Gojek Umumkan Investasi ke Gogoro Melalui PIPE, Siap Uji Coba Motor Listrik

Gojek mengumumkan kerja sama strategis dengan Gogoro, perusahaan teknologi global di ekosistem baterai swap, untuk mempercepat adopsi kendaran listrik di Indonesia. Kemitraan ini mencakup dua bidang, yakni investasi GoTo Group di Gogoro melalui skema Private Investment in Public Equity (PIPE); dan kerja sama Gojek, Gogoro, dan Pertamina melalui skema percontohan baterai swap dan uji coba kendaraan Gogoro Smartscooter di Jakarta.

Founder & CEO Gogogro Horace Luke menuturkan, salah satu tantangan terbesar di Indonesia dan seluruh dunia saat ini adalah upaya mentransformasi moda transportasi perkotaan ke moda transportasi generasi baru yang memanfaatkan motor listrik yang cerdas, berkelanjutan, serta dapat diakses dan diterima masyarakat luas.

“Baterai swap dari Gogoro merupakan inovasi terkini pada pengisian bahan bakar listrik. Kami menghadirkan platform terbuka untuk mendukung produsen kendaraan roda dua dalam memperkenalkan kendaraan listrik yang dapat melakukan pengisian bahan bakar secara aman dan mudah digunakan,” ucap Luke dalam keterangan resmi, Selasa (2/11).

Co-founder & CEO Gojek Kevin Aluwi menambahkan, kemitraan ini menyatukan dua perusahaan dengan visi dan pemikiran yang sama untuk pengadopsian kendaraan listrik sebagai pilihan moda transportasi di Indonesia. “Ambisi ini hanya dapat dicapai melalui kerja sama berbagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu, kemitraan ini sangat penting, jika ingin mewujudkan tujuan kita untuk menata kembali moda transportasi dalam kota,” kata Kevin.

Investasi GoTo untuk Gogoro dilakukan pada September 2021 melalui skema Private Investment in Public Equity (PIPE), sehubungan dengan kombinasi bisnis yang dilakukan Gogoro dan Poema Global Holdings Group. Transaksi ini ditargetkan selesai pada awal 2022 mendatang.

Uji coba motor listrik

Sementara, untuk uji coba motor listrik Gogoro Smartscooter, pada tahap awal akan berada di Jakarta dengan ketersediaan 250 unit dan empat stasiun baterai swap GoStation yang berlokasi di SPBU Pertamina. Secara bertahap, kedua perusahaan berencana untuk meningkatkan jumlah motor menjadi 5 ribu unit dan menghadirkan lebih banyak stasiun baterai swap.

Sebagai catatan, Gogoro merupakan salah satu pemimpin inovasi global dalam compact electric propulsion, desain baterai, baterai swap, dan layanan advanced cloud yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mengelola ketersediaan dan keamanan baterai. Gogoro membentuk ekosistem Gogoro Network, sebuah platform baterai swap yang efisien dan diakui oleh Guidehouse Insights sebagai perusahaan baterai swap terkemuka untuk kendaraan ringan (lightweight) perkotaan di dunia.

Ada lebih dari 400 ribu pengendara dan 2.100 stasiun baterai swap di dalam Gogoro Network, melayani 270 ribu baterai swap harian dengan lebih dari 250 juta total baterai swap hingga saat ini. Selain Gogoro Network, pada 2015, perusahaan meluncurkan Gogoro Smartscooter, pemenang penghargaan kendaraan motor listrik pintar pertama di dunia.

Pada 2019, Gogoro Network mengembangkan Powered by Gogoro Network Program (PBGN) yang memberikan akses kepada mitra produsen kendaraan Gogoro ke inovasi-inovasi yang dimiliki oleh Gogoro, termasuk intelligence drivetrain dan pengontrolnya, komponen dan smart systems, sehingga mereka dapat mengembangkan dan meluncurkan kendaraan listrik yang unik dan terintegrasi dengan jaringan Gogoro baterai swap.

Uji coba motor listrik ini sejalan dengan tujuan sustainability Gojek dan upaya berkelanjutan untuk mengurangi jejak karbon. Pada April 2021 ini, Gojek meluncurkan Sustainability Report yang memaparkan target Gojek untuk mencapai Nol Emisi pada 2030 mendatang, termasuk rencana transisi 100% armada roda duanya ke kendaraan listrik.

Sebagai bagian dari rencana ini, Gojek secara aktif mencari cara untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik yang komprehensif dengan memanfaatkan teknologi untuk mengatasi hambatan pada penggunaan yang dihadapi mitra driver dan memastikan konsumen memperoleh pengalaman yang optimal.

Lebih lanjut, dalam laporan tersebut Gojek membagi langkah-langkah yang signifikan untuk mencapai targetnya dan akan ditinjau dan disampaikan ke publik tiap tahunnya. Salah satunya adalah GoGreener, yang mencakup komitmen untuk melakukan inventori karbon tahunan untuk scope 1, 2, dan 3, serta penghitungan limbah yang dimulai pada 2021.

Kemudian, meluncurkan fitur GoGreener Carbon Offset yang merupakan fitur serap jejak karbon pertama di dunia untuk B2C, langsung melibatkan pelanggan, di dalam industri ride hailing; meluncurkan layanan GoTransit untuk memfasilitasi perjalanan multimoda guna mendorong penggunaan transportasi publik (first mile, last mile); aksi strategis lainnya.

Aksi serupa dari Grab

Kompetitor terdekat Gojek, Grab juga melakukan aksi serupa untuk mengurangi jejak karbon. Grab bekerja sama dengan produsen kendaraan listrik lokal VIAR, memesan lebih dari 6 ribu unit motor listrik di Semarang yang siap didistribusikan hingga akhir 2021 di seluruh Indonesia. Selain VIAR, Grab menggandeng produsen lokal lainnya seperti Gesits dan Selis, hingga produsen multinasional seperti Hyundai, Honda, dan Kymco.

Terhitung sejak Januari 2020 hingga April 2021, sebanyak lebih dari 6 ribu armada kendaraan listrik Grab telah membantu mengurangi emisi CO2 yang diperkirakan hingga 4 ribu ton, setara dengan jumlah penyerapan CO2 oleh lebih dari 190 ribu pohon setahun. Grab telah memulai uji coba kendaraan listrik GrabBike Electric Protect di Jakarta, Bali dan Yogyakarta.

Khusus di Jawa Tengah, pada April lalu, Grab memperkuat dukungan untuk ekosistem Kendaraan Listrik Nasional dengan meluncurkan skuter listrik yang dapat digunakan oleh masyarakat, sepeda listrik yang digunakan oleh mitra pengantaran GrabFood, serta motor listrik yang digunakan oleh mitra pengemudi GrabBike di Surakarta.

Selain itu, Grab juga bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Kota Surakarta dalam pemanfaatan jalur City Walk untuk lajur alat mobilitas pribadi skuter listrik GrabWheels dan membangun Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU) bersama dengan PT. PLN Persero Surakarta. VIAR juga telah melakukan investasi kepada unit bisnis GrabWheels sebagai bagian dari dukungan terhadap ekosistem kendaraan berbasis listrik di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Approaching the IPO Moment, GoTo’s Valuation to Reach 403 Trillion

Last week (20/10) the decacorn GoTo Group announced a strategic cooperation agreement with the Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) subsidiary. As a follow-up, ADIA led the fundraising for GoTo’s pre-IPO worth $400 million or equivalent to IDR 5.6 trillion. This funding is estimated to boost the company’s valuation to $28.5 billion or equivalent to IDR 403.7 trillion – according to Reuters‘ sources.

This value increased significantly compared to the previous estimated valuation of $18 billion, by combining each company’s valuations as they were doing separate fundraising. Today’s situatuion is estimated to bring GoTo’s value to more than $30 billion in the lead-up to its IPO, with the public investment climate gains its best momentum.

“We are proud to welcome ADIA as the company’s newest investor and the first in our pre-IPO fundraising, as we prepare the business for exponential growth for years to come. This kind of support underscores our belief that Indonesia and Southeast Asia will be the next big destination for technology investment,” GoTo Group’s CEO, Andre Soelistyo said.

He said, GoTo has generated more than 1.8 billion transactions in 2020 with a total GTV of more than $22 billion. In the company’s ecosystem, there are more than 11 million partners, with the majority being MSMEs and more than 2 million driver-partners.

Fluktuation before IPO

Although it has not been officially announced, the GoTo IPO plan is predicted to be finalized in early 2022. Sources say that the go-public process will start at the local exchange (IDX), followed by New York.

“The IPO is one of our strategies to support the company’s sustainable growth. What we can ensure is that GoTo will always comply with all applicable regulations in carrying out every corporate action,” a company representative said to DailySocial.id.

The success of Bukalapak’s IPO at IDX and Grab’s previously announced plan to go public via SPAC become the benchmarks for ‘success’ to the next unicorn that will enter the stock market. Grab’s plan was delayed from the schedule, the SPAC agreement was targeted to complete in mid-2021. It is actually due to the request for a financial audit from the local exchange authority. The company is targeting a valuation of nearly $40 million just before going public.

The startup path to the stock exchange is being tested with various uncertainties. Including the declining interest in public offerings through SPAC – as it was too blatant. In 2021, there will be a lot of SPAC transactions on the NASDAQ, which will have an effect on the decline in the selling price of shares to below the expected nominal value. According to EY data, as of H1 2021 there were 634 successful SPAC transactions, a new record on the local stock exchange.

Previously, rumor has it that Traveloka would make a deal with Bridgetown Holdings Ltd. for SPAC. However, as we’ve recently informed, Traveloka’s board of directors decided not to proceed with this step. The company is likely to explore the traditional IPO process, remaining on US exchanges, according to Bloomberg sources.

On the other hand, Bukalapak’s corporate action in August 2021 also illustrates the good enthusiasm of local investors in welcoming local unicorns to the stock market.

Gojek-Tokopedia synergy

The GoTo Group continues to strive to accelerate its business pace, especially by combining the capability of Gojek and Tokopedia. Several initiatives were recently announced, such as setting Gopay and Gopaylater as the main payment options on Tokopedia.

“In addition, the synergies embodied in the GoTo ecosystem include cross-selling and upselling, a wider hyperlocal delivery network, the largest digital payment ecosystem and financial technology, as well as promotions and loyalty programs to expand users,” GoTo’s Corporate Affairs Nila Marita added.

Synergy is also designed to expand opportunities for Gojek driver partners to earn additional income, among others, realized through a number of Gojek and Tokopedia collaboration programs such as Indonesia Shopping Time (WIB). Driver partners have the opportunity to be able to send more orders from Tokopedia consumers.

“This business synergy also opens up great opportunities for GoTo to expand in several lines, such as daily necessities (grocery), fast-moving consumer goods (FMCG), and logistics,” Nila said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Pemain Super-app Berlomba Hadirkan Inisiatif Baru untuk Digitalisasi UMKM Indonesia

Setelah pembentukan GoTo dan kemitraan strategis antara Grab, Bukalapak, dan Emtek, raksasa teknologi Indonesia kini berlomba untuk mendigitalkan usaha mikro dan kecil.

Grab, Bukalapak, dan konglomerat media Emtek Group telah meluncurkan program akselerator yang disebut Kota Masa Depan, perusahaan mengumumkan pada hari Kamis. Program ini menyasar usaha mikro, kecil, dan menengah dari kota-kota tier-2 dan tier-3 di Indonesia.

Kota Masa Depan memiliki tiga prioritas—onboarding bisnis ke platform Grab dan Bukalapak, memberdayakan perusahaan melalui sesi pelatihan dan pendampingan, dan memberikan vaksinasi kepada karyawan UMKM. Unit bisnis juga akan mendapatkan eksposur dari jaringan media milik Grup Emtek, termasuk saluran televisi SCTV dan Indosiar, serta platform video streaming Vidio.

Program ini bertujuan untuk menjangkau 10.000 UMKM pada akhir Desember 2021 di daerah seperti Kupang, Nusa Tenggara Timur, Solo di Jawa Tengah, Gowa di Sulawesi Selatan, Malang di Jawa Timur, dan Pekanbaru di Riau.

Grab, Emtek, dan Bukalapak telah mempererat hubungan bisnis mereka selama beberapa bulan terakhir. Pada bulan April, beberapa hari setelah Grab mengumumkan merger SPAC dengan Altimeter Growth Corporation, perusahaan yang berbasis di Singapura ini dilaporkan menghabiskan Rp 4 triliun (USD 274 juta) untuk membeli 4% saham di Emtek. Pada bulan Mei, Emtek mengakuisisi saham minoritas (2,59%) di unit Grab di Indonesia, dan kemudian pada bulan Juni, Emtek menyuntikkan modal tambahan sebesar Rp 3,09 triliun (USD 210 juta). Saat ini, Emtek memiliki 5,88% saham Grab. Emtek pun menjadi pemegang saham terbesar di Bukalapak.

Platform di ekosistem Grab dan Bukalapak yang tersedia untuk UMKM antara lain GrabFood, GrabMart, dan marketplace Bukalapak. Grab juga menjalankan program yang disebut GrabKios untuk mendigitalkan toko-toko di lingkungan sekitar. Platform ini telah bermitra dengan lebih dari 2 juta agen. Pada saat yang sama, Bukalapak gencar mengembangkan inisiatif O2O serupa bernama Mitra Bukalapak, yang sudah memiliki sekitar 8,7 juta agen.

Sementara itu, GoTo telah meluncurkan programnya sendiri yang disebut BangkitBersama (“bangkit bersama”) untuk membantu UMKM lokal dalam proses go digital. Program ini memiliki beberapa fokus. Ini berupaya untuk meningkatkan eksposur UMKM di Tokopedia melalui pendekatan hyperlocal yang melibatkan geotagging. Selain itu, inisiatif ini juga bertujuan untuk memberdayakan UMKM melalui serangkaian kelas bisnis online dan offline, dan membantu penjual e-commerce untuk memperluas jangkauan mereka melalui platform layanan fulfillment TokoCabang.

UMKM di ekosistem GoTo dapat mengakses berbagai platform seperti GoFood, GoShop, dan marketplace Tokopedia. Di ruang O2O, grup ini memiliki Mitra Tokopedia, yang diluncurkan pada 2018, dan GoToko, sebuah inisiatif yang diluncurkan tahun lalu. GoTo juga memiliki e-commerce enabler bernama GoStore yang membantu UMKM membuat toko online. Berkat investasi dari Facebook tahun lalu, merchant di GoStore dapat mengintegrasikan lapak online mereka dengan Facebook Shop dan Instagram Shopping. Grup ini telah menggabungan 11 juta mitra pedagang pada Desember 2020.

Layanan untuk UMKM di super-app Indonesia

Saat ini terdapat sekitar 64,2 juta UMKM di Indonesia. Bisnis ini menyerap sekitar 97% dari total tenaga kerja dan berkontribusi sekitar 61% dari produk domestik bruto negara, menurut Kementerian Koperasi dan UKM Indonesia.

Digitalisasi UMKM menjadi semakin penting untuk memungkinkan bisnis ini menjangkau basis konsumen yang lebih luas, memperluas bisnis mereka, dan mendapatkan akses ke pembiayaan. Bagi raksasa teknologi, UMKM dapat membawa lebih banyak pelanggan ke ekosistem mereka, terutama di kota-kota tingkat-2 dan tingkat-3, tempat tinggal 100 juta pengguna internet berikutnya.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Menjelang IPO, Valuasi GoTo Ditaksirkan Capai 403 Triliun Rupiah

Pekan lalu (20/10) decacorn GoTo Group mengumumkan peresmian perjanjian kerja sama strategis dengan anak usaha Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). Sebagai tindak lanjut, ADIA memimpin penggalangan dana pra-IPO GoTo senilai $400 juta atau setara Rp5,6 triliun Rupiah. Pendanaan ini ditaksirkan mendongkrak valuasi perusahaan di angka $28,5 miliar atau setara Rp403,7 triliun Rupiah – menurut sumber yang menyampaikan pada Reuters.

Nilai ini meningkat derastis dibandingkan prakiraan valuasi sebelumnya di angka $18 miliar, dengan menggabungkan masing-masing valuasi perusahaan yang saat itu masih melakukan penggalangan dana secara terpisah. Kondisi yang ada sekarang juga ditaksirkan dapat membawa nilai GoTo melebihi $30 miliar pada waktu menjelang IPO-nya nantinya, jika iklim investasi publik mendapatkan momentum terbaiknya.

“Kami bangga menyambut ADIA sebagai investor terbaru di perusahaan dan yang pertama dalam penggalangan dana pra-IPO kami, selagi kami menyiapkan bisnis untuk pertumbuhan eksponensial untuk tahun-tahun mendatang. Dukungan dengan skala seperti ini menegaskan keyakinan kami bahwa Indonesia dan Asia Tenggara akan menjadi tujuan besar selanjutnya untuk investasi teknologi,” sambut CEO GoTo Group Andre Soelistyo.

Dalam pemaparan yang disampaikan, GoTo telah menghasilkan lebih dari 1,8 miliar transaksi pada 2020 dengan total GTV lebih dari $22 miliar. Dalam ekosistem perusahaan, tercatat lebih dari 11 juta mitra dengan mayoritas berskala UMKM dan lebih dari 2 juta armada mitra pengemudi.

Fluktuasi menjelang IPO

Kendati belum disampaikan secara resmi, rencana IPO GoTo digadang-gadang akan dilaksanakan pada awal tahun 2022. Sumber mengatakan, proses go-public akan dimulai di bursa lokal terlebih dulu (IDX), diikuti ke New York.

“IPO menjadi salah satu strategi kami untuk mendukung pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan. Yang dapat kami pastikan adalah GoTo akan selalu mematuhi seluruh regulasi yang berlaku dalam menjalankan tiap aksi korporasi,” ujar perwakilan perusahaan kepada DailySocial.id.

Kesuksesan IPO Bukalapak di IDX dan rencana go-public Grab via SPAC yang telah diumumkan sebelumnya sebenarnya menjadi tolok ukur sendiri untuk ‘kesuksesan’ bagi unicorn berikutnya yang akan melenggang ke pasar saham. Rencana Grab sendiri mundur dari jadwal, target awalnya kesepakatan SPAC rampung di pertengahan 2021. Alasannya ada permintaan audit keuangan dari otoritas bursa setempat. Perusahaan menargetkan valuasi hampir $40 juta sesaat sebelum melantai.

Jalan startup menuju bursa memang tengah diuji dengan berbagai ketidakpastian. Termasuk merosotnya minat penawaran umum lewat SPAC – karena terlalu riuh. Tahun 2021 ini terjadi banyak transaksi SPAC di NASDAQ, sehingga berpengaruh pada penurunan harga jual saham hingga di bawah nominal nilai yang diharapkan. Menurut data EY, per H1 2021 terdapat 634 transaksi SPAC yang berhasil dijalankan, menjadi rekor baru di bursa saham setempat.

Sebelumnya berhembus kabar unicorn Traveloka akan membuat kesepakatan dengan Bridgetown Holdings Ltd. untuk SPAC. Namun baru-baru ini, tersiar informasi bahwa dewan direksi Traveloka memutuskan untuk tidak melanjutkan langkah tersebut. Perusahaan kemungkinan akan menjajaki proses IPO tradisional, tetap di bursa AS, menurut sumber Bloomberg.

Di sisi lain, aksi korporasi Bukalapak pada Agustus 2021 lalu juga memberikan gambaran tentang antusias yang cukup baik oleh investor lokal dalam menyambut unicorn lokal di pasar saham.

Sinergi Gojek-Tokopedia

Percepatan laju bisnis juga terus diupayakan oleh GoTo Group, utamanya dengan menggabungkan kekuatan yang dimiliki oleh Gojek maupun Tokopedia. Beberapa inisiatif baru-baru ini diumumkan, seperti menjadikan Gopay dan Gopaylater sebagai gerbang pembayaran utama di Tokopedia.

“Selain itu sinergi yang diwujudkan dalam ekosistem GoTo di antaranya adalah penjualan silang antar-platform (cross-selling) dan upselling, jaringan pengiriman hyperlocal yang lebih luas, ekosistem pembayaran digital, dan teknologi finansial terbesar, serta promosi dan program loyalitas untuk pengguna yang diperluas,” imbuh Corporate Affairs GoTo Nila Marita.

Sinergi juga didesain agar dapat memperluas peluang bagi mitra driver Gojek untuk memperoleh tambahan penghasilan, antara lain diwujudkan dengan sejumlah program kolaborasi Gojek dan Tokopedia seperti Waktu Indonesia Belanja (WIB). Mitra driver berkesempatan untuk dapat mengirimkan lebih banyak pesanan dari konsumen Tokopedia.

“Sinergi bisnis ini juga membuka kesempatan besar bagi GoTo untuk berekspansi di beberapa lini, seperti kebutuhan sehari-hari (grocery), fast-moving consumer goods (FMCG), dan logistik,” tutup Nila.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Perkuat Sinergi GoTo, GoPay Jadi Opsi Pembayaran Utama di Tokopedia

Sebagai bentuk integrasi bisnis GoTo, GoPay menjadi layanan berikutnya yang hadir di aplikasi Tokopedia sebagai salah satu pilihan pembayaran instan. Ikon GoPay tertera di laman utama aplikasi bagian kiri atas, yang sebelumnya ditempati oleh OVO.

Sebelum GoPay hadir, pada Agustus kemarin, Gojek telah lebih dulu memboyong GoPayLater ke aplikasi Tokopedia. Pengguna dapat memanfaatkan limit yang diperoleh untuk berbelanja di Tokopedia.

Dalam keterangan resmi, CMO GoPay Fibriyani Elastria mengatakan. kehadiran GoPay di Tokopedia merupakan perluasan manfaat bagi GoPay yang telah diandalkan jutaan masyarakat Indonesia untuk bertransaksi sehari-hari termasuk belanja online. “GoPay fokus untuk memenuhi kebutuhan pengguna dengan menyediakan dan meningkatkan perluasan layanan belanja online yang aman dan mudah,” terangnya dalam keterangan resmi, Kamis (14/10).

VP of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak menambahkan, “Selama ini Tokopedia telah menyediakan beragam metode pembayaran untuk mempermudah siapa pun merasakan manfaat bertransaksi online. Kami berharap kehadiran GoPay di platform Tokopedia sekarang bisa menjadi alternatif pembayaran bagi masyarakat yang kian mengandalkan pembayaran non-tunai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.”

Layanan ini diluncurkan secara bertahap kepada seluruh pengguna GoPay sejak Oktober. Seperti layaknya bertransaksi dengan pilihan pembayaran lainnya, pelanggan dapat memilih membayar dengan GoPay pada pilihan pembayaran di Tokopedia setelah memastikan jumlah tagihan belanja, alamat, serta metode pengiriman. Selanjutnya, pelanggan dapat menyelesaikan transaksi dengan memberikan konfirmasi PIN GoPay.

Kendati ekosistem GoPay sudah lengkap, tidak serta merta OVO dihapus dari ekosistem Tokopedia. Kedua perusahaan telah menyepakati OVO akan tetap hadir sebagai salah satu metode pembayaran di Tokopedia.

“Terkait penggunaan OVO di ekosistem Tokopedia dan Lippo Group, telah disepakati OVO akan tetap hadir seabgai salah satu metode pembayaran di ekosistem tersebut,” ucap Head of Corporate Communications OVO Harumi Supit mengutip dari CNBC Indonesia. Kata Harumi, perubahan struktur kepemilikan merupakan bagian wajar dari perjalanan perusahaan teknologi.

Saat ini, OVO dapat diakses pengguna di aplikasi Tokopedia melalui pilihan menu “Pengaturan”. Di laman tersebut, pengguna tetap dapat melakukan top up, transfer saldo ke sesama pengguna, dan melihat histori transaksi OVO.

Perlombaan duduki posisi teratas

OVO dan GoPay sebenarnya memiliki fokus yang sama, bekerja sama dengan berbagai mitra strategis agar semakin dekat dengan kehidupan sehari-hari para pengguna individu dan UMKM. Dalam paparan yang diberikan OVO, disebutkan bahwa layanannya sudah terintegrasi ke berbagai merchant di berbagai vertikal bisnis. Baik itu, tagihan dan hiburan, bahan makanan, parkir, logistik, kesehatan, donasi, pendidikan, fintech, dan sebagainya.

Aspek penting lainnya terhubung dengan sistem operasi smartphone, yakni Google Play dan App Store. Diklaim OVO sudah terhubung, namun saat diverifikasi lebih jauh, OVO belum tersedia di keduanya. Ada kemungkinan sedang proses integrasi, sehingga butuh waktu sebelum diresmikan ke publik.

Dalam berbagai riset, baik OVO dan GoPay saling mendominasi satu sama lain dalam menduduki posisi pertama sebagai aplikasi pembayaran digital yang paling populer. Menurut survei Fintech Report 2020, GoPay menempati posisi teratas (87%), kemudian secara berurutan disusul OVO (80,4%), DANA (75,6%), ShopeePay (53,2%), dan LinkAja (47,5%).

Sementara, dalam survei yang dirilis Boku pada tahun ini menobatkan OVO sebagai aplikasi dengan pertumbuhan transaksi tertinggi di 2020 dengan $10,7 juta, ShopeePay ($4,3 juta), LinkAja ($3,9 juta), GoPay ($3,7 juta), dan DANA ($3,4 juta). Urutan ini tidak bergeser untuk kategori pangsa pasar dan jumlah pengguna.

Menariknya, menurut survei yang diselenggarakan Neurosensum, ShopeePay tercatat menguasai pangsa pasar uang elektronik selama periode November 2020-Januari 2021 dengan persentase sebesar 68%. Posisi berikutnya adalah OVO (62%), lalu DANA (53%), GoPay (54%), dan LinkAja (23%).

Menduduki posisi teratas tentunya menjadi keinginan bagi semua pihak. Alhasil, masuknya GoPay ke dalam Tokopedia, menjadi generator yang baik untuk mendongkrak transaksi. Terlebih, Tokopedia dan GoPay tentu akan terus memberikan berbagai penawaran spesial berbentuk diskon dan cashback.

Dari sisi pemain e-commerce pun, baik Tokopedia dan Shopee, merupakan rival abadi seperti Grab dan Gojek, untuk mendominasi pasar. Secara berturut-turut Shopee berhasil mempertahankan posisinya sebagai e-commerce dengan kunjungan terbanyak di Indonesia dalam tiga tahun terakhir.

Rekor tersebut akhirnya dapat dipatahkan pada kuartal II 2021. Merujuk dari data iPrice, total pengunjung Tokopedia mencapai 147,7 juta rata-rata bulanan. Sementara, Shopee berada di angka 126,9 juta kunjungan. Terakhir kali, Tokopedia menjadi e-commerce dengan pengunjung terbanyak pada kuartal III 2019.

Application Information Will Show Up Here

GoTo Mengakuisisi 6,74% Saham Pemilik Jaringan Ritel Hypermart

GoTo resmi mengumumkan akuisisi 6,74% saham milik perusahaan jaringan ritel modern PT Matahari Putra Prima Tbk (IDX: MPPA) melalui PT Multipolar Tbk (IDX: MPLPL). Melalui divestasi saham ini, Multipolar akan mengantongi dana segar sebesar Rp355 miliar.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (7/10), Corporate Secretary Matahari Putra Prima Danny Kojongian menyatakan bahwa PT Multipolar Tbk (IDX: MPLPL) selaku pengendali saham Matahari Putra Prima, telah melepas sahamnya kepada PT Aplikasi Karya Anak Bangsa yang setara 507.142.900 lembar saham dengan harga pelaksanaan Rp700 per saham. Transaksi ini telah disepakati pada Senin, 4 Oktober 2021.

Matahari Putra Prima adalah anak usaha Lippo Group yang merupakan salah satu jaringan peritel modern terbesar di Indonesia. Beberapa gerai yang dimilikinya antara lain Hypermart, Foodmart Supermarket, Primo Supermarket, hingga Boston Health and Beauty. Saat ini Hypermarket memiliki 200 gerai yang tersebar di 72 kota di Indonesia.

Dalam pernyataan resminya, CEO Matahari Putra Prima Elliot Dickson mengatakan, pihaknya tengah memperkuat permodalan untuk mendorong pangsa pasar Hypermart dan mendukung investasinya di omnichannel. Adapun, Multipolar dan GoTo akan turut terlibat dalam peningkatan modal Matahari Putra Prima.

“Hypermart memanfaatkan situasi pandemi ini untuk memacu layanan e-groceries, di mana ada peningkatan hingga empat kali lipat selama setahun terakhir. Saat ini kami ingin mendorong posisi Hypermart sebagai pemimpin di pasar ritel omnichannel,” tutur Dickson.

Menyinergikan kapabilitas ekosistem GoTo

Survei NielsenIQ menyebutkan Hypermart menguasai 25% pangsa pasar supermarket dan hypermarket di Indonesia. Melalui aksi korporasi tersebut, kedua belah pihak dalam saling memperkuat posisinya di omnichannel, baik Hypermart maupun GoTo melalui GoMart.

GoTo dapat memanfaatkan pula kapabilitas ekosistem layanan terkait untuk memperkuat sinerginya dengan Hypermart, yakni lewat basis kuat pada layanan transportasi (GoRide & GoCar) dan kurir instan (GoSend).

Di samping itu, strategi Matahari Putra Prima untuk fokus terhadap layanan pemesanan produk segar dan kebutuhan sehari-hari berbasis omnichannel merupakan upaya melanjutkan realisasi kinerja positifnya di 2020.

Mengacu pada Annual Report 2020, bisnis online Hypermart memberikan kontribusi signifikan sebesar 4%-5% terhadap total penjualan tahun sebelumnya yang hanya 0,1%. Di 2021, pihaknya membidik pertumbuhan kontribusi sebesar 8%-10%.

Kinerja gerai online dan mitra O2O Hypermart / Sumber: Annual Report 2020
Kinerja gerai online dan mitra O2O Hypermart / Sumber: Annual Report MPPA 2020

Sejak pandemi, Matahari Putra Prima mulai melakukan transisi dengan masuk ke layanan grocery secara O2O. Di awal, perusahaan memperkenalkan layanan Hypermart Online dan Chat& Shop. Selain itu, Hypermart juga berkolaborasi dengan pemain O2O besar, seperti Shopee dan Tokopedia. Hypermart juga menambah opsi pembayaran lebih banyak, mulai dari OVO, ShopeePay, QRIS, dan mobile banking.

Per 2020, sebanyak 103 gerai Hypermart telah aktif terhubung dengan Hypermart Online, kemudian 125 gerai untuk Chat & Shop, 97 toko virtual di Grab Mart, 45 toko virtual di Shopee, dan 23 toko virtual di Tokopedia.

Aksi korporasi sejenis juga tengah dirampungkan oleh marketplace Blibli dengan pemilik gerai ritel Ranch Market. Berdasarkan keterbukaan informasi BEI beberapa waktu lalu, PT Global Digital Niaga yang menaungi Blibli melakukan penandatanganan Perjanjian Pengikat Pembelian Saham (PPPS) untuk mengakuisisi saham mayoritas PT Supra Boga Lestari sebanyak 797.888.628 saham atau setara 51% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh.

Strategi ini juga memberikan sinyal bahwa Blibli tengah berupaya memperkuat layanan grocery miliknya, yakni BlibliMart. Berdasarkan laporan Blibli di 2020, perusahaan mengalami peningkatan transaksi bahan pokok harian hingga tiga kali lipat selama pandemi.

Integrasi Produk Gojek Mendalam di Tokopedia, Kini Tersedia GoPayLater

Perusahaan merger dari Gojek dan Tokopedia, GoTo, semakin perdalam integrasi produk antar keduanya di masing-masing platform. Informasi yang terbaru adalah hadirnya layanan fintech BNPL (buy now pay later) dari Gopay yakni GoPayLater yang kini tersedia di aplikasi Tokopedia.

Belum ada informasi resmi yang diberikan perusahaan terkait kabar teranyar tersebut. Kehadiran GoPayLater tentunya berindikasi pada semakin jelasnya upaya Tokopedia untuk mengurangi dominasi OVO di platformnya.

Sebelum GoTo diresmikan ke publik, program loyalitas Tokopedia yang sempat menggunakan OVO Points akhirnya kembali menghidupkan TokoPoints pada April 2021 setelah sempat dirilis pada 2018.

Lewat OVO Points, sebelumnya pengguna Tokopedia dapat memperoleh poin untuk mendapatkan cashback dari setiap transaksi yang dilakukan di Tokopedia. OVO Points dapat digunakan sebagai salah satu metode pembayaran, konversi 1 poin senilai dengan Rp1.

TokoPoints juga dapat dapat ditukar tanpa batas minimum/maksimum poin untuk untuk semua transaksi produk fisik dan berbagai produk digital. Pemakaian TokoPoints untuk transaksi produk fisik juga dapat digabungkan dengan promo lainnya dan Bebas Ongkir secara bersamaan.

Tokopedia juga menyediakan gamifikasi yang dapat digunakan pengguna untuk mengumpulkan TokoPoints setiap harinya.

Munculnya GoPayLater artinya tinggal menunggu waktu saja sampai akhirnya Gopay hadir di Tokopedia. Selama ini, OVO adalah metode pembayaran utama yang tersedia di laman utama Tokopedia untuk berbagai transaksi. Di Tokopedia, tersedia fitur top up instan saldo, transfer, dan bayar dengan kode QR yang terhubung langsung dengan OVO.

Mengutip dari DealStreetAsia, Tokopedia dan afiliasinya memiliki 41% saham di OVO. Dengan rincian, Tokopedia menguasai 36,1% saham di induk OVO, Bumi Cakrawala Perkasa, Co-Founder Tokopedia Leontinus Alpha Edison dan William Tanuwijaya memiliki 5% melalui Wahana Inovasi Lestari yang diakuisisi Grab pada Februari 2020. Sedangkan Grab Inc menguasai 39,2% saham di induk OVO.

GoPayLater sendiri adalah produk dari Findaya, startup p2p lending yang diakuisisi Gojek pada 2018. Dalam perkembangannya, melalui wawancara bersama DailySocial pada Februari 2021, disampaikan GoPayLater sudah memperluas cakupan layanannya, tidak hanya dapat digunakan untuk seluruh transaksi di aplikasi Gojek dan merchant offline afiliasinya.

Sejumlah mitra e-commerce yang dapat menerima pembayaran dengan GoPayLater adalah Blibli, JD.id, Zalora, dan masih banyak lagi.

Diungkapkan pada tahun lalu pertumbuhan transaksi dengan GoPayLater naik hingga 3,3 kali lipat. Transaksi terbesarnya dikontribusikan dari pembelian makanan melalui GoFood dan membayar tagihan di GoBills.

“Gopay Paylater menjadi salah satu layanan yang paling digemari pengguna, terbukti dengan peningkatan transaksi sampai dengan 3,3 kali lipat sepanjang tahun 2020 dengan NPL di bawah industri,” ucap Head of Growth GoPayLater Neni Veronica.

Penetrasi layanan fintech

Industri fintech lending yang merupakan ranah dari GoPayLater terus menunjukkan tren pertumbuhan di Indonesia. Berdasarkan statistik OJK, pada semester I 2021 angka penyaluran mencapai Rp70,88 triliun, hampir menyandingi pencapaian sepanjang tahun lalu sebesar Rp74,41 triliun. Bila melihat secara kumulatif saja, telah mencapai Rp221,56 triliun.

Angka ini diprediksi akan semakin tumbuh, mengingat masih banyaknya kelompok masyarakat underserved dan unbanked. Pemain seperti GoPayLater yang mengusung BNPL atau kartu kredit digital, mengisi gap kebutuhan terhadap akses finansial yang memadai dengan pendekatan digital.

Paylater jadi opsi pembayaran yang makin diminati untuk pengguna e-commerce di Indonesia / Kredivo-Katadata

Persaingan di kancah uang elektronik itu sendiri juga tak kalah menarik. Di Indonesia, peta persaingannya semakin meruncing di antaranya lima pemain dominan di pasar. Mereka tak lain Gopay, OVO, DANA, ShopeePay, dan LinkAja. Dalam berbagai riset, kelimanya saling berganti posisi satu sama lain dalam tiap periodenya.

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam Fintech Report 2020, ada lima aplikasi pembayaran digital yang paling banyak digunakan menurut responden. Secara berurutan meliputi Gopay (87%), OVO (80,4%), Dana (75,6%), ShopeePay (53,2%), dan LinkAja (47,5%).

Sementara, menurut survei yang diselenggarakan Neurosensum, ShopeePay tercatat menguasai pangsa pasar uang elektronik selama periode November 2020-Januari 2021 dengan persentase sebesar 68%. Posisi berikutnya adalah OVO (62%), lalu DANA (53%), GoPay (54%), dan LinkAja (23%). Dalam temuan ini, responden tercatat menggunakan multiple e-wallet untuk kebutuhan berbeda.

Dari sisi frekuensi penggunaan, ShopeePay juga berada di posisi teratas dengan total gabungan transaksi sebanyak 14,4 kali per bulan atau 9 kali (online) dan 5,4 kali (offline). OVO menyusul di posisi kedua dengan total 13,5 kali penggunaan per bulan atau 8,1 kali (online) dan 5,4 kali (offline). Di urutan ketiga, GoPay dengan total 13,1 kali per bulan atau 8 kali (online) dan 5,1 kali (offline).

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Pra-IPO GoTo: Strategi Membendung Antusiasme

GoTo, perusahaan merger dari Gojek dan Tokopedia, menjadi nama berikutnya yang disinggung Bursa Efek Indonesia untuk melantai setelah Bukalapak. Direncanakan aksi korporasi tersebut dapat terealisasi kuartal IV 2021. Kabar terbaru yang beredar, sebelum aksi korporasi tersebut diselenggarakan, GoTo melakukan penawaran pra-IPO untuk kalangan institusi dan VC secara terbatas.

Nilai yang diincar tak main-main antara $1 miliar-$2 miliar (sekitar Rp15 triliun-Rp29 triliun) untuk penawaran umum saham perdana di Indonesia dan Amerika Serikat. Lantas, mengapa perlu pra-IPO?

Menurut Investopedia, pra-IPO adalah penawaran saham dalam jumlah besar sebelum dicatatkan di bursa publik. Pembeli biasanya perusahaan ekuitas swasta, hedge fund, dan lembaga lain yang bersedia membeli saham dalam jumlah besar. Karena besarnya investasi dan risiko yang ada, biasanya pembeli saham pra-IPO mendapat diskon dari harga yang tercantum dalam IPO.

Disebutkan juga, pembelian ini biasanya dilakukan tanpa prospektus dan tanpa jaminan bahwa listing akan terjadi. Dari sisi perusahaan, pra-IPO adalah strategi mengimbangi risiko saat IPO nanti apabila antusiasme publik tidak seperti yang diprediksi. Oleh karenanya, ganjaran harga diskon inilah yang menjadi kompensasi atas ketidakpastian tersebut.

Perusahaan, mau bagaimanapun, pasti tidak ingin para pembeli pra-IPO ini langsung menjual semua saham ketika harga saham melonjak begitu melantai bursa. Untuk mencegah hal ini, periode penguncian (lock-up period) umumnya disertakan dalam skema pra-IPO.

Pra-IPO merupakan hal baru bagi Indonesia. Berkaca dari pengalaman perusahaan teknologi raksasa Alibaba, sebelumnya mengambil langkah ini sebelum melantai di NYSE sebagai $BABA pada September 2014.

Dalam hajatan akbar tersebut, Alibaba mengundang investor kelas kakap dan wealthy private individu. Salah satu namanya adalah Ozi Amanat, venture capitalist asal Singapura. Ia membeli saham pra-IPO Alibaba sebesar $35 juta dengan harga per lembar saham $60.

Pada hari pertama melantai di publik, BABA mencatatkan harga per lembar saham sebesar $90. Kemudian pada November 2020, harganya melambung ke level $276.

Karena ada risiko ketidakpastian inilah membuat GoTo mantap untuk menggelar pra-IPO. Apabila mengacu pada Investopedia kembali, aksi bertujuan untuk mendapatkan dana segar dalam waktu cepat dan nominal besar. Pun bila langkah IPO GoTo sukses besar, yang diuntungkan tentu semua pihak.

Terlebih pada beberapa tahun sebelumnya, dalam sebuah kesempatan, CEO Tokopedia William Tanuwijaya sempat menyinggung keinginannya untuk melakukan pra-IPO.

Kawal antusiasme hingga akhir tahun

Kendati label “perusahaan tech-unicorn pertama yang melantai di bursa” sudah diambil Bukalapak, mereka harus menyiapkan strategi serangan balik (counter attack) yang harus melebih dari yang Bukalapak tawarkan. Toh dari segi kapitalisasi pasar, GoTo memimpin dengan angka $18 miliar yang melampaui BUKA sebesar $6,05 miliar.

Tidak hanya GoTo, perusahaan teknologi lain yang berencana IPO, pasti akan menjadikan kesuksesan BUKA sebagai tolak ukur.

Pemberitaan Bukalapak yang begitu ramai, di satu sisi memang memunculkan dua kubu jenis investor. Mereka yang melihat rekam kinerja perusahaan dan mereka yang melihat potensi perusahaan ke depan. Kondisi inilah yang menjadi catatan lebih lanjut, bagaimana GoTo dapat membendung hal tersebut.

Seluruh pembelajaran dari BUKA ini tentunya menambah khazanah GoTo dalam mengatur strategi menjaga antusiasme publik. Ditambah lagi, biasanya akhir tahun itu pasar saham selalu diwarnai dengan tren bullish. Ibarat mendayung satu dua pulau terlampaui, GoTo ingin memastikan semua pihak senang dengan seluruh skenario yang dibuat.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

The Great Synergy of Bank Jago with Bibit and Gojek Ecosystem

PT Bank Jago Tbk (IDX: ARTO) officially launched the Jago banking application in early April 2021. Three months after launching to date, the application currently has 4.1 star rating with total downloads reaching nearly half a million.

Jago app offers some excellent features that are said to provide freedom for users to manage their financing. With the fully digital e-KYC process, users can do financial budgeting through the Pocket feature which can be personalized accordingly.

Aside from these features, the long awaited movement is a synergistic partnership between Bank Jago and Gojek. Public is currently looking forward to how both parties synergize with each other’s ecosystem.

When Gojek was announced as a shareholder in December 2020, the service that would mark the first synergy between the two companies was account opening feature of Bank Jago on the Gojek application.

Today, DailySocial had the opportunity to interview Bank Jago’s President Director, Kharim Indra Gupta Siregar and to exclusively find out the big picture of Bank Jago’s synergy with Gojek and the ecosystem’s partners in 2021.

Positive feedback

Without revealing any statistics, Kharim admitted that he had good traction and positive feedback of the Jago application launching. Some of the highlighted response was the fast onboarding process for account opening and the Pocket feature.

For Kharim, this positive response is seen as a challenge for Bank Jago to make quick adjustments, especially during the e-KYC process. In addition, he considers the Pocket feature to be one of the important milestones in creating something new such as money sharing transparency.

“Even our [debit] card can be connected to whatever Pocket, whenever is good for users. For me, it’s very cool because users can know exactly how to use their money, including cash withdrawals or online shopping. We put a lot of effort for design and architecture in order to produce an excellent response time. We are continuously upgrading the technology as we speak,”

Currently, his teams are exploring the implementation of machine learning in the Jago application. The form that is being tested is, for example categorizing transactions to produce a recommendation (suggestion) to users.

Jago’s great synergy

Among the number of plans throughout 2021, Kharim pretty much highlights the realization of the synergy between Bank Jago and Gojek. The big picture is to connect both Bank Jago and Gojek ecosystems. For starter, the two companies will first enter through the account opening service.

Technically, Kharim said, there will be a link that directly connects Gojek and Bank Jago to open an account. He said, opening an account on the Gojek application will have a similar process to Bank Jago. This is an important note as it relates to regulatory issues.

“The minute you do the download or registration, all the processes are recorded in the bank. You can seamlessly link Gojek, therefore, the Jago application can directly become a source of Gopay. I make sure that these features will be available this year,” he said.

Apart from Gojek, Kharim also revealed a lot about Bank Jago’s collaboration with the mutual fund marketplace Bibit which was announced today, Monday (5/7). In accordance with its vision by offering life centric financial services, it seeks to democratize investment services which have been identical only to the established class.

There are several advantages that users can enjoy through this collaboration. First, users can open a Jago account in the Bibit application. Users would not have to worry about which funds are the main source of mutual fund payments at Bibit. This means that users can use the Jago application as the main source of investment in Bibit.

Then, users can also set it as a recurring transaction where mutual fund purchases can be made directly from Jago’s account. Automatically, Bibit Pocket will appear in the Jago application. This also applies if GoPay becomes a source of funding, then GoPay Pocket appears in Jago.

“We are definitely at the latest stage of development. We are ready for production. When? Very very soon. Therefore, I am confident enough to say that after we go live with Bibit, the next one will be with Gojek. Gojek is a huge ecosystem. Along the way, we will explore new things,” he said.

Partnership opportunity with GoTo

Since the beginnig, Bank Jago has always emphasized its vision to connect financial and lifestyle solutions into one platform. Therefore, collaboration with the digital ecosystem is a key strategy to realize this.

With the increasingly fierce competition for digital banks today, he believes that the industry needs to realize that banking products are no longer a product of the future. What should be highlighted, he said, is where and what is the bank’s position in the digital ecosystem, both financial and lifestyle.

Bank Jago’s business model / Bank Jago

Kharim emphasized that Bank Jago is currently focusing on developing its strategic partnership this year. The company aims for synergies with large customer base partners, also to speed up the process of acquiring new users. In this case, he assesses that the mutual interest of both parties makes user acquisition costs more efficient because acquisitions occur through partners’ services/products.

“Currently, Gojek and Jago’s synergy is only one-way use case, where our functionality is only available in partner applications. The next step will be the other way around to put Gojek’s functionality in the Jago application. It will be similar to Bibit. One of the future use cases is that users do not need to leave the Jago application when they want to use Bibit. Vice versa,” Kharim said.

On the other hand, his team also positively welcomed the merger of Gojek and Tokopedia to become GoTo. He said, this action creates more opportunities to explore new collaborations/synergies. Kharim is yet to reveal a possible new use case with GoTo. However, he took this momentum as an opportunity to learn more as an organization.

“In early 2021, we all know that our main ecosystem that we are planning to work together is Gojek. We did not see GoTo in the picture. Now we should be ready for what’s coming because you really have to react quickly to this, therefore, we can focus on our main strategy. We have to see what collaboration opportunities can be accessed with Gojek. I think this is an exciting journey,” he said.

Collaboration challenges

In his collaboration journey with the ecosystem, Kharim also highlighted how a common vision and passion are crucial in building partnerships. With its position as a tech-based bank, it is also required to make decisions quickly but still refer to the existing regulatory framework.

He said, for example, the strategic partnership with Gojek and Bibit. It elaborates the concept of an embedded ecosystem where both parties must become seamless in the ecosystem. Kharim said, to build this seamless integration, it’s not possible to do it transactionally. This means that there must be alignment at all levels of the organization.

“If you talk with a different language, it will be difficult. The process is different, the way of working is different, OKR is also different. It clearly has to start from the top, starting from ownership, leadership, vision, and execution. Implementation challenges is definite, but an aligned vision will make it much easier. It has to be learning by doing process, how to make decisions quickly. To date, our partners have a good alignment with us.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Sinergi Besar Bank Jago dengan Ekosistem Gojek dan Bibit

PT Bank Jago Tbk (IDX: ARTO) resmi meluncurkan aplikasi banking Jago pada awal April 2021. Tiga bulan pasca meluncur hingga saat ini, aplikasi Jago tercatat telah mengantongi rating 4.1 dengan total unduhan mencapai hampir setengah juta.

Aplikasi Jago menawarkan sejumlah fitur unggulan yang disebut dapat memberikan kebebasan pengguna dalam mengelola keuangan. Dengan proses e-KYC yang sepenuhnya digital, pengguna dapat melakukan budgeting keuangan lewat fitur Pocket (Kantong) yang dapat dipersonalisasi sesuai kebutuhan.

Selain fitur-fitur tersebut, salah satu yang cukup lama dinantikan adalah realisasi dari kemitraan sinergis antara Bank Jago dan Gojek. Publik menantikan bagaimana kedua belah pihak bersinergi dengan ekosistemnya satu sama lain.

Ketika Gojek diumumkan sebagai pemegang saham pada Desember 2020, layanan yang bakal menandai sinergi tahap awal keduanya adalah pembukaan rekening Bank Jago di aplikasi Gojek.

Kali ini, DailySocial berkesempatan mewawancarai Direktur Utama Bank Jago Kharim Indra Gupta Siregar dan secara eksklusif untuk mengetahui bagaimana gambaran besar sinergi Bank Jago dengan Gojek dan mitra-mitra di ekosistem digital lainnya di 2021.

Klaim respons positif

Meski tidak mengungkap angka statistik, Kharim mengaku mengantongi traksi dan feedback yang sehat dari peluncuran aplikasi Jago. Beberapa respons positif yang disoroti pengguna Bank Jago adalah kecepatan proses onboarding pada pembukaan rekening dan kehadiran fitur Pocket.

Bagi Kharim, respons positif ini ditanggapi sebagai sebuah tantangan tersendiri agar Bank Jago dapat melakukan adjustment secara cepat, terutama saat proses e-KYC. Di samping itu, ia menilai fitur Pocket menjadi salah satu milestone penting dalam menciptakan sesuatu yang baru, yakni transparansi berbagi uang.

“Bahkan kartu [debit] kami dapat terhubung ke Pocket manapun dan kapanpun sesuai keinginan pengguna. For me, it’s very cool karena pengguna bisa tahu persis penggunaan uang mereka, seperti tarik tunai atau belanja online. We put a lot of effort by design and architecture supaya bisa menghasilkan response time yang sangat baik. We are continuously upgrading the technology as we speak,”

Untuk saat ini, pihaknya mengaku tengah mengeksplorasi implementasi machine learning di dalam aplikasi Jago. Bentuk implementasi yang tengah dijajal misalnya melakukan kategorisasi transaksi untuk menghasilkan sebuah rekomendasi (suggestion) kepada pengguna.

Sinergi besar Jago

Dari sejumlah rencana di sepanjang 2021, Kharim cukup banyak menyoroti realisasi sinergi Bank Jago dengan Gojek. Gambaran besarnya, ekosistem Bank Jago dan Gojek ditargetkan dapat terhubung satu sama lain. Untuk tahap awal, keduanya akan masuk dulu lewat layanan pembukaan rekening.

Secara teknis, ungkap Kharim, akan ada link yang menghubungkan langsung Gojek dan Bank Jago untuk membuka rekening. Menurutnya, pembukaan rekening di aplikasi Gojek akan memiliki proses yang serupa dengan Bank Jago. Ini menjadi catatan penting karena berkaitan dengan regulatory.

The minute you do the download or registration, semua proses itu ada di bank. You can seamlessly link Gojek sehingga aplikasi Jago bisa langsung menjadi sumber dana Gopay. The first aim of this adalah memastikan kemudahan sehingga pengguna tidak perlu terus-menerus top up Gopay. Saya pastikan fitur-fitur ini bisa dinikmati pengguna di tahun ini,” ungkapnya.

Selain Gojek, Kharim juga banyak mengungkap kolaborasi Bank Jago dengan marketplace reksa dana Bibit yang diumumkan hari ini, Senin (5/7). Sesuai dengan visinya menawarkan layanan keuangan yang berpusat pada life centric, pihaknya berupaya mendemokratisasi layanan investasi yang selama ini identik hanya untuk golongan mapan.

Ada beberapa keunggulan yang dapat dinikmati pengguna lewat kerja sama ini. Pertama, pengguna dapat membuka rekening Jago di aplikasi Bibit. Pengguna tidak perlu memikirkan dana yang menjadi sumber utama pembayaran reksa dana di Bibit. Artinya, pengguna dapat menjadikan aplikasi Jago sebagai sumber utama investasi di Bibit.

Kemudian, pengguna juga dapat mengaturnya sebagai recurring transaction di mana pembelian reksadana dapat dilakukan langsung dari rekening Jago. Secara otomatis, Bibit Pocket akan muncul di aplikasi Jago. Ini juga berlaku apabila GoPay menjadi sumber pendanaan, yaitu muncul GoPay Pocket di Jago.

We are definitely already at the latest stage of development. Kami sudah siap production. Kapan? Very very soon. Makanya, saya sudah cukup confident bilang after we go live with Bibit, the next one will be with Gojek. Gojek is a huge ecosystem. Sambil jalan, kami akan eksplorasi hal baru,” ujarnya.

Peluang kemitraan dengan GoTo

Sejak awal, Bank Jago selalu menekankan visinya untuk menghubungkan solusi keuangan dan gaya hidup ke dalam satu platform. Maka itu, kolaborasi dengan ekosistem digital menjadi strategi kunci untuk merealisasikan hal tersebut.

Dengan semakin ketatnya persaingan bank digital saat ini, ia menilai industri perlu menyadari bahwa produk perbankan kini bukan lagi menjadi produk masa depan. Yang patut digarisbawahi, ungkapnya, adalah di mana dan apa saja posisi bank di dalam ekosistem digital, baik keuangan maupun gaya hidup.

Model bisnis Bank Jago / Bank Jago

Kharim menegaskan, saat ini Bank Jago fokus untuk mengembangkan kemitraan strategisnya dulu di tahun ini. Perusahaan membidik sinergi dengan partner yang memiliki customer base besar sehingga mempercepat proses akuisisi pengguna baru. Dalam hal ini, ia menilai mutual interest kedua belah pihak membuat biaya akuisisi pengguna menjadi lebih efisien karena akuisisi terjadi lewat layanan/produk milik partner.

“Saat ini, use case sinergi Gojek dan Jago baru satu arah, di mana our functionality baru tersedia di aplikasi mitra. Langkah selanjutnya adalah the other way around atau functionality Gojek ada di aplikasi Jago. Begitu juga dengan Bibit, misalnya. Salah satu use case ke depan adalah pengguna tidak perlu keluar dari aplikasi Jago ketika mau pakai Bibit. Begitu juga sebaliknya,” jelas Kharim.

Di sisi lain, pihaknya juga menyambut positif aksi merger Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo. Menurutnya, aksi ini membuka lebih banyak peluang untuk mengeksplorasi kolaborasi/sinergi baru. Kharim belum dapat mengungkap kemungkinan use case baru dengan GoTo. Namun, ia mengambil momentum ini sebagai kesempatan untuk belajar lebih banyak sebagai organisasi.

“Di awal 2021, we all know that our main ecosystem that we are planning to work together is Gojek. We did not see GoTo in the picture. Now we should be ready for what’s coming because you really have to react dengan cepat terhadap hal ini sehingga kami bisa fokus dengan strategi utama kami. Kita harus melihat peluang kolaborasi apa saja yang bisa diakses dengan Gojek. I think this is an exciting journey,” katanya.

Tantangan kolaborasi

Dalam perjalanannya berkolaborasi dengan ekosistem, Kharim turut menyoroti bagaimana kesamaan visi dan passion menjadi hal krusial dalam membangun kemitraan. Dengan posisinya sebagai tech-based bank, pihaknya juga dituntut untuk membuat keputusan dengan cepat, tetapi tetap mengacu pada regulatory framework yang ada.

Ia mengambil contoh, kemitraan strategis dengan Gojek dan Bibit. Pihaknya menggunakan konsep embedded ecosystem di mana kedua belah pihak harus menjadi seamless partner di ekosistem tersebut. Menurut Kharim, untuk membangun integrasi seamless ini tidak dapat dilakukan secara transaksional. Artinya, harus ada alignment hingga di seluruh level organisasi.

If you talk with a different language, itu akan sulit. Proses berbeda, way of working berbeda, OKR juga berbeda. It clearly has to start from the top, mulai dari ownership, leadership, visi, dan eksekusi. Tantangan implementasi pasti ada, tetapi kesamaan visi akan jauh lebih memudahkan. Ini harus learn by doing, bagaimana membuat keputusan dengan cepat. Sejauh ini, partner-partner kami memiliki alignment yang bagus dengan kami.”

Application Information Will Show Up Here