Bincang Fintech: Alasan Di Balik Anggapan Industri Ini “Membosankan”

Bicara soal industri financial technology (fintech) di Indonesia, rasanya salah satu hal yang bakal muncul di benak pertama kali adalah industri ini tengah booming. Jika Anda mengunjungi situs kami per tanggal 8 Maret 2021 kemarin, kabar teranyar yang datang dari para pemain fintech mendominasi halaman depan, seperti kabar tentang (lagi-lagi) pendanaan terbaru, pengumuman pembaruan layanan dari platform uang elektronik “plat merah”, berita milestone dari salah satu pemain P2P lending, hingga sajian opini khas editorial mengenai potensi bisnis fintech di ranah pembayaran tagihan.

Kehadiran industri fintech di tanah air bisa dikatakan krusial dalam mendukung akselerasi pertumbuhan ekosistem startup digital. Perannya diyakini bisa menggenjot bisnis para pelaku startup, mulai dari memfasilitasi layanan pembayaran, mengonversi transaksi tunai ke non-tunai, hingga membuka akses keuangan bagi unbanked society yang masih umum dijumpai di Indonesia. Perannya yang sedemikian rupa membuat industri fintech sarat potensi.

Di balik sebuah teori pastilah ada anti-teori. Begitu juga di industri fintech. Di balik kedigdayaannya mendisrupsi industri finansial konvensional, terselip anggapan bahwa “fintech itu membosankan”.

DailySocial.id, melalui DSResearch, akhir tahun lalu merilis laporan tahunan industri fintech di Indonesia. Di dalam laporan itu ada fakta pencapaian yang luar biasa positif di tengah ketidakpastian ekonomi di tengah pandemi. Lalu bagaimana fintech itu bisa dianggap membosankan? Faktor apa saja yang bisa membuat hal itu terjadi?

Di sesi bincang santai di Clubhouse tanggal 5 Maret 2021 lalu, kami mengajak para founder startup dan investor ternama seperti Ryu Kawano Suliawan (Head of Merchants Gojek & Midtrans Founder), Antonny Liem (Investment Partner GDP Venture), Alfatih Timur (Co-Founder & CEO Kitabisa), Pamitra Wineka (Co-Founder & President TaniHub), dan Aria Rajasa Masna (CTO KaryaKarsa) untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi.

fintech-is-boring-clubhouse

“Kalau kita lihat dari sistem, regulasi, dan sebagainya, wajar saja jika fintech dianggap membosankan, karena memang fintech seperti itu. Ada proses-proses yang cenderung membosankan dibalik perannya yang memudahkan bagi para pelaku startup dan pasar,” ujar Antonny membuka diskusi.

Dari sudut pandang pelaku fintech yang berpengalaman di bidang payment gateway, alih-alih membosankan, Ryu justru mewanti-wanti jika industri fintech saat ini bakal menemui momen bubble tatkala industri finance dipandang sebagai lahan bisnis yang seksi.

“Kapan pun eranya, ketika industri finance dianggap seksi, fenomena bubble [di industri finansial] mungkin saja bisa terjadi seperti di era 80-an, 90-an, sampai 2000,” ungkapnya.

Anggapan di atas tidak serta merta mengartikan fintech merupakan industri yang rapuh. Proses yang membosankan justru membentuk industri fintech yang diandalkan untuk secara bersama mengakselerasi ekosistem startup digital di Indonesia.

Aria mengatakan, ketersediaan layanan fintech sangat dibutuhkan, meski bisnis yang dijalani tidak bersinggungan langsung dengan bisnis fintech.

“Menurut saya fintech bisa dikatakan seperti infrastruktur buat ekosistem. Eksistensinya harus dibangun dulu buat menggerakkan industri. Ini terbukti di KaryaKarsa. Keberadaan fintech sangat membantu mengakselerasi kami. Sebagai contoh dengan adanya layanan e-wallet sekarang. Lima tahun lalu kita masih struggle dengan metode transfer manual,” jelas Aria.

Tanggapan di atas menjadi salah satu alasan mengapa fintech bertumbuh subur di Indonesia. Menurut data yang dikompilasi Fintech Report 2020, layanan fintech yang melayani bidang peminjaman, baik untuk kebutuhan produktif maupun konsumtif, hingga saat ini memiliki 152 pemain dengan total distribusi pinjaman yang mencapai 128,7 triliun rupiah. Tak heran jika industri fintech kini tengah booming dengan terus kedatangan pemain baru. Namun, sesungguhnya apa yang membuat Indonesia dipandang sebagai pasar yang atraktif?

fintech-dominates-startup-fundings-indonesia

“Mungkin kita bisa mulai dari fakta yang mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki net interest margin (NIM) terbesar di dunia. Bisa dikatakan NIM di Indonesia sangat fenomenal. Saya sendiri tidak yakin ada negara dengan ukuran yang sama seperti Indonesia bisa memiliki NIM yang besar,” papar Ryu.

Senada dengan Ryu, Pamitra Wineka, yang akrab disapa dengan panggilan Eka, punya pandangan tersendiri mengapa fintech masih punya potensi raksasa, meski kini keberadaannya dirasa jenuh. Sebagai founder salah satu platform agritech terkemuka, dirinya menilai potensi pasar fintech yang sesungguhnya berada di area yang jauh dari pusat kota. Asal infrastrukturnya terbangun dengan baik.

“Kita punya potensi pasar yang besar buat bisnis fintech, tapi tetap infrastruktur adalah kuncinya. Karena kalau kita lihat saat ini, pemain besar di e-wallet, seperti GoPay, Ovo, LinkAja, seakan hanya sibuk berkompetisi di market yang sebetulnya kecil, yakni hanya di kota-kota besar. Padahal yang kita tahu potensi pasar yang besar itu ada di rural area. Fakta yang kita temukan, potensi di area itu sangat besar, tapi sebagian besar dari mereka masih bertransaksi lewat cash. Nah itu jadi potensial jika kita bisa convert mereka ke layanan e-wallet dan sejenisnya,” katanya.

