Gotrade Raih Pendanaan Seri A 222 Miliar Rupiah, Tingkatkan Penetrasi Pasar di Asia Tenggara

Pengembang aplikasi investasi Gotrade mengumumkan perolehan pendanaan senilai $15,5 juta atau lebih dari 222 miliar Rupiah. Putaran seri A tersebut dipimpin Velocity Capital Fintech Ventures. Hingga saat ini, total pendanaan yang berhasil diraih perusahaan mencapai $22,5 juta atau setara 322 miliar Rupiah.

Putaran kali ini diikuti oleh investor dari berbagai negara, seperti Mitsubishi UFJ Financial Groug [Jepang], BeeNext [Singapura], Kibo Ventures [Spanyol], Picus Capital [Jerman], serta investor sebelumnya termasuk LocalGlobe [UK], Social Leverage [US] & Raptor [US].

Putaran pendanaan terakhir senilai $7 juta dipimpin oleh LocalGlobe terjadi pada tahun 2021. Pendanaan tersebut diterima setelah Gotrade diluncurkan dan hanya bisa digunakan melalui undangan (by invitation only), menghasilkan 20% pertumbuhan dari minggu ke minggu.

Di tahun pertamanya, perusahaan mengaku telah bertumbuh secara organik dan berhasil mengumpulkan lebih dari 500.000 pengguna dari 140 negara dengan total transaksi mencapai $400 juta melalui 5 juta trade.

Didirikan pada tahun 2019 oleh Rohit Mulani, Norman Wanto, dan David Grant di Singapura, Gotrade hadir menawarkan kemudahan untuk melakukan trading saham dari bursa Amerika Serikat. Aplikasi ini memungkinkan pengguna membeli saham pecahan di NYSE dan saham yang diperdagangkan di NASDAQ mulai dari $1.

Dalam beroperasi, perusahaan tidak membebankan biaya komisi pada trade mereka. Namun, timnya mengaku tidak mengadopsi praktik kolaboratif dengan memonetisasi pembayaran order flow. Gotrade mendapatkan pemasukan dengan membebankan 0,50% hingga 1,20% dalam biaya FX (tergantung mata uang) ketika pengguna memilih deposit mata uang lokal yang kemudian dikonversikan menjadi dolar AS untuk diperdagangkan.

Selain itu, Gotrade juga memiliki inisiatif baru berbasis subscription yang disebut Gotrade Black dengan fitur premium seperti grafik candlestick, peringkat analis, harga target, dan pengukuran risiko sebesar $2 per bulan. Dalam laman resminya, dijelaskan bahwa rekomendasi ini dibuat oleh analis saham profesional dari Goldman, JP Morgan, dan masih banyak lagi firma/lembaga investasi kelas dunia.

Sebagian dari modal yang diterima juga akan digunakan untuk mengembangkan timnya yang terdiri dari 40 orang dan meluncurkan versi lokal produknya di berbagai pasar, dimulai dengan Asia Tenggara.

Co-founder dan CEO Rohit Mulani mengungkapkan bahwa investasi di Asia Tenggara masih terbilang bobrok. Terdapat lebih dari 600 juta orang tidak dapat mengakses produk investasi berkualitas dengan harga yang wajar. Menurutnya, kebanyakan dari mereka masih tunduk pada reksa dana dengan rasio pengeluaran melebihi 5%, produk tabungan seperti emas dengan sebaran 3% dan banyak biaya tersembunyi di seluruh portofolio mereka.

“Kami percaya berinvestasi harusnya lebih adil, dan pengguna seharusnya tidak perlu menanggung biaya yang bersifat predatorial ini,” ujarnya.

Gotrade Indonesia

Beberapa waktu sebelum pendanaan ini diumumkan, perusahaan baru saja meluncurkan produk khusus untuk masyarakat Indonesia dengan nama Gotrade Indonesia menggandeng Valbury Asia Futures (Valbury) sebagai mitra lokal.  Semua perdagangan yang dilakukan di Gotrade Indonesia dilakukan berdasarkan kontrak antara pengguna dan Valbury. Selanjutnya produk Gotrade yang menyasar pasar global akan disebut sebagai Gotrade Global.

Bersama dengan peluncuran Gotrade Indonesia, perusahaan juga mengumumkan bahwa Andrew Haryono, pemilik Grup Valbury, sebagai salah satu pendiri perusahaan. Valbury Group adalah konglomerasi keuangan di Indonesia yang memiliki produk sekuritas, derivatif, dan manajemen modal.

“Andrew telah terlibat sejak awal bisnis pada tahun 2019 dan telah berperan penting dalam membantu kami mencapai kesuksesan kami sejauh ini. Bersama Valbury dan peluncuran Gotrade Indonesia, kami dapat membawa kemitraan kami ke tingkat yang baru dan semua orang merasa sudah waktunya untuk mengenalinya atas peran penting yang dia mainkan di masa lalu perusahaan serta peran yang akan terus dijalaninya di masa depan perusahaan,” kata Rohit.

Selain Gotrade, beberapa aplikasi investasi di Indonesia yang juga telah mengumpulkan dana selama setahun terakhir ini termasuk Pluang, Pintu, Bibit dan Ajaib.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Application Information Will Show Up Here

Tokocrypto Suntik Lima Startup Pengembang Blockchain, Nanovest Salah Satunya

Tokocrypto mengungkapkan telah berinvestasi untuk lima startup blockchain di Asia Tenggara dalam rangka mendukung ekosistem web3 yang lebih masif. Tidak disebutkan nominal masing-masing yang kucurkan perusahaan untuk kelima startup tersebut, namun dipastikan bahwa investasi ini masuk dalam tahap awal.

Nama-nama dari lima startup tersebut adalah Avarik Saga (Indonesia), Play it Forward DAO (Singapura), Avarta (Singapura), Diamond Protocol (Singapura), dan Nanovest (Indonesia).

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Tokocrypto Pang Xue Kai mengatakan seluruh pendanaan tersebut dilakukan dari kantong sendiri perusahaan dan terjadi dalam kurun waktu sepanjang 2021 kemarin. Keinginan perusahaan untuk berinvestasi karena tak lain bentuk dukungan dalam rangka menggairahkan ekosistem web3 di Asia Tenggara.

“Fokus sekarang adalah mengidentifikasi lebih banyak lagi startup web3, dan ini kami lakukan melalui serangkaian program inkubasi dan akselerasi yang kami luncurkan melalui TokoLabs,” kata Pang.

