Memahami Istilah-istilah dalam Pendanaan Startup

Di dalam dunia startup, terdapat banyak istilah yang mungkin asing bagi beberapa orang – kadang termasuk bagi pelaku startup itu sendiri. Sementara definisi dan konsep dari terminologi tersebut penting untuk dipahami, apalagi kalau memang punya niatan untuk bertumbuh besar dan terhubung dengan berbagai pihak, termasuk venture capital atau mitra bisnis global.

Dalam rangka memberikan edukasi kepada founder startup pemula dan publik penikmat dinamika ekosistem startup di Indonesia, DailySocial mencoba mengulas berbagai istilah populer yang sering dilontarkan dalam diskusi soal pendanaan startup.

Fundraising

Secara etimologis dapat diartikan sebagai proses penggalangan dana. Dana tersebut dibutuhkan startup untuk menambah sumber daya guna mengakselerasi bisnis – meningkatkan jumlah pengguna, angka penjualan, atau kehadiran di wilayah baru. Umumnya dilakukan setelah startup mendapatkan traksi (traction) yang meyakinkan.

Traksi bentuknya macam-macam, namun pada dasarnya merupakan pelanggan yang menggunakan produk secara berulang. Misalnya untuk aplikasi pesan antar makanan, traksi dapat direpresentasikan dengan jumlah active member dan mitra merchant; untuk aplikasi media daring, traksi dapat diukur dari jumlah kunjungan unik harian dan bulanan; dan lain-lain.

Pendanaan startup dilakukan secara bertahap, oleh karena itu jika menyimak pemberitaan di DailySocial, sering ada istilah “pendanaan awal”, “seri A”, “pra-seri B” dan sebagainya. Berikut penjelasannya secara singkat untuk masing-masing tahapan:

  • Bootstrapping; modal usaha yang dilakukan secara mandiri oleh pendiri startup. Jadi mekanisme paling populer ketika startup baru diluncurkan. Perolehan dana dari grant –misalnya memenangkan perlombaan atau penghargaan—juga dimasukkan ke sini.
  • Pendanaan awal (seed funding); merupakan putaran investasi pertama atau awal yang didapatkan dari investor eksternal, yang artinya akan mendapatkan bagian tertentu sebagai imbal balik. Pendanaan eksternal dilakukan setelah startup (dan investor) menyepakati nilai perusahaan (valuasi).
  • Pendanaan lanjutan; jika setelah pendanaan awal startup masih membuka babak putaran investasi baru, maka akan masuk ke tahap lanjutan. Tahap lanjutan pertama biasa disebut dengan istilah “seri a”, dilanjutkan “seri b”, “seri c” dan seterusnya sesuai kebutuhan startup.
  • Pendanaan Pra-; istilah lain membubuhkan kata pra- pada pendanaan, misalnya pre-seed funding/pra pendanaan awal, pre-series a/pra seri a, dan sebagainya; sebagai putaran pengiring pendanaan yang akan dilanjutkan kemudian hari sampai penutupan putaran di tahap tertentu – sembari menunggu keterlibatan investor baru.

Istilah “putaran” juga lekat dengan pendanaan, hal itu untuk menggambarkan bahwa di setiap tahapan pendanaan, startup membuka peluang siapa saja untuk tergabung menjadi investor. Setiap putaran pendanaan startup memiliki target capaian tertentu. Misalnya pendanaan seri f Gojek menargetkan $3 miliar.

Selain itu ada juga istilah putaran pendanaan yang didasarkan pada jenis investor. Sebagian juga dapat dikorelasikan dengan kategori pendanaan berdasarkan tahapannya. Berikut ulasannya:

  • Angel round; pendanaan putaran ini diberikan oleh investor individu, kelompok investor individu, rekanan, atau keluarga dalam jumlah kecil di awal pendirian startup – kebanyakan bisa disamakan dengan pre-seed funding.
  • Corporate round; pendanaan diberikan oleh suatu perusahaan kepada startup. Bisa dilakukan di tahap mana saja, tujuannya untuk membangun kemitraan strategis. Contohnya sebuah perusahaan asuransi memberikan investasi pada startup ojek online, agar startup tersebut memanfaatkan produk asuransinya sebagai opsi utama di aplikasi.
  • Venture round; pendanaan diberikan oleh pemodal ventura (venture capital) di tahap lanjut. Istilah ini juga umum digunakan kalau startup dan investor belum menemukan kesepakatan investasi itu masuk dalam seri a, b, c, atau lainnya. Venture capital mengumpulkan dana dari limited partners, yang terdiri dari perusahaan, private equity, dan lain-lain.
  • Private equity round; pendanaan yang didapat dari private equity –yakni perusahaan investasi yang mengumpulkan dana dari perusahaan atau pihak-pihak tertentu. Umumnya masuk ke dalam tahapan lanjut dengan nilai yang sangat besar.
  • Debt Funding atau Debt Financing; merupakan pinjaman dana modal yang diberikan dalam convertible notes untuk startup yang sudah berada di tingkat lanjut. Di jangka waktu tertentu dana bisa dikembalikan bersama perjanjian bunga yang disepakati, atau bisa juga dikonversi menjadi kepemilikan saham.
  • Growth Fundpendanaan tahap lanjutan yang diberikan oleh investor untuk mengakselerasi bisnis yang sudah mapan, biasanya dalam seri A ke atas. Tak jarang investasi dilakukan melalui inisiatif dana gabungan yang melibatkan lebih dari satu venture capital. Contoh dana gabungan: Vision Fund yang diinisiasi Softbank.

Instrumen pendanaan

Investor memberikan investasi kepada startup melalui beberapa instrumen. Di Indonesia ada dua yang paling populer, yakni utang dan ekuitas. Pertama utang, modelnya berbeda dengan pinjaman modal yang diberikan institusi finansial seperti perbankan, karena pengembaliannya tidak serta merta dengan uang dan bunga pinjaman. Di Indonesia mekanisme yang paling populer melalui convertible note (beberapa menyebut dengan convertible loan).

Convertible note berisi perjanjian pengembalian utang, bisa dengan opsi uang maupun ekuitas sebagai konversi dana investasi yang diberikan. Beberapa memiliki jangka waktu tertentu, beberapa lainnya lebih fleksibel dari sisi tenggat waktu. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi penerbitan perjanjian ini. Paling sering, untuk startup tahap awal, karena belum menemukan titik terang mengenai valuasi–sementara dianggap utang hingga suatu hari ketika valuasi sudah berhasil dihitung akan dikonversi menjadi persentase ekuitas atau saham.