Anggapan tadi diamini Alfatih, yang akrab disapa Timmy tersebut. Sosok penting di balik kehadiran platform sosial Kitabisa mengungkapkan, keberadaan fintech bisa memberikan solusi untuk platform yang didirikannya.

“Buat saya fintech itu penting ya. Melihat habit donating yang lebih didorong faktor emosional ketimbang kebutuhan, kita melihat payment issue ternyata cukup krusial. Kalau prosesnya kurang bagus, untrusted, membuat donatur jadi enggan. Awalnya kita cuma punya fasilitas transfer antar bank dengan kode unik yang cukup menyulitkan. Ketika kita implement layanan e-money, itu sangat membantu dan donatur suka,” ujar Timmy.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki net interest margin (NIM) terbesar di dunia. Bisa dikatakan NIM di Indonesia sangat fenomenal. Saya sendiri tidak yakin ada negara dengan ukuran yang sama seperti Indonesia bisa memiliki NIM yang besar

Ryu Suliawan
Head of Merchants Gojek & Midtrans Founder

Dengan mengimplementasi layanan fintech, ia mengaku menemukan dua hal menarik. Pertama, fintech membuka kemungkinan untuk micro-donation yang mendorong jumlah transaksi meningkat secara signifikan. Hal menarik kedua, menurutnya,  adalah implementasi fintech mampu melahirkan segmen baru terhadap platform Kitabisa. Layanan uang elektronik mampu mengajak generasi muda untuk menjadi filantropi karena kemudahan proses melakukan donasi.

Melihat inovasi fintech yang berkembang sedemikian rupa, lalu apakah masih relevan jika kita menganggap fintech itu membosankan?

“Menurut saya fintech akan jadi boring jika kita cuma fokus membangun infrastruktur di kota-kota besar saja, tanpa fokus mengembangkan layanan di desa-desa, rural area, dan sebagainya,” terang Eka.

Pendapat Eka menjadi peringatan bagi industri fintech tentang pasar potensial baru yang harus menjadi fokus inovasi.

Lalu bagaimana sebaiknya industri fintech melangkah ke depannya? Baik Ryu, Antonny, Aria, Timmy, maupun Eka sepakat bahwa nasib industri fintech di masa depan tergantung pada dukungan berbagai pihak.

“Menurut saya agar tidak membosankan, fintech juga butuh support. Seperti industri e-commerce misalnya, mereka juga di awal butuh support dari fintech agar ekosistemnya semakin matang. Begitu pun di fintech, support yang dibutuhkan bisa datang dari dukungan infrastruktur, regulasi pemerintah, dan lain sebagainya,” tutup Eka.

Setelah berdiskusi panjang lebar, saya mengambil kesimpulan bahwa mungkin fintech memang harus stabil dan disalahartikan sebagai “membosankan”. Fintech merupakan infrastruktur, pondasi dimana banyak layanan-layanan kreatif berbagai jenis bisa fokus mengantar value ke penggunanya, tanpa harus pusing mengurus hal-hal seperti pembayaran, konsolidasi, penyediaan modal / capital. Dan layaknya infrastruktur, fintech-pun harus stabil. Mungkin sekilas terlihat membosankan, tapi untuk saya, potensi fintech kedepannya sangat terbuka, sangat luas, dan sangat menggugah semangat.

Aplikasi Karya Startup yang Bisa Digunakan oleh Pelaku UKM

Startup pastinya identik dengan yang namanya teknologi, bisa dalam bentuk aplikasi berbasis web, mobile ataupun desktop. Sasarannya pun tak melulu kaum korporat, pelaku usaha skala yang kecil hingga menengah pun dibidik karena jumlahnya yang cukup banyak dan cukup tahan dengan guncangan ekonomi.

Continue reading Aplikasi Karya Startup yang Bisa Digunakan oleh Pelaku UKM

Aplikasi Lababook Mudahkan UKM Miliki Laporan Terstandardisasi

Dua tahun terakhir, platform pencatatan keuangan untuk UKM terlihat mendapatkan antusias yang cukup baik dari pasar. Di antara banyaknya pemain yang telah merilis layanannya, salah satunya ada Lababook.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Lababook Sasha Arben mengungkapkan, startup tersebut didirikan sebagai bentuk respons terhadap permasalahan yang dihadapi oleh pemilik UKM di Indonesia, yaitu pencatatan manual yang tidak terdata secara rutin dan terbatasnya akses kepada pinjaman produktif.

“Lababook adalah aplikasi pencatatan transaksi harian untuk UKM di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2020 oleh saya bersama dengan Ariel Christiansen (CFO). Misinya adalah mendampingi pemilik usaha di Indonesia, dengan menyediakan aplikasi pencatatan transaksi yang gratis dan simpel namun tetap mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK).”

Untuk mengakses layanan yang ditawarkan, pengguna bisa langsung mengunduh aplikasi Lababook di Google Play Store dan Apple Store. Selain fitur pencatatan, juga disediakan konten-konten edukasi yang berguna dalam mengembangkan usaha mereka. Saat ini merka telah bekerja sama dengan beberapa platform seperti layanan fintech, distributor, dan supplier untuk menciptakan ekosistem yang mendukung kebutuhan UKM.

“Untuk saat ini monetisasi Lababook dilakukan dengan menjalin kerja sama B2B; dengan suppliers dan distributor. Kami juga menyasar kerja sama dengan layanan fintech untuk penyaluran productive loan sebesar 20% sesuai yang ditentukan oleh OJK. Metode berlangganan sendiri saat ini masih dalam tahap researchtesting market, dan fitur,” kata Sasha.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa aplikasi serupa. Dari hasil riset kami, berikut ini statistik masing-masing aplikasi hingga akhir 2020 lalu:

Aplikasi Peringkat (kategori bisnis) Jumlah Unduhan
BukuKas 3 1 juta+
BukuWarung 6 1 juta+
Credibook 46 100 ribu+
Akuntansi UKM 84 100 ribu+
Moodah 121 10 ribu+
Lababook 184 10 ribu+
Teman bisnis 254 100 ribu+
Akuntansiku 309 1 ribu+

Standar Akuntansi Keuangan

Disinggung apa yang membedakan dengan platform serupa lainnya, disebutkan Lababook diklaim sebagai satu-satunya aplikasi pencatatan transaksi keuangan yang mengikuti Standar Akuntansi Keuangan Indonesia namun tetap memiliki interface yang mudah dan simpel.

Dengan fitur-fitur seperti Neraca, Laporan Keuangan, dan Invoice, aplikasi mengedepankan akurasi data yang dapat digunakan oleh pemilik usaha untuk mengakses produk-produk keuangan.

Pandemi yang telah mengganggu sebagian besar bisnis, secara langsung tentu saja ikut mempengaruhi bisnis dari pemilik usaha kecil yang menanggung kerugian paling parah. Pada masa awal pandemi, sempat terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam hal jumlah transaksi yang terdaftar, dikarenakan menurunnya proses jual beli pada beberapa sektor usaha.

“Namun Lababook mengedepankan efisiensi dan fleksibilitas dalam mengeksekusi visi dan misi yang sudah ditetapkan. Menghadapi permasalahan tersebut, Lababook secara internal merubah beberapa metode strategi, pemasaran, akuisisi, dan edukasi pelaku usaha untuk dapat bertahan di tengah pandemi,” kata Sasha.

Hanya dalam waktu 2 bulan setelah peluncuran aplikasi, Lababook mengklaim aplikasi mereka telah diunduh oleh sekitar 15 ribu lebih pemilik usaha di seluruh Indonesia. Dengan lebih dari 50 jenis usaha mulai dari pemilik warung kelontong, elektronik pulsa, distribusi barang, maupun pekerja sampingan. Secara khusus Lababook saat ini telah memiliki basis pengguna di seluruh Indonesia.

“Tahun ini Lababook akan fokus dalam berkolaborasi dengan berbagai platform keuangan lainnya, mengembangkan fitur yang lebih up-to-date, dan juga penggalangan dana,” kata Sasha.

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Pendanaan Awal, Titik Pintar Fokus Kembangkan Konten Pembelajaran Anak Berkualitas

Startup edtech Titik Pintar mengumumkan telah mengantongi pendanaan tahapan pre-seed dengan nilai yang tidak disebutkan awal tahun ini. Pendanaan ini merupakan salah satu investasi pertama dari Indonesia Women Empowerment Fund (IWEF), dana yang bertujuan untuk menciptakan dampak sosial dan dikelola bersama oleh Moonshot Ventures serta YCAB Ventures.

Sebelumnya, Titik Pintar juga mendapatkan hibah dari Pemerintah Belanda dan juga investasi dari sejumlah angel investor. Titik Pintar juga merupakan salah satu lulusan DSLaunchpad, program akselerasi startup virtual yang diinisiasi oleh DailySocial.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Titik Pintar Robbert Deusing mengungkapkan, untuk jangka pendek pendanaan akan digunakan untuk meningkatkan kualitas produk. Mereka juga ingin menghadirkan lebih banyak konten berkualitas, yaitu dengan meluncurkan Sahabat Pintar, di mana guru-guru, desainer, dan para animator bisa berkolaborasi membuat konten berkualitas.

“Kami bertujuan mengumpulkan kreator konten terbaik, untuk terus memproduksi konten sekaligus menjaga kualitasnya. Saat ini kami sedang membangun fitur multiplayer, yang akan memberikan tantangan untuk para pengguna sehingga mereka semakin tertarik. Kami juga mendapat banyak masukan yang baik soal fitur baru ini,” kata Robbert.

Selain multiplayer, produk lain yang akan dikembangkan adalah sesi konsultasi secara online bersama guru. Para guru nantinya akan membantu anak-anak yang kesulitan melanjutkan permainan dengan memberi penjelasan lebih. Titik Pintar akan memberikan info soal proses pembelajaran anak, sehingga para guru bisa melihat apa yang perlu diperbaiki. Mereka juga bisa mendapatkan pemasukan tambahan dengan sesi konsultasi ini.

“Untuk Sahabat Pintar, kami membatasi jumlah guru hingga 25 orang, sehingga kami bisa fokus ke kualitas kontennya dan memastikan kalau kami menjalankan hal yang tepat. Kami akan berupaya menambah hingga 1000 guru secara perlahan untuk permulaan,” kata Robbert.

Misi jangka panjang Titik Pintar selanjutnya adalah, membuat belajar menjadi menyenangkan bagi semua anak di Indonesia. Dengan menghadirkan konten yang dapat diakses dari mana saja untuk semua orang dan bisa meningkatkan hasil pembelajaran untuk semua pengguna Titik Pintar.

Gamifikasi untuk pengguna

Tim Titik Pintar
Tim Titik Pintar

Saat ini Titik Pintar telah memiliki 10 ribu pengguna aktif setiap bulannya. Selama pandemi, perusahaan mengalami pertumbuhan positif. Dengan makin meningkatnya kegiatan secara online, banyak orang tua yang kemudian mempercayai platform membuat belajar lebih menyenangkan untuk anak-anak sekolah dasar di saat pandemi maupun setelahnya.

Disinggung fitur apa yang menjadi pilihan pengguna, disebutkan mata pelajaran sains yang terfavorit. Secara demografi, platform lebih banyak digunakan oleh pengguna perempuan dibandingkan laki-laki. Sementara beberapa pengguna menyukai Pintar Pod, sebuah minigame yang bisa dimainkan setelah menyelesaikan soal-soal utama. Selain itu, anak-anak juga suka mendapatkan Koin Pintar (yang akan diberikan setiap menyelesaikan soal), untuk mengubah tampilan avatar.

“Pemain terkenal yang sudah ada di luar sana menargetkan pelajar di tingkat yang lebih tinggi. Kami fokus ke pelajar sekolah dasar. Gamifikasi juga menjadi DNA kami, dan merupakan metode pembelajaran yang tepat untuk anak-anak, yaitu belajar sambil bermain,” kata Robbert.

Application Information Will Show Up Here

Waku Terus Perluas Area Bisnis di Tengah Momentum Pertumbuhan Aplikasi Kuliner

Setelah melakukan rebranding akhir tahun 2020 lalu, platform yang memungkinkan penggunanya mudah mendapatkan makanan atau kuliner, Waku, melakukan ekspansi di beberapa wilayah di Indonesia. Setelah melakukan ekspansi di Medan dan Denpasar, kini mereka juga telah hadir di Bandung dan Tegal.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Anthony Gunawan mengungkapkan, alasan utama mengapa kota-kota tersebut dipilih untuk ekspansi adalah, adanya klien anchor yang perlu dilayani.

“Selain Denpasar dan Medan, kami sudah berhasil ekspansi ke Bandung dan Tegal juga. Empat kota-kota baru ini termasuk kota metropolitan yang menjadi target ekspansi kami di tahun 2021,” kata Anthony.

Ekspansi bisnis pada umumnya bukanlah hal yang dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Banyak sekali faktor dan sumber daya yang perlu dipersiapkan sebelumnya. Tetapi dengan model bisnis dan tim operasional yang dimiliki, Waku membuktikan bahwa ekspansi bisnis tidak sulit dilakukan. Perusahaan juga terus berinovasi dan membuat menu-menu baru dan layanan-layanan baru dengan cepat.

“Dengan memiliki dapur-dapur yang sangat profesional dan berpengalaman, digabung dengan sistem dan tim Waku yang sudah kokoh dan berpengalaman juga, kami dapat memastikan Waku dapat diterapkan di seluruh kota di Indonesia dan akan beroperasional dengan baik sekali, untuk memenuhi kebutuhan makanan karyawan baik di perusahaan maupun pemerintahan,” kata Head of Operations Waku Farid Syuhada.

Di Indonesia sendiri, bisnis teknologi terkait kuliner memang sedang banyak digencarkan. Salah satunya Kulina, startup berbasis di Jakarta yang juga sediakan paket katering untuk personal maupun perusahaan. Selama pandemi sendiri, kami memantau peningkatan traksi di bisnis pengantaran makanan, lantaran adanya pembatasan sosial dan adopsi layanan teknologi yang makin masif.

Rencana Waku tahun 2021

Walaupun pandemi telah memberikan banyak sekali tantangan baru bagi bisnis Waku, namun secara keseluruhan telah memberikan dampak yang sangat positif terhadap pertumbuhan bisnis Waku. Tahun 2020, Waku mengklaim telah berhasil meningkatkan penjualan dan melebarkan coverage area layanan ke beberapa kota besar, serta turut menambah jumlah cloud kitchen Waku dalam waktu yang singkat. Secara keseluruhan Waku telah memiliki lebih dari 40 dapur katering dan cloud kitchen, dan lebih dari 300 klien perusahaan dan pemerintahan.

“Banyak sekali perbedaan dan unique selling propositions yang dimiliki oleh Waku. Salah satu yang paling utama yaitu Waku adalah satu-satunya F&B assistant yang memberikan solusi terlengkap bagi klien perusahaan dan pemerintahan, baik untuk makanan harian, keperluan meeting, training, acara-acara, kebutuhan mendadak, dan lain-lain. Dengan lebih dari 16 kategori dan 15 ribu pilihan menu, Waku merupakan one-stop all-in-one solutions bagi pelanggan,” kata Anthony.

Tahun ini Waku memiliki beberapa target dan rencana yang ingin dilancarkan, di antaranya adalah berencana hadir di semua kota metropolitan di Indonesia, meluncurkan beberapa brand dan layanan baru juga. Saat ini Waku juga tengah melakukan penggalangan dana untuk tahapan Seed.

“Potensi catering dan cloud kitchen sangatlah besar, dengan adanya COVID-19 maupun tidak. Kami selalu bersemangat dan optimis untuk terus bertumbuh dan melayani pasar yang lebih luas di seluruh Indonesia.” ujar Anthony.

Application Information Will Show Up Here

Pajak.io Jembatani Kebutuhan UKM Soal Perpajakan

Rendahnya peran serta pelaku UKM untuk membayar pajak dan kurang user friendly opsi perpajakan saat ini, memberikan inspirasi bagi Rayhan Gautama (CEO), Jefriansyah Hertikawan (CTO), dan Fadil Moestar (CPO) untuk mendirikan Pajak.io. Platform tersebut diinisiasi oleh pendiri Fintax (PT Fintek Integrasi Digital), salah satu Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) resmi yang terdaftar dan diawasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Republik Indonesia.

Kepada DailySocial Rayhan mengungkapkan, berdasarkan data yang diperoleh, dari sekitar 60 juta UKM di Indonesia, hanya sekitar 2 juta unit usaha yang membayar pajak. Maka dari itu Pajak.io dibangun untuk menyediakan opsi perpajakan yang lebih user friendly agar mudah dimengerti bagi masyarakat dan pengusaha pada umumnya.

“Berdasarkan hasil studi yang kami pelajari dari berbagai jurnal ilmiah, setidaknya kami menemukan dua alasan mengapa inklusi perpajakan pada UKM sangatlah rendah. Yang pertama dikarenakan sistem daring kepatuhan pajak milik Ditjen Pajak dipandang kurang user friendly, yang kedua karena minimnya sosialisasi kepada para pelaku UKM.” kata Rayhan.

Sejak diluncurkan pada 14 Juli 2020, Pajak.io berhasil mencatat pertumbuhan yang baik sepanjang tahun 2020. Mereka mengklaim telah memiliki 3322 pengguna dari 2540 badan usaha yang terdaftar di Indonesia. Sepanjang tahun 2020, Pajak.io mencatat lebih dari 14025 transaksi dengan nominal pajak yang terkelola mencapai lebih dari 22,6 miliar Rupiah.

“Model bisnis dari Pajak.io adalah freemium. Strategi Pajak.io adalah untuk memberikan layanan gratis kepada seluruh pengguna dan juga membangun database kontak untuk nantinya ditawarkan layanan premium Pajak.io, untuk layanan premium ini akan diluncurkan pada Q1 2021,” kata Rayhan.

Manfaatkan web app

Solusi dan kemudahan yang ditawarkan untuk pelaporan pajak para pelaku UKM tersebut adalah melalui web app Pajak.io. Platform tersebut fokus pada layanan pembuatan kode billing untuk kebutuhan pembayaran pajak dan juga layanan pelaporan SPT secara daring yang lebih user friendly. Di samping itu, Fintax juga aktif untuk memberikan edukasi dan sosialisasi kepada para pelaku usaha UKM tentang kemudahan administrasi perpajakan.

“Untuk saat ini fitur multi-pengguna dan multi-perusahaan merupakan fitur yang paling diminati oleh pasar kami. Dengan fitur tersebut, satu pengguna dapat mengelola lebih dari satu perusahaan dan satu perusahaan juga dapat dikelola lebih dari satu pengguna, gratis dan tanpa batasan,” kata Rayhan.

Disinggung apa yang membedakan Pajak.io dengan platform serupa lainnya, Rayhan menegaskan positioning layanan serupa di pasar saat ini, lebih memfokuskan kepada monetisasi produknya kepada segmen enterprise. Sedangkan visi Pajak.io adalah untuk mendongkrak inklusi perpajakan terutama kepada UKM.

“Bukan berarti produk Pajak.io tidak dapat digunakan enterprise, namun product market fit terhadap segmen UKM akan selalu menjadi fokus jangka panjang dari Pajak.io,” kata Rayhan.

Perusahaan mencatat saat ini sekitar 75% pengguna dari Pajak.io adalah UKM, sementara 15% masuk dalam kategori segmen enterprise. Sisanya Pajak.io memiliki pengguna yang berasal dari kalangan instansi pemerintahan meliputi Sekolah Negeri, Madrasah, dan lainnya.

Pandemi dan rencana tahun 2021

Dilihat dari pertumbuhan bisnis saat pandemi, Pajak.io tidak mengalami kendala yang berarti. Perusahaan mencatat target telah tercapai. Sejak diluncurkannya platform, relasi yang lebih baik telah tercipta dengan target pengguna mereka yaitu kalangan UKM di Indonesia.

“Hal yang paling membanggakan justru bukan dari capaian kuantitatif, namun kualitatif. Semenjak layanan Pajak.io diluncurkan, kami merasa sangat engaged dengan segmen UKM. Berbagai macam sosialisasi perpajakan dan tawaran kerjasama dengan berbagai komunitas UKM juga kami lakukan sehingga kami jadi lebih paham mengenai pain point mereka dalam perpajakan, dan layanan apa yang harus kami bangun kedepannya untuk membantu mereka,” kata Rayhan.

Tahun 2021 mendatang ada beberapa rencana yang dimiliki oleh perusahaan, di antaranya adalah fokus untuk monetisasi produk premium melalui aplikasi e-Faktur (untuk administrasi PPN) dan e-Bupot (untuk administrasi PPh 23/26).

Ke depannya perusahaan juga akan meluncurkan layanan lain yang difokuskan untuk melayani segmen UKM secara full service (hitung-bayar-lapor) dengan memanfaatkan kemitraan strategis dengan beberapa komunitas UKM. Perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan awal.

“Kami cukup senang atas respon positif pasar terhadap Pajak.io, terutama untuk para pengguna dari sektor UKM atas antusiasme mereka terhadap kewajiban perpajakannya,” kata Rayhan.

Flick Luncurkan Layanan Keuangan Digital Terintegrasi untuk Pelaku Usaha F&B

Bertujuan untuk memudahkan proses transaksi antara penjual dan pembeli, Flick platform yang mengusung konsep pembayaran secara cashless memanfaatkan QR Code meresmikan produknya. Kepada DailySocial, Co-founder & CEO Flick Thalla Hirasazari mengungkapkan, saat diluncurkan tahun 2019 lalu ide awal platform ini berkonsep ATM berjalan, masyarakat dapat menarik uang secara tunai melalui pedagang kaki lima dan warung.

Setelah melewati berbagai tahap adaptasi dan pivot, bersama para pendiri lainnya yaitu Rizha Teuku, Indra Prasetyo, dan Abhishta Gatya kemudian secara resmi mulai memperkenalkan beberapa produk baru dari Flick kepada target pengguna dan merchant.

“Flick saat ini fokus memberikan solusi kepada para UKM melalui dua produk. Pertama, FlickSilvi+ yaitu penyediaan sistem contactless dining untuk restoran dan cafe, beradaptasi dengan perilaku konsumen saat pandemi. Kedua, FlickShop yakni platform online social commerce,” kata Thalla.