Ia pun membuka kemungkinan untuk melibatkan Cydonia Fund turut serta dalam pendanaan ini. Ini adalah fund khusus yang dibentuk Indogen Capital dan Finch Capital dengan menggaet Tokocrypto. Dana kelolaan ini memiliki mandat berinvestasi dalam pengembangan ekosistem web3 berskala global dan menjadi penghubung bagi pelaku industri.

“Dengan perkembangan ekosistem aset digital, investasi kini tidak hanya berbentuk equity shares, namun juga bisa berbentuk token atau koin. Sebagai modal ventura, kami memiliki investment tesis sendiri. Inilah mengapa kami membentuk satu fund baru khusus melakukan investasi ke perusahaan dalam bentuk token atau coin,” ujar Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto dalam peresmian Cydonia Fund beberapa waktu lalu.

Berikut penjelasan lebih rinci mengenai startup yang didanai oleh Tokocrypto:

1. Avarik Saga

Startup lokal ini merupakan GameFi yang mengusung konsep gim Japanese RPG (role-playing game) 2D di jaringan Ethereum. Memanfaatkan teknologi blockchain, Avarik Saga memungkinkan para pemain mendapatkan manfaat ekonomis melalui game rewards atas kontribusi mereka. Kevin Cahya selaku founder dan timnya mengaku membuat proyek gim ini karena terinspirasi oleh game P2E fenomenal Axie Infinity.

Avarik Saga merupakan satu dari 13 startup blockchain yang mengikuti angkatan pertama program Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). Gim yang mereka kembangkan ini menjadi yang perdana mendapatkan dukungan pengembangan dari ekosistem blockchain lengkap dari Tokocrypto, yakni TokoVerse. Gim ini sendiri nantinya bakal diluncurkan secara resmi pada kuartal III mendatang, saat ini masih dalam penjualan koleksi NFT yang dijual di OpenSea.

2. Play it Forward DAO

Play It Forward DAO adalah kombinasi unik dari guild management platform (P2E Board) dan guild skala besar yang terdiri dari lebih dari 3.000 sarjana (PIF Guild). Memungkinkan akses luas ke game Play-to-Earn, PIF DAO diposisikan sebagai mesin pertumbuhan Metaverse Plug-and-Play.

Sama seperti Avarik Saga, startup asal Singapura ini juga masuk ke dalam angkatan pertama di TSBA. Pada awal tahun ini, PIF DAO mengumumkan penggalangan dana sebesar $6 juta yang dipimpin oleh Signum Capital. Tokocrypto dan BRI Ventures menjadi jajaran investor yang turut berpartisipasi dalam putaran tersebut.

3. Avarta

Avarta mengatasi tantangan autentikasi dan identifikasi yang meliputi aplikasi tradisional dan blockchain. Startup ini mengembangkan dompet kripto multi-rantai yang memberi pengguna blockchain keamanan yang tak tertandingi. Aplikasi blockchain memanfaatkan solusi canggih untuk pemeriksaan dan autentikasi identitas pengguna termasuk teknologi biometrik tanpa kunci, sistem TrustScore, dan daftar putih. Menawarkan protokol keamanan tingkat militer, dompet multi-rantai Avarta menumbuhkan lingkungan DeFi bagi pengguna untuk berdagang dengan percaya diri tanpa rasa takut akan penipuan.

4. Diamond Protocol

Startup asal Singapura ini dirintis oleh Coinomo dan belum dirilis secara resmi. Diamond Protocol adalah protokol vault modular yang memungkinkan setiap orang dapat memperoleh hingga 20% hasil APY.

Coinomo berdiri setelah Turn Capital mengakuisisi Dapp Pocket (pemain dompet kripto asal Taiwan) dan Cappuu (layanan yield aggregator). Coinomo adalah aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk jual-beli mata uang kripto dan berpartisipasi dalam produk hasil dari berbagai pengembalian investasi (DeFi). Aplikasinya sudah dirilis versi beta untuk pasar Indonesia dan Taiwan sejak Juni 2021.

5. Nanovest

Ini adalah marketplace produk investasi aset digital dan saham luar negeri besutan Grup Sinar mas. Startup ini juga tergabung ke dalam TSBA. Meski belum dirilis secara resmi, Nanovest ini menawarkan kemudahan membeli saham global dan aset kripto mulai dari Rp5 ribu. Tokocrypto menjadi pihak penyedia platform untuk mengakomodasi transaksi kripto di Nanovest. Sementara untuk saham global, perusahaan bermitra dengan pedagang perantara yang terdaftar pada Financial Industry Regulatory Authority (FINRA) Amerika Serikat.

Tidak hanya marketplace, Nanovest juga memulai proyek kripto token sendiri yang belum diluncurkan—bernama NanoByte Token (NBT), berkolaborasi dengan entitas di Singapura. NBT merupakan solusi keuangan desentralisasi, dengan use-cases di dunia nyata untuk mendorong adopsi kripto secara massal di Indonesia. NBT akan menjadi native crypto token di aplikasi Nanovest.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

CrediBook Tutup Pendanaan Seri A 116 Miliar Rupiah Dipimpin Monk’s Hill Ventures

Startup SaaS pembukuan digital CrediBook mengumumkan perolehan pendanaan Seri A sebesar $8,1 juta (lebih dari 116 miliar Rupiah) yang dipimpin Monk’s Hill Ventures, dengan partisipasi dari beberapa investor terdahulu, yaitu Insignia Ventures Partners dan Wavemaker Partners. Keduanya merupakan investor pada putaran pra-seri A sebesar $1,5 juta yang berhasil ditutup pada Januari 2021.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk ekspansi nasional, pengembangan teknologi, perekrutan karyawan. Lalu, ekspansi layanan grosir digital CrediMart, melalui penambahan kategori produk dan kemitraan toko grosir konvensional dan perluasan area operasional.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO CrediBook Gabriel Frans mengatakan, perusahaan akan fokus menjawab masalah operasional yang dihadapi pelaku grosir, sekaligus menggarap potensi besar di segmen grosir melalui CrediMart. Berdasarkan data yang ia kutip, di Indonesia terdapat sekitar 200 ribu usaha grosir yang melayani 65 juta ritel dan berkontribusi lebih dari 60% terhadap PDB.

Lebih dari itu, berdasarkan aktivitas UMKM nonpertanian, estimasi besarnya pasar tersebut mencapai $260 miliar. “Angka ini sangat besar, sehingga CrediBook ingin menggarap potensi tersebut melalui peluncuran layanan grosir digital, CrediMart, pada September 2021 lalu,” kata Gabriel, Selasa (5/4).