Instrumen kedua adalah ekuitas. Ini jelas, untuk startup yang sudah mapan dan memiliki kalkulasi gamblang mengenai valuasi. Investor memberikan dana, lalu startup akan mengalokasikan persentase saham ke tiap investor. Tidak ada rumus pasti, karena lebih bergantung pada kesepakatan antara founder dan investor.

Valuasi startup

“Kalau startupmu dijual, harganya berapa?”, pernyataan itu jadi definisi mudah dari valuasi. Nilai dari sebuah perusahaan penting untuk diketahui, terlebih saat ingin membuka gerbang investasi kepada pihak luar. Perhitungan tersebut juga akan bermanfaat bagi founder untuk menentukan seberapa besar ekuitas yang akan diberikan kepada calon investor dalam penawarannya. Tantangannya, startup digital cenderung berbeda dengan perusahaan konvensional dalam menghitung valuasi.

Di bisnis konvensional variabelnya jelas, biasanya terdiri dari penjumlahan nilai kapitalisasi pasar (untuk yang sudah IPO), omzet perusahaan (dari transaksi), uang tunai (dari keuntungan), saham perusahaan (jika perusahaan tergabung dalam private equity atau berinvestasi ke bisnis lain); lalu dikurangi dengan utang. Pendekatan startup unik, karena valuasi harus dihitung bahkan sebelum bisnis menghasilkan keuntungan.

Untuk statup sendiri, perhitungan valuasi biasanya dibagi jadi dua model, pre-money (sebelum mendapatkan pendanaan) dan post-money (setelah mendapatkan pendanaan). Sebelum mendapatkan pendanaan, variabel yang menjadi penentu meliputi banyak hal, misanya nilai perputaran transaksi bisnis, traksi atau pengguna layanan, produk yang dikembangkan, tim yang ada, bahkan sampai ke faktor eksternal seperti potensi pasar dan kompetitor.

Mengonversi variabel tersebut menjadi sebuah nominal mata uang memang jadi pekerjaan yang tidak mudah, karena tidak bisa searah –misalnya founder saja yang menentukan. Investor pun akan melihat dan melakukan kalkulasi. Sehingga lebih banyak mengandalkan kesepakatan untuk mencapai angka tertentu. Berbeda dengan post-money, yang sudah berbekal nilai valuasi sebelum pendanaan, perhitungannya menjadi lebih mudah. Kesepakatan akan fokus berdiskusi pada nilai saham yang akan diberikan.

Seiring perkembangannya, saat ini mulai populer beberapa metode penghitungan valuasi, seperti Discounted Cash Flow, Comparable, Venture Capital Method, dan lain-lain.

[DSChoice] Doktersiaga and Talkabot are in Fundraising Stage

DailySocial continues to provide recommendations for investors regarding potential early-stage startups. This startup selection is based on several criteria. In the process, each nominee asked to submit extensive information about the team and the traction. The coverage will be limited, as an overview and public notice. The explanations are written directly by each founder.

Doktersiaga (Jakarta)

Vertical, Platform & Year of Founded: Healthtech, Web & Chatbot, 2015

Doktersiaga

Doktersiaga is a virtual health assistant app to help people get doctor’s schedule information in a fast time and can be accessed for 24 hours. Through the Doktersiaga web-app, users can also find the nearest hospital and make an appointment with a medical officer at the chosen location.

In 2018 there are at least 2820 hospitals in Indonesia. The founder’s ambitious target is to embrace up to 20%. They charge a subscription fee for the platform Rp3.5 million per month. Their business model is Software as a Service, leasing the systems (chatbot + machine learning) to hospitals/clinics/health-center. The service is applied through website and messaging applications such as WhatsApp, Facebook Messenger and others.

Tractions

Monthly Active Users Partners
12.000 users in the public website and chat apps integrated with the system 3 hospitals, 1 government office implemented the SaaS

 Planning

How much do you expect to raise? How much equity are you willing to give away for this round?
US$350.000 Max. 25%

The allocation plan after obtaining funding for OPEX (64%), CAPEX (5.5%), and marketing (30.5%).

Further details:

  • Founders: Fatah Iskandar Akbar, Fadrli Yahya Polosoro, Edi Alpino, and Nani Krisnawaty
  • Funding Round: Bootstrapping
  • Competitor: SehatQ, Alodokter, Periksa.id etc.

Talkabot (Bandung)

Vertical, Platform & Year of Founded: SMEs B2B, Web & Chatbot, 2017

Talkabot

Talkabot is a chatbot platform for SMEs that specializes in managing business investment systems. This service can be applied on websites or messaging applications, from WhatsApp, Instagram, Telegram and Line. Besides having an artificial intelligence-based feature for automatic replies, Talkabot also complements with an analytics dashboard to maximize business.

Their services are distributed in a subscription model based on the completeness of the features used. For WhatsApp and Instagram services, they charge special rates, because there are APIs that must be subscribed separately. Talkabot can also be integrated into various systems, such as WooCoomerce on WordPress.

Tractions

Monthly Active Users Partners
400.000 users in chat 400 platform subscribers

 Planning

How much do you expect to raise? How much equity are you willing to give away for this round?
US$500.000 Max. 20%

The funding will be allocated for marketing activities to scale the business & improve the performance & experience of the tool, so brands/businesses can use it as easy as possible.

Further details:

  • Founders: Distra Vantari and Eka Ginting
  • Funding Round: Seed Funding with undisclosed amount.
  • Competitor: Tokotalk, Bang Joni, Kata.ai etc.

Strategi Moduit Tingkatkan Penetrasi Investasi Reksa Dana

Belakangan ini pemain reksa dana online makin ramai bermunculan, mengingat penetrasi instrumen investasi ini masih minim dimanfaatkan oleh masyarakat. Moduit hadir dengan pendekatan yang sedikit berbeda, tidak hanya permudah konsumen untuk berinvestasi. Tapi berkomitmen bangun industrinya itu sendiri dengan merilis platform untuk penasihat investasi (financial advisor).

Moduit didirikan pada awal 2018 oleh Jeffry Lomanto dan Charles Jap. Mereka melihat ada isu penting yang menghambat penasihat finansial untuk berkembang di tengah kemajuan teknologi. Penasihat yang juga bertugas sebagai tenaga pemasar dihadapkan dengan tantangan akuisisi nasabah yang mahal karena proses edukasi harus dilakukan secara individu.

Ditambah lagi, proses administrasi perizinan yang ribet. Sementara, dari sisi teknologi, IoT dan keamanan sistem jadi pain-point. Nasabah kesulitan mengakses informasi portofolio investasinya, serta dikenakan biaya transaksi yang besar.

