Mirae Asset Capital Dikabarkan Terlibat di Putaran Pendanaan Seri C Kredivo

Kredivo, startup pengembang layanan kredit tanpa agunan (KTA) online, hari ini (15/11) dikabarkan telah mengamankan pendanaan dari Mirae Asset Capital dengan nilai yang tidak disebutkan. Menurut pemberitaan DealStreetAsia, ini masih termasuk dalam putaran seri C yang tengah digalang. Seperti diberitakan sebelumnya, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) dan MDI Ventures telah membuka putaran ini pada Juli 2019 lalu.

Kepada DailySocial, pihak FinAccel (induk perusahaan Kredivo) masih enggan memberikan tanggapan.

Pendanaan seri C digalang FinAccel untuk menguatkan bisnisnya di Indonesia dan membuka pangsa pasar baru di Filipina. Rencana ekspansi ini memang sudah disampaikan sejak akhir tahun lalu, pasca membukukan investasi seri B senilai 435 miliar Rupiah.

Awal September 2019 lalu, perusahaan yang dinahkodai oleh Akshay Garg juga mengumumkan perolehan debt funding/debt financing dari Partners for Growth V, L.P (PFG) senilai 283 miliar Rupiah. Lancarnya penambahan modal ke Kredivo tidak terlepas dari pertumbuhan bisnisnya di Indonesia. Dalam sebuah kesempatan Komisioner Kredivo Umang Rustagi mengatakan selama 18 bulan terakhir transaksi meningkat 40%.

Terkait rencana ekspansi, Co-Founder Kredivo Alie Tan menyampaikan, pemilihan Filipina tidak terlepas dari karakteristik pasar yang mirip dengan Indonesia. Bahkan merek “Kredivo” juga akan digunakan di sana. Selain itu, ada dua negara lainnya yang sudah dipertimbangkan untuk perluasan bisnis, yakni Singapura dan Thailand.

Kendati bersama LP berbeda, nama Mirae Asset sendiri sebelumnya sudah terdengar di beberapa putaran investasi yang melibatkan startup di Indonesia. Salah satunya pada penggalangan dana terbaru Bukalapak dan HappyFresh — mereka mendapatkan pendanaan dari Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund, dana kelolaan Mirae dan perusahaan teknologi Korea-Jepang Naver.

Di Indonesia, layanan Kredivo bersaing langsung bersama Akulaku. Awal tahun ini Akulaku dikabarkan memperoleh pendanaan seri D senilai 1,4 triliun Rupiah yang dipimpin oleh Ant Financial, perusahaan teknologi finansial di bawah naungan raksasa ritel Alibaba Group.

Application Information Will Show Up Here

Travelio Umumkan Pendanaan Seri B Senilai 253,8 Miliar Rupiah

Startup di bidang penyewaan properti (proptech) Travelio hari ini (14/11) mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai $18 juta atau setara 253,8 miliar Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Pavilion Capital dan Gobi Partners. Investor sebelumnya dikatakan turut terlibat, termasuk Vynn Capital, Insignia Ventures Partners, IndoGen Capital, dan PT Surya Semesta Internusa Tbk.

Travelio didirikan Hendry Rusli, Christina Suriadjaja, dan Christie Tjong, layanannya penyewaan rumah tinggal dan apartemen yang diusung sudah menjangkau berbagai kota di Indonesia. Penyewa dapat memilih opsi tinggal harian, bulanan, atau tahunan.

Sebelumnya perusahaan juga membukukan pendanaan seri A pada pertengahan tahun 2018 lalu dengan nilai 56 miliar Rupiah. Tahun ini mereka juga menjadi bagian Gojek Xcelerate, program akselerator bisnis yang diselenggarakan oleh Gojek.

Dana segar yang baru diperoleh akan difokuskan untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, dengan ambisi menjadi pemimpin pasar untuk platform real estate online di Indonesia. Realisasinya dengan peningkatan kegiatan pemasaran, perekrutan anggota tim, hingga pengembangan vertikal produk baru untuk melayani penyewa dan pemilik properti.

Saat ini produk baru yang tengah dalam proses pengembangan ada platform desain interior, pemenuhan kebutuhan harian penghuni, pembiayaan pembayaran, hingga layanan logistik. Langkah inovatif Travelio memang diperlukan di tengah persaingan ketat di lanskap terkait.

Dinamika bisnis penyewaan properti di Indonesia terus menggeliat seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat urban akan hunian sementara. Beberapa waktu lalu, 99.co memutuskan untuk membentuk joint venture bersama REA Group, menyepakati sinergi dengan platform Rumah123 di Indonesia. Sebelumnya 99.co juga mengakuisisi UrbanIndo dan telah menyatukan listing properti ke layanannya.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech Syariah Alami Bukukan Pendanaan 20 Miliar Rupiah

PT Alami Teknologi Sharia Group (Alami) berhasil mengantongi pendanaan terbaru dalam putaran seed. Investasi dipimpin oleh Golden Gate Ventures dengan keterlibatan RHL Ventures, Agaeti Ventures, dan Aamir Rahim melalui Zelda Crown.

“Karena ini masih MoU kami belum bisa disclose jumlahnya, tapi nilainya di atas 20 miliar Rupiah,” ujar Founder & CEO Alami Dima Djani dalam acara 6th Indonesia Sharia Economic Festival.

Dima mengatakan, dana segar tersebut seluruhnya akan dipakai untuk pengembangan teknologi, optimasi operasional, dan pemasaran produk. Seperti yang diketahui, Alami menyediakan produk keuangan berbasis syariah.

Alami sendiri fokus sebagai platform p2p lending untuk pelaku usaha kecil menengah (UKM) sebagai pasarnya. Namun dengan pendanaan baru ini, Alami membuka kemungkinan untuk merambah permodalan bagi pelaku usaha yang lebih kecil.

“Saat ini kita masih fokus di UKM tapi justru dengan pendanaan ini akan eksplorasi produk-produk baru salah satunya mungkin masuk ke pendanaan mikro,” imbuh Dima.

Langkah lain yang akan diambil oleh Alami adalah mengembangkan kembali layanan agregator mereka. Dalam riwayat Alami, layanan agregator diperkenalkan lebih dulu dengan tujuan memudahkan UKM mendapatkan pinjaman dari institusi keuangan syariah.

Selain itu Dima juga menuturkan, seluruh proses pendanaan dilakukan secara syariah, sehingga diklaim sebagai kesepakatan pendanaan berbasis syariah dengan modal ventura yang pertama di Asia Tenggara.

Dima melihat faktor keterbukaan masih luput sebagai pertimbangan para pelaku bisnis syariah di dalam negeri. Ia mencontohkan bagaimana bisnis syariah sulit berkembang karena begitu selektif dengan investor yang ingin bekerja sama.

“Karena pada akhirnya Islam itu kan untuk semuanya. Siapa saja yang mau, asalkan ikut struktur syariah kita OK,” tutur Dima.

Alami mengklaim sudah menyalurkan pembiayaan sekitar Rp50 miliar di periode Mei-Oktober 2019. Jumlah pemberi dana yang bergabung dengan sekitar 1.500 orang. Dengan pendanaan baru ini, Alami berharap dapat mengembangkan layanannya untuk setahun ke depan.

Helpster Berganti Nama Jadi Workmate, Umumkan Pendanaan Seri A Senilai 75 Miliar Rupiah

Workmate (sebelumnya Helpster) hari ini (12/11) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $5,2 juta atau setara 75 miliar Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Atlas Ventures dengan partisipasi Gobi Partners, Beacon Venture Capital (Kasikorn Bank), dan investor sebelumnya. Jika ditotal, bisnis yang didirikan oleh Mathew Ward dan John Srivorakul sudah mengumpulkan total modal usaha $10 juta.

Dana segar akan difokuskan untuk meningkatkan strategi penjualan, memperbesar tim teknologi, dan memperluas bisnis ke kota-kota baru. Sejak didirikan tahun 2016, perusahaan memiliki misi utama untuk memfasilitasi sektor tenaga kerja informal di Asia Tenggara. Workmate berkantor pusat di Singapura, dengan kantor cabang di Bangkok, Jakarta, dan Bali.

Perubahan nama platform

Persisnya sejak 8 November 2019, Mathew Ward (Co-Founder & CEO) mengumumkan secara resmi perubahan nama dari Helpster menjadi Workmate. Menurutnya nama baru ini lebih mewakili visi dan cakupan platform yang ada saat ini – tidak hanya menjembatani pekerja informal, namun membantu bisnis dengan serangkaian alat terintegrasi.

“Sebagai bagian dari pembaruan ini, kami akan meluncurkan portal pelanggan dan aplikasi pekerja baru dalam beberapa bulan mendatang, yang akan membawa peningkatan signifikan pada platform dan cara kami mendukung bisnis […] Dengan nama baru, logo, dan dana segar yang didapat, kami akan terus berinovasi dan bekerja tanpa lelah untuk memberikan pelanggan dan mitra kami solusi terbaik untuk kepegawaian di pasar.”

Potensi bisnis

Disebutkan di Asia Tenggara sektor tenaga kerja informal menyumbang lebih dari 50% dari total tenaga kerja, dengan perputaran upah mencapai $200 miliar per tahun. Pada tahun 2025, pasar rekrutmen tenaga kerja informal diprediksi meningkat dua kali lipat. Namun, dibalik potensi besar ini, metode pencarian tenaga kerja masih berkutat pada cara tradisional, seperti sosialisasi mulut ke mulut.

“Kami telah mengembangkan sistem otomatis, perusahaan bisa langsung menghubungi calon karyawan tanpa harus melalui jasa agen yang biasa menetapkan tarif perantara hingga 30%,” jelas Mathew. “Jika dilihat, model bisnis ini belum berubah banyak selama 40 tahun terakhir. Karena itu, sektor tenaga kerja informal ini punya potensi besar untuk mendapatkan disrupsi. Model bisnis yang kami tawarkan juga sedang berkembang pesat di pasar internasional – bahkan Uber baru meluncurkan Uber Works sebagai solusi perekrutan tenaga kerja di AS.”

Tidak hanya berperan sebagai job marketplace, platform Workmate juga mengelola kontrak kerja, manajemen kehadiran, time sheet, dan proses pembayaran pekerja. Ke depannya akan turut disinergikan dengan layanan asuransi dan dukungan akses keuangan bagi pekerja.

“Kami bukan hanya situs pencari kerja atau situs penghubung. Lebih dari itu, kami menawarkan solusi tenaga kerja end-to-end yang memberdayakan dan melindungi para pekerja. Di saat yang sama, kami juga membantu perusahaan untuk mendapatkan staf yang mereka butuhkan agar dapat beroperasi secara optimal,” kata Mathew.

Di Indonesia, startup yang menghadirkan platform terkait ketenagakerjaan cukup banyak dan berkembang. Masing-masing menawarkan nilai unik, sebut saja Glints, mereka mengaplikasikan teknologi automasi untuk pemilahan kandidat pekerja. Ada juga Kalibrr yang mengedepankan keabsahan kompetensi calon pekerja melalui serangkaian pra-pengujian sebelum lamaran disubmisi ke perusahaan. Ada juga Ekrut, Urbanhire, hingga Karir.com yang mencoba menawarkan solusi serupa.

Application Information Will Show Up Here

Indonesian Fintech Company Pintek Receives Pre Series A Funding from Global Founders Capital

Pintek, a fintech company with funds solution to education, announced Pre Series A funding without revealing the number led by Global Founders Capital (GFC). This was well received by Pintek’s parent company, SoCap. The company plans to use the fresh money to improve the technology platform and its commercial team.

In specific, they offered solutions for those in need of loans related to educational issues. GFC as the lead of this round sees something captivating on the company’s journey to grow in the future.

“We expect to work with Pintek team in their mission to facilitate better access for millions of Indonesian people. Pintek has identified holistic approach for educational costs, partners with academic institutions, and we’re glad to be able to support the new phase of the company’s growth,” GFC’s Partner, Tito Costa said.

Also participated in this round, the previous investors, Finch Capital and Amand Ventures. Finch Capital’s Managing Partner, Hans De Back said that they’re glad to be a part of Pintek, seeing the big potential it holds to bridge the gap between the formal and non-formal education.

“We find it equally important for education to be financially inclusive and accessible to public,” he added.

Pintek, valid since 2018, has partnered up with nearly 100 academic institutions and distributed educational loans in 22 Indonesian provinces.

“Pintek is having explosive growth, especially after the funding round earlier this year. From May to October, users are increasing 20 times up with default rate under 1%. We need to grow our team to keep up with the user’s demand and to expand our products. We’re going to double up our technology and commercial teams in the next quarter,” Co-Founder of SoCap and Pintek, Ioann Fainsilber said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

LinkAja Mulai Uji Coba Fitur Syariah

LinkAja kini mulai uji coba fitur LinkAja Syariah untuk sebagian penggunanya. Fitur ini terdapat di dalam aplikasi LinkAja, sehingga tidak menjadi aplikasi terpisah.

“LinkAja Syariah belum kami luncurkan, yang sekarang masih sedang testing,” terang CEO LinkAja Danu Wicaksana kepada DailySocial.

Danu menjelaskan, dalam fitur teranyarnya ini ada perbedaan perlakuan untuk penyimpanan dana (floating fund) yang di-top up pengguna menggunakan bank syariah yang berafiliasi dengan bank BUKU IV. Akad transaksi, produk, layanan, dan promosi sudah disesuaikan dengan ketentuan syariah.

Dipastikan seluruh merchant LinkAja bisa menerima pembayaran dengan LinkAja Syariah. Diskon dan cashback yang diberikan ke pengguna sepenuhnya ditanggung merchant, bukan LinkAja.

Oleh karena itu, dia memastikan, dari segi pengalaman konsumen tidak ada yang berbeda. Seluruh proses tersebut terletak di back end sistem untuk pengguna yang mengaktifkan fitur ini.

Tampilan LinkAja Syariah
Tampilan LinkAja Syariah

LinkAja juga menyediakan opsi untuk menonaktifkannya atau mengaktifkan kembali lewat tautan khusus. “Akan kembali ke normal, bila pengguna menonaktifkan fitur syariah.”

Untuk mengaktifkan fitur ini, pengguna bisa membuka tab “Akun”. Lalu buka bagian LinkAja Syariah, akan ditemukan tombol “Aktifkan”. Tidak perlu waktu lama, pada saat itu seluruh sistem LinkAja dari pengguna akan beralih sepenuhnya ke syariah.

Berencana galang dana eksternal

Dikutip dari Katadata, Danu menyebut akan menyelesaikan pendanaan Seri A pada akhir tahun ini. Pada tahun selanjutnya akan menggalang seri berikutnya dengan membuka opsi melibatkan investor eksternal.

“Belum tahu akan dari sektor mana saja, karena belum mulai,” kata Danu.

Sebelumnya, ia sempat mengatakan bahwa perusahaan tidak pernah menutup pintu bagi swasta yang ingin menjadi investor. “Kami terbuka dengan siapapun, kami tidak pernah bilang tidak mungkin swasta (bisa masuk). Kenapa tidak?,” katanya di sela-sela Perbanas Indonesia Banking Expo 2019, Rabu (6/11).

Saat ini, ada sekitar delapan BUMN yang tertarik berpartisipasi dalam pendanaan Seri A yang tengah digalang, termasuk Garuda Indonesia, Angkasa Pura I & II, Pegadaian, Taspen, Jasa Marga, Kereta Api Indonesia, dan Perum Damri. Seluruh calon ini akan masuk melalui penerbitan saham baru.

Saat ini 25% saham LinkAja dikuasai Telkomsel. Bank Mandiri, BNI, BRI masing-masing memegang 20%. Lalu BTN dan Pertamina masing-masing 7%, dan Asuransi Jiwasraya 1%.

Application Information Will Show Up Here

Perusahaan Fintech Pintek Terima Pendanaan Pra-Seri A dari Global Founders Capital

Pintek, startup teknologi finansial yang memberikan solusi pendanaan untuk keperluan pendidikan, mengumumkan telah mengamankan pendanaan Pra-Seri A dengan dana yang tidak disebutkan yang dipimpin oleh Global Founders Capital (GFC). Pendanaan ini terima oleh SoCap, perusahaan induk Pintek. Rencananya, dengan pendanaan ini, perusahaan akan fokus pada pengembangan platform teknologi dan tim komersial.

Pintek secara spesifik menawarkan solusi bagi mereka yang ingin mendapatkan dana pinjaman untuk kepentingan pendidikan. GFC sebagai pemimpin putaran pendanaan ini melihat sebuah hal yang unik dan cukup tertarik melihat bagaimana perusahaan ini tumbuh ke depannya.

“Kita berharap dapat bekerja dengan tim Pintek dalam misi mereka untuk menyediakan akses yang lebih baik ke pendidikan untuk jutaan orang Indonesia. Tim Pintek telah mengidentifikasi pendekatan holistik yang unik untuk pembiayaan pendidikan, bekerja sama dengan institusi pendidikan, dan kami sangat senang untuk mendukung fase baru pertumbuhan perusahaan,” Partner GFC Tito Costa.

Juga terlibat dalam pendanaan ini adalah investor terdahulu Finch Capital dan Amand Ventures. Managing Partner Finch Capital Hans De Back menyampaikan bahwa mereka cukup senang menjadi bagian dari Pintek karena melihat potensi yang sangat besar untuk bisa menjembatani kesenjangan pembiayaan di sektor pendidikan formal dan non formal.

“Kami menemukan sama pentingnya untuk pendidikan agar inklusif secara finansial dan dapat diakses oleh semua orang di Indonesia,” terang Hans.

Pintek yang mulai beroperasi sejak tahun 2018 ini kini sudah bekerja sama dengan hampir 100 institusi pendidikan dan sudah menyalurkan bantuan pembiayaan pendidikan di 22 provinsi di Indonesia.

“Pintek mengalami pertumbuhan eksplosif, terutama sejak putaran pendanaan awal tahun ini. Dari bulan Mei hingga Oktober pengguna bulanan kami meningkat 20 kali lipat dengan default rate di bawah 1%. Kami perlu menumbuhkan tim kami untuk memenuhi permintaan pelanggan dan memperluas penawaran produk kami. Kami ingin melipatgandakan tim teknologi dan komersial kami di kuartal berikutnya,” ujar Co-Founder SoCap dan Pintek Ioann Fainsilber.

Jungle Ventures to Invest in Two Indonesian Based Startups by the End of This Year

Closing the third round at $240 million (more than 3.3 trillion Rupiah), venture capital for seed funding in Southeast Asia, Jungle Ventures, plans to invest in two Indonesian based startups by the end of this year. Jungle Ventures’ Managing Partners, David Gowdey said, both are platforms targeting retail consumers in Series A.

“We’ve always been focusing on startups focused on social commerce, consumer, and software. Currently, only two startups from Indonesia are to receive funding from Jungle Ventures [the third round]. It’s possible to have another startup to invest from Southeast Asia by 2020.”

The ticket size for series A is between $3 million up to $7.5 million, while seed funding is usually at $500 thousand up to $1 million.

Jungle Ventures has doubled the funds from the previous round, Jungle Ventures II (2016), with nearly 60% comes from outside Asia. More than 90% of the capital comes from institutional investors from North America, Europe, the Middle East, and Asia. The new investors dominate this round about 70%, while the rest have previously participated, including the $40 million which comes separately in the managed account.

The fresh money is to be invested in various tech-companies and digital businesses in Southeast Asia. Previously, Jungle Ventures has invested in Kredivo, RedDoorz, Sociolla, and SweetEscape.

Focus on margin, not GMV

In addition to funding, the company aims to support startups by providing consultation and mentorship. He said that the company is to assist startups to focus more on margin, not GMV. The step was made to avoid potential issues in the future.

“We’ve always been encouraging startups to focus on margin instead of GMV, therefore, the long-term plans and target can be measured, not only the prediction. We use a different approach in searching for potential startups, we’re looking for those who aren’t fundraising,” he said.

It was supported by Amit Anand who has expertise in the software development sector and David Gowdey who is responsible for Koprol acquisition by Yahoo a few years ago, Jungle Ventures expects to create an Indonesian startup with the best software to compete in the global market.

“I think Indonesian talents are improving, especially those who have experience in the unicorns like Gojek, Tokopedia, Bukalapak and Traveloka. When they’re no longer at the company and building their own, they’re expected to be mature enough to create products and services in demand,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Jungle Ventures Siapkan Dana untuk Dua Startup Indonesia Jelang Akhir Tahun

Berhasil mengumpulkan dana tahap ketiga dengan nilai total kelolaan $240 juta (lebih dari 3,3 triliun Rupiah), perusahaan modal ventura tahap awal Asia Tenggara Jungle Ventures berencana berinvestasi ke dua startup Indonesia akhir tahun ini. Menurut Managing Partners Jungle Ventures David Gowdey, kedua startup tersebut merupakan platform yang menyasar konsumer ritel di tahap Seri A.

“Sejak awal kita fokus kepada startup yang menyasar kepada social commerce, consumer, dan software. Untuk saat ini baru dua startup asal Indonesia yang akan menerima pendanaan dari Jungle Ventures [untuk dana tahap ketiga]. Tidak menutup kemungkinan tahun 2020 mendatang akan ada lagi startup di Asia Tenggara yang mendapatkan investasi dari kami.”

Ticket size yang disiapkan Jungle Ventures untuk tahap seri A adalah antara $3 juta hingga $7,5 juta, sedangkan untuk startup tahap awal antara $500 ribu sampai $1 juta.

Jungle Ventures telah mengumpulkan pendanaan dengan jumlah dua kali lipat lebih besar dari pendanaan sebelumnya, Jungle Ventures II (2016), dengan hampir 60 persen pendanaan berasal dari luar Asia. Lebih dari 90% modal berasal dari investor institusional Amerika Utara, Eropa, Timur Tengah, dan Asia. Jumlah investor baru mengambil porsi hampir 70 persen dari penggalangan dana investasi ini, sedangkan sisanya merupakan investor lama, termasuk $40 juta yang diperoleh secara terpisah dalam komitmen akun kelolaan (managed account).

Dana tersebut akan diinvestasikan pada berbagai perusahaan berteknologi inovatif dan bisnis digital di Asia Tenggara. Sebelumnya Jungle Ventures telah berinvestasi ke Kredivo, RedDoorz, Sociolla dan Sweet Escape.

Fokus ke margin, bukan GMV

Selain memberikan pendanaan, perusahaan berupaya memberikan dukungan bagi startup berupa konsultasi dan arahan. Menurut David, perusahaan akan mengarahkan startup untuk fokus ke margin dan bukan kepada GMV. Langkah tersebut diambil untuk menghindari potensi permasalahan di masa mendatang.

“Sejak awal kita selalu mengajak pendiri startup untuk memikirkan margin dibandingkan GMV, sehingga rencana dan target dalam jangka panjang sudah bisa ditentukan, bukan hanya prediksi atau target saja. Kita juga melakukan pendekatan yang unik saat mencari startup yang memiliki potensi, yaitu startup yang sedang tidak melakukan penggalangan dana, mereka yang kami cari,” kata David.

Didukung Amit Anand yang memiliki pengalaman di bidang pengembangan piranti lunak dan David Gowdey yang bertanggung jawab terhadap akuisisi Koprol ke Yahoo beberapa tahun yang lalu, Jungle Ventures berharap bisa menciptakan startup Indonesia yang memiliki produk piranti lunak terbaik dan mampu untuk bersaing dengan pasar global.

“Menurut saya saat ini talenta di Indonesia sudah semakin baik, terutama mereka yang sebelumnya pernah bekerja di startup unicorn seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak hingga Traveloka. Ketika mereka keluar dan membangun startup sendiri, diharapkan bisa menjadi sumber daya yang sudah siap untuk menghasilkan produk atau layanan yang dibutuhkan,” kata David.

KoinWorks Bags 190 Billion Rupiah Funding from Credit Saison

The p2p lending, KoinWorks, announces Series B and Series B2 funding worth of SG$18.5 million (around 190 billion Rupiah) from Credit Saison through its new CVC named Saison Capital.

KoinWorks’ CEO and Co-Founder, Benedicto Haryono said in the official release that the fresh money is to be focused on the financial product development to help digital SMEs or social commerce to access funds for the business requirements.

“65% of Indonesian GDP comes from SMEs and 92% SMEs are using social media to run their business. [..] Ironically, there are few social commerce still having difficulty to access funds for business development due to the incomplete document [..],” he said.

KoinWorks’ Executive Chairman and Co-Founder, Willy Arifin added, the company has made a commitment to focus on Indonesian government by providing easy financial access to the digital SMEs as the growing ecosystem and the biggest contributor to Indonesian GDP.

In fact, the Series B funding has started since June 2019. The company already secured $16.5 million (around 170 billion Rupiah) led by EV Growth and Quona Capital. Previously in Series A, Quona Capital had first contributed in Series A+ with undisclosed value. KoinWorks has MCI to start the Series A round at Rp230 billion.

Saison Capital Debut in Indonesia

Saison Capital is a special CVC created by Credit Saison to run the international investment. They’ve prepared up to $55 million (around 770 billion Rupiah) to invest in fintech startups in India and Southeast Asia focused on the unbanked and underbanked.

KoinWorks is the first portfolio from Indonesia in this fund.

Saison Capital is to invest in six to eight startups every year with ticket size for Series A around $1 million (over 14 billion Rupiah).

All the portfolios will be part of Credit Saison ecosystem and to have access to all partners of technology and financial players.

Some of Credit Saison’s portfolios in Indonesia, such as Grab and ShopBack. They’re also the Limited Partners for CyberAgent Ventures, East Ventures, Strive (rebrand from Gree Ventures), and Beenext.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here