Menyelesaikan isu operasional toko grosir

CrediMart lahir dari permasalahan operasional yang dialami toko grosir konvensional yang tidak memiliki layanan grosir digital sejenis. Bagi rekan grosir, CrediMart menyediakan aplikasi online ordering untuk permudah toko grosir menerima pesanan dan manajemen stok lebih cepat, serta dilengkapi dengan fitur pembukuan digital. Sementara bagi ritel, CrediMart menyediakan layanan belanja grosir online, pembayaran tempo, hingga layanan pengantaran next-day.

Sejak diluncurkan, CrediMart telah menggaet sekitar 60 ribu pelaku grosir dan ritel yang tersebar di lebih dari 40 kota. Para mitranya menyediakan beragam produk grosir, mulai dari kebutuhan sehari-hari, obat-obatan terkemuka, alat tulis dan perlengkapan kantor, hingga bahan bangunan. Pertumbuhan pendapatannya diklaim naik hingga tujuh kali lipat, meningkatkan 50% penjualan harian rekan grosir, dan meningkatkan unique retail customers hingga 56%.

“Melalui aplikasi pembukuan digital, CrediBook ingin pelaku usaha memiliki laporan keuangan yang rapi dan memudahkan akses pembiayaan. Sementara CrediMart meningkatkan kapasitas digital para pelaku grosir konvensional melalui manajemen pesanan dan inventaris toko. Rekan grosir CrediMart juga menyambut baik layanan digital yang kami sediakan karena CrediMart turut membantu meningkatkan bisnis mereka dari aspek penjualan sehari-hari.”

Untuk CrediBook sendiri, diklaim sebanyak 40% penggunanya berasal dari kabupaten dan desa di Indonesia. Aplikasi ini juga telah membantu pelaku grosir dan ritel membuat laporan keuangan yang rapi dalam waktu kurang dari lima menit dan terbukti bantu mempercepat proses pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Terkait pendanaan ini, Partner Monk’s Hill Ventures Susli Lie menuturkan, selama dua tahun terakhir pihaknya telah mengamati Gabriel dan tim CrediBook yang bekerja untuk mendigitalkan grosir secara komprehensif. Saat ini proses pengadaan barang grosir dan ritel masih dilakukan secara manual dan sangat membutuhkan digitalisasi. Bicara potensinya pun sangat besar ada lebih dari 65 juta pelaku UMKM yang dapat menjadi target pengguna.

“CrediBook telah mengidentifikasi masalah yang perlu diselesaikan, yaitu efisiensi operasional (aplikasi pembukuan digital dan grosir digital), akses pembiayaan, dan dorongan ekspansi bagi pelaku grosir ke pelanggan ritel yang lebih besar. Kami sangat senang menjadi bagian dari perjalanan CrediBook yang telah memetakan kembali digitalisasi pembukuan dan grosir digital di Indonesia yang berpotensi,” ujar Susli.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Application Information Will Show Up Here

Selleri Ingin Berdayakan Peranan Reseller dan Dropshiper di Kota Tier 2 dan 3

Besarnya permintaan dari kota tier 2 dan 3 akan produk fashion lokal, menjadi alasan kuat platform Selleri di luncurkan. Didirikan pada bulan Juni tahun 2021 lalu, fokusnya pada pemberdayaan reseller dan dropshiper. Sellerri menawarkan pilihan untuk semua orang bisa berjualan secara online dan offline.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Selleri Jayant Kumar mengungkapkan, memanfaatkan kemitraan strategis dengan supplier, memudahkan mereka untuk menambah kanal  penjualan memanfaatkan reseller. Selain Jayant, co-founder lainnya yang mendukung pendirian startup ini di antaranya Najmuddin Husein (COO) dan Firman Hasan (CCO).

“Saat ini kami sudah memiliki sekitar 1000 supplier, 45 ribu reseller, dan kurang lebih 120 ribu SKU dalam platform. Dengan menggunakan aplikasi Selleri, mereka yang ingin berjualan tidak perlu khawatir akan modal usaha, risiko menjalankan usaha dan juga tidak perlu memikirkan gudang untuk menyimpan barang. Semua Selleri yang kelola mulai dari transaksi awal hingga proses akhir ke pembeli,” kata Jayant.

Menargetkan mompreneur atau ibu rumah tangga yang sudah memiliki komunitas dan pertemanan yang kuat di masing-masing wilayah, Selleri hadir untuk membantu supplier memasarkan produk lebih luas sekaligus memberikan penghasilan tambahan kepada reseller. Konsep reseller dan dropship sendiri sebenarnya sudah lama diterapkan oleh marketplace, namun Selleri mencatat beberapa tahun terakhir, potensinya semakin berkembang dilihat dari permintaan yang ada.

Semua akses yang ditawarkan oleh Selleri untuk calon reseller bisa dinikmati secara gratis. Dalam hal ini Selleri mendapatkan komisi langsung dari supplier. Kebanyakan supplier-nya saat ini adalah produk fesyen lokal, yang ternyata memang membutuhkan kanal penjualan tambahan.

“Untuk pembayaran meskipun telah menyediakan bank transfer hingga QRIS, namun Selleri mencatat sebanyak 95% pilihan Cash on Delivery (COD) lebih banyak digunakan oleh pembeli untuk opsi pembayaran,” kata Jayant.

Konsep bisnis semacam ini sebenarnya sudah dikenal dengan istilah “social commerce”. Mengandalkan jaringan reseller, beberapa startup juga menyasar segmen pasar yang sama di daerah-daerah. Beberapa aplikasi yang sudah ada sebelumnya seperti RateS, Evermos, CrediMart, Dagangan, Borzo, dan sebagainya.

Pemasaran melalui media sosial

Selain di Jabodetabek, saat ini layanan Selleri juga sudah menjangkau sampai kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebanyakan wilayah tersebut adalah kota tier 2 dan 3, yang tengah mengalami peningkatan minat untuk melakukan pembelian memanfaatkan reseller.

Meskipun saat ini aplikasi seperti marketpalce dan e-commerce sudah banyak dimanfaatkan, namun untuk Selleri pilihan terbanyak para penjual untuk memasarkan produk mereka adalah memanfaatkan Facebook Marketplace hingga Facebook Live.

Fenomena ini yang diklaim membedakan Selleri dengan platform lainnya. Selain itu Selleri juga memberikan opsi pembuatan situs, bagi penjual yang ingin menggunakan pilihan tersebut. Namun kegiatan pemasaran terbanyak yang mereka gunakan adalah melalui media sosial.

