GoTo Bakal Dapat Suntikan Rp2,3 Triliun Melalui Private Placement dan Obligasi

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) akan mendapat investasi senilai $150 juta (sekitar Rp2,3 triliun). Rinciannya, $100 juta berasal dari Penambahan Modal Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement dan penerbitan surat utang (obligasi) sebesar $50 juta.

Mengutip dari keterbukaan di Bursa Efek Indonesia, dalam mekanisme private placement ini, GOTO akan menerbitkan saham baru sejumlah 17,04 miliar lembar saham seri A (mewakili 1,42% dari seluruh saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh) dengan harga per saham Rp90. Seluruh saham akan diambil seluruhnya oleh Bhinneka Holdings (22) Limited, entitas independen yang didirikan berdasarkan hukum Cayman Islands.

“Melalui pengeluaran saham baru tersebut, Perseroan akan memperoleh dana sebesar Rp1,53 triliun atau setara dengan $100 juta,” tulis manajemen GOTO.

Kemudian, GoTo International Finance Limited (GTIF) menerbitkan surat utang berdasarkan Notes Subscription Agreement tanggal 2 Oktober 2023. Kesepakatan ini ditandatangani oleh dan antara GTIF sebagai penerbit, GOTO sebagai pemberi jaminan, Bhinneka Holdings sebagai pengambil bagian, dan Citibank, N.A. cabang Hong Kong sebagai kustodian.

Dari transaksi tersebut, GTIF akan menerima dana bersih sebesar $50 juta yang dapat digunakan untuk modal kerja atau kebutuhan lainnya.

Dirinci lebih lanjut, Bhinneka Holdings memperoleh dana untuk melakukan pengambilbagian atas saham baru perseroan melalui penerbitan instrument obligasi bersifat ekuitas kepada International Finance Corporation (IFC) dan WAF Investments Cayman LLC, entitas yang dimiliki oleh Franke & Company, sejumlah $150 juta dapat ditukarkan menjadi saham perseroan yang dimiliki oleh Bhinneka Holdings.

Dana hasil penggalangan ini akan digunakan perseroan untuk pelunasan melalui konversi atas utang perseroan di masa yang akan datang dan untuk mendukung kebutuhan modal kerja GOTO dan anak perusahaan. Rinciannya adalah sebagai berikut:

  1. 25% dari dana PMTHMETD untuk Perseroan;
  2. 15% dari dana PMTHMETD untuk PT Tokopedia;
  3. 15% dari dana PMTHMETD untuk PT Swift Logistic Solutions;
  4. 15% dari dana PMTHMETD untuk PT Dompet Anak Bangsa;
  5. 15% dari dana PMTHMETD untuk PT Multifinance Anak Bangsa;
  6. 15% dari dana PMTHMETD untuk PT GoTo Solusi Niaga (sebelumnya PT Multi Adiprakasa Manunggal).

Pernyataan resmi

Dalam keterangan resmi perseroan pada kemarin (3/10), manajemen GOTO menyampaikan IFC menggelontorkan investasi ini untuk mendorong inklusi keuangan dan keberlanjutan di Indonesia. Kesepakatan tersebut juga menegaskan komitmen bersama dalam memperluas manfaat ekonomi digital dan menjawab tantangan perubahan iklim.

“Kami bangga dapat bermitra dengan IFC, yang merupakan pemimpin di bidang Pembangunan berkelanjutan, sejalan dengan tujuan bersama kedua belah pihak untuk mewujudkan dampak signifikan bagi masyarakat dan bumi,” ujar Direktur Utama Grup GoTo Patrick Walujo dalam keterangan resmi.

Menurutnya, kemitraan ini akan memberikan dukungan lebih lanjut bagi bisnis GoTo, seiring dengan langkah perseroan dalam menjawab kebutuhan para pengguna, termasuk konsumen, mitra pengemudi, dan pedagang, dalam memenuhi kebutuhan dan mewujudkan cita-cita mereka.

IFC Country Manager untuk Indonesia dan Timor-Leste Euan Marshall menyampaikan pihaknya mengapresiasi kepemimpinan GOTO, sebagaimana ditunjukkan melalui komitmen dalam menjawab tantangan perubahan iklim, serta kontribusi GOTO dalam pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

“Bagi kami, investasi ini menjadi kontribusi penting dalam memperluas upaya-upaya tersebut, dan menegaskan kekuatan yang dimiliki teknologi dan digitalisasi dalam meningkatkan taraf hidup Masyarakat di seluruh Indonesia,” kata Marshall.

