Mengulik B2B Commerce, Strategi Baru Telkom Setelah Penutupan Blanja

Di situsnya, Blanja mengumumkan kepada para penggunanya, terhitung mulai 1 September 2020 seluruh kegiatan pembelian akan dihentikan. Dalam pernyataan resminya, pihak Telkom berdalih bahwa ini merupakan bagian dari transformasi bisnis e-commerce di perseroan, dalam upaya memperkuat profitabilitas perusahaan. Per 1 Oktober 2020, Telkom hanya akan fokus padae-commerce di segmen bisnis, baik menyasar korporasi maupun UKM.

Terkait rencana selanjutnya, kepada DailySocial pihak Telkom mengatakan, “Sesuai dengan rencana strategis Telkom, yang mengarah pada B2B Commerce bisa mengembangkan dari resource sendiri (build), bermitra dengan pihak lain (borrow), atau mengembangkan kompetensi eksternal (buy) termasuk dengan para startup.”

Blanja adalah bagian dari bisnis digital Telkom, berada di bawah kepemimpinan Fajrin Rasyid. Ditunjuknya co-founder Bukalapak tersebut untuk mendukung agenda peningkatan peluang bisnis dan potensi keuntungan perseroan dari bisnis digital.

Blanja tidak dikerjakan sendiri, Telkom menggandeng eBay sebagai mitra strategis. Untuk kelanjutan kerja sama mereka, pihak Telkom masih belum bisa berkomentar, “Nanti akan disampaikan kelanjutannya ya”. Sementara kami juga sudah mencoba meminta pernyataan resmi dari eBay Indonesia, namun sampai tulisan ini diterbitkan belum ada komentar apa pun yang disampaikan.

Menjelang akhir tahun 2019, kami sempat mewawancara CEO Blanja Jemy Confido. Ia mengklaim, dibanding tahun 2018 jumlah revenue yang didapat meningkat hingga 84%. Terjadi peningkatan EBITDA 11% dan Net Income sekitar 4%. Turut ditegaskan metrik utama perusahaan tidak lagi GMV, tetapi revenue.

Blanja sulit mengejar ketertinggalan

Sebagai platform e-commerce yang fokus pada B2C/C2C, posisi Blanja memang kurang menawan akhir-akhir ini. Salah satunya dibuktikan dari hasil riset yang dilakukan iPrice, per kuartal kedua tahun 2020, posisi Blanja ada di peringkat 16 – satu ranking persis di bawah elevenia (PT XL Planet), yang sebelumnya turut dikelola perusahaan telco XL Axiata namun telah dilepas sepenuhnya ke Salim Group.

Dalam penelitiannya, iPrice menggunakan beberapa variabel, dua di antaranya statistik kunjungan situs dan peringkat aplikasi.

Riset iPrice tentang perkembangan e-commerce di Indonesia per Q2 2020
Riset iPrice tentang perkembangan e-commerce di Indonesia per Q2 2020

Dengan pengalaman mendirikan dan membesarkan Bukalapak, intuisi bisnis Fajrin jelas sudah terasah. Kendati tidak disampaikan detail, pastinya ada argumen kuat yang melandasi bahwa kemungkinan Blanja untuk memimpin pasar e-commerce lokal sangat kecil, tidak berbanding dengan effort yang dikeluarkan.

Pemimpin pasar diisi oleh para unicorn yang terus bersaing dan berinovasi menjadi yang terdepan. Cakupan bisnisnya pun sudah sangat luas, tidak sekadar sebagai tempat jual-beli online, melainkan meliputi aspek fintech (pembayaran dan pinjaman), logistik, online-to-offline (kemitraan dengan warung), dan lain-lain.

Padahal Blanja di tahun 2020 ini punya target untuk mempertajam produk digitalnya, termasuk pembayaran berbagai tagihan, asuransi, investasi, bahkan sampai produk digital untuk pendidikan. Strateginya dengan menggandeng pemain lain, untuk asuransi mereka memilih Invisee sebagai mitra; untuk pembayaran dan paylater ada LinkAja dan Finpay.

Tapi rencana tinggal rencana, sekarang semua akan diubah fokus ke B2B Commerce. Lalu bagaimana pangsa pasar dan peluang bisnis yang akan dijelajah Telkom tersebut?

Potensi B2B Commerce

B2B Commerce mengacu pada pertukaran barang dan jasa antarperusahaan melalui medium digital. Kebanyakan model bisnis yang diadopsi adalah marketplace atau direct-to-consumer.  Menurut laporan yang dirilis ecommerceDB.com bertajuk “In-depth: B2B e-Commerce 2019”, nilai pasar B2B Commerce di tahun 2019 mencapai $12,2 triliun, 6x lebih besar dari pasar B2C.

Menariknya, Asia Pasifik memimpin pasar dengan kontribusi hampir 80%, membuat para pemain global menginjakkan gas untuk menggarap unit B2B-nya di sini. Sejauh ini ada dua pemain yang paling menonjol, yakni Alibaba dan Amazon Business. Tak penutup kemungkinan akan lebih riuh lagi, karena lanskap kompetisinya mulai diramaikan Rakuten, Mercateo, Global Sources, IndiaMART, hingga Walmart.