Memanfaatkan data yang mereka miliki dari reseller dan dropship, kemudian bisa ditentukan produk mana yang dibutuhkan dan dicari oleh pembeli. Sehingga membantu supplier yang menawarkan fesyen lokal seperti dengan brand kecil hingga menengah bisa memasarkan produk mereka secara akurat. Hal ini diklaim oleh mereka bisa menjadi opsi bagi supplier kecil yang kesulitan untuk bersaing dengan brand lebih besar di marketplace.

Saat ini sudah ada 500 kota di 24 kecamatan yang memanfaatkan reseller dan dropship dari Selleri. Masyarakat yang tinggal di kota seperti Semarang, Banyuwangi, Bukittinggi mulai memanfaatkan konsep ini, karena masih banyak dari mereka yang kurang percaya dengan layanan e-commercre dan marketplace.

“Kami juga melihat berdasarkan pembelian dari pelanggan yang dijual dari reseller, pembeli kebanyakan tidak loyal kepada brand, marketplace dan lainnya. Namun mereka loyal kepada komunitas atau orang yang terpercaya. Karena itu konsep yang kita tawarkan cocok untuk kota di tier 2 dan 3,” kata Jayant.

Tahun lalu Selleri telah berhasil mengantongi pendanaan tahap awal dari investor senilai $610 ribu atau setara 8,7 miliar Rupiah. Venture capital yang terlibat di antaranya adalah Kejora-SBI Orbit. Jika sebelumnya perusahaan memiliki target bisa memberikan penghasilan tambahan sekitar 5 juta rupiah kepada 100 reseller, maka usai mendapatkan dana segar targetnya bertambah hingga ke 1000 reseller.

Application Information Will Show Up Here

Jumlah Pendanaan Startup Indonesia Naik 2 Kali Lipat di Q1 2022 [UPDATED]

*Terdapat penambahan data terkait pendanaan yang diterima DANA senilai $25 juta dari PT Bank Sinarmas Tbk

Kuartal pertama (Q1) 2022 baru saja ditutup. Sejumlah capaian bisnis ekosistem startup di Indonesia mulai dibukukan, salah satunya terkait dengan pendanaan. Data DSInnovate mencatat, di kuartal ini ada 76 pendanaan startup yang diumumkan ke publik. Dari 50 pendanaan yang menyebutkan nominal, terkumpul total investasi yang diumumkan senilai $1,22 miliar.

Jumlah ini meningkat dua kali (2x) lipat jika dibandingkan dengan Q1 2021. Terdapat 40 transaksi pendanaan bernilai $554,7 juta dari 24 transaksi yang diumumkan nominalnya. Secara konsisten, jumlah pendanaan yang didapat di kuartal pertama selalu meningkat 2x lipat dari tahun 2020. Hal ini Mengindikasikan pandemi tidak menciutkan minat investor mendukung pelaku startup di Indonesia.

Tren putaran pendanaan

Ditinjau dari jenis putaran pendanaan yang didapat, seed funding alias pendanaan awal masih mendominasi secara jumlah. Hal ini ditengarai hadirnya beberapa model bisnis baru yang mencuri perhatian investor.

Di antaranya solusi quick commerce untuk merevolusi layanan grocery, lalu ada sejumlah agrotech dan aquatech baru yang mulai tervalidasi produknya, beberapa platform cryptocurrency, hingga startup direct-to-consumer.

Beberapa startup juga mendapatkan nilai yang signifikan dalam pendanaan awalnya. Seperti yang didapat Tip Tip besutan Albert Lucius, mantan pendiri Kudo. Dari East Ventures, Vertex, EMTEK, dan SMDV mereka membukukan dana $10 juta untuk mendukung debut bisnisnya.

Startup aquatech DELOS juga mendapatkan dukungan tambahan dari investor terdahulunya, termasuk Alpha JWC Ventures, MDI Ventures (melalui Cenaturi dan Arise), dan sejumlah investor lainnya. Mereka berhasil memperoleh dana awal senilai $8 juta. Sebanyak 13 putaran pendanaan awal bernilai lebih dari $2,5 juta.

Di data rekap pendanaan sepanjang 2021, kita melihat tren adanya peningkatan jumlah pendanaan tahap lanjutan (seri A atau di atasnya). Awal tahun ini tren tersebut belum terlihat signifikan, kendati beberapa putaran pendanaan lanjutan mendapatkan perolehan yang signifikan (di atas $20 juta).

Yang bisa menjadi catatan, beberapa startup yang tergolong masih baru mendapat kepercayaan investor-investornya untuk kembali membukukan investasi. Contohnya Astro dengan perolehan seri A yang tak lama berselang dengan pendanaan awalnya, menutup dengan nominal $27 juta. Juga startup lain seperti Brick (seri A), Bukukas (seri C), Sayurbox (seri C), dan sejumlah lainnya yang berselang kurang dari satu tahun dari putaran pendanaan sebelumnya.

Fintech masih menjadi primadona

Didasarkan pada jenis bisnis yang diminati investor, seperti tahun-tahun sebelumnya, fintech masih kokoh di urutan paling atas. Sebenarnya jika ditelisik lebih dalam, model bisnis yang ada di dalamnya juga berkembang, contohnya tahun ini mulai banyak startup yang menggarap solusi Earned Wage Access untuk pencairan gaji karyawan lebih awal — Wagely dan Gajiku adalah dua pemain yang mendapatkan pendanaan di segmen ini.

DANA menjadi startup fintech yang mendapat total pendanaan terbesar tahun ini. Lewat corporate round yang dapat dari PT Dian Swastika Sentosa Tbk (bagian dari konglomerasi Sinar Mas Group), startup yang dipimpin Vincent Iswara ini berhasil mendapatkan tambahan dana modal $225 juta untuk memenangkan persaingan ketat aplikasi e-money. Akulaku juga mendapatkan pendanaan tambahan $100 juta dari Siam Commercial Bank, melonjakkan valuasinya di atas $1 miliar. Kini masuk ke dalam daftar unicorn selanjutnya.

Investor paling aktif

Dari data pendanaan yang ada, turut dicatat nama-nama investor yang paling aktif berpartisipasi dalam setiap putaran pendanaan yang ada. Per kuartal ini, East Ventures dan AC Ventures menduduki peringkat teratas dari sisi kuantitas partisipasi pendanaan. Bahkan keduanya ada di beberapa putaran pendanaan yang sama. Baik EV dan ACV memiliki fund yang diinvestasikan untuk startup tahap awal dan lanjutan.

Selain itu Sequoia Capital India juga menjadi yang cukup aktif berinvestasi – khususnya sebagai tindak lanjut dari program akselerasi mereka Surge, sejumlah startup Indonesia mengikuti program tersebut.

