PasarPolis dan Fokusnya pada Pertumbuhan dan Inovasi Produk

Setelah tahun 2018 lalu layanan insurtech PasarPolis menerima dana segar seri A dari Go-Jek, Tokopedia, dan Traveloka dengan nilai yang tidak disebutkan, kabarnya perusahaan tengah dalam penjajakan dengan International Finance Corporation (IFC) untuk pendanaan berikutnya. Disinggung kebenaran kabar tersebut, Cleosent Randing selaku founder memberikan klarifikasinya kepada DailySocial.

“Kami tidak berkomentar untuk spekulasi. Kami terus menerima tawaran dari investor investor terbaik dari dalam maupun luar negeri. Kami selalu terbuka kepada mereka yang memiliki satu visi untuk mendemokratisasi asuransi untuk semua lewat teknologi,” kata Cleosent.

Hadir tahun 2015 lalu, kini PasarPolis mengklaim terus mengalami peningkatan dengan double digit growth setiap bulannya. Perusahaan juga telah mengembangkan banyak terobosan baru seperti kerja sama dengan Gojek dalam mengembangkan asuransi di Gojek melalui Go-Sure, dan mengembangkan produk baru seperti proteksi layar retak dengan menggunakan teknologi QR code yang telah di patenkan. Sebelumnya mereka juga telah melancarkan ekspansi ke Thailand dan Vietnam.

“Di tengah pandemi Covid-19 kami juga meluncurkan banyak produk yang melindungi masyarakat luas,” kata Cleosent.

Penyebaran Covid-19 saat ini diklaim tidak terlalu berpengaruh kepada bisnis dari PasarPolis. Meskipun beberapa partner di bidang transportasi mengalami penurunan dari sisi traffic. Konon hal tersebut bisa teratasi oleh PasarPolis dengan adanya diversifikasi produk ke kesehatan. Misalnya yang justru bertumbuh sangat pesat di saat ini dan juga dengan banyaknya partner dari beberapa segmen industri di luar transportasi.

“Sampai saat ini kami telah bekerja sama dengan lebih dari 30 partners, hampir semuanya adalah leader di industri masing-masing, seperti Gojek di ride hailing, Tokopedia di layanan e-commerce. Pada tahun 2019 PasarPolis setiap bulannya melindungi dan mengeluarkan lebih dari 50 juta polis asuransi,” kata Cleosent.

Rencana PasarPolis usai pandemi

Cleosent Randing saat peluncuran Go-Sure
Cleosent Randing saat peluncuran Go-Sure

Meskipun pandemi Covid-19 masih terus berlangsung, diprediksi saat ini dan ke depannya akan terbentuk kebiasaan baru di kalangan masyarakat yang lebih banyak memilih dan membeli produk asuransi secara online.

Dengan adanya platform insurtech seperti PasarPolis yang secara aktif terus meningkatkan literasi akan pentingnya asuransi, harapannya bisa meningkatkan kesadaran masyarakat ke depannya akan pentingnya asuransi yang dapat diperoleh dengan sangat mudah dan juga terjangkau. Memanfaatkan platform seperti PasarPolis yang memberikan akses dan kemudahan dalam memberi asuransi jauh lebih mudah lewat digital.

“Kami melihat setelah pandemi Covid-19 usai akan terbentuk kebiasaan baru ‘new normal’ di mana pembelian asuransi lewat digital terus meningkat. Karena biaya distribusi yang lebih rendah sehingga konsumen bisa mendapatkan value yang lebih dan juga Pandemi ini tentunya memberikan suatu pembelajaran bagi kita semua betapa pentingnya menjaga kesehatan,” kata Cleosent.

Application Information Will Show Up Here

Fore Coffee’s Expansion Plan After Raising 147 Billion Rupiah Funding

After raising a US$9.5 million or around 147 billion Rupiah funding, Fore Coffee looks for more opportunity to expand and added more outlets as currently reach 100 units in total. They’ve also expanded business to Bandung, Surabaya, and Medan. Since 2018, Fore Coffee app is claimed to have positive results in sales with increasing team numbers.

The Co-founder, Elisa Suteja told DailySocial that Fore Coffee has achieved business growth after closing the series A funding in April 2019 with an additional US$1 million for the previous US$8.5 million. It was led by East Ventures. Participated also in this round, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, and some angel investors.

“In addition to the expansion, we’ll also increase collaboration with some local brands,” Suteja said.

Previously, Fore Coffee has strategic partnership with Airy, a partnership-based Accommodation Network Operator (ANO) company in Indonesia. The synergy has marked a strong commitment from both companies towards the 1000 locations movement.

This year, Fore has set some targets. One is to ensure the best service for customers, although they found a change in customers’ behavior.

“Customer behavior will develop along with market developments. I think 2019 is an interesting year for Indonesian customers, with many encouragement to use a number of different digital wallets, influencing how comfortable they feel to transact through their cellphones. We see fewer people using cash nowadays,” she added.

In Indonesia, Fore has several competitors. One of them is the startup backed by Alpha JWC Ventures named Kopi Kenangan. They have just closed around US$ 20 million series A funding in December 2019.

