juga berkolaborasi dengan Bibit yang memudahkan investasi melalui aplikasi.

EdenFarm Bidik Profitabilitas pada Akhir 2023

Menyusul upaya restrukturisasi perusahaan, startup agritech EdenFarm mengambil sejumlah langkah untuk mencapai profitabilitas yang ditargetkan dapat terealisasi pada akhir 2023.

Pada September lalu, EdenFarm merumahkan 300 karyawan buntut menurunnya permintaan distribusi sayur di luar Jabodetabek–terutama dari segmen restoran dan pasar. Ditelusuri, Co-Founder EdenFarm David Setyadi Gunawan berujar pelemahan permintaan ini terjadi sejak awal tahun, ikut dipicu juga oleh faktor cuaca yang mengakibatkan harga komoditas turun.

“Kami tidak tahu pelemahan permintaan ini bakal terjadi sampai kapan. Maka itu, kami memutuskan untuk menghentikan distribusi di luar Jabodetabek dan kami tukar dengan produk bumbu [TuangTuang] saja, ini lebih banyak dibutuhkan. Ini keputusan sulit karena kami memotong 300 orang lebih,” tuturnya saat dihubungi DailySocial.id.

Namun, David mengungkap bahwa perusahaan sebetulnya telah menyiapkan langkah antisipasi sejak akhir 2022 mengingat tech-winter dan pelemahan ekonomi terus berlanjut di Indonesia. Pihaknya mulai meriset pasar untuk mengembangkan produk bumbu TuangTuang sebagai strategi menuju profitabilitas dan keluar dari lingkaran fluktuasi harga komoditas.

“Kami lihat sulit untuk dapat funding tahun ini dibanding tahun lalu. Dulu, kalau belum break even, masih ada pendanaan. Sekarang, kami harus hati-hati sekali dengan uang yang ada karena fluktuasi ini sangat berpengaruh terhadap upaya kami menuju profitabilitas tahun ini. Langkah menuju profit sudah ditargetkan di akhir 2022 begitu kami memperoleh pra-seri B. Kami berupaya memperkuat sisi suplai. Ketika venture funding berkurang, tidak ada lagi banting-banting harga, sehingga [pasar] tidak perlu berkompetisi dengan ketat,” jelas David.

TuangTuang telah meluncur secara resmi sejak awal September yang diklaim menuai traksi positif dari pasar. Produk Tuang-Tuang kini sudah tersedia di 10 kota, dalam dua bulan ke depan akan masuk ke gerai supermarket.

David menambahkan, bahwa pengembangan dan pemasaran TuangTuang tidak memakan biaya besar. Jika dibandingkan dengan bisnis intinya, distribusi sayur membutuhkan sekitar 600 orang, sedangkan TuangTuang butuh satu orang untuk memegang satu kota/provinsi.

Produk aneka bumbu dapur di bawah brand TuangTuang / Eden Farm
Produk aneka bumbu dapur di bawah brand TuangTuang / EdenFarm

Saat ini, pendapatan utama EdenFarm masih disumbang oleh distribusi sayur di kawasan Jabodetabek. “TuangTuang baru meluncur jadi porsi [penjualannya] masih kecil, sekitar Rp1,5 miliar. Kami target tahun depan TuangTuang bisa berkontribusi sebesar 30% terhadap total pendapatan EdenFarm.”

Pendanaan EdenFarm

Terakhir kali, EdenFarm menerima pendanaan pra-seri B pada akhir 2022 yang dipimpin oleh Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Beberapa investor terdahulu yang pernah berpartisipasi pada pendanaan EdenFarm adalah AC Ventures, AppWorks, Y Combinator, hingga Investible.

David mengungkap fokusnya saat ini adalah mencapai profitabilitas sebelum membuka opsi penggalangan dana baru. Hal ini juga dikarenakan tahun depan memasuki tahun Pemilu. Investor berpotensi menahan diri untuk berinvestasi sehingga kemungkinannya kecil untuk menggalang dana pada kuartal I 2024.

Dengan tren penurunan pendanaan startup, ia mengakui bahwa situasinya memang sudah berbeda sekarang dibandingkan dulu. Jika pada 2019-2020, kesepakatan pendanaan bernilai jutaan dolar misalnya, dapat diteken dalam 1-2 bulan saja, kini sudah tidak bisa lagi.

“Dulu fundraising dilakukan dari [metrik] pendapatan saja karena VC berinvestasi dari high growth company. Sekarang tidak bisa begitu. Kami pun [terakhir penggalangan dana pra-seri B] butuh proses sekitar delapan bulan, dan itupun kita memakai metrik data dari apa yang sudah kami lakukan beberapa tahun–dan terbukti hasilnya,” tuturnya.

Pihaknya tetap membuka opsi penggalangan dana baru mengingat EdenFarm berencana untuk meluncurkan beberapa brand F&B baru yang berpotensi untuk diekspor. Adapun, saat ini pihaknya masih berupaya mendongkrak pertumbuhan distribusi sayur di segmen kuliner, menambah contract farming, dan mendorong pemasaran TuangTuang.