Investor Jumlah Putaran
East Ventures 13
AC Ventures 13
Sequoia Capital India 9
Y Combinator 5
Alpha JWC Ventures 5
Alto Partners 5
Insignia Ventures 5

Sejumlah investor berpotensi meningkatkan jumlah dan nilai investasinya tahun ini, menyusul dana kelolaan yang berhasl ditutup. ACV sendiri Desember 2021 lalu mengumumkan penutupan dana kelolaan ketiga 3 triliun Rupiah. Alpha JWC Ventures juga tahun lalu mengumumkan dana kelolaan 6,1 triliun Rupiah yang akan banyak digelontorkan tahun ini.

Belum lagi sejumlah rencana dana kelolaan baru yang akan meluncur tahun ini, seperti Indonesia Impact Fund, Merah Putih Fund, dan sebagainya. Mengindikasikan di waktu yang akan datang tren pendanaan akan semakin besar – apalagi sejumlah pemodal telah merasakan keberhasilan dari capaian exit yang mengagumkan – melalui M&A dan/atau IPO.

Yang tak kalah menarik, di kuartal ini angel investor berpartisipasi dalam 28 putaran pendanaan. Di satu putaran, sebagian besar diisi oleh lebih dari 3 angel berlatar belakang founder startup (centaur dan unicorn). Kami melihat ini menjadi sebuah tren lifecycle yang menarik, saat founder di generasi sebelumnya yang berhasil memiliki bisnis signifikan mau mendukung generasi founder berikutnya.

Dan jika dulunya angel investor kesannya hanya mendukung di putaran pre-seed atau angel round, kini partisipasinya mulai tersebar, dari pendanaan tahap awal sampai tahap lanjutan.

Pendanaan terbesar sepanjang Q1 2022

Berikut ini adalah daftar pendanaan dengan nilai terbesar sepanjang Q1 2022.  Data berikut adalah putaran investasi yang membukukan setidaknya $20 juta:

Startup Sektor Putaran Pendanaan Investor
DANA Fintech Corporate Round  $225,000,000 PT Dian Swastika Sentosa Tbk (bagian dari Sinar Mas Group), PT Bank Sinarmas
Modalku Fintech Series C  $144,000,000 Softbank Vision Fund 2, VNG Corporation, Rapyd Ventures, EDBI, Indies Capital, Ascend Vietnam Ventures, Sequoia Capital India, BRI Ventures
Sayurbox Online Grocery Series C  $120,000,000 Northstar Group, Alpha JWC Ventures, Finance Corporation (IFC), Astra, Syngenta Group Ventures, Global Brain
Akulaku Fintech Corporate Round  $100,000,000 Siam Commercial Bank
eFishery Aquatech Series C  $90,000,000 Temasek, SoftBank Vision Fund 2, Sequoia Capital India, Northstar Group, Go-Ventures, Aqua-Spark, Wavemaker Partners
Bukukas SaaS Series C  $80,000,000 Tiger Global, Sequoia Capital India, CapitalG, angel investor
Pluang Wealthtech Series B  $55,000,000 Accel, BRI Ventures, Gold House, Square Peg, Go-Ventures, UOB Venture Management, Openspace Ventures, Angel Investor
Koinworks Fintech Series C  $43,000,000 MDI Ventures, Quona Capital, Triodos Investment Management, Saison Capital, AC Ventures, East Ventures
Moladin Car Marketplace Series A  $42,000,000 Northstar Group, Sequoia India, East Ventures, GFC
JULO Fintech Series B  $35,300,000 Credit Saison Asia Pacific, PT Surya Nuansa Cerita, Quona Capital, AC Ventures, Gobi Partners, Central Capital Ventura
Aruna Aquatech Series A  $30,000,000 Vertex Ventures, Prosus Ventures, AC Ventures, East Ventures, Indogen Capital, SMDV, SIG Venture Capital
Astro Online Grocery Series A  $27,000,000 Accel, Sequoia Capital India, AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed, Goodwater Capital, Angel Investor
Xurya New Energy Series A  $21,500,000 East Ventures, Saratoga, Schneider Electric, New Energy Nexus Indonesia
Brankas Fintech Series B  $20,000,000 Insignia Ventures Partners, BEENEXT, Integra Partners

 

Hangry Dikabarkan Galang Pendanaan Lanjutan 205 Miliar Rupiah

Startup kuliner multi-brand sekaligus brand aggregator Hangry dikabarkan tengah merampungkan putaran pendanaan terbarunya. Dari data yang telah diinputkan ke regulator, saat ini nilai putaran ekuitas yang telah terkumpul mencapai $14,25 juta atau sekitar 205 miliar Rupiah.

Digabungkan dengan putaran pendanaan awal dan seri A yang didapat tahun lalu, saat ini diperkirakan valuasi perusahaan mendekati $150 juta, mengokohkan pada status “centaur”.

Sejumlah pemodal ventura dan angel investor berpartisipasi dalam investasi tersebut, termasuk Alpha JWC Ventures dan Orzon Ventures. Kami sudah mencoba meminta pernyataan ke eksekutif perusahaan. Namun sampai berita ini diterbitkan belum ada respons yang diberikan.

Perluas model bisnis dan ekspansi

Sejak didirikan tahun 2019, kini Hangry telah mengoperasikan 74 outlet yang terbesar di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Semarang. Hingga 2021, disampaikan juga mereka telah menjual 10 juta porsi makanan dan minuman.

Perluasan yang cukup kencang tersebut didukung model bisnis ala cloud kitchen yang diadopsi. Hal ini dilandasi model operasional Hangry mengutamakan pesanan via aplikasi food delivery — kendati beberapa waktu terakhir mereka juga mulai menyediakan opsi dine-in.

Selain mengembangkan brand makanan sendiri, tahun ini Hangry juga memulai strategi brand aggregator. Mereka akan mengakuisisi penuh brand kuliner yang dianggap potensial masuk ke ekosistem produknya. Pekan lalu, Hangry mengumumkan akuisisinya atas Accha, sebuah brand makanan khas India yang beroperasi di Jakarta.

Masuknya Accha akan melengkapi varian produk yang telah dimiliki Hangry, seperti Moon Chicken, San Gyu, Kopi Dari Pada, dan Ayam Koplo. Kendati demikian, Co-Founder & CEO Abraham Viktor memastikan bahwa pembuatan brand baru secara mandiri akan terus dilakukan, seiring dengan strategi akuisisi yang akan mulai digencarkan.

Selain itu turut dikatakan, strategi brand aggregator juga diyakini bisa mendekatkan Hangry dengan cita-citanya untuk melayani pasar global, sehingga tidak menutup kemungkinan ke depan juga akan ada brand makanan di luar Indonesia yang akan diakuisisi dan dimasukkan ke dalam ekosistemnya.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech untuk PRT “Jipay” Terima Pendanaan Tahap Awal dari East Ventures

Startup fintech untuk pekerja rumah tangga (PRT) Jipay mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal senilai $1,3 juta atau sekitar 19 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari SHL Capital dan beberapa angel investors, termasuk Manila Angel Network dan Shivaas Gulati (co-founder Remitly). Dana segar ini akan dimanfaatkan untuk ekspansi tim dan pengembangan produk.

Jipay mengembangkan kartu prepaid dan aplikasi untuk keluarga dalam mengelola pengeluaran lewat PRT mereka. PRT dapat menggunakan Mastercard yang terhubung untuk belanja dan pemberi kerja dapat mengisi ulang akun melalui aplikasi yang sama. Dengan menyederhanakan proses ini, Jipay ingin menghemat waktu para pemberi kerja sekaligus menghilangkan beban tambahan PRT untuk selalu membawa dan meminta uang tunai.

Menghilangkan friksi manajemen keuangan PRT

Solusi ini pertama kali dikembangkan oleh Dayana Yermolayeva, warga Ukraina, setelah lulus dari sebuah kampus di Hong Kong di 2020. Di negara asalnya, hampir tidak ada konsep PRT yang sangat berbanding terbalik dengan Asia. Sayangnya, struktur industri PRT di sini tidak teratur, kendati peranan mereka penting dalam masyarakat dan industri tenaga kerja.

Di Hong Kong, para PRT, terutama pekerja asing, tidak memiliki akses ke bank, apalagi ke layanan keuangan dasar, seperti pengiriman uang, tabungan, dan asuransi. Sementara, keluarga yang mempekerjakan PRT asing kesulitan dengan pengaturan keuangan karena pembayaran gaji seringkali harus dilakukan secara tunai. Pengelolaan pengeluaran sehari-hari menggunakan uang tunai, kuitansi kertas, dan buku catatan adalah cara pembukuan manual yang melelahkan dan membosankan.

“Masalahnya bukan sekadar ketidaknyamanan karena pengaturan pengeluaran rumah tangga dengan cara yang berantakan ini. Masalah sebenarnya adalah kurangnya kepercayaan antara keluarga dan PRT mereka,” kata Yermolayeva dalam keterangan resmi, Kamis (31/3).

Dari akar masalah tersebut, Jipay pun lahir dengan semangat membangun kepercayaan dengan merangkul pemberi kerja, PRT, dan anak dalam satu platform. Aplikasi Jipay membantu dua kelompok pengguna. Pertama, pemberi kerja dapat menggunakan aplikasi dan Mastercard yang terhubung untuk melacak pengeluaran rumah tangga. Mereka dapat menambah dana, melihat transaksi, dan mendapat informasi tentang tren pengeluaran mingguan. Dengan demikian, pemberi kerja tidak peerlu lagi harus ke ATM untuk tarik tunai dan membaca kuitansi dari ART-nya lagi.

Kedua, para PRT dapat menggunakan kartu prepaid Jipay Mastercard untuk berbelanja keperluan rumah tangga. Kartu ini dapat digunakan di toko offline, online, maupun layanan transportasi umum. Untuk pasar tradisional yang tidak menerima kartu, PRT dapat menggunakan fitur PayNow langsung dari aplikasi Jipay. Mereka dapat melihat saldo dan transaksi waktu, sehingga mereka bisa lebih efektif dalam meggunakan anggaran rumah tangga.

“PRT asing yang menggunakan Jipay mengaku bahwa Jipay telah membantu mereka dalam menghilangkan rasa stres dan tidak nyaman dari mengatur uang tunai yang diberikan oleh pemberi kerja. Mereka tidak perlu meminta uang tunai, menyimpan kuitansi, atau membawa uang receh lagi. Dengan hal ini, para PRT dan pemberi kerja dapat membangun kepercayaan yang lebih baik.”

Rencana bisnis Jipay

Mengomentari tentang pendanaan, Yermolayeva menuturkan, “Kami sangat senang menerima pendanaan ini yang akan mempercepat misi kami untuk memberikan kemandirian finansial kepada para pekerja rumah tangga di seluruh Asia Tenggara. Kami memulai perjalanan kami dengan sebuah produk yang diperuntukkan untuk keluarga yang mempekerjakan PRT, yang kemudian memungkinkan kami untuk mempelajari lebih lanjut tentang kebiasaan keuangan PRT dan mendapatkan dukungan dari keluarga yang mempekerjakan mereka ketika kami menawarkan fitur keuangan pribadi untuk PRT asing.”

Saat ini, Jipay mengklaim telah menggaet lebih dari 1.000 orang PRT di Singapura untuk menggunakan aplikasinya. Adapun untuk nominal pengeluarannya melalui kartu (card spending) tembus ke angka $1 juta, volume transaksinya terus merangkak menjadi lebih dari 10 kali lipat dalam enam bulan terakhir. Pencapaian tersebut diklaim menjadikan Jipay sebagai game changer dalam membawa pekerjaan rumah tangga ke dalam cashless economy.

“Pengguna Jipay dari sisi pemberi kerja turut membantu dalam edukasi ke pada PRT mengenai manfaat Jipay untuk keuangan pribadi mereka, dan hal ini sangat penting terutama pada masa orientasi dan adopsi awal.”

Perusaahaan akan mengembangkan inovasi lainnya, seperti meluncurkan produk keuangan pribadi untuk para PRT; PRT akan dapat menerima pembayaran gaji ke akun pribadi Jipay mereka untuk dikirim ke keluarganya melalui Jipay Remit dan menggunakan Jipay Save untuk menyisihkan uang untuk pengeluaran besar, seperti pembelian properti atau biaya universitas untuk anak-anak mereka.

Mengomentari investasi tersebut, Principal East Ventures Devina Halim mengatakan, “Kami percaya Jipay akan menjadi platform terintegrasi yang mengeliminasi masalah atas akses keuangan di industri pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga bukan hanya industri biasa, tetapi turut menjadi industri yang mendorong produktivitas tenaga kerja di banyak negara di Asia Tenggara. Kami percaya Jipay memiliki posisi yang strategis untuk meningkatkan inklusi keuangan di segmen ini.”

Startup Unicorn Akulaku Terus Perluas Cakupan Bisnis Finansial

Akulaku mengumumkan pendanaan $10 juta atau setara 143 miliar Rupiah dari Lend East. Investasi berbentuk debt funding tersebut akan dimanfaatkan Akulaku untuk meningkatkan portofolio kredit di pasar utama mereka, yakni Indonesia, Filipina, dan Thailand. Seperti diketahui, sejak didirikan tahun 2014 aplikasi Akulaku sendiri menawarkan produk paylater dan cashloan untuk para konsumennya.

Sebelumnya Akulaku baru menerima pendanaan ekuitas senilai  $100 juta atau lebih dari Rp1,4 triliun dari Siam Commercial Bank (SCB). Perolehan ini melanjutkan putaran investasi $125 juta di tahun sebelumnya yang dipimpin Silverhorn Group, yang sekaligus menjadi mitra pembiayaan (financing partner) sejak 2018. Secara total, saat ini valuasi Akulaku sudah menembus $1 miliar dan menjadikannya sebagai startup unicorn selanjutnya.

“Sejak tahun lalu Akulaku terus mengalami pertumbuhan dan dengan adanya pendanaan tambahan ini akan memungkinkan kami untuk terus memenuhi kebutuhan underbanked di seluruh Asia Tenggara,” ujar CEO Akulaku William Li.

Terus lakukan diversifikasi bisnis finansial

Pada 2021, Akulaku telah menyalurkan kredit lebih dari $ 2,2 miliar kepada lebih dari 10 juta pengguna. Selain layanan paylater, Akulaku menggabungkan platform wealth management, e-commerce, dan perbankan digital sehingga dapat meningkatkan total pendapatan perusahaan sebesar 120% menjadi $598 juta.

Untuk layanan bank digital, Akulaku memilih mengakuisisi 24,98% saham Bank Neo Commerce (mayoritas). Sejumlah rencana turut digencarkan dari kolaborasi tersebut, salah satunya lewat loan origination system, yakni sistem untuk memproses persetujuan kredit, khususnya untuk direct loan/online financing.

Selain itu, Akulaku juga mengembangkan serangkaian teknologi untuk meningkatkan kapabilitas perbankan memasuki era digital, beberapa produk yang disuguhkan di antaranya e-KYC, sistem verifikasi, sampai ke layanan pembayaran QR.

Sementara untuk layanan pinjaman, merekan mengandalkan platform fintech lending Asetku. Hingga saat ini total pinjaman yang sudah digulirkan mencapai 42 triliun Rupiah dengan total peminjam 13 ribu nasabah. Dan di platform wealth management, mereka mengembangkan OneAset, yakni aplikasi keuangan yang bisa dimanfaatkan pengguna untuk mengelola aset finansialnya, termasuk untuk berinvestasi ke reksa dana, surat berharga, hingga emas.

Kompetisi pasar

Di Indonesia, seluruh lini bisnis Akulaku harus bersaing dengan para pemain lain. Misalnya untuk payalter, saat ini ada Kredivo, Atome, hingga GopayLater yang menjadi penantang. Masing-masing juga memiliki dukungan besar dari induknya – termasuk untuk potensi menguasai pasar Asia Tenggara, seperti FinAccel, Advance Intelligence Group, dan GoTo.

Sementara di bank digital pun, saat ini persaingan juga terus diramaikan dengan inovasi produk dari pemain di ekosistem. Ada puluhan bank digital yang sudah mengudara dan siap meluncurkan debutnya. Dan untuk wealth management, puluhan aplikasi sejenis juga sudah dijajakan untuk investor ritel di Indonesia.

Terlepas dari diversifikasi produk finansial yang coba disuguhkan, pemain seperti Akulaku sebenarnya memiliki keunggulan strategis yang dapat dieksplorasi, yakni konektivitas di ekosistem digital yang dimiliki. Nyatanya pemain lain banyak bersinergi dengan pihak ketiga untuk menghadirkan kapabilitas tertentu – ambil contoh Bank Jago dengan Bibit/Stockbit untuk fitur investasi—yang mana hal ini bisa juga dilakukan oleh Neo Commerce dan OneAset; atau diaplikasikan untuk skenario model bisnis lain.

Application Information Will Show Up Here

iPrice Segera Perluas Cakupan Bisnis ke Pinjaman Online

Platform agregator e-commerce asal Malaysia, iPrice, berhasil meraih pendanaan tambahan senilai $5 juta atau setara 71,7 miliar Rupiah dari Itochu Corporation yang merupakan konglomerasi asal Jepang dan KDDI Open Innovation Fund III yang dioperasikan oleh Global Brain Corporation. Pendanaan ini akan digunakan untuk meningkatkan peran perusahaan dalam membantu pembeli mendapatkan penawaran terbaik seiring maraknya pertumbuhan pasar e-commerce di Asia Tenggara.

Bersamaan dengan pendanaan yang baru saja diterima, iPrice juga akan memperluas cakupan layanan ke pasar pinjaman online dengan membantu pengguna menemukan tidak hanya penawaran e-commerce terbaik, tetapi juga pinjaman digital terbaik untuk pembelian mereka.

Laporan Google memprediksi bahwa transaksi pinjaman digital akan mencapai $92 miliar pada tahun 2025 karena percepatan perkembangannya saat ini di Asia Tenggara, dan platform perbandingan harga ini akan berinovasi terus memenuhi permintaan konsumen.

Berbekal visi ini, iPrice sangat antusias untuk menyambut Itochu. Meskipun lebih dikenal sebagai trading company, Itochu memiliki pengalaman luas di bidang pinjaman dari anak perusahaannya, PT ITC Auto Multi Finance, yang mengoperasikan bisnis pinjaman di Indonesia dengan merek Payku.

“Kami sangat optimis bahwa kami dapat memaksimalkan pengalaman pinjaman digital dari investor kami, Itochu. Langkah pertama dalam kerja sama strategis kami adalah menambahkan anak perusahaan Itochu, Payku, sebagai mitra pinjaman utama di Indonesia. Pengalaman dibidang ini sangat penting karena kami berambisi untuk meningkatkan ekspansi menembus pasar pinjaman,” ujar CEO iPrice Paul Brown-Kenyon.

Terkait kemitraan baru dengan Payku, iPrice akan melakukan observasi jika pengguna membeli produk dengan harga termurah dan masih membayar tarif pinjaman yang tinggi. Sederhananya, pengguna bisa dikatakan belum mendapatkan penawaran terbaik. Maka dari itu, dengan adanya kerja sama ini, iPrice dan Itochu akan membantu meningkatnya pilihan pinjaman digital untuk konsumen di Asia Tenggara.

Fokus dan pertumbuhan bisnis

Laporan Facebook dan Bain &Company menyebutkan bahwa pada tahun 2021, jumlah platform yang digunakan oleh konsumen digital SEA terus meningkat menjadi rata-rata 7,9 situs web per pengguna, hampir 52% lebih banyak dari tahun 2020. Tren ini menunjukkan peningkatan kebutuhan akan katalog produk yang lebih dikurasi. Tujuannya adalah untuk membantu pengguna dan konsumen menghemat harga di antara banyaknya marketplace yang tersedia.

Dengan misi meningkatkan transparansi, kenyamanan, dan kepercayaan kepada pasar e-commerce di seluruh Asia Tenggara untuk membantu pembeli menghemat harga, iPrice juga meluncurkan layanan Price Watch pada pertengahan tahun 2021 lalu. Fitur ini memungkinkan pengguna di Indonesia untuk menerima notifikasi penurunan harga produk yang mereka inginkan langsung di aplikasi iPrice. Layanan ini akan terus diluncurkan di Singapura, Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Thailand sepanjang 2022.

Dalam wawancara bersama tim DailySocial.id di tahun 2021 lalu, Paul juga mengungkapkan visi jangka panjang mereka untuk menjadi pendamping e-commerce untuk kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan rencana mereka saat itu, iPrice memiliki harapan untuk mencapai profitabilitas dalam waktu 2-3 tahun ke depan.

“Kami telah meraih profit di tahun 2018 dan akan kembali meraup profit di kemudian hari. Namun, pada saat ini, kami akan fokus melanjutkan investasi besar, seperti membantu pengguna mendapatkan pinjaman terbaik, untuk memperkuat proposisi nilai kami kepada pengguna kami dan menangkap peluang yang ditawarkan oleh ekonomi digital SEA.” jawab representatif iPrice ketika disinggung terkait profitabilitas.

Hingga saat ini, iPrice telah melayani lebih dari 125 juta pengguna unik di seluruh wilayah Asia Tenggara melalui platformnya. Perusahaan telah membandingkan dan membuat katalog yang dikurasi dari 7+ miliar penawaran e-commerce yang berasal dari lebih dari 8 juta penjual. iPrice sendiri telah bermitra dengan beberapa institusi terpercaya. Selain Payku, mitra pinjaman iPrice lainnya termasuk Home Credit (Indonesia), Julo (Indonesia), Cashalo (Filipina), Smartpay (Vietnam), dan ZIP (Singapura, diluncurkan pada H1 2022).

Application Information Will Show Up Here

Aldmic Hadirkan Platform Voucher Digital, Hasil Konsolidasi dengan COOP Marketing

PT Aldmic Technology Indonesia mengumumkan pendanaan seri A dengan nilai yang tidak disebutkan dari COOP Marketing, pemain sejenis asal Korea Selatan. Dana segar ini akan digunakan untuk memperlebar cakupan model bisnisnya, dengan menjajaki segmen B2C lewat platform Pay’s Gift.

Pendanaan ini sekaligus membawa Coop Marketing menjadi shareholder utama di perusahaan. Menurut pemberitaan Korea IT Times, Coop Marketing sebenarnya sudah mulai menggelontorkan investasinya sejak Maret 2021 lalu. Langkah ini turut menjadi strategi COOP untuk memulai kehadirannya di Indonesia. Kini Aldmic juga menjadi Aldmic COOPN Digital, membaurkan kemampuan yang dimiliki kedua perusahaan untuk memberikan layanan lebih kepada pelanggan di Indonesia.

Aldmic sebelumnya dikenal sebagai pengembang platform agregator loyalty dan merchant. Perusahaan ini didirikan pada 2015 oleh Aldwin Wijaya, Rini Cen, dan Willy Thomas. Sebelumnya fokus mereka membantu brand untuk meningkatkan loyalitas para pelanggannya, salah satu inovasi yang sudah ditelurkan adalah Samsung Gifts Indonesia. Kini Aldmic berupaya untuk menambah fokus bisnis dengan menumbuhkan budaya pemberian hadiah peer-to-peer di Indonesia.

“Sebagai platform mobile gifting pertama di Indonesia, Pay’s Gift bertujuan untuk merevolusi kebiasaan pemberian hadiah di Indonesia dengan cara yang fleksibel, praktis, dan berkelanjutan. Kami ingin menjadikan hadiah digital sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, terutama untuk mengekspresikan apresiasi dan terima kasih satu sama lain. Pembelian voucher di platform Pay’s Gift bisa dilakukan secara instan, dengan lebih dari 70 pilihan brand dari berbagai kategori,” ungkap Co-Founder & CEO Aldmic COOPN Digital Willy Thomas.

Potensi pasar yang besar

Turut disampaikan bahwa langkah Aldmic untuk memasuki lini B2C didasarkan pada tren pasar yang positif. Menurut survei Global Gift Card tahun 2021, pasar pemberian gift card di Indonesia akan tumbuh pesat dari $1.365,7 juta pada tahun 2020 menjadi $2.302,6 juta pada tahun 2025.

Tak hanya itu, karena masyarakat Indonesia kian terbiasa bertransaksi online, permintaan untuk voucher digital pun ikut meningkat. Dibandingkan dengan kategori produk lain yang cenderung mengalami penurunan selama pandemi, pembelian pulsa dan voucher digital di kanal e-commerce justru naik sebesar 4% dari tahun 2019-2020.

Selain tren positif tersebut, Pay’s Gift juga meyakini bahwa Indonesia memiliki potensi penduduk dan kultur yang sejalan dengan fokus perusahaan. Masyarakat memiliki kebiasaan untuk saling memberikan hadiah, terutama pada momen-momen spesial seperti Tahun Baru, Lebaran, Natal, ulang tahun, dan Imlek. Untuk memasuki kultur tersebut, Pay’s Gift berupaya menciptakan tren baru untuk bisa saling mengirimkan hadiah kepada orang yang dikasihi tanpa perlu bertatap muka langsung.

“Ke depannya, kami berupaya untuk terus mengembangkan jangkauan dan spesialisasi Pay’s Gift dengan menambah jumlah mitra merchant dalam platform. Tidak hanya dari segi jumlah, kami juga ingin bekerja sama dengan lebih banyak brand lokal di setiap kota. Kami juga menjajaki kemungkinan untuk membuka layanan internasional, sehingga pengguna bisa mengirimkan hadiah digital untuk teman/keluarga yang berada di negara lain,” imbuh Willy.