East Ventures Beri Pendanaan ke Pengembang Alat Monitoring Kesehatan Aevice Health

Startup pengembang alat kesehatan Aevice Health mengumumkan telah meraih pendanaan dengan nominal dirahasiakan dari East Ventures. Dana tersebut akan digunakan untuk memperluas akses produk perusahaan untuk jutaan pasien di Asia Tenggara.

Aevice Health merupakan penyedia alat monitor kesehatan (remote respiratory) yang didirikan pada 2018 oleh Adrian Ang, Rex Tan, dan Ser Wee. Salah satu produk yang dikembangkan adalah AeviceMD Monitoring System, platform manajemen pasien komprehensif yang ditargetkan untuk manajemen penyakit pernapasan kronis.

Dengan algoritma yang canggih, platform tersebut memantau biomarker pasien yang diperoleh dari stetoskop pintar yang dapat dikenakan dengan mudah (wearable stethoscope). Pasien yang berisiko mengalami perbukuran gejala pernapasan akut dapat diidentifikasi secara dini untuk mencegah rawat inap atau rujukan ke unit gawat darurat, sehingga mereka dapat menerima perawatan yang dipersonalisasi dari kenyamanan rumah mereka.

Dengan informasi yang dapat digunakan dan respons pengobatan yang mudah dimonitor, para profesional kesehatan dapat melakukan perawatan yang tepat waktu untuk hasil optimal bagi pasien. Misi perusahaan adalah meningkatkan aksesibilitas perawatan kesehatan, memberdayakan pasien, dan mengurangi biaya perawatan kesehatan.

“Dengan dukungan kuat dan jaringan yang luas dari East Ventures, kami siap untuk menghadirkan solusi transformatif dalam mengatasi permasalah ini di wilayah Asia Tenggara,” ucap CEO Aevice Health Adrian Ang dalam keterangan resmi, Senin (24/7).

Pasien yang menderita chronic respiratory disease dengan asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) diperkirakan mencapai 7% populasi di Asia Tenggara atau sekitar 485 juta orang. Kedua penyakit ini merupakan penyakit pernapasan kronis yang paling umum ditemukan.

Di Indonesia sendiri, lebih dari 4,5% populasinya atau sekitar 11,2 juta orang menderita asma dan 4,8 juta orang menderita PPOK. Lembaga-lembaga yang berwenang telah mengantisipasi terjadinya penyakit pernapasan yang lebih buruk selama periode kabut asap atau kebakaran hutan.

“Penyakit pernapasan kronis merupakan area signifikan yang belum banyak dimanfaatkan peluangnya oleh penyedia layanan kesehatan di pasar Asia Tenggara,” tambahnya.

AeviceMD / Aevice Health

Dalam mengatasi isu tersebut, lanjutnya, banyak negara di Asia Tenggara mengambil tindakan proaktif dalam menangani penyakit kronis. Misalnya, Indonesia telah menginisiasi program percobaan yang membekali para pengguna dengan perangkat yang dapat dikenakan untuk memantau kesehatan mereka dan mendapatkan hasil yang lebih baik.

“Visi AeviceMD adalah untuk menjadi termometer klinis pada umumnya, tetapi dengan fokus pada kesehatan pernapasan. Misi perusahaan Aevice Health adalah menjadikan platform AeviceMD sebagai solusi yang terjangkau dan mudah diakses untuk pasien dari segala usia, serta memungkinkan pengelolaan kondisi pernapasan yang lancar dari kenyamanan rumah mereka.”

Sebelum pengumuman pendanaan ini, perusahaan baru-baru ini mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menjadi perangkat medis Kelas II. Pada Maret lalu, Otoritas Ilmu Kesehatan Singapura (HSA) memberikan izin edar pertama untuk AeviceMD di Singapura. Izin tersebut memungkinkan perusahaan untuk memasarkan dan menyediakan platform pemantauan pernapasan di pasar-pasar utama.

“Kami senang menyambut Aevice Health ke dalam ekosistem East Ventures. Dengan keahlian dan teknologi mutakhir yang mereka miliki, kami yakin Aevice Health memiliki potensi untuk mengembangkan pelayanan kesehatan pernapasan secara global. Kami berharap kita dapat bersama-sama mentranformasikan perawatan kesehatan dan memberikan perawatan yang dapat dipersonalisasi dan efektif untuk pasien di seluruh dunia,” kata Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Lazada Dikabarkan Dapat Dana Tambahan Rp12,6 Triliun dari Alibaba

Setelah memperoleh dana segar $353 juta (sekitar Rp5,2 triliun) pada April lalu, Lazada dikabarkan kembali mendapat dana tambahan sebesar $845 juta (sekitar Rp12,6 triliun) dari Alibaba.

Dilansir dari Bloomberg, informasi ini dimuat dalam laporan yang dikirimkan perusahaan ke regulator di Singapura pada Rabu (19/7). Pendanaan tersebut akan digunakan untuk memperkuat bisnis e-commerce Lazada di Asia Tenggara.

Dengan investasi terbaru ini, Alibaba telah menyuntik hingga miliaran dolar AS ke Lazada. Sejak didirikan pada 2012, Lazada Group tercatat telah mengumpulkan dana ratusan juta dolar AS dari berbagai investor, termasuk beberapa perusahaan teknologi terbesar di dunia.

Lazada diakuisisi Alibaba senilai $1 miliar pada 2016. Pada 2017, perusahaan mengantongi $1,1 miliar pada putaran pendanaan yang dipimpin oleh Alibaba dan Temasek dengan total pendanaan yang telah dikumpulkan mencapai lebih dari $3 miliar.

Pada 2022, Alibaba mengumumkan pemisahan (spin-off) Lazada menjadi entitas terpisah. Keputusan ini didorong oleh beberapa faktor kunci, termasuk menjadi lebih independen dan fokus. Alibaba berupaya mendorong Lazada lebih banyak otonomi dan kemandirian dalam mengejar jalur pertumbuhan di pasar Asia Tenggara.

Strategi pemisahan Lazada juga memungkinkan mereka memperkuat bisnis di Asia Tenggara dan mengonsolidasikan posisinya sebagai pemain utama dalam lanskap e-commerce global. Langkah ini juga dianggap mampu membuat Lazada untuk bersaing lebih baik dengan pesaing regional.

Perkuat posisi di Asia Tenggara

Alibaba kembali memberikan pendanaan kepada Lazada agar bisa mengungguli pemain yang menguasai pasar di Asia Tenggara saat ini, yaitu Sea Group melalui Shopee. Posisi Lazada di pasar e-commerce Indonesia dihadapkan pada sejumlah faktor, termasuk kompetitor, lokalitas yang terbatas, dan pengalaman pengguna yang kurang menarik.