Kemitraan ini mencakup komponen non-finansial untuk mendukung perusahaan dalam transisi para mitra teknologi menuju penggunaan kendaraan listrik, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengintegrasikan berbagai praktik bisnis berkelanjutan untuk mewujudkan bisnis netral karbon.

IFC Gandeng Amartha Menyalurkan Pinjaman Modal Rp3 Triliun ke Pengusaha Ultra Mikro Perempuan

International Finance Corporation (IFC) mengumumkan komitmennya untuk menyalurkan modal produktif melalui jaringan pengusaha ultra mikro di Amartha. Dana yang digelontorkan oleh institusi keuangan anggota Bank Dunia tersebut senilai $206 juta atau sekitar 3 triliun Rupiah. Nilai ini lebih besar dari yang diajukan pada Maret 2023 lalu, yakni senilai $175 juta.

Dalam prospektus pengajuan dana debt Maret lalu, IFC berkomitmen memberikan dana $25 juta dan membuka tambahan dana bersama dari para mitra senilai $150 juta. Investasi yang diusulkan adalah tahap senior sekuritas beragun aset (senior tranche of asset backed securities) yang dibentuk untuk mengumpulkan piutang pinjaman, nantinya digunakan untuk meningkatkan akses ke keuangan bagi pengusaha ultra mikro, terutama pengusaha perempuan.

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan, “Pendanaan dari IFC tidak hanya membantu Amartha untuk memperluas basis investor berskala internasional saja, tetapi juga memperluas layanan keuangan digital ke berbagai wilayah pelosok di Indonesia. Amartha meyakini kolaborasi ini akan menciptakan dampak yang berkelanjutan.”

Taufan turut menjelaskan, saat ini ada lebih dari 20 ribu UMKM yang menerima penyaluran modal dari Amartha. Mereka juga memiliki komitmen khusus untuk menjangkau para pengusaha di luar Jawa (70% dari permodalan tersalur berada di luar Jawa). Secara akumulatif, Amartha telah menyalurkan modal lebih dari 12 triliun Rupiah kepada 1,7 UMKM dari 42 ribu desa di Indonesia.

Dalam penyaluran pendanaan, Amartha turut menyertakan tim terdedikasi untuk turut membantu mereka dalam memaksimalkan bisnis melalui berbagai pendampingan dan pelatihan. Amartha menerapkan sistem tanggung renteng untuk mengantisipasi dan meminimalisir terjadinya gagal bayar. Secara khusus mereka mengembangkan sistem penilaian kredit sendiri, menyesuaikan dengan demografi para peminjamnya.

Regional Vice President IFC APAC Riccardo Puliti menyampaikan, “Kesenjangan akses permodalan yang dihadapi oleh perempuan pengusaha ultra mikro di Indonesia – yang sangat penting bagi perekonomian secara keseluruhan – semakin melebar karena adanya COVID-19 yang menyebabkan perempuan harus menanggung beban rumah tangga dan tekanan pengasuhan anak yang semakin besar selama pandemi. Kerja sama ini merupakan kemenangan bagi perempuan dan kemenangan bagi perekonomian.”

IFC sendiri bukan kali pertama berpartisipasi dalam pendanaan (baik ekuitas maupun debt) ke perusahaan digital di Indonesia. Sebelumnya mereka juga turut menyuntik dana ke induk AnterAja, Evermos, Kitabisa, AwanTunai, eFishery, dan PasarPolis. IFC juga menjadi salah satu LP untuk dana kelolaan AC Ventures.

Tahun ini, tepatnya pada Juni 2023 lalu, Amartha juga baru mengumumkan fasilitas kredit serupa untuk disalurkan ke UMKM. Nilainya $100 juta (lebih dari 1,4 triliun Rupiah), bersumber dari Community Investment Management yang merupakan firma keuangan berorientasi pada dampak sosial asal San Fransisco.

Application Information Will Show Up Here

IFC Resmi Jadi Pemegang Saham Induk AnterAja

International Finance Corporation (IFC) kini resmi menjadi pemegang saham di PT Adi Sarana Armada (IDX: ASSA) melalui konversi obligasi sebesar $31 juta (sekitar Rp470 miliar dengan kurs saat ini) yang masa konversinya berakhir pada 27 Juli 2023.

IFC menggenggam kepemilikan saham di perusahaan transportasi dan jasa logistik tersebut usai konversi obligasi sebesar 97,33 juta saham atau setara 2,64% dari total seluruh saham di Adi Sarana Armada.

Perlu diketahui, obligasi konversi ini adalah pendanaan yang diperoleh perusahaan dari IFC pada 2021. Obligasi tersebut akan tercatat di pasar modal selama dua tahun tanpa bunga, dan diterbitkan melalui penawaran umum terbatas (right issue) oleh Adi Sarana Armada.

Mengutip BeritaSatu.com, investasi IFC di Adi Sarana Armada bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor logistik dan konektivitas di Indonesia. “Kami yakin masuknya IFC sebagai pemegang saham ASSA akan memperkuat kinerja kami sebagai perusahaan yang kredibel di mata mitra bisnis maupun investor publik,” ujar Direktur Utama Adi Sarana Armada Prodjo Sunarjanto.

Dalam laporan IFC beberapa tahun silam, IFC mengungkap bahwa minat terhadap investasi berdampak (impact investing) cukup tinggi dengan nilai mencapai $26 triliun. Dampaknya tak hanya pada keuntungan finansial yang kuat, tetapi juga dampak sosial dan lingkungan.

Laporan menyebutkan bahwa apabila 10% dari potensi dana ini disalurkan untuk investasi berdampak, akan tersedia pendanaan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Selain Adi Sarana Armada, IFC juga berinvestasi di sejumlah startup Indonesia, mencakup PasarPolis (insurtech), Amartha (fintech lending), Evermos (social commerce), eFishery (aquatech), KitaBisa (crowdfunding), dan AwanTunai (fintech lending).

Logistik lesu

Adapun, logistik menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan pesat di Indonesia, utamanya didongkrak oleh industri e-commerce yang diproyeksikan tumbuh dengan CAGR 17% dan nilai GMV $95 miliar hingga 2025 menurut laporan e-Conomy SEA 2022.

Perlu diketahui, Adi Sarana Armada merupakan induk dari platform AnterAja, penyedia jasa pengiriman last mile yang beroperasi pada 2019. Adapun, kinerja AnterAja tengah lesu di sepanjang tahun lalu.

Berdasarkan laporan tahunan 2022, AnterAja mengalami rugi bersih Rp198 miliar dari posisi untung Rp5,8 miliar di tahun sebelumnya. Terbaru, pendapatan AnterAja di semester I 2023 tercatat merosot 56% menjadi Rp817 miliar dari Rp1,8 triliun di periode sama tahun sebelumnya.

Dalam keterangannya, Prodjo mengatakan tengah melakukan aksi efisiensi dan restrukturisasi di lingkup AnterAja untuk memulihkan kinerjanya tahun ini. Salah satunya adalah rencana untuk masuk ke segmen B2B.

“Untuk bisnis Anteraja, sejalan dengan proses right sizing capacity yang sedang dijalankan, perseroan menyesuaikan kapasitas dengan kebutuhan logistik sehingga membuat operasional usaha lebih efisien.” ujarnya diberitakan oleh Bisnis.com.

Application Information Will Show Up Here

IFC Bergabung sebagai LP di Dana Kelolaan AC Ventures

International Finance Corporation (IFC) kembali bergabung sebagai limited partner (LP) untuk dana kelolaan terbaru milik AC Ventures. Dikutip dari situs IFC, total komitmen dana yang akan diberikan IFC mencapai $40,35 juta (lebih dari 605 miliar Rupiah).

Rinciannya, dana kelolaan pertama akan diberikan berbentuk ekuitas hingga $20,35 untuk Fund V. Kemudian dana terpisah hingga $20 juta untuk diinvestasikan bersama dana kelolaan ACV.

Dalam keterangannya, ACV Fund V menargetkan dana kelolaan senilai $200 juta yang akan digunakan untuk pendanaan tahap awal sampai Seri A dan investasi lanjutan (follow-on investment) untuk seri B. Sektor startup yang menjadi incaran bergerak pada sektor teknologi iklim, fintech, UKM, e-commerce, edtech, dan healthtech.

Dihubungi oleh DailySocial.id, pihak AC Ventures menolak untuk memberikan komentarnya terkait informasi ini.

Sebelumnya, penggalangan ACV Fund V sudah diumumkan sejak tahun lalu. Dalam keterangan yang disampaikan perusahaan, ACV telah mengumpulkan 65% atau sekitar $162,5 juta dari target sebesar $250 juta dalam dana kelolaan ini.

Ini adalah kedua kalinya IFC berpartisipasi sebagai LP untuk dana kelolaan AC Ventures. Sebelumnya, IFC pernah menaruh komitmen dana sebesar $16 juta untuk ACV Fund III pada 2021. Dana kelolaan ini berfokus menyuntikkan startup yang berfokus pada vertikal e-commerce, D2C, logistik, fintech, edtech, healthcare, dan B2B SaaS.

Selain IFC, Disrupt AD milik Abu Dhabi Developmental Holdings bergabung sebagai LP. Sebagian dari Fund III sudah diinvestasikan sejak penutupan pertama pada Maret 2020. Sementara, dana kelolaan keempat (Fund IV) dijalankan oleh tim berbeda dengan fokus pada Malaysia.

Secara keseluruhan, total portofolio ACV di Indonesia dan Asia Tenggara telah mencapai 120, termasuk Xendit, Shipper, Aruna, Carsome, dan Stockbit.

Selain menjadi LP, IFC turut berinvestasi secara langsung ke startup, baik dalam bentuk pendanaan ekuitas ataupun debt. Beberapa startup yang mendapatkan kuncuran dana dari IFC termasuk Evermos, Amartha, Kitabisa, AwanTunai, eFishery, AnterAja, dan PasarPolis.

Evermos Bukukan Pendanaan Rp584 Miliar, Perkuat Kehadiran di Kota Tier-2 dan 3

Setelah mengantongi pendanaan seri B senilai $30 juta tahun 2021 lalu, startup social commerce Evermos kembali merampungkan pendanaan seri C senilai $39 juta atau setara 584 miliar Rupiah. Putaran pendanaan ini dipimpin International Finance Corporation (IFC).

Investor lainnya yang terlibat di antaranya Jungle Ventures, Shunwei Capital, UOB Venture Management, dan Telkomsel Mitra Inovasi. Putaran pendanaan ini juga melibatkan investor mitra baru seperti SWC Global, Endeavour Catalyst, dan Uni-President Asset Holdings.

Selanjutnya Evermos akan menggunakan dana segar untuk memperkuat jaringan reseller dengan memperdalam penetrasi di pulau Jawa dan melakukan ekspansi ke Sumatera, agar bisa mempercepat brand menjangkau lebih banyak lagi kota tier 2 dan tier 3.

Memberdayakan para reseller

Selain mengembangkan jaringan reseller-nya, Evermos akan terus memberdayakan keterampilan pengecer untuk memperluas pelanggan mereka melalui iklan digital. Perusahaan mencatat penjualan 18x lebih tinggi untuk reseller yang memanfaatkan digital tools, dibandingkan dengan yang mengandalkan jaringan pribadi saja. Evermos rencananya juga akan menerapkan teknologi yang didukung oleh AI.

“Kami tetap berpegang pada komitmen kami untuk mendukung brand lokal sejak hari pertama. Dalam proses memecahkan masalah logistik yang dihadapi brand Indonesia akibat tantangan geografis dan ekonomi yang unik di negara ini, kami menyadari brand menghadapi berbagai tantangan selain distribusi. Oleh karena itu, kami akan terus memanfaatkan inovasi untuk menghubungkan brand lokal dan pelanggan di kota-kota tingkat rendah dengan lebih efisien,” kata Co-founder & CEO of Evermos Ghufron Mustaqim.

Ditambahkan olehnya, prestasi ini mencerminkan kepercayaan investor Evermos dalam menjalankan misi dan dedikasi mereka untuk memberdayakan komunitas, dengan memberikan sumber pendapatan yang berkelanjutan dan fleksibel melalui jaringan distribusi terhubung dan layanan commerce Evermos.

Sejak awal berdirinya, mereka telah berkomitmen untuk mengatasi tantangan logistik, dengan tujuan memastikan adanya kesempatan yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia, tanpa memandang lokasi geografis, tingkat pendapatan, atau gender.

Ini termasuk menjalin hubungan langsung dengan brand lokal untuk mendekatkan mereka dengan konsumen dan menawarkan solusi komprehensif untuk kebutuhan perdagangan khusus setiap brand. Dengan bergabung ke dalam ekosistem Evermos, brand dapat memanfaatkan 500 kota.

Didirikan pada bulan November 2018 oleh Ghufron Mustaqim, Arip Tirta, Iqbal Muslimin, dan Ilham Taufiq, Evermos mengklaim telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Sejak pandemi, bisnis mereka telah menunjukan pertumbuhan GMV sebesar 17x lipat dari tahun keuangan 2020 hingga 2022. Tercatat sebanyak 160 ribu reseller yang melakukan transaksi setiap bulannya per Januari 2023.

Produk yang disediakan kebanyakan adalah komoditas busana muslim, produk kesehatan/kecantikan halal, makanan dan minuman, dan lain-lain — sebagian besar mengutamakan produk bernuansa halal. Namun Ghufron menegaskan, tersedia juga kategori fesyen, home & living, herbal & health. Menjadikan produk mereka inklusif untuk semua.

“Investasi kami di Evermos tidak hanya akan mendorong kemakmuran bersama, inklusi keuangan dan digital, tetapi juga akan memberikan kontribusi signifikan dalam memajukan ekonomi digital yang terus berkembang pesat di Indonesia,” kata Country Manajer IFC untuk Indonesia dan Timor-Leste, Randall Riopelle.

Application Information Will Show Up Here

GOTO Dirumorkan Batal Terbitkan Convertible Notes Senilai 7 Triliun Rupiah

Grup GOTO dirumorkan membatalkan kesepakatan untuk mengumpulkan dana segar melalui penerbitan obligasi konversi senilai $500 juta (lebih dari 7 triliun Rupiah). Menurut sumber Bloomberg, GOTO meninggalkan kesepakatan tersebut selama berbulan-bulan karena memfokuskan perhatiannya untuk mencapai target profitabilitas.

Sumber juga menyampaikan, sebelumnya target dana yang diincar GOTO adalah $1 miliar namun diturunkan hingga setengahnya, hingga akhirnya membatalkan pembicaraan tersebut dengan calon investor. Nama-nama investor yang telah aktif berdiskusi dengan GOTO, di antaranya BlackRock, PAG, dan IFC.

“Penyedia transportasi dan e-commerce Indonesia tersebut akhirnya memutuskan untuk tidak menjual utang karena khawatir akan mengirimkan pesan yang bertentangan kepada investor,” tulis Bloomberg.

Sebelumnya, manajemen GOTO telah memberi tahu investor bahwa kas dan setara kasnya — sebesar Rp29 triliun ($2 miliar) pada akhir 2022 — cukup untuk mencapai arus kas operasi positif tanpa tambahan dana eksternal.

Bila kabar ini benar, kesepakatan yang dibatalkan ini menandai perubahan yang tidak biasa bagi GOTO, yang sebelumnya sangat bergantung pada investasi eksternal untuk mendanai operasionalnya yang merugi.

Jalan menuju profitabilitas

Setelah menikmati dana murah selama bertahun-tahun, GOTO — dan perusahaan teknologi lainnya di Asia Tenggara, Grab Holdings Ltd. dan Sea Ltd. — menyeimbangkan efek pengambilan utang di era kenaikan suku bunga.

Pada Maret 2023, Grab mengatakan telah membayar utang $600 juta sebelum jatuh tempo pada tahun 2026, sementara Sea membeli kembali sekitar $800 juta convertible senior yang jatuh tempo pada tahun 2026.

Seperti rekan-rekan regionalnya, GOTO mencoba meyakinkan investor tentang potensi keuntungannya setelah sahamnya kehilangan lebih dari 70% sejak penawaran umum perdana di Indonesia pada 2022 lalu.

Dalam rangka mengurangi pengeluaran, perusahaan memangkas 600 karyawan pada Maret 2023, menambah 1.300 posisi yang dihentikan pada 2022. Pengurangan tersebut membantu menurunkan biaya tetap bulanan sekitar 20% pada bulan Januari dan Februari 2023, dan memangkas pengeluaran pemasaran. Pada Februari 2023, GOTO memajukan target profitabilitasnya setahun, jadi akhir 2023 ini.

Sebelumnya, Direktur Utama Grup GoTo Andre Soelistyo menyampaikan target ini akan membawa perseroan semakin mendekati arus kas operasional positif. Hal ini merupakan hasil dari rencana strategis GOTO, meliputi optimisasi pendapatan (revenue optimization), pengelolaan beban usaha (cost management), serta pengembangan produk dan layanan berbasis ekosistem terintegrasi (ecosystem product growth).

“Perseroan harus menempuh langkah baru yang memprioritaskan profitabilitas secara berkesinambungan di atas pertumbuhan pesat. Hal ini dicapai dengan terus melakukan inovasi produk yang memastikan terciptanya nilai jangka panjang bagi GoTo dan para pemangku kepentingan,” katanya dalam keterangan pers.

Kinerja keuangan GOTO di 2022

Mengutip dari laporan keuangan perusahaan secara full year 2022, rugi bersih GOTO tembus Rp40,4 triliun, naik hingga 56% secara tahunan dari sebelumnya Rp25,9 triliun. Dari sisi GTV tumbuh 33% menjadi Rp613 triliun, menghasilkan kenaikan pendapatan bruto sebesar 35% menjadi Rp22,93 triliun.

Dijabarkan lebih lanjut, ada tiga alasan mengapa pertumbuhan pendapatan malah menghasilkan kenaikan rugi bersih:

1. Kerugian akibat penurunan nilai goodwill

Dalam laporan keuangan disebutkan kerugian akibat penurunan nilai goodwill sebanyak Rp11 triliun. Beban ini tidak muncul dalam kinerja GOTO pada 2021 dan baru muncul pada kinerja 2022. Nilai goodwill ini merupakan hasil dari bergabungnya Gojek dan Tokopedia pada 2021. Hasil dari penggabungan tersebut menghasilkan selisih angka yang mencerminkan nilai wajar dan nilai pasar perusahaan pada saat itu.

2. Adjusted EBITDA tumbuh positif

GOTO mencatatkan adjusted EBITDA minus Rp3,21 triliun pada, lebih baik hingga 52% dari sebelumnya minus Rp6,5 triliun. Bila dirunut tiap kuartal, adjusted EBITDA GOTO terus membaik. Beberapa riset sekuritas meyakini bahwa GOTO bisa mencapai adjusted EBITDA positif sesuai dengan target dari manajemen.

3. Pendapatan tumbuh signifikan

GOTO mencatatkan nilai transaksi bruto (GTV) sebesar Rp613 triliun, atau tumbuh 33% secara tahunan. Dari GTV tersebut, pendapatan bruto yang diraih sebesar Rp22,9 triliun, tumbuh 35%. Setelah dikurangi beban promosi kepada pelanggan, pendapatan bersih mencapai Rp11,3 triliun, naik 120%.

Berikutnya, pendapatan bersih tersebut dikurangi beban pokok pendapatan serta beban penjualan dan pemasaran menghasilkan margin kontribusi sebesar minus Rp6,33 triliun, 28% lebih baik dibandingkan setahun sebelumnya yang tercatat minus Rp8,879 triliun.

Minus dari margin kontribusi terendah terjadi pada kuartal IV-2022 dengan nilai hanya minus Rp600 miliar atau Rp0,6 triliun. Dengan demikian GOTO semakin mendekati margin kontribusi positif yang ditargetkan tercapai pada kuartal IV 2023.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

IFC Akan Beri “Debt Funding” 379 Miliar Rupiah ke Amartha

Startup p2p lending Amartha dilaporkan akan memperoleh fasilitas pinjaman (debt funding) dari International Finance Corporation (IFC). Nominal yang diperoleh Amartha dalam kesepakatan tersebut adalah $25 juta (lebih dari 379 miliar Rupiah) dan membuka tambahan dana bersama para mitranya dengan besaran komitmen hingga $150 juta.

Mengutip dari situs IFC, disampaikan bahwa investasi yang diusulkan ini adalah tahap senior sekuritas beragun aset (senior tranche of asset backed securities) yang akan dibentuk untuk mengumpulkan piutang pinjaman, nantinya digunakan untuk meningkatkan akses ke keuangan bagi pengusaha mikro, terutama pengusaha perempuan.

Hingga artikel ini diturunkan, Co-Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra belum memberikan tanggapannya.

Amartha bukanlah satu-satunya portofolio asal Indonesia yang bergabung di IFC —dalam bentuk ekuitas dan debt. Sebelumnya, sudah ada beberapa startup di antaranya Kitabisa, AwanTunai, eFishery, PasarPolis, dan Adi Sarana Armada selaku induk dari AnterAja.

Sejak awal berdiri di 2010, Amartha fokus memberikan akses permodalan, khusus untuk pengusaha perempuan yang selama ini masuk ke dalam golongan unbanked dan underbanked.

Menurut data internal Amartha, secara kumulatif telah menyalurkan modal usaha senilai lebih dari Rp10 triliun. Modal usaha disalurkan kepada lebih dari 1,4 juta pelaku usaha ultra mikro yang tersebar di seluruh wilayah operasional Amartha.

Adapun sepanjang 2022 saja, mencapai lebih dari Rp4,7 triliun, tumbuh 93% (YoY) atau hampir dua kali lipat dari yang sebelumnya mencapai Rp2,4 triliun. Penyaluran modal ini didominasi oleh dukungan pendanaan dari 24 mitra perbankan dengan total penyaluran sekitar Rp3 triliun atau 60% lebih dari total sumber dana.

Pada September 2022, perusahaan membuat unit usaha baru yang fokus pada alternatif skoring kredit Ascore.ai. Platform ini dibangun di atas lebih dari 1 juta database mitra pengusaha ultra mikro Amartha selama tujuh tahun terakhir untuk mengukur risiko dalam menyalurkan pinjaman bagi segmen yang belum terlayani.

Solusi ini diharapkan dapat menghasilkan output berupa nilai risiko, perhitungan bunga pinjaman, pengolahan data, serta keputusan-keputusan yang berpengaruh pada bisnis. Dengan begitu, bisa mendorong lebih banyak bisnis untuk memahami pangsa pasarnya, serta memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih bijak.

Solusi Ascore.ai dapat digunakan baik oleh institusi maupun individu. Bagi segmen institusi, tersedia layanan berupa verifikasi risiko, credit underwriting, advance credit analysis, dan pengecekan kredit nasabah. Layanan dapat menjangkau sektor fintech, microfinance/lembaga pembiayaan, perbankan seperti BPR dan BPD, koperasi, agrikultur, hingga marketplace dengan opsi produk paylater dan pinjaman.

Application Information Will Show Up Here

IFC akan Berinvestasi ke Kitabisa Senilai 75 Miliar Rupiah

International Finance Corporation (IFC) mengajukan usulan investasi ke startup crowdfunding Kitabisa senilai $5 juta atau sebesar Rp74,8 miliar. Dalam laman resmi IFC, status pengajuan investasi ini tercatat masih menunggu persetujuan (pending approval).

“IFC mengusulkan investasi dalam bentuk ekuitas hingga $5 juta di perusahaan melalui pembelian saham preferen,” demikian disampaikan dalam Summary Investment Information (SII). Adapun, projected board date ditargetkan pada 23 Agustus 2021.

Melalui investasi ini, IFC memproyeksikan adanya peningkatan akses layanan asuransi ke segmen yang kurang terlayani di Indonesia. Kitabisa diharapkan dapat masuk ke segmen ini melalui pendekatan direct-to-consumer (D2C) dan digital native lewat produk asuransi syariah berbasis on-demand. 

Kitabisa juga diyakini dapat mengatasi hambatan tersebut di Indonesia berkat model bisnis berbasis digital secara end-to-end, pengembangan produk unik dan terjangkau, dan upayanya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya produk asuransi.

Sebagai informasi, Kitabisa mengoperasikan layanan donasi dan pengumpulan dana berbasis digital untuk melayani segmen berpenghasilan rendah dan menengah. Sementara, IFC merupakan konsorsium di bawah naungan World Bank yang telah berinvestasi ke sejumlah startup di Indonesia, yakni eFishery, AnterAja, dan PasarPolis.

Ekspansi bisnis

Dalam SII-nya, Kitabisa tercatat berencana ekspansi bisnis ke layanan syariah dan asuransi. Diketahui sebelumnya Kitabisa sempat mengoperasikan platform crowdinsurance bernama Saling Jaga pada April 2021. Namun, Saling Jaga terpaksa dihentikan operasionalnya pada 31 Agustus 2021 karena terkendala perizinan.

Berdasarkan pemberitaan tahun lalu, Kitabisa sebelumnya telah mendaftarkan Saling Jaga ke regulatory sandbox OJK. Menurut pihak OJK, salah satu concern dari platform ini adalah konsep crowdinsurance Saling Jaga yang melibatkan banyak orang untuk berdonasi gotong royong.

Pada Oktober 2021, Kitabisa melakukan pivot layanan insurtech dengan menyiapkan kanal Kitajaga. Melalui platform ini, masyarakat dapat membeli produk asuransi jiwa melalui aplikasi Kitabisa.

Sejak berdiri di 2013, Kitabisa telah memiliki 6 juta donatur, melakukan 100 ribu penggalangan dana, serta didukung 3000 NGO/yayasan/lembaga dan 250 program CSR/brand/perusahaan. Berdasarkan laporan audit Ernst & Young (EY) di 2020, total jumlah penerimaan donasi di Yayasan Kita Bisa telah mencapai Rp835 miliar.

Application Information Will Show Up Here

AwanTunai Scores Series A3 Funding in the Form of Equity and Debt

AwanTunai fintech lending service has received another funding. Based on the data submitted to the regulator, the value is around $8.5 million or equivalent to 121.5 billion Rupiah. Several investors participated, including International Finance Corporation (IFC), Global Brain, Insignia Ventures, OCBC NISP Ventures, and others.

DailySocial.id confirmed with AwanTunai’s Co-Founder & CEO Dino Setiawan about the new funding, which was part of the Series A3. He also explained that the investment consisted of two types, equity funding and loan (debt facilities). The above value is equity funding, while the debt facility is yet to be disclosed.

In this round, IFC became the largest contributor around 50% of the total value of equity funding. The participation of a financial institution under the World Bank in AwanTunai’s funding round adds to the list of its portfolio in Indonesia. Previously, IFC also invested in PasarPolis, ASSA, and eFishery. Part of its mission is to seek impactful investment projects, such as to increase financial inclusion and digitalization in the real sector.

AwanTunai announced a series A2 funding of $56.2 million (over 811 billion Rupiah) in equity and loan facilities in mid-2021. Equity funding of $11.2 million was provided by new investors BRI Ventures and OCBC NISP Ventura, as well as participation from previous investors, including Insignia Ventures and Global Brains.

AwanTunai specializes in supply chain financing, targeting micro-enterprises in the regions. As of June 2021, the company has collaborated with more than 160 supplier partners to help traditional wholesalers digitize and finance their businesses. AwanTunai has served more than 8,000 micro merchants as users, with an increasing number of users coming from tier 2 and 3 cities in Indonesia.

AwanTunai Bukukan Pendanaan Seri A3, Berbentuk Ekuitas dan Debt

Layanan fintech lending AwanTunai kembali mendapatkan pendanaan. Berdasarkan data yang diinputkan ke regulator, nilainya berkisar $8,5 juta atau setara 121,5 miliar Rupiah. Sejumlah investor turut terlibat, termasuk International Finance Corporation (IFC), Global Brain, Insignia Ventures, OCBC NISP Ventures, dan beberapa lainnya.

Ketika dihubungi DailySocial.id, Co-Founder & CEO AwanTunai Dino Setiawan membenarkan adanya pendanaan baru tersebut, yang masuk dalam seri A3. Ia juga menjelaskan, bahwa investasi yang didapat terdiri dari dua jenis, yakni pendanaan ekuitas dan fasilitas pinjaman (debt facility). Untuk nilai di atas adalah pendanaan ekuitas, sementara debt facility belum disebutkan nilainya.

Di putaran ini, IFC menjadi penopang dana terbesar, menyubang sekitar 50% dari total nilai pendanaan ekuitas yang didapat. Masuknya institusi keuangan di bawah Bank Dunia tersebut di AwanTunai menambah daftar portofolionya di Indonesia. Sebelumnya IFC juga berinvestasi ke PasarPolis, ASSA, dan eFishery. Sebagian misinya untuk mencari proyek investasi berdampak, seperti untuk meningkatkan inklusi keuangan dan digitalisasi di sektor riil.

AwanTunai mengumumkan pendanaan seri A2 senilai $56,2 juta (lebih dari 811 miliar Rupiah) dalam bentuk ekuitas dan fasilitas pinjaman pada pertengahan tahun 2021 lalu. Pendanaan ekuitas sebesar $11,2 juta diberikan oleh investor baru BRI Ventures dan OCBC NISP Ventura, serta partisipasi dari investor sebelumnya, antara lain Insignia Ventures dan Global Brains.

Spesialisasi AwanTunai adalah pada pembiayaan rantai pasok, menyasar kalangan pelaku usaha mikro di daerah. Hingga Juni 2021, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 160 mitra supplier untuk membantu pedagang grosir tradisional melakukan digitalisasi dan pembiayaan usaha mereka.  AwanTunai telah melayani lebih dari 8.000 pedagang mikro sebagai pengguna, dengan peningkatan jumlah pengguna yang berasal dari kota tier 2 dan 3 di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here