Application Information Will Show Up Here

VC Berikan Tips Penggalangan Dana di Masa Tech Winter

Tech winter yang terjadi beberapa waktu belakang [dan sampai saat ini] berdampak langsung pada ekosistem startup di Indonesia. Gejolak perekonomian global membuat aliran investasi ke venture capital melambat, akibatnya alokasi pendanaan ke startup pun menurun. Hal ini membuat founder harus bekerja ekstra keras saat melakukan fundraising atau penggalangan dana investasi.

Berdasarkan wawancara dengan sejumlah pemodal ventura yang cukup aktif di Indonesia, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa proses seleksi (due-diligence) saat menilai startup menjadi lebih ketat akhir-akhir ini. Di sisi lain, para investor mulai berpikir lebih konservatif dengan mengutamakan metrik revenue atau profitabilitas sebagai milestone yang harus dicapai startup di tahap tertentu.

Kendati demikian, bukan berarti pendanaan ke startup menjadi mandek. Faktanya, tahun ini lebih dari 10 pemodal ventura mengumumkan dana kelolaan baru yang alokasinya akan banyak ke startup Indonesia. Artinya dananya tersedia, tinggal bagaimana strategi agar startup mendapatkan penilaian layak dari para analis di VC. Hal ini tergambar pada laporan yang baru diterbitkan DSInnovate, jumlah transaksi pendanaan awal masih tinggi [mendominasi] sampai Q3 tahun ini, bahkan pada kuartal ketiga terlihat adanya tren peningkatan dari sisi nilai yang cukup signifikan.

Tren pendanaan startup Indonesia selama periode Q1-Q3 2023 / DSInnovate
Tren pendanaan startup Indonesia selama periode Q1-Q3 2023 / DSInnovate

Artikel ini mencoba mengompilasi sejumlah tips yang diberikan oleh 4 pemodal ventura ternama dan teraktif di Indonesia untuk para founder startup tahap awal yang sedang merencanakan penggalangan dana untuk startupnya.

Berfokus pada kemampuan utama startup

Sebelum melakukan penggalangan dana, tim East Ventures menyarankan para founders untuk dapat berfokus pada kemampuan utamanya (core competency), agar dapat mencapai keberlangsungan secara finansial (financial sustain). Para founder juga perlu untuk benar-benar bijaksana (prudent) dalam mengatur penggunaan mereka dan menaruh perhatian lebih ke unit economic. Terlebih, era di mana ekspansi secara agresif dan melakukan uji coba produk baru sebaiknya lebih ditahan dulu.

“Pesan kami tetap sama, kami menyarankan para startup untuk tidak melakukan fundraising di saat perusahaan Anda memerlukan uang,” ujar Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Hal ini senada dengan apa yang disarankan tim AC Ventures. Mereka berpendapat bahwa founder [startup tahap awal] selayaknya melakukan bootstrapping terlebih dulu dan lakukan fundraising saat startup sudah memiliki model bisnis yang terbukti [mencapai product-market fit]. Founder juga perlu lebih selektif memilih investor, pastikan bermitra dengan investor yang memiliki long term conviction di Indonesia.

“Kami memiliki preferensi untuk berinvestasi pada suatu bisnis yang sudah memiliki revenue, meskipun masih kecil,” imbuh VP of Investment AC Ventures Alvin Cahyadi.

Memiliki rencana yang jelas

Ada beberapa pendekatan dalam menyusun strategi penggalangan investasi, salah satu faktor terpentingnya adalah startup harus memiliki rencana bisnis yang jelas. Beberapa pertanyaan berikut ini bisa ditanyakan oleh founder ke dirinya, untuk menilai seberapa clear rencana dan proyeksi yang bisa dicapai:

  1. Apa yang ingin saya capai dalam X bulan mendatang dan sebanyak apa dana [investasi] yang dibutuhkan?
  2. Berapa banyak dana yang bisa saya kumpulkan dan apa yang bisa saya capai dengan itu?
  3. Dapatkan saya merinci penggunaan dana tersebut, seperti dengan memaparkan contoh atau studi kasus penggunaannya?

Pertanyaan pertama bertujuan untuk memberikan gambaran besar tentang capaian jangka pendek/menengah yang akan diraih oleh startup. Idealnya bisa memberikan rencana antara 12-18 bulan mendatang dengan memberikan proyeksi keuangan dan target penggalangan dana yang terperinci.

Sementara untuk pertanyaan kedua, founder bisa menjawab dengan mencoba memberikan penilaian bisnis yang sedang dijalankan saat ini dengan mempertimbangkan proyeksi selama 12-18 bulan berikutnya. Sertakan juga rentang dilusi yang menurut founder masuk akal, potensi investasi yang dapat dirampungkan, dan target realistis yang bisa dicapai dalam periode tersebut.

“Investasi dalam bisnis dengan ekonomi unit yang solid adalah praktik yang bijak. Penting untuk memahami bagaimana bisnis/startup dapat menghasilkan keuntungan dan mendukungnya dengan data. Menurut saya saat ini, sebagai investor, kita seharusnya memberikan lebih banyak perhatian pada validasi bisnis daripada narasi semata,” ujar Head of Investment MDI Ventures Gani Putra Lie.