Keberhasilan Shopee dan Tokopedia di Indonesia dapat dikaitkan pendekatan mereka yang berfokus pada penjual, dan strategi pemasaran yang efektif. Untuk mendapatkan kembali momentum dan meningkatkan posisinya di pasar Indonesia, dinilai perlu mengutamakan upaya lokalitas, meningkatkan pengalaman belanja secara online, dukungan kepada penjual dan layanan pemenuhan pesanan.

Memanfaatkan afiliasinya dengan Alibaba Group, Lazada juga dinilai masih bisa meraih pangsa pasar yang signifikan dan bersaing lebih efektif melawan Shopee dan Tokopedia.

Application Information Will Show Up Here

MAKA Motors Peroleh Pendanaan Awal Rp564 Miliar Dipimpin AC Ventures, East Ventures, dan SV Investment

Startup produsen kendaraan listrik MAKA Motors mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal senilai $37,6 juta (lebih dari 564 miliar Rupiah). Putaran yang dipimpin oleh AC Ventures, East Ventures, dan SV Investment (investor asal Korea Selatan).

Perolehan ini diklaim sebagai pendanaan tahap awal terbesar yang pernah ada di Indonesia, sekaligus menjadi yang terbesar di Asia Tenggara untuk vertikal kendaraan listrik. Sebelumnya titel pendanaan awal terbesar didapat oleh TipTip senilai $10 juta tahun 2022 lalu.

Jajaran investor strategis lainnya turut serta dalam putaran tersebut, di antaranya Northstar Group, Provident, AlfaCorp, Skystar Capital, Peak XV Partners (sebelumnya dikenal Sequoia India and SEA), Openspace Ventures, Shinhan Ventures Investment, BEENEXT, Kinesys Group, dan M Venture Partners.

Dana jumbo ini rencananya akan digunakan perusahaan untuk mengeskalasi operasinya, memperluas kemampuan dan fasilitas R&D, serta mempercepat produksi sepeda motor listrik inovatifnya.

Startup ini didirikan pada 2021 oleh Raditya Wibowo dan Arief Fadillah berambisi ingin mempercepat adopsi sepeda motor listrik di Indonesia dengan menjawab kebutuhan unik pasar yang belum sepenuhnya diakomodasi oleh pemain yang ada.

Visi perusahaan adalah menyediakan sepeda motor listrik yang menawarkan perpaduan antara jangkauan berkendara, tenaga, kegunaan, dan daya tahan dengan harga yang kompetitif dibandingkan dengan sepeda saat ini, yang secara khusus memenuhi permintaan pengendara Indonesia.

Founder & CEO MAKA Motors Raditya Wibowo menyampaikan, pihaknya senang dapat bermitra dengan mitra yang memahami dan mendukung pendekatan R&D-first dan lokal. Langkah tersebut membuat perusahaan dapat mengatasi keterbatasan yang dihadapi oleh banyak perusahaan EV 2W (kendaraan listrik roda dua) saat ini yang mengalihdayakan R&D mereka dan akhirnya kehilangan wawasan pengguna yang penting, kontrol atas rantai pasokan, dan potensi efisiensi biaya.

“Pendanaan yang signifikan ini tidak hanya memvalidasi visi kami, tetapi juga mempercepat misi kami untuk melampaui ekspektasi pengendara Indonesia dengan sepeda motor listrik kami. Kami berkomitmen untuk mendorong batas-batas jarak tempuh, tenaga, kegunaan, daya tahan dan keterjangkauan di ranah sepeda motor listrik,” terangnya, Kamis (20/7).

Co-Founder & CTO MAKA Motors Arief Fadillah turut menambahkan, sejak awal perusaahaan melakukan R&D internal yang ketat, merekrut anggota tim terbaik dengan pengalaman luas bekerja dengan perusahaan otomotif terkemuka di Indonesia, Jepang, dan Jerman bekerja sama dengan mitra teknis dan pemasok kelas dunia.

“Selain menciptakan kendaraan yang unggul, kami bermimpi untuk membangun kemampuan rekayasa perangkat keras yang luar biasa di Indonesia dan membawa pulang talenta lokal kami yang brilian untuk bergabung dengan kami dalam misi kami,” ujarnya.

Masing-masing perwakilan investor juga memberikan pernyataannya dalam mendukung visi dan misi MAKA Motors. Mereka sepakat bahwa dengan pengalaman tim dan riset yang mendalam tentang industri ini dapat mendukung pertumbuhan mobilitas listrik, sekaligus mengurangi karbon transportasi di Indonesia.

Peluang pasar

Raditya menuturkan, negara ini merupakan rumah bagi lebih dari 127 juta sepeda motor, sekaligus pasar global terbesar ketiga untuk kendaraan roda dua. Sebagian besar kendaraan ini mengandalkan bensin sebagai sumber bahan bakarnya, dengan jumlah yang sedikit sekitar 43.000 sepeda motor listrik terdaftar.

Mengingat penjualan tahunan yang mengejutkan dari 6 hingga 8 juta kendaraan roda dua baru, terdapat peluang besar untuk elektrifikasi di segmen ini. Tidak hanya berkontribusi pada lingkungan yang lebih hijau, tetapi juga membantu pengendara Indonesia dalam mengurangi pengeluaran harian mereka

Meskipun industri EV 2W di Indonesia masih dalam tahap awal, banyak merek telah memperkenalkan modelnya sendiri sementara pemerintah berupaya untuk mempromosikan dukungan lebih lanjut, termasuk potongan pajak dan bantuan bisnis.

Dengan potensi dan persaingan yang berkembang, perusahaan memprioritaskan penelitian dan pengembangan. Kucuran investasi juga telah disalurkan untuk tim engineer dan kemampuan litbang demi mendorong komitmen yang kuat terhadap inovasi.

Dedikasi ini memungkinkan perusahaan menghasilkan produk unggulan yang mengungguli pesaing, sekaligus memastikan struktur biaya yang efisien karena mengadopsi rantai nilai terintegrasi secara vertikal, melalui R&D, desain produk, perakitan, dan penjualan/layanan purna jual.

Pendekatan tersebut berbeda dengan kebanyakan pemain otomif yang fokus padda perakitan dan penjualan/layanan purna jual.