“Jeffry dan Charles bertemu untuk menciptakan solusi agar semua orang bisa berinvestasi dengan mudah dan terjangkau. Moduit didirikan dengan visi menjadi gerbang akses untuk masyarakat Indonesia bisa mengelola kekayaannya,” ucap CMO Moduit Stefanus Adi Utomo kepada DailySocial.

Dalam model bisnisnya, Moduit punya dua produk yang menyasar tipe pengguna yang berbeda, sekaligus pembeda dari pemain yang lain. Yakni, aplikasi untuk nasabah dan platform untuk penasihat investasi. Keduanya sudah dirilis secara resmi.

Aplikasi Moduit punya beberapa keunggulan. Di antaranya proses kurasi produk menggunakan model Moduit PRIME, yang terdiri dari kriteria kuantitatif dan kualitatif. Alhasil, nasabah akan menerima produk pilihan yang tersedia di platform.

Berikutnya, fitur Moduit Navigator yang akan memandu nasabah mencapai tujuan keuangannya dengan cara merekomendasikan portofolio investasi yang sesuai, mengingatkan untuk berinvestasi rutin dan rebalancing secara berkala.

“Lalu, ada kemudahan akses bagi nasabah karena Moduit menggunakan multi data center dan berbagai teknologi pendukung seperti OCR (Optical Character Recognition) pada saat registrasi dan finger/face scan pada saat login.”

Hingga bulan Oktober 2019, Moduit telah bekerja sama dengan 15 manajer investasi, menyediakan 66 produk reksa dana pilihan. Aplikasinya sudah dirilis pada Maret 2019. Diunduh lebih dari 20 ribu pengguna baik versi iOS maupun Android.

“Dari angka pengunduh, jumlah terdaftarnya lebih dari 10 ribu nasabah dengan pertumbuhan rata-rata dana kelolaan per bulan 83% sejak tanggal peluncuran.”

Platform penasihat investasi

Co-Founder Moduit, Jeffry Lomanto dan Charles Jap / Moduit
Co-Founder Moduit, Jeffry Lomanto dan Charles Jap / Moduit

Stefanus menerangkan, platform penasihat investasi ini sebenarnya baru dirilis pada Mei 2019, setelah perusahaan mengantongi lisensi penasihat investasi dari OJK. Dari lisensi ini, jadi bekal perusahaan untuk memberikan solusi yang lebih komprehensif buat nasabah.

Alasan perusahaan merambah segmen ini lantaran ada ketimpangan jumlah tenaga pemasar efek dengan pertumbuhan pasar modal itu sendiri. Mengacu pada data OJK, jumlah tenaga pemasar efek berlisensi pada September 2019 hanya naik 5,37% atau 15.215 orang dari sebelumnya 14.439 orang, secara year to date.

Angka tersebut terdiri dari WPE/Wakil Perusahaan Efek (WPPE/Wakil Perantara Pedagang Efek atau WPEE/Wakil Penjamin Emisi Efek); Penasihat Investasi; APERD/Agen Penjual Efek Reksa Dana; dan WMI/Wakil Manajer Investasi.

Padahal pertumbuhan investor pasar modal dan dana kelolaannya lebih pesat dari itu. Jumlah investor saja pada tahun lalu tumbuh hingga 44,24% atau 1,6 juta orang.

“Di sini ada kebutuhan buat para tenaga pemasar bagaimana bisa tetap kompetitif. Mereka dapat memanfaatkan Moduit untuk memasarkan produk reksa dana yang sudah diseleksi dengan baik.”

Untuk menjadi penasihat investasi di Moduit, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Individu harus mendaftarkan diri sebagai MAP (Moduit Advisory Partners) dan membantu transaksi klien melalui platform.

Penasihat yang bergabung, harus memiliki lisensi yang masih berlaku. Bisa pilih, WPE (WPPE atau WPEE); WAPERD; atau WMI. “Mereka juga diharuskan punya keahlian untuk menggunakan aplikasi berbasis internet.”

Penasihat yang bergabung, sambungnya, akan didukung dengan berbagai fasilitas di luar pendapatan pasif maupun aktif. Di antaranya dukungan infrastruktur sistem Moduit, seperti CRM, Income Planner, Pipeline Management, dan Scheduler; dukungan operasional, secara berkala akan ada program pelatihan, market update, dan proses perizinan tenaga pemasar.

Tersedia aplikasi versi Android dan iOS yang dapat diunduh para penasihat untuk mulai berjualan.

Di samping itu, pihaknya tidak memberikan preferensi khusus untuk nasabah yang disasar. Stefanus hanya menyebut ada segmen masyarakat yang sibuk, atau butuh konsultasi dari pakar yang membutuhkan peran dari penasihat investasi ini. Yang mana, segmen ini tidak melulu berkaitan erat dengan nasabah tajir.

“Ada tipe masyarakat yang ragu-ragu untuk terjun ke pasar modal, sehingga mereka butuh ngobrol untuk memperkuat pertimbangan mereka. Ada juga yang sibuk, sehingga kurang update dengan perkembangan pasar modal.”

Sistem pembagian hasilnya untuk setiap nasabah yang berinvestasi lewat penasihat keuangan, ada dua tipe. Pendapatan langsung dari biaya transaksi yang besarannya tergantung ketentuan prospektus masing-masing dan pendapatan bulanan dari management fee.

Diklaim saat ini perusahaan telah memiliki sekitar 39 tenaga pemasar yang telah bergabung.

Target dan persiapan pendanaan seri A

Tampilan aplikasi Moduit / Moduit
Tampilan aplikasi Moduit / Moduit

Salah satu inovasi Moduit yang terbaru adalah bekerja sama dengan GoPay sebagai tambahan metode pembayaran. Diharapkan masyarakat akan semakin mudah berinvestasi reksa dana secara terjangkau.

Berikutnya, perusahaan akan menambah opsi pembayaran dengan metode virtual account yang bakal meluncur pada bulan depannya. “Kami akan terus memperkaya fitur dan memodifikasi proses untuk permudah nasabah dalam menggunakan aplikasi.”

Terkait pendanaan, Stefanus menyebut pihaknya sedang dalam proses penggalangan dana seri A. Diharapkan dapat diumumkan pada awal tahun depan.

Sebelumnya, perusahaan telah mengantongi sejumlah dana dengan nilai dirahasiakan dari angel investor. Lalu, baru saja lulus sebagai peserta dalam program Plug and Play Asia Pacific Batch 5.

“Kami baru saja mengikuti program Plug and Play Asia Pacific Batch 5 dan sedang dalam proses fundraising series A,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Likuid Tawarkan Skema “Crowdfunding” untuk Pendanaan Startup dan Industri Kreatif

Masih terbatasnya pendanaan yang bisa diperoleh perusahaan rintisan, menjadi alasan utama mengapa platform crowdfunding Likuid didirikan. Kepada DailySocial, CEO Likuid Kenneth Tali mengungkapkan bahwa sampai saat ini pendanaan untuk industri startup dan industri kreatif hanya dapat diakses oleh kalangan high net worth individuals, pada umumnya hanya sedikit orang yang mempunyai akses sana.

“Kita mendirikan Likuid untuk membuka akses pendanaan di industri ini ke lingkup masyarakat yang lebih besar, sehingga selain dapat didanai oleh venture capital atau business angel, sekarang proyek para entrepreneur juga dapat didanai oleh banyak orang, termasuk pengguna, pelanggan, dan juga komunitas mereka.”

Didirikan pada tahun 2018, Likuid memiliki latar belakang para pendirinya yang cukup beragam. Mereka adalah Budi Sukmana (COO) dan tiga orang advisor yaitu Felicitas Hakso, Soni Boedihardjo, dan Frans Kurniawan yang berpengalaman di bidang perbankan, pasar modal, dan teknologi.

“Likuid mencoba untuk memecahkan permasalahan pendanaan yang dialami entrepreneur, dari startup teknologi sampai industri kreatif seperti perfilman, musik, dan juga F&B. Kita mulai beroperasi di bulan Juli 2019 setelah mendapat status tercatat di regulatory sandbox OJK untuk cluster project financing crowdfunding,” kata Kenneth.

Tawarkan skema menarik untuk investor dan pencari dana

Sebagai platform crowdfunding, Likuid mencoba untuk menjembatani kebutuhan fundraiser untuk proyek mereka agar dapat didanai oleh investor besar dan kecil. Hingga saat ini Likuid telah memiliki lebih dari 100 High Networth Individuals (angels) yang bekerja sama dan mempercayai Likuid sebagai partner investasi mereka.

Likuid memiliki 3 proyek yang sedang dipersiapkan untuk public launch, 6 proyek yang masih dalam proses due diligence. Saat ini untuk investor, perusahaan baru membuka akses pendaftaran melalui situs dan juga akun media sosial Instagram. Sementara untuk akses investasi akan dibuka saat public launch.

Pencari dana (fundraiser) dapat terdaftar di Likuid setelah melewati proses due diligence, mereka dapat memuat profil proyek agar dapat diakses oleh para investor. Jangka waktu pendanaan maksimum 60 hari setelah profil proyek mereka dapat diakses oleh para investor.

Sementara untuk investor, setelah terverifikasi dapat memilih proyek mulai berinvestasi dari Rp250.000,00. Investor nantinya akan mendapatkan keuntungan setiap 3 atau 6 bulan, melalui skema bagi hasil. Model bisnis yang ditawarkan Likuid adalah melalui success fee sebesar 5%-7%.

“Saat ini, terus terang banyak dari proyek entrepreneur masih berbasis di Jabodetabek. Tapi kita juga sedang membangun kerja sama dengan beberapa instansi dan program inkubasi, untuk mempunyai akses ke para entrepreneur di luar Jabodetabek. Untuk investor, layanan kami dapat diakses oleh siapa pun dari seluruh penjuru nusantara,” kata Kenneth.

Target tahun 2020

Di tahun 2020 mendatang, selain pendanaan proyek, Likuid memiliki rencana untuk mendapatkan lisensi dari OJK sebagai penyelenggara layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi (equity crowdfunding). Dengan demikian diharapkan perusahaan dapat membuka akses pendanaan dalam bentuk saham untuk para entrepreneur.

Terdapat tiga kunci utama yang bakal diimplementasikan oleh Likuid tahun 2020 mendatang, di antaranya memperluas jaringan entrepreneur di bidang startup dan industri kreatif, bekerja sama dengan institusi pendanaan konvensional dan komunitas investor, dan bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk menciptakan iklim investasi alternatif yang lebih aman.

“Bagi kami, entrepreneur dan pelaku industri kreatif adalah kunci dari perkembangan inovasi dan kreativitas. Tugas kami memberi solusi pendanaan apa pun bentuknya,” kata Kenneth.

Sebelumnya ada juga Santara, tawarkan platform serupa untuk pendanaan UKM dan startup. Santara menjadi pemain platform equity crowdfunding (ECF) pertama yang mendapat izin untuk beroperasi secara penuh dari OJK tepat tanggal 18 September 2019.

Ambisi RedDoorz Menjadi Unicorn dan Ekspansi ke Thailand Tahun 2020

Pasca mengantongi pendanaan seri C senilai $70 juta (hampir Rp1 triliun) dipimpin oleh Asia Partners dengan dua partisipasi dua investor baru, Rakuten Capital dan Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund; RedDoorz berencana untuk memiliki lebih banyak properti hingga akhir tahun 2020 nanti.

Jika di tahun 2019 RedDoorz mampu mengakuisisi properti hingga 2 ribu di 4 negara, akhir tahun 2020 mendatang mereka menargetkan bisa memiliki sekitar 5 ribu properti di 5 negara.

“RedDoorz juga akan melakukan ekspansi ke Thailand di kuartal pertama tahun 2020 mendatang, setelah sebelumnya telah hadir di Indonesia, Singapura, Filipina dan Vietnam. Diharapkan ekspansi ke Thailand bisa memenuhi target kami memiliki properti sebanyak 5 ribu hingga akhir tahun 2020,” kata Country Head RedDoorz Indonesia Mohit Gandas.

Investasi seri C tersebut menyusul tidak lama setelah RedDoorz mengumumkan pendanaan Seri B sebesar $45 juta pada April 2019. Dana baru ini membuat jumlah total modal yang dikumpulkan oleh perusahaan menjadi sekitar $140 juta sejak diluncurkan pada 2015.

Disinggung apakah RedDoorz bakal melakukan IPO, Mohit menegaskan kemungkinan perusahaan akan mempertimbangkan kemungkinan tersebut tahun 2022-2023 mendatang. Namun jika nantinya penggalangan dana kembali dilakukan, bisa jadi RedDoorz muncul sebagai startup unicorn baru.

“Tentunya saya tidak bisa memberikan kepastian kapan pendanaan baru akan kami terima hingga menjadikan valuasi kami meningkat dan menjadikan RedDoorz the next travel-tech unicorn pertama di Asia Tenggara,” kata Mobit.