Frugal living mindset; perkuat nilai kolaborasi

CIO Mandiri Capital Indonesia (MCI) Dennis Pratistha juga memberikan pandangannya. Menurutnya sekarang investor memiliki ekspektasi startup early stage untuk menerapkan frugal living mindset; yakni cara berpikir yang menekan pengelolaan keuangan yang bijaksana dan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu. Selain itu, investor ingin melihat kemampuan startup untuk menjaga pertumbuhan yang sehat, melakukan inisiatif yang berdampak positif pada bottom line, mengatur keuangan perusahaan dengan baik, dan melakukan fundraising di waktu yang tepat sehingga memiliki runway yang cukup.

“Hal yang tidak kalah penting bagi investor adalah akses untuk transparansi data agar investor dapat melakukan assessment, monitoring, dan memberikan dukungan jika diperlukan untuk founder,”  tambahnya.

Ia juga menyebutkan, sebagai sebuah CVC walaupun tesis investasi MCI agnostik, mereka memiliki strategi untuk berinvestasi kepada startups yang diyakini dapat memberikan value melalui pengembangan bisnis. MCI mencari founder yang kolaboratif dan memiliki produk yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat membawa inovasi baru untuk induk perusahaan.

Secara spesifik dari sisi kriteria, selain metrik yang biasa dinilai investor, MCI menekankan fokus pada beberapa hal berikut:

  • Pertumbuhan revenue yang sehat dengan memastikan adanya dampak positif pada bottom line.
  • Kecepatan cash conversion cycle atau account receivable turnover.
  • Kekuatan bisnis untuk mendekati operating cash flow yang positif.
  • Expenses startup sampai dengan burn rate relatif terhadap
  • Efektivitas dan efisiensi dari keseluruhan kegiatan operasional bisnis.

“MCI selalu membantu startup untuk mempercepat integrasi dan kolaborasi dengan ekosistem Mandiri Group sehingga startup dapat berkembang terutama dalam kondisi winter ini. Salah satu cara yang kami lakukan adalah melalui program Xponent yang merupakan acara business matchmaking semi-annual untuk mempertemukan startup dengan business units Mandiri Group. Selain itu, MCI memiliki program akselerator Zenith yang tujuannya untuk mempercepat proses integrasi ke dalam ekosistem Mandiri Group melalui mentoring, workshop, dan synergy creation,” ujar Dennis.

Sebagai CVC, MDI juga memiliki pandangan yang sama soal kolaborasi. Gani mengatakan, “Tentang kolaborasi di antara portofolio, saya berpikir ini penting dalam bisnis apa pun. Berkolaborasi dan bermitra dengan pihak lain untuk mengisi kekurangan yang tidak dapat Anda isi sendiri adalah kunci kesuksesan. Di MDI Ventures, kami memiliki divisi ‘sinergi’ yang tujuannya adalah menciptakan kemitraan di antara para pemangku kepentingan kami, yang mencakup Telkom Group, BUMN, perusahaan lain, dan juga portofolio MDI Ventures.”

Startup SaaS Fast8 Cetak Laba Setelah Enam Tahun Beroperasi

Investor asal negeri Paman Sam, Lead Edge Capital, dalam artikel lawas menuturkan ada empat alasan mengapa mereka menyukai startup SaaS (software-as-a-service) untuk didanai. Alasannya: (1) terdapat anuitas; (2) tingkat churn rendah dan pembaruan yang tinggi, menghasilkan konsumer bernilai tinggi; (3) Margin kotor yang tinggi sekitar 60%-80% dengan COGS (Cost of Goods Sold) utama adalah biaya kotor jaringan, pengiriman, dan personel layanan.

“Alasan keempat dan terakhir kami menyukai perusahaan SaaS karena mereka memiliki pengeluaran penelitian dan pengembangan yang jauh lebih efisien dibandingkan perusahaan perangkat lunak berlisensi tradisional,” tulisnya dalam blog perusahaan.

Alasan di atas terefleksi dalam kinerja keuangan Fast8 Group (PT Fatiha Sakti), induk perusahaan dari lima produk SaaS. Perusahaan tersebut mengaku sudah cetak untung pada 2022, selang enam tahun terhitung sejak produk pertamanya, Gadjian, hadir di 2016.

Tidak disebutkan nominal laba yang sudah diperoleh. Namun pertumbuhan pendapatan perusahaan secara keseluruhan mencapai 800% secara akumulatif sejak 2018-2022. Dibandingkan secara yoy rata-rata pendapatan naik antara dua hingga tiga kali lipat.

Revenue kami sudah jutaan dolar per tahun. Gross profit margin kami itu 80% per transaksi, sangat sehat,” ungkap Co-founder dan CEO Fast8 Afia Fitriati saat dihubungi DailySocial.id.

Fast8 sendiri memiliki lima produk SaaS, yakni:

  1. Gadjian: aplikasi pengelolaan SDM dan penggajian berbasis komputasi awan untuk perusahaan berkembang dan lean enterprises, membantu mereka mengurus tugas-tugas administrasi SDM yang rutin, seperti menghitung penggajian, perpajakan, iuran BPJS, dan rekrutmen.
  2. Hadirr: aplikasi yang membantu perusahaan dalam memonitor kehadiran dan produktivitas karyawan, baik saat bekerja dari rumah, kantor, maupun lapangan. Telah terintegrasi dengan Gadjian dan platform pengelolaan benefit karyawan Payuung. Solusinya telah digunakan di lebih dari 100 ribu karyawan di Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
  3. Payuung: platform e-commerce untuk produk keuangan dan employee benefit. Sediakan aneka solusi pembiayaan, asuransi, investasi, dan produk-produk reward bagi karyawan bagi perusahaan (B2B). Juga, aplikasi mobile Payuung Pribadi yang menyediakan produk-produk keuangan dan wellness bagi konsumen individu (B2C).
  4. Baktiku: aplikasi presensi pegawai yang didesain untuk instansi pemerintah, baik pemerintahan pusat ataupun pemerintahan daerah. Aplikasi ini membantu mobilitas pegawai dalam bekerja, mulai dari pencatatan kehadiran, kunjungan dinas, tugas, hingga pengajuan reimbursement. Semua proses terdokumentasi lengkap secara digital.
  5. Pegawe: layanan penggajian dan administrasi SDM untuk karyawan outsource, juga membantu perhitungan pajak, pendaftaran BPJS beserta administrasinya, absensi kehadiran, dan konsultan SDM jika terjadi PHK.

Afia menuturkan, perusahaan dapat cetak laba karena sedari awal didukung oleh model bisnis sebagai SaaS, perusahaan software dengan gross margin yang sangat sehat mulai dari 80%. Ibaratnya, perusahaan langsung terima margin kotor sebesar 80% dari setiap paket berlangganan yang dibayarkan konsumen.

Model bisnis Fast8 seluruhnya adalah berlangganan, bentuknya ada yang bulanan dan juga langsung bundle setahun.

“Konsumen bayar di depan, sehingga sustainable tidak ada yang macet. Model ini yang buat fundamental bisnisnya pasti akan profit. Tinggal bagaimana menskalakannya. SaaS itu sangat mungkin profit. Di luar negeri banyak SaaS yang sudah decacorn, tetap private, tapi sudah profit.”

Tim Fast8 / Fast8

Tidak bakar duit

Afia mengaku dari hari pertama perusahaan beroperasi, selalu menanamkan diri pola pikir ke seluruh aspek organisasinya bahwa berbisnis itu harus profit dan tidak melakukan strategi bakar duit. Saat membuat pricing sudah ditentukan berapa angka yang jelas apabila ingin memberikan diskon.

Baginya sangat penting untuk dari awal semua tim mengetahuinya agar bisa berjalan bersama. Fasilitas gaji, benefit, dan fasilitas penunjang yang diberikan untuk karyawan Fast8 bukan tergolong kelas premium. Semua tetap diberikan secara layak, karyawan tetap dibuat nyaman saat kerja, walau kantor tidak se-fancy kantor startup kebanyakan.

“Kita justru bingung sama startup yang gila-gilaan kemarin kok bisa kayak gitu [kantor premium, gaji premium]. Startup yang banyak tutup itu menuai apa yang ditanam karena praktik-praktik seperti itu enggak sustainable.”

Dia melanjutkan, “Kantor kita biasa saja, tetap nyaman, tapi enggak berlebihan. Nyaman itu relatif kan ya. Di satu sisi, kita nemuin banyak hal yang kreatif untuk tetap bekerja produktif dan nyaman, tanpa harus bakar duit.”

Perihal penggajian, dunia startup ini begitu terkenal dengan budaya bajak membajak karyawan demi mendapatkan talenta terbaik. Menurut Afia, kebiasaan ini punya dampak yang buruk bagi perusahaan itu sendiri. Sebab, belum tentu karyawan yang bergaji premium ini memang layak mendapatkannya karena kapabilitas yang dimilikinya.

Hadirr

“Di tim kita biasakan no free lunch. Semua harus ada ROI [return of investment] dan logikanya jelas kenapa begitu. Sering ada mindset dari kandidat yang baru di-interview dan bilang bahwa dia layak digaji sekian karena sebelumnya dapat gaji segini. Padahal belum tentu kompetensinya selevel [gajinya]. Itu yang perlu di-challenge.

Dengan membawa budaya perusahaan demikian, Afia mengaku mayoritas karyawannya loyal terhadap perusahaan, sekitar 40% sudah menetap di sana antara tiga sampai enam tahun ke atas. Di dunia startup, banyak yang menganggap bekerja di satu perusahaan sampai tiga tahun itu terlalu lama. “Turnover paling tinggi itu biasanya baru gabung setahun di sini.”

Karena dari pola pikir sudah dibiasakan untuk selalu bijaksana dan disiplin setiap mengeluarkan belanja perusahaan, Afia mengaku justru pada saat pandemi ia dan tim tidak kaget kalau harus mengencangkan ikat pinggangnya.

“Kalau startup lain ketika ada yang dikurangi [benefit] pasti langsung terasa, tapi kami di masa itu karena terbiasa mengelola uang dengan disiplin cukup beradaptasi saja. Kita terbiasa untuk tidak neko-neko.”

Bisnis perusahaan ikut terasa karena terjadi dua tantangan yang berbeda sepanjang 2020-2023. Afia tidak merinci lebih lanjut secara angka. Namun ia menjelaskan, pada 2020-2021, tantangan saat baru terjadi pandemi adalah adaptasi kerja dari rumah. Saat itu banyak bisnis konsumer yang tutup.

“Tapi saat itu digitalisasi meningkat karena WFH, pengguna attendance kita meningkat, sehingga kita dapat durian runtuh.”

Kemudian pada 2022-sekarang tantangannya berbeda, pengguna absensi berkurang karena perusahaan yang awalnya menetapkan aturan WFH menganjurkan kembali ke kantor. Lalu, sekarang ada faktor ekonomi makro global yang mengakibatkan tech winter.

“Kita di laut ini pasti ikut terkena badainya [tech winter]. Konsumer yang terdampak ada yang mengeluh harus PHK dan itu ngaruh ke kita, [mereka] jadi sulit bayar langganan.”

Dia melanjutkan, “Jadi yang bisa disimpulkan, tantangan ada terus, perusahaan yang berhenti berlangganan juga bervariasi [industrinya]. Setiap masa ada tantangan tersediri, yang penting beradaptasi dan terus melihat metriks-metriks [kinerja keuangan] lebih tajam.”

Rencana berikutnya

Walau perusahaan sudah cetak laba, Afia mengaku tetap membutuhkan sokongan amunisi dari investor. Alasannya, Fast8 kini sudah berkembang dari sepenuhnya SaaS yang murni B2B menjadi SaaS enable marketplace yang target penggunanya sekarang B2B2E. Dana investor tersebut dibutuhkan untuk membesarkan model bisnis tersebut.

Namun karena metriks itu pula, pihaknya memiliki fleksibilitas kapan untuk mewujudkan rencana penggalangan dana. Bisa lebih selektif memilih investornya dan mengatur waktu penggalangannya agar momentumnya lebih tepat. “Sekarang belum aktif [fundraising], lagi persiapan untuk tahap berikutnya. Mungkin awal tahun depan.”

Mengutip dari Crunchbase, perusahaan, melalui Gadjian, mengantongi pendanaan debt pada 2022. Dua tahun sebelumnya, memperoleh bantuan non-ekuitas dari Google for Startups. Saat itu, Afia terpilih sebagai peserta dari total tujuh founder perempuan di Asia Pasifik mengikuti program bimbingan pengembangan keterampilan bernama Immersion: Women Founders.

Pada 2016, perusahaan mengantongi pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh Golden Gate Ventures, diikuti Maloekoe Ventures.

Tips untuk founder baru

Di sela-sela diskusi, Afia menyampaikan dua tips singkat untuk founder baru dalam menyiapkan startup yang sehat secara finansial. Pertama, melihat model bisnisnya. Founder harus jujur pada diri sendiri, apakah unit economics-nya masuk akal untuk capai ke titik profit.

Hal ini ia terapkan dalam setiap peluncuran produk Fast8. Sebelum produk diresmikan, harus dipikirkan sumber pendapatannya dari mana, apakah itu masuk akal. Apakah benar ada orang yang mau bayar? Bagaimana retensinya, apakah bagus? Kalau jelek, akan berpengaruh pada biaya akuisisinya. “Jadi dari model bisnis harus benar-benar dipikirkan.”

Kedua, harus mengetahui metriks kunci untuk mencapai profit. Lalu terus monitor metriks tersebut. Adapun, metriks yang dipakai Fast8 adalah revenue lifetime value, consumer retention rate, dan biaya akuisisi. “Di vertikal mana pun metriksnya sama, itu-itu saja ujungnya,” pungkas dia.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures dan SV Investment Berkolaborasi Bentuk Dana Kelolaan Senilai Rp1,5 Triliun

East Ventures bersama dengan SV Investment, perusahaan VC/PE berbasis di Seoul, membentuk dana kelolaan baru dengan menargetkan dana sebesar $100 juta (sekitar Rp1,5 triliun). Dana kelolaan ini diberi nama “East Ventures South Korea Fund in Partnership with SV Investment”.

Dana dibuat untuk membuka koridor investasi antara ekosistem usaha di Asia Tenggara dan Korea, meliputi investasi dana, transfer pengetahuan, dan berbagi jaringan. Dana tersebut akan diinvestasikan pada startup dan perusahaan yang menjanjikan di beberapa sektor seperti biotech & healthcare, mobilitas masa depan, teknologi ramah lingkungan, media dan konten, dan lainnya.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menjelaskan, penggalangan dana kelolaan ini menunjukkan sinergi yang kuat antara keahlian mendalam East Ventures dalam ekosistem startup di Asia Tenggara dan pengalaman SV Invesment di pasar Korea Selatan.

“Bersama-sama, kami ingin mewujudkan potensi besar dari dibentuknya koridor Indonesia-Korea Selatan ini untuk membina dan mempercepat pertumbuhan startup di kedua kawasan. Kemitraan strategis ini merupakan bukti komitmen kami untuk mendorong lebih banyak inovasi dan membentuk Asia Tenggara yang sehat dan produktif [..],” ujarnya, Jumat (6/10).

Dana kelolaan ini akan dikelola secara kolaboratif oleh kedua VC, yang bertujuan untuk memfasilitasi para startup dan perusahaan teknologi Korea dalam menarik modal asing, mempromosikan IPO perusahaan di luar negeri, dan bertukar keahlian dan pengetahuan yang berharga antarekosistem.

Selain itu, kerja sama strategis ini diharapkan dapat memberikan peluang bagi para investor untuk berinvestasi di perusahaan teknologi Asia Tenggara yang bisa bertumbuh dan berevolusi dari layanan berbasis platform konsumen ke layanan intensif teknologi.

Managing Partner SV Investment David Junghun Bang mengatakan, pihaknya melihat potensi besar di Asia Tenggara dan meyakini Indonesia bakal memimpin pertumbuhan sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan tersebut.

“Oleh karena itu, kami senang dapat berkolaborasi dengan East Ventures, perusahaan modal ventura terkemuka di Indonesia dan Asia Tenggara. [..] Saya yakin bahwa pengalaman investasi SV Investment yang telah terbukti di industri teknologi serta portofolio dan jaringan East Ventures yang luas, akan membawa perubahan positif pada ekosistem ventura di Korea dan Asia Tenggara,” imbunya.

SV Investment memiliki beberapa kantor cabang di luar negeri, di antaranya Singapura, Boston (Amerika Serikat), Shanghai, dan Shenzhen di Tiongkok. SV Investment merupakan salah satu perusahaan pemodal ventura independen Korea paling aktif di Asia Tenggara. Di Indonesia, SV Investment merupakan salah satu investor dari FinAccel (Kredivo) dan MAKA Motors.

Dana kelolaan East Ventures

Sebelumnya, East Ventures mengelola dana kelolaan yang mereka bentuk sendiri. Ada tiga kelolaan, yakni Growth Plus sebesar $250 juta (lebih dari 3,7 triliun Rupiah) yang diumumkan pada Maret 2023. Dana tersebut secara khusus akan menargetkan pada pendanaan tahap lanjutan dalam ekosistem East Ventures yang menunjukkan potensi kuat.

Kemudian, dua dana kelolaan sebelumnya, yakni Seed dan Growth disebutkan telah menerima pengembalian yang baik dan telah diperpanjang hingga $585 juta. Ini membuat total dana yang telah dihimpun East Ventures sejak tahun lalu menjadi $835 juta.

Dipaparkan, perusahaan portofolio East Ventures telah menunjukkan daya tarik yang menjanjikan. Sebanyak 60% dari portofolio berada dalam pertumbuhan EBITDA positif atau jalur yang sangat jelas menuju EBITDA positif, dan lebih dari 40% dari mereka memiliki runway setelah 2025.

“Perusahaan akan terus berinvestasi di perusahaan tahap awal dan tahap pertumbuhan melalui dana Seed and Growth, sementara dana Growth Plus akan memberi perusahaan portofolio East Ventures sumber daya untuk meningkatkan dan mencapai potensi penuh mereka,” tutup perusahaan.

East Ventures merupakan salah satu VC paling aktif berinvestasi di Indonesia. Dalam paparan sebelumnya, disampaikan hingga kuartal I 2023, sebanyak 20 startup yang telah didanai. Sebesar $6,7 miliar masuk ke dalam kategori investasi lanjutan (follow-on funding).

East Ventures juga sudah mengantongi $86 miliar annualized GMV dengan $1 miliar Asset Under Management (AUM). Tercatat sebanyak 90% portofolio mereka telah memiliki margin yang positif.

ALAMI Tutup Pendanaan Tahap Lanjut, Perkuat Jajaran Kepemimpinan

Startup fintech syariah ALAMI Group mengumumkan penyelesaian putaran investasi growth-stage yang dipimpin oleh Intudo Ventures. Turut terlibat dalam putaran ini East Ventures (Growth Fund), AC Ventures, Quona Capital, Golden Gate Ventures, dan beberapa lainnya. Dana segar akan dioptimalkan untuk memperluas cakupan produk dan operasional bisnis ALAMI yang saat ini mengoperasikan layanan p2p lending dan bank digital.

Putaran ini berhasil dibukukan di tengah kondisi pasar yang sulit, membuktikan bahwa model bisnis yang diusung perusahaan cukup solid. Pada Q1 2023, lewat untuk fintech lending yang dimiliki perusahaan berhasil menyalurkan $367 juta pendanaan ke 11,4 ribu UMKM. Pada tahun 2021, perusahaan mengakuisisi bank syariah di Jakarta lalu mengubahnya menjadi Hijra Bank, sebuah entitas yang sepenuhnya digital dan memperoleh Klasifikasi Penyedia Jasa Pembayaran (“PJK Kategori 1”) dari Bank Indonesia.

Co-Founder & CEO ALAMI Group Dima Djani mengatakan, “Sejak kami meluncurkan aplikasi Hijra Bank pada Desember 2022, pertumbuhan volume transaksi mencapai 3x lipat dan basis pengguna 2x lipat. Pada tahun 2022, bank ini mencapai peningkatan laba 200% year-on-year, dengan peningkatan dana pihak ketiga sebesar 220% dan pertumbuhan aset hampir 200%. Selain itu, distribusi pembiayaan berkembang sebesar 200% dibandingkan dengan tahun 2021.”

Ia melanjutkan, “Dengan investasi ini, kami akan terus mempercepat pertumbuhan dan memperluas basis pengguna Hijra Bank, serta adopsi produk baru seperti Pembiayaan Rumah Hijra dan produk lainnya yang akan datang, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan perbankan sehari-hari pelanggan kami.”

Perkuat kepemimpinan

Bersamaan dengan pendanaan ini, ALAMI juga mengumumkan penunjukan Ade Fauzan sebagai Group COO. Ade adalah seorang banker berpengalaman, yang telah menghabiskan lebih dari 20 tahun di industri perbankan Islam Indonesia, dengan jabatan terakhirnya sebagai Anggota Dewan dan Kepala Pengembangan Bisnis BTPN Syariah, serta CEO BTPN Syariah Ventura.

Selain itu, Dr. Dian Triansyah Djani juga turut ditunjuk sebagai penasihat. Ia merupakan diplomat berpengalaman, yang telah mewakili Indonesia sebagai Duta Tetap untuk PBB, serta menjabat sebagai G20 Co-Sherpa. Jaringan globalnya akan bermanfaat saat ALAMI menjelajahi ekspansi internasional. Selain itu, Dan Bertoli dan Vincent Yunnaraga bergabung ke tim sebagai anggota dewan dan kepala keuangan.

“Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, konsumen Indonesia ingin solusi keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan sensitivitas keagamaan mereka yang unik. Melalui rangkaian produk dan layanan perbankan dan keuangan syariah yang inovatif, ALAMI menawarkan cara yang andal dan aman bagi umat Islam untuk melindungi dan mengembangkan aset keuangan mereka. Kami sangat senang mendukung ALAMI dalam usaha mereka,” sambut Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Sempat lakukan efisiensi

Guna meningkatkan capaian profitabilitas, awal September 2023 lalu ALAMI juga baru melakukan PHK. Manajemen berdalih langkah ini diambil untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang perusahaan. Tidak disebutkan jumlah karyawan yang terdampak dan berlaku untuk divisi mana saja.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan manajemen, ini adalah pertama kalinya mengambil keputusan yang paling menantang tersebut. Selama pandemi di tiga tahun terakhir, perusahaan memastikan untuk mempertahankan karyawannya di saat banyak perusahaan sudah memangkas jumlah karyawan.

Sejauh ini ALAMI telah mengumpulkan beberapa putaran pendanaan, meliputi:

Putaran Pendanaan Nilai Investor
Seed $1,3 juta Golden Gate Ventures, RHL Ventures, Agaeti Ventures, dan Zelda Crown
Lanjutan (Ekuitas dan Debt) $20 juta AC Ventures, Golden Gate Ventures, dan Quona Capital
Pra-Seri B Undisclosed East Ventures, Quona Capital, FEBE Ventures, Capria Ventures
Lanjutan Undisclosed Paragon Beneva Investama
Seri B (sekarang) Undisclosed Intudo Ventures, East Ventures, AC Ventures, Quona Capital, Golden Gate Ventures
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Startup Open Finance Brick Akuisisi Perusahaan Remitansi Lokal

Brick, bersama dengan mitra strategisnya di Indonesia (tidak disebutkan), telah mengakuisisi saham mayoritas di PT Eastern Transglobal Remittance, pemilik lisensi Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) Kategori 3 untuk layanan pengiriman uang dari Bank Indonesia. Setelah akuisisi ini, Brick akan meluncurkan tiga produk pembayaran bisnis untuk mendukung transaksi yang lebih efisien dan manajemen arus kas.

Sebelumnya, pada Maret 2023 lalu kompetitornya yakni Brankas, juga baru saja mendapatkan lisensi PJP 3 dari Bank Indonesia untuk meningkatkan produk pembayaran bisnis yang dimiliki.

Co-Founder & CEO Brick Gavin Tan mengatakan bahwa akuisisi ini merupakan langkah strategis perusahaan untuk menyediakan solusi pembayaran bisnis yang lebih inovatif.  “Kami akan memanfaatkan keunggulan dalam bidang teknologi dan infrastruktur pembayaran untuk memberikan pengalaman bertransaksi yang lebih mudah, cepat, dan terjangkau bagi para pelaku bisnis di Indonesia melalui teknologi.”

Saat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat, manajemen keuangan sering kali menjadi beban utama bagi pemilik bisnis yang ingin mentransformasi operasi mereka. Tantangan seperti proses administrasi yang berbelit-belit dan arus kas yang tidak menentu tak jarang menghambat kinerja dan membatasi ruang gerak untuk berinovasi.

“Kami ingin membantu mereka yang sering terbebani dengan administrasi keuangan yang berbelit belit untuk lebih fokus mengembangkan bisnis mereka dan mencapai aspirasi sebagai kekuatan ekonomi di masa depan. Hingga saat ini, Brick telah membantu bisnis di Indonesia memproses pembayaran sekitar $200 juta per tahun, dan kami berharap dapat meningkatkan jumlah ini secara eksponensial di tahun-tahun mendatang,” ujar Gavin.

Tiga produk tersebut di atas yang akan segera diluncurkan Brick adalah:

  • BrickPay; membantu proses pengiriman uang ke banyak tujuan sekaligus dengan satu klik.
  • BrickFlex; fasilitas paylater yang fleksibel, didukung oleh mitra berlisensi, yang memungkinkan pemilik bisnis untuk mempercepat pertumbuhan bisnis tanpa harus  khawatir tentang ketidakstabilan arus kas.
  • Brick Financial API; Application Programming Interfaces yang memungkinkan bisnis yang didukung teknologi untuk mengintegrasikan BrickPay ke dalam sistem dan proses bisnis mereka yang sudah ada dengan mulus.

Pengembangan inovasi di Brick tidak hanya berfokus pada pengintegrasian produk keuangan dalam satu ekosistem, tetapi juga memastikan bahwa pengalaman mengelola keuangan secara keseluruhan adalah pengalaman yang menenangkan dengan jaminan layanan yang terjangkau, stabil, dan memiliki keamanan yang tinggi.

Akuisisi lisensi PJP 3 ini menunjukkan komitmen Brick yang berkelanjutan terhadap kepatuhan dan komitmen untuk bekerja sama dengan regulator dalam meluncurkan produk-produk inovatif. Pada tahun 2022, PT Brick Teknologi Indonesia (juga dikenal sebagai BOIVA) berhasil tercatat dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam klaster Inovasi Keuangan Digital (IKD) untuk mendorong inklusi keuangan.

Sejak didirikan tahun 2020, Brick telah mendapatkan dukungan dari sejumlah investor dalam dua putaran investasi. Berikut detailnya:

Putaran Nilai Investor
Pre-Seed Undisclosed VC: Better Tomorrow Ventures, Prasetia Dwidharma, 1982 Ventures, Antler, Rally Cap Ventures.

Angel: Shefali Roy (TrueLayer), Kunal Shah (Cred), Reynold Wijaya (Modalku), Quek Siu Rui (Carousell), dan pendiri Nium, Xfers, Aspire, BukuWarung, ZenRooms, CareemPay.

Seed Undisclosed VC: Flourish Ventures, Antler, Trihill Capital, Better Tomorrow Ventures, dan Rally Cap Ventures

Angel: Sima Gandhi (Plaid, Creative Juice), Yan Wu (Bond), Brian Ma (Divvy Homes), Ooi Hsu Ken (Iterative), Amrish Rau (Pine Labs) dan Andrea Baronchelli (Aspire)

Industri Open Finance sendiri relatif masih baru dan bertumbuh di Indonesia. Dari sedikit pemain yang ada, Finantier justru dikabarkan segera menutup oeprasinya dalam waktu dekat. Sementara Brick terus memperdalam ke solusi pembayaran, dan Brankas meningkatkan cakupan ekspansinya ke wilayah regional.

PLN Siap Masuk Bursa Karbon Indonesia

Transformasi signifikan sedang terjadi di lanskap perdagangan karbon Indonesia dengan masuknya PT PLN (Persero) ke Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon). Diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo di Main Hall PT Bursa Efek Indonesia (BEI), IDXCarbon kini bertumbuh dinamis dan berperan penting di pasar karbon global.

Dengan potensi besar dalam perdagangan karbon, PT PLN diharapkan menjadi trader terbesar di IDXCarbon. Perusahaan ini bertujuan untuk berdagang hampir 1 juta ton CO2, menunjukkan komitmennya dalam mendukung upaya pemerintah mengurangi emisi dan mempercepat transisi energi.

Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, menyoroti peran PLN sebagai bagian penting dari strategi transisi energi negara. “Langkah ini menandai sebuah kemajuan signifikan dalam upaya mitigasi perubahan iklim,” ujarnya.

CEO PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan kesiapan perusahaan dalam memimpin inisiatif pengurangan emisi. “Kami berada di garis depan perdagangan karbon di Indonesia, berkontribusi aktif dalam pengembangan ekosistem perdagangan karbon yang kuat,” katanya. Partisipasi PLN dalam proyek percontohan telah membuka jalan untuk sistem perdagangan karbon yang efektif di negara tersebut.

Menunjukkan komitmennya, PLN mendapatkan Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) pertama di Indonesia melalui mekanisme non konversi dan internasional. “Kami siap membuat dampak besar di IDXCarbon dengan pengurangan emisi skala besar,” tambah Darmawan.

Pendekatan PLN terhadap perdagangan karbon mencakup perdagangan emisi langsung, offset emisi secara langsung, dan perdagangan offset melalui bursa. Perusahaan juga telah mengembangkan platform PLN Climate Click, memfasilitasi kegiatan perdagangan karbon sejak 8 September 2023.

Dengan kedatangan mendatang ke IDXCarbon, PLN akan menjadi pemegang SPE terdepan, meningkatkan kemampuan perdagangan karbonnya melalui aplikasi PLN Climate Click, sebuah fitur unik di industri.

Darmawan juga menyoroti peran Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 3 Muara Karang dalam strategi pasar karbon PLN. Pembangkit ini, yang pertama di Indonesia menggunakan 100% LNG yang telah diregasifikasi, berhasil mengurangi hampir 1 juta ton karbon dioksida pada tahun 2022. Dilengkapi dengan teknologi turbin gas terbaru dan paling efisien, pembangkit ini merupakan contoh komitmen PLN dalam generasi energi rendah emisi.

“PLN saat ini tidak hanya menyediakan listrik tetapi menghadirkan energi yang rendah emisi, utamanya dari sumber energi baru terbarukan,” pungkas Darmawan. Skenario transisi energi ambisius perusahaan bertujuan meningkatkan porsi energi terbarukan hingga 75% pada tahun 2040, dengan 25% di antaranya berasal dari gas alam.

Selengkapnya baca di Solum.id, portal media yang membahas bisnis dan investasi berkelanjutan di Indonesia.

Disclosure: Solum.id adalah bagian dari grup DailySocial.id