Produk pasar massal pertama MAKA Motors saat ini dalam tahap pengembangan dan dijadwalkan diluncurkan pada 2024, dengan batch pertama kendaraan percontohan siap untuk digunakan pada bulan ini. Tak hanya itu, pabrik juga akan dibangun yang berlokasi di Jawa Barat mulai akhir tahun ini.

Saat ini tercatat sejumlah perusahaan lokal hingga asing masuk ke industri kendaraan listrik ini, baik untuk penyediaan hardware maupun software. Beberapa di antaranya ION Mobility, Charged Indonesia, Alva One, Swap Energi, Viar, Elvindo Rama, Selis E-Max, Honda PCX, serta produsen lokal yang motornya sempat dicoba presiden yakni Gesits.

Nilai Pendanaan Startup Indonesia Merosot 74 Persen di Semester Ganjil 2023

Iklim investasi startup Indonesia pada semester ganjil (H1) 2023 memperlihatkan perlambatan yang signifikan. Berdasarkan data publik yang dicatat DailySocial.id, terjadi penurunan 74% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (H1 2022).

Di semester ganjil tahun ini setidaknya 73 pendanaan startup diumumkan ke publik (34 transaksi disebutkan nominalnya) dengan nilai $707 juta.

Sebagai perbandingan, di H1 2022, 149 transaksi pendanaan (99 transaksi diumumkan nilainya) membukukan $2,69 miliar. Sementara di H1 2021 ada 87 transaksi pendanaan startup (46 transaksi diumumkan nilainya) yang membukukan $1,3 miliar.

Tren penurunan pendanaan startup Indonesia di H1 2023

Pendanaan di H1 2023 mayoritas disokong pendanaan lanjutan eFishery dan Kredivo Holdings. Keduanya menyumbang 66,4% dari total perolehan investasi di periode tersebut.

Pendanaan startup terbesar di H1 sepanjang 3 tahun terakhir

Menurut CEO BNI Ventures Eddi Danusaputro, yang mempengaruhi penurunan tren pendanaan tersebut tidak jauh dari faktor makro, terkait meningkatnya cost of capital.

“Ini tentu menjadikan para investor lebih selektif karena harus mencari return of investment yang pasti dan/atau lebih bagus. Investor juga menjadi lebih selektif karena sekarang banyak startup yang sudah terbuai dengan valuasi tinggi dan menghindari koreksi, jadinya berpikir ulang untuk fundraising  — atau menunda. Di sisi lain saya juga melihat banyak startup yang tidak gesit untuk pivot ke path to profitability,” ujar Eddi.

Founding Partner DS/X Ventures Rama Mamuaya menambahkan, “Dengan tingginya cost of capital, maka investor banyak yang fokus ke mode portofolio management, memastikan portofolio mereka bisa survive, sehingga prioritas untuk menambah portofolio baru jadi menurun. Ditambah dengan likuiditas startup yang masih underperform di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Semua masih wait and see situasi ekonomi makro dan inflasi global.”

Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia. India juga mendapati perlambatan momentum pertumbuhan startup digital. Sektor SaaS yang menjadi ujung tombak industri di sana mengalami penurunan nilai investasi hingga 79% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sektor-sektor penting

Berdasarkan data, sektor bisnis populer cenderung masih sama selama 3 tahun terakhir. Fintech, SaaS, Edtech, dan Logistics mendapatkan minat yang tinggi dari para investor, baik di tahap pra-awal/awal maupun tahap lanjutan.

Sektor yang paling banyak diminati dalam pendanaan startup

Minat pendanaan ke model bisnis B2B juga mengalami peningkatan. Sejumlah startup fintech yang didanai adalah penyedia layanan infrastruktur pembayaran.

Dana masih tersedia

Para investor sepakat dan merasakan tren penurunan minat pendanaan tersebut, termasuk East Ventures. Juru Bicara Pheseline Felim mengatakan faktor-faktor makro tadi memang memberikan ketidakpastian dan berbagai tantangan. Perusahaan perlu melakukan efisiensi karena uang menjadi “lebih pintar” atau “sulit didapat”. Dari sisi investor, mereka semakin berhati-hati dalam memberikan pendanaan.

“Namun, perlu diingat bahwa uang masih tersedia. East Ventures tetap aktif melakukan investasi ke perusahaan teknologi di Asia Tenggara. Hingga semester pertama 2023, kami telah melakukan setidaknya 17 deals dan kami akan terus melakukan investasi ke depannya,” ujarnya.

Sejumlah dana kelolaan baru juga lahir tahun ini untuk meramaikan iklim investasi startup di tanah air., termasuk DS/X Ventures, First Move, Creative Gorilla Capital, dan dana lanjutan Merah Putih Fund.

Di sisi lain, banyak VC mengumumkan dana kelolaan baru dengan jumlah besar dalam setahun terakhir. Berikut adalah beberapa dana kelolaan yang diumumkan tahun ini untuk startup Asia Tenggara dan India, termasuk Indonesia:

Venture Capital Nilai Dana Kelolaan Baru
Argor (Go-Ventures) $240 juta
Peak XV Partners (Sequoia SEA) $2,5 miliar
East Ventures $250 juta
B Capital $2,1 miliar
Northstar Group $90 juta

Orderfaz Tutup Putaran Pendanaan Pra-Awal Dipimpin oleh 1982 Ventures

Startup fintech untuk social commerce Orderfaz menutup putaran pendanaan pra-awal dalam bentuk financing, dipimpin oleh 1982 Ventures. Modal awal ini digunakan untuk penambahan jumlah tim, pengembangan produk, dan ekspansi jangkauan pasar. 

Beroperasi pada Maret 2023, jajaran pendiri Orderfaz terdiri dari Reynaldi Gandawidjaja (CEO), Mohamad Iqbal (Chief Commercial Officer), and Jessica Alvina (Chief Product Officer) yang juga mantan eksekutif senior di Evermos.

Tim manajemen Orderfaz sebelumnya mendirikan platform logistik Popaket yang juga dicaplok Evermos, serta penyedia dropshipping UKM, Bandros. Mereka mendirikan Orderfaz karena melihat pasar marketing digital di Indonesia masif, tetapi belum dipertemukan dengan solusi yang tepat.

Orderfaz mengembangkan solusi pembayaran dan penjualan yang membantu pelaku usaha dan pemilik brand meningkatkan konversi penjualan online. Solusi ini dirancang untuk mengoptimasi penjualan dan operasional dengan biaya transaksi lebih rendah, serta memampukan pemilik brand mengontrol bisnisnya secara online.

