East Ventures Tambah Portofolio Startup Genomik, Kucurkan Investasi ke Mesh Bio

East Ventures mengumumkan kucuran investasi ke Mesh Bio, startup deep tech di bidang kesehatan berbasis di Singapura. Tidak disebutkan nilai investasi yang diberikan. Pendanaan ini akan dialokasikan untuk terus mengembangkan teknologi digital twin atau kembaran digital dalam manajemen penyakit kronis dan memperluas layanan Mesh Bio di pasar Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Mesh Bio didirikan sejak tahun 2018 oleh Andrew Wu (CEO) dan Arsen Batagov (CTO). Visinya untuk memberikan solusi digital mutakhir untuk mengatasi tantangan dalam manajemen pasien dan meningkatnya penyakit kronis di wilayah Asia Tenggara. Sebelumnya tahun 2023 lalu Mesh Bio juga mendapatkan pendanaan awal $1,8 juta yang dipimpin Elev8.vc dan Seeds Capital.

Isu yang ingin diselesaikan

Penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit kronis, seperti kardiovaskular dan diabetes, memberikan beban yang besar dan terus bertambah terhadap kesehatan dan pembangunan di kawasan Asia Tenggara. Di kawasan ini, menurut WHO, 62% dari seluruh kematian disebabkan oleh PTM, yang jumlahnya mencapai 9 juta jiwa.

Meningkatnya penyakit kronis menyebabkan manajemen pasien menjadi rumit, ditambah dengan kurangnya dokter, khususnya dokter spesialis, sehingga dokter umum yang kurang memiliki pelatihan spesialis di bidang endokrinologi terpaksa menangani kasus pasien penyakit kronis.

“Mengingat meningkatnya populasi lansia di seluruh dunia, Mesh Bio secara konsisten memprioritaskan pengembangan solusi inovatif untuk mengurangi hambatan perawatan kesehatan yang terkait dengan penyakit kronis. Kami senang menerima dukungan dari East Ventures, dan kami yakin bahwa pendanaan ini akan menjadi landasan yang kuat dalam mendukung visi kami dalam memecahkan masalah peningkatan beban dari penyakit kronis di Asia Tenggara,” jelas Co-Founder & CEO Mesh Bio Andrew Wu.

Telah kembangkan platform analisis prediktif

Salah satu produk yang telah dimiliki Mesh Bio adalah DARA, yakni sebuah platform yang menyediakan data pasien multidimensi secara real-time, yang mencakup riwayat kesehatan, tes laboratorium, dan gambar medis. DARA memberikan laporan visual pasien sehingga dapat membantu para dokter dalam memberikan konseling kepada pasien dan memungkinkan pasien memahami laporan laboratorium dan penyakit yang mereka derita.

Berdasarkan data tersebut, DARA menyediakan analisis prediktif untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko penyakit kronis sehingga mereka bisa mendapatkan diagnosis dan pengobatan lebih dini. Selain itu, platform tersebut juga memungkinkan para dokter untuk mendapatkan dan memanfaatkan pengetahuan dari komunitas praktisi kesehatan global yang sesuai dengan praktik dan pedoman klinis terbaik, serta penilaian pasien secara holistik.

“Pendekatan inovatif dan teknologi mutakhir Mesh Bio berpotensi menjadi salah satu fondasi untuk menyediakan sistem layanan kesehatan yang lebih baik di kawasan Asia Tenggara. Kami percaya bahwa analisis prediksi dan layanan kesehatan preventif dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, dan kami yakin Mesh Bio akan memimpin revolusi ini dengan mesin digital twin mereka,” ucap Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Investasi East Ventures di startup kesehatan

Tidak hanya startup healthtech yang fokus di layanan telekonsultasi dan distribusi obat, East Ventures memilih menjajaki lebih dalam industri kesehatan sampai ke tingkat yang lebih dalam. Di dua tahun terakhir, pemodal ventura paling aktif di Indonesia tersebut menunjukkan komitmennya untuk memperluas hipotesis investasi ke startup genomik dan biotech.

Sekurangnya ada 4 startup di bidang tersebut yang telah diinvestasi tahun ini oleh East Ventures, berikut daftarnya:

Startup Solusi Tahap Investasi
Mesh Bio Layanan manajemen penyakit kronis dan analisis prediktif Seed
Etana Startup biofarmasi yang menghadirkan bahan baku obat biologis untuk kanker dan penyakit kronis lainnya Seed
AMILI Pengembang solusi pengobatan mikrobioma usus pertama di Asia Tenggara Seed
Aevice Health Alat monitoring kesehatan untuk solusi pernapasan kronis Seed

Sebelumnya mereka juga berinvestasi ke startup biotech lokal seperti Nalagenetic dan Nustantics.

Pengesahan RUU Kesehatan Dukung Inisiatif Startup Bioteknologi di Indonesia

Pemerintah bersama DPR RI baru saja mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU) Kesehatan dalam rapat paripurna DPR RI yang dilaksanakan pada hari Selasa (11/7). Salah satu aspek yang dibahas adalah pemanfaatan teknologi dalam industri kesehatan, termasuk pemanfaatan bioteknologi.

Pemerintah sepakat dengan DPR akan perlunya akselerasi pemanfaatan teknologi biomedis untuk pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kedokteran presisi. Pengesahan RUU Kesehatan ini merupakan salah satu langkah dari transformasi kesehatan untuk membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif.

Dilansir dari Katadata, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono sempat mengatakan, ada dua subsektor kesehatan yang menarik tahun ini, yaitu data kesehatan dan biomedikal. Sementara regulasi terkait teknologi kesehatan juga diatur dalam BAB X yang terdiri dari 10 pasal, yakni 334 – 344.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan inovasi teknologi kesehatan diatur dalam bunyi pasal 337 ayat 3. Salah satunya adalah pemanfaatan teknologi biomedis yang mencakup teknologi (1) Genomik (2) Transcriptomic (3) Proteomik, dan (4) Metabolomik terkait organisme, jaringan, sel, biomolekul, dan teknologi biomedis lain.

Pemanfaatan teknologi biomedis yang dimaksud dapat dilaksanakan mulai dari:

  • Pengambilan
  • Penyimpanan jangka panjang
  • Pengelolaan dan pemanfaatan material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan data terkait.

Sementara pasal 339 ayat 1 menyebutkan, penyimpanan dan pengelolaan material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan data untuk jangka panjang harus dilakukan oleh biobank dan/atau biorepositori yang

Penyelenggaraan biobank dan/atau biorepositori harus mendapatkan penetapan dari pemerintah pusat dan diselenggarakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan, dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan kesehatan, baik milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun swasta.

Dalam pasal 339 ayat 4 ditegaskan bahwa penyelenggaraan biobank dan/atau biorepositori wajib menerapkan beberapa prinsip berikut: (1) Keselamatan hayati dan keamanan hayati, (2)  Kerahasiaan atau privasi, (3) Akuntabilitas, (4) Kemanfaatan, (5) Kepentingan umum, (6) Penghormatan terhadap hak asasi manusia, (7) Etika, hukum, dan medikolegal, dan (8) Sosial budaya.

Pemerintah juga mewajibkan penyelenggara biobank dan/atau biorepositori untuk menyimpan spesimen dan data di dalam negeri. Selain itu, data dan informasi harus terintegrasi ke dalam Sistem Informasi Kesehatan Nasional.

“Pengalihan dan penggunaan material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan/atau data ke luar wilayah Indonesia dilakukan dengan memperhatikan prinsip pemeliharaan kekayaan sumber daya hayati dan genetika Indonesia,” demikian bunyi pasal 340 ayat 1.

Startup bioteknologi di Indonesia

Menurut Global Biotechnology Innovation Scorecard 2021, Indonesia menempati peringkat ke-52 dari 54 negara dalam pengembangan bioteknologi. Indonesia juga masih mengandalkan bahan baku obat impor, dan sektor bioteknologi dalam negeri masih dalam tahap awal.

Meskipun masih terbilang prematur, sudah banyak inisiatif terkait sektor bioteknologi yang diluncurkan di Indonesia. Salah satunya adalah Etana, perusahaan bioteknologi asal indonesia yang menggunakan teknologi mRNA dan platform berbasis viral peptides untuk produksi vaksin. Perusahaan punya misi menyediakan produk bio-farmasi berkualitas tinggi, terjangkau dan inovatif.

Teranyar, Asa Ren yang mengklaim sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang fokus mengelola data DNA. Saat ini, perusahaan menyediakan aksesibilitas tes DNA langsung pada konsumen dengan menawarkan lebih dari 360 laporan — termasuk risiko kesehatan (predisposed risk), informasi keturunan (ancestry), dan laporan lainnya untuk orang dewasa hingga anak-anak.

Dari sisi pendanaan, para investor mulai melirik keberadaan startup biotech di Indonesia. Ketika investasi di sektor ini masih relatif baru, East Ventures telah menunjukkan kepercayaannya sejak 2018 lewat portofolio di bidang genome sequencing, yakni Nalagenetics dan Nusantics.

Tidak berhenti di situ, East Ventures juga meluncurkan sebuah white paper bertajuk “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future” bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dan Redseer Strategy Consultant. Laporan ini memaparkan pemahaman komprehensif tentang peran genomik dalam memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia.

Di samping itu, Corporate Venture Capital (CVC) milik Telkom, MDI Ventures dan Bio Farma juga telah membentuk dana kelolaan “Bio Health Fund” sebesar $20 juta atau sekitar Rp292 miliar. Dana kelolaan ini membidik investasi startup early dan growth stage yang berfokus pada bidang biotech dan layanan kesehatan di Indonesia.

Apakah Industri Healthcare di Indonesia Akan Booming Seperti Tiongkok?

Bukan jadi rahasia umum bahwa kondisi ekonomi internet di Indonesia pada saat ini adalah cerminan dari lima tahun sebelumnya di Tiongkok. Selain dikarenakan geopolitik, hubungan ekonomi, budaya, hingga historis di Tiongkok juga banyak mempengaruhi Indonesia.

Contoh terdekatnya, bisa dilihat dari perkembangan tren industri internet, mulai dari e-commerce dan fintech. Keduanya kini sudah jadi industri yang besar, dan industri lain akan mengikutinya. Salah satu industri yang kian besar di negara Tirai Bambu tersebut adalah healthcare, pemicu besarnya sejak pandemi tiga tahun lalu.

Industri terhangat ini menjadi salah satu dari tiga topik besar yang diangkat dalam pameran dan konferensi teknologi BEYOND Expo 2023, Macau, setelah sustainability dan consumer tech. Berbagai diskusi pun digelar untuk melihat semasif apa industri ini di Tiongkok dan bagaimana tren ke depannya. Berikut rangkumannya:

Didukung populasi besar

Dalam diskusi panel berjudul “International Market Opportunities for Chinese Healthcare Companies,” menghadirkan EVP Fosun International Li Haifeng dan CFO Livzon Zhang Wenze sebagai panelis, pada hari kedua gelaran BEYOND Expo 2023.

Li menjelaskan, Tiongkok sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia dengan populasi 1,4 miliar orang, menawarkan pasar yang sangat besar bagi industri farmasi. Selain itu, pemerintah pusat dan daerah terus menekankan penduduknya pada peningkatan mata pencaharian dan harapan hidup masyarakat yang sangat berdampak besar bagi industri ini.

Sumber: BEYOND Expo 2023

Menurutnya, perusahaan Tiongkok cenderung mendapatkan pasar yang lebih besar jika mereka mengadopsi pendekatan global dengan menanamkan teknologi terdepan yang dikombinasikan dengan etika kerja lokal. Didukung pula dengan fasilitas R&D, sehingga memungkinkan perusahaan untuk mengeksplorasi pertumbuhan pasar yang lebih besar dan juga memperluas peluang pasar.

Fosun itu sendiri merupakan perusahaan farmasi dengan empat produk unggulannya: Artesun, obat malaria yang ditemukan oleh pemenang Nobel Tu Youyou; vaksin mRNA Comirnaty untuk COVID-19 yang diproduksi bersama dengan perusahaan Jerman BioNTech; Axicabtagene Ciloleucel Injection, produk terapi sel CAR-T yang dikembangkan untuk pengobatan limfoma stadium akhir; dan Azvudine, obat antivirus yang digunakan untuk mengobati COVID-19.

Zhang menambahkan, dari pengalamannya selama 20 tahun bekerja di industri ini, disimpulkan bahwa industri farmasi seperti manufaktur, pangan, dan pertanian, karena punya siklus. Namun industri farmasi dapat melampaui siklus pasar.

“Namun, selama tiga tahun pandemi, kami telah mengamati beberapa perubahan baru. Hukum biofarmasi yang melampaui siklus pasar tampaknya telah gagal, dan kini memasuki siklus yang aneh, yang mana ini dibutuhkan waktu yang sangat lama dan banyak investasi modal untuk mengkomersialkan teknologi baru, seperti obat molekul kecil, terapi sel, dan imunoterapi.”

Dia melanjutkan, “Saat ini, pasar modal lebih berfokus pada jalur khusus, dan tren berubah setiap tahun: dari perangkat ke mRNA hingga manufaktur AI, dan masing-masing cenderung menarik gelombang pendanaan.”

Hal ini menyebabkan munculnya beberapa proyek yang hanya melayani investor VC dan PE, meskipun banyak dari mereka tidak dapat menjelaskan model bisnis dasar mereka dan hanya mengandalkan konsep tersebut untuk mengamankan pembiayaan.

Ada kecenderungan ketidaksabaran di bidang medis karena pengusaha dan investor menuntut pengembalian yang melebihi proyeksi perkembangan alami industri. Alhasil mengakibatkan fenomena mencoba mendapatkan hasil yang cepat dan menghambat pertumbuhan jangka panjang.

Zhang juga menunjukkan bahwa AI kemungkinan akan menjadi kekuatan yang signifikan dalam mendisrupsi sistem healthcare dan akan menjadi faktor yang berpengaruh besar dalam pengembangan biofarmasi selama 10 tahun ke depan.

“Banyak teknologi yang masih dalam tahap belum diverifikasi atau dipalsukan, sehingga investor dan pelaku industri perlu waspada dan fokus pada teknologi yang benar-benar dapat diimplementasikan dan membantu pasien menyelesaikan masalah segera, bukan hanya gimmick yang menjanjikan,” ujarnya.

Sudut pandang konsumen

Sumber: BEYOND Expo 2023

Kemudian, dalam diskusi panel sebelumnya yang mengangkat judul “Emerging Trends and Opportunities in Biotechnology” mengundang GM AstraZeneca Hong Kong Wu Shan dan GM Lianblo APAC Raphael Ho sebagai panelis. Dalam kesempatan tersebut, Shan menjelaskan pasca pandemi membuat perusahaan farmasi semakin giat melakukan R&D karena variasi penyakitnya, mulai dari asma dan gangguan pernapasan, makin beragam.

“Kondisi sekarang sama sekali berbeda dari 10 tahun yang lalu. Faktanya, kami sukses dalam beberapa tahun terakhir, melalui penelitian mandiri, kerja sama, dan memperkenalkan semua pekerjaan yang baik ini dalam memperluas obat inovatif kami,” kata dia.

Hanya saja yang terpenting bagi perusahaan farmasi dalam membuat strategi dan keputusan, selalu memulai dari sudut pandang konsumen. Kognisi tersebut ia nilai sangat baik, karena sudah sangat jelas bahwa perusahaan farmasi tidak mungkin bisa membantu pasien menyelesaikan semua masalah yang ada di dalam tubuh mereka.

“Jadi inilah mengapa kami terus bekerja sama dengan berbagai mitra di seluruh ekosistem.”

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut Indeks Keamanan Kesehatan Global 2021, yang dirilis oleh John Hopkins Center for Health Security, Nuclear Threat Initiative, dan Economist Intelligence Unit, Indonesia menempati peringkat 45 dari 195 total negara, jauh tertinggal dari negara terdekatnya, Singapura (24) dan Malaysia (27). Indeks tersebut mengukur kapasitas 195 negara untuk bersiap menghadapi epidemi dan pandemi.

Artinya, pandemi COVID-19 menjadi peringatan bagi Indonesia untuk mereformasi sistem kesehatannya. Pemerintah pun merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) pada 2021 dengan membuka peluang bagi investor asing di sebagian besar lini vertikal sektor kesehatan, khususnya layanan penunjang kesehatan.

Tak hanya itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menginisiasi Strategi Transformasi Digital Bidang Kesehatan 2020-2024, yang bertujuan untuk mengubah sistem pelayanan kesehatan menjadi model yang lebih efisien, efektif, dan berpusat pada pasien. Salah satu inisiatif utama dari strategi ini adalah platform SATUSEHAT (sebelumnya PeduliLindungi).

Seperti diketahui, kekurangan tenaga medis menjadi salah satu kendala utama dalam mencapai pemerataan akses pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas kesehatan juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa hingga 2021, menurut Badan Pusat Statistik (BPS).

Dengan infrastruktur kesehatan yang tidak memadai, negara ini memiliki pengeluaran kesehatan per kapita yang lebih tinggi di daerah dengan jumlah fasilitas kesehatan yang lebih sedikit karena memerlukan biaya yang lebih tinggi untuk mobilisasi pasien.

“Kami memiliki keyakinan kuat bahwa inovasi biotek dapat membantu mengatasi masalah kesehatan yang telah ada di Indonesia selama bertahun-tahun. Nalagenetics dan Nusantics merupakan startup biotek yang memiliki metodologi berbeda dalam menyelesaikan permasalahannya. Kedua pendiri startup ini memiliki latar belakang yang kuat di bidang sains dan industri biotek, yang merupakan aset integral bagi perusahaan,” kata Venture Partner East Ventures Avina Sugiarto dalam situs resmi East Ventures. Kedua startup biotek ini didukung oleh East Ventures.

Disclosure: DailySocial.id adalah media partner dari BEYOND Expo 2023

Startup Biofarmasi Etana Peroleh Investasi Segar, Perkuat Bahan Baku Obat Biologi

Startup biofarmasi lokal PT Etana Biotechnologies Indonesia (Etana) mengumumkan perolehan investasi putaran baru yang dipimpin oleh DEG, diikuti oleh Yunfeng Capital, HighLight Capital, dan East Ventures. Tidak disebutkan nominal yang diraih dalam putaran ini.

Etana akan memanfaatkan dana segar untuk memperkuat pipeline dan portofolio perusahaan di bidang onkologi (ilmu terkait tumor) untuk menjadi produsen bahan baku obat biologi. Perusahaan berkomitmen untuk membangun kapasitas produksi dengan kandungan lokal dan teknologi yang tinggi untuk mammalian cell sebagai bahan obat monoclonal antibodies. Saat ini, Etana berfokus pada produksi biofarmasi lokal untuk platform mRNA, protein, dan monoclonal antibodies.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (20/3), Presiden Direktur Etana Nathan Tirtana menyampaikan, pihaknya sebagai startup lokal selalu berupaya menyediakan produk biofarmasi berkualitas tinggi, terjangkau, dan inovatif untuk melayani pasien di Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara. Dia bilang, perusahaan akan menggunakan dukungan yang diperoleh dari investor untuk mengembangkan kemampuan produksi biofarmasi lokal, yang sejalan dengan kebijakan yang digaungkan oleh pemerintah Indonesia.

“Etana berupaya untuk mengatasi tantangan penyakit kanker dan penyakit yang mengancam jiwa lainnya di pasar Asia Tenggara termasuk vaksin. Kami meyakini bahwa produk biologi yang diciptakan dapat memberikan pengobatan yang lebih baik untuk kesehatan masyarakat,” kata Nathan.

Para investor turut menyampaikan pernyataannya. Salah satunya, Monika Beck, anggota Dewan Manajemen DEG. Dia bilang, “Sebagai lembaga pembiayaan yang berkembang, DEG berkomitmen pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB. Salah satunya meningkatkan pelayanan kesehatan. Melalui kerja sama dengan Etana, kami berupaya membantu masyarakat di negara berkembang untuk mendapatkan akses yang mudah terhadap obat-obatan biologi dan vaksin MRNA yang berkualitas tinggi.”

Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca turut menambahkan, pandemi kemarin menunjukkan sistem kesehatan Indonesia yang masih lemah, sehingga mendesak semua pemangku kepentingan dalam ekosistem untuk menghadirkan solusi yang cepat dan inovatif dalam mengatasi krisis.

“Berbagai produk inovatif Etana, termasuk vaksin, obat kanker, dan produk biologis lainnya, telah berkontribusi dalam memperkuat ketahanan sistem kesehatan nasional, dan kami senang mendukung Etana. Kami yakin Etana unggul dalam menghadirkan produk biofarmasi berkualitas tinggi, terjangkau, dan inovatif di Asia Tenggara, bersama dengan East Ventures mengambil peran aktif dalam memberdayakan industri ini lebih jauh,” jelas Willson.

Produk Etana

Etana mengklaim dirinya sebagai perusahaan pertama di Asia Tenggara yang memiliki teknologi mRNA. mRNA merupakan platform pengembangan vaksin yang fleksibel sehingga dapat merespons dengan cepat kebutuhan akan produk biofarmasi yang inovatif dan fleksibel untuk penyakit kanker, vaksin, dan lainnya. Untuk pengembangan vaksin baru dengan teknologi mRNA, hanya dibutuhkan waktu singkat yaitu kurang lebih dalam waktu dua bulan produk vaksin tersebut dikembangkan dan siap masuk ke Fase Uji Klinik.

Startup yang sudah berdiri sejak 2014 ini memproduksi vaksin Covid-19 dengan platform mRNA, vaksin ini telah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM), ketetapan halal dari LPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama RI.

Etana akan memproduksi bevacizumab biosimilar, obat antibodi monoklonal anti-VEGF rekombinan manusia untuk pasien kanker di Indonesia. Produk itu sendiri telah memenuhi standar keamanan dan khasiat obat yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia pada Juni 2022, baik dari segi kualitas produk maupun proses produksi.

Selain itu, Etana juga memproduksi Erythropoietin (EPO) yang dibutuhkan dalam pengobatan dialisis. Selanjutnya, perusahaan berencana mengembangkan platform adenovirus untuk produksi vaksin. Produksi tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan rencananya akan diekspor ke pasar ASEAN dan beberapa negara lainnya.

Peta Jalan Pengembangan Genomik di Indonesia

Bioteknologi masih menjadi sektor yang belum banyak diminati di Indonesia. Sektor ini rata-rata masih dipegang perusahaan besar dan konglomerasi, atau startup yang berbasis riset. Pengembangannya pun membutuhkan waktu relatif lama karena memerlukan kapital yang tidak sedikit untuk mulai membangun tanpa kepastian pendapatan.

Saat ini, belum banyak juga modal ventura yang masuk ke sektor tersebut, bahkan tergolong underfunded. Berdasarkan data dari laporan “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future” dari East Ventures, Indonesia juga dinilai masih tertinggal dalam hal harapan hidup serta pemanfaatan anggaran kesehatan di Asia Tenggara, maupun rata-rata global.

 

Perbandingan efektivitas anggaran kesehatan dari 14 Negara. Sumber: White Paper Genomik 2023 oleh East Ventures

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pernah mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki dua masalah utama yang terjadi di sektor kesehatan. Pertama adalah meningkatnya biaya kesehatan per kapita. Dan yang kedua adalah sebagian besar sistem kesehatan kita terfokus pada sisi kuratif daripada sisi preventif.

Sementara itu, negara ini juga disebut tengah mengalami peningkatan kasus Resistensi Antimikroba, yang menghambat efektivitas perawatan medis. Hal ini berperan dalam menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat kematian tertinggi yang disebabkan oleh penyakit tidak menular (80%), 7% lebih tinggi dari rata-rata dunia.

Kementerian Kesehatan telah mengakui ini sebagai area krusial yang akan menjadi perhatian. Pada Agustus 2022 lalu, Kemenkes bekerja sama dengan East Ventures, mendukung penguatan inovasi di bidang kesehatan Indonesia dengan meluncurkan Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi).

Program ini didesain untuk mengembangkan pengobatan yang lebih akurat bagi masyarakat melalui pemanfaatan teknologi dalam mengumpulkan informasi genetik (genom) dari manusia dan patogen seperti virus dan bakteri atau bisa juga disebut whole genome sequencing (WGS). Sebelumnya, metode WGS sendiri telah digunakan dan berperan penting dalam pencegahan COVID-19 di Indonesia.

Selain dapat menjadi alternatif dalam memberikan perawatan preventif dan solusi pengobatan yang tepat, genomik berpotensi memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia.

Mengembangkan lanskap genomik di Indonesia dapat menghasilkan peningkatan produktivitas bagi pasien yang penyakitnya terdeteksi dini dan yang tidak harus keluar dari tenaga kerja. Selain itu, ini juga dapat membantu menurunkan biaya perawatan kesehatan secara keseluruhan karena deteksi dini dan perawatan yang ditargetkan. Hal ini berpeluang untuk mendorong pertumbuhan nilai ekonomi senilai $110 miliar di Indonesia.

Kolaborasi sektor publik dan swasta

Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Tiongkok, Korea, Inggris, atau Amerika Serikat, Indonesia masih berada di tahap yang sangat awal, di bawah Malaysia dan Vietnam. Amerika dan Inggris memimpin dalam area penelitian genomik dan studi nasional. Salah satu yang membuat Amerika memimpin jauh di depan karena partisipasi sektor swasta yang lebih luas.

Belum lama ini, Tiongkok dan Korea juga mulai mengembangkan aplikasi klinis genomik terbatas. Partisipasi sektor swasta tetap ada di lapisan bawah. Berbeda dengan Amerika, Korea membatasi area dan ruang lingkup genomik untuk sektor swasta di negaranya.

Dalam rangka mewujudkan pengembangan genomik yang optimal, Kemenkes berkolaborasi dengan East Ventures telah menyiapkan peta jalan pengembangan genomik di Indonesia.

Ada empat pilar kunci untuk mengembangkan bidang genomik secara optimal antara lain infrastruktur, investasi, sumber daya manusia, serta regulasi. Kerangka peraturan menjadi langkah pertama menuju pembentukan
ekosistem genomik dan mengatasi masalah utama pemain swasta.

Ada 3 aspek yang perlu diperhatikan dalam pembuatan regulasi pengembangan genomik. Pertama, terkait privasi dan penggunaan data secara etis. Kedua, seputar pengelolaan, pembagian, penyimpanan, dan pemrosesan data. Ketiga, penyederhanaan persetujuan etis dan persetujuan lain untuk penggunaan biologis sampel untuk uji klinis

Dari sisi pendanaan, pemerintah juga disebut perlu aktif dalam memberikan solusi pendanaan, contohnya: anggaran pembuatan infrastruktur genomik kritis, subsidi dan insentif pajak kepada sektor swasta, serta alokasi dana ke perguruan tinggi kedokteran untuk pengembangan sumber daya manusia.

Pada saat investasi terkait genomik masih relatif baru, East Ventures telah menunjukkan kepercayaannya di sektor ini sejak 2018 melalui perusahaan portofionya, startup yang berfokus pada genome sequencing seperti Nalagenetics dan Nusantics.

MDI Ventures dan Bio Farma juga telah membentuk dana kelolaan “Bio Health Fund” sebesar $20 juta atau sekitar 292 miliar Rupiah yang akan digunakan keduanya untuk membidik investasi startup early dan growth stage yang berfokus pada bidang biotech dan layanan kesehatan di Indonesia.

Terkait infrastruktur inti, Indonesia saat ini telah mendirikan bio bank dan pusat data bersama dengan infrastruktur pengurutan penting lainnya seperti mesin sekuensing genom, peralatan dan laboratorium. Selanjutnya, pengembangan EHR juga sangat penting untuk memastikan data dan studi genom dapat digunakan untuk pembuatan aplikasi penggunaan akhir dan solusi klinis.

Dalam hal ini, sektor swasta dapat membantu pemerintah dalam pusat data, dan menyiapkan bio bank baru ketika pemain asing dapat menyediakan mesin sequencing dan infrastruktur terkait. Di ranah infrastruktur lainnya, partisipasi pemerintah sangat terbatas, sementara hanya sedikit pemain sektor swasta yang beroperasi di ruang ini.

Beberapa pemain swasta yang sudah masuk ke ranah genomik termasuk NalaGenetics, Nusantics, dan startup biotech Asa Ren yang mengklaim sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang fokus mengelola data DNA. Perusahaan juga belum lama ini berhasil mendapatkan pendanaan senilai 123 miliar Rupiah.

Berikut adalah ilustrasi linimasa peta jalan pengembangan genomik di Indonesia:

Sumber: East Ventures’ 2023 white paper “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future”

East Ventures Paparkan Potensi Genomik dan Pengembangannya di Indonesia

Perusahaan modal ventura yang berfokus pada sektor agnostik, East Ventures hari ini (16/2) meluncurkan white paper bertajuk “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future”. Bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dan Redseer Strategy Consultant, laporan ini memaparkan pemahaman komprehensif tentang peran genomik dalam memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia.

Sebagian besar penduduk Indonesia yang saat ini berusia muda, diperkirakan menua dengan cepat dan berpotensi membebani infrastruktur kesehatan. Dalam rangka memitigasi potensi krisis kesehatan, genomik dapat menjadi alternatif dalam memberikan perawatan preventif dan solusi pengobatan yang tepat.

Genomik umumnya diterapkan dalam bidang kedokteran dan bioteknologi yang mengarah pada berbagai perawatan, terapi, produk, dan teknologi baru. Seiring perkembangannya, genomik berpotensi mentransformasi ekosistem perawatan kesehatan di Indonesia.

Dalam pidatonya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa  saat ini industri kesehatan di Indonesia masih tertinggal dari negara lain, terutama dalam hal peningkatan layanan kesehatan dan harapan hidup.

“Di sinilah bidang genomik dan pengobatan presisi berperan menawarkan pendekatan transformatif untuk mendiagnosis dan merawat pasien dengan mempertimbangkan susunan genetik unik setiap individu. Kementerian Kesehatan melihat ini sebagai peluang bagus, dan telah merancang enam reformasi besar dalam dunia kesehatan, termasuk bioteknologi,” ujarnya di acara yang bertempat di Hotel Mulia, Jakarta.

Sementara, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dalam keynote-nya, menyampaikan bahwa perkembangan genomik di Indonesia masih berada di tahap yang sangat awal. Maka itu, butuh kerja sama seluruh stakeholder untuk mewujudkan peta jalan pengembangan sektor ini.

Ada empat pilar kunci untuk mengembangkan bidang genomik secara optimal antara lain infrastruktur, investasi, sumber daya manusia, serta regulasi. Pilar-pilar ini menjadi krusial untuk memastikan manfaat genomik dan pengobatan presisi dapat terealisasi, serta terwujudnya saluran investasi untuk mendukung pertumbuhan bidang ini.

Infrastruktur kesehatan Indonesia disebut masih tertinggal dari negara-negara sebayanya, begitu pula menurut standar WHO. Hal ini menyisakan ruang untuk perbaikan. Ditambah lagi dengan penyakit sistemik dan populasi yang akan mulai menua pada 2030, maka Indonesia perlu bersiap dari sekarang.

Dana kelolaan hingga program akselerasi

Selain berperan sebagai alternatif solusi untuk memperpanjang umur manusia, inovasi di bidang genomik diperkirakan berpotensi mendorong pertumbuhan nilai ekonomi mencapai $100 miliar. Willson, dalam sesi diskusi panel membahas teknologi genomik juga mengungkap rencana dana kelolaan East Ventures yang berfokus pada sektor ini.

Sejak awal, East Ventures meyakini potensi teknologi genomik dalam merevolusi sistem dan infrastruktur kesehatan Indonesia. Ketika investasi terkait genomik masih relatif baru, East Ventures telah menunjukkan kepercayaannya sejak 2018 lewat portofolio di bidang genome sequencing, yakni Nalagenetics dan Nusantics.

Namun, regulasi yang belum jelas dinilai menghambat perkembangan genomik di suatu negara. Chief Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes Setiaji, mengungkap, pemerintah saat ini tengah mengembangkan regulasi terkait genomik dan bioteknologi. “Regulasi ini akan dikeluarkan pada saat teknologinya sudah masuk ke sandbox, kurang lebih 3-6 bulan setelah ini.”

East Ventures juga mengumumkan dukungannya bersama DTO Kemenkes melalui program inkubasi bagi startup dan inovator di bidang kesehatan bernama “Health Innovation Sprint Accelerator 2023 in collaboration with East Ventures”. Program ini bertujuan untuk memajukan kualitas kesehatan melalui inovasi di bidang healthtech dan biotech di Indonesia.

Ini merupakan program inkubasi untuk startup dan para inovator di bidang kesehatan. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan melalui inovasi sektor Health-Tech dan Bio-Tech di Indonesia. Calon peserta bisa mendaftarkan diri untuk mendapatkan kesempatan pitching ide dan produk inovasi mereka kepada Pemerintah, Industri kesehatan, serta akademisi.

Program ini memiliki dua fokus utama. Pertama, healthtech dengan kategori Electronic Medical Record System, Healthcare Provider Management System, Health Management Solution, dan Health Wellness. Kedua, biotech dengan kategori Information Technology for support in precision medicine, Integrated Laboratory Information and Management System, serta pengembangan produk berbasis pengurutan genom untuk industri kesehatan atau biotech.

Program inkubasi ini bersifat gratis dan menawarkan akses pada jaringan kolaborasi multidisiplin dan pendampingan dari mentor dan ahli berpengalaman di bidangnya. Selain mendapatkan token apresiasi, peserta berkesempatan untuk menjadi rekanan Kemenkes dalam mengembangkan ekosistem bioteknologi kesehatan.

Startup Biotech Asa Ren Umumkan Pendanaan Awal 123 Miliar Rupiah

Platform biotech yang menghadirkan tes DNA dengan harga terjangkau “Asa Ren” telah merampungkan pendanaan awal sebesar $8,15 juta atau sekitar 123,5 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Top Harvest dan Marcy Venture Partners, serta Kejora Capital (Kejora-SBI Orbit Fund dan Orbit Capital Malaysia).

Investor lainnya yang turut terlibat dalam pendanaan kali ini di antaranya Northstar Ventures, Naya Capital, Marcy Venture Partners, PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk, dan beberapa angel investor yang tidak disebutkan identitasnya.

Perusahaan akan menggunakan dana segar ini untuk melakukan inovasi dalam industri kesehatan Indonesia melalui data genomik guna mempercepat perkembangan teknologi penemuan obat dan perawatan kesehatan yang disesuaikan dengan profil genetik setiap individu.

Saat ini, Asa Ren telah menyediakan aksesibilitas tes DNA langsung pada konsumen dengan menawarkan lebih dari 360 laporan — termasuk risiko kesehatan (predisposed risk), informasi keturunan (ancestry), dan laporan lainnya untuk orang dewasa hingga anak-anak. Asa Ren mengklaim sebagai salah satu perusahaan data DNA pertama di Indonesia.

“Mendapatkan kepercayaan mitra terkemuka dan investor global adalah suatu kehormatan bagi Asa Ren. Hal ini juga merupakan batu loncatan yang besar dalam capaian perkembangan industri genomik dan kesehatan di Indonesia. Perusahaan kami akan terus berfokus membangun industri ini bersama dengan mitra,” kata Founder & CEO Asa Ren Aloysius Liang.

Asa Ren juga akan menggunakan dana segar untuk memperluas upayanya dalam memperdalam kemampuan digital, mengembangkan bioinformatika klinis, paspor kesehatan elektronik, dan database clinico-genomic yang berfokus pada penyakit tidak menular.

Perusahaan juga memiliki rencana untuk menambahkan layanan diagnosa medis dan melengkapi profil data kesehatan para pelanggan. Hingga saat ini Asa Ren telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan lebih dari 47 mitra rumah sakit dan klinik, serta menargetkan pengembangan ke lebih dari 60 mitra pada tahun 2023 ini.

“Kerja sama yang mereka lakukan, kapabilitas laboratorium yang mereka miliki, dan target yang mereka tuju menjadi poin unggul yang kami lihat dari perusahaan ini,” kata Founder Top Harvest Capital Adam Ghobarah.

Saat ini ada beberapa startup lain di bidang biotech yang juga telah mendapatkan dukungan dari pemodal ventura. Salah satu yang cukup serupa adalah Nalagenetics, mereka baru bukukan pendanaan seri A pada pertengahan tahun 2022 lalu. Layanan utama mereka adalah mengembangkan perangkat produk dan layanan pengujian genetik.

Nalagenetics telah mengembangkan modul klinis untuk farmakogenomik, nutrigenomik, dan prediksi risiko kanker payudara. Kemudian berencana untuk mengembangkan modul baru seputar skor risiko poligenik untuk mengatasi kondisi kompleks dan pembunuh terbesar di Asia Tenggara, yang mencakup penyakit kardiometabolik, kanker, dan kondisi neurodegeneratif.

Perluas layanan tes DNA di Indonesia

Data yang dirilis Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengungkap, lebih dari 70% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan deteksi dini melalui profil DNA masing-masing individu. Penyakit itu termasuk diabetes, jantung, stroke, dan kanker. Namun, hanya 17% dari total pengeluaran anggaran kesehatan yang dialokasikan untuk melakukan pencegahan penyakit.

Secara khusus saat ini tes DNA masih tergolong layanan bertarif mahal. Melalui tes ini, bisa diketahui informasi lebih detail terkait gen, garis keturunan, kepribadian, bakat hingga risiko penyakit orang.

Asa Ren mengembangkan peralatan, tenaga ahli, serta laboratorium yang semuanya berada di Jakarta sehingga sampel untuk tes DNA tidak harus dikirim ke luar negeri. Harapannya bisa memudahkan pengguna dan tentunya menjadikan harga tes DNA menjadi lebih terjangkau.

“Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di Asia Tenggara dengan lebih dari 1.300 kelompok etnis. Hal ini membuka peluang untuk inovasi dalam bidang kesehatan melalui penelitian genetik. Kami percaya kehadiran Asa Ren akan mempercepat inovasi ini,” kata Founder dan Managing Partner Kejora Capital Andy Zain.

Application Information Will Show Up Here

Base Mendapat Pendanaan Seri A 94 Miliar Rupiah Dipimpin Rakuten Ventures

Startup DTC untuk produk perawatan dan wellness “Base” mendapat pendanaan seri A sebesar $6 juta atau sekitar 94,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Rakuten Ventures, diikuti investor terdahulu termasuk Antler, East Ventures, Skystar Capital, dan Pegasus Tech Ventures.

Sebelumnya, Base memperoleh pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi East Ventures, Antler, iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, dan angel investor. 

Dalam keterangan resminya, Associate Rakuten Ventures Regina Ho mengatakan, selama ini industri produk perawatan kecantikan di Asia Tenggara masih didominasi oleh merek-merek asing. Selain itu, produknya dijual dengan harga di atas pendapatan rata-rata konsumen.

“Hal ini membuat kami bersemangat dengan kemampuan Base untuk membalikkan ekspektasi konsumen tradisional bahwa produk berkualitas tinggi tidak harus mahal. Kami harap bisa mendukung perjalanan Base untuk mengisi ruang kosong perawatan pribadi yang berkembang di Asia Tenggara,” ucap Regina dalam keterangan resminya,

Base didirikan oleh Yaumi Fauziah Sugiharta dan Ratih Permata Sari pada 2019 dengan operasi awal melalui strategi Direct-to-Consumer (D2C). Kemudian, Base memperluas distribusi ke online dan offline (O2O) untuk menjangkau kota-kota regional. Kini, Base telah melayani pengiriman produk ke 34 provinsi di Indonesia.

Salah satu misi Base adalah memperjuangkan keragaman dan inklusivitas kebutuhan kecantikan masyarakat Indonesia dengan menawarkan perawatan kulit berbahan vegan dan menghadirkan fitur “Smart Skin Test”.

Partner di East Ventures Melisa Irene menambahkan, “Sejak awal kami percaya dengan inovasi Base. Keahlian dan pendekatan lokalnya menghasikan produk perawatan kulit berkualitas tinggi dan berkelanjutan dalam memenuhipermintaan pasar. Kami menantikan lebih banyak inovasi dan pertumbuhan yang akan dihadirkan oleh Yaumi, Ratih, dan tim Base.”

Produk berbasis bioteknologi

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta mengungkap bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk mengembangkan lini produk baru, di antaranya kosmetik, perawatan tubuh dan rambut, edible wellness, dan fragrance. Selain itu, Base berencana berinvestasi lebih lanjut pada inovasi dan pengembangan produk. Salah satunya menggabungkan bioteknologi (biotech) ke dalam metode pengembangan lini produk vegan secara kreatif.

Hal ini sejalan dengan profil konsumen Base yang teridentifikasi sebagai gen Z dan milenial; segmen yang memprioritaskan produk sadar lingkungan, mudah diakses, dan berkelanjutan. Melalui pengembangan produk yang mendalam, pihaknya dapat memperluas pertumbuhan pelanggan.

Mengacu studi Euromonitor, industri kecantikan mengalami pertumbuhan signifikan dibandingkan industri lain selama masa pandemi. Adapun, nilai pasarnya diproyeksikan mencapai $10 miliar pada 2025 yang didorong oleh produk kategori perawatan rambut, tubuh, dan kulit, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 6%. Dengan potensi pasar ini, Base memiliki posisi tepat untuk menjadi pemain terkemuka. Base mengklaim telah mengalami pertumbuhan pendapatan 10x lipat dalam satu tahun terakhir.

Dalam kesempatan ini, Base juga mengumumkan Muhammad Cipta Suhada yang akan mengisi posisi Direktur People & Culture. Sebelumnya, Cipta sempat berkarier di sejumlah perusahaan teknologi terkemuka, seperti Gojek dan LinkAja. Pihaknya berupaya mendefinisikan kembali bagaimana dunia memandang standar kecantikan sehingga setiap orang dapat merasa berdaya dan bangga dengan keunikan yang dimiliki.

“Ini berlaku juga di Base di mana kami mengantisipasi orang-orang untuk mengeluarkan potensi mereka dan melakukan yang mereka sukai. Seiring pertumbuhan perusahaan, kami senang menyambut lebih banyak anggota kepemimpinan senior untuk meningkatkan jalan base sebagai organisasi kelas dunia yang dapat dibanggakan generasi kami.” Tutupnya.

Dennis Pratistha: Mandiri Capital Indonesia Bentuk “Thematic Fund” di 2023

Mandiri Capital Indonesia (MCI) terus melanjutkan misinya untuk mendorong value creation bagi induk usaha Mandiri Group. Menurut Plt. CEO MCI Dennis Pratistha, pihaknya tengah menyiapkan beberapa “thematic fund” dan menjajaki peluang investasi di sektor baru, seperti construction tech dan biotech.

Sebelum menempati posisi CEO sementara pasca-penunjukkan Eddi Danusaputro di BNI Ventures, Dennis menjabat sebagai Chief Investment Officer. Adapun, saat ini MCI mengelola tiga dana kelolaan, yakni dana kelolaan bersumber dari Mandiri Group, Indonesia Impact Fund (IIF), dan Merah Putih Fund.

Sekadar informasi, Dennis telah lama berkecimpung di industri teknologi dan telekomunikasi dengan menduduki posisi Chief Technology Officer dan Chief Operating Officer, seperti di Redkendi, Ebizu, MNC, dan Nusatel. Di bidang investasi, ia juga pernah menjadi Executive di Star Capital.

Apa ada perubahan tesis investasi MCI dengan posisi saat ini?

Jawab: Saat ini kami masih fokus berinvestasi pada portofolio yang dapat berkontribusi terhadap value creation untuk Mandiri Group. Kami harus punya pembeda sehingga lainnya bisa saling co-exist dan berkontribusi. Startup saja punya [value proposition]. Kalau semua sama, the one with the most money will win. We have to have different angles to bring to the table. Justru di cap table, kita [VC] harmonis.

Beda VC, beda pula value creation. Ada VC yang kuat pada sisi teknologi, ada juga pada aspek operasional. Kami [kuat] pada aspek pengembangan bisnis. Ini yang membuat kami bisa duduk dengan nyaman dan tetap produktif di meja yang sama.

Apa value proposition yang ditawarkan?

J: Kami memiliki lima value proposition. Pertama, kami merupakan Corporate Venture Capital (CVC) milik Mandiri Group. Kedua, Mandiri Group memiliki puluhan juta customer dan 200 ribu UMKM. Ketiga, kami menghubungkan ke ekosistem BUMN. Keempat, kami dapat mendampingi pada proses value creation di pengembangan bisnis. Kami bantu ekspansi dan sinergi dengan menghubungkan ke banyak pemangku kepentingan.

Kelima, kami menghubungkan [portofolio] ke jaringan ke anak usaha Mandiri, seperti Mandiri Sekuritas. Jaringan [anak usaha] ini dapat mendukung startup untuk melakukan fundraising, merger and acquisition (M&A), atau exit melalui IPO. Sebelumnya, Mandiri Sekuritas pernah menjadi penjamin emisi (underwriter) pada IPO GoTo dan Bukalapak.

Selain itu, kami juga memiliki program matchmaking Xponent untuk mendorong Mandiri Group agar dapat ter-expose ke digital platform yang lebih inovatif.

Apa tujuan utama dari program Xponent?

J: Program ini murni ingin membantu dua pihak, yakni Mandiri menjadi inovatif dengan leveraging platform digital dan platform memanfaatkan Mandiri untuk mendorong bisnisnya. Ini murni sebuah acara matchmaking untuk menghasilkan kesepakatan bisnis. No investment involved. Kami tidak undang investor, tetapi unit bisnis dan startup.

Tentu saja, MCI sambil melihat, kira-kira mana yang bisa ditindaklanjuti. Makanya, saya garis bawahi MCI berinvestasi pada startup yang membawa valueA lot of money out there, economy is a bit slow, so good deals tidak terlalu banyak.

Kami menyadari ada shifting terjadi. Kami harus fokus pada startup yang sudah memiliki path to profitability atau profitable. Mereka harus tumbuh, tapi bukan berhenti karena sudah profitable. Startup yang sudah profitable harus mereplikasi model bisnis ke area atau produk lain. Artinya, mendorong pertumbuhan yang memiliki dampak positif ke bottom line. Kami ingin mereka menjadi a self-sustain company. Pertumbuhan tetap dikejar, bukan berarti berhenti.

Pada akhirnya, startup harus mencari model yang tepat, pahami model bisnisnya, dan lakukan ekspansi. We will help you expand.

Apakah ada portofolio baru yang akan diumumkan selanjutnya?

J: Kami akan mengumumkan dua portofolio di sektor aquaculture dan FMCG supply chain pada kuartal keempat ini. Selain itu, kami juga sedang menjajaki peluang di sektor autotech, proptech, construction tech, dan biotech. Ada banyak angle [di sektor ini], yang sedang kami lihat adalah supply chain.

Di construction tech, kami juga mencari model supply chain; dari prinsipal, toko bangunan, kontraktor, dsb. Supply chain di Indonesia masih belum efisien, tidak ada transparansi, dan prosesnya kompleks. Kami ingin empower mereka menjadi bagian dari ekosistem, tetapi memberikan margin yang lebih efisien. Teknologi memberdayakan bisnis, bukan sebaliknya. Kita harus punya bisnis dulu, baru di-empower oleh teknologi.

Kemudian, biotech. Saat ini, [biotech] di Indonesia masih di tahap awal. Kami sedang mempelajari use case dan commercial viability. Kami belajar dari pemain biotech yang sudah ada, dari startup atau perusahaan teknologi. Bukan berarti kami langsung berinvestasi, justru kami belajar dari mereka. Kami pahami dulu industri dan tantangannya. Menganalisis industri harus menyeluruh, apalagi spektrum biotech sangat luas sekali. Ada microbio hingga DNA. Kami perlu lihat, mereka bisa sustain dengan [use case] mana dulu.

Untuk autotech, ada beberapa hal menarik. Pertama, supply chain. Kedua, kami adalah bagian dari konglomerasi di bidang keuangan, Mandiri memiliki perusahaan multifinance dan bank. Bagaimana caranya, kami bisa menemukan marketplace yang fokus pada multifinance. Kami tertarik berinvestasi ke multifinance marketplace. Selama ini pengisian data lewat form harus satu-satu, sedangkan pengisian data di marketplace hanya satu kali. Marketplace lebih nyaman untuk dealer dan multifinance. Tidak perlu menghubungi satu-satu.

Bagaimana rencana pembentukan thematic fund MCI selanjutnya?

J: Kami belum bisa disclose mengenai pembentukan thematic fund ini, tetapi ini berbeda dengan Merah Putih Fund. Rencananya, kami ingin berkolaborasi dengan VC atau institusi. Kami lagi ngobrol dengan beberapa.

Mengapa memilih theme-based? Kami melihat [VC] yang fokus di semua bidang atau sektor agnostik itu sudah banyak. Kami mau fokus pada tema spesifik. Kami ingin dapat membantu ekosistem mereka. Ujung-ujungnya, kami harus create value. Semoga, [thematic fund] bisa terealisasi tahun depan.

Bagaimana Anda menanggapi industri startup Indonesia di situasi saat ini?

J: Pada dasarnya, startup adalah bisnis. [Pelaku startup] mengidentifikasi masalah dengan skala pasar yang cukup besar. Jangan mengidentifikasi masalah hanya di level kecamatan atau RT saja. Dengan itu, cobalah ciptakan solusi.

Namun, [menciptakan solusi] tidak semudah, “I have an idea, let’s develop full version”. Di antara idealism dan practicality, pasti ada disparity. Lakukan uji coba, mulai dengan skala kecil dengan sedikit modal, hingga memperoleh Minimum Viable Product (MVP). Ketika MVP jalan, baru kembangkan full-face product.

Begitu Anda punya full-face product dan mencapai product-market fit, artinya Anda sudah memvalidasi masalah. Anda tweak apa model bisnisnya, bukan hanya produk saja. Misalnya, model berbasis langganan, transaksi, atau penggunaan. Setelah Anda menemukan model bisnis, Anda menemukan kecocokan pasar-produk, Anda memiliki profitabilitas, dan keberlanjutan. Itu yang dilupakan banyak pihak.

[Mindset] dulu, ketika pelaku bisnis konvensional bertemu, mereka berdiskusi tentang EBITDA, misalnya. Sementara, startup bicara soal seberapa besar valuasinya. Sekarang, startup sudah mulai pikirkan sustainable growth, itu kata kuncinya. Bukan berarti mengerem [pertumbuhan bisnis].

Bagaimana Anda melihat founder mentality dari awal pandemi hingga sekarang?

J: Pandemi—tanpa bermaksud mendiskreditkan health issue, it’s very unfortunate—mendorong transformasi digital lebih cepat. Selama pandemi, kita banyak memanfaatkan aplikasi untuk berbagai hal, seperti memesan makanan. Pola pikir kita telah bergeser.

Para founder memanfaatkan peluang digital [untuk menciptakan solusi]. Sayangnya, banyak [startup] yang belum siap [merespons] pertumbuhan tersebut. Mereka belum mencapai product-market fit dan model bisnisnya belum ketahuan. Memang mereka bisa memperoleh angka pertumbuhan, tetapi memiliki keberlanjutan tanpa model bisnis yang tepat.

Sekarang, pertumbuhan ekonomi mulai melambat. Saya tidak mau bilang resesi atau apapun karena situasi setiap negara berbeda-beda. Saya optimistis dengan Indonesia. Pemerintah melakukannya dengan baik dalam mengendalikan perlambatan ekonomi ini. Harus disadari bahwa Indonesia adalah negara konsumtif. Ngegas dan ngerem harus balance.Anda ingin mengendalikan inflasi tetapi Anda tidak ingin menghentikan pertumbuhan.

Lalu, bagaimana upaya menghadapi perlambatan ekonomi? Ini sesuatu yang baru. Kita tidak tahu mau ke mana, apa yang perlu dilakukan. Nah, mentality harus diubah. Pada [masa awal pandemi] kemarin ada banyak peluang di mana terjadi akselerasi transformasi digital. Saat ini, dari peluang tersebut, kita harus berupaya menjadikannya sebagai bisnis yang sustainable. 

Startup “Biotech” Mycotech Lab Peroleh Dana Pra-Seri A 18 Miliar Rupiah

Startup biotech asal Indonesia Mycotech Lab (MYCL) mengumumkan telah menyelesaikan putaran pendanaan pra-Seri A senilai $1,2 juta (lebih dari 18 miliar Rupiah). Investor yang berpartisipasi di antaranya AgFunder, Temasek Lifesciences Accelerator, Fashion for Good, Third Derivative, Lifely VC, dan Rumah Group.

Modal segar ini rencananya akan digunakan Mycotech membangun dan meningkatkan produksi bahan Mylea Mycotech dari operasinya di Bandung demi memenuhi permintaan dari mitra merek fesyen. Juga, untuk mengembangkan fasilitas penelitiannya dengan membuka laboratorium penelitian di Jepang dan Singapura pada tahun ini. Harapannya, perusahaan dapat meningkatkan kualitas Mylea dan bernilai kompetitif di ranah global.

Sebagai catatan, AgFunder merupakan mitra ventura dari Grow Impact Accelerator yang diikuti Mycotech saat terpilih sebagai salah satu peserta  program tersebut. Selama program berjalan di April kemarin, peserta juga memperoleh dana segar sebesar $100 ribu dan berkesempatan ikut rangkaian pelatihan dan akses pendanaan lanjutan.

Dalam keterangan resmi, Direktur Eksekutif AgFunder Asia John Friedman berkomentar, serupa dengan tren yang telah disaksikan di industri makanan, pihaknya percaya ada peluang signifikan bagi perusahaan untuk memikirkan kembali metode produksi konvensional untuk mengubah ruang material. Perusahaan terkesan dengan semangat dan komitmen tim MYCL untuk mengembangkan produk yang memberikan semua bentuk dan fungsi yang setara dengan hewani tetapi tanpa dampak negatif terhadap etika dan lingkungan

“Dan terlebih lagi mereka berhasil mencapai ini melalui model yang hemat biaya dan sangat skalabel. Kami bangga menghitung MYCL sebagai salah satu investasi pertama kami dari AgFunder SIJ Impact Fund, dan bersemangat untuk bergabung dengan Adi dan tim dalam upaya mereka untuk menginspirasi masyarakat konsumen yang lebih berkelanjutan di persimpangan makanan dan mode,” kata Friedman.

Sementara itu, CEO Temasek Life Sciences Accelerator (TLA) dan Temasek Life Sciences Laboratory (TLL) Peter Chia mengatakan, saat ia pertama kali bertemu Adi dan timnya, begitu terasa dorongan dari mereka untuk membawa perubahan. MYCL berada pada titik belok di mana penelitian bioteknologi transdisipliner siap untuk kontribusi yang signifikan terhadap keberlanjutan.

“Kami senang bergabung dengan mereka dalam perjalanan ilmiah mereka, memberikan keunggulan kompetitif bioteknologi dan modal strategis untuk membantu MYCL berinovasi aplikasi biomaterial di jantung Asia. Kami berharap dapat menjadikan Mylea sebagai produk berkelanjutan berbasis bio yang lengkap untuk dunia yang lebih baik.”

CEO Mycotech Adi Reza Nugroho bersyukur memiliki mitra yang mau tumbuh bersama untuk mengembangkan produk agar siap pasar dan mengurangi kerusakan lingkungan dengan menghadirkan kulit miselium berdampak rendah.

“Kami juga senang bahwa selama COVID-19, MYCL berhasil mengirimkan semua produk ke kampanye Kickstarter, meningkatkan kapasitas produksi hingga 5 kali lipat, dan mendapatkan perjanjian percontohan dengan 6 merek global.” kata Adi.

Produk Mycotech / Mycotech

Perkembangan Mycotech Lab

CEO Adi Reza Nugroho mendirikan Mycotech dengan misi untuk menciptakan bahan berkualitas tinggi yang terbuat dari miselium yang memenuhi standar tertinggi industri biotek. Dia juga ingin membuat dampak nyata dengan mengurangi penggunaan hewan di industri mode dan menghadirkan bahan berkelanjutan yang memenuhi standar industri mode tanpa kompromi.

Sebagai catatan, Mycotech mengembangkan proses ilmiah baru untuk menumbuhkan produk berbasis miselium jamur, bagian vegetatif jamur sebagai perekat alami. Miselium merupakan bahan pengikat untuk membuat komposit biomaterial (Biobo) dan mengolahnya untuk membuat bahan seperti kulit (Mylea) yang kuat. Juga, material lainnya berbasis limbah pertanian yakni jagung hingga kelapa sawit. Seluruh material tersebut digunakan untuk desain produk fesyen bermitra dengan klien.

Sejauh ini, Mycotech telah mengirimkan sampel material Mylea ke 16 negara setelah kampanye Kickstarter aslinya. Portofolionya tersebar, mulai dari kerja sama dengan desainer pemenang hadiah LVMH Masayuki Ino dari Jepang, produknya dipamerkan di Paris Fashion Week S/S 2021 dan F/W 2022. Kemudian, pada Maret dan April lalu, berkolaborasi dengan merek Hijack Sandals ke pasar luar negeri dalam peluncuran sandal kulit miselium yang disebut “Mimic Mylea” secara ekslusif di Jepang.

Ke depannya, Mycotech akan membawa enam merek global, dengan salah satu merek berasal dari Fashion for Good, untuk uji coba membuat prototipe, membawa produk ke pasar, dan membuat koleksi kapsul.

Selain fokus pada Mylea, perusahaan juga akan mengembangkan riset dan penetrasi untuk dua produk lain berbahan miselium untuk jangka panjang. Biobo untuk menciptakan pola struktural termutakhir yang meremajakan ruang perumahan, industri, dan publik, serta penelitian gabungan yang memungkinkan penjelajahan lebih lanjut tentang banyak kemungkinan jamur sebagai kunci masa depan.

Saat ini, Mycotech mengoperasikan pabrik untuk fasilitas produksi berkapasitas 10.000 kaki persegi di Indonesia.

Mycotech didirikan lewat ide para alumni ITB dari usaha Growbox pada 2012, yakni solusi media tanam dari jamur hingga kemudian berkembang jadi inovasi material komposit dari kulit ramah lingkungan. Pendirinya, selain Adi Reza Nugroho, ada Ronaldiaz Hartyanto (Chief Innovation Officer), Robby Zidna Ilman (COO), Arkha Bentangan (CTO), dan Annisa Wibi Ismarlanti (CFO).

Dalam perjalanannya, solusi inovatif ini turut didukung pemerintah dengan melakukan konsolidasi kelembagaan riset dengan kampus untuk meningkatkan kualitas hasil riset dan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Difasilitasi oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bersama UNS Solo dan Universitas Padjadjaran, riset ini didukung dengan pendanaan multi-tahun sebesar Rp1 miliar per tahunnya.