Indonesia masih menjadi pasar utama

Dalam kesempatan tersebut disebutkan juga, hingga akhir tahun 2019 Indonesia masih menjadi pasar yang besar dibandingkan 3 negara lainnya (Singapura 3%, Vietnam 8%, Filipina 15%). Kota dengan jumlah properti paling banyak yang dimiliki RedDoorz adalah Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Bali, dan Malang.

Hingga akhir tahun 2018, RedDoorz telah memiliki 400 properti di Indonesia, di tahun 2019 jumlah tersebut bertambah hingga 1200 unit dan tahun 2020 mendatang diharapkan bisa menjadi 1500 properti di Indonesia.

“Kami juga memastikan teknologi yang diterapkan sudah terkini. Memanfaatkan aplikasi dan saluran digital untuk mendorong permintaan konsumen. RedDoorz juga didukung oleh data center yang terletak di Vietnam,” kata Mohit.

Setelah sebelumnya mengumumkan lini produk baru seperti RedDoorz Plus, RedDoorz Premium, Residence by RedDoorz, Kool Kost, hingga Co-living; ditegaskan oleh Mohit sampai saat ini beberapa layanan tersebut masih dalam tahap uji coba. Jika sudah siap, nantinya semua layanan tersebut juga akan dihadirkan di Indonesia.

Untuk RedFood sendiri saat ini baru tersedia di kawasan tertentu di Jakarta. RedFood menyediakan menu makanan dengan harga terjangkau, seperti spaghetti meatball, beef rendang, chicken curry noodle, chicken teriyaki rice, dan beef bulgogi rice. Layanan ini sengaja disiapkan untuk memenuhi kebutuhan sarapan dari para tamu RedDoorz di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

[DSChoice] Ivenframe is in Fundraising Stage

DailySocial continues to provide recommendations for investors regarding potential early-stage startups. This startup selection is based on several criteria. In the process, each nominee asked to submit extensive information about the team and the traction. The coverage will be limited, as an overview and public notice. The explanations are written directly by each founder.

Ivenframe (Yogyakarta)

Vertical, Platform & Year of Founded: Event Ticketing, Website, 2013

Ivenframe

Company Description

Ivenframe (formerly Loketics) is a tech company that focuses on entertainment and ticketing solution. They have three main products and services: event platform, ticketing management services, and e-ticketing solution. Ivenframe has an attractive traction in their platform, and the founder believes that entertainment industry is a big business in the future. Having a deal with entertainment industry as early as possible right now is the best choice due to current developing country like Indonesia.

In early 2018, they sold more than 40 thousand tickets to 21 thousand users and facilitated more than 250 events. Rebranding is accompanied by an expansion of the business model. They not only sell tickets but provide end-to-end facilities for event organizers. In addition to helping sell tickets online, Ivenframe also produces tickets, the committee team, gate-entry management, marketing, and advertising.

Tractions

User Growth Monthly Revenue
5000 per month US$7000

Planning

How much do you expect to raise? How much equity are you willing to give away for this round?
US$500.000 5%

With the funding, they plan to expand their development team to provide solution for e-Ticketing Management Services (for MICE and big event) and e-ticketing solution (for attraction site).

Further Details

If you are an investor or part of the venture capital, we have a special newsletter of complete information about the recommendations, including pitch deck and traction. However, have you had any intention to connect with the related founder, we’d be willing to help. For further information, please contact [email protected].

MDI Ventures to Announce the Third Fundraising, Aiming for 1.4 Trillion Rupiah

MDI Ventures, Telkom backed corporate venture capital, is said to be in talk of the third fundraising, aiming for $100 million (over 1.4 trillion Rupiah). MDI is now involving foreign investor as LP, the leaked one is Kookmin Bank from South Korea.

MDI Ventures‘ Principal and Head of Investor Relations, Kenneth Li said to DailySocial that Kookmin Bank as one of the LPs to invest in its third fundraising. However, it’s not final yet.

He is yet to confirm that Telkom would be involved in the fundraising-to-be, or the slot will be fully occupied by foreign investors. In addition, their team is looking for LP from Middle East and some of the SEA countries, such as Thailand and Singapore.

Kookmin Bank debut in Indonesia is marked as they enter Bank Bukopin’s board of shareholders. As one of the biggest banks in South Korea, they’ve bought 22% shares worth of 1.46 trillion Rupiah last year.

“Kookmin is one of the latest investors for our investment, it’s still finalizing. In this round, we’re targeting $100 million investment as we made at the first one,” he said on Friday (9/13).

The decision to open overseas is kind of a new thing. First, the company pockets $100 million investment from Telkom alone. Next, the second one is from Telkomsel’s investment arm, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) worth of $40 million in May 2019.

MDI Ventures is to open the gate for those foreign investors having difficulty to enter this country. They’re aware of Indonesia from unicorns that exist in media overseas but having no exposure with other locals for collaboration.

The current strategy is said to follow Softbank’s initiative. First, Softbank is using its internal funding to invest in tech-company. After positive feedback, they’re maturing for greater amount of investment from high-profile global LP.

Although this is the first time, managing funds from foreign investors wouldn’t be a huge problem. He believes the company’s proven background and history since its debut in 2015 should gain investor’s trust in terms of fund managing and guarantee promising results.

To date, MDI Ventures has managed 35 portfolio across 10 countries with a total 5 exit. Some IPO took place overseas, such as Geenie in TSE (Japan) and Whispir (Australia).

Future plan

Telkom, as the parent company, has approved the plan to explore growth outside the country. The company can’t always rely on Telkom alone, they also need support from others.

However, they haven’t change the main focus, to look for potential startups to make collaboration with Telkom Group. It’s mutual as Telkom’s effort for digital transformation as more than just a telco.

“Telkom is to go beyond just a telco. We still have a same responsibility, to find potential startups for Telkom’s future plan, it includes collaboration,” MDI Ventures’ GM of Investment, Aldi Adrian said.

The freedom to choose the startup segment might be a privilege for MDI Ventures than any other CVCs, especially bank-backed ones due to regulations.

“We’ve become more agile to enter all business segments, therefore we offer more added value than other CVCs,”

Although they’ve no intention to leak the next investment, Kenneth confirmed, there are upcoming investments before 2019 end. One of them is an investment to fintech startup founded by one of the former unicorn’s players.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

MDI Ventures Segera Umumkan Dana Investasi Ketiga, Menargetkan 1,4 Triliun Rupiah

MDI Ventures, perusahaan ventura korporasi Telkom Group, mengungkapkan sedang dalam proses pengumpulan dana investasi ketiga dengan target nilai $100 juta (lebih dari 1,4 triliun Rupiah). Kali ini MDI melibatkan investor dari luar negeri sebagai LP, salah satunya yang terkuak adalah Kookmin Bank asal Korea Selatan.

Kepada DailySocial, Principal and Head of Investor Relations MDI Ventures Kenneth Li mengonfirmasi bahwa Kookmin Bank adalah salah satu dari LP yang akan masuk ke dana investasi ketiga dari MDI Ventures. Namun, kesepakatan antara keduanya belum sampai tahap final.

Dia juga belum bisa mengonfirmasi apakah Telkom akan kembali masuk di dana investasi terbaru tersebut atau sepenuhnya bakal berasal dari investor luar negeri. Selain Bank Kookmin, pihaknya sedang menjajaki LP dari Timur Tengah dan beberapa negara Asia Tenggara, seperti Thailand dan Singapura.

Debut Kookmin Bank di Indonesia dimulai dengan masuk sebagai pemegang saham baru di Bank Bukopin. Salah satu bank terbesar di Korea Selatan ini membeli 22% saham Bank Bukopin senilai 1,46 triliun Rupiah tahun lalu.

“Kookmin adalah salah satu investor yang masuk ke fund terbaru kita, tapi masih finalisasi. Target dana investasi yang mau kita kelola untuk kali ini $100 juta setara dengan fund pertama,” katanya, Jumat (13/9).

Keputusan MDI Ventures untuk terbuka ke investor luar, sebenarnya merupakan hal yang baru. Awalnya perusahaan mengantongi dana investasi sebesar $100 juta sepenuhnya berasal dari Telkom. Kemudian, di tahap kedua berasal dari anak usaha Telkomsel, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI), sebesar $40 juta pada Mei 2019.

MDI Ventures ingin membuka gerbang ke investor luar yang selama ini tersendat saat ingin masuk ke Indonesia. Mereka tahu tentang Indonesia berkat nama-nama unicorn yang sering disebut media luar, tapi masih kurang ter-expose dengan startup lokal lain yang bisa diajak kolaborasi.

Strategi yang dipilih MDI Ventures kali ini bisa dibilang mengikuti jejak SoftBank. Pada awalnya SoftBank memanfaatkan dana internalnya untuk berinvestasi ke perusahaan teknologi. Setelah sukses, mereka mantap meluncurkan berbagai dana investasi bernilai besar karena diisi LP kenamaan mancanegara.

Mengelola dana dari investor luar bukan menjadi tantangan utama buat MDI Ventures, meski ini pertama kalinya. Kenneth meyakini, performa dan rekam jejak perusahaan yang proven sejak beroperasi di 2015, bisa membuat para investor yakin dengan kemampuan perusahaan dalam mengelola dana investasi dan bisa memberikan imbal hasil yang menjanjikan.

MDI Ventures sejauh ini mengelola 35 portofolio yang tersebar di 10 negara, dengan total lima exit. Beberapa di antaranya IPO di luar negeri, seperti Geenie di TSE (bursa Jepang) dan Whispir (bursa Australia).

“Dari track record MDI, kami tahu cara exit yang tepat karena investor itu tetap mencari return. Tapi kami tidak mau di situ saja. Bagaimana bisa kolaborasi lebih jauh dengan investor, MDI ini jadi fase awal dan partner untuk bantu mereka masuk ke Indonesia.”

Rencana berikutnya

Telkom, selaku induk usaha, telah memberikan restunya bagi MDI Ventures untuk mencari celah pertumbuhan yang bisa diakselerasi lebih lanjut. Perusahaan tidak bisa sepenuhnya mengandalkan Telkom saja dan membutuhkan dukungan dari pihak lain.

Meskipun demikian, fokusnya tidak berubah dari awal, yakni mencari startup potensial yang bisa diajak kolaborasi bersama Telkom Group. Hal ini selaras dengan upaya mendukung transformasi Telkom agar lebih dari sekadar perusahaan telekomunikasi.

“Telkom ke depannya enggak hanya jadi telco company. Jadinya kita akan tetap go beyond telco. Tugas kita tetap sama, cari potential startup yang bisa bantu Telkom untuk masa mendatang, kalau ada yang bagus pasti akan ada kolaborasi,” tambah GM of Investment MDI Ventures Aldi Adrian.

Kebebasan memilih segmentasi startup jadi keuntungan yang dirasakan MDI Ventures dibandingkan CVC lainnya, apalagi yang dibentuk bank karena adanya limitasi regulasi.

“Kita jadi lebih agile karena kita bisa masuk ke semua segmen bisnis, sehingga value added yang kita berikan lebih banyak dari CVC pada umumnya.”

Meski masih menutup rapat-rapat rencana investasi berikutnya, Kenneth memastikan ada beberapa investasi yang siap diumumkan menjelang tutup tahun 2019. Salah satunya adalah investasi untuk startup fintech yang didirikan mantan pegawai sebuah unicorn.

Sorabel Mulai Eksperimen Ekspansi ke Sejumlah Negara di Asia Tenggara

Perusahaan e-commerce fesyen Sorabel mengungkapkan sedang eksperimen ke sejumlah negara di Asia Tenggara dalam rangka ekspansi bisnis. Strategi ini merupakan bagian dari ambisi perusahaan memberi akses untuk “next billion user” dengan rangkaian fesyen berkualitas dan harga terjangkau.

Sebelumnya, terungkap Sorabel sudah hadir di Filipina dengan brand Yabel dan sudah bisa untuk bertransaksi.

Dalam wawancara bersama DailySocial, CEO Sorabel Jeffrey Yuwono dan Co-Founder Sorabel Lingga Madu sudah menyampaikan rencana masuk ke Timur Tengah dan Uni Emirat Arab, mungkin pada tahun depan karena ada potensi modest fashion yang besar di sana.

Terkait negara mana saja di Asia Tenggara yang sudah masuk eksperimen, di luar Filipina, sayangnya Jeffrey dan Lingga masih menutup rapat-rapat. Jeffrey hanya menyebut negara-negara yang secara profil punya kemiripan dengan Indonesia, bisa dipastikan Sorabel sudah eksperimen ke sana.

“Ini masih sekadar eksperimen, jadi belum ada proper launch. Kita enggak hanya hadir di Filipina, tapi di ASEAN countries juga,” terangnya.

Perusahaan memproses seluruh pengiriman dari Indonesia, alias mengekspor produknya yang diproduksi UKM binaannya. Baru ada satu orang admin lokal yang sengaja ditempatkan untuk melayani customer service Yabel.

Menurut Jeffrey, dalam tahap eksperimen ini seluruh pelayanan masih sangat terbatas karena masih mencari kecocokan dengan target pasar (product market fit), harus ada tes dan validasi terus menerus. Sehingga layanannya belum semulus dengan apa yang Sorabel tawarkan di Indonesia.

Pihaknya masih fokus mencari tahu lebih dalam bagaimana tanggapan konsumen terhadap produk dan harganya. Lalu tren apa yang mereka sukai. Seluruh insight berguna sebagai bahan pertimbangan sebelum memutuskan apakah negara tersebut tepat untuk diluncurkan secara resmi atau belum.

“Kita memecahkan masalah step-by-step, makanya kita enggak mau announce [ekspansi di Filipina] karena sebenarnya belum siap. Inginnya pas kita launch akan pilih negara mana yang paling proper [untuk diluncurkan] setelah banyak eksperimen. Soal kapan waktunya, masih open karena di pipeline ada banyak plan.”

Lingga mencontohkan, cara ini sebenarnya juga dilakukan perusahaan dalam setiap inovasi produknya. Salah satunya adalah inovasi “Coba Dulu Baru Bayar.” Pertama kali diujicobakan secara terbatas untuk 50 konsumen sekitar gudang Sorabel di 2017. Setelah mendapat respons yang bagus, dilanjutkan ke radius 20 km.

Respons konsumen positif dari hasil uji coba ini, kemudian memantapkannya untuk diperluas ke seluruh Jakarta Timur. Kemudian, diperluas ke Jabodetabek dan pada Maret 2018 baru diputuskan untuk diresmikan.

“Tapi itu belum selesai, setelah itirate, test, itirate, test, akhirnya kita bisa bawa inovasi ini ke seluruh Indonesia. Kan awal programnya hanya bisa retur satu kali saja, tapi sekarang sudah berkali-kali karena ini produknya kita itirate dan test berkali-kali. Hal yang sama akan kita lakukan untuk semua aspek ekspansi kita,” terang Lingga.

Penamaan brand Yabel untuk ekspansi Sorabel ini, menurut Jeffrey juga punya alasan khusus. Salah satunya, dikarenakan masih terbatasnya layanan dan produk dari Yabel, dikhawatirkan apabila ada layanan yang kurang memuaskan konsumen dari Yabel, efek samping dari brand Sorabel tidak akan begitu terasa dalam.

Akan tetapi, pihaknya memikirkan apabila sudah memutuskan untuk meresmikan lokasi negara yang dipilih, akan memilih untuk menggunakan brand Sorabel saja sebagai aplikasi utama.

Dari segi kesiapan produk yang siap diekspor, perusahaan sudah berkomitmen penuh untuk menggaet para penjahit lokal. Mereka dilatih dan diberi pengetahuan dalam menghasilkan standar pakaian yang baik dan punya kualitas ekspor. Tidak disebutkan berapa banyak penjahit yang sudah bergabung.

“Kita merasa harus cepat tanggap, enggak hanya untuk lihat fesyen dari Indonesia apa saja yang laku di sana. Tapi lebih ke model fesyen seperti apa yang sedang tren di sana. Kita sudah investasi banyak ke teknologi dan data untuk mengumpulkan pola dan tren agar bisa memberikan rekomendasi yang cocok untuk negara di luar Indonesia,” tambah Lingga.

Klaim jadi bisnis e-commerce tersehat

Tampilan situs Yabel
Tampilan situs Yabel

Sorabel menggunakan private label untuk penjualan produk fesyennya. Secara total ada lima label yang diproduksi secara sendiri oleh perusahaan, masing-masing merepresentasikan kebutuhan konsumen orang Indonesia dalam berbusana. Tidak hanya merilis produk pakaian, Sorabel juga merilis produk kecantikan bernama BeautyCrime.

Lingga menjelaskan, karena model bisnis seperti ini, perusahaan memiliki neraca keuangan yang sehat. Bahkan diklaim paling sehat di antara pemain e-commerce di Indonesia. Sorabel menyejajarkan unit economics-nya dengan pemain e-commerce fesyen di luar negeri seperti Asos dan Revolve. Keduanya tercatat sebagai platform e-commerce yang sudah tercatat di bursa saham.

Unit economics itu pendapatan langsung dan biaya yang terkait dengan model bisnis tertentu yang dinyatakan berdasarkan basis per unit. Ada spesifikasi khusus untuk tiap segmen bisnis, artinya yang dipakai untuk startup SaaS pasti beda dengan model e-commerce.

E-commerce seperti Asos dan Revolve itu sudah profitable dan punya positif cashflow. Unit economics kita mirip seperti mereka, meski GMV tidak besar tapi penjualan besar. Kita bukan marketplace, tapi lebih seperti Asos dan Revolve. Makanya kita bisa jamin gross profit dan contribution profit kita yang paling sehat [di antara pemain e-commerce lain di Indonesia].”

Lingga melanjutkan, untuk bersaing dengan platform e-commerce di luar sana, dengan barang yang sama, suatu platform harus memiliki value yang bisa diberikan kepada konsumennya. Misi yang ingin dicapai Sorabel adalah menjual produk dengan harga yang terjangkau buat semua orang. Solusinya adalah dengan buat sendiri.

“Makanya dengan model private label seperti ini, ada efek samping kita punya margin yang sehat. Tapi kita bukan buat cari profit fokus utamanya, tapi lebih untuk sista-sista kita (panggilan konsumen Sorabel), apa yang mereka butuhkan,” tambahnya.

Komitmen untuk terus menambah private label juga akan terus dilakukan. Dalam beberapa bulan ke depan, perusahaan akan menambah enam sampai tujuh private label baru. Di antaranya untuk pakaian olahraga, acara malam, basics seperti Uniqlo.

Masih dalam putaran pendanaan Seri C

Jeffrey juga mengonfirmasi bahwa informasi pendanaan Seri C yang sedang digalang perusahaan masih berlangsung. Investor baru yang berpartisipasi dan masuk pemberitaan, seperti Kejora Ventures dan Ncore Ventures, termasuk ke dalam putaran terbaru ini.

Ncore itu adalah investor kita, tidak bisa komen lebih dari itu. Tapi kita belum tutup fundraising, jika komitmen yang sudah kita dapat cukup besar akan kita tutup dan annouce.”

Pihaknya bersyukur dengan dukungan yang diberikan para investor dari berbagai keahlian telah membantu Sorabel tumbuh dan terus berinovasi. Beberapa nama VC lainnya yang sebelumnya berpartisipasi di antaranya OpenSpace, Shift, Gobi Partners, MNC Media Investment, SMDV, Golden Equator Capital, dan Convergence Ventures.

Ketika penggalangan tutup, perusahaan akan melancarkan ekspansi bisnisnya ke berbagai negara dan membuka toko offline pertama di Jakarta. Jeffrey mengungkapkan saat ini perusahaan masih mendesain konsep dan menentukan lokasi mal.

Dia memastikan, pada toko pertamanya ini pihaknya akan buka di lokasi mal premium, dengan desain toko yang premium pula, tapi dengan harga yang terjangkau. Mirip seperti yang dilakukan oleh brand kenamaan asal Jepang, Miniso. Mereka punya branding premium tapi harganya terjangkau.

“Tiap bulan kami jual 10 ribu desain dan tiap minggu ada ratusan desain baru. Rencananya pas kita buka toko, tiap minggu barang-barangnya akan selalu di-refresh tiap minggu. Konsep lama yang dipakai kebanyakan toko sudah monoton.”

Bila tidak ada aral melintang, rencananya toko ini akan dirilis pada akhir tahun ini.

Jeffrey menjadi CEO Sorabel sejak akhir 2018

Lingga menerangkan, sejak awal dia merintis Sorabel, tidak pernah menuliskan titel CEO melainkan hanya Co-Founder. Dia punya filosofi, untuk capai misi perusahaan, dia perlu menyiapkan tim yang hebat.

Sebagai co-founder, dia merasa itu adalah tanggung jawabnya. Salah satunya adalah mencari sosok pemimpin yang tepat untuk mendekatkan perusahaan ke misi yang ingin ia capai sejak awal.

“Saya enggak pernah mencantumkan titel CEO baik di kartu nama ataupun LinkedIn. Jadi Sorabel itu belum punya CEO sejak awal sebab suatu saat saya yakin ada CEO yang tepat untuk pimpin Sorabel. Saya merasa Jeff lebih pintar dari saya dan melihat bagaimana dia bisa bawa Sorabel ke misi perusahaan.”

Pertemuannya dengan Jeffrey, dimulai pada akhir 2015. Jeffrey memutuskan untuk bergabung pada tahun berikutnya dengan title sebagai President of Sorabel. Pada akhir tahun lalu, akhirnya diputuskan menjabat sebagai CEO.

“Sekarang saya masih di Sorabel, sebagai Chairman yang turut terlibat dalam keputusan penting. Masih banyak pekerjaan rumah yang masih perlu saya lakukan,” kata Lingga.

Jeff mengatakan, dirinya merasa terhormat dipercaya menjadi CEO. Ketertarikannya bergabung karena ada kesamaan budaya perusahaan yang ingin dia bangun. Sorabel sangat menganut data driven dan membuka kesempatan untuk karyawan menyalurkan ide.

“Di sini juga fleksibel, punya kepercayaan yang tinggi untuk pekerja yang mau kerja remote, dipersilahkan tidak perlu izin. Untuk menyalurkan ide mereka bisa langsung mengerjakannya, tidak perlu izin berlapis-lapis seperti korporat lainnya,” pungkasnya.

Saat ini total karyawan inti di Sorabel sekitar 270 orang, dengan kantor tersebar di Jakarta dan Yogyakarta.

Application Information Will Show Up Here

Ingin Dukung Industri Film, NFC Indonesia Berinvestasi di Ideosource Entertainment

Bertujuan untuk memperkuat value chain di lanskap digital dan hiburan, PT NFC Indonesia Tbk (NFCX), entitas dari PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS), mengumumkan rencananya untuk berinvestasi di Ideosource Entertainment (IDEO). Nantinya investasi akan berfokus pada pembiayaan portofolio yang beragam.

Tidak disebutkan lebih lanjut berapa jumlah investasi yang digelontorkan, namun melalui kerja sama dengan berbagai produser Indonesia yang sukses secara komersial, investasi dikucurkan untuk portofolio film yang terkurasi, khususnya untuk layar lebar dan serial untuk layanan streaming digital.

“NFCX terus membangun disruptive platforms di berbagai area, termasuk media dan periklanan. Namun, kami percaya bahwa platform yang kuat harus juga didukung dengan konten yang kuat. Hal tersebut akan menciptakan magnet alami bagi platform tersebut. Kami juga melihat bahwa IDEO film dan media analytic platform juga dapat memperkuat infrastruktur programmatic and deep-learning and advertising kami. Dengan dukungan finansial dan ekosistem digital luas dari NFCX, kami dapat membantu IDEO untuk berkembang lebih cepat dan lebih besar,” kata CEO NFCX Abraham Theofilus.

Fokus IDEO untuk produksi film Indonesia

Didirikan oleh Andi Boediman pada tahun 2011 lalu, hingga kini Ideosource Venture Capital telah mendanai 27 startup mulai dari e-commerce, digital media, games, IoT (internet of things) yang mendapat kucuran dana dari Ideosource. Andi kini menjabat sebagai Managing Partner Ideosource Venture Capital.

Sejak tahun 2017, Ideosource mulai merambah dunia film dan menyalurkan investasinya melalui Ideosource Film Fund (IFF).  Melihat potensi yang cukup besar di industri film Indonesia serta latar belakang pendidikannya pernah belajar film di Amerika, CEO IDEO Andi Boediman mengungkapkan, IDEO memiliki beragam portofolio film fitur Indonesia. Ia mengklaim ‘Keluarga Cemara’ merupakan investasi film paling sukses dengan penonton yang menembus angka 1,7 juta penonton serta pendapatan lain-lain dari sponsor dan hak digital.

“IDEO juga berinvestasi di deretan film Screenplay Bumilangit, salah satunya adalah ‘Gundala’, pahlawan super komik asli Indonesia karya (alm) Hasmi. Disutradarai oleh Joko Anwar, film ini menceritakan tentang asal usul dari si pahlawan super tersebut, dan menjadi salah satu film yang paling ditunggu-tunggu tahun ini.”

Terdapat empat bisnis model yang nantinya akan diterapkan oleh IDEO, di antaranya adalah investasi film & media, produksi film & media, film & media analytic platform dan digital marketing agency. Dalam memutuskan investasi, Andi memiliki beberapa kriteria. Pertama, ia melihat rekam jejak produser dan sutradaranya. Rumah produksinya sudah pernah mengeluarkan karya-karya apa saja. Rekam jejak ini penting untuk keberhasilan investasinya.

“Setelah itu, saya melihat dari segi proyeknya. Film itu dilihat dari paketnya. Apakah dia menggunakan intellectual property, cast, story yang bagus, dan revenue model, kita jadi tertarik. Kalau di depan, itunya saja tidak menarik, ya, bagaimana kita bisa tertarik,” kata Andi.