Dengan sistem table QR yang praktis, pelanggan yang datang ke restoran mitra hanya perlu memindai QR code dan memilih makanan melalui tampilan menu digital di smartphone tanpa memanggil pelayan atau beranjak dari kursi. Sistem yang terintegrasi juga memungkinkan pelanggan untuk membayar pesanan melalui fitur FlickPay.

Permudah mitra kelola transaksi

Diperuntukkan bagi mitra, baik FlickSilvi maupun FlickSilvi+ mengusung teknologi smart cashier mobile. FlickSilvi dirancang untuk UKM seperti warung kelontong atau warteg agar lebih terdigitalisasi dan cashless. Sedangkan FlickSilvi+ menyasar market restoran maupun kedai kopi dalam memproses pesanan dari pelanggan dine-in.

“Keunggulan yang ditawarkan FlickSilvi dan FlickSilvi+ bagi mitra adalah kemudahan mencatat transaksi penjualan, alert system stok bahan baku, dan data analisis penjualan untuk mencegah food waste bagi industri makanan. Selain itu, di FlickSilvi dan FlickSilvi+ ada data yang bisa diserap, seperti data penjualan harian, range usia, hingga area domisili pelanggan untuk dijadikan analisis data penjualan yang efektif dan terukur,” kata Thalla.

Menargetkan penjual online yang memanfaatkan media sosial seperti Instagram, Flick kemudian menyederhanakan proses penjualan di satu tempat melalui FlickMerchant yang terintegrasi dengan Instagram. Penjual cukup mendaftarkan toko dan upload foto dagangan di aplikasi FlickMerchant, salin link, dan tempel URL di link bio Instagram. Pembeli dapat merasakan pengalaman belanja online seperti di Instagram Shop, termasuk memilih jasa kurir, tracking, dan melakukan transaksi pembeliannya. Bagi sisi pembeli, semua kemudahan ini tersedia di satu aplikasi Flick.

“Kebanyakan penjual menyediakan link penjualan di profil Instagram. Ketika calon pembeli mengklik tautan tersebut, calon pembeli diarahkan ke channel platform lain, misal WhatsApp atau marketplace. Dengan FlickMerchant, memudahkan penjual memberikan informasi produk dagangannya langsung di Instagram,” kata CPO Flick Rizha Teuku.

Rencana dan fokus Flick tahun 2021

Saat ini Flick mengklaim telah memiliki sekitar 1500 mitra yang terdiri dari restoran dan cafe. Untuk produk FlickSilvi+ contactless dining, telah tersedia di restoran-restoran yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan kota kota besar lainnya. Untuk mendukung layanan, Flick juga telah menjalin kemitraan di antaranya dengan layanan logistik SiCepat, Mr. Speedy, AnterAja, dan tengah menjajaki kerja sama dengan Grab sebagai alternatif pilihan pengiriman.

Flick juga memiliki rencana untuk meluncurkan FlickTransfer dan FlickFund untuk melengkapi layanan one-stop-service digital di aplikasi Flick. Saat ini masih dalam proses pengembangan dan perizinan oleh OJK, nantinya kedua fitur ini diharapkan bisa mempermudah akses dan menjadikan UKM sebagai sarana transfer dana baik untuk lokal maupun internasional. Sedangkan, FlickFund bertujuan memberikan akses pinjaman ke UKM melalui fitur p2p lending.

“Tahun 2021 mendatang ada beberapa target yang ingin dicapai oleh perusahaan, di antaranya adalah fokus kepada iterasi produk dan jumlah transaksi. Setelah mengantongi pendanaan pre-seed dari angel investor Kiwi Aliwarga, perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana seri A tahun depan,” kata Thalla.

Application Information Will Show Up Here

Endeavor Indonesia Ingin Rangkul Lebih Banyak Startup di Daerah

Telah hadir sejak 2012, program Endeavor Indonesia yang fokus menyeleksi dan membantu high-impact entrepreneur berbasis teknologi telah memiliki beberapa rencana dan target yang bakal dilancarkan tahun depan. Mereka juga baru mengumumkan suksesi dengan masuknya jajaran 4 board member baru, salah satunya Co-CEO Gojek Andre Soelistyo.

Dalam sesi temu media secara virtual, Arif P. Rachmat yang baru saja ditunjuk sebagai Chairman Endeavor Indonesia 2020 mengungkapkan, tahun 2021 mendatang diharapkan organisasi ini bisa menjaring lebih banyak startup yang saat ini masih terbilang ‘overlooked’ dan belum banyak diincar oleh venture capital dan program akselerator.

“Kami ingin mencari lebih banyak startup yang berasal dari daerah, memiliki latarbelakang unik namun memiliki impact yang besar. Bisa jadi mereka yang berasal dari kalangan menegah kebawah dan memiliki perhatian dengan lingkungan akan menjadi prioritas kami ke depannya.”

Selama ini Endeavor Indonesia telah membantu entrepreneur berpengaruh mengakselerasi pertumbuhan usaha mereka dengan memperkenalkan mereka ke pakar industri lokal dan global yang menjadi mentor mereka. Saat ini terdapat 73 mentor dengan 436 jam mentoring yang telah didedikasikan. Endeavor Indonesia juga memberikan akses komprehensif ke pasar, permodalan dan talenta.

“Negeri ini butuh lebih banyak high-impact entrepreneur karena mereka dapat membawa Indonesia menjadi negara maju. Presiden Jokowi menyatakan bahwa salah satu syarat menjadi negara maju adalah jumlah entrepreneur di negara tersebut mencapai 14% dari jumlah penduduknya. Dan di Indonesia, angkanya baru sekitar 3%,” kata Arif.

Dukungan mentoring selama program

Gibran Huzaifah (dua dari kiri) dalam acara Endeavor Scaleup Asia Clinic (Speed mentoring) 2016

Salah satu kegiatan yang dinilai cukup menarik dan menjadi keunggulan dari Endeavor Indonesia adalah, kegiatan mentoring yang diberikan kepada startup selama program berlangsung. Salah satu startup yang merupakan lulusan Endeavor Indonesia adalah eFishery.