Di Indonesia, sejauh ini ada Bhinneka, Mbiz, Bizzy, AXIQoe, Monotaro, dan Ralali. Untuk pemain B2C juga belum banyak yang bermain ke sana —  salah satu yang sudah terjun adalah Bukalapak melalui layanan BukaPengadaan. Sementara Bizzy pun pivot, alih-alih menyediakan e-commerce untuk bisnis, mereka kini mengutamakan layanan logistik dan distribusi.

Chief of Commercial & Omni Channel Bhinneka Vensia Tjhin, melalui wawancara terbarunya dengan DailySocial  menjelaskan, kontribusi bisnis dari B2B Commerce tembus 90%, ketimbang B2C pada tahun lalu. Selain B2B.id, beberapa fitur pendukung lainnya sudah digulirkan, termasuk Bhinneka Smart Procurement, mengembangkan omnichannel O2O, dan memiliki selected merchant.

Frost & Sullivan memproyeksikan capaian CAGR 59% di 2017-2022 untuk pertumbuhan B2B Commerce di Indonesia, sekitar dua kali lipat dari tingkat pertumbuhan B2C Commerce selama periode yang sama. UMKM berpotensi menjadi pendorong utama di lanskap ini – menurut BPS bisnis UMKM berkontribusi terhadap 60,3% PDB nasional.

DSResearch pernah merilis laporan “Indonesia B2B Commerce 2018”, di dalamnya membahas tentang perkembangan di sisi platform dan persepsi masyarakat. Seperti diketahui, salah satu keunikan dari B2B Commerce adalah memungkinkan bisnis mendapatkan sistem e-procurement, integrasi dengan ERP, e-invoicing, perpajakan, dan lain-lain – menyesuaikan dengan sistem pengadaan di perkantoran. Rata-rata platform B2B juga menyasar institusi pemerintahan, sehingga seringkali pemain mendefinisikan bisnisnya sebagai B2B2G.

Pasar B2B untuk e-commerce mungkin sedang masa pertumbuhan, mencoba mendemokratisasi sistem pengadaan yang sebelumnya ada. Potensinya jelas ada, seiring dengan makin akrabnya masyarakat dengan e-commerce. Di samping itu, memang banyak keuntungan yang bisa didapatkan oleh bisnis, termasuk kemudahan, transparansi, dan fleksibilitas.

Telkom di B2B Commerce

Disampaikan oleh pihak Telkom, upaya untuk membangun B2B Commerce sebenarnya sudah dimulai sebelumnya. Salah satunya melalui Pasar Digital (PaDi) UMKM, bekerja sama dengan 8 BUMN lainnya. Terdiri dari pusat data UMKM dan belanja BUMN (Control Tower Dashboard), pasar digital UMKM untuk BUMN (PaDi UMKM B2B), dan fitur pasar marketplace dengan akses terpusat bagi UMKM (PaDi UMKM B2C).

Telkom juga mendukung Kemendibud dalam pengadaan barang dan jasa sekolah yang dilakukan secara online melalui Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah). SIPLah dirancang untuk memanfaatkan marketplace yang memiliki fitur tertentu untuk merealisasikan rencana kerja anggaran sekolah dan memenuhi kebutuhan Kemendikbud dalam mengawasi penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kemungkinan akan lebih banyak lagi produk yang diinisiasi. Dengan infrastruktur dan posisi bisnisnya, Telkom berkemungkinan besar memaksimalkan potensi untuk membantu konsumen dari kalangan bisnis. Terlebih melalui banyak unitnya, transformasi digital terus digencarkan perusahaan, termasuk lewat MDI Ventures dengan berinvestasi ke startup digital.

Sempat beredar juga rumor rencana akuisisi Telkom terhadap platform Bhinneka untuk memperkokoh bisnis B2B Commerce, namun saat ditanya lagi pihak Telkom enggan memberikan komentar.

CEO MDI Ventures Donald Wihardja Berbicara tentang Dana Kelolaan Baru, “Exit”, dan Sinergi Startup dengan BUMN

MDI Ventures (MDI), corporate venture capital milik Telkom Group, makin meningkatkan produktivitas bisnisnya. Mereka mengumumkan penunjukan Fajrin Rasyid sebagai komisaris utama dan penggelontoran dana kelolaan baru sebesar $500 juta. Secara total, CVC ini berhasil membukukan $790 juta (setara 11,6 triliun Rupiah) yang menjadi dana kelolaan CVC terbesar, tak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia Tenggara.

Sejak beroperasi tahun 2016, MDI telah berinvestasi ke 44 startup di 12 negara. Saat ini mereka juga memiliki unit bisnis yang dijalankan di Singapura dan Amerika Serikat. Dengan berbagai usaha ini, banyak target yang dicanangkan. Salah satunya membantu berbagai BUMN memaksimalkan transformasi digitalnya dengan memanfaatkan kapabilitas startup binaan yang kompeten.

Donald Wihardja di bulan Mei lalu ditunjuk menakhodai MDI Ventures. Bersama timnya, ia merumuskan berbagai agenda strategis untuk memastikan laju CVC Telkom tersebut “on-track”.

Berikut adalah wawancara DailySocial dengan Donald selengkapnya:

DailySocial: MDI Ventures saat ini mengelola dana $790 juta, menjadi dana kelolaan terbesar untuk venture capital di Indonesia saat ini. Bagaimana Anda memaknai capaian tersebut?