Co-Founder dan CEO Orderfaz Reynaldi Gandwidjaja mengatakan, “social commerce di Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa, tetapi terhambat dengan jumlah kanal penjualan yang terbatas, yang mana utamanya adalah retail dan e-commerce. Kami menciptakan Orderfaz sebagai one-stop shop bagi bisnis social commerce untuk mendorong pendapatan, operasional, dan mencapai tingkat konversi yang efisien,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Pihaknya menilai potensi social commerce masih sangat besar dengan estimasi nilai pasar $90 miliar pada 2028. Berdasarkan laporan “The Social Commerce Landscape in Indonesia” oleh Populix, sebanyak 86% responden di Indonesia pernah berbelanja di media sosial di mana TikTok Shop (45%) menjadi platform yang paling sering digunakan, diikuti WhatsApp (21%), Facebook Shop (10%), dan Instagram Shop (10%). 

Sementara, Managing Partner di 1982 Ventures Scott Krivokopich menambahkan, “Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi paling terhubung secara digital, memiliki adopsi social commerce yang luar biasa. Yang sedang kami coba atasi di sini adalah bagaimana Orderfaz mencoba sesuatu yang berbeda di pasar. Kami bersemangat bekerja dengan tim Orderfaz sambil membangun solusi inovatif untuk social commerce di Indonesia.”

Konversi penjualan dan omnichannel

Dalam wawancara terpisah dengan DailySocial.id, CEO Orderfaz Reynaldi Gandawidjaja mengungkap, salah satu masalah utama yang sering dialami oleh pelaku social commerce di Indonesia adalah konversi penjualan yang spesifik.

Menurutnya, ada dua cara agar pelaku usaha social commerce dapat mengonversi calon pembeli menjadi penjualan, yakni melalui kanal WhatsApp dan order form. “Kami menyediakan kedua solusi ini untuk mempermudah deal closing dari digital market atau penjual social commerce. Jadi, lead yang masuk tidak gagal terkonversi,” ungkap Reynaldi.

Orderfaz menghadirkan fitur Smart WhatsApp Keyboard bagi penjual untuk menyelesaikan pemesanan pembeli dengan mudah, yang disesuaikan karakter unik pasar Indonesia di mana transaksi online diselesaikan lewat WhatsApp. Fitur ini mencakup rincian pemesanan, invoice, dan tautan product checkout untuk pembeli di WhatsApp.

Pihaknya mengklaim tingkat konversi penjualan penggunanya sudah terlihat dengan persentase bervariasi, dari 30% sampai 200%. Saat ini, sudah ada 600 penjual bergabung ke Orderfaz dalam dua bulan pertama usai peluncuran. Targetnya, jumlah pengguna naik dua kali lipat dalam beberapa bulan ke depan.

Lebih lanjut, Orderfaz berencana mengembangkan marketplace omnichannel untuk mengelola pemesanan di Orderfaz maupun mitra e-commerce pihak ketiga, seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok. Orderfaz juga akan membuat program customer loyalty untuk reward reliable buyers.

“Tidak semua penjual di e-commerce, seperti Tokopedia atau Shopee) juga social media seller. Namun, hampir semua social commerce seller merupakan e-commerce seller juga. Untuk itu, kami sedang mengintegrasikan e-commerce, seperti TikTok Shop, Shopee, Tokopedia) agar manajemen order user kami dapat terintegrasi di satu tempat.”

Orderfaz berupaya menyederhanakan proses pembelian lewat One-Click Checkout melalui plug-in browser di mana penjual melacak rekam jejak transaksi pembeli untuk menghindari risiko penipuan. Orderfaz juga menyediakan wadah berjejaring bagi pemilik brand agar dapat saling berbagi pengalaman, tips, dan trik berjualan sebagai digital marketer atau melalui media sosial 

Pengembang Game Edukasi SoLeLands Peroleh Pendanaan dari East Ventures dan SMDV

Startup edtech berbasis gim (edugames) SoLeLands mengumumkan perolehan pendanaan yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari SMDV. Tidak disebutkan nominal yang diperoleh, dana akan dimanfaatkan untuk mengembangkan kapasitas dan produk dalam mempersiapkan soft-launching pada kuartal IV 2023.

“Kami percaya bahwa pendanaan dan dukungan ini akan membantu kami menghadirkan platform terbaik dalam memberdayakan para orang tua dan pendidik dalam mengembangkan potensi diri anak,” ujar Co-founder dan CEO SoLeLands Jonathan Prathama dalam keterangan resmi, Rabu (12/7).

SoLeLands didirikan pada 2022 oleh Jonathan dan Adhi Paisoseputra (COO). Sebagai orang tua, mereka menyadari bahwa anak-anak sekarang tumbuh beriringan dengan adopsi teknologi yang makin tinggi. Kondisi tersebut membuat para orang tua perlu membekali anak-anaknya dengan keterampilan, serta nilai-nilai yang dibutuhkan untuk dapat berkembang dan beradaptasi di era yang terus berubah.

Edugames SoLeLands

SoLeLands

SoLeLands hadir sebagai solusi ideal untuk memastikan pengenalan dan stimulasi yang tepat dalam mempersiapkan anak-anak yang tanggap digital. Platform ini berfokus pada dua tujuan utama, yaitu menemukan minat anak-anak dan mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan di masa depan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, sebagai edugames, SoLeLands menerapkan pendekatan yang mengutamakan permainan (game-first) untuk mendukung orang tua dan pendidik dalam mempersiapkan keterampilan dan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk anak-anak. SoLeLands memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna, sehingga berbeda dengan cara-cara alternatif anak untuk belajar dan menghabiskan waktu mereka.

Dijelaskan lebih jauh, SoLeLands menekankan pentingnya perkembangan anak di berbagai bidang, seperti kecakapan hidup (life skills), budi pekerti, kecerdasan, dan kompetensi. Dengan banyaknya informasi yang mungkin masih baru bagi anak, SoLeLands menyajikan konten pembelajaran dalam format yang mudah dicerna untuk memastikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik.

Selain itu, SoLeLands menawarkan Talent Manager Tool untuk menghadirkan kolaborasi antara orang tua dan anak, sehingga orang tua bisa melihat secara langsung apa saja minat dan bakat anak mereka. Dengan demikian, informasi ini bisa digunakan orang tua untuk membimbing perkembangan anak-anak mereka, sambil tetap memprioritaskan kemandirian dan keamanan anak-anak, dan membangun kecintaan mereka untuk belajar dan membekali mereka dengan rasa ingin tahu.