Menurut Co-Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah, bukan saja berkesempatan bertemu dengan para mentor yang berkualitas, namun insight yang kemudian didapatkan selama mengikuti program adalah, agar startup bisa dream big dan memiliki impian hingga cita-cita yang sangat besar untuk startup yang dimiliki.

“Selama mengikuti program saya juga memiliki kesempatan menjalin relasi dengan penggiat startup yang sudah berpengalaman. Salah satu contohnya adalah pertemuan saya dengan Aldi Haryopratomo dari GoPay yang akhirnya membawa eFishery menjalin kerja sama strategis dengan Gojek saat ini,” kata Gibran.

Gibran Huzaifah bersama dengan Christian Sutardi (Co-Founder, Fabelio) merupakan dua startup asal Indonesia terpilih sebagai Endeavor Entrepreneur of The Year 2020. Penghargaan ini diberikan berdasarkan prestasi yang mereka raih, yaitu berhasil membawa startup mengalami perkembangan positif dan sukses melakukan penggalangan dana.

“Bukan hanya memperkuat skill dan wawasan dari pendiri startup, Endeavor Indonesia juga memiliki Endeavor Academy yang bertujuan untuk memperkuat tim. Kami juga memiliki program untuk memperkuat masing-masing bidang, seperti sales, HR dan lainnya. Kami juga memiliki bantuan terkait legal/hukum, terutama untuk isu yang saat ini sedang hangat yaitu omnibus law,” kata Managing Director Endeavor Indonesia Wayah Wiroto.

Mudahkan Perusahaan Kelola Tunjangan Pegawai, Mekari Luncurkan Flex

Mekari selaku pengembang produk SaaS untuk UKM dan mid-enterprise menghadirkan produk terbaru yang dapat membantu bisnis mengelola tunjangan pegawai secara fleksibel. Bernama Mekari Flex, produk baru tersebut diharapkan bisa dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendigitalkan proses yang sebelumnya dilakukan manual. Di sisi lain, pegawai juga bisa memantau dan mengakses informasi tersebut di aplikasi.

Mekari Flex merupakan platform digital yang terintegrasi dengan Human Resources Information System (HRIS), memungkinkan berbagai jenis perusahaan mengelola benefit karyawan yang lebih fleksibel tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Biasanya proses pencarian dan negosiasi rekanan vendor merupakan langkah administratif yang cukup memakan waktu hingga kebanyakan HR bekerja sama dengan pihak ketiga dalam mengurus hal tersebut dengan tambahan biaya yang besar.

“Dengan automasi yang dihadirkan Mekari Flex, kami berusaha menjawab permasalahan tersebut dan menghadirkan platform yang memungkinkan segala jenis perusahaan menerapkan benefit yang fleksibel dengan mudah, tanpa biaya besar, dan memberikan manfaat yang maksimal bagi karyawan.” kata Co-Founder & CEO Mekari Suwandi Soh.

Untuk menggunakan platform Mekari Flex, perusahaan harus terdaftar di Talenta terlebih dulu.

Strategi monetisasi dan kategori

Disinggung perusahaan seperti apa yang diincar oleh Mekari untuk menggunakan Mekari Flex, SVP CEO Office Mekari Arvy Egadipoera mengungkapkan, secara desain Mekari Flex bersifat fleksibel, sehingga bisa dikustomisasi oleh masing-masing perusahaan.

Terdapat 4 kategori yang kemudian ditawarkan oleh Mekari Flex kepada perusahaan, di antaranya adalah protection, wellness, lifestyle, dan commuting. Untuk masing-masing kategori, Mekari Flex telah menggandeng beberapa vendor. Mulai dari perusahaan asuransi, layanan groceries, hingga layanan kesehatan dan kecantikan.

Ke depannya Mekari Flex akan terus menambah kemitraan dengan vendor. Saat ini terdapat sekitar 30 mitra dengan lebih dari 80 produk penawaran. Monetisasi model berdasarkan commercial agreement dengan partner dan subscription fee dari platform sendiri.

“Untuk perusahaan yang ternyata juga telah bekerja sama dengan vendor lain sebelumnya, bisa juga nantinya disesuaikan dan ikut dimasukkan ke dalam Mekari Flex. Dengan demikian bisa menambah pilihan vendor di Mekari Flex juga,” kata Arvy.

Sejak diluncurkannya Mekari Flex, telah mendapat respons yang positif dari perusahaan khususnya divisi HR, karena platform ini diklaim bisa membantu mereka menyelesaikan permasalahan administrasi dan rekapan yang masih manual.

“Bagi karyawan pun, tentu saja senang karena benefit yang diberikan tidak terbatas dan mereka juga dapat langsung melihat sisa saldo benefit secara transparan. Terutama bagi perusahaan yang tidak mempunyai budget besar dengan hadirnya Mekari Flex, perusahaan tetap bisa memberikan benefit yang beragam dengan harga istimewa,” kata Arvy.

Application Information Will Show Up Here

Program Akselerasi Startup DSLaunchpad 2.0 Berakhir, Hasilkan 3 Lulusan Terbaik

Seluruh rangkaian program akselerasi startup DSLaunchpad 2.0 yang diselenggarakan oleh DailySocial.id dan didukung oleh Amazon Web Services (AWS) telah selesai dilaksanakan. Program ini merupakan upaya untuk membantu dan mendukung startup lokal dalam mengakselerasi skala bisnis mereka, sekaligus memfasilitasi para founders untuk mempelajari prinsip-prinsip yang dibutuhkan dalam membangun startup.