Donald Wihardja: MDI Ventures diberi kesempatan besar ini karena kami telah berhasil mengelola dana $100 juta pertama yang kami terima dari Telkom sejak tahun 2015. Kami berhasil melipatgandakan fund tersebut, bukan hanya secara valuasi di atas kertas, tetapi juga berupa likuitiditas di beberapa exit – baik di private exit maupun IPO – selama beberapa tahun belakangan ini. Kami juga berhasil memberikan Rp1,6 triliun synergy/revenue ke Telkom Group.

Tapi ini juga tugas besar untuk MDI. Dengan fund ini kami juga diminta memperluas target kerja sama atau sinergi, tidak hanya dengan Telkom Group tapi dengan seluruh BUMN. Ini kesempatan besar juga untuk startup yang kami bina, untuk membantu merevolusi BUMN di Indonesia, sekaligus meningkatkan kinerja startup tersebut. Sinergi yang kami berikan selalu win-win untuk Telkom Group dan startup.

Siapa saja limited partner yang terlibat dalam pendanaan $500 juta untuk MDI Ventures?

Dana $500 juta ini hanya dari PT Telkom. Fund MDI 500 adalah kelanjutan dari Fund MDI 100 yang kami mulai di 2015. Posisi kami adalah sebagai corporate venture capital Telkom, jadi LP-nya hanya Telkom.

MDI juga diminta oleh Telkom dan sudah berhasil untuk meluncurkan external fund lain, contohnya Telkomsel Mitra Inovasi (co-GP dengan Telkomsel) dan Centauri (co-GP dengan KB dari Korea). Tujuannya supaya kami atau Telkom bisa mempunyai dana lebih besar lagi untuk berinvestasi, sementara LP external juga turut dapat kesempatan meraih keuntungan dari peningkatan nilai startup yang kami asuh, jadi win-win juga.

Di tahun 2020 ini, adakah target khusus terkait berapa banyak investasi yang akan digelontorkan untuk startup?

Kami punya target yang sangat agresif untuk terus mendukung startup di Indonesia, terutama yang berhasil membuktikan mereka bisa beradaptasi di masa Covid-19 ini. Beda dengan banyak VC besar yang biasanya fokus terhadap startup global, kami sangat percaya tentang peran besar dari transformasi digital di Indonesia dan peran besar dari startup untuk mendukung itu. Karena itu kami menyiapkan dana yang cukup untuk mereka.

Tentunya kami tetap hati-hati dalam berinvestasi. Kami siap menyalurkan dana yang cukup tergantung dengan peluang yang ada dan berkualitas.

Banyak segmen yang terbukti berhasil bisa memanfaatkan kesempatan yang ada di dalam pandemi ini. E-commerce dan food delivery sangat membantu konsumer mendapatkan apa yang mereka perlu, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Healthtech berhasil membuktikan bahwa telemedicine sangat diterima di Indonesia. Banyak fintech juga telah berhasil menavigasi kesulitan dalam Covid-19 secara baik.

MDI 500 ditargetkan untuk later stage investment (Seri B dan seterusnya) di perusahaan yang mempunyai revenue kuat, market fit yang terbukti, growth yang terjaga di masa Covid ini, dan tentunya siap berkolaborasi secara win-win dengan Telkom Group dan BUMN.

Telkom Group juga mempunyai beberapa fund lain di investment stages yang lebih awal. Indigo terus digelar untuk menginkubasi startup. Ada juga fund yang menargetkan seed stage, Seri A, dan Seri B. Dengan ini, Telkom Group melalui MDI terus berperan mendukung startup dari tahap awal sampai akhir.

Tahun lalu, kami mencatat MDI Ventures berhasil melakukan 5 exit. Bagaimana pandangan Anda terkait exit untuk MDI Ventures? Bagaimana strateginya?

Pada tahun ini, kami juga telah melakukan beberapa exit terhadap startup yang telah kami investasikan. Seiring dengan munculnya fund baru MDI 500, saat ini kami lebih fokus untuk mengejar nilai sinergi antara startup binaan dengan Telkom Group dan BUMN pada umumnya.

MDI Ventures
Aditia Narendra (GM Corporate Secretary & Legal Counsel), Aldi Adrian Hartanto (VP of Investments), Sandhy Widyasthana (COO & Portfolio Director), Fajrin Rasyid (Chairman), Donald Wihardja (CEO) / MDI Ventures

Di tengah Covid-19, apakah ada penyesuaian tesis investasi? Bagaimana MDI melihat prospek dan iklim investasi setelah pandemi?

Covid-19 adalah Chief Digital Transformation Officer terampuh di dunia dan di Indonesia. Karena itu sebenarnya banyak startup yang sangat layak diinvestasi. Tetapi banyak VC global yang tidak cukup kenal dan karena itu terlalu takut untuk berinvestasi di Indonesia. MDI sebagai pemain lokal sangat mengenal Indonesia dan percaya diri tentang growth di Indonesia, jadi kami terus berinvestasi tapi tentunya dengan hati-hati.

Seperti apa strategi yang akan diterapkan MDI untuk membantu para BUMN mencapai tujuan transformasi digitalnya?

Dana MDI 500 diberikan kepada dengan pesan bahwa MDI harus memperluas kerja sama, yang telah kami buktikan dengan Telkom, dengan seluruh BUMN lainnya. Kami lihat tantangan ini juga sebagai kesempatan, karena dengan ini, Kementerian BUMN juga membantu membuka pintu MDI ke para BUMN tersebut.