In terms of product, it has countless rivals due to the rising popularity if coffeeshop business, especially targeting the productive age group. Another example of a similar business is Janji Jiwa.

Business challenge during pandemic

herbal drinks
Introlducing herbal drinks in time of pandemic

Amid the Covid-19 outbreak, it’s another challenge for Fore Coffee to stay in the game. However, with the existing potential, the company seeks to see and learn from the current conditions, to run ‘business as usual’. The company also seeks to learn from the current crisis to make a better company. Customers can have Fore Coffee as per usual with the delivery service through the Fore, GoFood or GrabFood applications.

Fore has launched a strategic step by introducing a series of Traditional Herbal products to meet the urban demands for local flavored herbal beverages. The two newest menus, Wedang Uwuh and Temulawak Rumbu are available at Fore Coffe outlets and online delivery.

“Through online sales and delivery, Fore’s target is to bring traditional Indonesian native drinks closer to the Indonesian people and easily accessible, therefore, customers can have a taste of it any time, especially during this period. With a simple application, customers can also send drink gifts to family and relatives,” Suteja said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Modalku’s Parent Company to Proceed with Series C Funding Worth Over 625 Billion Rupiah

Modalku’s parent company, Funding Societies, is said to raise series C funding worth of $40 million (over 625 billion Rupiah). It was first published by TechInAsia.

Further details are yet to announce since the process is still ongoing. Modalku’s Co-Founder & CEO, Reynold Wijaya, confirmed the news to DailySocial. “Close soon” he said.

In general, he said the fresh money will be distributed to support all aspects of the company’s strategies, including to empower Indonesia’s SMEs. “We’ll keep monitoring the global economic situation in order for this funding can be optimized.”

The current wave of the Covid-19 pandemic forced Modalku to make various internal and external anticipatory measures. From the external side, the company prepared consideration steps to restructure credit according to the regulator’s recommendations. Reynold claimed his team is currently in discussion with the affected borrowers.

In terms of business, the company has now supported health facilities registered as BPJS Health partners to get early payment from Modalku for the BPJS Health bill until payment is completed. They also provide loan facilities to support the health sector, both suppliers of medical devices and health facilities that require medical devices.

Internally, the company also conducts streamline operations to improve efficiency to simplify the operational process. As Reynold said, in these conditions, it is important for companies to stabilize the company’s pace and continue to grow in a healthy manner. Therefore, he avoids calling the initiative as layoff.

“It is not actually a layoff. In Indonesia, we held streamline operations to be more efficient. Macroeconomic condition due to this pandemic has affected SMEs who happened to be Modalku’s borrowers, hence affected our business operation,” he concluded.

Funding Societies announced Series B funding in 2018 of $25 million. It was led by Softbank Ventures Korea, with participation of  Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Golden Gate Ventures, Qualgro, and Line Ventures.

Last year, the company received debt funding with an undisclosed value from Triodos Microfinance Fund and Triodos Fair Share Fund. The company also invested in Paper.id in the Series A stage, along with Golden Gate Ventures.

Modalku’s parent company operates in three countries, Singapore, Malaysia, and Indonesia. Cumulatively, the company has disbursed loans up to Rp14.07 trillion in April 2020. In Indonesia alone, Modalku has channeled Rp3.09 trillion as of March 2020. The total borrowers reached 33,700, consisting of 10,783 institutions and 22,917 individuals.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Induk Modalku Proses Pendanaan Seri C Lebih dari 625 Miliar Rupiah

Induk Modalku, Funding Societies, dikabarkan sedang menggalang pendanaan seri C senilai $40 juta (lebih dari 625 miliar Rupiah). Kabar ini pertama kali diwartakan oleh TechInAsia.

Detail pendanaan belum bisa disebutkan secara rinci karena proses masih berlangsung. Co-Founder & CEO Modalku Reynold Wijaya mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut kepada DailySocial. “Close soon,” ujarnya.

Secara umum, dia mengatakan dana segar ini akan digunakan untuk mendukung strategi perusahaan dalam berbagai aspek, termasuk mendukung perkembangan usaha kecil dan mikro di Indonesia. “Kami akan terus memantau kondisi ekonomi secara global agar pendanaan ini bisa dimanfaatkan secara maksimal.”

Gelombang pandemi Covid-19 yang terjadi memaksa Modalku membuat berbagai langkah antisipasi internal dan eksternal. Dari sisi eksternal, perusahaan mempersiapkan sejumlah langkah untuk merestrukturisasi kredit sesuai anjuran regulator. Reynold mengaku pihaknya sedang berdiskusi dengan peminjam yang mengajukan permohonan tersebut.

Di samping itu, dari segi bisnis perusahaan kini mendukung fasilitas kesehatan (faskes) yang merupakan mitra BPJS Kesehatan untuk mendapatkan pembayaran lebih awal dari Modalku atas tagihannya ke BPJS Kesehatan sampai adanya penyelesaian pembayaran. Mereka juga menyediakan fasilitas pinjaman untuk mendukung sektor kesehatan, baik penyuplai alat kesehatan dan faskes yang membutuhkan alat kesehatan.