Pendaftaran peserta untuk program akselerasi ini dibuka pada tanggal 5 Oktober 2020 dan ditutup pada tanggal 18 Oktober 2020. Namun karena tingginya antusiasme pada founders, DailySocial.id dan AWS selaku penyelenggara sempat memperpanjang periode registrasi hingga tanggal 23 Oktober 2020. Selama pendaftaran dibuka, sebanyak 736 founders telah mendaftarkan diri untuk mengikuti DSLaunchpad 2.0.

118 Peserta Terpilih Lewat Proses Kurasi

Lewat tahapan proses kurasi yang tidak mudah, DailySocial.id dan AWS berhasil memilih peserta yang berhak mengikuti rangkaian program akselerasi. Proses kurasi ini awalnya direncanakan untuk memilih 100 peserta saja. Namun dengan banyaknya ide brilian startup yang didaftarkan, penyelenggara memutuskan untuk memfasilitasi semua ide terbaik, sehingga kuotanya ditingkatkan menjadi 118 peserta terpilih.

Para peserta terpilih ini berhak mengikuti rangkaian program akselerasi yang meliputi webinar dan mentoring 1-on-1 secara online via Zoom, serta mengerjakan berbagai tugas menggunakan platform DSLaunch. Lewat platform ini, penyelenggara memberikan berbagai tugas mingguan yang harus dikerjakan dan dikirimkan oleh peserta setiap akhir pekan. Para peserta juga perlu menyampaikan update terkait progress ide startup yang mereka kembangkan. Rangkaian program ini dilaksanakan selama empat pekan pada tanggal 2 – 29 November 2020.

Rangkaian Program Akselerasi Startup DSLaunchpad 2.0

Dalam rangkaian program ini juga diselenggarakan webinar serta mentoring secara 1-on-1 yang disampaikan oleh para experts, dengan pembahasan mengenai Idea Validation oleh Pandu Sjahrir (Managing Partner of Indies Capital Partners) dan Willson Cuaca (Co-Founder of East Ventures), Business Model oleh Edy Sulistyo (CEO of Go-Play) dan Markus Liman Rahardja (VP of Investor Relation & Strategy BRI Ventures), Product Development & Prototyping oleh Ivan Arie (Co-Founder & CEO, TaniHub) dan Agung Bezharie (Co-Founder & CEO, Warung Pintar), serta Marketing yang disampaikan oleh Shinta Nurfauzia (Co-CEO dan Co-Founder of Lemonilo) dan Johnny Widodo (CEO OLX Autos Indonesia). Sesi webinar dan mentoring yang diselenggarakan ini diharapkan mampu memperluas pengetahuan dan wawasan para peserta mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mendirikan, membangun, dan mengembangkan startup berdasarkan ilmu dan pengalaman yang dimiliki oleh para mentor. Para peserta juga dapat bertanya dan berkonsultasi secara langsung mengenai kendala yang mereka hadapi saat mengembangkan startup kepada para mentor.

Pemilihan 10 Peserta Terbaik untuk Babak Demo Day

Selama rangkaian program dilaksanakan, DailySocial.id bersama AWS juga memilih 10 peserta terbaik berdasarkan beberapa penilaian, antara lain keaktifan peserta ketika mengikuti webinar dan mentoring, serta kesungguhan dalam meng-update progress dan mengerjakan tugas yang diberikan lewat platform DSLaunch. Para peserta terbaik ini berhak melakukan pitching dalam babak Demo Day yang diselenggarakan secara online pada tanggal 9 Desember 2020.

Dalam babak Demo Day ini, para peserta mempresentasikan pitch deck startupnya kepada para juri yang terdiri dari Edy Sulistyo (CEO of Go-Play), Shinta Nurfauzia (Co-CEO & Co-Founder of Lemonilo), Johnny Widodo (CEO of OLX Autos Indonesia), On Lee (CTO of GDP Venture), serta Budiman Wikarsa (Head of Startups Ecosystem – Indonesia, AWS), dengan kriteria penilaian antara lain: Problem are tried to figure out, The technology is used, Business model, UI/UX, dan The pitch presentation untuk menentukan lulusan terbaik alias Best Graduate DSLaunchpad 2.0.

3 Lulusan Terbaik DSLaunchpad 2.0

Setelah melewati proses penjurian yang ketat, terpilihlah 3 lulusan terbaik program DSLaunchpad 2.0 berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditentukan sebelumnya. Best Graduate I diraih oleh Schoters, Best Graduate II diraih oleh Scrapiro, dan Best Graduate III diraih oleh Tebengan Indonesia. Ketiga startup lulusan terbaik ini berhak mendapatkan hadiah utama berupa uang tunai senilai total Rp 100 juta, dengan pembagian Rp 50 juta untuk Best Graduate I, Rp 30 juta untuk Best Graduate II, dan Rp 20 juta untuk Best Graduate III.

Kolaborasi DailySocial.id dan AWS dalam menyelenggarakan program DSLaunchpad 2.0 dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mendorong kemajuan ekosistem startup dan bisnis teknologi di Indonesia. Bukan hanya sekedar mencari pemenang, melainkan untuk memfasilitasi para founder startup dalam memahami proses membangun dan mengembangkan bisnisnya dengan langkah yang tepat. Melaksanakan program akselerasi startup secara online juga menjadi sebuah tantangan. Namun dengan didukung oleh konsep dan platform yang tepat, program ini justru dapat menjangkau peserta lebih luas ke seluruh Indonesia.

DailySocial.id dan AWS mengucapkan terima kasih kepada seluruh founders yang telah terlibat dan berpartisipasi dalam program akselerasi startup DSLaunchpad 2.0 ini. Semoga rangkaian program yang telah dilaksanakan dan berbagai benefit yang telah diberikan kepada peserta dapat bermanfaat, terutama untuk pengembangan dan kemajuan startup yang dijalankan. Sampai jumpa dalam program DSLaunchpad batch selanjutnya.