Inisiatif yang kami lakukan adalah bekerja sama dengan beberapa CVC BUMN lain dalam menyiapkan solusi untuk mendukung bisnis dari beberapa strategic BUMN cluster. Bersama-sama kami akan mendukung transformasi digital dari BUMN menggunakan startup-startup kami.

Saat ini Telkom juga memiliki inisiatif dana kelolaan seperti Centauri; bahkan anak perusahaannya juga sudah memiliki CVC sendiri seperti TMI. Bagaimana posisi dan peran MDI Ventures? Apa yang menjadi diferensiasi?

Peran MDI di Telkom Group saat ini adalah mempunyai fungsi “scouting”, “investing” dan “build partnership” antara Telkom dan startup (yang sudah proven dan establish). MDI membantu Telkom dalam mengelola Indigo Incubator dan Indigo Accelerator yang fokus untuk mengembangkan startup lokal di seed stage. MDI juga membantu TMI dalam mengelola fund Telkomsel yang akan fokus untuk mendukung sinergi bisnisnya. MDI juga membuka peluang untuk mengelola dana pihak ketiga di luar Telkom Group untuk dapat memperkuat ekosistem startup di Indonesia,

Bagaimana kabar MDI Ventures di Singapura dan Amerika Serikat?

Fund MDI yang diperoleh dari Telkom dikelola menggunakan PT MDI di Indonesia. MDI Pte Ltd di Singapura adalah fund structure yang kami gunakan untuk fund external kami. Karena kebanyakan LP kami adalah dari luar, kami menggunakan fund structure yang lebih cocok untuk kebutuhan mereka. MDI US kami gunakan untuk mencari teknologi dari startup di Silicon Valley yang cocok untuk kebutuhan Telkom dan BUMN.

Setelah 4,5 Tahun Akhirnya Telkom Buka Blokir Netflix

Setelah kurang lebih 4,5 tahun diblokir, per hari ini Selasa 7 Juli 2020 layanan video on-demand Netflix akhirnya mulai bisa diakses melalui jaringan milik Telkom Group, yakni Indihome dan Telkomsel. Proses pembukaan blokir masih dilakukan secara bertahap, dari pantauan kami beberapa orang sudah bisa mengakses Netflix sepenuhnya, sebagian masih belum bisa. Yang jelas ini akan menjadi babak baru bagi bisnis Netflix, mengingat konektivitas Telkom adalah yang terluas cakupannya di Indonesia.

Netflix sendiri kendati diblokir oleh Telkom Group berhasil menjadi salah satu layanan VOD berbayar paling populer di Indonesia bersama dengan Viu. Suguhan beragam konten original dan film-film populer yang ada di dalamnya menjadi salah satu kekuatan Netflix.

Secara keseluruhan Netflix mengalami lonjakan pengguna baru di kuartal pertama 2020. Totalnya mereka mendapatkan 15,77 juta pelanggan berbayar baru selama kuartal pertama tahun 2020, lebih dari dua kali lipat angka yang mereka prediksi sebelum pandemi.

“Kami sangat senang karena saat ini Netflix telah dapat diakses melalui jaringan Telkom, artinya sekarang masyarakat Indonesia dapat menikmati tayangan Netflix yang beragam, mulai dari serial TV, dokumenter, serta film lokal, dan internasional berkualitas di semua jaringan. Kami akan terus memberikan layanan terbaik bagi seluruh penggemar hiburan di Indonesia dengan menambahkan lebih banyak film-film Indonesia di Netflix, meningkatkan pengalaman pengguna, serta mengembangkan kerja sama dengan mitra-mitra di Indonesia,” ujar Business Development Manager Netflix Tizar Patria.

Diterangkan pihak Telkom, mereka membuka blokir karena Netflix sudah melakukan sejumlah perubahan pendekatan seperti fitur parental kontrol, berkomitmen untuk mendengar keluhan dan masukan dari regulator dalam waktu 24 jam atau sesuai yang dengan kurun waktu yang ditentukan oleh pemerintah.

Selain itu Netflix juga disebut telah berkomitmen untuk patuh pada “Self Regulatory Code for Subscription Video on Demand Industry in ASEAN” yang mengatur larangan menayangkan konten yang mengandung pornografi anak, terorisme, melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), dan konten yang mendiskreditkan kelompok masyarakat tertentu.

“Telkom mengapresiasi perubahan pendekatan yang dilakukan Netflix untuk pasar Indonesia dan karenanya memberi kesempatan pada pelanggan Telkom Group untuk dapat mengakses beragam konten hiburan,” ujar VP Corporate Communication Telkom Arif Prabowo seperti dikutip Kompas.

Pembukaan blokir Netflix ini juga berbarengan dengan aturan pemungutan pajak untuk layanan OTT seperti Netflix, Steam, Spotify, dan samacamnya. Setelah beberapa kali diwacanakan, akhirnya pemungutan pajak untuk layanan digital ini diresmikan pada awal 1 Juli 2020.

Namun di tagihan terbaru Netflix beberapa tim kami, belum dikenakan beban pajak, sementara untuk platform Steam sudah mulai mengenakan pajak PPn 10% untuk setiap transaksi. Di sisi lain, penyedia layanan OTT tersebut juga belum memiliki kantor atau entitas lokal (PT) di Indonesia.