SoLeLands memahami pentingnya menghubungkan permainan dan kehidupan nyata untuk menyerap pengetahuan baru. Oleh karena itu, edugames ini menerapkan genre permainan massively multiplayer online role-playing game (MMO RPG) untuk memberikan pengalaman belajar yang unik dan menarik melalui pengaturan yang terlokalisasi dan berbagai fitur yang secara objektif membantu dalam mengidentifikasi minat yang tepat.

Permainan ini menyajikan pembelajaran di lingkungan realitas (synthetic environments) dilengkapi berbagai landmark yang tidak asing bagi para pengguna. Untuk menambah keseruan bermain, para pengguna bisa memilih berbagai peran, antara lain sebagai inventor, ahli biologi, arkeolog, dan lainnya.

Investment Professional East Ventures Jordy Tenka menuturkan, “Kami percaya bahwa pendekatan dan penawaran inovatif SoLeLands merupakan solusi yang tepat dan belum pernah ada sebelumnya, karena mereka tidak hanya berfokus pada life skills dan kompetensi, tetapi juga pada tujuan jangka panjang untuk membangun kecintaan terhadap belajar. SoLeLands hadir untuk memberdayakan dunia pendidikan di Indonesia dan pada akhirnya berkontribusi pada proses pembelajaran yang lebih baik bagi generasi muda dan masyarakat.”

KarirLab Kantongi Pendanaan Pra-Awal Dipimpin Alpha JWC Ventures dan M Venture Partners

KarirLab mengantongi pendanaan pra-awal yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan M Venture Partners, serta partisipasi dari angel investor, dengan nominal yang dirahasiakan. Pendanaan ini akan digunakan untuk mengembangkan produk, memperkuat tim, serta menjalin kemitraan strategis dengan universitas dan perusahaan terkemuka.

Pendanaan ini juga akan dimanfaatkan untuk meningkatkan performa platform KarirLab demi pengalaman pengguna yang lebih seamless untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang.

KarirLab adalah platform online penghubung antara mahasiswa dan perguruan tinggi dengan perusahaan. Platform ini didirikan oleh Tessa Saraswati, Stephanus Wicardo, dan William Surya Wijaya. Di paruh pertama 2023, KarirLab menyebut telah memiliki ratusan ribu pengguna dan memuat ribuan pekerjaan dari ratusan organisasi berbeda di seluruh Indonesia.

“Dengan pendanaan ini, KarirLab dapat memenuhi potensi kami untuk bermitra dengan perguruan tinggi dan perusahaan dalam skala besar. Kami cukup bersemangat untuk memberdayakan generasi kerja yang akan datang dan merevolusi layanan manajemen karir di Indonesia untuk mendorong bertambahnya lulusan dan peluang karir yang berkualitas,” kata Co-Founder dan CEO KarirLab Tessa Saraswati dalam keterangan resminya.

KarirLab menjembatani ekosistem pelajar, perguruan tinggi, dan perusahaan dengan menyediakan platform pengembangan dan manajemen karir yang komprehensif dan efisien. KarirLab menawarkan berbagai produk, seperti layanan evaluasi profil, pembuatan resume yang ramah ATS (Applicant Tracking System), portal lowongan pekerjaan yang terkurasi, dan layanan manajemen karir.

“Kami optimistis dengan investasi kami di babak pra-awal KarirLab. Mereka dapat mempercepat pengembangan produk, memperkuat tim mereka, dan menjalin kemitraan dengan partner-partner strategis. Dengan demikian, KarirLab akan membuka jalan bagi ekosistem SDM yang lebih komprehensif dan efisien di Indonesia,” tambah General Partner Alpha JWC Jefrey Joe.

“MVP bangga mendukung KarirLab, platform yang menghubungkan mahasiswa ke dunia kerja, yang bertujuan meningkatkan kelayakan kerja siswa dan memperbaiki proses perekrutan pemula karir bagi perusahaan,” ujar Founding Partner M Venture Partners (MVP) Mayank Parekh.

Sasar segmen B2B dan B2C

Di pasar kerja yang kompetitif saat ini, lulusan perguruan tinggi menghadapi tantangan untuk menemukan peluang kerja yang sesuai dengan keterampilan, minat, dan tujuan karier mereka. Demikian juga perusahaan yang terkendala menemukan kandidat berbakat yang punya keterampilan, pengetahuan, dan antusiasme yang diperlukan pada organisasi mereka.

Maka itu, platform portal lowongan kerja dinilai telah menjadi sumber daya berharga yang memungkinkan perusahaan terhubung dengan sejumlah besar kandidat fresh graduate. KarirLab mengungkap, tujuannya menjadi platform layanan karir nomor satu untuk pemula kerja di Indonesia, mengincar jutaan mahasiswa aktif di universitas, politeknik, dan lembaga pendidikan tinggi lainnya serta lulusan baru.

Menyasar kepada segmen B2B dan B2C, KarirLab memiliki beberapa fitur unggulan yang bisa digunakan oleh perusahaan dan calon pencari kerja. Khusus untuk B2B di antaranya Career Management Platform, Career Fair Management Platform, dan Early Talent Platform. Sementara untuk B2C terdapat beberapa produk unggulan seperti, Power Resume Builder, Power Resume Evaluation, KarirClass, CompanyTalk dan Portal Lowongan Kerja.

Berkantor pusat di Jakarta, KarirLab saat ini telah tersebar di seluruh Indonesia dan berkembang dengan delapan juta mahasiswa aktif. KarirLab memiliki tujuan agar seluruh mahasiswa dari setiap latar belakang memiliki akses dan sumber daya untuk membantu mereka membangun fondasi yang kokoh dalam menjelajahi pasar dan dunia kerja.

KarirLab saat ini juga sedang aktif dalam mengintegrasikan inovasi berbasis AI terbaru dan menjalin kemitraan strategis untuk menghadirkan platform pengembangan karir yang lebih personal. Platform yang menawarkan layanan serupa di antaranya adalah, Kinobi, TopKarir Indonesia, Ekrut.

Mengenal Platform Digitalisasi Ritel YOBO

Aktivitas offline kembali merebak selepas pandemi. Setelah peritel “dipaksa” masuk ke platform online demi menjangkau konsumen, kini mereka dapat bernapas lega kembali mengaktifkan gerai-gerainya untuk berinteraksi langsung. Walau begitu, peritel ini masih banyak yang belum bisa memahami konsumennya dan cara menariknya mau berkunjung ke gerai.

Steven Kim (CEO) bersama Jaeyoun Doh (CTO) menangkap kekosongan tersebut dengan merintis YOBO, platform perdagangan dan pembayaran (commerce and payment platform) yang memanfaatkan teknologi untuk mengumpulkan data, memberikan pengalaman konsumen yang lebih baik, dan mendorong pertumbuhan bisnis. Solusi tersebut berbasis digital, tidak memerlukan aplikasi yang harus diunduh oleh konsumen ataupun peritel.

“Kami membantu mereka membawa bisnisnya ke online, mendapatkan data konsumen seperti: siapa konsumen VIP-nya? Siapa yang paling rutin berkunjung? Data tersebut kami proses dari EDC yang sudah terhubung dengan reward untuk diberikan ke konsumen,” terang Co-founder YOBO Steven Kim saat ditemui DailySocial.id.

YOBO merupakan kepanjangan dari Your Own Business Online, diracik oleh Kim bersama Doh dan tim pada saat pandemi tengah berlangsung. Produk YOBO itu sendiri sudah live sejak pertengahan Juni 2023, dimanfaatkan sejumlah peritel yang tersebar di mal-mal seantero Jakarta.

Kim sebelumnya merupakan pendiri Qraved, pernah menduduki posisi penting di Rocket Internet SEA dan Zalora. Sementara perusahaan Doh sebelumnya adalah Itemku yang diakuisisi oleh Bukalapak pada Mei 2021.

Produk YOBO

Kim menjelaskan, produk YOBO adalah platform reward berbasis nomor handphone di EDC. Dari mesin EDC yang digunakan peritel, akan dikumpulkan data pelanggan saat pembayaran terjadi. Data tersebut diolah untuk mendapatkan insight yang dapat digunakan untuk meracik strategi promosi berikutnya.

YOBO

Berbeda dengan program reward yang dihadirkan oleh peritel, umumnya konsumen perlu mengunduh aplikasi reward dan memberi tahu kasir nomor pelanggan mereka untuk mengumpulkan poin yangloy dapat ditukar kemudian hari. Namun, cara tersebut belum tentu sukses karena tingkat churn yang tinggi. Unduhan hanya akan tinggi ketika terjadi promosi saja. Belum lagi investasi yang harus dikeluarkan bisnis untuk pengembangan aplikasi dan meracik promosi tergolong tidak murah.

Oleh karenanya, alur konsumen saat bertransaksi di tenant yang sudah memakai solusi YOBO sedikit berbeda. Perusahaan bekerja sama langsung dengan pengelola mal tersebut, sebelum mengajak tenant-tenantnya mengadopsi solusi YOBO.

Nantinya di dalam mal akan tersedia banner/spanduk berisi promosi dari tenant, sekaligus kode QR yang dapat dipindai pengunjung. Ketika dipindai, pengunjung akan dibawa ke situs mal tersebut dan diminta untuk memasukkan nama dan nomor handphone sebelum menerima informasi lainnya yang dikirim melalui WhatsApp.

Setelah sukses, secara otomatis konsumen akan menerima pesan dari WhatsApp, informasi mengenai direktori mal, melihat penjualan dan promosi berlangsung, hingga acara yang sedang berlangsung di mal.

“Karena banyak pengunjung yang saat masuk ke mal itu tidak tahu mau ke mana, promosi apa saja yang dapat mereka terima, dan benefit lainnya. Jadi kami ini tanpa aplikasi, pengalaman baru ini bagus untuk pengunjung karena semua informasi dikirim ke WhatsApp, yang mana mereka lebih sering buka WhatsApp daripada aplikasi lain untuk dapat informasi.”

DailySocial.id pun turut serta merasakan pengalaman saat berkunjung ke Ashta, SCBD Jakarta. Setelah memindai banner promosi yang berisi kode QR, terdapat promosi gratis minum yang disediakan oleh Saturdays, salah satu peritel yang sudah bermitra dengan YOBO.

Begitu sampai di gerai, pelayan memberi tahu persyaratan yang harus dilakukan untuk penukaran promo tersebut, yakni cukup dengan belanja salah satu menu makanan di sana. Mesin EDC milik Saturdays akan meminta nomor handphone konsumen sebelum kode QRIS muncul untuk pembayarannya.

“Dari mal dan tenant sekarang sudah punya satu konsumen baru, yang dapat dikirim pesan lagi berisi promosi lainnya untuk mengajak konsumen tersebut kembali datang.”

Kim juga memastikan keamanan data pengunjung tidak akan disebar ke pihak lainnya, hanya pengelola mal dan tenant sajalah yang dapat mengaksesnya.

YOBO

Tidak hanya kemudahan di atas, YOBO juga akan memberikan akses dasbor CRM kepada bisnis untuk monitor basis data  konsumen, serta memberikan rekomendasi promosi apa yang tepat, disertai dengan pesan yang terpersonalisasi dan terukur.

“Banyak bisnis yang ingin punya solusi manajemen data, manajemen konsumen, business intelligence, project management, ads analysis. Tapi ini semua mahal karena harus rekrut orang, belum lagi ada risiko hasilnya tidak sepadan.”

Strategi monetisasi

Pendekatan YOBO ini terinspirasi dari kesuksesan Square, startup asal Amerika Serikat. Di sana, sejak Covid-19 pertumbuhan bisnis pembayaran dan teknologi bisnis untuk sektor F&B dan ritel telah berkembang pesat. Square sendiri adalah perusahaan pembayaran yang menyediakan produk POS.

Berbeda dengan Indonesia, para pemain POS kebanyakan menjual solusinya dengan berlangganan untuk memanfaatkan mesinnya dan benefit lainnya. Alhasil, ada biaya tetap yang harus dikeluarkan peritel, sementara tidak ada jaminan penjualan tetap tinggi setiap waktu.

“Sementara banyak bisnis yang belum memikirkan bagaimana strategi promosinya, sebab selama ini pemain e-wallet, seperti Gopay yang kasih cashback. Sementara sekarang mereka sudah tidak berikan promosi besar-besaran lagi. Bagaimana mereka bisa tahu siapa konsumen VIP, benefit apa yang perlu diberikan agar sering datang, itu tidak pernah terpikirkan.”

Oleh karena itu, monetitasi yang diambil YOBO hanya berasal dari biaya layanan sebesar 2,9% untuk setiap transaksi yang sukses terjadi di tenant. Ongkos tersebut terbilang lebih terjangkau daripada peritel harus mengadopsi banyak solusi dan merekrut orang baru.

Terlebih itu, peritel pun tidak harus menggunakan mesin EDC khusus dari YOBO, walau perusahaan bekerja sama dengan salah satu pemain POS lokal sebagai penyedianya. Perusahaan memilih untuk agnostik, alias solusinya bisa terhubung dengan berbagai penyedia POS, baik yang sudah digital (iSeller, Majoo, ESB, Moka) maupun konvensional, seperti Quinos, Raptor, dan Micros.

“YOBO adalah perusaahaan dengan pergerakan uang yang tinggi dan selalu meningkat tiap bulannya karena punya unit economics yang jelas. Semua pendapatan kami di dapat dari setiap transaksi yang sukses. Jadi tenant hanya membayar kami dari transaksi yang sukses, tanpa ada biaya upfront untuk berlangganannya.”

Sisi agnostik lainnya juga berlaku untuk target pengguna YOBO, tidak hanya untuk bisnis kuliner saja, tapi juga dari vertikal lainnya, yakni fesyen, skincare, supermarket, salon, gym, hingga otomotif.

Rencana selanjutnya

Kim memastikan saat ini perusahaan masih memfokuskan diri pada peritel offline dengan menjaring sebanyak-banyaknya pengelola mal menjadi penggunanya. Ditargerkan setidaknya dapat menambah 50 mal lagi sepanjang tahun ini. Adapun sekarang, perusahaan sudah bekerja sama dengan Asri Group, pengelola mal Ashta, MOI, PIK Avenue, Hub Life, dan Grand Galaxy Park.

Selanjutnya dari Pakuwon Group, pengelola Kota Kasablanka dan Gandaria City, serta Lippo Group, pengelola Spark Senayan dan Lippo Mall Puri. Rencananya mal-mal lainnya yang dikelola grup besar ini akan dijaring hingga nantinya YOBO dapat beroperasi di seluruh Indonesia.

Beberapa peritel yang sudah memanfaatkan solusi YOBO, di antaranya berasal dari Boga Group, Saturdays, Goobne, Social Affair, Baker Man, Xi Bo Ba, dan masih banyak lagi.

Untuk mewujudkan rencana tersebut, saat ini YOBO sedang menggalang pendanaan tahap awal. Adapun saat ini YOBO sudah mengantongi pendanaan pra-awal dari sejumlah investor dan angel investor, salah satunya DS/X Ventures.

“Kami mencari investor strategis yang kuat di pengalamannya dan punya jaringan yang kuat di dunia ritel offline agar selaras dengan bisnis kami saat ini.”

Kim juga membuka kemungkinan untuk menyasar peritel dari kalangan UMKM.  Walau belum bisa ditentukan kapan waktunya, menurutnya potensi yang ditawarkan dari segmen bisnis ini juga menjanjikan. Segmen ini umumnya punya tantangan berbeda karena kebanyakan masih berfokus pada peningkatan bisnis, belum pada retensi konsumen.

“Jadi dengan pendekatan top down, ketika ini sukses, pola pikir para UKM akan berubah. Jika mereka melihat grup besar seperti Boga Group sudah pakai, maka mereka akan terpengaruh.”

Masa depan Qraved

Terkait Qraved, Kim menuturkan pandemi “sukses” menghantam bisnis Qraved sebagai platform direktori kuliner karena monetisasinya mengandalkan pemasangan iklan oleh pebisnis. Tak hanya Qraved yang kesulitan, bahkan Zomato menutup bisnisnya di Indonesia.

Namun bukan begitu platform seperti ini tidak lagi relevan dengan perkembangan terkini, hanya lebih sulit untuk bertahan karena sebagian besar bisnis tidak punya budget pemasaran yang berlebih.

Saat ini, startupnya tersebut sedang masa jeda (paused), bukan berarti bakal tutup. Lantaran sebagian besar sumber daya diarahkan untuk pengembangan YOBO, dengan jumlah tim saat ini sekitar 15 orang. Kendati begitu ia belum bisa memastikan kapan setidaknya Qraved bisa dihidupkan kembali.

“Mungkin kuartal empat ini atau tahun depan, yang pasti kami akan hidupkan kembali. Sejujurnya belum tahu juga nanti akan tetap sebagai discovery platform atau bukan. Yang kami lihat sejauh ini kami banyak terima permintaan dari konsumen kapan akan update, sebab saat ini pilihan terakhir untuk discovery makanan itu dari Google Maps saja, sementara Zomato sudah tutup di sini.”

Sebagai catatan, Qraved sudah beroperasi sejak 2013. Saat itu, pesaing terbesarnya adalah Zomato dan pemain lokal, PergiKuliner. Sama dengan Qraved, Zomato juga hadir di Indonesia pada 2013.

Disclosure: DS/X Ventures merupakan bagian dari grup DailySocial.id

Eratani Tutup Pendanaan Tahap Awal Senilai 88 Miliar Rupiah

Startup agritech Eratani mengumumkan perolehan dana tambahan senilai $2 juta (sekitar 30,4 miliar Rupiah) dari SBI Ven Capital, melalui dana bersama dengan Kyobo Sekuritas dan NTUitif, sebagai lead investor dalam putaran tahap awal yang sudah berlangsung sejak tahun lalu.

Investor lainnya yang turut berpartisipasi di antaranya, Genting Ventures, Orvel Ventures, dan Ascend Angles. Bila ditotal, dalam putaran ini Eratani mengumpulkan dana sebesar $5,8 juta (sekitar 88,2 miliar Rupiah) dari sejumlah investor, yakni TNB Aura, AgFunder, B.I.G Ventures, dan Trihill Capital.

Trihill Capital merupakan salah satu investor yang masuk dalam putaran tahap pra-awal senilai 23 miliar Rupiah yang diumumkan pada Juni 2022.

Perusahaan meyakini investasi yang dikucurkan para investor menandai optimisme dan kepercayaan mereka terhadap kemampuan Eratani membuka potensi agritech, sembari menciptakan dampak sosial yang signifikan.

“Investasi ini tidak hanya memvalidasi model bisnis kami tetapi juga menggemakan keyakinan kami akan potensi agribisnis Indonesia. Kami berkomitmen untuk melanjutkan pekerjaan kami dalam memberdayakan petani, meningkatkan efisiensi, dan mendorong keberlanjutan bisnis di sektor pertanian,” ucap CEO Eratani Andrew Soeherman dalam keterangan resmi.

CEO SBI Ven Capital Ryosuke Hayashi menyampaikan, “kami sangat yakin dengan potensi besar sektor agritech Indonesia, dan Eratani berada di posisi yang tepat untuk memanfaatkannya. Pendekatan holistik dan solusi inovatif mereka tidak hanya merampingkan proses pertanian tetapi juga menciptakan dampak sosial bagi petani. Kami tetap yakin dengan kemampuan Eratani untuk mendorong pertumbuhan dan transformasi di sektor pertanian.”