Dari sisi internal, perusahaan juga melakukan streamline operations untuk meningkatkan efisiensi agar proses operasional lebih sederhana. Menurut Reynold, pada kondisi seperti ini, penting bagi perusahaan untuk menstabilkan laju perusahaan dan tetap tumbuh secara sehat. Maka dari itu, ia enggan menyebutnya ini sebagai layoff.

“Sebenarnya bukan layoff. Di Indonesia, kita streamline operations agar lebih efisien. Kondisi ekonomi makro dengan pandemi ini berdampak pada bisnis UMKM yang menjadi peminjam di Modalku, tentunya berdampak terhadap jalannya bisnis kami,” pungkasnya.

Funding Societies mengumumkan pendanaan Seri B pada 2018 sebesar $25 juta. Pendanaan tersebut dipimpin oleh Softbank Ventures Korea, diikuti oleh Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Golden Gate Ventures, Qualgro, dan Line Ventures.

Tahun lalu, perusahaan mendapat pendanaan debt dengan nilai dirahasiakan dari Triodos Microfinance Fund dan Triodos Fair Share Fund. Perusahaan juga berinvestasi untuk Paper.id pada tahap Seri A, bersama Golden Gate Ventures.

Induk Modalku beroperasi di tiga negara, Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Secara kumulatif, perusahaan telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp14,07 triliun pada April 2020. Di Indonesia saja, Modalku telah menyalurkan Rp3,09 triliun per Maret 2020. Total peminjamnya mencapai 33.700, terdiri dari 10.783 institusi dan 22.917 individu.

Application Information Will Show Up Here

Berhasil Kumpulkan Dana 147 Miliar Rupiah, Fore Coffee Genjot Ekspansi

Setelah mengumpulkan pendanaan sekitar US$9,5 juta atau setara 147 miliar Rupiah, Fore Coffee masih terus genjot ekspansi pasar, untuk terus menambah jumlah outlet yang saat ini sudah sekitar 100 unit. Mereka juga telah memperluas layanan ke Bandung, Surabaya, dan Medan. Sejak dirilis tahun 2018 lalu, aplikasi Fore Coffee diklaim mengalami pertumbuhan penjualan positif dan telah memiliki jumlah tim yang terus bertambah.

Kepada DailySocial Co-founder Elisa Suteja mengungkapkan, pertumbuhan bisnis banyak terjadi setelah Fore Coffee menutup pendanaan seri A bulan April 2019 lalu, dengan tambahan US$1 juta melengkapi perolehan di putaran sebelumnya US$8,5 juta. Pendanaan tersebut dipimpin oleh East Ventures. Turut bergabung SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, dan beberapa angel investor turut terlibat dalam putaran pendanaan tersebut.

“Selain melakukan ekspansi, kami juga makin giat menjalin kemitraan dengan beberapa brand lokal,” kata Elisa.

Sebelumnya Fore Coffe juga telah menjalin kemitraan strategis dengan Airy, perusahaan Accommodation Network Operator (ANO) di Indonesia yang berbasis kemitraan. Sinergi menandakan komitmen kedua perusahaan dalam gerakan ekspansi di 1000 titik lokasi.

Tahun ini ada beberapa target yang ingin dicapai oleh Fore. Salah satunya memastikan untuk bisa memberikan layanan terbaik kepada pelanggan, meskipun adanya perubahan kebiasaan dari target pelanggan.

“Perilaku pelanggan akan berkembang seiring dengan perkembangan pasar. Saya pikir tahun 2019 adalah tahun yang menarik bagi pelanggan Indonesia, dengan banyaknya dorongan untuk menggunakan sejumlah dompet digital yang berbeda, memengaruhi bagaimana mereka merasa nyaman bertransaksi melalui ponsel mereka. Kami melihat semakin sedikit orang menggunakan uang tunai saat ini,” kata Elisa.

Di Indonesia, Fore memiliki beberapa pesaing. Salah satunya startup yang mendapat dukungan awal dari Alpha JWC Ventures, yakni Kopi Kenangan. Mereka baru saja menutup pendanaan seri A pada Desember 2019 lalu berkisar US$20 juta.

Dari sisi produk, rivalnya lebih banyak lagi, karena bisnis minuman kopi memang tengah naik daun, khususnya menargetkan kalangan usia produktif. Salah satu pemain yang turut mendapatkan peruntungan adalah Janji Jiwa.

Tantangan jalankan bisnis saat pandemik

Luncurkan produk jamu saat pandemik
Luncurkan produk jamu saat pandemik

Di tengah persebaran Covid-19 ini, menjadi tantangan tersendiri bagi Fore Coffee untuk tetap bisa menjalankan bisnis. Namun melihat potensi yang ada, perusahaan berupaya untuk melihat dan belajar dari kondisi saat ini agar ‘business as usual’ tetap bisa berjalan. Perusahaan juga berupaya untuk memastikan bisa belajar dari krisis saat ini untuk menjadikan perusahaan yang lebih baik. Fore Coffee tetap dapat dinikmati langsung dengan layanan delivery melalui aplikasi Fore, GoFood, atau GrabFood.

Salah satu langkah strategis yang dilakukan Fore Coffee adalah meluncurkan seri produk Jamu Tradisional untuk memenuhi kebutuhan konsumen urban atas produk minuman herbal bercita rasa lokal. Dua menu terbaru tersebut, yaitu Wedang Uwuh dan Temulawak Rempah tersedia di store Fore Coffe dan dipesan secara online.

“Melalui penjualan online dan delivery, target Fore ingin membawa minuman tradisional asli Indonesia lebih dekat dengan masyarakat Indonesia dan mudah dijangkau sehingga dapat dinikmati oleh siapa saja dan kapan saja, terutama di waktu seperti ini. Dengan pengaturan aplikasi yang mudah, customer juga dapat mengirimkan minuman ini kepada keluarga dan kerabatnya” ujar Elisa.

Application Information Will Show Up Here

Seekmi Lanjutkan Rencana Ekspansi, Luncurkan Layanan Disinfeksi

Didirikan pada tahun 2015, saat ini Seekmi telah memiliki sekitar 20 ribu lebih tenaga kerja yang terdiri dari tukang, jasa kebersihan, dan teknisi yang terlatih dan bersertifikat. Beberapa jasa yang dihadirkan di antaranya pemasangan AC, pipa ledeng, alat rumah tangga, kebersihan, dan layanan penatu.

Memasuki tahun 2020, Seekmi mengklaim telah mengalami pertumbuhan yang positif dan masih konsisten menyediakan layanan jasa dan tukang untuk masyarakat di Indonesia. Kepada DailySocial CEO Seekmi Clarissa Leung mengungkapkan, saat ini perusahaannya telah meluncurkan layanan tambahan seperti jasa tukang perakitan dan perbaikan furnitur, juga layanan disinfeksi.

“Kami juga telah memperluas layanan ke 8 kota lain di Indonesia dalam waktu 12 bulan terakhir, dan telah sangat meningkatkan algoritma pencocokan untuk memastikan bahwa teknisi terbaik dan terdekat yang akan mendapatkan pesanan. Secara keseluruhan kami telah mencapai tingkat kualitas dan kecepatan layanan,” kata Clarissa.

Disinggung layanan apa yang makin diminati oleh pelanggan, Clarissa menyebutkan instalasi dan jasa pembersihan saat ini makin meningkat permintaannya. Jumlah tersebut bahkan mulai mengalahkan layanan yang paling banyak dipilih oleh pelanggan Seekmi yaitu jasa pemasangan AC.

“Seiring terus tumbuhnya bisnis kami, layanan instalasi dan pembersihan menjadi semakin populer dan sekarang mulai menyaingi layanan pemasangan AC yang sebelumnya paling diminati,” kata Clarissa.

Tahun 2020 ini ada beberapa target yang ingin dicapai perusahaan, di antaranya adalah melakukan ekspansi ke beberapa kota di pulau Jawa dan memberikan kualitas layanan terbaik untuk kalangan individu dan bisnis di Indonesia.

Meskipun pertumbuhan terhambat dengan penyebaran Covid-19, tidak menjadikan rencana ekspansi tersebut ditunda, dan Seekmi masih berharap target tersebut bisa dicapai. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, Seekmi juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana.

Luncurkan layanan jasa disinfeksi

Salah satu yang baru saja diluncurkan adalah layanan penyemprotan disinfeksi. Layanan ini sengaja diluncurkan menanggapi makin masifnya penyebaran Covid-19 di Indonesia. Meskipun masih tersedia terbatas di Jabodetabek saja, namun bagi pengguna yang ingin melakukan penyemprotan disinfeksi, bisa mengakses aplikasi Seekmi.

Menggunakan bahan kimia cair bermutu tinggi dan dukungan teknisi profesional, Seekmi melayani jasa penyemprotan rumah, kantor, dan gedung bangunan. Bahan kimia yang digunakan oleh Seekmi untuk layanan desinfeksi, diklaim tidak meninggalkan bau sisa dan aman untuk manusia, hewan, dan tanaman dan bisa efektif mematikan virus hingga 99%. Untuk harga yang ditawarkan oleh Seekmi untuk layanan ini sekitar Rp.6.800 per meter persegi.

“Wabah pandemi saat ini merupakan tantangan yang berkelanjutan untuk seluruh perekonomian termasuk Seekmi. Kami telah membuat keputusan strategis untuk memfokuskan upaya kami dalam membantu pemulihan rumah tangga yang terkena dampak, bisnis dan vendor melalui layanan kami,” kata Clarissa.

Bersama dengan Habitat for Humanity, yang merupakan organisasi nirlaba, Seekmi mengumpulkan dana untuk memasok kebutuhan dokter dan perawat di rumah tinggal sementara. Selain itu Seekmi yang ditangani langsung oleh para profesional, juga melakukan penyemprotan disinfeksi di rumah tinggal tersebut untuk memastikan bersih dari Covid-19.

“Melalui proyek kami dengan Habitat for Humanity dan inisiatif lainnya, kami sangat percaya bahwa setiap orang harus bersatu agar Indonesia dapat pulih dari krisis kemanusiaan dan ekonomi,” kata Clarissa.

Application Information Will Show Up Here

Etanee Putuskan untuk Mempercepat Rencana Ekspansi

Etanee salah satu startup yang melayani pengantaran bahan/produk pertanian memasuki fase selanjutnya dalam posisinya sebagai sebuah bisnis. Tumbuh dan berkembang adalah kewajiban sebagai startup, dan kini mereka siap untuk mempercepat laju pertumbuhan bisnisnya.

Pihak Etanee menjelaskan bahwa ada beberapa perubahan penting dalam oraganisasinya. Di fase awal, Etanee hanya mengakomodir supply chain management untuk produk daging beku, kini mereka melayani pembelian grosisran dan eceran dengan kategori yang lebih lengkap. Meliputi buah, sayur, daging, bumbu masak, dan sembako kering.

Mereka juga mengklaim tengah membangun ekosistem demand dalam bentuk agen atau dropshipper berbasis komunitas untuk produk segar eceran. Cara ini diambil dengan harapan bisa memberikan dampak sosial karena dengan model ini sharing ekonomi semakin masif.

As of now, number of registered users kami lebih dari 10 ribu, dengan lebih dari 2 ribu pengguna aktif bulanan dan sudah hadir di Jabodetabek dan Bandung,” terang Co-Founder & COO Etanee Herry Nugraha.

Mempercepat ekspansi dan rencana fundraising

Etanee merupakan salah satu startup yang mengalami lonjakan permintaan di tengah pandemi Covid-19 ini. Dengan komitmen untuk bisa menjangkau lebih banyak pengguna, Etane memutuskan untuk melakukan perluasan jangkauan wilayah, mencakup daerah Bogor, Depok, Cibubur, Jakarta Selatan, dan kota Bandung. Rencananya hingga sampai dengan akhir April, Etanee sudah menjangkau seluruh DKI Jakarta dan Tangerang Selatan.

“Efek langsung yang dirasakan Etanee ketika terjadi pandemi Covid-19 adalah kenaikan demand yang sangat tinggi dan menghasilkan growth organik 3x month on month. Karena itu kami justru melakukan ekspansi yang lebih cepat di masa isolasi ini dalam rangka mendukung pemerintah dan membantu masyarakat untuk memberikan ketersediaan pangan melalui mekanisme order online dan home delivery,” sambung Herry.

Di Indonesia salah satu industri yang kemungkinan bakal berubah setelah pandemi ini adalah layanan pembelian produk atau bahan makanan dari petani. Distribusi langsung ke pengguna dan menjangkau petani di daerah-daerah sedikit banyak mulai membuat industri ini semakin matang di tengah meningkatnya permintaan seperti sekarang ini.

Pemain-pemain lain di sektor ini seperti TaniHub, Freshbox, Sayurbox, KedaiSayur, dan lainnya tampaknya telah menyusun ulang strategi untuk bisa memenuhi lonjakan permintaan. Seperti TaniHub misalnya, yang awal bulan ini mendapat pendanaan senilai 285 miliar yang rencananya akan digunakan untuk ekspansi dan membangun sistem otomatisasi.

Etanee, yang sudah tiga tahun berjalan, mulai awal 2020 ini mereka merencanakan untuk fundraising dan berharap untuk bisa menjalin kerja sama strategis dengan venture capital yang sudah memiliki portofolio di industri pangan dan distribusi.

“Fokus Etanee dalam 1-2 tahun ke depan adalah mempercepat ekspansi layanan platform ke 300 kota di seluruh Pulau Jawa, karena permintaan dari mitra distribusi dan logistik sudah banyak dan antre untuk segera digarap. Namun hal ini terkait erat dengan support funding yang saat ini sedang kami targetkan untuk dipenuhi,” tutup Herry.

Application Information Will Show Up Here

Portal Pencarian Kerja Heikaku Fokus Layani UKM

Di Indonesia sudah banyak pilihan portal pencarian pekerjaan. Heikaku kemudian hadir secara spesifik menargetkan pasar UKM. Memberikan pilihan bagi para UKM yang ingin mengiklankan lowongan pekerjaan, di sisi lain, bagi masyarakat bisa lebih mudah mencari lowongan pekerjaan.

“Seperti kita ketahui beberapa job portal hanya menerima perusahaan yang bersertifikat untuk job post, sedangkan UKM kecil tidak diperbolehkan, dan kalau pun boleh biaya iklannya sangat mahal. Padahal nyatanya lebih dari 90% penyerapan pekerjaan dari UKM. Heikaku ingin menjadi pusat iklan lapangan pekerjaan untuk Indonesia terutama lowongan kerja dari UKM,” terang CMO Heikaku Satrya Sjukri.

Mulai beroperasi sejak Juli 2019, Heikaku sudah diminati 2 ribu UKM dengan lebih dari 8 ribu iklan lowongan kerja di dalamnya. Sementara untuk peminatnya ada di angka 69 ribu pelamar.

“Loker yang paling banyak di buka adalah untuk tingkat SMA/SMK seperti admin, sales, drafter, telemarketing, marketing, SPG dan lainnya. Sekitar 87% pelamar di Heikaku adalah lulusan SMA/SMK. Dengan 50:50 untuk pria dan wanita. Namun kami melihat banyak peningkatan drastis di bidang IT,” sambung Satrya.

Heikaku yang juga digawangi oleh Steven Chu (CEO), Detin Melati (CCO), Komala Surya (CTO) ini pernah mendapat suntikan dana dari angle investor yang enggan disebutkan detailnya. Kendati demikian, saat ini mereka masih membuka diri untuk investasi lanjutan untuk membuat mereka berkembang lebih cepat.

Sekarang platform lowongan pekerjaan hadir dengan berbagai macam bentuk. Sebut saja Ekrut, Nusatalent, Job2Go, Workmate, Kormo, Glints, Kalibrr, Job Street, dan semacamnya. Semuanya hadir dengan keunikannya masing-masing, baik dari segi teknologi maupun fitur. Heikaku sendiri cukup optimis dengan keunikan yang mereka pilih.

UKM dan AI

Cerita mengenai implementasi AI di Indonesia sudah banyak terdengar. Banyak bisnis yang “memerkan” teknologi yang mereka miliki ditenagai oleh AI sehingga bisa membuat lebih efisien dan efektif. Heikaku pun demikian, mereka tengah mengembangkan smart scoring yang memanfaatkan teknologi artificial intellegence sehingga bisa menghitung tingkat kesesuaian pelamar dengan lowongan yang ingin dilamar.

“Ini membantu mempercepat proses perekrutan. Kami mengerti keinginan para milenial dalam mencari kerja, mereka dapat mencari fasilitas atau benefit kantor dengan fasilitas-fasilitas seperti kolam renang, dapur, penitipan anak atau dapat bekerja dari rumah. Ini membuat keunikan sendiri dari Heikaku,” ujar Satrya bercerita.

Untuk menjaga kualitas dan keaslian lowongan yang mereka pasang, Heikaku secara khusus menyediakan tim screening yang akan menghubungi, memverifikasi, dan memastikan lowongan yang muncul sesuai dan bertanggung jawab. Heikaku juga menyediakan fitur proteksi untuk kandidat melalui tombol pelaporan.

Sementara itu untuk model bisnis, Heikaku menerapkan model berlangganan. Jadi setiap UKM yang ingin memasang iklan lowongan pekerjaan mereka dikenakan biaya langganan per bulan atau per tahun. Pihak Heikaku juga tengah merencanakan untuk menghadirkan mekanisme cicilan untuk lebih memudahkan UKM dalam menjangkau layanan mereka. Targetnya, di tahun 2020 mereka ingin memiliki 30 ribu UKM terdaftar di situs mereka.

“Mengingat bencana yang sekarang kami rasakan Bersama dari COVID-19, UKM sangat terpukul dan banyak PHK terjadi. Heikaku ingin membantu dan menginformasikan kepada UKM agar tetap tenang karena mereka dapat melanjutkan bisnisnya dengan mencari karyawan di Heikaku. Heikaku dibuat untuk UKM, mereka dapat membuka lowongan kerja dengan gratis. Sehingga dapat membantu para korban PHK dan pencari kerja agar cepat dapat mendapatkan kerja dan melanjutkan kehidupannya lagi,” tutup Satrya.

Application Information Will Show Up Here

Di Kuartal Pertama 2020, Pendanaan Startup Indonesia Relatif Berjalan Normal

Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak signifikan di berbagai sektor, tak terkecuali lanskap investasi. Menurut catatan Startup Genome, sejak permulaan krisis dalam dua bulan pertama tahun 2020, 57% dari total kesepakatan investasi pemodal ventura di Tiongkok telah terguncang. Kondisi tersebut turut diproyeksikan berdampak pada hilangnya potensi pendanaan startup senilai $28 miliar secara global.

Faktanya persebaran virus masih berlanjut. Banyak negara yang dibuat kalang-kabut dalam penanganannya, termasuk di Amerika Serikat dan Indonesia. Finch Capital, dalam laporan terbarunya, memprediksi krisis ini masih akan terus mengganggu ekosistem hingga Q3 2020 nanti, bahkan pemulihannya bisa membutuhkan waktu 12-18 bulan. Kondisi “normal baru” juga akan muncul, saat orang mulai terbiasa dengan layanan yang sepenuhnya digital.

Pendanaan startup Indonesia Q1 2020

Bedasarkan catatan DSResearch, pada periode Januari-Maret 2020 terdapat 20 transaksi pendanaan yang diumumkan startup Indonesia ke publik. Angka ini sebenarnya relatif normal jika dibandingkan dengan pendanaan periode yang sama tahun lalu. Menurut laporan Startup Report 2019 yang disusun DSResearch dengan dukungan Bank Mandiri dan Vidio, di periode yang sama tahun lalu (Q1 2019) ada 27 transaksi pendanaan yang diumumkan ke publik.

Startup Pendanaan
YukStay Seed Funding
Chilibeli Series A
Nusantics Seed Funding
Pahamify Seed Funding
Gojek Series F
Digiasia Bios Series B
Giladiskon Seed Funding
Datasaur Seed Funding
Visinema Series A
Greenly Seed Funding
Printerous Series A
Hukumonline Series A
Vutura Seed Funding
Arkademi Seed Funding
Gredu Pre-Series A
Zulu Seed Funding
Moladin Pre-Series A
Waresix Series A
Hacktiv8 Pre-Series A
Svara Seed Funding

Dirinci lebih dalam, pendanaan yang dikuncurkan investor kebanyakan di tahap awal, berkisar antara seed dan series A. Artinya inovasi yang dilahirkan startup baru masih memukau para investor di tengah kondisi pasar yang bergejolak.

Di tengah daftar juga ada pendanan Seri F yang kembali didapat Gojek mencapai 21 triliun Rupiah – kembali mengindikasikan kepercayaan investor untuk startup besar.

Untuk kondisi di Asia secara umum, merujuk pada daftar pendanaan yang diumumkan ke publik, CB Insight mencatat sepanjang Q1 2020 private market funding di Asia berpotensi membukukan $20 miliar. Nilainya turun 35% dibandingkan Q4 2019 yang mencapai $31 miliar.

Baru permulaan?

Analisis lain mengatakan, dampak yang sebenarnya dari pandemi mungkin baru akan terasa di Q2 2020. Perolehan di Q1 biasanya merupakan hasil kesepakatan yang sudah dilakukan sejak tahun 2019. Seperti diketahui, rata-rata startup membutuhkan waktu 6-12 bulan untuk melahirkan kesepakatan dengan pemodal ventura.

Terkait dengan ini, CB Insight melaporkan data temuannya. Menurut proyeksinya, sepanjang kuartal pertama 2020 kesepakatan pendanaan tahap awal yang paling terganggu.

Secara global penurunannya, secara jumlah transaksi, ditaksir mencapai 8% dibanding kuartal sebelumnya. Di Asia kondisinya lebih ekstrem, karena penurunannya mencapai 24%, berdasarkan jumlah transaksi, dibanding kuartal sebelumnya.

Dengan data yang ada, bisa dibilang tren investasi Q1 2020 di Indonesia belum terdampak terlalu serius. Secara regional, Sequoia Capital India menyatakan sudah berinvestasi tahap awal ke tiga startup, sementara pemodal ventura Rocket Internet yang berbasis Singapura, Global Founders Capital, telah berinvestasi tahap awal ke dua startup.

VC menyesuaikan

Menanggapi kondisi ini, Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyampaikan bahwa perusahaannya tetap akan melakukan investasi ke startup seperti waktu-waktu sebelumnya. Menurutnya, perlambatan dalam kesepakatan mungkin saja terjadi –tanpa pembatalan—karena beberapa startup mulai menggeser fokus bisnisnya menyesuaikan pangsa pasar.

“Kalau hujan berinvestasi untuk payung, kalau panas untuk topi,” begitu ujar Willson menganalogikan, seperti dikutip Bisnis.com.

Selama kuartal pertama, mereka telah berinvestasi setidaknya ke empat startup Indonesia, yakni Hacktiv8, Moladin, Greenly, dan Nusantics. Yang terakhir, East Ventures dan sejumlah portofolionya membantu Nusantics melakukan penggalangan dana untuk membuat tes PCR mandiri dengan meluncurkan inisiatif “Indonesia Pasti Bisa”.

Hal senada dilayangkan CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro. Menurutnya pandemi jelas akan mempengaruhi proses pendanaan startup di Indonesia. Kendati demikian, pihaknya masih terus aktif untuk menemukan startup yang layak didanai, salah satunya dengan melakukan sesi pitching secara online.

“Pada 2020 kami ada budget Rp50 miliar untuk dua hingga tiga investasi baru. Juga menyiapkan dana Rp50 miliar untuk pendanaan lanjutan. Startup yang diincar adalah fintech yang harus bisa sinergi dengan Mandiri Group seperti insurtech dan remittance,” terang Eddi seperti dikutip Kontan.

Di sisi lain, beberapa rencana modal ventura mulai terganggu. Pada November 2019 lalu, Mandiri Capital mengumumkan hendak mengumpulkan dana kelolaan (venture fund) yang bernilai total $100 juta. Karena Covid-19, pihaknya sulit untuk melakukan roadshow pengumpulan dana investor ke Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara tujuan lainnya. Kemungkinan penggalangan dana ini dilanjutkan di Q3 2020 jika pandemi benar-benar berakhir.

Silent Move of Angel Investor in the Indonesian Startup Ecosystem

Based on DSResearch data, there are 113 startup funding in 2019 announced to the public. As further analyzed, only 10 of the total funding involved angel investors. As we dig deeper, there might be more yet not published.

Startup Stage (2019)
Sampingan Pre-Series A
Clodeo Seed Funding
Feedloop Seed Funding
Stockbit Series A
Titipku Seed Funding
Talkabot Seed Funding
Infradigital Seed Funding
Ngampooz Pre-Series A
Fore Coffee Series A
TemanBisnis Seed Funding

In fact, angel investor is an individual that pours money to startup from his/her own pocket. As the current trends, most of them involved in pre-seed, seed funding, or pre-series A. Although, there also angel (a group to be exact) involved in the series A with venture capital.