Diakui atau tidak inovasi yang dilakukan Netflix telah menginspirasi banyak layanan sejenis hadir di Indonesia. Sekarang muncul banyak sekali nama pemain di sektor VOD yang hadir untuk pasar Indonesia, seperti iflix, Hooq, Viu, Catchplay, Genflix, atau GoPlay. Beberapa nama pada akhirnya harus menyerah karena kehabisan bahkan bakar atau berdarah-darah merebut hati penonton di Indonesia.

Sementara itu, secara konsisten Netflix terus gencar “mendekat” ke pasar Indonesia dengan sejumlah inovasi. Langkah yang diambil antara lain menghadirkan film-film Indonesia ke dalam platform mereka, kerja sama dengan kreator dalam negeri hingga kerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti kerja sama dengan Kemendikbud.

Update: Siaran Pers Direktur Jendral Pajak pada Selasa (7/7/2020) menyebutkan enam perusahaan digital termasuk Netflix akan dikenai PPN sebesar 10% dari harga sebelum pajak mulai 1 Agustus 2020.

Application Information Will Show Up Here

Telkom Kembali Adakan Program Inkubasi untuk Developer Game Lokal

Menurut Newzoo, pasar game di Indonesia mencapai US$879,7 juta. Pada 2018, angka itu naik menjadi US$1,1 miliar. Sementara dalam laporan The Global Mobile Game Confederation (GMGC) SEA Mobile Report 2017, disebutkan bahwa pasar game di Indonesia bertumbuh 37,3 persen setiap tahunnya selama 4 tahun dari 2013 sampai 2017. Sayangnya, tidak banyak developer lokal yang mendapatkan untung dari besarnya pasar game Indonesia. Data dari Asosiasi Game Indonesia (AGI) menyebutkan, hanya 8 persen dari total pendapatan industri game yang masuk ke perusahaan di Indonesia. Sementara dari total game yang dijual, hanya 0,4 persen yang dibuat oleh developer lokal.

Besarnya pasar game Indonesia, membuat Telkom tertarik untuk masuk ke industri game. Saat ini, mereka hanya menjadi aggregator untuk game dan menyediakan platform pembayaran. Namun, mereka menyebutkan bahwa ke depan, mereka juga ingin membuat game developer sendiri melalui inkubator mereka. Telkom menyelenggarakan program inkubasi untuk game startup pertama pada September 2019. Ketika itu, mereka bekerja sama dengan Agate International. Batch pertama dari Program Indigo Game Startup Incubation menghasilkan 10 game startup.

Sumber: Newzoo
Sumber: Newzoo

“Program Indigo Game Startup Incubation merupakan salah satu langkah awal Telkom Indonesia dalam memajukan industri game di Indonesia. Game will be the future of digital business. Let’s growing it and be serious at it,” kata Direktur Digital Business Telkom, Faizal Rochmad Djoemadi dalam pernyataan resmi. Dia menyebutkan, ketiadaan modal adalah masalah utama yang ditemui oleh game startup yang ikut serta dalam batch pertama program inkubasi mereka. Selain itu, pengetahuan para developer lokal tentang industri game juga terbatas. Ini membuat game mereka sulit untuk bertahan lama karena pihak developer tak memiliki kemampuan untuk menjangkau orang-orang yang menjadi target pasar mereka.

Karena itu, Telkom kembali mengadakan program Indigo Game Startup pada Februari 2020. Pendaftaran untuk program Indio Game Startup Incubation batch dua sudah dibuka sejak 31 Januari 2020. Selain itu, Telkom juga akan mengadakan roadshow ke lima kota besar di Indonesia, yaitu Bandung, Jakarta, Malang, Surabaya, dan Yogyakarta. Tahap pertama dari program inkubasi ini adalah bootcamp yang akan berlangsung selama satu bulan. Di sini, peserta boleh membuat game baru atau menyelesaikan game yang tengah mereka kembangkan. Selain itu, peserta juga boleh mengikuti online course DILo Game Academy.

Tahap kedua adalah inkubasi. Telkom akan menentukan developer yang bisa masuk ke tahap ini. Tahap inkubasi berlangsung selama tiga bulan. Developer yang terpilih untuk masuk ke tahap inkubasi akan mendapatkan dana dan mentor untuk mengembangkan game mereka. Selain itu, Telkom juga menyediakan ruangan bagi developer untuk bekerja agar mereka bisa menjadi lebih produktif. Telkom bahkan memberikan kesempatan untuk menguji game mereka ke target pasar untuk memvalidasi cara monetisasi dalam game. Pada akhir program inkubasi, developer yang dipilih bisa memamerkan game mereka pada mitra publisher.

Industri Mobile Game Potensial, Telkom Mau Jadi Developer Game

Pendapatan dari industri mobile games di Indonesia pada 2020 akan mencapai US$672 juta, naik 4,8 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu, menurut laporan dari Statista. Sementara itu, jumlah mobile gamer diperkirakan akan naik 9 persen menjadi 47,9 juta orang. Dan Average Revenue Per User (ARPU) pada tahun ini diperkirakan mencapai US$14,04, turun dari US$14,6 pada tahun lalu.

Segmen mobile game memang sudah menjadi segmen dengan kontribusi terbesar dalam industri game Indonesia. Meskipun begitu, ke depan, industri mobile game masih memiliki potensi untuk tumbuh. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kemunculan game-game mobile populer seperti Pokemon Go, PUBG Mobile, dan Fortnite. Karena itu, tidak heran jika Telkom juga tertarik untuk masuk ke ranah game. Pada pertengahan 2019, perusahaan telekomunikasi itu mulai mendukung game developer melalui Indigo, inkubator startup mereka.

“Kami percaya, game akan memberikan kontribusi besar untuk pendapatan bisnis digital kami pada tahun ini, melewati kontribusi konten video. Lebih dari 50 persen pengguna ponsel memainkan game setiap harinya, jadi kami ingin mencoba untuk menjadi game developer dan mendorong pertumbuhan pendapatan dari game,” Digital Business Director, Telkom Indonesia, Faizal Djoemadi dalam wawancara dengan KrAsia.

 

Joddy Hernady (kiri) dan Faizal Djoemadi (kanan) | Sumber: KrAsia
Joddy Hernady (kiri) dan Faizal Djoemadi (kanan) | Sumber: KrAsia

Sementara itu, Senior Vice President of Media and Digital Business, Telkom Indonesia, Joddy Hernandy berkata, “Kapasitas kami sebagai perusahaan telekomunikasi adalah sebagai aggregator untuk game dan aplikasi OTT. Sementara platform pembayaran kami, LinkAja, terus tumbuh, tapi margin keuntungannya tidak besar. Di sisi lain, kami melihat pertumbuhan pesat di industri game, khususnya mobile game. Berdasarkan total pendapatan, Indonesia adalah pasar gaming terbesar ke-16 di dunia dan pasar terbesar di Asia Tenggara. Namun, kurang dari satu persen dari total developer di dunia berasal dari Indonesia. Karena itu, kami mau membuat game developer sendiri melalui inkubator kami.”

Dia menyebutkan, ada 10 tim developer dari Indonesia yang ikut serta dalam gelombang pertama. “Setidaknya ada 7 mobile game dan 3 game PC yang telah diproduksi melalui inkubator ini,” ujarnya.

Ketika ditanya tentang bagaimana Telkom akan dapat memonetisasi game, Joddy menjelaskan, Telkom telah bekerja sama dengan setidaknya 60 developer, termasuk developer dari Korea Selatan dan Tiongkok. Melalui kerja sama ini, mereka menjadi aggregator dari game-game buatan rekan developer mereka. Itu artinya, ketika pemain game melakukan in-game purchase menggunakan pulsa, maka Telkom akan mendapatkan untung. “Bersama Telkomsel, kami akan merilis game bernama Arena Master 2 pada tahun depan. Kami telah membeli lisensi game tersebut, dan kami akan bertanggung jawab atas promosi sesrta sales. Margin dari game ini lebih besar dari sekadar menjadi aggregator,” ungkapnya.

Setelah itu, Joddy mengungkap, Telkom akan berusaha untuk developer, yang memberikan keuntungan lebih besar daripada sekadar menjadi aggregator atau co-publisher. “Kami juga membuat layanan streaming game, Gameqoo, di cloud. Di sini, Anda bisa menemukan game-game yang dibuat oleh 60 rekan developer kami,” kata Joddy.

Dana Kelolaan Telkom dan KB Financial Group “Centauri Fund” Incar Sepuluh Startup Tahun Depan

Centauri Fund, inisiatif dana kelolaan bentukan Telkom Group melalui unit CVC MDI Ventures dan KB Financial Group Korea Selatan, mengincar sepuluh portfolio startup di tahun 2020. Saat ini perusahaan tengah menjajaki kesepakatan investasi dengan lima startup Indonesia.

Telkom Group dan KB Financial Group resmi menandatangani perjanjian kerja sama (MoU) untuk membentuk Centauri Fund sebagai perpanjangan tangan untuk dana kelolaan baru pada pekan lalu, Senin (9/12).

Dalam keterangan resminya, Direktur Strategic Portfolio Telkom Achmad Sugiarto mengungkap Centauri Fund dibentuk sebagai komitmen kedua perusahaan untuk mengembangkan ekosistem teknologi dan startup, terutama Indonesia, sebagai pasar terbesar di kawasan Asia Tenggara.

“Sekarang kami sedang evaluasi lima startup di bidang fintech, insurtech, big data, dan artificial intelligence. Sejauh ini semua [dari Indonesia]. Target kami mungkin bisa investasi ke lima sampai sepuluh [startup] di 2020,” ungkap Head of Investor Relations & Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li kepada DailySocial.

Sebelumnya diberitakan beberapa bulan lalu MDI Ventures tengah dalam proses pengumpulan investasi ketiga dengan target nilai $100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun.

Saat itu, Kenneth mengonfirmasi bahwa Kookmin Bank, bagian dari KB Financial Group, merupakan satu dari tiga potensial investor yang bakal menjadi LP (Limited Partner). Dua calon mitra LP lainnya belum mencapai kesepakatan final.

Kenneth mengungkapkan, baik Centauri Fund dan MDI Ventures masih sama-sama mengejar vertikal bisnis yang sama. Yang menjadi pembeda adalah Centauri Fund akan fokus ke pendanaan Pra Seri A dan Seri B, sedangkan MDI Ventures fokus di Seri B ke atas.

Meskipun demikian, ia enggan menyebutkan nilai investasi yang dikucurkan oleh KB Financial Group ke Centauri Fund. Kenneth memastikan bahwa masuknya mitra bisnis baru tersebut akan memberikan kapabilitas dan pembelajaran di bidang fintech.

“Vertikal bisnis [Centauri Fund] hampir sama karena sebenarnya MDI Ventures sudah cukup agnostik. Hipotesis kami memang lebih ke sustainable business. Startup yang kita pilih adalah yang bisa dibantu pertumbuhannya lewat ekosistem Telkom,” tutupnya.

Cara Bayar Tagihan Telkom Indihome di Aplikasi Dana

Selain membeli isi ulang pulsa, Dana juga menawarkan layanan pembayaran sejumlah tagihan, salah satunya tagihan Telkom Indihome. Yang menarik, Dana tidak hanya menyediakan pembayaran dari pemotongan saldo, tapi juga dari pembayaran akun virtual, sehingga pelanggan mempunyai banyak opsi untuk melakukan pembayaran.

Langsung saja kita masuk ke tutorialnya.

Jalankan aplikasi Dana seperti biasa, kemudian tap tombol See All untuk melihat jenis pembayaran lainnya.

Screenshot_20191205-134114_DANA(1)

  • Sekarang terlihat ada banyak jenis pembayaran lainnya. Untuk membayar tagihan Indihome, tap tombol Telkom di sub panel Utilities.

Screenshot_20191211-122811_DANA(1)

  • Masukkan nomor Indihome Anda dan tap Next.
  • Screenshot_20191211-122855_DANA(1)
  • Selanjutnya akan terlihat jumlah tagihan yang harus dibayarkan dan periodenya. Lanjutkan dengan menyentuh tombol Pay Now.

Screenshot_20191211-122902_DANA(1)

  • Secara default, saldo Dana akan jadi rujukan pertama pembayaran. Tetapi, jika Anda tidak mempunyai saldo yang mencukupi, Anda bisa memilih metode pembayaran melalui bank, tinggal pilih nama bank di bagian bawah.

Screenshot_20191211-122917_DANA(1)

  • Misalnya BCA. Sekarang, tap tombol Pay.

Screenshot_20191211-122931_DANA(1)

  • Maka, Anda akan mendapatkan nomor virtual yang jadi tujuan transfer dari bank yang Anda pilih.

Screenshot_20191211-122940_DANA(1)

Selesai, setelah pembayaran dilakukan maka tagihan Anda akan otomatis terupdate.

LinkAja Jadi Alternatif Pembayaran di Aplikasi Grab

Tidak hanya hadir di Gojek, LinkAja mulai menunjukkan diri sebagai alternatif pembayaran di aplikasi Grab. Hadirnya LinkAja mematahkan keeksklusifan Gopay dan Ovo yang sebelumnya hadir dalam dua raksasa ride hailing tersebut.

Kepada DailySocial, CEO LinkAja Danu Wicaksana menjelaskan pihaknya masih melakukan pengujian di Grab, sehingga belum semua pengguna bisa menikmatinya. “Ini masih testing dan belum commercial,” terangnya, Selasa (5/11).

Dia juga belum memastikan kapan LinkAja akan diresmikan sebagai opsi pembayaran di Grab untuk seluruh pengguna. Akan tetapi, untuk Gojek dia berharap akan dirilis pada akhir bulan ini.

Untuk mengaktifkan LinkAja di Grab, pengguna cukup memilih opsi “Add Payment Method” dan memilih logo LinkAja. Berikutnya memasukkan PIN dari nomor telepon yang terhubung dengan LinkAja. Langkah terakhir, sistem akan mengirimkan kode verifikasi sebelum pengguna mengaktifkan LinkAja.

Cara menambahkan LinkAja untuk pembayaran di Grab
Cara menambahkan LinkAja untuk pembayaran di Grab

Kehadirannya di Gojek dan Grab semakin melengkapi segmen transportasi yang dirambah LinkAja. Perusahaan sebelumnya mulai uji coba untuk pembayaran tiket KRL Jabodetabek dan sedang mempersiapkan diri untuk MRT Jakarta.

Tidak hanya dengan pemain besar, LinkAja juga resmi menjadi mitra pembayaran perdana untuk pemain ride hailing lokal, yakni Bonceng.

Akan tetapi untuk pembayaran tol, Danu menegaskan perusahaan sepenuhnya menyerahkan ke Jasa Marga yang bertindak sebagai merchant-nya. “Secara teknis sudah [siap dipakai], tapi masih dalam tahap pilot untuk uji coba scalability and reliability-nya.”

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah menjelaskan, perseroan memilih untuk bermain ke ranah yang berbeda dan membatasi use case LinkAja sebagai pembeda dari pemain sejenis. Pergeseran strategi ini membuat perseroan dapat lebih berhemat karena tidak perlu jor-joran perang diskon untuk menarik pengguna.

Dia bahkan mengklaim biaya yang harus dikeluarkan LinkAja untuk promosi dalam satu tahun hitungannya sama dengan biaya satu bulan dari salah satu kompetitor. Meski konsekuensi dari keputusan tersebut membuat visibilitas LinkAja sebagai suatu brand tidak setenar yang lain.