Startup yang didirikan pada 2021 ini menyediakan teknologi yang terintegrasi dalam budidaya padi. Solusi komprehensifnya melibatkan pendanaan petani, manajemen rantai pasokan, distribusi tanaman dan bantuan pertanian, solusinya menyeluruh dari hulu ke hilir.

Program pendampingan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas para petani binaan Eratani dari awal hingga akhir proses tanam. Pendampingan ini meliputi pengecekan pH tanah, perawatan tanaman, cara menghadapi serangan hama, penyediaan sarana produksi pertanian yang berkualitas, hingga penyaluran hasil panen dengan harga yang terstandardisasi.

Diklaim perusahaan telah menjaring 20 ribu petani padi di lima provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sulawesi Selatan.

Isu pertanian

Dalam wawancara terdahulu dengan DailySocial.id, Andrew menyebut terdapat dua isu utama yang dihadapi oleh sektor pertanian, yakni (1) 98% proses dari hulu ke hilir belum terdigitalisasi dan (2) 93% petani masih melakukan kegiatan usaha sendiri dan tidak terorganisir.

Berdasarkan riset McKinsey, sebanyak 50%-70% hasil panen di Indonesia tidak pernah sampai ke pasar. Diperkirakan produktivitas petani di Indonesia harus naik 60% jika ingin memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 280 juta jiwa. Itu pun bisa terealisasi apabila petani mampu meningkatkan hasil panen, mengurangi kerugian pasca-panen, hingga dapat mendistribusikannya ke kota besar.

Secara potensi, sektor pertanian Indonesia menyumbang sekitar 13% terhadap PDB dan mempekerjakan hampir 29% tenaga kerja. Namun sektor ini menghadapi inefisiensi yang signifikan, di antaranya logistik yang buruk dan biaya tinggi akibat tengkulak, mengakibatkan margin keuntungan berkurang bagi petani, terutama beras, yang melibatkan sekitar 17 juta rumah tangga.

Solusi inovatif Eratani bertujuan untuk merampingkan sektor ini membuatnya lebih efisien dan adil, yang terpenting memastikan petani mendapatkan keuntungan langsung dari pekerjaan mereka.

eFishery Umumkan Pendanaan Seri D Senilai 3 Triliun Rupiah

Startup akuakultur eFishery mengumumkan perolehan pendanaan seri D senilai $200 juta (sekitar 3 triliun Rupiah). Nominal yang diterima lebih besar dari pemberitaan sebelumnya pada Mei 2023. Pengumuman ini sekaligus mengonfirmasi status eFishery sebagai unicorn ke-15 dari Indonesia, karena disampaikan bahwa valuasinya sudah melebihi $1 miliar.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk mengakselerasi targetnya dalam pengembangan komunitas pembudidayaan di Indonesia, serta meningkatkan transaksi pakan ikan dan ikan segar.

Putaran ini dipimpin oleh 42XFund, perusahaan manajemen investasi asal UAE, didukung oleh Kumpulan Wang Persaraan (Diperbadankan) (KAWP) yang merupakan perusahaan dana pensiun asal Malaysia, responsAbility Investments AG (Swiss), 500 Global, dan beberapa investor lainnya.

Investor awal seperti Northstar, Temasek, dan Softbank juga turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan ini. Sementara itu, Goldman Saschs bertindak sebagai penasihat pendanaan secara eksklusif. Disebutkan investasi terbaru ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap ekosistem akuakultur terintegrasi yang dimiliki eFishery.

“Saat ini perikanan budidaya adalah sektor dengan pertumbuhan tercepat di industri perikanan global. Dukungan strategis yang kami terima dari para investor akan membantu eFishery merevolusi seluruh industri, melalui integrasi pembudidaya ikan dan petambak udang skala kecil dengan ekosistem eFishery yang mencakup seluruh value chain bisnis budidaya perikanan,” ucap Co-founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah dalam keterangan resmi, Jumat (7/7).

Ekosistem terintegrasi dari eFishery yang meliputi marketplace pakan ikan serta udang, platform penjualan produk ikan dan udang segar secara B2B, serta akses keuangan bagi pembudidaya ikan, telah mendukung lebih dari 70.000 pembudidaya ikan dan petambak udang di lebih dari 280 kota/kabupaten di seluruh Indonesia.

Berdasarkan riset terbaru dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI), sepanjang 2022 eFishery mampu menyumbang Rp3,4 triliun atau setara 1,55% terhadap PDB sektor akuakultur Indonesia.

Gibran juga mengatakan dana dalam putaran ini akan digunakan untuk pengembangan komunitas pembudidaya ikan serta petambak udang dari eFishery yang menargetkan lebih dari 1 juta kolam budidaya di Indonesia pada 2025. Juga, untuk meningkatkan transaksi pakan ikan dan produk akuakultur segar di platform.

Pengembangan komunitas petambak sejalan dengan upaya eFishery untuk meningkatkan ekspor produk udang dalam negeri yang bebas kimia dan antibiotik, serta dapat ditelusuri sepenuhnya (traceable) ke pasar internasional, sekaligus mendekatkan konsumen dan petambak.

Para investor yang berpartisipasi dalam putaran ini turut menyampaikan pernyataannya. Salah satunya adalah Principal 42XFund Iman Adiwibowo menuturkan kepercayaannya dengan visi eFishery dan ketertarikannya untuk menjadi mitra kunci yang memberikan nilai tambah dan berkontribusi bagi pertumbuhan perusahaan.

“Kami percaya bahwa eFishery dapat terus berkontribusi mewujudkan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, sekaligus berperan dalam melestarikan lingkungan di Indonesia, bahkan dunia,” kata Iman.

Didirikan di Bandung, Jawa Barat pada 2013, eFishery telah mendisrupsi industri akuakultur dengan menghadirkan solusi digital auto feeder berbasis Internet of Things (IoT) yang di desain untuk meningkatkan akuntabilitas, efisiensi, serta kenyamanan dari bisnis budidaya ikan.

Pendekatan teknologi eFishery yang berbasis data menggunakan sensor untuk mengukur pergerakan ikan dan akustik dari udang, mengoptimalkan pemberian makanan, serta kesehatan ikan dan kualitas air, sembari mengurangi limbah.

Selain eFishery sejumlah startup aquatech lain di Indonesia termasuk Fishlog, JALA, DELOS, dan FisTx. Mereka juga telah mendapatkan dukungan pendanaan dari pemodal untuk melancarkan penetrasi bisnisnya di industri perikanan/pertambakan di tanah air.

Application Information Will Show Up Here