Aplikasi Ringkasan Berita “KeTitik” Memperoleh Pendanaan Pra-Awal

Aplikasi ringkasan berita “KeTitik” memperoleh pendanaan pra-awal (pre-seed) dengan nominal yang dirahasiakan. Pendanaan ini disuntik oleh Evy Harjono (HiApp) dan sejumlah angel investor dari Flip, Moengage, Trusting Social, Chope, dan Brick.

Evy Harjono selaku Presiden PT Hello Kreasi Indonesia (HiApp) mengatakan bahwa KeTitik menawarkan pengalaman segar dan ringkasan berita tajam bagi pengguna di era konten snack yang identik dengan berita ringan dari media sosial.

“Nilai dan misi mereka sejalan dengan filosofi investasi kami untuk mendidik masyarakat Indonesia dengan informasi yang jelas, ringkas, dan terpercaya,” tutur Evy dalam keterangan resminya.

Resmi meluncur pada Agustus 2022, KeTitik merupakan aplikasi yang menyajikan ringkasan berita dalam maupun luar negeri dengan format pendek atau kurang dari 60 kata. Ada empat segmen utama yang dihadirkan, antara lain All News, My Feed, Top Stories, dan Trending. Saat ini, aplikasi KeTitik telah diunduh lebih dari 40.000 kali.

(Ki-ka) Presiden PT Hello Kreasi Indonesia Evy Harjono dan Co-founder KeTitik Dannis Joseph / KeTitik

Co-founder KeTitik Dannis Joseph mengatakan para investor turut terlibat dalam pengembangan bisnis di berbagai aspek. Dengan pendanaan ini, KeTitik akan memperkuat lini pengembangan produk, teknologi, dan menambah jumlah tim.

“Kami optimistis untuk mencapai target kami, terutama dengan dukungan Evy Harjono bersama angel investor yang punya keahlian serta jaringan luas. Mereka mendukung visi kami dalam memberikan pengalaman pengguna mengakses berita yang ringkas dan terpercaya di tengah aktivitas mereka sehari-hari,” paparnya.

Targetnya adalah mendorong rata-rata konsumsi berita harian masyarakat. Menurutnya, ada peluang untuk menjangkau 100 juta lebih pembaca berita setiap hari. KeTitik membidik jumlah ringkasan baru yang diterbitkan setiap hari dari rata-rata 300 menjadi 700 ringkasan berita pada akhir tahun ini.

Untuk itu, pihaknya akan membangun mesin berbasis Natural Language Processing (NLP) untuk melakukan peringkasan berita sehingga pengguna dapat mengakses berita lebih mudah dan cepat.

Sumber utama membaca berita

Berdasarkan survei Reuters Institute pada Februari 2022, mayoritas masyarakat Indonesia atau sekitar 88% memperoleh berita dari media online. Diikuti oleh media sosial (68%), televisi (57%), dan media cetak (17%).

Jika dirinci berdasarkan jenis media sosial, WhatsApp berada di urutan teratas dengan 54%, diikuti YouTube (46%), Facebook (44%), Instagram (37%), Twitter (20%), dan TikTok (16%). 

Tingginya penggunaan media sosial sebagai salah satu medium untuk memperoleh berita turut didorong faktor penetrasi smartphone yang juga besar di Indonesia. Sebanyak 83% masyarakat Indonesia mengakses berita melalui smartphone.

Application Information Will Show Up Here

Titipku Masuk ke Segmen B2B, Mantapkan Strategi Menuju Profitabilitas

Di tengah gejolak jatuh-bangun online grocery, Titipku memantapkan strategi “path to profitability” dengan memperluas bisnisnya ke segmen B2B. Ekspansi akan dimulai pada kuartal keempat tahun ini dengan target beroperasi secara bertahap pada 2023.

Berdiri di 2017, Titipku merupakan lulusan Y Combinator batch S21. Titipku didirikan oleh Ong Tek Tjan dan Henri Suhardja dengan misi utama mendigitalkan pasar tradisional yang menjajakan kebutuhan pangan segar, seperti sayur, ayam, daging, dan ikan.

Awalnya, Titipku dirancang untuk mendigitalkan UMKM dengan target skala nasional. Ada 1.000 mitra UMKM yang berhasil digandeng saat itu. Namun, pihaknya mengaku kesulitan untuk mengelola karena mitranya datang dari berbagai kategori. Dalam perjalanan selama 2-3 tahun, Titipku mulai mengubah model bisnis ke hyperlocal, fokus pada digitalisasi pedagang pasar.

Banyak area-area kecil yang belum tergarap aksesnya. Padahal, keberadaan pasar bertempat di lokasi strategis. Dari data yang kami peroleh, tahun 2020 Titipku mencatat omzet 700%, serta merangkul lebih dari 31.000 UMKM dan 7.000 penjelajah. Sekarang Titipku, sudah bekerja sama dengan hampir 10.000 pedagang di 150 pasar.

Memperkuat posisi

Dalam wawancara terpisah dengan DailySocial.id, Co-founder dan CEO Titipku Henri Suhardja meyakini bahwa bisnis online grocery masih punya peluang besar di Indonesia. Ada banyak pasar yang dapat digarap, tak hanya sebatas menguntungkan konsumen akhir.

Berdasarkan data di “Online Grocery Report 2022” yang diterbitkan Titipku, perilaku konsumen dalam berbelanja sudah terbentuk secara stabil selama masa pandemi Covid-19. Bahkan, Titipku mencatat ada kenaikan transaksi online grocery sebanyak 4-5 kali sebelum pandemi.

Untuk mendorong efisiensi dan menjaga pertumbuhan di segmen B2C, Titipku melakukan sejumlah strategi. Misalnya, memaksimalkan channel marketing dan melakukan perbaikan aplikasi untuk meningkatkan kenyamanan pengguna. Strategi ini diyakini dapat mendorong awareness terhadap efektivitas layanan online grocery, terutama bagi kaum ibu-ibu.

Titipku juga memperluas segmen pasarnya pada akhir tahun ini. Berkat keuntungan yang diklaim telah diperoleh dari segmen B2C, pihaknya mantap untuk masuk ke bisnis B2B. Modelnya, sales Titipku akan menjual pasokan produk ke pedagang pasar, dan pesanan akan diantar sesuai kesepakatan jam pengiriman. Value proposition yang ditawarkan tetap sama, yakni pasokan produk segar dengan harga terjangkau. Dengan harga dan kualitas ini, pedagang dapat menghindari potensi fraud.

Ke depannya, Titipku berkomitmen untuk memfasilitasi pemberian modal usaha, tidak hanya membantu pada suplai produk saja. Tujuannya untuk membangun ekosistem UMKM dan pedagang pasar di Jabodetabek.

“Sejak awal, kami berkomitmen untuk tumbuh bersama pedagang pasar. Kami tidak memiliki warehouse untuk produk yang akan dijual. Kalau Titipku punya, ini akan mengerdilkan peran pasar dan justru bertolak belakang dengan visi dan misi kami. Pasar rekanan Titipku adalah warehouse terbaik yang dimiliki. Semua produk diambil langsung dari pedagang,” ujarnya.

Di sisi lain, Titipku juga mengungkap rencananya untuk melakukan fundraising dalam waktu dekat. Namun, Henri enggan mengelaborasi lebih lanjut.

Masuk ke B2B

Untuk dapat menjalankan bisnis online grocery secara berkelanjutan, Henri menilai penting untuk fokus terhadap kualitas produk dan layanan, serta unit economic. Menurutnya, yang terjadi di industri saat ini, banyak yang terlalu terpaku pada promo, bukan ketiga hal tersebut.

“Kami fokus untuk menjadi sustainable business, memastikan path to profitability. Maka itu, kami mulai masuk ke B2B pada akhir tahun. Ini bukan pivot, tetapi menjadi B2B2C secara keseluruhan,” tuturnya pada kesempatan terpisah beberapa waktu lalu.

Disampaikan Henri pada acara Titipku 6th Anniversary, operasional B2B akan dimulai pada kuartal I 2023 dengan memasok ke 27 pasar untuk tahap awal. Pihaknya akan masuk ke pasar sentral untuk melayani 60 pasar sekunder di kawasan Jadetabek pada kuartal II.

Masih di kawasan sama, jumlah tersebut akan ditambah menjadi 80 pasar di kuartal III, dan naik menjadi 100 pasar pada kuartal IV. Titipku juga akan ekspansi ke Bandung dan Surabaya.

Founder Titipku Ong Tek Tjan menambahkan, pihaknya tak menutup kemungkinan di masa depan untuk memasok produk dari para petani. Menurutnya, pasar tradisional masih dipersepsikan sebagai kaum marjinal, posisinya dinilai kalah dengan pasar modern. Pasar tradisional juga sulit mendapat pasokan berkualitas.

Titipku akan meningkatkan perannya dengan memfasilitasi pemberian akses modal usaha dari mitra lembaga keuangan. Langkah ini dapat membantu pedagang untuk mengelola rantai pasok dengan baik.

Pihaknya juga mengaku optimistis terlepas dari situasi perlambatan ekonomi saat ini. “Orang-orang akan mengalihkan pengeluaran kepada kebutuhan pokok sehingga mereka akan belanja. Ketika ini terjadi, kami ingin mitra Titipku dapat memilih pasokan barang dengan kualitas barang sehingga tak kalah dengan pasar modern.” tambahnya.

Gejolak online grocery

Bisnis online grocery, termasuk quick commerce, tak hanya terguncang di skala global saja. Sejumlah startup menutup layanannya karena tak mampu lagi menjadi bisnis berkelanjutan, khususnya di segmen B2C.

Salah satu pemain terbesar, HappyFresh kesulitan keuangan sehingga harus meracik kembali strategi bisnisnya. Brambang terpaksa menutup layanan online grocery dan langsung pivot menjadi marketplace untuk produk elektronik bekas. Sementara, kegagalan menemukan unit ekonomi yang cocok memaksa Bananas untuk melakukan hal serupa dan pivot ke bisnis lain.

Padahal, online grocery termasuk salah satu primadona layanan digital yang mengantongi akselerasi luar biasa ketika masa awal pandemi. Namun, tren ini diprediksi melandai sejalan dengan melonggarnya pembatasan sosial menuju transisi pasca-pandemi. Masyarakat sudah mulai beraktivitas keluar dan berbelanja langsung di toko sejak setahun terakhir.

Di samping itu, segmen B2C pada online grocery juga dinilai sulit untuk menjadi bisnis berkelanjutan mengingat perlu modal besar untuk infrastruktur logistik dan subsidi pada promo diskon.

Dalam analisis DailySocial.id terdahulu, potensi online grocery belum maksimal mengingat penetrasinya masih berputar di kota-kota besar, seperti Jabodetabek. Terlebih, masyarakat masih terbiasa berbelanja kebutuhan sehari-hari langsung di toko fisik. Berdasarkan laporan “The Institute of Grocery Distribution (IGD) Asia” nilai pasar online grocery akan bertumbuh 198% dari $99 miliar di 2019 jadi $295 miliar di 2023.

Application Information Will Show Up Here

Dennis Pratistha: Mandiri Capital Indonesia Bentuk “Thematic Fund” di 2023

Mandiri Capital Indonesia (MCI) terus melanjutkan misinya untuk mendorong value creation bagi induk usaha Mandiri Group. Menurut Plt. CEO MCI Dennis Pratistha, pihaknya tengah menyiapkan beberapa “thematic fund” dan menjajaki peluang investasi di sektor baru, seperti construction tech dan biotech.

Sebelum menempati posisi CEO sementara pasca-penunjukkan Eddi Danusaputro di BNI Ventures, Dennis menjabat sebagai Chief Investment Officer. Adapun, saat ini MCI mengelola tiga dana kelolaan, yakni dana kelolaan bersumber dari Mandiri Group, Indonesia Impact Fund (IIF), dan Merah Putih Fund.

Sekadar informasi, Dennis telah lama berkecimpung di industri teknologi dan telekomunikasi dengan menduduki posisi Chief Technology Officer dan Chief Operating Officer, seperti di Redkendi, Ebizu, MNC, dan Nusatel. Di bidang investasi, ia juga pernah menjadi Executive di Star Capital.

Apa ada perubahan tesis investasi MCI dengan posisi saat ini?

Jawab: Saat ini kami masih fokus berinvestasi pada portofolio yang dapat berkontribusi terhadap value creation untuk Mandiri Group. Kami harus punya pembeda sehingga lainnya bisa saling co-exist dan berkontribusi. Startup saja punya [value proposition]. Kalau semua sama, the one with the most money will win. We have to have different angles to bring to the table. Justru di cap table, kita [VC] harmonis.

Beda VC, beda pula value creation. Ada VC yang kuat pada sisi teknologi, ada juga pada aspek operasional. Kami [kuat] pada aspek pengembangan bisnis. Ini yang membuat kami bisa duduk dengan nyaman dan tetap produktif di meja yang sama.

Apa value proposition yang ditawarkan?

J: Kami memiliki lima value proposition. Pertama, kami merupakan Corporate Venture Capital (CVC) milik Mandiri Group. Kedua, Mandiri Group memiliki puluhan juta customer dan 200 ribu UMKM. Ketiga, kami menghubungkan ke ekosistem BUMN. Keempat, kami dapat mendampingi pada proses value creation di pengembangan bisnis. Kami bantu ekspansi dan sinergi dengan menghubungkan ke banyak pemangku kepentingan.

Kelima, kami menghubungkan [portofolio] ke jaringan ke anak usaha Mandiri, seperti Mandiri Sekuritas. Jaringan [anak usaha] ini dapat mendukung startup untuk melakukan fundraising, merger and acquisition (M&A), atau exit melalui IPO. Sebelumnya, Mandiri Sekuritas pernah menjadi penjamin emisi (underwriter) pada IPO GoTo dan Bukalapak.

Selain itu, kami juga memiliki program matchmaking Xponent untuk mendorong Mandiri Group agar dapat ter-expose ke digital platform yang lebih inovatif.

Apa tujuan utama dari program Xponent?

J: Program ini murni ingin membantu dua pihak, yakni Mandiri menjadi inovatif dengan leveraging platform digital dan platform memanfaatkan Mandiri untuk mendorong bisnisnya. Ini murni sebuah acara matchmaking untuk menghasilkan kesepakatan bisnis. No investment involved. Kami tidak undang investor, tetapi unit bisnis dan startup.

Tentu saja, MCI sambil melihat, kira-kira mana yang bisa ditindaklanjuti. Makanya, saya garis bawahi MCI berinvestasi pada startup yang membawa valueA lot of money out there, economy is a bit slow, so good deals tidak terlalu banyak.

Kami menyadari ada shifting terjadi. Kami harus fokus pada startup yang sudah memiliki path to profitability atau profitable. Mereka harus tumbuh, tapi bukan berhenti karena sudah profitable. Startup yang sudah profitable harus mereplikasi model bisnis ke area atau produk lain. Artinya, mendorong pertumbuhan yang memiliki dampak positif ke bottom line. Kami ingin mereka menjadi a self-sustain company. Pertumbuhan tetap dikejar, bukan berarti berhenti.

Pada akhirnya, startup harus mencari model yang tepat, pahami model bisnisnya, dan lakukan ekspansi. We will help you expand.

Apakah ada portofolio baru yang akan diumumkan selanjutnya?

J: Kami akan mengumumkan dua portofolio di sektor aquaculture dan FMCG supply chain pada kuartal keempat ini. Selain itu, kami juga sedang menjajaki peluang di sektor autotech, proptech, construction tech, dan biotech. Ada banyak angle [di sektor ini], yang sedang kami lihat adalah supply chain.

Di construction tech, kami juga mencari model supply chain; dari prinsipal, toko bangunan, kontraktor, dsb. Supply chain di Indonesia masih belum efisien, tidak ada transparansi, dan prosesnya kompleks. Kami ingin empower mereka menjadi bagian dari ekosistem, tetapi memberikan margin yang lebih efisien. Teknologi memberdayakan bisnis, bukan sebaliknya. Kita harus punya bisnis dulu, baru di-empower oleh teknologi.

Kemudian, biotech. Saat ini, [biotech] di Indonesia masih di tahap awal. Kami sedang mempelajari use case dan commercial viability. Kami belajar dari pemain biotech yang sudah ada, dari startup atau perusahaan teknologi. Bukan berarti kami langsung berinvestasi, justru kami belajar dari mereka. Kami pahami dulu industri dan tantangannya. Menganalisis industri harus menyeluruh, apalagi spektrum biotech sangat luas sekali. Ada microbio hingga DNA. Kami perlu lihat, mereka bisa sustain dengan [use case] mana dulu.

Untuk autotech, ada beberapa hal menarik. Pertama, supply chain. Kedua, kami adalah bagian dari konglomerasi di bidang keuangan, Mandiri memiliki perusahaan multifinance dan bank. Bagaimana caranya, kami bisa menemukan marketplace yang fokus pada multifinance. Kami tertarik berinvestasi ke multifinance marketplace. Selama ini pengisian data lewat form harus satu-satu, sedangkan pengisian data di marketplace hanya satu kali. Marketplace lebih nyaman untuk dealer dan multifinance. Tidak perlu menghubungi satu-satu.

Bagaimana rencana pembentukan thematic fund MCI selanjutnya?

J: Kami belum bisa disclose mengenai pembentukan thematic fund ini, tetapi ini berbeda dengan Merah Putih Fund. Rencananya, kami ingin berkolaborasi dengan VC atau institusi. Kami lagi ngobrol dengan beberapa.

Mengapa memilih theme-based? Kami melihat [VC] yang fokus di semua bidang atau sektor agnostik itu sudah banyak. Kami mau fokus pada tema spesifik. Kami ingin dapat membantu ekosistem mereka. Ujung-ujungnya, kami harus create value. Semoga, [thematic fund] bisa terealisasi tahun depan.

Bagaimana Anda menanggapi industri startup Indonesia di situasi saat ini?

J: Pada dasarnya, startup adalah bisnis. [Pelaku startup] mengidentifikasi masalah dengan skala pasar yang cukup besar. Jangan mengidentifikasi masalah hanya di level kecamatan atau RT saja. Dengan itu, cobalah ciptakan solusi.

Namun, [menciptakan solusi] tidak semudah, “I have an idea, let’s develop full version”. Di antara idealism dan practicality, pasti ada disparity. Lakukan uji coba, mulai dengan skala kecil dengan sedikit modal, hingga memperoleh Minimum Viable Product (MVP). Ketika MVP jalan, baru kembangkan full-face product.

Begitu Anda punya full-face product dan mencapai product-market fit, artinya Anda sudah memvalidasi masalah. Anda tweak apa model bisnisnya, bukan hanya produk saja. Misalnya, model berbasis langganan, transaksi, atau penggunaan. Setelah Anda menemukan model bisnis, Anda menemukan kecocokan pasar-produk, Anda memiliki profitabilitas, dan keberlanjutan. Itu yang dilupakan banyak pihak.

[Mindset] dulu, ketika pelaku bisnis konvensional bertemu, mereka berdiskusi tentang EBITDA, misalnya. Sementara, startup bicara soal seberapa besar valuasinya. Sekarang, startup sudah mulai pikirkan sustainable growth, itu kata kuncinya. Bukan berarti mengerem [pertumbuhan bisnis].

Bagaimana Anda melihat founder mentality dari awal pandemi hingga sekarang?

J: Pandemi—tanpa bermaksud mendiskreditkan health issue, it’s very unfortunate—mendorong transformasi digital lebih cepat. Selama pandemi, kita banyak memanfaatkan aplikasi untuk berbagai hal, seperti memesan makanan. Pola pikir kita telah bergeser.

Para founder memanfaatkan peluang digital [untuk menciptakan solusi]. Sayangnya, banyak [startup] yang belum siap [merespons] pertumbuhan tersebut. Mereka belum mencapai product-market fit dan model bisnisnya belum ketahuan. Memang mereka bisa memperoleh angka pertumbuhan, tetapi memiliki keberlanjutan tanpa model bisnis yang tepat.

Sekarang, pertumbuhan ekonomi mulai melambat. Saya tidak mau bilang resesi atau apapun karena situasi setiap negara berbeda-beda. Saya optimistis dengan Indonesia. Pemerintah melakukannya dengan baik dalam mengendalikan perlambatan ekonomi ini. Harus disadari bahwa Indonesia adalah negara konsumtif. Ngegas dan ngerem harus balance.Anda ingin mengendalikan inflasi tetapi Anda tidak ingin menghentikan pertumbuhan.

Lalu, bagaimana upaya menghadapi perlambatan ekonomi? Ini sesuatu yang baru. Kita tidak tahu mau ke mana, apa yang perlu dilakukan. Nah, mentality harus diubah. Pada [masa awal pandemi] kemarin ada banyak peluang di mana terjadi akselerasi transformasi digital. Saat ini, dari peluang tersebut, kita harus berupaya menjadikannya sebagai bisnis yang sustainable. 

Riset Populix: Layanan Telekonsultasi Diminati Masyarakat Indonesia untuk Penanganan Kesehatan Mental

Platform telekonsultasi merupakan salah satu channel yang banyak digunakan sejumlah orang di Indonesia dalam mengakses layanan kesehatan mental. Hal ini dipaparkan dalam laporan “Indonesia’s Mental Health State and Access to Medical Assistance” yang diterbitkan oleh startup platform riset pasar Populix.

Dalam rangka Hari Kesehatan Mental Sedunia 2022, Populix mengadakan survei dengan jumlah responden 1.005; terdiri dari laki-laki dan perempuan di segmen usia mulai dari 18 hingga 54 tahun di Indonesia.

Dalam temuannya, layanan kesehatan mental diakses melalui sejumlah cara antara lain konsultasi dengan pskiater/psikolog di fasilitas kesehatan terdekat (61%), memakai aplikasi telekonsultasi (54%), bergabung dengan grup komunitas yang fokus pada kesehatan mental (38%), dan berbicara dengan pemuka agama (36%).

Sebanyak 87% responden mengaku memakai aplikasi untuk telekonsultasi layanan kesehatan mental karena mudah diakses, sebanyak 76% mengaku dapat dipakai di mana dan kapan saja, 63% memilih karena biaya terjangkau, alasan keamanan informasi terjamin (61%), dan mencari solusi tepat (40%).

Adapun, sebanyak 46% responden tersebut menghabiskan biaya kurang dari Rp100 ribu untuk menggunakan telekonsultasi layanan kesehatan mental, diikuti biaya berkisar Rp100 ribu-Rp250 ribu (42%), Rp250 ribu-Rp400 ribu (97%), dan di atas Rp400 ribu (5%).

Dua faktor utama pemicu gangguan kesehatan mental ini di antaranya adalah masalah finansial (59%) dan merasa kesepian (46%). Selain itu, alasan lain yang memicu adalah faktor tekanan pekerjaan (37%) dan trauma masa lalu (28%).

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan pandemi Covid-19 telah memperburuk kondisi kesehatan mental dunia serta menciptakan krisis global yang berdampak pada kesehata mental jangka pendek dan jangka panjang. Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu isu kesehatan yang mendapat banyak perhatian besar di dunia.

Mengacu laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 19 juta penduduk di Indonesia di segmen usia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, sedangkan lebih dari 12 jtua penduduk di usia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

“Berbagai masalah seperti kondisi perekonomian yang tidak menentu, rasa kesepian setelah sekian lama menjalan pembatasan sosial, tuntuan pekerjaan, hingga masalah hubungan yang timbul di masa-masa ini, turut memengaruhi kesehatan mental banyak orang,” ungkap Co-founder dan COO Populix Eileen Kamtawijoyo dalam keterangan resminya.

Startup fokus di mental wellness

Perkembangan informasi tak dimungkiri ikut memicu peningkatan awareness terhadap pentingnya kesehatan mental di Indonesia. Masyarakat menjadi lebih mudah untuk mengakses layanan kesehatan mental secara virtual dengan semakin berkembangnya platform penyedia layanan serupa.

Sejumlah Venture Capital (VC) terkemuka juga mulai melirik startup yang  fokus terhadap mental wellbeing, seperti Riliv, Bicarakan.id, Ami, hingga Maxi . Menariknya, layanan yang ditawarkan tak hanya untuk individual saja, tetapi ada yang fokus pada segmen pasar pekerja profesional.

Bagi Co-founder Ami Justin Kim, pertumbuhan ekonomi yang cepat di Indonesia berpotensi memicu peningkatan stres di sebagian tempat kerja. Adapun, pekerja di Asia adalah pekerja paling stres di dunia dengan akses buruk terhadap sumber daya manajemen stres.

Kini muncul generasi baru karyawan yang lebih berorientasi pada nilai dibandingkan generasi pendahulu mereka. Generasi baru ini mencari lingkungan kehidupan kerja yang benar-benar holistik, otentik, dan seimbang.

Startup Insurtech Asal Singapura “Bolttech” Akuisisi Axle Asia, Perkuat Kehadiran di Indonesia

Startup insurtech asal Singapura Bolttech mengakuisisi kepemilikan saham mayoritas perusahaan broker asuransi Indonesia, yakni PT Axle Asia. Dengan aksi korporasi ini, Axle Asia resmi menjadi anak usaha dan selanjutnya akan melakukan rebranding.

Dalam keterangan resminya, akuisisi ini menjadi strategi untuk mengakselerasi distribusi kapabilitas Bolttech di Indonesia dalam menawarkan produk asuransi sekaligus melengkapi solusi bisnis existing.

Group CEO Bolttech Rob Schimek mengungkap, misi perusahaannya adalah membangun ekosistem perlindungan dan asuransi berbasis teknologi di dunia. “Angka pertumbuhan di Indonesia termasuk yang paling tinggi di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan ini membuka peluang bagi solusi-solusi insurtech dalam memenuhi kebutuhan konsumen lokal dan rekanan bisnis yang berubah secara dinamis,” ujarnya.

Diketahui, Bolttech tengah gencar mendorong ekspansi layanannya dengan mengakuisisi dua perusahaan di bidang asuransi selama hampir dua tahun terakhir. Bolttech mencaplok I-surance (Spanyol) di 2021 dan Ava Insurance Brokers (Singapura) di awal 2022.

Bolttech memperoleh status unicorn dalam kurun waktu 15 bulan sejak berdiri pada April 2020. Pendanaan Bolttech telah didukung oleh sejumlah investor, termasuk Alpha Leonis Partners, Dowling Capital Partners, B. Riley Venture Capital.

Sementara, Axle Asia adalah perusahaan broker asuransi berbasis di Jakarta yang berdiri di 2008. Axle Asia merupakan anak usaha dari aliansi strategis antara Axle Indonesia dan PT True Capital.

Komisaris Axle Asia Junaedy Ganie mengatakan, platform Bolttech saat ini memiliki posisi terdepan untuk membentuk masa depan distribusi asuransi. “Akuisisi ini akan memperkuat komitmen kedua perusahaan dalam menghasilkan inovasi dan menawarkan lebih banyak pilihan asuransi pada konsumen di Indonesia secara lebih cepat,” ungkapnya.

Adapun, pasca-akuisisi Axle Asia, Bolttech telah menunjuk Srinath Narasimhan sebagai General Manager untuk mengawasi pertumbuhan Bolttech di Indonesia.

Bolttech kini memiliki lebih dari 800 rekanan distribusi dan 200 perusahaan asuransi dalam jaringannya, serta resmi terdaftar pada 36 jurisdiksi internasional. Bolttech juga telah menawarkan premi asuransi bernilai lebih dari $50 miliar di seluruh dunia. Layanannya telah menjangkau 30 pasar di tiga benua, yakni Amerika Utara, Asia dan Eropa.

Pasar asuransi

Peluang untuk mendigitaliasi sektor asuransi masih sangat besar di Indonesia mengingat penetrasinya masih sangat rendah. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), tingkat penetrasi asuransi jiwa saja di Indonesia pada 2020 berkisar 1,2%, tertinggal dari Thailand (3,4%), Malaysia (4%), Jepang (5,8%), Singapura (7,6%), dan Hong Kong (19,2%).

Rendahnya penetrasi asuransi salah satunya dikarenakan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang minim. Mengacu Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) di 2019, tingkat inklusi keuangan di Indonesia memang telah mencapai 76,19% dan tingkat literasi keuangan menyentuh 38,03%. Namun, tingkat inklusi asuransi baru sebesar 13,15% dan tingkat literasinya 19,4%.

Sejumlah startup insurtech berupaya mengambil kue dari peluang pasar dengan menawarkan nilai proposisi yang berbeda-beda. Salah satu pemain insurtech lama, Qoala memosisikan platformnya untuk segmen retail. Sementara, Aigis membidik segmen bisnis melalui layanan manajemen asuransi yang dipadukan dengan fitur wellness. 

Ada pula Rey Assurance yang mengklaim sebagai platform penyedia asuransi jiwa dan kesehatan pertama yang terintegrasi dengan ekosistem kesehatan dan wellness.

Jaring Pangan Dapat Pendanaan Pra-Seri A dari Gayo Capital, Akan Realisasikan Token Komoditas di 2024

Startup rantai pasok komoditas Jaring Pangan (JaPang) mendapat pendanaan pra-seri A sebesar $11,5 juta atau 175 miliar Rupiah dari Gayo Capital. JaPang akan memperkuat pasokan komoditas di sektor hulu (upstream) sebagai strategi kunci menuju pengembangan token komoditas (commodity token) di 2024.

DailySocial.id berkesempatan berbincang eksklusif dengan JaPang; Co-founder Tjong Benny dan Edison Tobing, Executive Chairman Ivan Arie Sustiawan, serta Gayo Capital; Co-founder dan Managing Partner Ishara Yusdian dan Investment Principal Eldo Wana Kusuma.

Disampaikan Ishara, Gayo Capital memiliki komitmen investasi sebesar $11,5 juta dengan menggabungkan antara debt financing dan equity. Investasi akan dikucurkan secara bertahap di mana fokus utama tahun pertama adalah memperkuat cakupan pasokan komoditas di Pulau Jawa.

Hal ini untuk memperkuat posisi JaPang dan mitra di sektor hulu dalam membangun dan mengendalikan sekitar 10% dari volume transaksi komoditas di wilayah terkait melalui kolaborasi dan/atau akuisisi mitra di sektor hulu. Strategi ini akan memperkuat underlying dari token komoditasnya nanti.

Sebelumnya pada akhir 2021, JaPang telah mendapat suntikan investasi awal (seed) senilai $500 ribu yang merupakan gabungan dari para pendiri dan sejumlah angel investor.

“Kami memiliki tiga lapis assessment risk untuk menentukan apakah startup dapat tumbuh, mencapai profitabilitas, dan punya exit path. Kami mulai dari debt financing, misalnya, tiga bulan pertama harus capai zero NPL. Ini penting untuk memastikan investasi dapat diputar menjadi GMV, opex, dan lainnya. Kemudian diputar lagi pada bulan berikutnya sampai 12-18 bulan ke depan,” tutur Ishara.

Selain memperkuat 10% kontrol supply chain pada wilayah yang ditargetkan, pihaknya berharap pertumbuhan bisnis dari mitra downstream (JaPang Warung Rakyat/JAWARA dan Juragan) juga tercapai. “Kami meyakini Japang dapat memiliki confidence level lebih dalam debut penawaran token komoditas dengan mitra strategis yang direncanakan apabila strategi KPI tersebut terpenuhi,” tambahnya.

Pada pendanaan kali ini, Ishara Yusdian juga masuk sebagai Strategic Advisor di JaPang. Dengan pengalamannya sebagai serial investor dan corporate venture builder di Amerika Utara, Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, ia akan membantu memperkuat model bisnis dan operasional JaPang hingga siap menuju Sustainable Web3.

Sementara, Tjong Benny mengatakan pihaknya fokus mendigitalisasi sektor pertanian dan peternakan agar sejalan dengan visinya menjaga pasokan pangan di Indonesia. Ada dua segmen pasar yang dibidik, yakni B2B dan B2B2C untuk memberdayakan pelaku UMKM dengan produk utama beras, daging, dan ayam.

Produk ini dipilih mengingat potensi pasarnya besar, yakni potensi konsumsi beras nasional mencapai $22 miliar di 2020, sedangkan daging dan ayam nasional mencapai $6,3 miliar. Japang juga menyediakan bahan pokok makanan lainnya, yakni telur, gula, dan garam.

“Awalnya, kami mulai dengan B2B melalui strategi private label untuk masuk ke pasar. Memang traction B2B besar, tetapi belum bisa merata atau sustainable. Namun, kami melihat kebutuhan masyarakat sangat besar. Kami bergerak ke B2B2C agar dapat menjangkau lebih banyak user. Untuk skala pasar Indonesia, segmen ini kurang tersentuh,” jelasnya.

Kuasai 10% pangsa

Saat ini, JaPang baru mencakup sekitar 2%-3% permintaan pasokan di Jabodetabek dan Surabaya, itu pun dipenuhi oleh lini B2B2C JaPang Warung Rakyat (JAWARA). Menurut Ishara, dengan jumlah mitra RMU yang dimiliki saat ini, Japang dapat berpotensi memenuhi 10% dari permintaan commodity trading di kawasan tersebut.

“Jika dikalkulasi dalam 1-3 tahun ke depan, Japang bisa menjadi referensi index pricing berdasarkan transaksi yang terjadi. Maka itu, kami ingin JaPang engage dengan strategic partner yang dapat menjangkau pemain upstream. Sulit untuk menguasai 10% [pangsa] commodity trading kalau tidak bermitra dengan pelaku upstream,” lanjutnya.

Ivan Arie Sustiawan menambahkan, JaPang akan menambah jumlah sourcing pasokan mereka untuk memastikan ketersediaan supply dan demand dapat terpenuhi sesuai roadmap. JaPang kini telah bekerja sama dengan 10 rice milling unit (RMU), 3 rumah patok ayam, dan 2 kandang telur.

Selain itu, JaPang juga akan bekerja sama dengan penjamin komoditas (off-taker) untuk jangka panjang, baik dari BUMN maupun sektor swasta. Pada komoditas beras misalnya, produksi penggilingan padi oleh mitra RMU hanya untuk JaPang. Penambahan jumlah RMU juga akan bergantung dari milestone JaPang ke depan.

“JaPang tak hanya membidik sebagai pemimpin di pasar commodity trading, tetapi juga menjadi market maker. Kenapa memperkuat sisi upstream? Siapa pun yang bisa lock suplai di upstream, bisa menjadi market maker. Itu yang kami lakukan, baik itu beras, ayam, atau telur. Semoga bisa tercipta kestabilan harga dan jaminan ketersediaan,” ujarnya.

Token komoditas JaPang

Upaya JaPang untuk memperkuat pasokan dari sektor hulu dalam dua tahun ke depan menjadi langkah strategis untuk merealisasikan pengembangan token komoditas (commodity token) di 2024. Pengajuan lisensi ke Bappebti dan peluncuran token ini juga dilakukan secara bertahap sambil mengikuti perkembangan regulasi terkait.

Menurut Japang, commodity token justru memiliki underlying operation yang nyata dibandingkan dengan aset kripto, seperti Bitcoin atau Ethereum. Dalam kasus ini, JaPang fokus pada rantai pasok komoditas bahan pokok sebagai underlying. Token ini dapat menjadi salah satu cara bagi masyarakat yang tidak punya akses layanan keuangan untuk mencari modal usaha.

“Kami harap dapat menjadi yang pertama [meluncurkan token komoditas di Indonesia] karena kami sudah ada konsep dan kriteria. Staple food akan menjadi salah satu faktor utama kami menciptakan tokenomic. Apabila terwujud, ini bisa menjadi game changer di staple food. Kita tidak lagi bicara social commerce atau grocery karena harganya akan bergantung pada commodity token itu,” tambah Ivan.

Token komoditas bukanlah hal baru. Di 2017, ada sebuah proyek penggalangan dana bernama Bananacoin (BCO) yang diinisiasi pengembang asal Rusia untuk perkebunan pisang di provinsi Vientiane, Laos. Mengacu sejumlah sumber, harga BCO dipatok senilai $0,50 pada Initial Coin Offering (ICO). Untuk memastikan BCO bernilai, setiap token mengacu pada harga satu kilogram pisang di pasar.

“Sebelum masuk ke tokenomic, kami harus mencapai beberapa hal, termasuk target 10%. The closer we get there, ini akan menjadi kekuatan dalam proposal bahwa underlying kami sudah bisa represent komoditas supply chain, sehingga kami–bukan menentukan harga–berpartisipasi pada index pricing itu sendiri. Ini akan membuat stablecoin bisa di-exchange,” tutur Edison Tobing.

Sustainable Web3

Lebih lanjut, Ishara menuturkan sejak setahun terakhir Gayo Capital tengah mengeksplorasi potensi bisnis, terutama agritech, yang dapat dibawa ke jenjang Web3. Pihaknya mulai mengubah tesis investasinya di mana fokus utama tetap pada sektor impact. Namun, pihaknya membatasi investasi startup di sektor hulu yang modelnya masih tradisional.

“Di Gayo Capital, we will still focus on our part which is impact. Namun, kami ingin melihat portfolio mana yang sekiranya punya benang merah untuk kami embark ke Web3. That’s why our new investment thesis kita namai Sustainable Web3,” ungkapnya.

Menurutnya, JaPang siap melangkah menuju sustainable Web3 karena memiliki model bisnis yang baik dan bermain pada rantai pasok komoditas yang banyak dikonsumsi orang Indonesia. Baik beras, ayam, dan telur, punya trading cycle yang sangat tinggi atau bisa mencapai empat kali perputaran di pasar per minggu, per bulan, hingga per tahun.

Sementara itu, Eldo Wana Kusuma menambahkan inisiatif ini menjadi langkah besar untuk mendorong transparansi agrikultur di Indonesia. Apalagi pihaknya telah melihat sejumlah tantangan yang dialami pelaku agri di lapangan, salah satunya adalah kecurangan harga pada hasil panen petani oleh pihak ketiga.

“Kami melihat [commodity token] ini sebagai sustainable token, bukan yang bisa ‘digoreng’ sesuka hati. Commodity token tidak akan menggantikan fungsi P2P atau layanan inklusi keuangan. Idenya adalah [mendorong] transparansi harga komoditas. Token beras, misalnya, akan selalu diperbarui sesuai harga pasar di dunia. Real time.” Tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Grab Kejar Profitabilitas, Dorong Bisnis “On-demand Grocery” dan Bank Digital di Indonesia

Baru-baru ini petinggi Grab Holdings Limited (NASDAQ: GRAB) membagikan proyeksi kinerja keuangan dan strategi perusahaan untuk menuju profitabilitas. Target utamanya adalah menjadi ekosistem superapp terbesar dan platform on-demand paling efisien di Asia Tenggara.

Sebagaimana dirangkum dalam laporannya, Grab masih mencatat rugi sebesar $1 miliar atau Rp15,3 triliun di semester I 2022, tetapi turun dari rugi di periode sama tahun lalu sebesar $1,46 miliar atau Rp22,3 triliun. Total Segment Adjusted EBITDA di semester I 2022 rugi $94 juta atau Rp1,43 triliun, dari untung $21 juta atau Rp319 miliar di semester I 2021.

Adapun, di kuartal II 2022 saja, Grab melaporkan sebanyak 62% dari total pengguna memakai dua atau lebih layanan atau naik dari 12% di 2018. Selain itu, sebanyak 69% dari mitra roda dua Grab melayani pesanan transportasi dan food delivery. Di 2021, Grab mengantongi sebesar $8,9 miliar atau tumbuh 24% dari tahun sebelumnya yang dihasilkan oleh mitra driver, delivery, dan merchant.

Co-Founder dan CEO Grab Anthony Tan mengaku bahwa perusahaan telah berupaya keras untuk mengejar profitabilitas dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan. Maka itu, pihaknya telah menyiapkan rencana baru yang akan mencerminkan berbagai rencananya menuju keuntungan.

“Sepuluh tahun dan sepuluh miliar perjalanan kemudian, kami merasa baru mencapai permukaannya saja dalam mendorong kemajuan di Asia Tenggara. Kami meyakini ada runway pertumbuhan besar di depan kami untuk melayani kawasan ini, dan kami berada di posisi yang baik dengan sumber daya yang dimiliki saat ini. Kami akan memanfaatkan kekuatan ekosistem superapp untuk menegaskan kepemimpinan kami di Asia Tenggara, tetapi sambil terus mengoptimalkan biaya yang dimiliki,” jelasnya.

Proyeksi dan rencana selanjutnya

Grab menyiapkan sejumlah rencana solid  untuk mendorong pertumbuhan seluruh lini bisnisnya, mulai dari program berlangganan GrabUnlimited, GrabForBusiness, online grocery, kemitraan lokal, dan iklan. Kemudian, Grab berencana ekspansi GXS Bank ke Malaysia dan Indonesia pada 2023, bank digital ini baru saja meluncur di Singapura. Adapun, operasional GXS Bank ditargetkan breakeven pada 2026.

Pihaknya memahami bahwa pasar UMKM dan pekerja gig di Asia Tenggara kurang terlayani oleh bank tradisional. Dengan memiliki data seperti perilaku penggunaan pada superapp dan pendapatan mereka, pihaknya dapat memperluas layanan perbankan secara akurat.

“Pada saat yang sama, kami juga meluncurkan teknologi eksklusif untuk meningkatkan efisiensi platform bagi merchant dan mitra driver kami. Kami juga berencana fokus pada layanan fintech sehingga dapat melayani pelanggan dengan baik melalui peluncuran digibank,” ungkap Chief Operating Officer Grab Alex Hungate.

Grab menargetkan Group Adjusted EBITDA pada semester II 2022 mencapai $380 juta atau naik 27% dari semester sebelumnya. Perusahaan juga membidik breakeven pada Group Adjusted EBITDA dapat tercapai di semester II 2024. Dari sisi pendapatan, Grab memproyeksikan pendapatan tahun ini mencapai $1,3 miliar. Tahun depan, Grab menargetkan pendapatannya tumbuh 45%-55% (YoY) dengan constant currency basis.

Di tahun ini, Grab memperkenalkan inisiatif baru bernama Just-in-Time Allocation yang bertujuan meningkatkan akurasi perkiraan waktu pada layanan food delivery dan memungkinkan pengemudi memenuhi lebih banyak pesanan. Per Juli 2022, Grab mencatat ada sekitar 12 juta menit waktu tunggu mitra driver yang berhasil dihilangkan dibandingkan Februari 2022.

Per Agustus 2022, ada sekitar 22% pengurangan waktu tunggu untuk mitra delivery, 19% batch job, dan 11% perjalanan per jam transit dibandingkan kuartal IV 2021.S

Grab juga akan menambah jumlah merchant 40% lebih banyak dibandingkan 2020, dengan mengembangkan self-serve tools dan fitur automasi lain. Di samping itu, Grab akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan mitra driver di tahun mendatang.

Gandeng Trans Retail

Terbaru, Grab juga mengumumkan kemitraannya dengan raksasa hypermarket chain PT Trans Retail Indonesia milik CT Group untuk menawarkan layanan grocery berbasis on-demand. Pada layanan ini, Grab juga beroperasi di Malaysia dengan mengakuisisi Jaya Grocer.

Menurut perusahaan, kemitraannya bersama Trans Retail dapat menciptakan cost-sustainable dalam membangun platform on-demand untuk mobilitas dan pengiriman on-demand paling efisien. Selain itu, pihaknya dapat meningkatkan skala bisnis on-demand grocery dengan memanfaatkan keahlian yang dimiliki Trans Retail Indonesia pada aset retail, warehouse, dan daya beli.

Saat ini, Trans Retail Indonesia memiliki lebih dari 110 hypermarket dan supermarket yang tersebar di 28 kota di Indonesia. Pada sinerginya, baik Grab dan Trans Retail Indonesia akan melakukan integrasi dua arah. Trans Retail akan menghubungkan layanan utama Grab ke seluruh gerai miliknya, sedangkan Grab akan memanfaatkan infrastruktur hypermarket Trans Retail untuk beroperasi dengan biaya lebih rendah. Salah satunya adalah menutup dark store dan dan memindahkan operasionalnya ke Trans Retail.

Sebagai informasi, Trans Retail Indonesia juga mengoperasikan layanan online grocery AlloFresh melalui perusahaan patungan yang didirikan bersama PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) , dan Growtheum Capital Partners (investor AlloBank).

Application Information Will Show Up Here

Willson Cuaca: Startup di Asia Tenggara Tidak Akan Bisa Menjadi Unicorn Tanpa Indonesia

Pada sesi BUMN Startup Day 2022 Senin (26/9) kemarin, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca membagikan banyak pandangan dengan gaya khasnya, yakni melalui analogi-analogi unik.

Pandangan-pandangan ini masih berkaitan dengan potensi ekonomi digital di Indonesia dan perubahan industri startup Indonesia di era pra dan pasca-pandemi Covid-19.

Tren yang muncul dari pandemi

Willson menilai terjadinya inflection point cukup berdampak terhadap perkembangan industri startup di Indonesia. Jika dulu startup bisa membutuhkan waktu hingga enam bulan untuk mendapat sekitar 30.000 unduhan aplikasi, kini startup bisa mencapai satu juta unduhan hanya dalam satu bulan.

Implikasi lainnya, pandemi Covid-19 mengubah perilaku pengguna dan mempercepat bagaimana proses edukasi pasar. Alhasil, adopsi digital tak hanya terjadi pada early adopter saja, tetapi justru lebih dari itu. Kalangan orang tua yang cenderung bukan digital native, bahkan bisa menggunakan aplikasi Zoom.

Kemudian, ia juga mengidentifikasi dua jenis model bisnis startup selama masa pandemi ini. Pertama, startup yang dapat solving problem pada pra dan pasca-pandemi. Kedua, startup yang seolah-olah model bisnisnya hanya cocok di masa lockdown pandemi saja.

Kendati demikian, ia menekankan ada atau tidaknya pandemi Covid-19, ekonomi digital Indonesia akan tetap bertumbuh. Era pra dan pasca-pandemi justru akan menentukan bagaimana suatu startup dapat bertahan dan tetap relevan. Maka itu, penting untuk melihat apakah problem statement yang dikembangkan oleh dapat bertahan selama pandemi atau pasca-pandemi.

Membangun bisnis teregulasi dan beretika

Di masa awal fenomena investasi startup, Willson menyebut VC memulai dengan blank paper mengingat bisnisnya masih tergolong baru. VC terbilang tidak didukung dengan data, hanya sebatas ide. Lalu, sebagai venture capitalist, bagaimana Willson menuntut pertumbuhan dari portofolio startup yang bisnisnya belum teregulasi? Bagaimana membuat keputusan bahwa mungkin sebuah startup dapat mencapai kesuksesan suatu hari?

Ia menilai, setiap pelaku startup tetap harus mengejar pertumbuhan, tetapi dalam lingkungan yang teregulasi. Bagaimana pun juga VC mengacu pada metrik pertumbuhan tinggi. Maka itu, untuk mencapai hal tersebut, VC perlu membuat semacam playbook sendiri dengan menggunakan sejumlah komponen, seperti Environmental, Social, dan Corporate Governance (ESG).

Komponen tersebut dapat menjadi lensa pengambilan keputusan sehingga investor tidak mengulang kesalahan di masa lalu. Menurutnya, VC perlu meregulasi diri di internal sehingga dapat mendorong startup yang inklusif, win-win solution, dan mampu men-encourage hal-hal positif.

Di samping itu, pelaku startup juga perlu mengambil risiko, tetapi tetap membangun bisnis beretika. Penting untuk digarisbawahi, bagi Willson startup harus bisa menguasai bisnisnya sendiri sebelum mendisrupsi.

“Mantra startup ‘lebih baik minta maaf, daripada minta izin’ masih berlaku. Analoginya begini, apa perbedaan U-turn di Singapura dan Indonesia? Di Singapura, orang melihat tanda dulu, baru belok. Artinya, mereka berinovasi dalam kerangka tertentu. Di Indonesia, mereka mencari yang tidak ada tanda, lalu belok. Mereka berinovasi dulu dan tidak dalam suatu kerangka karena kerangkanya belum tentu ada–tetapi tetap sesuai etika,” paparnya.

Learn how to learn

Willson mengungkap bahwa Indonesia sedang menuju masa keemasan digital dengan potensi sangat besar. Ia membandingkan PDB per kapita di India hanya sekitar $1.000, padahal populasinya menembus 1,4 miliar jiwa. Namun, PDB per kapita Indonesia justru mencapai $4.000 dengan populasi 250 juta. Artinya, spending di Indonesia lebih banyak sehingga potensi startup untuk menjadi profitable juga lebih besar.

“Kita tidak boleh low self-esteem dari negara lain. Investor di India dan Korea Selatan berbondong-bondong ke Indonesia karena kita ekosistem terbesar di Asia Tenggara. Nilai ekonomi digital di Asia Tenggara sekitar Rp2 triliun, Indonesia sumbang Rp1 triliun. Startup di Asia Tenggara tidak akan bisa jadi unicorn tanpa Indonesia. Setidaknya harus punya sedikit [kontribusi pasar] dari Indonesia. Kita harus percaya diri,” ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi digital tersebut bukan terjadi dalam semalam saja. Menurutnya, tanpa sadar Indonesia telah membangun infrastruktur digital selama satu dekade, mulai dari e-commerce, payment gateway, warehouse, hingga last mile delivery.

Dengan perkembangan infrastruktur yang semakin matang, startup justru lebih mudah memonetisasi bisnisnya karena memanfaatkan berbagai API yang sudah ada. Willson juga menekankan agar founder tidak terlena dan tetap terus belajar seiring berkembangnya bisnis mereka.

“Dalam skala 0 sampai 1.000, 1.000 sampai 10.000, hal yang terpenting buat founder adalah kemampuan belajar. Ketika founder membuat produk, mereka harus belajar leadership, governance, atau management. Ketika startup mencapai skala 1.000, founder harus belajar corporate structure sampai people culture. Ketika mencapai skala 10.000, founder tidak lagi terlibat di operasional, mereka harus menjadi visioner,” tuturnya.

Kementerian BUMN Meluncurkan Tiga Dana Kelolaan untuk Investasi di Sektor Biotech, Energi, dan Agrikultur

Kementerian BUMN meresmikan peluncuran tiga dana kelolaan terdiri dari Bio Health Fund, Energy Fund, dan Agri Fund yang akan menjadi kendaraan investasi pada startup tahap early hingga growth di vertikal terkait. Tidak disebutkan berapa total komitmen investasi awal dari dana kelolaan ini.

Ketiga dana kelolaan tersebut akan disuntik dari PT Bio Farma, PT Pertamina, dan PT Pupuk Indonesia yang masing-masing akan membidik pendanaan di sektor biotech, energi, dan agrikultur di Indonesia. Sebelumnya, Bio Health Fund sudah lebih dulu diluncurkan pada Mei 2022 senilai $20 juta atau Rp292 miliar.

Adapun, peluncuran ini ditandai oleh penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) pada pembukaan BUMN Startup Day, Senin (26/9), oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir, dan Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman, serta CEO MDI Ventures Donald Wihardja.

Erick Thohir menuturkan ada dua jenis kendaraan investasi yang didirikan BUMN. Pertama, dana kelolaan Merah Putih Fund dengan komitmen investasi sebesar $300 juta untuk startup soonicorn/centaur atau valuasi mendekati $1 miliar. Merah Putih Fund didukung lima BUMN meliputi Telkom, Telkomsel, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Negara Indonesia. Kedua, dana kelolaan yang bersifat vertical-focused dengan inisiasi tahap awal dari Bio Health Fund, Energy Fund, dan Agri Fund.

(Ki-ka) CEO DailySocial.id Rama Mamuaya dan Menteri BUMN Erick Thohir pada pembukaan BUMN Startup Day, Senin (26/9) / DailySocial

Menurut Erick, Merah Putih Fund hadir untuk mengisi kekosongan pendanaan pada startup growth stage. Sementara, tiga dana kelolaan baru ini merupakan upaya transformasi BUMN dalam mencapai ketahanan di bidang pangan, kesehatan, dan energi untuk mendorong kekuatan ekonomi Indonesia.

Di samping itu, perusahaan yang terlibat masing-masing menawarkan kekuatan pada sinergi dan ekosistem, bukan hanya investasi. Bio Farma memiliki go-to market yang kuat, sedangkan Pertamina Power & New Renewable Energy (NRE) fokus terhadap pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Adapun, Pupuk Indonesia dapat mendorong ekspansi bisnis pangan di Indonesia.

“Indonesia merupakan negara penghasil pangan, tapi sinergi agrikultur masih cukup rendah dibandingkan sektor lain. Makanya kami coba bangun masyarakat digital, baru masuk ke pendanaan. Kami melihat pertumbuhan ekonomi harus didasari oleh pertumbuhan ekonomi baru. Sudah seyogyanya kita bersama-sama membangun ekosistem yang dirajut oleh sektor swasta, UMKM, dan BUMN. Ini baru langkah awal,” jelasnya.

Berdasarkan laporan CB Insights, ada lima alasan teratas startup mengalami kegagalan di antaranya salah membaca kebutuhan pasar (42%), kehabisan dana (29%), susunan tim tidak sesuai (23%), kalah berkompetisi (19%), dan harga atau biaya tanggungan (18%).

Membuka akses inovasi

Ditemui usai acara, CEO MDI Ventures Donald Wihardja mengaku belum dapat mengungkap alokasi dari dana kelolaan tersebut. Untuk saat ini, baik Bio Farma, Pertamina, dan Pupuk Indonesia masih bertindak sebagai Limited Partner (LP) utama. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk membuka akses terhadap LP lain di luar.

“Bagi kami yang penting bukan capital gain, tetapi apakah mereka dapat membawa sinergi, produk baru, ke induk usaha. Contohnya, Bio Health Fund itu untuk pharmaceutical product, sudah terlihat produk apa yang dipasarkan. Ini semua upaya Bio Farma untuk mencari inovasi produk baru,” terangnya.

“Investasi [tiga dana kelolaan] ini menyasar tahap seed sampai seri B dan C, tetapi ini vertical-focused ya. Berbeda dengan Merah Putih Fund yang fokus pada startup soonicorn. Saat ini belum dapat saya share, tetapi ada satu deal yang ingin ditandatangani dengan Bio Farma,” ungkap Donald.

Mengutip Bisnis.com, Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani menilai startup biotech belum dapat tumbuh optimal di Indonesia karena sejumlah faktor, seperti aturan yang kompleks dan kurangnya kompetitor.

Rata-rata pemain biotech dipegang oleh perusahaan besar dan konglomerasi. Sementara startup-startup berbasis riset membutuhkan waktu lebih lama untuk go-to market karena kurangnya pendanaan dan tidak punya kepastian pendapatan.

Telkomsel Memperkenalkan Program “T-Connext” untuk Memaksimalkan Pertumbuhan Ekosistem Digital

PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) memperkenalkan program T-Connext untuk menghubungkan ekosistem digital dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait. Program ini merupakan inisiatif perusahaan untuk memberikan exposure lebih besar bagi produk digital dan portofolio inovasinya ke venture capital (VC), inovator, hingga korporasi.

T-Connext terdiri dari serangkaian aktivitas yang menghubungkan partisipan VIP dari ekosistem Telkomsel dengan VC untuk memicu potensi kolaborasi atau pendanaan. Di sesi lanjutan juga diharapkan bisa mengekspos produk dan portofolio Telkomsel melalui kegiatan business matching, founder meet-up, dan workshop.

“Program T-Connext melengkapi ekosistem digital yang dimiliki Telkomsel sebagai digital-telco (digico) company. Kami harap program T-Connext dapat menjadi program berkelanjutan ke depannya,” ungkap VP Business Development dan Innovation Telkomsel Jockie Heruseon dalam sesi media update, Rabu (21/9).

T-Connext melengkapi inisiatif pengembangan inovasi digital yang selama telah dibangun Telkomsel. Sebagai informasi, kendaraan inovasi Telkomsel terdiri dari Telkomsel Innovation Center (TINC), TheNextDev, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI), Telkomsel Ekosistem Digital (INDICO) yang memiliki objektif berbeda-beda.

Adapun, TMI dan INDICO berdiri sebagai entitas terpisah di luar Telkomsel. TMI didirikan pada 2019, sedangkan INDICO sendiri baru diresmikan pada awal tahun ini. Jockie menyebut TINC menaungi sebanyak 36 portofolio TINC, TMI memiliki 17 portofolio, dan INDICO menaungi 3 portofolio startup.

Di samping itu, Jockie menjelaskan bahwa industri telekomunikasi memiliki peran sebagai penyedia infrastruktur jaringan dan menjadi enabler bagi keberlangsungan bisnis digital. Padahal, ada banyak aset yang dapat dimanfaatkan Telkomsel untuk mengakselerasi pertumbuhan digital di luar core business-nya sebagai penyedia jaringan telekomunikasi.

Ia juga menyoroti bagaimana program ini dapat membantu pelaku startup dan stakeholder terkait dalam memberikan market access; salah satu elemen penting yang banyak dicari. Akses terhadap pasar dapat membantu pelaku startup untuk menurunkan biaya akuisisi dan menekan tingkat burn-rate.

“Dengan semua yang telah dibangun, kami masih merasa kurang untuk mengoptimalkan aset-aset yang dimiliki Telkomsel. Maka itu, T-Connext dapat memberikan exposure lebih terhadap produk dan portofolio inovasi kami ke ekosistem eksternal. Mereka butuh bridging ke para VC,” tuturnya.

Ritel hingga enterprise

Kepada DailySocial.id, Jockie menambahkan bahwa acara post-event yang dilaksanakan nanti akan mengikutsertakan, tidak hanya portofolio startup, tetapi juga unit bisnis Telkomsel yang melayani segmen pelanggan ritel dan enterprise lintas sektor, seperti Maxstream dan DigiAds. Artinya, portofolio dan unit bisnis yang berpartisipasi sudah memiliki produk digital, bukan hanya sekadar ide saja.

Sejumlah startup dan portofolio Telkomsel yang mengikuti program T-Connext meliputi Feedloop, Klik Daily, Bizhare, Kecilin, Shinta VR, sekolah.mu, Kuncie, Telkomsel DigiAds, LinkAja, dan tSurvey.id.

Kemudian, investor maupun VC yang turut berpartisipasi terdiri dari TMI, Singtel Innov8, MDI Ventures, AC Ventures, Alpha JWC, East Ventures, Finch Capital, Indigo Capital, Indogen Capital, Insignia Ventures, Intudo Ventures, Kejora Capital, Vertex Ventures, Venturra Discovery.

“T-Connext lahir dari kegalauan kami di era pandemi karena semua menjadi disconnected, dan saat ini menjadi momentum tepat untuk reconnect. Kami ingin menunjukkan bahwa Telkomsel adalah perusahaan yang enak untuk diajak untuk bekerja sama.” Tutupnya.