“Karakter pengguna [milenial] itu adalah soal loyalitas, mereka akan pakai kalau ada diskon. Sementara kita berbeda, lebih ke arah daily use case, yang mana pasti akan dipakai setiap hari tanpa harus diberi diskon. Salah satu yang sudah dimasuki adalah tiket KRL Jabodetabek,” kata Ririek saat menjadi pembicara di Kompas100 Discussion.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Pesan Kiwari Chat Berganti Identitas Jadi ChatAja

Beberapa waktu lalu DailySocial memuat berita mengenai layanan pesan instan Kiwari Chat. Aplikasi yang mengandalkan SDK Qiscus itu kini berganti nama menjadi ChatAja.

Aplikasi Kiwari di Google Playstore resmi diganti, domain Kiwari.chat pun tak bisa lagi diakses dan berganti jadi ChatAja.co.id. Baik nama, logo, maupun tone warna yang digunakan mengingatkan saya kepada aplikasi e-money hasil kolaborasi BUMN, LinkAja.

Sejauh ini belum ada informasi lebih jauh dari pihak Kiwari terkait rebranding ini. Namun beberapa informasi di situs resminya, diperkuat dengan pengirim OTP password ketika melakukan pendaftaran atau login melalui web, mencerminkan bahwa ChatAja saat ini berada di bawah naungan Telkom.

Dari segi fitur, tidak banyak yang berubah dari yang ada di Kiwari Chat. Mengandalkan tampilan yang sederhana, kini warnanya didominasi putih dengan aksen merah. Masih ada fitur panggilan suara, video, dan fitur lainnya yang khas dengan aplikasi pesan instan.

ChatAja juga menyediakan beberapa bot untuk memudahkan penggunanya mendapat informasi. Selain itu ChatAja juga memiliki ChatBot Builder, serupa dengan BotFather milik Telegram. Sebuah akun yang membantu pengguna untuk membuat chatbot mereka sendiri.

Di laman resminya mereka memperkenalkan diri sebagai aplikasi yang berusaha menjaga kedaulatan data penggunanya.

“Kami ingin menjaga kedaulatan data komunikasi secara digital melalui aplikasi Instant Messaging milik Indonesia karena tidak ada jaminan bahwa data ketika kita berkomunikasi menggunakan Instant Messaging yang tersimpan di luar Indonesia aman dan terjaga,” ungkap tulisan di laman Tentang ChatAja.

Sejak awal Kiwari hadir sebagai aplikasi lokal yang mengusung keamanan data. Selain semua pesan yang tersimpan di Indonesia mereka juga menyediakan enkripsi end-to-end untuk memastikan keamanan data dan rekam percakapan pengguna mereka.

Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures to Announce the Third Fundraising, Aiming for 1.4 Trillion Rupiah

MDI Ventures, Telkom backed corporate venture capital, is said to be in talk of the third fundraising, aiming for $100 million (over 1.4 trillion Rupiah). MDI is now involving foreign investor as LP, the leaked one is Kookmin Bank from South Korea.

MDI Ventures‘ Principal and Head of Investor Relations, Kenneth Li said to DailySocial that Kookmin Bank as one of the LPs to invest in its third fundraising. However, it’s not final yet.

He is yet to confirm that Telkom would be involved in the fundraising-to-be, or the slot will be fully occupied by foreign investors. In addition, their team is looking for LP from Middle East and some of the SEA countries, such as Thailand and Singapore.

Kookmin Bank debut in Indonesia is marked as they enter Bank Bukopin’s board of shareholders. As one of the biggest banks in South Korea, they’ve bought 22% shares worth of 1.46 trillion Rupiah last year.

“Kookmin is one of the latest investors for our investment, it’s still finalizing. In this round, we’re targeting $100 million investment as we made at the first one,” he said on Friday (9/13).

The decision to open overseas is kind of a new thing. First, the company pockets $100 million investment from Telkom alone. Next, the second one is from Telkomsel’s investment arm, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) worth of $40 million in May 2019.

MDI Ventures is to open the gate for those foreign investors having difficulty to enter this country. They’re aware of Indonesia from unicorns that exist in media overseas but having no exposure with other locals for collaboration.

The current strategy is said to follow Softbank’s initiative. First, Softbank is using its internal funding to invest in tech-company. After positive feedback, they’re maturing for greater amount of investment from high-profile global LP.

Although this is the first time, managing funds from foreign investors wouldn’t be a huge problem. He believes the company’s proven background and history since its debut in 2015 should gain investor’s trust in terms of fund managing and guarantee promising results.

To date, MDI Ventures has managed 35 portfolio across 10 countries with a total 5 exit. Some IPO took place overseas, such as Geenie in TSE (Japan) and Whispir (Australia).

Future plan

Telkom, as the parent company, has approved the plan to explore growth outside the country. The company can’t always rely on Telkom alone, they also need support from others.

However, they haven’t change the main focus, to look for potential startups to make collaboration with Telkom Group. It’s mutual as Telkom’s effort for digital transformation as more than just a telco.

“Telkom is to go beyond just a telco. We still have a same responsibility, to find potential startups for Telkom’s future plan, it includes collaboration,” MDI Ventures’ GM of Investment, Aldi Adrian said.

The freedom to choose the startup segment might be a privilege for MDI Ventures than any other CVCs, especially bank-backed ones due to regulations.

“We’ve become more agile to enter all business segments, therefore we offer more added value than other CVCs,”

Although they’ve no intention to leak the next investment, Kenneth confirmed, there are upcoming investments before 2019 end. One of them is an investment to fintech startup founded by one of the former unicorn’s players.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian