10 Startup Ikuti “Demo Day” dalam Program Synrgy Accelerator Milik BCA

Synrgy Accelerator telah masuk memasuki batch ketiga. Total ada 10 startup yang sudah lolos seleksi. Semuanya telah mengikuti serangkaian kegiatan yang dilakukan selama tiga bulan terakhir. Kemarin (30/9) mempresentasikan diri dalam gelaran Demo Day.

“Selama program Synrgy Accelerator batch ketiga, kami bersama-sama mengeksplorasi kebutuhan setiap startup, setelah itu kami melengkapinya dengan sesi mentoring 1-on-1, workshop untuk mendukung pengetahuan mereka, dan sharing dengan ahli di berbagai bidang. Hingga akhirnya para startup mempersiapkan diri dengan baik untuk Synrgy Accelerator Demo Day,” terang SVP Digital Innovation Solution BCA Adi Prasetyo Susilo dalam pembukaannya.

Sementara itu Director GK-Plug and Play Aaron Nio memaparkan bahwa selama 3 bulan terakhir meski semua dilakukan secara virtual semangat para peserta tidak surut, sehingga semua program bisa berjalan dengan baik.

“Salah satu tujuan utama dari program ini adalah untuk memperkuat komitmen BCA dalam giving back untuk ekosistem teknologi di Indonesia, dan kami yakin startup dan solusi yang mereka kerjakan akan menjadi contoh tersebut,” terang Arron.

Berikut adalah 10 startup yang turut serta:

  • Aman: Aman merupakan sebuah platform digital yang memberikan pelayanan bagi individual maupun perusahaan untuk mencari dan mengelola asuransi yang tepat dan sesuai kebutuhan.
  • Bangku: Bangku merupakan startup yang memudahkan UKM dalam mencari pinjaman usaha. Mereka bekerja sama dengan berbagai institusi finansial untuk menghadirkan berbagai macam produk pinjaman melalui platformnya.
  • Katalis: menawarkan solusi pembayaran berbasis kartu yang bisa diimplementasikan di berbagai sektor. Solusi yang ditawarkan antara lain close-loop transaction, akses pintu, parkir, vending machine, dan lainnya.
  • Moodah: solusi yang ditawarkan adalah pencatatan keuangan berbasis digital. Targetnya para UKM yang membutuhkan pencatatan keuangan yang lebih baik agar bisa memperbaiki arus kas.
  • Nimbly: solusi yang ditawarkan adalah kemudahan pengelolaan bisnis dan automasi proses untuk perusahaan.
  • Sales1: Merupakan sebuah platform yang menawarkan solusi CRM bagi perusahaan di berbagai sektor.
  • Shortlyst: sebuah perusahaan data analitik yang menerapkan teknologi machine learning dan big data untuk menghadirkan solusi pengelolaan sumber daya manusia.
  • SmartEye: mengembangkan solusi AR dan VR untuk sektor pemasaran dan pelatihan.
  • Taphomes: startup ini bergerak di bidang properti dengan konsep Rent To Own (Sewa untuk Beli).
  • Vexanium: startup dengan keahlian di bidang blockchain dengan menawarkan solusi smart contract untuk bisnis atau perusahaan.

Accelerating Asia Umumkan Delapan Peserta Batch Ketiga, Ada KaryaKarsa dan MyBrand

Perusahaan modal ventura tahap awal dan akselerator startup Accelerating Asia mengumumkan delapan startup yang masuk ke dalam batch ketiga. Ada dua startup berasal dari Indonesia, ialah KaryaKarsa dan MyBrand.

Co-Founder Accelerating Asia Craig Dixon menuturkan, pada cohort ini pihaknya telah mengevaluasi dan menerima 450 pendaftaran dari 25 negara. Kemudian, disaring dengan tingkat penerimaan kurang dari 2% untuk startup yang berhasil masuk ke dalam program.

Cohort kali ini merupakan yang paling bertalenta dan terampil dalam hal traksi bisnis dan potensi mereka sebagai katalisator untuk perubahan positif di dalam lanskap pasca-pandemi yang berubah cepat,” terang Dixon dalam keterangan resmi, Selasa (8/9).

Nama-nama startup tersebut, ialah Energy Lite (Singapura), AskDr (Singapura), KaryaKarsa (Indonesia), Kinexcs (Singapura), MyBrand (Indonesia), ProjectPro (A.S), Shuttle (Bangladesh), dan WeavAir (Kanada).

Rekam jejak mereka semua cukup luas di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Secara kolektif telah menggalang lebih dari 2,6 juta dolar Singapura (setara 28 miliar Rupiah) sebelum bergabung di Accelerating Asia dengan total tenaga kerja 120 orang. Mereka menyelesaikan berbagai masalah yang ada di beragam sektor industri, baik B2B, B2C, dan B2G; meliputi energi, transportasi, kesehatan, dan cleantech.

“Kami telah memperluas rekam jejak geografis kami ke India dan memperkuat kembali kehadiran kami di Indonesia lewat upaya-upaya rekrutmen kami untuk cohort ini. Talenta dari startup-startup kami ditempatkan dengan baik untuk memberikan keuntungan kepada para investor. Kami yakin mereka bisa menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi masalah-masalah yang lebih besar di dunia pasca Covid-19.”

Dixon menjelaskan, seluruh perusahaan ini menerima investasi awal sebesar 50 ribu dolar Singapura dari Accelerating Asia. Untuk mereka yang berkinerja baik akan menerima tambahan hingga 150 ribu dolar Singapura setelah menyelesaikan program yang akan berakhir pada November mendatang ditandai penyelenggaraan Demo Day Virtual.

Bila ditotal, sejak bulan pertama bergabung, seluruh startup batch ini telah menerima pendanaan lebih dari 1,2 juta dolar Singapura sebagai komitmen awal dari investor dan mitra LP yang ada. Mereka mendapat penawaran akses awal bagi para mitra LP, sekaligus hak eksklusif untuk berinvestasi di startup milik Accelerating Asia.