Helping startup to validate

As it’s first established and launched its debut product, not much could be harvested from the startup business. In order to gain traction, profit is often ruled out. They come to investors to ask for capital assistance, in order to accelerate the plans.

Not all business plans can run smoothly, especially under the weak-judgment founders. The technology products might be very sophisticated, but sometimes the market says otherwise, they don’t need that as a solution – it’s reluctant to use, even less paying for it. It’s risks like this that investors thought before actually channeling funds.

“Angel investors are entrepreneurs who dare to take risks by investing in new startups. Angel investors usually provide capital, but can also be non-capital,” Ideosource’s Managing Partner Andi Boediman said once.

Regarding the value, it is quite varied and depends on startup needs. However, we’ve been informed that the average value is between tens of millions to 1 billion Rupiah – mostly hundreds of millions Rupiah. In Indonesia, the angel consists of entrepreneurs who are indeed an expert in the business. Therefore, it is true what Andi said, sometimes angel can provide non-capital assistance as a mentor for the founder.

Profit after growth

The business growth will also benefit angel investor, they sometimes took part as a mentor / Freepik
The business growth will also benefit angel investor, they sometimes took part as a mentor / Freepik

The existence of startups that turns into the big players in Indonesia can’t be separated with angel investor as it’s entering the seed phase, including Gojek and Tokopedia.

“… I then learned the concept to build a business with capital from angel investor to venture capital. I know no venture capital anywhere, then I turn to the only conglomerate I know, my current boss,” Tokopedia’s Co-Founder & CEO, William Tanuwijaya told us the early phase of its company.

There are several aspects that can affect angel’s consideration when investing in a startup. Michael Tampi told DailySocial that trusting the founder has been his main thesis. In addition, other things such as market opportunities, business plans, to the intellectual property also remain a consideration.

Some things that angel investors saw in evaluating the founding team included (1) whether they have passion and experience in related fields, (2) whether they had the right composition in forming a team, and (3) how they build the vision towards the business.

Even though investing in high-risk businesses, angel investors can also gain profits once the related startups succeed in achieving growth. The realization comes when the startup succeeded in raising larger funding round – then, ownership (shares) became more valuable.

“The advantage of being an angel investor is that if a startup succeeds in funding series A, B or later, we can see a significant increase in value seed investment. However, the success of one startup is uncertain and mostly shut down before the next funding,” GDP Venture’s Chief Marketing Officer Danny Oei Wirianto said, who is also an angel investor for more than 30 startups.

As the catalyst to the startup ecosystem

DailySocial monitored, there are various new startups launch every month. They intend to offer a solution to specific problems – of all sectors. Sometimes, the innovation offered is quite advanced, such as developing artificial intelligence for specific purpose.

It’s another challenge to the founder to convince venture capitalist. It’s another story when they finally meet people of one mind. As it’s said in a writing, angel investor also invests to fulfill their desire. It’s when they really into the business sector, captivated by the developed technology, or they see the future of the service.

Clearly, angel investor turns into a very crucial role to develop the startup ecosystem, accompany those growing founders into the sustainable business. Particularly, the Indonesian market that is projected to be the hub in this region. Lots of young souls have dreams to build a successful startup – as seen from the tight business competition with new and unique digital creations.

Angel investor mechanism

Some angel investors invest money in terms of loans, some are gain ownerships / Freepik (dooder)
Some angel investors invest money in terms of loans, some are gain ownerships / Freepik (dooder)

Unfortunately, unlike venture capital with clear identity as an investor, angel investors sometimes just seem like ordinary people or entrepreneurs who are running their business. In order to discover, the founder must improve his business network, both directly through meetings and online through channels such as LinkedIn, AngelList and so on. Though, believe me, some of our informants revealed that finding, negotiating, equating vision, to closing funding with angel investors is not easy peasy. Once you succeed, it could be a way of your startup growth.

Regarding investment mechanisms, there are two of the most popular models, through equity stake or convertible note. In terms of shares, investors will exchange the cash they provide for ownership in the company. The amount will depend on mutual agreement. The calculation can also be as simple as if the current startup is worth US$1,000,000 (founders and investors agree), angel will invest at US$200,000, then they will get 20%.

However, calculations about company value or valuation sometimes get complicated. Founders are usually ambitious, wanting companies to have the highest value possible. Therefore, the second mechanism is often the choice. A convertible note allows both parties to determine the value of the company ahead, usually until the next round of investment. The note is made as a loan to the company, and it has a deadline

The process goes, for example, angel investors agree on a note by including a capital fund of US $ 200,000, it is at the company’s debt. However, when due, investors can choose whether to get their money back with the agreed interest or convert the money into company stock.

Once approved, the next process is to make the term sheet (either by investors or startups). The point of this document is as a sign of ties, including outlining every detail related to the agreement made. Usually, it requires a legal team to take care of this matter, which can take a while.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian