Social Bread Peroleh Pendanaan 6 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Social Bread, marketplace untuk digital marketing, memperoleh pendanaan sebesar $400 ribu atau sekitar 6 miliar Rupiah yang dipimpin oleh East Ventures dan partisipasi dari Living Lab Ventures. Menyusul perolehan dana segar ini, Social Bread resmi meluncurkan layanannya.

Disampaikan dalam keterangan resminya, Social Bread akan memanfaatkan pendanaan tersebut untuk mengembangkan platform teknologi yang dapat memberdayakan ekosistem merchant dan mendukung pelaku UKM. Pihaknya juga telah meluncurkan fitur live shopping agar dapat mendongkrak penjualan merchant hingga sepuluh kali lipat dalam kurun satu tahun.

“Kami percaya Social Bread merupakan game changer dalam menyetarakan para UKM, khususnya dengan memanfaatkan media sosial untuk menjangkau para pelanggan. Dengan pengalaman tim yang luas di industri digital, kami memberikan solusi end-to-end untuk para pemilik bisnis dengan harga yang kompetitif,” kata Co-Founder dan CEO Social Bread Edho Zell pada acara peluncurannya di Social Bread Hub, Tangerang.

Pendanaan ini disebut menjadi bukti kuat terhadap misi Social Bread untuk membawa kemajuan dan dampak ke para pelaku bisnis dan konten kreator dengan memaksimalkan digital marketing dan media sosial.

“Dengan besarnya potensi ekonomi digital, Social Bread tidak hanya menjembatani UKM dan konten kreator, tetapi juga membantu UKM, salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia, untuk mengembangkan bisnisnya. Kami berharap untuk terus merasakan keseruan dan dampak positif yang akan dihadirkan oleh Edho dan tim,” kata Melisa Irene, Partner East Ventures.

Social Bread didirikan oleh Edho Zell (CEO), Lydia Susanti (Chief Operating Officer), Ester Jeanette (Chief Marketing Officer), dan Messiah Richardo (Chief Technology Officer) pada 2020. Berbekal pengalaman serupa di bidang pemasaran digital dan media sosial, para pendiri melihat potensi besar media sosial dalam memengaruhi keputusan pembelian pelanggan, terutama karena media sosial kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kebanyakan orang.

Sejak 2020, Social Bread mengklaim telah mendukung lebih dari 500 UKM dari Jabodetabek, Surabaya, dan kota-kota lainnya di Indonesia dalam mendorong pertumbuhan penjualan mereka melalui penggunaan media sosial. Social Bread telah mengelola lebih dari 5.000 mitra kreator terdaftar.

Layanan Social Bread

Lebih lanjut, pihaknya menuturkan bahwa banyak pebisnis dan UKM kesulitan memanfaatkan media sosial untuk mengembangkan bisnis mereka karena keterbatasan sumber daya, keahlian, dan keterampilan untuk mengelola akun media sosial. Di samping itu, tidak semua UKM tim khusus atau mampu memekerjakan agensi digital karena butuh modal besar.

“UKM telah menjadi landasan pertumbuhan dari setiap negara maju, dan kita perlu memberdayakan UKM untuk mencapai ‘Indonesia Emas 2045’. Kami akan membangun platform teknologi yang berbeda untuk memungkinkan UKM tumbuh dan berkembang secara organik,” kata Herman Widjaja, Commissioner Social Bread.

Untuk mengatasi dua masalah di atas, Social Bread mengembangkan platform yang mempertemukan UKM dengan konten kreator dan influencer lokal. Social Bread akan menganalisis dan memahami tujuan atau kebutuhan UKM sehingga memungkinkan mereka untuk memberikan rekomendasi berdasarkan kategori industri, jenis platform, konten yang sesuai dengan audiens yang ditargetkan, dan jumlah konten kreator atau pengikut.

Setelah itu, UKM akan dihubungkan dengan konten kreator (disebut mitra kreator) di Social Bread. Mitra kreator tidak hanya memproduksi konten berdasarkan arahan yang telah disepakati, tetapi juga akan menjadi pihak yang mengelola akun media sosial para UKM. Dengan begitu, pelaku usaha dapat lebih fokus dalam menjalankan bisnis mereka sembari membiarkan konten kreator memaksimalkan potensi akun media sosial.

Selain itu, Social Bread juga telah merilis fitur live shopping yang kini tengah berkembang pesat di Indonesia, terutama bagi pelaku UMKM. Melalui fitur “Live Shopping,” Social Bread berupaya memenuhi kebutuhan para pelaku bisnis dan menghubungkan live streamer untuk mengelola live shopping mereka.

Hal ini diperkuat dari laporan Cube Asia di 2022 yang menyebutkan Indonesia sebagai pasar live shopping dan community group buy terbesar di Asia Tenggara dengan estimasi nilai Gross Merchandise Value (GMV) masing-masing sebesar hampir $5 miliar dan $2 miliar. 

Menurut CEO and Head of Data Cube Asia Sarabjit Singh, besarnya angka transaksi live shopping tersebut turut didorong engagement pengguna media sosial di Asia Tenggara yang termasuk tertinggi di dunia. Sebanyak 90% pengguna internet di Asia Tenggara terhubung di Facebook, Instagram, WhatsApp, dan TikTok.

Raih Pendanaan, Startup SaaS “Scrut Automation” Siap Ekspansi ke Indonesia

Startup SaaS Scrut Automation bersiap ekspansi ke Indonesia, Singapura, dan Amerika Serikat setelah memperoleh pendanaan sebesar $7,5 juta atau sekitar 113,7 miliar Rupiah yang dipimpin oleh MassMutual Ventures. Indonesia dan Singapura dinilai sebagai pasar krusial bagi pertumbuhan Scrut di tahap berikutnya.

Dalam keterangan resminya, Co-Founder dan CEO Scrut Automation Aayush Ghosh Choudhury mengungkapkan, “suntikan modal ini akan membantu timnya memperdalam kemampuan produk dan memperluas kehadiran pasar.”

Selain itu, Scrut akan menggunakan dana segar ini untuk menyederhanakan manajemen risiko dan kepatuhan keamanan informasi untuk perusahaan dalam lingkup SaaS, fintech, dan healthtech berbasis cloud. Ketiga industri ini memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar, tetapi juga risiko yang lebih besar sehingga membutuhkan sistem manajemen risiko yang tepat.

Scrut Automation merupakan platform otomatisasi untuk tata kelola, risiko, dan kepatuhan berbasis di India. Scrut didesain untuk menyederhanakan pemantauan keamanan informasi perusahaan berbasis cloud. Platform ini didirikan oleh tiga Co-founder,yaitu  Aayush Choudary, Jayesh Gadewar, dan Kush Kaushik dengan visi memantau keamanan informasi dan membuatnya dapat diakses di seluruh organisasi.

Berawal dari platform otomatisasi tata kelola bisnis, Scrut memperluas jangkauan ke ranah keamanan informasi dalam operasional dan meningkatkan visibilitas risiko yang komprehensif. Saat ini, produk yang sudah dikembangkan, termasuk GRC, solusi satu pintu untuk pengamatan risiko, keamanan informasi, dan kepatuhan.

Sebagai informasi, MassMutual Ventures dikenal aktif mendanai sektor risiko dan keamanan, termasuk prediksi dan manajemen risiko dunia maya, penilaian risiko, keamanan data, serta IoT. Adapun, pendanaan ini juga disuntik oleh investor terdahulu, yaitu Lightspeed India Partners dan Endiya Partners.

Solusi tata kelola bisnis

Kebanyakan perusahaan besar masih menggunakan perangkat Manajemen Risiko Perusahaan (ERM) lama untuk mengelola penilaian risiko dan proses manajemen. Namun, produk ini cenderung sulit diadopsi untuk perusahaan SaaS dan fintech skala menengah. Selain itu juga kebanyakan produk tidak memiliki integrasi yang relevan.

Platform Scrut diklaim mampu meringankan beban perusahaan dalam menjaga keamanan dan kepatuhan hingga 70%. Selain itu juga memantau keamanan informasi perusahaan berbasis cloud berskala kecil, menengah, dan besar untuk memenuhi berbagai standar keamanan informasi.

Scrut membidik perusahaan berskala kecil hingga skala besar di dunia. Scrut juga membantu customer membangun sistem keamanan informasi yang kuat berdasarkan profil risiko mereka sehingga dapat memenuhi lebih dari 20 standar utama, termasuk ISO 27001, SOC 2, GDPR, NIST, CCPA, HIPAA, PCI DSS.

Di Indonesia, sektor fintech diperkirakan memiliki masa depan cerah dengan pertumbuhan CAGR sebesar 15 persen (2022-2027). Nilai transaksi fintech di global diestimasi mencapai $28 triliun pada 2027. Ada lima segmen fintech utama dalam transformasi sektor keuangan di Indonesia, yakni Neobanking, Alternative Financing, Digital Assets, Digital Investment, dan Digital Payments.

Dari sisi healthtech, total ukuran pasar Indonesia di 2018 adalah sebesar $80 miliar. Angka ini diperkirakan terus meningkat hingga 16 persen dalam lima tahun. Dilansir dari Health Investor Asia,  pengeluaran untuk layanan kesehatan publik akan berlipat ganda menjadi $740 miliar pada 2017-2025.

Di Indonesia, belum banyak perusahaan rintisan yang juga menawarkan solusi terkait tata kelola bisnis, seperti RunSystem dan Esensi Solusi Buana. Kedua pemain ini fokus menawarkan solusi ERP.

Layanan Pendanaan Pemasaran Jenfi Menjadi Solusi UKM Indonesia untuk Meningkatkan Pendapatan Pasca Pandemi

Pandemi Covid-19 beberapa tahun silam menjadi challenge tersendiri bagi pemilik usaha, terutama mereka yang berada di sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Mulai dari menurunnya pembelian dan pesanan, tantangan distribusi, hingga ketersediaan bahan baku.

Di sisi lain, pandemi juga menjadi titik balik bagi para UKM dalam mengembangkan usahanya secara digital. Jumlah transaksi online pada masa pandemi meningkat secara signifikan hingga 26% atau 3,1 juta transaksi per harinya dengan peningkatan distribusi hingga 35%.

Dari situ, dukungan untuk UKM go digital pun semakin banyak, di antaranya termasuk strategi yang dikembangkan oleh pemerintah berupa penyaluran program kredit mikro agar UKM dapat memperoleh pinjaman modal kerja dengan bunga yang lebih rendah dari bank umum di Indonesia.

Dengan banyaknya dukungan dan bantuan seperti adanya layanan pembayaran digital QRIS dan pinjaman modal kerja seharusnya dapat menjadi peluang nyata bagi UKM untuk terus mengembangkan bisnis secara digital.

Tapi, bagaimana ketika bukan modal kerja yang menjadi masalah bagi UKM, melainkan pemasaran digital?

Meningkatkan brand awareness adalah satu hal yang penting untuk dilakukan sebuah bisnis karena berpengaruh terhadap peningkatan penjualan, dan pemasaran digital sangat efektif untuk hal ini.

Pemasaran digital, terutama iklan berbayar, dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap UKM. Selain dapat menjangkau audiences lebih banyak, UKM juga dapat menargetkan pasar tertentu pada jenis pemasaran digital ini. Sayangnya, beberapa UKM masih terkendala soal biaya untuk pemasaran digital ini.

Tapi, dengan banyaknya dukungan dari berbagai pihak, kendala atau tantangan ini juga dapat diatasi dengan mudah.

Tidak hanya dari pemerintah, dukungan dari pihak swasta juga tak kalah jumlahnya. Hal ini adalah hasil dari banyaknya riset yang memperkirakan perkembangan ekonomi digital Indonesia akan semakin maju kedepannya. Bahkan, menurut data dari Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025 berpeluang mencapai 46 miliar USD atau setara dengan 2.100 triliun Rupiah.

Dengan adanya peluang besar tersebut, banyak pihak swasta yang turut memberikan dukungan kuat kepada UKM, salah satunya adalah Jenfi. Jenfi merupakan layanan pendanaan yang hadir untuk menjawab permasalahan UKM dari segi pemasaran, inventaris, dan pertumbuhan bisnis.

Solusi ini dapat dimanfaatkan oleh UKM untuk mengoptimalkan brand awareness di media sosial dan marketplace. Namun, layanan pendanaan Jenfi ini hanya terbatas pada pertumbuhan bisnis di platform media sosial, seperti Facebook, Instagram, dan Linkedin, atau layanan periklanan Google (Google Ads).

Untuk memastikan bahwa pendanaan ini tepat penggunaannya, layanan Jenfi dapat melacak dengan mengintegrasikan akun pendapatan bisnis pada layanan seperti Lazada, Shopee, Tokopedia, Shopify, Stripe, dan Braintree.

Dengan model bisnis seperti ini, UKM tidak perlu khawatir karena Jenfi hanya akan diuntungkan ketika bisnis menghasilkan pendapatan dari modal yang diberikan.

Lalu, bagaimana jika UKM tertarik untuk mendapatkan pembiayaan dari Jenfi?

Apabila UKM tertarik untuk mengembangkan bisnisnya melalui pemasaran digital, owner dapat melakukan pengajuan pendanaan secara online pada situs resmi Jenfi dan keputusan akan diberikan dalam waktu maksimal 24 jam.

Setelah berhasil terhubung dengan institusi finansial terpilih, Jenfi juga akan membantu pemberkasan yang harus disiapkan oleh UKM. Apabila UKM telah berhasil melalui tahapan yang ditentukan, UKM berkesempatan untuk mendapatkan modal hingga 1 miliar rupiah.

Dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku UKM untuk meningkatkan brand awareness dan penjualan melalui fitur iklan berbayar seperti Instagram Ads, Facebook Ads, dan Google Ads.

Kemudian, untuk pembayaran, UKM juga bisa menentukan kapan akan melakukan pengembalian modal dan persentase pengembalian dari profit bisnis yang dihasilkan. Tidak hanya itu, Jenfi juga telah bekerjasama dengan Xendit untuk membantu UKM berkembang lebih pesat dengan mengaktifkan layanan pembayaran digital.

Peluang perkembangan pasar Indonesia, terutama di sektor ekonomi digital, memang benar adanya. Namun, peluang tersebut bisa menjadi sebuah kenyataan jika adanya aksi yang juga nyata dari pelaku UKM dan dukungan dari pihak pemerintah maupun swasta.

Melalui solusi yang diberikan, Jenfi berkomitmen untuk turut membantu mendongkrak pendapatan UKM seiring dengan berkembangnya sektor e-commerce Indonesia di era pasca pandemi saat ini.

Obligasi Syariah vs Konvensional, Bagaimana Perbedaan Keduanya?

Obligasi merupakan salah satu alternatif investasi yang gemar sekali dipilih oleh masyarakat. Aset ini dipertimbangkan sebagai satu aset investasi yang memiliki nilai risiko yang kecil. Selain itu, keuntungan yang berupa kupon merupakan pertanda bahwa jenis investasi ini memiliki pemasukan yang lebih konstan dibandingkan dengan investasi saham

Secara umum, obligasi diartikan sebagai surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan yang biasanya jatuh tempo dalam jangka panjang (lebih dari satu tahun). Obligasi memiliki berbagai macam jenis. Namun, secara mendasar, obligasi dibedakan dalam 2 jenis dengan sifat yang berbeda yakni obligasi konvensional dan obligasi syariah atau yang sering disebut sebagai sukuk. 

Apakah kamu tertarik untuk berinvestasi pada obligasi dan penasaran akan dua jenis instrumen obligasi ini? Apa sebenarnya perbedaan dari obligasi syariah dan obligasi konvensional? Berikut ini adalah penjelasan dari obligasi syariah, obligasi konvensional, serta perbedaan keduanya.

Obligasi Konvensional

Ilustrasi obligasi syariah dan obligasi konvensional | Pexels

Obligasi umum atau obligasi konvensional seringkali dipilih oleh investor menjadi alternatif investasi karena risikonya yang tergolong kecil dan penghasilan berupa kupon atau bunga yang didapatkan secara rutin. Apakah sebenarnya obligasi konvensional ini? Berikut adalah pengertian dan jenis-jenis dari obligasi konvensional.

Pengertian Obligasi Konvensional

Obligasi konvensional atau obligasi umum adalah surat berharga yang berbentuk surat utang yang diterbitkan oleh baik itu pemerintah maupun perusahaan.

Dalam obligasi, terdapat dua pihak utama yang melakukan transaksi, yakni pemerintah atau perusahaan penerbit yang berlaku sebagai pihak yang meminjam dana atau debitur. Sedangkan, terdapat pihak pemegang obligasi yang berlaku sebagai pemberi pinjaman dana atau kreditur.

Tujuan utama dari diterbitkannya efek jenis obligasi pada umumnya adalah agar debitur mendapatkan modal guna pendanaan jangka panjang. Sementara, keuntungan investasi obligasi sendiri bagi investor adalah dalam bentuk bunga yang didapatkan secara rutin dan sudah pasti jumlahnya.

Jenis Obligasi Konvensional

Obligasi konvensional memiliki berbagai macam jenis dengan penggolongan tertentu. Efek ini dapat dibedakan berdasarkan penerbit, sistem pembayaran, hak penukaran, adanya jaminan. Berikut adalah jenis-jenis obligasi konvensional.

Jenis Obligasi Berdasarkan Penerbitnya

Berdasarkan penerbitnya, obligasi dapat dibagi menjadi jenis-jenis berikut.

  • Government bond; merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Contoh dari obligasi ini di Indonesia adalah adanya Obligasi Ritel Indonesia (ORI), Surat Utang Negara (SUN).
  • Corporate bond; yang mana merupakan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan sebagai sumber pendanaan eksternal perusahaan tersebut.
  • Municipal bond; adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.

Jenis Obligasi Berdasarkan Hak Penukaran

Berdasarkan hak penukarannya, obligasi dapat dibagi menjadi jenis-jenis berikut.

  • Convertible bond; merupakan obligasi yang dapat ditukarkan dengan saham yang diterbitkan juga oleh penerbit obligasi
  • Exchangeable bond; exchangeable bond memiliki pengertian yang hampir mirip dengan convertible bond di mana obligasi dapat ditukarkan dengan saham, bedanya exchangeable bond dapat ditukar dengan saham afiliasi dari perusahaan penerbit.
  • Callable bond; yaitu obligasi yang memberikan hak kepada penerbit obligasi untuk membeli kembali obligasinya di harga tertentu sebelum obligasi jatuh tempo.
  • Putable bond; obligasi di mana ia memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk dapat menjual atau meminta pelunasan kepada penerbit obligasi.

Jenis Obligasi Berdasarkan Adanya Jaminan

Berdasarkan jaminannya, obligasi dapat dibagi menjadi jenis-jenis berikut.

  • Secure bond; merupakan obligasi yang pelunasannya dijamin dengan aset tertentu oleh penerbitnya
  • Guaranteed bond; yaitu obligasi yang dijamin oleh pihak ketiga
  • Mortgage bond; mortgage bond adalah obligasi yang pelunasannya dijamin dengan properti tertentu (biasanya adalah berupa gedung)
  • Collateral trust bond; yaitu obligasi yang dijamin oleh aset keuangan pada misalnya saham perusahaan
  • Unsecured bond; yaitu obligasi yang tidak dijamin oleh aset atau properti apapun
  •  

Jenis Obligasi Berdasarkan Sistem Pembayaran

Berdasarkan sistem pembayarannya, obligasi dapat dibagi menjadi jenis-jenis berikut.

  • Zero coupon bond; merupakan obligasi di mana tidak ada kewajiban bagi penerbitnya untuk membayarkan kupon atau bunga kepada pemilik obligasi
  • Coupon bond; yaitu obligasi yang memberikan kewajiban bagi penerbit obligasi untuk memberikan imbal hasil berupa bunga kepada pemilik obligasi baik itu dalam bentuk bunga tetap (fixed coupon bond) maupun bunga obligasi mengambang (floating coupon bond)

Obligasi Syariah

Ilustrasi Obligasi syariah dan obligasi konvensional, apakah perbedaannya? | Pexels

Sukuk atau yang dapat disebut juga sebagai obligasi syariah merupakan salah satu alternatif investasi yang banyak dipilih oleh masyarakat. Apakah sebenarnya Obligasi Syariah ini? Berikut adalah pengertian dari obligasi syariah beserta jenis-jenis dari aset ini.

Pengertian Obligasi Syariah

Obligasi syariah merupakan salah satu efek berupa sertifikat maupun bukti kepemilikan dengan imbal hasil berupa uang sewa (ujrah) dengan persentase tertentu.

Berbeda dengan obligasi konvensional atau obligasi pada umumnya, obligasi syariah bentuknya bukan merupakan surat utang dan imbal hasilnya bukan merupakan bentuk bunga. Sukuk atau obligasi syariah akan berpedoman pada syariat-syariat islam yang cenderung untuk menghindari riba.

Jadi, obligasi syariah berbentuk sertifikat kepemilikan dan imbal hasilnya adalah berupa uang sewa. Walaupun begitu, obligasi syariah tetap saja memiliki sifat laiknya obligasi lain di mana imbal hasil dari investasi ini akan dibayarkan secara rutin dan nilai pokok pinjaman akan dibayarkan juga ketika aset jatuh tempo.

Selain itu, sama seperti obligasi konvensional, obligasi syariah pun dapat diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan. Salah satu bentuk dari sukuk yang diterbitkan di Indonesia adalah sukuk ritel.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sukuk ritel adalah instrumen aset yang yang diterbitkan dan penjualannya diatur oleh Negara yang mana lebih tepatnya diatur oleh Kementerian  Keuangan Republik Indonesia. Sukuk ritel ini dapat ditawarkan atau dijual oleh agen penjual (bank umum, bank syariah, dan perusahaan sekuritas yang telah disetujui oleh pemerintah). OJK sendiri berkata bahwa sukuk ritel memiliki risiko yang sekiranya hampir sama dengan ORI (Obligasi Negara Ritel).

Jenis Obligasi Syariah

Selain sukuk ritel, obligasi memiliki beberapa jenis dengan karakteristik yang unik. Berikut ini adalah jenis dari obligasi syariah.

Sukuk Ijarah

Obligasi syariah jenis sukuk Ijarah merupakan sukuk yang diterbitkan melalui perjanjian ijarah. Dengan begitu, sukuk IIjarah adalah di mana satu pihak individu bertindak secara mandiri maupun melalui wakil melakukan sewa hak atas manfaat suatu aset pada pihak lain dengan harga dan periode sewa yang disepakati. Sukuk Ijarah ini tidak diikuti dengan perpindahan kepemilikan dari satu pihak ke pihak lain.

Sukuk Musyarakah

Obligasi syariah dengan jenis sukuk Musyarakah ini seperti namanya, diterbitkan dengan akad Musyarakah. Dengan perjanjian tersebut, sukuk Musyarakah terjadi di mana dua atau lebih pihak melakukan kerja sama untuk menyetorkan atau menggabungkan modal guna mengembangkan proyek atau kegiatan usaha bersama. Keuntungan maupun kerugian dari proyek sukuk Musyarakah akan ditanggung bersama oleh anggota berdasarkan pada seberapa besar partisipasi mereka.

Sukuk Istishna

Obligasi syariah dengan bentuk sukuk Istishna dilakukan berdasar pada perjanjian Istishna. Sukuk Istishna adalah di mana terdapat pihak-pihak yang bersepakat untuk melakukan transaksi jual maupun beli untuk pembiayaan suatu properti atau proyek.

Sukuk Mudharabah

Seperti sukuk-sukuk lainnya, sukuk Mudharabah diterbitkan berdasar pada perjanjian Mudharabah. Sukuk Mudharabah adalah sukuk di mana terdapat pihak yang menjadi penyedia modal (rab-al-maal atau shahibul maal) serta pihak yang bertindak dalam penyediaan tenaga atau keahlian tertentu (mudharib).

Keuntungan dari kerja sama ini akan dibagi berdasarkan pada proporsi (nisbah) yang disepakati dalam perjanjian. Sementara itu, kerugian yang mungkin timbul akan ditanggung oleh penyelenggara modal, selama kerugian tidak disebabkan oleh kesengajaan pihak mudharib

Perbedaan Obligasi Syariah dengan Obligasi Konvensional

Beda obligasi syariah dan obligasi konvensional | Pexels

Obligasi syariah dan obligasi konvensional memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan dari kedua jenis obligasi ini didasari oleh karakteristik utama obligasi syariah yang perlu untuk menyesuaikan dengan syariat-syariat islam. Berikut adalah penjelasan perbedaan dari obligasi syariah dan obligasi konvensional lainnya.

Prinsip dan Aktivitas Bisnis

Hal paling mendasar dari perbedaan dua jenis obligasi –obligasi syariah dan konvensional– ini adalah prinsip yang mendasari keduanya. Obligasi syariah harus menggunakan syariah sebagai pedoman bertransaksi juga aktivitas bisnisnya.

Walaupun begitu, penerbitan sukuk atau obligasi syariah sendiri dapat dilakukan oleh badan penerbit yang bukan syariah asal proses penerbitannya sesuai dengan syariah.

Di sisi lain, obligasi konvensional tidak memiliki aturan adanya prinsip khusus dalam aktivitas bisnisnya. Oleh karena itu, penerbit obligasi konvensional tidak terbatas aktivitas bisnisnya.

Penghasilan yang Didapat oleh Pemilik Obligasi

Obligasi syariah menerapkan prinsip syariah dalam aktivitasnya. Dalam islam, konsep riba –tambahan kelebihan dalam pinjaman pokok– merupakan suatu hal yang haram atau dilarang. Riba biasanyanya ditemui pada instrumen bunga dalam produk investasi atau tabungan. 

Dengan begitu, penghasilan yang diperoleh pemegang obligasi syariah tidak boleh dalam bentuk bunga atau kupon seperti halnya obligasi konvensional melainkan dalam bentuk uang sewa, bagi hasil, dan lain sebagainya. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002, obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang.

Obligasi syariah harus berdasar pada prinsip syariah yang mewajibkan emiten –perusahaan penerbit efek– untuk membayar pendapatan pada pemilik obligasi berupa bagi hasil/margin/fee dan membayar dana obligasi saat jatuh tempo.

Sementara itu, penghasilan yang diperoleh untuk pemegang obligasi konvensional adalah berupa bunga atau kupon serta capital gain. Di mana capital gain adalah selisih harga jual dan beli yang dilakukan ketika menjual obligasi. 

Perbedaan obligasi syariah dan konvensional | Pexels

Underlying Asset

Obligasi konvensional merupakan aset investasi yang berupa surat utang dengan keuntungan bunga bagi pemiliknya. Sementara itu, obligasi syariah merupakan suatu aset berupa surat tanda kepemilikan atas suatu underlying asset dan tentunya dengan prinsip syariah. Underlying asset adalah suatu aset keuangan yang menjadi dasar harga suatu efek (dalam kasus ini obligasi syariah)

Underlying asset sangat penting bagi bisnis dengan prinsip syariah karena menghindari terjadinya transaksi ‘money for money’ yang mana itu dapat dikategorikan sebagai riba. Di lain sisi, obligasi konvensional tidak memerlukan underlying asset dalam transaksinya.

Penggunaan Dana

Dalam obligasi syariah atau sukuk, penggunaan dana dari penerbitan aset harus digunakan untuk hal-hal yang tidak menentang prinsip syariah (harus merupakan sesuatu yang halal). Penerbitan obligasi konvensional tidak dibatasi penggunaan dananya.

Perbedaan obligasi syariah dan obligasi konvensional | Dailysocial.id

Nah, itu tadi adalah perbedaan dari obligasi syariah dan obligasi konvensional. Suatu aset investasi ternyata akan memiliki beberapa karakteristik yang berbeda ya apabila disesuaikan dengan syariat islam. Apakah kamu tertarik untuk berinvestasi pada jenis aset obligasi?

Jika iya, manakah yang akan kamu pilih? Obligasi konvensional atau syariah? Atau kamu tertarik dengan aset syarih lain seperti reksa dana syariah?

Sumber gambar header: Pexels

Fresh Factory Raih Pendanaan Tahap Awal Senilai 66 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Startup penyedia solusi fulfillment rantai dingin (cold chain) Fresh Factory berhasil meraih pendanaan tahap awal atau seed funding senilai $4,5 juta atau setara 66 milliar Rupiah dipimpin East Ventures. Putaran ini juga diikuti oleh beberapa investor lainnya, termasuk PT. Saratoga Investama Sedaya TBK, Trihill Capital, Indogen Capital, Prasetia Dwidharma, Number Capital, Y Combinator, dan beberapa investor angel lainnya.

Dana segar ini rencananya akan dialokasikan untuk ekspansi gudang ke semua kota sekunder di Jawa serta kota-kota utama di Sumatera dan Sulawesi.  Selain itu, investasi kali ini juga akan digunakan untuk memperkuat tim dan teknologi guna meningkatkan adopsi dan pencapaian operasional perusahaan.

Didirikan pada tahun 2020 oleh Larry Ridwan (Founder & CEO), Widijastoro Nugroho (Co-Founder & CCO), dan Andre Septiano (Co-Founder & CFO), Fresh Factory menyadari besarnya masalah pada logistik rantai dingin di Indonesia. Maka dari itu, perusahaan berkomitmen menyediakan jaringan pusat fulfillment rantai dingin hiperlokal, transformasi, dan sistem manajemen fulfillment cerdas yang memungkinkan pelaku bisnis untuk menyimpan, mengambil, mengemas, dan mengirimkan produk mereka ke pelanggan dengan lebih baik, cepat dan efisien.

Sebagai negara dengan sumber daya yang melimpah dari pertanian dan akuakulturnya, Indonesia memiliki kebutuhan logistik rantai dingin yang efisien untuk penyimpanan dan pengiriman dari pusat produksi ke pelanggan. Namun, masih ada kesenjangan besar dalam lingkaran distribusi yang hanya berfokus pada gudang pusat tanpa memperhatikan logistik mid dan last mile. Fresh Factory ingin menjembatani hal ini dengan mendirikan cold storage cerdas di berbagai lokasi dekat dengan pelanggan.

Beberapa solusi teknologi yang telah terintegrasi ke dalam layanan mereka termasuk GeoTagging dan GeoLocation dalam menyimpan produk di gudang, Artificial Intelligence (AI) untuk proyeksi dan pengelolaan stok di gudang, serta Internet of Things (IoT) untuk memantau suhu freezer dan chiller.

Venture Partner East Ventures Avina Sugiarto mengungkapkan, “Melihat kesenjangan besar dalam solusi rantai dingin dan bagaimana hal tersebut menyebabkan berbagai masalah terkait food loss dalam rantai pasokan, kami percaya Fresh Factory hadir seagai solusi untuk memperbaiki logistik rantai dingin untuk produk makanan yang mudah rusak dan membantu para UMKM. Kami yakin Fresh Factory telah dan akan terus memberi manfaat dan menciptakan masyarakat yang lebih tangguh.”

Hingga April 2022, Fresh Factory telah mencapai $10 juta GMV tahunan dan fulfillment tahunan untuk lebih dari 1 juta pesanan. Hal ini diikuti dengan pertumbuhan pendapatan sebesar 30% MoM dalam tiga bulan terakhir. Perusahaan juga telah memiliki lebih dari 20 gudang cabang yang tersebar di berbagai kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Bali dengan solusi penyimpanan barang beku hingga dingin.

Layanan fulfillment di Indonesia

Pertumbuhan e-commerce sedikit banyak telah mempengaruhi lanskap layanan pemenuhan atau fulfillment. Indonesia saat ini menjadi pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara dengan kontribusi hingga 50% dari seluruh transaksi yang tercatat. Pertumbuhan ini menandakan kontribusi besar e-commerce terhadap perekonomian digital di Indonesia.

Dikutip dari laporan e-Conomy SEA 2021, ekonomi digital Indonesia mengalami peningkatan dari angka USD47 miliar di 2020 menjadi USD70 miliar di 2021, ditambah dengan penetrasi digital yang terus meningkat berjumlah 158 juta pengguna e-commerce di Indonesia.

Sementara itu, berdasarkan laporan dari Research and Markets, pasar layanan fulfillment secara global diperkirakan akan mencapai $198,62 miliar pada tahun 2030, tumbuh pada CAGR sebesar 9,5% selama periode perkiraan. Penetrasi layanan internet yang cepat dan peningkatan jumlah pembeli online merupakan faktor utama yang mendorong permintaan akan layanan fulfillment di seluruh dunia.

Manuver dari para pemain e-commerce tanah air untuk masuk ke bisnis fulfillment dinilai sangat baik dengan memberikan pelayanan logistik secara terpadu. Langkah ini pertama kali diambil Tokopedia dengan meluncurkan layanan TokoCabang yang kini bertransformasi menjadi Dilayani Tokopedia. Layanan tersebut memungkinkan penjual menitipkan produk di “gudang pintar” pada wilayah dengan permintaan tinggi.

Selanjutnya, Bukalapak ikut menyasar segmen ini melalui layanan BukaGudang yang sudah dapat digunakan pelapak sejak Maret 2020. Buka Gudang memiliki dua mitra fulfillment, yakni PT IDCommerce dan startup penyedia jaringan pergudangan mikro Crewdible. Lalu, ada Shopee yang resmi masuk lewat layanan Dikelola Shopee pada September lalu. Layanan Dikelola Shopee memanfaatkan gudang milik sendiri dengan rata-rata pesanan diklaim dapat dikirim dua jam setelah pengguna menyelesaikan transaksi.

Selain para pemain e-commerce yang melakukan penetrasi di segmen fulfillment, sejumlah startup lokal juga fokus menggarap jaringan pergudangan mikro dan solusi pengadaannya untuk menciptakan dampak efisiensi. Beberapa diantaranya termasuk CrewdibleShipper, dan TokoTalk.

Quiz #2: Sebutkan Startup Ranking 10 – 14 di Pendanaan Terbesar Q1 2022 dan Menangkan Hadiahnya!

Ketemu lagi di kuis #NgabubureaDS DailySocial.id! Di kuis kedua ini, teman-teman pembaca setia cukup memberikan jawaban tepat dari perintah yang ada di postingan Instagram berikut:

Quiz ramadan

Jawabannya ada di bawah ini, lho. Yuk, coba cari dengan teliti!

Jumlah pendanaan sepanjang kuartal pertama tahun 2022 meningkat 2x lipat dibandingkan dengan Q1 2021. Data DSinnovate mencatat, di kuartal ini ada sebanyak 76 pendanaan startup yang diumumkan ke publik. Dari 50 pendanaan yang menyebutkan nominal, terkumpul total investasi yang diumumkan senilai $1,22 miliar.

Secara tren, fintech masih menjadi primadona jenis bisnis yang paling diminati investor. Contohnya saja kali ini ada DANA yang berhasil membawa pulang $200 juta. Meskipun begitu, model bisnis baru seperti quick commerce, agrotech dan aquatech yang mulai tervalidasi produknya, cryptocurrency, hingga D2C mulai banyak mencuri perhatian investor. 

Dari sekian banyak modal ventura yang turut berpartisipasi memberikan suntikan dana, East Ventures dan AC Ventures menjadi dua venture capital paling aktif dengan total 13 putaran pendanaan. Menariknya lagi, di kuartal ini ada 28 angel investor yang turut terlibat. Beberapa di antaranya berlatar belakang founder startup.

Untuk melihat lebih detil, di bawah ini adalah daftar startup dengan pendanaan terbesar sepanjang Q1:

Daftar Pendanaan Startup Q1 2022

(Baca selengkapnya di artikel ini)

Gimana sudah tahu startup mana saja yang masuk urutan peringkat 10-14? Yuk, buruan kirim jawaban kamu sekarang!

Hadiah:

Takjil GRATIS yang akan dikirimkan langsung ke alamat rumahmu untuk 6 orang pemenang!

Syarat dan Ketentuan: 

  1. Periode Quiz #2: Rabu, 13 April 2022
  2. Follow akun @dailysocial.id dan akun @boobatbandung, @sewumangkok@cheeoko.id, @livera_id, @burgerer.id, dan @everlight.id
  3. Tulis jawaban yang tepat di kolom komentar pada postingan ini

Quiz ramadan

  1. Mention 3 teman kamu di kolom komentar
  2. Sertakan hashtag #ngabubureaDS #DSStartup
  3. Pastikan akun tidak di-private ya 🙂
  4. Jawab sebanyak-banyaknya!
  5. Pemenang akan diumumkan pada hari Kamis, 14 April 2022 melalui akun Instagram @dailysocial.id

 

Tentang #NgabubureaDS:

Merayakan bulan Ramadan ini, DailySocial.id hadir dengan kampanye #NgabubureaDS yang akan menemani kamu selama bulan Ramadan. Akan ada beragam aktivitas yang kita lakukan, yaitu kuis berhadiah setiap minggunya dan challenge yang mesti kamu penuhi setiap harinya dan dapatkan hadiah takjil, hampers hingga langganan konten premium GRATIS. 

Stay tuned terus di Instagram kami @dailysocial.id dan simak informasi selengkapnya di sini https://dailysocial.id/post/ngabubureads-ramadan-2022

Gotrade Secures 222 Billion Rupiah Series A Funding, Boosting Local Penetration in Southeast Asia

The investment app developer Gotrade announced funding of $15.5 million or more than 222 billion Rupiah. The series A round was led by Velocity Capital Fintech Ventures. To date, the company has raised a total fund of $22.5 million or equivalent to 322 billion Rupiah.

This round was attended by investors from various countries, such as Mitsubishi UFJ Financial Group [Japan], BeeNext [Singapore], Kibo Ventures [Spain], Picus Capital [Germany], as well as previous investors including LocalGlobe [UK], Social Leverage [US] & Raptors [USA].

The last $7 million round led by LocalGlobe took place in 2021. The funds were received after the application launched and can be used by invitation only, generating 20% ​​weekly growth.

In its first year, the company claims to have grown organically and managed to gathered more than 500,000 users from 140 countries with total transactions reaching $400 million through 5 million trades.

Founded in 2019 by Rohit Mulani, Norman Wanto, and David Grant in Singapore, Gotrade offers the convenience of trading stocks from the United States stock exchange. This app allows users to buy shares on the NYSE and current shares on the NASDAQ starting at $1.

In its operation, the company does not charge a commission on their trades. However, the company admitted that it didn’t adopt collaborative practices by monetizing order flow payments. Gotrade earns income by charging 0.50% to 1.20% in FX fees (depend on currency) when users select local currency deposits which are then converted to US dollars to get started.

Apart from that, Gotrade also has a new subscription-based initiative called Gotrade Black with premium features such as candlestick charts, analyst ratings, target prices and risk measurement for $2 per month. On its official website, it is explained that this recommendation was made by professional stock analysts from Goldman, JP Morgan, and many other world-class investment firms/institutions.

Also, part of the capital raised will be used to develop the 40-person team and launch versions of the product in various markets, starting with Southeast Asia.

The Co-founder and CEO, Rohit Mulani revealed that investing in Southeast Asia is still broken. There are more than 600 million people unable to access quality investment products at reasonable prices. He said, most of them are still subject to funds with expense ratios exceeding 5%, savings products such as gold with a 3% spread and many hidden costs across their portfolios.

“We believe we should invest more fairly, and users don’t have to resort to predatory fees,” he said.

Gotrade Indonesia

Recenly before this funding was announced, the company had just launched a special product for the Indonesian people under the name Gotrade Indonesia in collaboration with Valbury Asia Futures (Valbury) as a local partner. All trades carried out on Gotrade Indonesia are carried out under a contract between the user and Valbury. Furthermore, Gotrade products that target the global market will be referred to as Gotrade Global.

Along with the launch of Gotrade Indonesia, the company also announced Andrew Haryono, the Valbury Group’s owner, as a co-founder of the company. Valbury Group is a financial conglomerate in Indonesia that has securities, derivatives and capital management products.

“Andrew has been involved since the start of the business in 2019 and has been quite essentioal in helping us achieve our success so far. With Valbury and the launch of Gotrade Indonesia, we were able to take our partnership to a new level and everyone felt it was time to recognize him for the important role he has played in the company’s past and the role he will continue to play in the company’s future,” Rohit said.

Apart from Gotrade, several investment applications in Indonesia that have also raised funds over the past year include Pluang, Pintu, Bibit and Ajaib.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gotrade Raih Pendanaan Seri A 222 Miliar Rupiah, Tingkatkan Penetrasi Pasar di Asia Tenggara

Pengembang aplikasi investasi Gotrade mengumumkan perolehan pendanaan senilai $15,5 juta atau lebih dari 222 miliar Rupiah. Putaran seri A tersebut dipimpin Velocity Capital Fintech Ventures. Hingga saat ini, total pendanaan yang berhasil diraih perusahaan mencapai $22,5 juta atau setara 322 miliar Rupiah.

Putaran kali ini diikuti oleh investor dari berbagai negara, seperti Mitsubishi UFJ Financial Groug [Jepang], BeeNext [Singapura], Kibo Ventures [Spanyol], Picus Capital [Jerman], serta investor sebelumnya termasuk LocalGlobe [UK], Social Leverage [US] & Raptor [US].

Putaran pendanaan terakhir senilai $7 juta dipimpin oleh LocalGlobe terjadi pada tahun 2021. Pendanaan tersebut diterima setelah Gotrade diluncurkan dan hanya bisa digunakan melalui undangan (by invitation only), menghasilkan 20% pertumbuhan dari minggu ke minggu.

Di tahun pertamanya, perusahaan mengaku telah bertumbuh secara organik dan berhasil mengumpulkan lebih dari 500.000 pengguna dari 140 negara dengan total transaksi mencapai $400 juta melalui 5 juta trade.

Didirikan pada tahun 2019 oleh Rohit Mulani, Norman Wanto, dan David Grant di Singapura, Gotrade hadir menawarkan kemudahan untuk melakukan trading saham dari bursa Amerika Serikat. Aplikasi ini memungkinkan pengguna membeli saham pecahan di NYSE dan saham yang diperdagangkan di NASDAQ mulai dari $1.

Dalam beroperasi, perusahaan tidak membebankan biaya komisi pada trade mereka. Namun, timnya mengaku tidak mengadopsi praktik kolaboratif dengan memonetisasi pembayaran order flow. Gotrade mendapatkan pemasukan dengan membebankan 0,50% hingga 1,20% dalam biaya FX (tergantung mata uang) ketika pengguna memilih deposit mata uang lokal yang kemudian dikonversikan menjadi dolar AS untuk diperdagangkan.

Selain itu, Gotrade juga memiliki inisiatif baru berbasis subscription yang disebut Gotrade Black dengan fitur premium seperti grafik candlestick, peringkat analis, harga target, dan pengukuran risiko sebesar $2 per bulan. Dalam laman resminya, dijelaskan bahwa rekomendasi ini dibuat oleh analis saham profesional dari Goldman, JP Morgan, dan masih banyak lagi firma/lembaga investasi kelas dunia.

Sebagian dari modal yang diterima juga akan digunakan untuk mengembangkan timnya yang terdiri dari 40 orang dan meluncurkan versi lokal produknya di berbagai pasar, dimulai dengan Asia Tenggara.

Co-founder dan CEO Rohit Mulani mengungkapkan bahwa investasi di Asia Tenggara masih terbilang bobrok. Terdapat lebih dari 600 juta orang tidak dapat mengakses produk investasi berkualitas dengan harga yang wajar. Menurutnya, kebanyakan dari mereka masih tunduk pada reksa dana dengan rasio pengeluaran melebihi 5%, produk tabungan seperti emas dengan sebaran 3% dan banyak biaya tersembunyi di seluruh portofolio mereka.

“Kami percaya berinvestasi harusnya lebih adil, dan pengguna seharusnya tidak perlu menanggung biaya yang bersifat predatorial ini,” ujarnya.

Gotrade Indonesia

Beberapa waktu sebelum pendanaan ini diumumkan, perusahaan baru saja meluncurkan produk khusus untuk masyarakat Indonesia dengan nama Gotrade Indonesia menggandeng Valbury Asia Futures (Valbury) sebagai mitra lokal.  Semua perdagangan yang dilakukan di Gotrade Indonesia dilakukan berdasarkan kontrak antara pengguna dan Valbury. Selanjutnya produk Gotrade yang menyasar pasar global akan disebut sebagai Gotrade Global.

Bersama dengan peluncuran Gotrade Indonesia, perusahaan juga mengumumkan bahwa Andrew Haryono, pemilik Grup Valbury, sebagai salah satu pendiri perusahaan. Valbury Group adalah konglomerasi keuangan di Indonesia yang memiliki produk sekuritas, derivatif, dan manajemen modal.

“Andrew telah terlibat sejak awal bisnis pada tahun 2019 dan telah berperan penting dalam membantu kami mencapai kesuksesan kami sejauh ini. Bersama Valbury dan peluncuran Gotrade Indonesia, kami dapat membawa kemitraan kami ke tingkat yang baru dan semua orang merasa sudah waktunya untuk mengenalinya atas peran penting yang dia mainkan di masa lalu perusahaan serta peran yang akan terus dijalaninya di masa depan perusahaan,” kata Rohit.

Selain Gotrade, beberapa aplikasi investasi di Indonesia yang juga telah mengumpulkan dana selama setahun terakhir ini termasuk Pluang, Pintu, Bibit dan Ajaib.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Application Information Will Show Up Here

Grup Sinar Mas Kucurkan 2,8 Triliun Rupiah, Siap jadi Pemegang Saham Pengendali di DANA

Salah satu grup konglomerat Indonesia, Sinar Mas, melalui anak usahanya PT Dian Swastika Sentosa Tbk resmi mengumumkan rencana investasi senilai $200 juta atau lebih dari 2,8 triliun Rupiah ke PT Elang Andalan Nusantara, perusahaan induk startup DANA. Hal ini disampaikan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari Selasa (1/3).

Rencana investasi ini disebut sebagai bagian dari kolaborasi pengembangan bisnis digital kedua perusahaan. Kolaborasi strategis ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan ekosistem digital yang dimiliki oleh Perseroan dan berbagai pemangku kepentingan.

Penandatanganan perjanjian investasi telah dilakukan pada 28 Februari.  Sementara penyelesaiannya akan bergantung pada pemenuhan syarat-syarat pendahuluan sebagaimana diatur dalam perjanjian penyertaan modal, termasuk persetujuan dari otoritas berwenang yang terkait.

Rumor terkait akuisisi Sinar Mas terhadap DANA sudah santer diberitakan sejak akhir tahun 2021. Setelah penyelesaian atas aksi korporasi ini, DSST akan menjadi salah satu pemegang saham terbesar di DANA.

Saat ini, DANA masih dimiliki oleh PT Elang Andalan Nusantara (EAN), dengan Emtek masih sebagai investor utama dengan kepemilikan 49 persen saham. Sementara 45 persen sisanya dimiliki Ant Financial melalui API Investment Ltd. Seperti diketahui, pada bulan April 2021, Emtek Group (Emtek) mengungkapkan sudah tidak lagi menjadi pemegang saham pengendali untuk EAN.

Rencana investasi ini memperkuat komitmen Grup Sinar Mas untuk terjun ke industri digital. Belum lama ini perusahaan juga mengucurkan investasi ke startup pengembang teknologi pengolahan dokumen berbasis AI asal Singapura, 6Estates.

Perjalanan DANA

Sejak mulai beroperasi di akhir tahun 2018, aplikasi dompet digital atau payment Dana mengklaim berhasil mencatat pertumbuhan jumlah pengguna hingga 90 persen mencapai 100 juta pengguna di seluruh Indonesia. Tercatat ada lebih dari 350 juta total transaksi dengan menggunakan fitur Kirim Uang dengan rata-rata 30 juta transaksi per bulan.

Pada dukungan terhadap UMKM, Dana juga secara akumulatif menggerakan lebih dari 400.000 UMKM yang makin percaya diri untuk berbisnis secara digital berkat verifikasi yang mudah. Di awal tahun ini, Dana juga telah menjalin kerja sama dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Pontianak, Kalimantan Barat untuk membantu digitalisasi dan pengembangan UMKM di daerah tersebut.

Saat ini, perusahaan masih mencoba memperluas jangkauan kolaborasi dengan menambah sejumlah mitra baru seperti BPJS Ketenagakerjaan, Secure Parking, dan WeTV. Hal ini dilakukan guna mengembangkan fitur-fitur yang semakin bisa memenuhi beragam kebutuhan masyarakat, mulai dari kebutuhan finansial hingga hiburan.

Application Information Will Show Up Here

Pintek Tengah Negosiasi untuk Pendanaan Seri A Lanjutan, FMO Berpotensi Terlibat

Setelah mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai hampir 100 miliar Rupiah akhir tahun 2021 lalu, Pintek dikabarkan tengah dalam diskusi untuk perpanjangan seri A. FMO, bank pembangunan internasional Belanda berpotensi untuk masuk di pendanaan tersebut.

DailySocial.id mencoba menghubungi Pintek terkait hal ini. Representatif perusahaan memberikan konfirmasi bahwa perusahaan memang tengah menjajaki potensi pendanaan dalam perpanjangan seri A bersama FMO. Namun, saat ini masih dalam tahap diskusi dan belum ada kesepakatan resmi.

Dilansir dari DealStreetAsia, ketertarikan FMO untuk berinvestasi di platform p2p lending khusus pendidikan ini juga terpapar dalam keterbukaan perusahaan.

Di putaran kemarin, investor Pintek termasuk Kaizenvest, Heritas Capital, Blue7, dan Earlsfield Capital. Selain itu juga ada investor terdahulu, seperti Finch Capital, Global Founder Capital (GFC), Accion Venture Lab, Strive, dan Fox Ventures.

Investasi berdampak

Sebagai bank pembangunan kewirausahaan, FMO memiliki misi untuk memberdayakan pengusaha untuk membangun dunia yang lebih baik ini. Untuk itu, perusahaan berinvestasi dalam bisnis, proyek, dan lembaga keuangan, dengan menyediakan pembiayaan, pengetahuan, dan jaringan untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan.

Investasi ini berfokus pada sejumlah SDG dan di sektor-sektor utama yang penting bagi kemajuan ekonomi dan sosial serta memiliki posisi yang kuat di pasar Lembaga Pembiayaan Pembangunan (DFI).

Ini bukanlah kali pertama perusahaan terlibat dalam investasi di Asia Tenggara. Sebelumnya, FMO pernah menyalurkan kredit pendanaan untuk PT Indosurya Inti Finance dengan tujuan pembiayaan UMKM Indonesia. Selain itu, bank pembangunan asal Belanda ini juga terlibat dalam dana kelolaan Jungle Ventures, salah satu pemodal ventura yang memiliki fokus investasi di Asia Tenggara.

Perkembangan bisnis Pintek

Sejak didirikan pada 2018, Pintek dan afiliasinya telah mendukung lebih dari 2.750 institusi pendidikan dan 100 UKM pendidikan untuk menjangkau lebih dari 650 ribu siswa, serta menyediakan konten edukasi keuangan kepada masyarakat dengan 1,3 juta pengunjung unik setiap bulan. Pencapaian tersebut, membuat Pintek optimis menargetkan 10 juta pelanggan di ekosistem dalam lima tahun ke depan.

Perusahaan juga mengklaim telah menggelontorkan dana pinjaman sebesar Rp14.8 miliar kepada 849 penerima pinjaman. Dengan besar pinjaman mulai dari Rp3 juta hingga Rp300 juta. Bunga yang ditawarkan berkisar 0-1.5 persen per bulan.

Belum lama ini, Pintek juga telah berkolaborasi dengan SIPLah. Melalui program SIPLah, Pintek terus berkomitmen untuk menjadi salah satu roda penggerak pendidikan di Indonesia dengan mengajak para pelaku usaha/UKM pendidikan mengembangkan potensi bisnis yang lebih optimal melalui proses digitalisasi.

Hal ini menjadi salah satu langkah Pintek dalam mendukung perkembangan pelaku usaha/UKM pendidikan khususnya yang memiliki bisnis pada pengadaan kebutuhan pendidikan di Indonesia.

Selain Pintek, sejumlah fintech lending lainnya di Indonesia juga memiliki fokus ke sektor pendidikan, di antaranya Danadidik, Cicil, hingga KoinPintar dari Koinworks.