Perusahaan sendiri sedang mendekati penutupan akhir pendanaan untuk fund terbaru dan terus menandatangani kemitraan dengan para mitra LP untuk akses awal dan eksklusif untuk startup di dalam portofolionya. Serta, menyediakan alur kesepakatan yang berkualitas, hak-hak prorata, dan opsi pertama untuk investasi.

Diterangkan lebih jauh, dalam akselerator ini seluruh kegiatan dilakukan secara virtual selama 100 hari. Fokus yang akan ditekankan adalah pertumbuhan startup, kesiapan bisnis, dan penggalangan modal. Co-Founder Accelerating Asia Amra Naidoo menambahkan, pihaknya selalu menjalakan sesi entrepreneur-in-residence, coffee chat virtual dengan investor, dan digital masterclass dari jarak jauh.

“[..] Menjadi modal ventura akselerator memungkinkan kami menyajikan pendekatan secara langsung (hands-on approach) selama periode investasi awal karena kami menyajikan program dan akses yang harus ditingkatkan dan dikembangkan oleh startup, sambil meminimalkan risiko investor dan fokus memberikan laba kepada investor kami di venture capital fund kami,” terang Naidoo.

Pertemuan cohort 3 Accelerating Asia / Accelerating Asia
Pertemuan cohort 3 Accelerating Asia / Accelerating Asia

Kiprah Accelerating Asia

Sejak diluncurkan pada 2018, Accelerating Asia kini menjadi komunitas yang menampung 48 pengusaha dan 28 startup yang tersebar di Asia dengan 40% di antaranya merupakan perusahaan yang dipimpin atau didirikan oleh perempuan. Perusahaan bekerja sama dengan sejumlah jaringan angel investor regional seperti Angel Hub, ANGIN, dan Angel Central, juga dengan investor institusional terkemuka, termasuk Cocoon Capital, Monks Hill Ventures, dan Golden Gate Ventures.

Sebanyak 19 startup dari dua cohort sebelumnya tersebar di delapan negara di Asia Tenggara dan Selatan termasuk Singapura, Indonesia, Vietnam, Bangladesh dan Malaysia. Sekitar 10% di antaranya datang dari Indonesia. Mereka adalah startup SaaS B2B Datanest dan startup travel IZY.ai. Secara kolektif seluruh perusahaan tersebut telah menggalang pendanaan dengan total lebih dari 5 juta dolar Singapura.

Kominfo Launches “Startup Studio” to Support Early-Stage Startup Business Acceleration

The Ministry of Communication and Information strives to complete the variant of digital startup empowerment programs in Indonesia. After the previous “National 1000 Startup Digital Movement” for founders for the ideation stage and “Next Indonesia Unicorn” for later-stage startups, Kominfo now presents a “Startup Studio” program for startups in the middle of the two stages. It is for early-stage startups starting to accelerate their business scale.

Startup Studio Indonesia aims to facilitate business growth through a variety of supports. It is focused on five things, product and team acceleration, validation of fundraising strategies, validation of growth marketing strategies, support for technology development, and sharpening business capabilities.

Director General of Kominfo Informatics Applications, Semuel Abrijani Pangerapan said to DailySocial, his team will select 20 startups for the first stage of Startup Studio. Overall, this program targets to gather around 300 startups by 2024.

In the curation process, Kominfo involved several parties. “Startup Studio Indonesia has formed a professional curatorial board consisting of various stakeholders in the tech startup ecosystem. Indeed, the decision of the curator board is absolute, without any intervention from anywhere.”

More brainstorming, less classes

Regarding its unique values, Semuel said “More brainstorming, less classes. Seeing the many sources of information about startups on the internet, we reduce the portion for the class format and prioritize two-way brainstorming with coaches.”

Each selected startup founder will be matched with a mentor according to the pain points they face in developing their business. “We believe founders need to have two-way discussions with experts in various fields, such as products, fundraising, growth hacking, people and culture, and others,” Semuel added.

In the practice, pitching sessions to investors will be held periodically for 4 weeks and on a one-on-one basis. Every week, the startup will be pitching with at least 2 investors. It is expected to strengthen the network between startups and potential investors.

Mechanism and criteria

The Startup Studio Indonesia program runs intensively for 3 months. It consists of three main lines, Founder’s Camp, 1-on-1 Mentoring, and Networking. The first event, Founder’s Camp, is a series of mentoring or brainstorming with industry players, discussing the practical knowledge that founders should master to expand their business scale.

Next, 1-on-1 Mentoring is a private session per startup to get consultation and execution supervision with the experts. Finally, Networking, an effort to expand the network to dozens of venture capitalists and leaders in related industries.

The agenda is scheduled as follows:

Timeline program Startup Studio 2020 / Kominfo
Startup Studio 2020 timeline / Kominfo

In general, the startups’ criteria are those who have reached a product-market fit, as proven by traction. This includes getting angel, pre-seed, seed, or maximum pre-series A funding. Although this is open to all landscapes, Kominfo prioritizes startups in the fields of education, health, maritime, agriculture, tourism, and logistics.

Kominfo also emphasized that this program is open to anyone, not only for the alumni of the 1000 Startup program that has been previously implemented.

“We open up opportunities for all early-stage startups that are in line with the listed participant criteria. If the registrant startup is a graduate of 1000 Startups, of course this is a plus point for us. However, this does not guarantee that the registrant startup has a special portion,” he said. Semuel.

For more information and registration, visit: https://startupstudio.id/.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kominfo Luncurkan “Startup Studio”, Dukungan Akselerasi Bisnis Startup Tahap Awal

Kementerian Kominfo terus melengkapi varian program pemberdayaan startup digital di Indonesia. Setelah sebelumnya ada “Gerakan Nasional 1000 Startup Digital” untuk founder di tahap ideation dan “Next Indonesia Unicorn” untuk startup later stage, kini Kominfo hadirkan program “Startup Studio” untuk startup yang ada di tengah-tengah dari dua tahap tadi. Yakni startup tahap awal yang mulai mengakselerasi skala bisnisnya.

Startup Studio Indonesia ingin memfasilitasi kebutuhan pengembangan bisnis melalui beragam dukungan. Fokusnya pada lima hal, yakni akselerasi produk dan tim, validasi strategi fundraising, validasi strategi growth marketing, dukungan pengembangan teknologi, dan menajamkan kemampuan bisnis.

Kepada DailySocial, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, di tahap pertama dari Startup Studio pihaknya akan memilih 20 startup. Namun, secara keseluruhan, target jumlah startup yang ingin dirangkul dalam program ini hingga tahun 2024 adalah 300 startup.

Dalam pemilihannya, Kominfo melibatkan banyak pihak. “Startup Studio Indonesia telah membentuk dewan kurator profesional terdiri dari berbagai stakeholders di ekosistem tech startup. Tentunya keputusan dewan kurator bersifat mutlak, tanpa ada intervensi dari mana pun.”

“More brainstorming, less classes“

Disinggung mengenai nilai unik apa yang coba ditawarkan, Semuel mengatakan “More brainstorming, less classes. Melihat banyaknya sumber informasi mengenai startup di internet, kami mengurangi porsi untuk format kelas dan lebih mengutamakan brainstorming dua arah dengan para coach.”

Setiap founder startup terpilih akan dipertemukan dengan mentor yang sesuai dengan pain points yang mereka hadapi dalam pengembangan bisnisnya. “Kami yakin founders lebih butuh melakukan diskusi dua arah dengan ahli di berbagai bidang, seperti produk, fundraising, growth hacking, people and culture, dan lain-lain,” imbuh Semuel.

Dalam pelaksanaannya, sesi picthing ke investor akan dilaksanakan secara berkala selama 4 minggu dan secara one-on-one. Setiap minggu, startup akan pitching dengan setidaknya 2 investor. Diharapkan dapat memperkuat jejaring antara startup dengan investor potensial.

Mekanisme dan kriteria

Program Startup Studio Indonesia berjalan secara intensif selama 3 bulan. Terdiri dari tiga genda utama, yakni Founder’s Camp, Mentoring 1-on-1, dan Networking. Acara pertama, Founder’s Camp merupakan rangkaian mentoring atau brainstorming dengan para pelaku industri, mendiskusikan ilmu praktis yang harus dikuasai para founder untuk mengembangkan skala usahanya.

Kemudian Mentoring 1-on-1 adalah sesi privat per startup untuk mendapatkan konsultasi dan supervisi eksekusi bersama para ahli. Terakhir Networking, upaya memperluas jejaring pada puluhan venture capital dan para pemimpin di industri terkait.

Adapun untuk agendanya telah terjadwal sebagai berikut:

Timeline program Startup Studio 2020 / Kominfo
Timeline program Startup Studio 2020 / Kominfo

Secara umum, kriteria startup yang ditargetkan adalah mereka yang sudah mencapai product-market fit, dibuktikan dengan traction. Termasuk sudah mendapatkan pendanaan angel, pre-seed, seed, atau maksimal pre-series A. Kendati terbuka untuk semua lanskap, namun Kominfo memprioritaskan startup di bidang pendidikan, kesehatan, maritim, agrikultur, pariwisata, dan logistik

Kominfo juga menekankan bahwa program ini terbuka untuk siapa saja, tidak hanya untuk alumni program 1000 Startup yang telah dilaksanakan sebelumnya.

“Kami membuka kesempatan bagi seluruh startup early-stage yang selaras dengan kriteria peserta yang sudah tertera. Apabila startup pendaftar merupakan lulusan 1000 Startup, tentunya menjadi sebuah poin plus bagi kami. Namun, hal tersebut tidak menjamin bahwa startup pendaftar memiliki porsi khusus,” ujar Semuel.

Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi: https://startupstudio.id/.

6 Hal Seputar Membangun Inovasi Regional Melalui Program Akselerasi

Dalam satu dekade terakhir, industri startup telah berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Lebih lagi, keberadaan startup ini telah mendorong daya saing inovasinya di Asia Tenggara. Tercatat, Indonesia termasuk salah satu negara dengan unicorn terbanyak di kawasan ini.

Beberapa unicorn tersebut kini bahkan membentuk program inkubasi dan akselerasi untuk mendorong pertumbuhan inovasi, tak hanya untuk negara sendiri, tetapi juga untuk kawasan regional.

Salah satunya Grab Ventures melalui program Grab Ventures Velocity (GVV) yang hadir untuk pasar Indonesia. Bagaimana pengalaman dan tantangan Grab Ventures dalam membangun inovasi di regional? Simak selengkapnya sesi #SelasaStartup kali ini bersama Director of Grab Ventures Aditi Sharma.

Lokalisasi sebagai strategi pendekatan setiap negara

Aditi menilai, lokalisasi menjadi strategi penting bagi program semacam GVV untuk memulai pengembangan inovasi di suatu negara. Hal ini patut digarisbawahi mengingat kebutuhan dan gap di kalangan masyarakat di setiap negara berbeda-beda. Di GVV, setiap pasar tujuan memiliki program yang sangat targeted dan spesifik.

“Sebagai contoh, GVV fokus terhadap [startup] di fase growth, dan kami lihat ini untuk pasar Indonesia. Ada beberapa partner potensial di sini, di mana kami bisa lakukan semacam test partnership selama program berjalan. Mereka berpeluang jadi commercial partner ke depan. Bagi kami, program ini well-suited untuk ekosistem Indonesia,” paparnya.

Kondisinya tentu berbeda jika dibandingkan negara lain. Ambil contoh Vietnam. Menurut pengalaman Aditi, Grab Ventures perlu melakukan ground work yang lebih besar di negara ini, seperti membangun ekosistem dan kapabilitas founder yang kuat.

“Kebutuhannya berbeda. Makanya, nama program di sana adalah Grab Ventures Ignite yang membidik startup early stage. Modelnya lebih ke capability-centric. Kami membuat program lebih kontekstual sesuai kebutuhan di negara tersebut,” tambah Aditi.

Bukan target pasar, tetapi tujuan

Selain lokalisasi, penting bagi Aditi untuk menentukan tujuan program. Artinya, selama punya dampak berarti terhadap ekosistem, bukan soal bahwa program tersebut harus dijalankan di setiap target negara tujuan.

“Kami terus mengeksplorasi peluang kerja sama di industri startup. Tapi, kami bukan sekadar buat program di setiap negara. Kami lihat apakah ada kebutuhan untuk meluncurkan program ini, negara mana yang dapat memberikan dampak positif terhadap ekosistem,” jelasnya.

Mencari target pasar yang menciptakan tren

Ada alasan mengapa Indonesia sering menjadi target utama investasi. Selain pasarnya besar, Indonesia dinilai memiliki tren pasar tersendiri. Bahkan menurut Aditi, hal ini menjadi alasan kuat mengapa program GVV dibuka pertama kali untuk pasar Indonesia.

Ia menyebutkan sebanyak 60 persen investasi digital di Asia Tenggara ‘lari’ ke Indonesia. Menurutnya, data tersebut menunjukkan bahwa perkembangan inovasi di Indonesia menjadi sebuah tren menarik.

Tren lainnya adalah perkembangan adopsi digital di Indonesia turut disumbang oleh segmen UKM. Selama ini, segmen UKM menjadi salah satu penopang pereknomian Indonesia. Tercatat, ada lebih dari 50 juta UKM di sini.

“UKM ini menjadi peluang besar bagi pertumbuhan inovasi. Apalagi di situasi pandemi, mereka dituntut untuk mengadopsi digital. Ini adalah sebuah tren yang membuat pasar Indonesia menarik,” kata Aditi.

Adaptasi baru menjadi tantangan

Dalam perjalanannya, Aditi telah bertemu dan bekerja sama dengan banyak founder lewat program yang diinisiasi Grab tersebut. Ada sejumlah tantangan yang ia anggap sebagai sebuah proses pembelajaran.

Salah satunya adalah beradaptasi dengan founder agar dapat saling bekerja sama. “Kami melihat saat itu founder belum meyakini what it means bekerja dengan venture capital dan tim-tim yang mengeksplorasi model bisnis baru, seperti kami,” ungkap Aditi.

Ia menilai bahwa hal ini dapat menjadi pembelajaran untuk saling memahami apa yang diinginkan satu sama lain dan menemukan partner startup yang potensial. “Feedback yang kami dapatkan saat bekerja bareng founder adalah mengalokasikan banyak waktu untuk mengetahui sama lain,” ujarnya.

Pivot di situasi pandemi

Selama masa pandemi Covid-19, terjadi perubahan yang sangat signifikan pada perilaku dan kebutuhan konsumen. Situasi ini juga menuntut pelaku bisnis untuk mengakselerasi digitalisasi.

Di sisi lain, sejumlah sektor bisnis terdampak positif dari krisis kesehatan ini, seperti kesehatan dan kebutuhan pokok. Bagi Aditi, hal ini menandakan bahwa Indonesia terus berupaya untuk mendorong pertumbuhan sektor bisnis, baik B2B maupun B2C.

“Makanya, penting untuk melihat kebutuhan customer di tengah situasi yang berubah saat ini. Pada kasus GVV batch ke-3, kami akhirnya melakukan pivot dengan fokus pada peluang digitalisasi di sektor UKM. Kini semua tentang solusi digital untuk membuat layanan Grab menjadi fleksibel di era pandemi. Di sini kami dapat membantu mereka mengadopsi teknologi digital,” katanya.

Perihal kriteria startup dan KPI

Kriteria menjadi standar umum dalam mencari partner yang potensial. Pada program akselerasi semacam GVV, Aditi menekankan strategic feed yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Terutama, apabila startup tersebut dapat men-deliver tujuan ini pada waktu yang tepat.

“Kami melihat kriteria semacam ini, seperti seberapa kuat komitmen founder, chesmistry dengan founder, atau apakah mereka mau mendukung ekosistem UKM. Ini yang kami sebut bahwa kami berbagi tujuan yang sama,” tutur Aditi.

Selain itu, program inkubasi juga tetap memiliki KPI untuk memastikan bahwa startup yang diajak kerja sama menjalankan misi yang sama dengan misi perusahaan. “Bagi kami, metrik utamanya adalah apakah tim dapat menciptakan model bisnis dan membawa tech leader. Tentu program ini selalu dievaluasi.”

Disclosure: DailySocial merupakan strategic partner Grab Ventures Velocity

Hacktiv8, Kata.ai, dan Riliv Terpilih Mengikuti Program Google for Startups Accelerator

Google hari ini (05/8) resmi mengumumkan startup yang menjadi peserta program Google for Startups Accelerator di Asia Tenggara. Dari 15 nama yang terpilih ada tiga dari Indonesia, yakni Hacktiv8, Riliv, dan Kata.ai. Ketiganya bakal mendapat kesempatan untuk mendapatkan mentoring dari tim Google, baik dari segi teknis maupun bisnis.

Dalam laman resminya, pihak Google juga menyebutkan bahwa mereka akan membantu para peserta untuk terhubung dengan mitra Google dan industri teknologi yang lebih luas. Dalam rangkaian kegiatan itu akan diadakan workshop yang berfokus pada perancangan produk, layanan pelanggan, dan pengembangan kepemimpinan bagi para founder.

Hacktiv8 merupakan startup edtech yang menyediakan solusi bootcamp dan pelatihan untuk developer, termasuk juga menghubungkan lulusannya dengan lapangan pekerjaan. Sementara itu Kata.ai merupakan penyedia solusi berbasis chatbot untuk bisnis. Sedangkan Riliv merupakan startup dengan solusi aplikasi konseling dan meditasi dengan tujuan membantu permasalahan kesehatan mental.

“Google for Startups Accelerator Asia Tenggara adalah program akselerator online selama tiga bulan untuk startup di tahap awal hingga seri A yang berpotensi besar untuk membantu menyelesaikan tantangan di wilayah ini,” tulis pihak Google.

Di periode pertama ini, Google menyeleksi lebih dari 600 startup untuk mendapatkan 15 peserta terpilih. Ada pun beberapa kategori yang dicari Google antara lain:

  • Startup yang berada di fase pendanaan awal dengan produk berbasis teknologi.
  • Sudah mendapatkan traksi dan sudah melewati “idea stage” dengan beberapa initial customer validation.
  • Startup yang mampu mengidentifikasi peluang pasar yang besar.
  • Startup yang berada di kategori kesehatan, pendidikan, finansial, atau logistik dan mengimplementasikan teknologi AI/ML atau data analitik.
  • Pendiri startup atau tim yang mampu mendemonstrasikan kemampuan teknis, bisnis, dan mindset untuk tumbuh dan mengembangkan bisnis regional.

Head of Corporate Communication Google Indonesia Jason Tedjasukmana kepada DailySocial menjelaskan bootcamp ini akan diselenggarakan intensif selama tiga bulan dan sepenuhnya akan diselenggarakan secara online. Para peserta akan mendapat pelatihan teknis terperinci dan peluang pengembangan strategi dengan machine learning, SDM, produk, dan growth lab yang dimiliki Google.

“Selama lebih dari lima tahun Google telah menjalankan program Launchpad Accelerators, yang menjangkau wirausahawan di lebih dari 40 negara dan memasukkannya dalam portofolio global beberapa startup paling sukses di dunia. Dalam upaya menyederhanakan program yang dilakukan Google untuk startup, mulai akhir 2019 semua Launchpad Accelerators telah berganti nama menjadi Google for Startups Accelerator,” imbuh Jason.

Beberapa startup Indonesia pernah turut serta dalam gelaran Google Launchpad antara lain, seperti Kulina untuk batch kelima; iGrow, Jurnal, Mapan, PicMix, Qlue dan Snapcart untuk batch ketiga; Jarvis Store, Talenta, Ruangguru, IDNtimes, Codapay, dan Hijup untuk batch kedua; dan Kerjabilitas, Setipe, Jojonomic, eFishery, Seekmi, HarukaEdu, dan Kakatu untuk batch pertama.

Update: tambahan kutipan dari Head of Corporate Communication Google Indonesia Jason Tedjasukmana.

Kiprah dan Rencana Sequoia India di Indonesia

Sequoia India minggu lalu mengumumkan pengumpulan dana $1,35 miliar atau setara 19,5 triliun Rupiah. Dana ini diperoleh dari sejumlah limited partner, yang dibagi dalam dua program fund: $525 juta untuk venture fund dan $825 juta untuk growth fund. Fokus pendanaannya tetap untuk startup di India dan Asia Tenggara.

DailySocial berkesempatan mewawancara Managing Director Sequoia Capital India Abheek Anand untuk mendiskusikan rencana mereka di ekosistem startup Indonesia pasca pengumpulan dana ini.

Managing Director Sequoia Capital India LLP, Abheek Anand / Sequoia
Managing Director Sequoia Capital India LLP, Abheek Anand / Sequoia

Portofolio Sequoia India di Indonesia

Sequoia India telah berinvestasi ke startup di Indonesia sejak tahun 2014, termasuk turut andil di permodalan bagi Tokopedia dan Gojek. Tahun ini, mereka turut meramaikan arus digitalisasi supply-chain FMCG lokal dengan berinvestasi di GudangAda dan Ula.

Di tahun 2019 mereka meluncurkan program akselerator Surge di wilayah operasionalnya. Beberapa startup Indonesia turut berpartisipasi dan mendapatkan pendanaan, seperti Qoala, Chilibeli, BukuKas, dan beberapa lainnya.

“Sampai saat ini, kami telah bekerja dengan 19 startup teknologi di Indonesia untuk mendemokratisasi sektor-sektor penting seperti perdagangan, pendidikan, finansial, F&B, logistik, hingga perhotelan,” jelas Abheek.

Berikut daftar investasi yang telah ditorehkan Sequoia India untuk startup lokal:

Startup Tahun Investasi
Tokopedia 2014
Gojek 2015
Modalku 2016
Traveloka 2017
OnlinePajak 2017
Moka 2017
Akulaku 2018
Kopi Kenangan 2019
Kargo 2019
GudangAda 2020
Ula 2020

Startup Indonesia peserta program Surge:

Surge 01 1. Qoala

2. Bobobox

Surge 02 1. Rukita

2. Storie

3. Chilibeli

Surge 03 1. Hangry

2. BukuKas

3. CoLearn

Fokus ke startup tahap awal

Abheek menjelaskan, pihaknya melihat tren perkembangan pesat ekosistem startup di Indonesia dalam enam tahun terakhir. Berdasarkan pengalaman investasinya, Sequoia India memilih untuk fokus untuk mendanai startup tahap awal di kawasan ini. Mereka melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh secara signifikan dan menyelesaikan masalah banyak orang.

“Kami berinvestasi di Tokopedia dan Gojek di masa-masa awal mereka. Saat ini perusahaan tersebut menjadi sumber inspirasi bagi para pendiri startup baru. Faktanya, Indonesia saat ini memiliki unicorn terbanyak di Asia Tenggara,” jelas Abheek.

Ia melanjutkan, “Kami ingin terus melipatgandakan komitmen kami terhadap startup di Indonesia, dengan tidak hanya menjadi bagian dari unicorn generasi pertama, tapi juga setiap generasi berikutnya [..] Kami berpikir bahwa Indonesia berada di titik kritis dan akan meledak dengan peluang populasi yang berkembang dan mengerti teknologi.”

Hipotesis investasi

Melihat track-record investasinya, Sequoia India terlihat cenderung agnostik secara sektoral. Mereka berkolaborasi dengan berbagai model bisnis, mulai dari layanan konsumer, B2B, fintech, hingga healthtech.

“Sekarang, lebih dari sebelumnya, bisnis dengan unit ekonomi yang solid tidak lagi sekadar baik untuk dimiliki [melalui investasi]. Mereka wajib dimiliki. Yang kami cari adalah para pendiri yang membangun bisnis dengan unit ekonomi yang masuk akal di pangsa pasar yang besar,” jelasnya.

Dampak pandemi Covid-19 dirasa tidak memperlambat tensi investasi mereka.

“Kami terus bertemu dengan pendiri yang bersemangat dengan ide dan bisnis yang menarik, terutama di tahap awal. Sebelumnya kami akan melakukan obrolan mingguan dengan para pendiri di Jakarta dan kami akan terus melanjutkan — dan memindahkan percakapan itu secara online.”

Saat ini program Surge 04 juga sudah dibuka pendaftarannya. Mereka berharap lebih banyak startup tahap awal di Indonesia yang dapat terlibat dalam program ini.

Abheek mengatakan, “Satu pesan kami untuk para pendiri adalah: bahwa tidak pernah terlalu dini untuk berbicara dengan kami. Kami tersedia melalui email, semua platform media sosial, dan terus menerus menciptakan lebih banyak saluran. Ekonomi belum ditutup, bisnis masih terus diciptakan setiap hari. Kami terus tertarik untuk bermitra dengan para pendiri yang berani untuk membuat gebrakan di dunia.”

“Penggalangan dana baru-baru ini senilai $1,35 miliar merupakan indikasi komitmen kami dan kami akan terus mengandalkan komitmen ini ketika menyangkut pasar-pasar utama di Asia Tenggara seperti Indonesia, terlepas apakah kami dapat hadir secara langsung ataupun tidak,” pungkasnya.

Telkomsel Gelar Program TINC Batch 5, Incar Startup Potensial di Tengah Pandemi

Telkomsel kembali menggelar program corporate inkubator dan akselerator Telkomsel Innovation Center (TINC) Batch 5. Kali ini TINC tidak mengangkat tema khusus dalam membidik startup binaan, melainkan ada sejumlah segmen yang dinilai memiliki kenaikan momentum di tengah pandemi yang masih berlangsung.

Segmen startup tersebut di antaranya IoT, pemelajaran mesin (ML), kecerdasan buatan (AI), teknologi periklanan (ads tech), fintech, logistik dan supply chain, healthtech, dan edutech.

“TINC fokus pada lini vertikal yang bisa difasilitasi oleh aset milik Telkomsel. Pada batch sebelumnya, kebanyakan solusinya untuk telko, tapi makin ke sini kami banyak berinteraksi ada banyak masalah di luar sana yang bisa diselesaikan oleh startup. Jadinya kami perluas cakupannya,” ujar VP Corporate Strategy Telkomsel Andi Kristianto, dalam konferensi pers secara online, kemarin (7/7).

Pendaftaran untuk batch ini sudah dibuka secara resmi sejak 15 Juni 2020. Dibandingkan batch sebelumnya, TINC memperkenalkan tiga manfaat lebih untuk startup binaannya, yakni market access, go to market and sales channels, dan innovation lab (testing lab IoT dan 5G, sandboxing platform, dan development kit).

Dalam pengembangan inovasi, TINC membaginya menjadi dua tahap, yakni inkubasi (prototyping, proof of concept) dan akselerasi (piloting, commercial), dengan pelaksanaan yang berlangsung selama tiga sampai 12 bulan.

Ada dana hibah yang diberikan untuk tahap awal. Andi menjelaskan, besarannya akan tergantung pada proposal yang diajukan startup terpilih. Nantinya dana tersebut akan dipakai untuk pengembangan startup agar lebih matang.

Model pendanaan berikutnya adalah berbentuk investasi. Ketika MVP sudah siap dan butuh akselerasi lebih jauh, startup akan menerima dana investasi yang berupa convertible notes. Nominalnya akan lebih besar dengan tenor yang lebih panjang.

“Kalau startup tumbuh fit dalam jangka panjang dan memberi nilai tambah buat Telkomsel, maka akan diinvestasi. Dari sisi kita akan dibantu untuk leverage network.”

Program Telkomsel lainnya

Sejak pertama kali digelar, TINC merupakan bagian dari salah satu pilar Telkomsel dalam mentransformasi perseroan menjadi perusahaan telkomunikasi digital terdepan, bersama pilar inovasi digital lainnya yaitu The NextDev dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI).

Ketiganya punya kesamaan misi, sama-sama ingin membangun ekosistem bagi para pegiat startup. Akan tetapi, ketiganya punya fokus yang berbeda. Misalnya The NextDev lebih diarahkan pada talent scouting dan social impact, TINC sebagai wadah untuk berakselerasi dan berkomersialisasi bersama Telkomsel, dan TMI fokus pada investasi strategis.

TINC sendiri telah berlangsung sejak 2018. Tiap batch memiliki tema khusus yang diangkat. Secara berurutan, batch pertama mengangkat soal smart city and environment; agritech; industrial IoT. Berikutnya dalam batch 4 dan 5 tidak mengangkat tema, alias Telkomsel terbuka pada semua inovasi tapi dengan catatan ada beberapa sektor yang diincar karena sedang “hot” pada momentum tersebut.

“Mulai batch 4 kita mau beyond IoT karena pada batch 1-3 kita merasa sudah me-represent semua use case utama di industri. Batch 4 ini dimulai awal tahun 2020 dan mulai tahun ini pula kita mau lihat tren apa yang lagi banyak di ekosistem startup di tahap awal maupun level yang sudah siap masuk market,” jelas GM Business Incubation Telkomsel Eko Seno Prianto.

Secara total ada 19 startup binaan yang berhasil masuk sampai proses inkubasi sepanjang TINC dilaksanakan, di dalamnya terdapat dua solusi startup yang dikembangkan dari tim internal Telkomsel, salah satunya adalah Intank (Intelligent Tank Monitoring System).

Nama-nama startup binaan lainnya adalah eFishery, Jala, Mertani, Banopolis, Smash, Habibi Garden, Bantuternak, Neurafarm, TraffoBit, Eltisia, Manpro, Chatbiz.id, Cryptoscope, T-Man, Birru, Calty Farms, Fishgator, dan Mantis ID.

Gojek Xcelerate Pilih Sebelas Startup Berkonsep “Direct-to-Consumer”

Gojek Xcelerate, program akselerator milik Gojek, mengumumkan 11 startup yang masuk ke dalam batch keempat. Seluruh startup terpilih ini bergerak di bidang direct-to-consumer, menyesuaikan dengan tantangan bisnis di masa pandemi.

Mereka telah diberi pelatihan dalam kreativitas dan inovasi agar dapat menyesuaikan bisnis dengan cepat, sesuai dengan perubahan perilaku konsumen selama pandemi. Salah satunya adalah untuk meminimalisir kegagalan startup dalam mengembangkan produk dan layanan, peserta dilatih untuk menerapkan teknik MVP (minimum viable product).

Teknik ini menentukan set fitur paling minimal dalam sebuah ekosistem teknologi sebelum startup meluncurkan produk atau layanan yang lebih lengkap (full-fledged). Manfaatnya startup bisa mendapat umpan balik dari calon pengguna dalam waktu relatif singkat, sehingga membantu minimalisir biaya pengembangan, serta kemungkinan produk gagal dalam skala besar.

Berikutnya adalah pelatihan metode growth hacking dan impactful data science, serta pelatihan dari partner Gojek Xcelerate kelas dunia lainnya yaitu strategi pengembangan bisnis startup dari Google Founder’s Lab, prinsip valuasi dari bank UBS, dan sesi mentorship bersama konsultan manajemen McKinsey.

Lead Gojek Xcelerate Yoanita Simanjutak menjelaskan, pada batch ini molor dari jadwal karena terdampak pandemi. Proses bootcamp telah dilangsungkan pada Maret 2020. Akan tetapi, demo day baru diselenggarakan pada hari ini (17/6) dan pertama kalinya digelar secara online.

“Tapi nanti kita akan pertemukan semua peserta startup dari batch pertama sampai ke empat untuk membahas inovasi apa yang kita lakukan secara bersama di dalam ekosistem Gojek,” terangnya.

Adapun 11 startup tersebut ialah:

1. Bartega: Startup ini fokus pada penjualan alat melukis, mendorong orang orang tetap kreatif di rumah dan dipandu dengan kelas-kelas online.
2. Trope: Startup ini fokus menyediakan produk make up yang multifungsi.
3. Rollover Reaction: Startup ini menyediakan beragam produk make up.
4. Pura: Startup new retail ini fokus menjual produk bahan-bahan makanan sehat
5. GetGo: Startup ini menawarkan layanan pencarian virtual dengan AI, permudah konsumen mencari barang yang dijual pedagang online.
6. Watt: Startup ini menjual produk sepatu untuk perempuan.
7. Elio: Mereka adalah klinik kesehatan digital khusus laki-laki.
8. Mena Indonesia: Startup ini menjual produk hasil kerajinan tangan, bekerja sama dengan komunitas lokal
9. Jejak.in: Adalah startup yang menerapkan sistem sensus untuk memantau pengelolaan pohon dan tanaman.
10. Kerokoo: Adalah startup fesyen yang menjual busana khusus perempuan.
11. Sare: Startup ini menjual piyama untuk segala gender dan usia.

11 startup terpilih Gojek Xcelerate Batch 4/ Gojek
11 startup terpilih Gojek Xcelerate Batch 4/ Gojek

Inovasi Gojek teranyar

Head of Groceries Gojek Tarun Agarwal menambahkan, di tengah kondisi yang dinamis, penerapan model bisnis direct-to-consumer menjadi efektif karena membantu startup berinteraksi langsung dengan pengguna yang saat ini lebih banyak menghabiskan waktu secara online. Bagi startup itu sendiri dapat memperoleh data dan umpan balik dengan cepat, sehingga dapat lebih menyesuaikan produk seiring perubahan pasar.

Penerapan model ini, menurutnya, terbukti membawa Gojek ke status decacorn sekaligus menjadikannya lebih resilien selama pandemi.

Beberapa inovasi direct-to-consumer yang dirilis Gojek adalah mengembangkan layanan konsumen belanja kebutuhan sehari-hari melalui GoMart dan GoShop. Layanan GoFood telah menambah mitra teranyar yakni Pasar Mitra Tani untuk menjual bahan pangan pokok ke dalam platform.

Selain itu, hadirnya GoFresh, layanan marketplace yang pada awalnya diperuntukkan khusus merchant GoFood, kini dapat diakses oleh konsumen umum. “Sepanjang tahun 2020, transaksi belanja groceries di GoMart terus meningkat. Hingga Mei, terjadi 5,5x peningkatan produk yang terjual di GoMart dibandingkan Januari,” ucapnya.

Dia melanjutkan, “Kami senang bisa berbagi best practices Gojek kepada sesama anak bangsa, harapannya lebih banyak lagi startup Indonesia yang bisa menyandang status decacorn dan bersama-sama memperkuat ekosistem teknologi global.”

Mengoptimalkan Keikutsertaan Founder dan Startup di Program Inkubator

Program inkubator atau akselerator masih akan relevan saat ini, khususnya bagi startup tahap awal yang tengah memvalidasi bisnisnya. Faktanya banyak pertumbuhan startup dimulai dari sana. Di Indonesia, beberapa nama seperti Payfazz, Halofina, Privy, dan Storial merupakan jebolan dari program tersebut dengan penyelenggara berbeda-beda.

Banyak hal yang bisa jadi “takeaways” bagi founders – tentu ini bukan sekadar berbicara modal awal yang umumnya disalurkan melalui program ini. Untuk memberikan gambaran apa saja yang bisa didapat founder ketika bergabung di program inkubator, DailySocial mencoba mengumpulkan beberapa testimoni dari berbagai sumber.

Mematangkan ide bisnis, peluang kolaborasi awal

Cerita ini datang dari Founder & CEO PrivyID Marshall Pribadi. Program inkubator yang diikutinya adalah Indigo besutan grup Telkom. Ia mengatakan, keterlibatannya di inkubator menciptakan lingkungan yang tepat bagi pengembangan ide dan konsep bisnis startupnya.

“Ide PrivyID ini konsep awalnya berupa digital identity. Dengan platform PrivyID, pengguna tidak lagi harus isi formulir pendaftaran lagi untuk apply apapun, contohnya asuransi, kartu kredit, buka rekening bank, dan lain-lain. Biasanya, setiap kali mendaftar sesuatu, pengguna harus berulang kali mengisi data diri seperti nama, alamat, tanggal lahir, dan sebagainya. Untuk tanda tangannya dapat dilakukan secara digital. Ide seperti ini, di tahun 2015, masih asing,” ujarnya.

Marshall melanjutkan, dengan masuk program inkubator Indigo, PrivyID tidak hanya mendapatkan investasi awal, tetapi juga berhasil memperoleh klien pertama dan ide yang berharga. Saat mentoring, ia mendapatkan saran mengenai username PrivyID yang disusun dari kombinasi 2 huruf inisial nama dan 4 digit nomor telepon genggam.

“Adanya Telkom Indonesia sebagai klien pertama juga membuat PrivyID lebih dipercaya oleh perusahaan-perusahaan lain yang ingin memanfaatkan layanannya,” ungkapnya.

Kesuksesan tetap ditentukan oleh founder

Selain pembelajaran dari mentor berpengalaman, keuntungan lain yang bisa didapat dari keikutsertaan startup di program inkubator/akselerator adalah memperluas jaringan ke ekosistem. Penyelenggara program umumnya memiliki platform yang menghubungkan antara startup, investor, atau stakeholder lain yang berpeluang untuk kolaborasi, termasuk dengan sesama startup lain. Hal ini turut dirasakan Co-Founder & CEO Halofina Adjie Wicaksana.

Adjie dan startupnya tergabung di program GK-Plug and Play Indonesia. Menurutnya, manfaat sebuah program pengembangan bisnis seperti ini akan sangat tergantung pada tingkat partisipasi founder. Untuk itu, sebelum memulai program (bahkan mendaftar), pastikan founder punya target capaian yang jelas – apa yang ingin mereka optimalkan melalui program ini. Apakah mencari investor, mendapatkan mentor, mematangkan produk, atau lainnya.

Set our own target expectation. Pada akhirnya, program akselerator adalah sebuah fasilitas. Kita sendiri yang perlu melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan kesempatan tersebut. Melakukan goal setting di awal akan membantu kita meraih hasil optimal dari program tersebut,” ujar Adjie.

Mengoptimalkan keikutsertaan

Startup pengembang platform publikasi konten kreatif Storial juga sempat mengikuti program akselerator Skala. Co-Founder & CEO Steve Wirawan mengatakan, keikutsertaannya di program tersebut memberikan banyak pembelajaran, termasuk mengenai pengembangan produk, membangun tim yang efisien, menentukan prioritas, dan perluasan jaringan bisnis. Hadirnya mentor berpengalaman begitu dirasakan manfaatnya.

Always be hungry to learn. Unlearn what you’ve already known, drop all the assumptions that was already built in your mind and re-learn. Selalu memiliki rasa ingin tahu dan minta akses ke banyak network untuk diperkenalkan,” ujar Steve memberikan kiatnya.

Soal effort founder di program inkubator ini juga diamini Marshall. “Jika ingin optimal dalam mengikuti program inkubator, jangan berpikir bahwa dengan masuk inkubator semuanya akan diberikan dari mentor hingga investasi. Inkubator ada untuk menyediakan environment yang sesuai untuk ide bisnis yang dimiliki.”

Founder atau startup sendirilah yang harus bisa tumbuh dan berkembang melalui lingkungan yang disediakan. Selain itu, menurut Marshall, jangan pula meremehkan kebaikan-kebaikan dari orang yang ditemui.

Memilih program yang pas

Makin berkembangnya ekosistem startup di Indonesia – khususnya terkait minat anak muda untuk menjadi founder startup – ditanggapi baik para penyelenggara program inkubator. Para penyelenggara tersebut hadir dari berbagai kalangan, mulai dari korporasi, media, pemodal ventura, hingga institusi lainnya. Latar belakang tersebut kadang memberikan diferensiasi antar program.

Program IDX Incubator yang diprakarsai Bursa Efek Indonesia misalnya, mendesain programnya untuk startup yang berminat go public atau IPO. Beda lagi dengan Mandiri Digital Incubator yang digawangi perusahaan perbankan dan mendampingi startup di bidang keuangan. DSLaunchpad, yang dihadirkan DailySocial, secara khusus memfasilitasi para founder (terutama di luar Jawa) untuk bisa mengikuti program mentorship secara online. Ada juga Simona Ventures yang disajikan khusus untuk founder perempuan.

Meskipun demikian, biasanya memiliki aktivitas-aktivitas umum yang sama, seperti bimbingan dengan pakar dari industri, networking, hingga membagikan sumber daya. Spesialisasi tadi bisa menjadi tambahan pertimbangan founder untuk memilih sebuah program inkubator/akselerator. Apalagi saat ini terbuka akses bagi pelaku startup Indonesia untuk bergabung dengan program global, misalnya Y Combinator, Google Launchpad Accelerator, Surge, dan lain-lain.

Sudah ada sejumlah penyelenggara program inkubator/akselerator startup di Indonesia. Beberapa yang masih aktif di antaranya adalah:

Nama Program Penyelenggara Situs Web
Digitaraya Digitaraya https://digitaraya.com/
DSLaunchpad DailySocial https://dailysocial.id/dslaunchpad
GK-Plug and Play Gan Kapital, Plug and Play Indonesia https:/plugandplaytechcenter.com/indonesia/
GnB Accelerator Pegasus Tech, Infocom Corporation https://gnb.ac/
IDX Incubator Bursa Efek Indonesia http://idxincubator.com/
Indigo Creative Nation Telkom Group http://indigo.id/
Kolaborasi Kolaborasi https://kolaborasi.co/
Mandiri Digital Incubator Mandiri Capital Indonesia https://mandiri-capital.co.id/en/mandiri-digital-incubator/
Skala Innovation Factory, Strive https://joinskala.com/
Simona Ventures Digitaraya http://simona.ventures/
Skystar Ventures Universitas Multimedia Nusantara, Kompas http:/skystarventures.com/
Synergy Bank Central Asia https://synrgy.id/
Xcelerate Gojek https://www.gojek.com/gojekxcelerate/