MPC Jadi Identitas Baru PT Multipolar, Pertajam Fokus Investasi ke Industri Digital

PT Multipolar Tbk (MLPL), perusahaan yang memiliki fokus investasi pada sektor teknologi, ritel, finansial, serta digital milik Grup Lippo mengumumkan identitas barunya “MPC” serta transformasi strategi perusahaan untuk pertajam fokus ke ekonomi digital. Proses transformasi ini juga merupakan bentuk peningkatan komitmen perusahaan dalam mendukung dan mempercepat pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

Menurut laporan “e-Conomy SEA 2021” yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Co, nilai ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mencapai $70 miliar di tahun 2021. Laporan yang sama juga memprediksi ekonomi digital Indonesia akan terus tumbuh hingga mencapai nilai $330 milar pada tahun 2030, menjadikan Indonesia salah satu pusat ekonomi digital terbesar di dunia.

Adrian Suherman selaku Group CEO MPC mengungkapkan bahwa transformasi ke sektor teknologi sebenarnya telah dimulai perusahaan sejak tahun 2015 melalui investasi strategis di berbagai startup teknologi seperti OVO, Sociolla, dan Ruangguru melalui berbagai tahap pendanaan, baik secara langsung maupun melalui Venturra, salah satu perusahaan portofolio MPC.

Selama beberapa tahun terakhir Multipolar telah berinvestasi dan menjalankan portofolio bisnis digital di Indonesia dan Asia Tenggara melalui Venturra Capital. Salah satu portfolio mereka adalah Carro, marketplace mobil bekas yang pada tahun ini resmi mendapatkan status unicorn — Venturra memimpin pendanaan Seri A mereka. Hingga saat ini, MPC telah berinvestasi pada lebih dari 50 perusahaan teknologi di Indonesia.

“Transformasi MPC juga semakin mempertegas kepercayaan dan komitmen perusahaan untuk dapat merangkul lebih banyak startup lokal maupun regional yang memiliki kapasitas untuk memberdayakan dan membawa manfaat nyata bagi lebih banyak masyarakat Indonesia,” tambah Adrian.

Strategi dan target investasi

Dalam konferensi yang diadakan secara virtual, Adrian turut menjabarkan empat pilar utama yang digunakan perusahaan untuk mewujudkan visi perusahaan dalam memberdayakan lebih banyak perusahaan teknologi masa depan.

Pertama, perusahaan akan tetap fokus pada pendanaan startup tahap awal serta tahap lanjut. Dalam beberapa tahun ke depan, pasar modal Indonesia diprediksi akan didominasi oleh perusahaan teknologi. “Kami juga akan berpartisipasi dalam pra-IPO dan IPO market oleh perusahaan teknologi Indonesia,” tambahnya.

Selain itu, perusahaan juga berada di jalur yang tepat untuk membantu digitalisasi perusahaan-perusahaan portfolio, serta meningkatkan peran sebagai mitra lokal pilihan bagi perusahaan teknologi berskala global. Dalam kesempatan ini, MPC turut mengumumkan dua joint venture dengan dua perusahaan global ternama.

Bersama Ping An, menghadirkan layanan p2p lending Ringan yang menyediakan pinjaman dana cepat (cash loan). Lalu bersama Luno memperkenalkan platform transaksi aset kripto bagi masyarakat Indonesia.

Memasuki penghujung tahun 2021, MPC turut membagikan rencana investasi perusahaan ke depannya. Perseroan seperti diketahui tengah menggenjot investasi baru di area futuristik. Dengan berbagai macam sektor yang berpotensi besar untuk tumbuh di tahun 2022, perusahaan mengarahkan fokus pada empat sektor utama, yaitu retail, teknologi, kesehatan dan digital bank.

Dalam mengevaluasi, membangun, mengembangkan, dan mendanai berbagai perusahaan yang bergerak di bidang teknologi, MPC juga ditopang oleh dewan direksi berpengalaman luas. Selain Adrian Suherman, turut berperan beberapa nama yang tidak asing di dunia investasi seperti Rudy Ramawy, Fendi Santoso, Jerry Goei, dan Agus Arismunandar yang sebelumnya menjabat berbagai posisi kepemimpinan di perusahaan seperti Google Indonesia, Northstar Group, A.T. Kearney, OVO, dan Accenture.

Sebagai entitas yang juga telah terdaftar di bursa IDX, Multipolar dikenal memiliki lima kategori bisnis. Pertama, ritel konsumen yang terdiri dari PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), Timezone, Books & Beyond. Kedua, telekomunikasi terdiri dari PT Link Net Tbk (LINK), PT First Media Tbk (KBLV), PT Graha Teknologi Nusantara (GTN).

Ketiga, jasa keuangan terdiri dari PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU), Ciptadana, dan Sharestar Indonesia. Keempat, media, digital, dan teknologi terdiri dari PT Multipolar Technology Tbk (MLPT), VisioNet, Berita Satu Media Holdings, MBiz, Venturra, dDV, dan OVO. Kelima, industri terdiri dari Champion, PT Walsin Lippo Industries, dan NPI Mall Management.

AWS Berencana Investasi 71 Triliun Rupiah dalam 15 Tahun, Memperkuat Bisnis “Cloud” di Indonesia

Amazon Web Services (AWS) mengumumkan telah resmi membuka Region Indonesia, yakni AWS Asia Pasifik (Jakarta) Region. Pembukaan Region baru ini sejalan dengan rencana AWS untuk berinvestasi sebesar $5 miliar atau sekitar 71 triliun Rupiah dalam 15 tahun ke depan di Indonesia.

Disampaikan pada media briefing secara virtual, Country Manager AWS Indonesia Gunawan Susanto mengatakan bahwa komitmen investasi di Tanah Air diproyeksi menciptakan sebanyak 24.700 pekerjaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam skala makro, ungkapnya, AWS Asia Pacific (Jakarta) Region diestimasi dapat berkontribusi terhadap PDB Indonesia sebesar $10,9 miliar atau sebesar Rp155 triliun.

Studi Dampak Ekonomi Indonesia / Sumber: Amazon Web Services (2021)

Pasalnya, Region ini akan memampukan para pengembang, startup, wirausaha, perusahaan berskala besar, pemerintahan, hingga organisasi nirlaba untuk bertransformasi dan melayani pelanggan melalui berbagai digital.

“Maka itu, AWS berupaya untuk provide kebutuhan ini dengan melakukan berbagai pelatihan skill demi memperkuat talent lokal. Ini semua akan mendukung [bisnis] AWS di Indonesia, making the Region ready untuk memberikan pelayanan yang baik di Indonesia,” ungkap Gunawan.

Memperkuat Region Jakarta

Saat ini, AWS memiliki 84 availability zone di 26 wilayah geografis di dunia, dan berencana menambah 24 availability zone serta delapan AWS Region lainnya tahun depan.

Untuk kawasan Asia Pasifik, beberapa lokasi Region AWS tersebar antara lain di AWS Asia Pacific (Sydney) Region untuk Australia, Asia Pacific (Mumbai) Region untuk India, Asia Pacific (Singapore) Region untuk Singapura, dan Asia Pacific (Osaka) Region untuk Jepang.

Region merupakan kumpulan beberapa data center yang memungkinkan pelanggan beroperasi dan menyimpan data secara digital di Indonesia. DI Indonesia, AWS Asia Pacific (Jakarta) Region tersebar di tiga zona yang lokasinya dirahasiakan.

Adapun, AWS Region terdiri dari availability zone yang terletak cukup jauh satu sama lain demi mendukung kelangsungan bisnis pelanggan, tetapi dekat untuk menyediakan latensi rendah bagi aplikasi dengan kebutuhan tinggi yang memanfaatkan beberapa availability zone.

VP of Infrastructure Services AWS Prasad Kalyanaraman menambahkan bahwa adopsi cloud dapat membuka kesempatan bagi institusi, startup, perusahaan, hingga pemerintahan untuk mentransformasikan bisnisnya. Terlebih, AWS menawarkan sejumlah keunggulan, mulai dari biaya dan latensi lebih rendah serta meningkatkan agility.

Cloud membuka kesempatan bagi berbagai organisasi terlepas dari skala dan jenis bisnisnya, untuk mentransformasikan kegiatan operasional dan menghadirkan pengalaman yang menyeluruh bagi pelanggan,” paparnya.

Sebagai informasi, AWS resmi membuka kantornya di Jakarta pada 2018. Namun, AWS mencatat telah membantu lebih dari 1.700 startup di Indonesia untuk membangun dan meningkatkan skala bisnisnya. Beberapa perusahaan yang menggunakan layanan AWS antara lain PT Pos Indonesia (Persero), Tokopedia, Halodoc, dan MNC Group.

Sebagaimana diketahui, adopsi digital meningkat signifikan sejak pandemi Covid-19 di 2020. Hal ini dikarenakan segala pusat aktivitas mulai dialihkan ke digital sejalan dengan upaya pembatasan interaksi sosial, seperti melalui kebijakan Work From Home (WFH) dan Home Learning.

Berdasarkan riset World Economic Forum, sebanyak 91,7% di Indonesia telah menerapkan kebijakan remote working, sebanyak 58,3% di antaranya mengalami peningkatan otomasi pekerjaan. Adapun, cloud computing menjadi salah satu teknologi yang paling banyak diadopsi selama pandemi, yakni sebesar 95%.

OCBC NISP Hadirkan Kantor Cabang Berkonsep “Hybrid”, Fokus pada Penguatan Literasi Keuangan

Bank digital telah mengubah lanskap perbankan nasional, terlihat dari hampir semua aplikasi perbankan menawarkan kemudahan dan kepraktisan bertransaksi keuangan, termasuk transfer, investasi, bayar, semua diselesaikan lewat smartphone. Akan tetapi, tren peningkatan transaksi keuangan perlu dibarengi dengan literasi atau pemahaman keuangan yang baik.

Mengutip dari hasil riset OCBC NISP Financial Fitness Index, ditunjukkan bahwa generasi muda Indonesia termasuk salah satu negara terendah dengan indeks literasi keuangan yang rendah dengan rata-rata kesehatan finansial mencapai 37,72. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan Singapura yang mencapai 61.

Riset tersebut juga menunjukkan, sebanyak 14,3% anak muda yang terlihat berusaha menuju “sehat” finansial, namun nyatanya kondisi mereka masih belum ideal. Hal ini salah satunya dikarenakan pemahaman mereka yang masih tidak tepat terkait bagaimana mengelola keuangan.

Untuk mendukung peningkatan literasi ini, Bank OCBC NISP meluncurkan Financial Fitness Gym (FFG) dari Nyala OCBC NISP. Ini adalah bentuk disrupsi kantor cabang dengan menghadirkan konsep hybrid, transformasi layanan untuk edukasi dan solusi keuangan yang lebih kreatif dan efektif dengan pendekatan konsep gym dengan objektif melatih dan menguatkan otot-otot keuangan para generasi muda. Lokasi FFG pertama berada di Surabaya, tepatnya Mal Ciputra World.

FFG didesain menjadi tempat gym finansial dengan experiential learning environment, yang mana peranan kantor cabang telah di-upgrade tidak sekadar untuk transaksi, namun untuk melakukan eksplorasi kebutuhan finansial. Hampir seluruh kegiatan di FFG akan dipandu secara digital melalui ONe Mobile, aplikasi dari OCBC, mulai dari pembukaan rekening, transaksi perbankan, sampai dengan investasi.

“Tingginya transaksi digital harus didukung dengan literasi keuangan yang tepat agar solusi berbasis digital yang ditawarkan tidak mendorong perilaku konsumtif, tetapi mendorong terbentuknya masyarakat yang sehat secara finansial (Financially Fit). Dengan konsep hybrid service, masyarakat akan mendapatkan interaksi offline dan online dengan demikian penyampaian edukasi dan solusi keuangan akan semakin efektif,” ucap National Network Head Bank OCBC NISP Jenny Hartanto, Jumat (10/12).

Pengalaman konsumen saat memasuki kantor cabang ini, dimulai dari Financial Check Up Spot untuk mengetahui titik permasalahan keuangan dan apa solusi yang dibutuhkan. Di titik ini, pengunjung perlu mengisi sejumlah pertanyaan survei terkait kondisi keuangan, investasi, dan gaya hidup. Setelah itu, akan diberikan skor akhir dari masing-masing untuk mendapat gambaran keuangan seseorang secara keseluruhan.

“Sama seperti masuk gym, sebelum olahraga, pengunjung akan diukur berapa body mass-nya dan sebagainya dan ditanya apa concern dan tujuan mereka ikut gym. Sebab tiap orang itu punya masalah dan solusi yang berbeda-beda. Setelah itu, pengunjung akan dibantu oleh Nyala Buddy (sebutan expert dari OCBC) bila ingin bertanya langsung ke expert-nya.”

Konsep hybrid ini menggabungkan layanan online dan offline, mulai dari financial check up, personalized consultation melalui teknologi interactive touch screen, sampai kelas-kelas edukasi finansial yang dapat diikuti secara online dan offline di situs ruangmenyala.

Objektif yang ingin dibidik lewat kehadiran FFG ini adalah membantu meningkatkan pemahaman finansial (knowledge), memperbaiki kebiasaan manajemen keuangan (behavior), dan meluruskan mindset agar dapat mengambil keputusan keuangan yang tepat (attitude).

Jenny melanjutkan, alasan perusahaan memilih Surabaya sebagai lokasi pertama peluncuran FFG, lantaran di kota ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi sebesar 82,23 pada 2020, tingkat kemiskinan relatif rendah, yakni 5%, dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pencapaian tersebut harus diimbangi dengan pemahaman masyarakat yang baik tentang pengelolaan keuangan.

Kota berikutnya yang akan disambangi FFG, tak lain kota besar dengan IPM yang tinggi. Salah satunya adalah Jakarta pada tahun depan. “Sayang sekali dengan IPM yang tinggi di Surabaya tidak dimanfaatkan dengan maksimal dalam meningkatkan literasi keuangannya.”

Kapabilitas layanan digital, baik untuk nasabah individu dan korporasi di Bank OCBC NISP terus mendapat sambutan yang positif. Meski tidak dirinci lebih detail, hingga September 2021 layanan ONe Mobile untuk nasabah individu mengalami peningkatan jumlah transaksi sebesar 16%, nilai transaksi 17%, dan jumlah pengguna 21% secara YOY. Sementara, layanan velocity@ocbcnisp untuk nasabah korporasi, nilai transaksinya naik 69%, jumlah frekuensi transaksi 18%, dan jumlah pengguna 15% secara YOY.

“Peningkatan tren digital tidak berarti dapat langsung menggantikan esensi human interaction, bahkan perpaduan antara keduanya dapat menarik masyarakat untuk lebih aware pada pentingnya pengelolaan keuangan. [..] Seperti di FFG, perpaduan antara kekuatan perbankan digital, interaksi dengan coach berpengalaman dan keindahan desain kantor cabang membuat bicara tentang pengelolaan keuangan menjadi lebih menarik dan menyenangkan,” tutup Jenny.

Application Information Will Show Up Here

OVO dan BRI Umumkan Co-Brand Kartu Kredit “OVO U Card”

OVO menjadi perusahaan berikutnya yang mengumumkan co-branding kartu kredit dengan bank. Kali ini Bank BRI menjadi rekanan yang digandeng oleh  dalam menghadirkan “OVO U Card”. Kartu kredit ini menyasar generasi muda dan digital natives untuk memperoleh kemudahan akses bertransaksi secara digital.

Menurut hasil riset yang diungkap Brilio.net bersama dengan JakPat Mobile Survey, sebanyak 59% mayoritas generasi muda di Indonesia, khususnya kelas menengah ke atas, lebih menyukai transaksi nontunai, termasuk kartu kredit. Bahkan, sebanyak 63% generasi muda menyukai kebutuhan mereka akan kartu kredit, namun sebagian menyatakan bahwa mereka kesulitan dalam mendapatkan akses. Di tambah dari hasil survey BCG menyatakan, bahwa penetrasi kartu kredit di Indonesia tergolong masih rendah dengan kisaran 6%.

“Peluncuran OVO U Card mempertegas semakin eratnya sinergi antara industri perbankan dan fintech dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi pengguna milenial yang menjadi mayoritas, termasuk pengguna OVO yang 63% adalah milenial. Layanan dalam aplikasi OVO menjadi semakin lengkap dengan adanya integrasi seamless antara OVO dan BRI yang memungkinkan pengguna untuk mengatur transaksi OVO U Card secara penuh di aplikasi OVO,” ujar Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra dalam keterangan resmi, Senin (6/12).

OVO U Card dirancang sebagai produk yang mudah diakses dan dikelola, untuk mengatur jadwal cicilan, menelusuri program yang tersedia dari BRI maupun ekosistem OVO dan Grab, dan melihat sejarah transaksi. Pemilik kartu juga dapat menikmati tambahan rewards dan benefit dari dua ekosistem tersebut, akses transaksi lebih nyaman bagi beragam layanan dan penawaran dari berbagai merchant populer, dan bebas biaya tahunan seumur hidup.

Sejauh ini, kartu kredit OVO U Card baru dapat dinikmati oleh pengguna terpilih yang memiliki riwayat transaksi yang baik di aplikasi OVO. Untuk kemudahan proses pengajuan dan verifikasi, dilakukan melalui aplikasi OVO dalam waktu maksimal 1 hari kerja. Pengguna juga dapat dengan mudah mengubah transaksi menjadi cicilan 0% hingga 12 bulan. Tak hanya itu, dengan jaringan Mastercard, kartu kredit dapat digunakan untuk transaksi di luar negeri.

Sebagai catatan, sebelumnya Grab juga melakukan kerja sama serupa dengan Bank Danamon. Penawaran yang diberikan juga kurang lebih sama, misalnya auto upgrade status membership di aplikasi Grab menjadi Grab Platinum dan mendapat prioritas booking GrabCar, mengubah transaksi menjadi cicilan hingga 36 bulan, dan sebagainya.

BRI juga melakukan kerja sama sejenis dengan Traveloka dalam menyediakan Traveloka PayLater. Bank lainnya, Bank Mandiri juga bersama dengan Shopee dan Traveloka. Kemudian, BCA dengan Blibli dan Tiket.com.

Semakin mudah punya kartu kredit

Memang dulu kartu kredit adalah barang premium karena hanya bisa dimiliki oleh nasabah “priviledge”. Ini wajar karena bank memang harus bertanggung jawab dalam menyalurkan pinjaman yang bersumber dari dana masyarakat.

Kondisi tersebut akhirnya membuat pertumbuhan mandeg dari tahun ke tahun. Data dari Bank Indonesia mengungkapkan, pada Mei 2021, nilai transaksi kartu kredit tercatat sebesar Rp19,7 triliun. Jumlah itu turun tipis 1,6% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp20 triliun. Meski menurun, total volume transaksi dengan kartu kredit meningkat, jumlahnya naik 0,9% dari 23,3 juta transaksi pada April 2021 menjadi 23,5 juta transaksi pada Mei 2021.

Transaksi kartu kredit turun signifikan selama pandemi, lantaran adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Nilainya mulai membaik pada akhir 2020 dan Maret 2021, tetapi belum kembali ke level sebelum pandemi. Sebaliknya, uang elektronik semakin banyak digunakan masyarakat. Nilai transaksi mencapai angka tertinggi Rp23,7 triliun dalam satu tahun terakhir pada Mei 2021.

Menanggapi kondisi tersebut akhirnya dijawab oleh perusahaan teknologi yang bekerja sama dengan perbankan untuk merilis produk kartu kredit. Berbekal dengan data nasabah yang teratur membayar dan rajin bertransaksi, menawarkan kartu kredit agar para penggunanya bisa “naik kelas.”

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks dan Bank Sampoerna Meluncurkan Layanan Neobank untuk UMKM

Startup fintech KoinWorks dan PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) resmi meluncurkan KoinWorks NEO yang merupakan layanan neobank untuk segmen UMKM. KoinWorks NEO diklaim sebagai layanan neobank untuk UMKM yang pertama di Indonesia.

Dalam keterangan resminya, Co-founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono mengatakan ingin membantu pelaku UMKM yang memiliki keterbatasan terhadap akses layanan keuangan melalui produk ini. Menurutnya, situasi tersebut melandasi kerja sama antara KoinWorks dan Bank Sampoerna.

UMKM merupakan salah satu fondasi ekonomi terbesar di Indonesia. Meski terus mengalami pertumbuhan usaha, UMKM termasuk segmen yang memiliki akses terhadap layanan keuangan, seperti modal dan rekening bank atas nama usaha.

Perusahaan menyebut hanya ada dua dari 100 UMKM yang mendapat pinjaman untuk modal usaha. Selain itu, masih banyak UMKM yang menggunakan rekening atas nama sendiri sehingga tercampur antara keperluan pribadi dan usaha.

“Setelah melalui proses perancangan yang cukup panjang dan serangkaian uji coba, dengan optimistis, kami memperkenalkan KoinWorks NEO untuk memenuhi kebutuhan para UMKM dalam satu aplikasi di KoinWorks,” ujarnya.

Baik KoinWorks dan Bank Sampoerna sama-sama memiliki misi yang sama untuk memberikan akses inklusi keuangan, pemberdayaan UMKM, dan pemerataan ekonomi di Indonesia. Kerja sama dinilai sebagai langkah strategis untuk mendukung UMKM di era perbankan digital.

“Kolaborasi dan transformasi digital mutlak dilakukan agar dapat memberikan layanan yang efektif dan efisien bagi UMKM. Kami bekerja sama dengan KoinWorks untuk mengembangkan one-stop banking solution bagi UMKM,” tutur Direktur Keuangan dan Perencanaan Bisnis Bank Sampoerna Henky Suryaputra.

Dihubungi secara terpisah, Henky mengungkap bahwa tidak ada komitmen dalam bentuk investasi pada kolaborasi ini, melainkan pemanfaatan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing, terutama teknologi. Menurutnya, pengembangan KoinWorks NEO terutama dilakukan oleh KoinWorks dengan berkoordinasi kepada Bank Sampoerna.

Sekadar informasi, KoinWorks awalnya berdiri di 2016 sebagai startup p2p lending yang memiliki fokus utama pada UMKM. Kini KoinWorks berkembang menjadi Super Financial App yang menawarkan berbagai layanan keuangan lain, seperti investasi dan pendanaan. Per Oktober 2021, KoinWorks tercatat memiliki 1,139 juta pengguna dengan total AUM Rp1,193 triliun.

Bank digital dan neobank

Bicara neobank, istilah ini sering diidentikkan sebagai bank digital di Indonesia. Tampaknya hal ini wajar mengingat pertumbuhan layanan keuangan dan bank digital tengah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. DailySocial.id sempat membahas perihal neobank dan bank digital dalam artikel terpisah. Kami baru mencoba memetakannya berdasarkan definisi mengingat bank digital dan neobank masih terbilang baru di Indonesia.

Berdasarkan definisi yang dipaparkan FinTech Magazine, neobank menawarkan fleksibilitas ke berbagai layanan, termasuk payroll dan expense management. Selain itu, neobank juga menawarkan solusi keuangan korporasi untuk menjawab tantangan yang dihadapi UMKM. Nubank merupakan contoh neobank asal Brasil yang berhasil di dunia, dan bahkan terbesar di Amerika Latin dengan 38 juta pengguna.

Kehadiran API membantu mengintegrasikan alur bisnis dengan persyaratan perbankan. Kendati begitu, neobank tidak punya lisensi perbankan karena mereka beroperasi dengan mengandalkan bank mitra. Dengan demikian, mereka tidak dapat menawarkan layanan perbankan tradisional. 

Sementara itu, bank digital di kategori direct bank umumnya memperbesar peluang layanan perbankan, seperti tabungan dan channeling pinjaman digital. Model semacam ini telah banyak diadopsi oleh perbankan di Indonesia. Rata-rata pelaku bank digital di Indonesia saat ini menggunakan model akuisisi bank mini, mentransformasikannya dengan identitas baru, dan berkolaborasi sinergis dengan platform digital untuk membantu akselerasi layanannya, misalnya Bank Jago dengan Gojek dan Bank Neo Commerce dan Akulaku.

Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara sebelumnya sempat menyampaikan bahwa kemunculan neobank membawa berbagai manfaat sekaligus risiko baru. Neobank memiliki fitur-fitur inovatif dan customer centric, seperti AI dan machine learning, yang dapat membantu pengguna untuk mengakses layanan dan mengatur keuangan pribadi.

Di sisi lain, neobank juga berisiko besar terhadap serangan keamanan siber. Misalnya, risiko kebocoran data pribadi nasabah hingga kegagalan sistemik yang disebabkan interdependensi infrastruktur digital berbagai layanan finansial.

Application Information Will Show Up Here

Adi Sarana Armada Memperkuat Transformasi Digital di Sektor Otomotif

PT Adi Sarana Armada Tbk (IDX: ASSA) akan memperkuat digitalisasi layanan di sektor otomotif melalui tiga model bisnisnya di platform JBA Indonesia, Caroline.id, dan Cartalog. Perusahaan memberikan pinjaman kepada Autopedia Sukses Lestari senilai Rp225 miliar untuk merealisasikan rencana tersebut.

Dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu, Direktur Adi Sarana Armada Jany Candra mengatakan bahwa perusahaan berupaya mengakomodasi peningkatan tren jual-beli mobil bekas secara online. Tren ini meningkat sejalan dengan akselerasi adopsi digital sejak pandemi Covid-19 pada tahun lalu.

Dihubungi secara terpisah, Jany mengungkap tengah menyiapkan sejumlah rencana pengembangan ketiga platform tersebut dengan memanfaatkan momentum transformasi digital di Indonesia.

Salah satu fokusnya adalah menghadirkan pengalaman penggunaan layanan yang lebih baik dan meningkatkan ekosistem otomotif berbasis digital yang terintegrasi dengan teknologi terkini. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan operasional ASL di sektor otomotif dan memberikan kinerja positif terhadap induk usaha.

“Saat ini, kami masih fokus untuk mengembangkan bisnis yang sudah ada dan memperkuat fundamental perusahaan dengan melakukan inovasi-inovasi teknologi berbasis digital. Namun, kami masih harus lihat perkembangan bisnis ke depan jika bicara kemungkinan kolaborasi dengan platform yang punya ekosistem digital besar,” ujarnya kepada DailySocial.id.

Adi Sarana Armada mengawali bisnis dari penyewaan kendaraan dengan jaringan nasional. Saat ini, Adi Sarana memiliki berbagai lini bisnis, yakni penyewaan kendaraan, jasa lelang kendaraan, jasa penyediaan juru mudi, dan layanan logistik end-to-end logistic.

Per kuartal ketiga 2021, JBA Indonesia telah melelang sebanyak 75.000 unit kendaraan, lebih dari 20.000 pengguna, dan lebih dari 50.000 unduhan di Google Play Store. Caroline mencatat transaksi lebih dari 100 unit mobil, dan memiliki 1.000 unduhan aplikasi di Play Store, sedangkan Cartalog masih 5.000 unduhan.

Pandemi dorong digitalisasi sektor otomotif

Lebih lanjut, Jany mengungkap bahwa pandemi covid-19 mendorong akselerasi jual-beli kendaraan di Indonesia. Bahkan, minat masyarakat Indonesia terhadap transaksi jual-beli kendaraan bekas melalui marketplace juga turut meningkat.

Ia mencotohkan pencapaian JBA Indonesia yang saat itu sudah menerapkan online auction di 2020. Perusahaan mencatatkan penjualan 44.000 unit mobil di 2020 atau naik 19% dari tahun sebelumnya melalui platform JBA.

“Sejak awal kami tidak menggabungkan ketiga lini ini ke dalam satu platform sekaligus mengingat masing-masing punya model bisnis yang berbeda,” tambahnya. Dengan agenda transformasi digital ini, pihaknya dapat mendorong penguatan masing-masing layanan yang memiliki target pasar berbeda.

Sekadar informasi, JBA merupakan platform lelang kendaraan, baik online maupun offline, yang didukung dengan 34 jaringan lelang offline di seluruh Indonesia. Sebagian besar pasarnya menyasar B2B yang melibatkan perusahaan pihak ketiga, yakni pembiayaan dan dealer.

Kemudian, Caroline.id adalah marketplace C2C dan B2C yang menghubungkan pembeli dan penjual mobil bekas dengan harga transparan. Melalui platform ini, penjual dapat mengirimkan appraisal untuk menilai, melakukan listing, dan memproses mobil yang akan dijual.

Caroline.id menggandeng perusahaan pembiayaan serta menawarkan uang muka 0% dan buyback warranty selama satu bulan sebagai nilai tambah layanannya. Selain itu, Caroline juga memiliki beberapa showroom yang ada di beberapa kota, seperti Jakarta dan Semarang

Adapun, Cartalog adalah platform untuk engine berbasis teknologi AI yang menyediakan daftar harga kepada seluruh pemain di industri otomotif, khususnya penjual dan pembeli mobil bekas. Cartalog dapat dikatakan sebagai support system untuk mendapatkan acuan harga mobil sebelum melakukan transaksi jual-beli mobil bekas, misalnya di Caroline.id.

Application Information Will Show Up Here

Langkah Reynazran Royono Membangun Startup “Fita” Lepas dari Bayangan Telkomsel

Telkomsel resmi meluncurkan platform digital terbaru Fita yang bermain di segmen prevented healthcare. Sebelumnya, aplikasi Fita sudah lebih dulu hadir di Google Play Store dan Apps Store pada pertengahan tahun ini.

Salah satu yang menarik, pada acara peluncuran virtual beberapa waktu lalu, Telkomsel sekaligus memperkenalkan Reynazran Royono sebagai CEO Fita. Pria yang karib disapa Rey ini dikenal sebagai Founder & CEO Snapcart, startup yang menawarkan layanan loyalty.

Dalam wawancara khusus oleh DailySocial.id, Rey mengaku bahwa ia kini telah bekerja sepenuhnya di Fita. “Karena saya founder, tentu saja [nama saya] akan tetap ada di board Snapcart. Namun, [peran saya] hanya key decision-making, tetapi bukan operasional yang mana itu dipegang C-level,” ungkapnya.

Menurut Rey, saat itu Snapcart sempat berencana masuk ke ranah healthtech mengingat vertikal ini mengecap pertumbuhan signifikan di masa Covid-19. Terutama di segmen prevented healthcare yang disebut tumbuh dua kali lipat. Di samping itu, ia melihat supply dan demand di segmen ini belum saling terpenuhi.

Di saat bersamaan, kala itu Telkomsel juga punya rencana serupa untuk masuk ke prevented healthcare melalui Fita, dan Rey mengaku tertarik dengan rencana pengembangannya. Namun, situasi ini dinilai berpotensi menjadi distraksi bagi Snapcart yang ingin masuk ke healthtech. Maka itu, ia memutuskan meninggalkan posisinya sebagai CEO Snapcart.

Gaya startup dan ekosistem

Ada beberapa alasan menarik yang mendorong Rey untuk berlabuh ke Fita. Pertama, Telkomsel memiliki basis pengguna dan ekosistem layanan yang dapat membantunya mengembangkan Fita. Sebagai entrepreneur yang telah malang melintang di ekosistem digital  leverage tersebut sangat signifikan mengingat user base adalah salah satu metrik yang sulit di-scale di startup.

Kedua, Telkomsel disebut memberikan independensi yang besar kepada Rey dan timnya untuk mengembangkan Fita. Menurut Rey, Fita berdiri dengan menggunakan pendekatan ala startup. Secara organisasi, tim Fita yang berjumlah 40 orang itu sepenuhnya berasal dari pro hire. Telkomsel hanya menyertakan satu orang di dalamnya untuk membantu pengembangan dan sinergi Fita.

Selain itu, Telkomsel memberikan keleluasaan pada Fita untuk mengamalkan growth mentality yang lekat pada kultur startup. Hal-hal tersebut dinilai dapat membantunya untuk bereksperimen di Fita, serta leluasa menyalurkan kemampuan dan pengalamannya sebagai entreprenuer.

“Bagi saya, keberhasilan startup didorong oleh tiga hal, yaitu product market-fit, company culture, eksperimentasi dan riset tersendiri, branding, hingga user acquisition. So far, Telkomsel memiliki ketiganya dan tidak ada influence dari sisi korporasi. Agenda ini tidak mungkin di-push dari Telkomsel mengingat mereka tidak punya core di situ [healthtech],” tuturnya.

Rey mengambil contoh pada strategi branding. Menurutnya, branding yang dilakukan Telkomsel bakal menghasilkan emotional selling ketimbang jika dilakukan Fita sendiri yang menurutnya bisa lekat dengan nilai functionality. Inilah salah satu agenda besar yang ingin dicapai Fita.

Rencana jangka panjang Fita

Sejak dikembangkan tahun lalu, Fita disebut telah mencapai product market-fit. Menurut data perusahaan, Fita telah diunduh sebanyak 350 ribu kali di perangkat Android dan iOS. Kemudian, Fita juga menempati peringkat pertama kategori Fitness and Health di Google Play Store Indonesia. Menurut Rey, mengingat 94% pasar Indonesia didominasi perangkat Android, pencapaian ini menjadi signifikan, dan sekaligus membuktikan produknya diterima pasar.

Ia melihat tantangan mengembangkan produk wellness masih besar. Pasalnya, pasar healthtech Indonesia saat ini 70% masih didominasi layanan telemedicine yang akselerasinya meningkat pesat tahun lalu. Pasar wellness mulai memperlihatkan tren pertumbuhan mengingat banyak masyarakat Indonesia kini mulai memperhatikan kesehatan di era Covid-19.

Untuk itu, Rey tengah mendorong awareness Fita agar melekat sebagai produk wellness di Indonesia. Ia juga akan fokus untuk mendorong value proposition produk dan target pasar berdasarkan riset yang telah dilakukannya selama 1,5 tahun terakhir.

Pertama, Fita akan memperkuat lokalisasi konten yang dekat dengan persona orang Indonesia. Konten ini bisa berupa kegiatan olahraga, meal plan, atau community. Selain itu, ia juga akan menggarap sistem reward yang dapat diperoleh dari berbagai konten Fita. Ia berharap konsep reward ini dapat membantu membentuk kebiasaan hidup sehat orang Indonesia.

“Di sini prevented healthcare masih sangat diabaikan. Makanya, kami banyak melakukan partnership untuk menggerakkan wellness di Indonesia. Sembari mencari opportunity untuk monetisasi, kami ingin menciptakan high performance growth startup, tapi tetap sustainable,” ujar Rey.

Sumber: Telkomsel Fita
Sumber: Telkomsel Fita

Terakhir, Fita akan melakukan enhance pada fitur existing untuk meningkatkan pengalaman penggunaan. Ambil contoh, mengetahui jumlah nutrisi dan kalori pada makanan dengan teknologi AI. Contoh lainnya, pemanfaatan AI untuk mengetahui apakah gerakan olahraga yang dilakukan sudah benar.

“Kami menargetkan bisa capai satu juta pengguna dengan menambah sepuluh coach dari posisi 40 coach saat ini. Dalam jangka pendek, kami berharap bisa capture 1%-2% pangsa pasar pada 2-3 tahun ke depan. Kami ingin bereksperimen dulu, jangan sampai langsung monetisasi dengan model berbayar,” tambahnya.

Kesempatan mencari investor

Selama ini, salah satu tantangan operator seluler dalam mengembangkan produk digital adalah mencapai Return of Investment (ROI). Hal ini mengingat industri telekomunikasi merupakan salah satu sektor yang padat investasi sehingga ROI menjadi krusial.

Hal ini turut disoroti pula oleh Rey. Menurutnya, Telkomsel tidak melihat hal tersebut sebagai metrik utama pada pengembangan Fita. Sejak awal Telkomsel telah memberikan komitmen kepada Fita untuk berkembang sebagai startup. “When it comes to metrik yang terukur, kami tidak menggunakan pendapatan, tetapi user base, terutama untuk tiga tahun pertama,” tambahnya.

Lebih lanjut, Rey juga menyebut ia tidak menutup kemungkinan untuk mencari investor di luar lingkup Telkomsel maupun Telkom Group, atau bahkan lepas menjadi entitas terpisah seperti halnya LinkAja (sebelumnya T-cash).

“Ada fasenya untuk ke sana jika melihat pengalaman Telkomsel terdahulu. Saya rasa ini masuk ke plan Kuncie dan Fita. Namun perlu diketahui bahwa saat ini kami belum bisa bicara soal itu mengingat Fita masih dalam struktur Telkomsel, dan terlepas dari pendekatannya sebagai startup.”

Application Information Will Show Up Here

Bertambah Lagi, BNI Akan Masuk ke Bank Digital Lewat Akuisisi Bank Mini

Bertambah lagi jumlah bank besar yang akan mencaplok bank mini untuk masuk ke bisnis digital. Kali ini PT Bank Negara Indonesia Tbk (IDX: BBNI) dikabarkan akan mencaplok Bank Mayora yang merupakan bank BUKU II dengan modal inti tidak sampai Rp2 triliun.

Mengutip CNBC, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar telah mengonfirmasi rencana perusahaan untuk mengakuisisi sebuah bank. Ia mengatakan perusahaan telah menyelesaikan proses tahap awal, tetapi ia masih merahasiakan nama banknya.

“Kami telah mencapai kesepakatan awal untuk akuisisi bank yang memiliki ekosistem bisnis kuat untuk dikembangkan menjadi bank digital,” ungkap Royke dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Menurutnya, bank digital ini akan membidik segmen UMKM dan menggandeng mitra strategis berpengalaman untuk mengembangkan teknologi keuangan. Royke menilai teknologi memainkan peran penting dalam mengelola bank digital, serta dapat menekan biaya operasional lebih efisien dibandingkan bank konvensional.

Sebagai informasi, Bank Mayora merupakan bank di bidang ritel dan consumer yang menawarkan berbagai produk keuangan, mulai dari pinjaman (lending) dan simpanan (funding). Beberapa produk pinjaman yang ditawarkan di antaranya Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), Kredit Multi Guna (KMG), dan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

Sementara, BNI bermain di segmen consumer dan bisnis, baik lewat produk tabungan, deposit, hingga kredit. Bank berlogo 46 ini memiliki asosiasi kuat sebagai produk perbankan yang banyak digunakan oleh kalangan mahasiswa/universitas.

Mengutip Investor.id, Royke sebelumnya pernah memberi sinyal bahwa perusahaan tidak akan 100% berubah menjadi bank digital yang tidak memiliki kantor cabang, tetapi bertransformasi dari sisi layanan, proses bisnis, dan produk.

Selain BNI telah memiliki legacy yang cukup kuat di Indonesia, ia menyebut Pemerintah selaku mayoritas pemegang saham mengamanatkan BNI untuk fokus memperkuat posisinya ke depan sebagai bank internasional atau bank global.

Berebut pasar UMKM

Sepanjang tahun ini, sektor perbankan Indonesia telah diramaikan dengan peluncuran layanan bank digital hingga aksi korporasi untuk mencari mitra strategis. Bank Jago, BCA Digital, dan Bank Neo Commerce sudah melakukan ini di semester I ini.

Sementara beberapa bank lain tengah mencari investor strategis untuk menghimpun modal. Baru-baru ini konglomerasi media PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (IDX: EMTK) mencaplok 93% saham Bank Fama. Kemudian, ada Kredivo yang secara bertahap mengakuisisi saham Bank Bisnis Internasional hingga kemudian menjadi pengendali dengan kepemilikan sebesar 40%.

Aksi korporasi tersebut tengah dikejar untuk memenuhi kewajiban modal inti Rp2 triliun sampai akhir tahun ini sebagaimana tertuang dalam aturan POJK Nomor 12.

Hampir semuanya ramai-ramai membidik segmen UMKM di tengah lonjakan akselerasi digital selama pandemi Covid-19. Selain merupakan fondasi perekonomian Indonesia, UMKM termasuk segmen yang cukup sulit mendapat akses modal dan rata-rata belum sepenuhnya terdigitalisasi.

Perbankan

Induk/Individu Akuisisi/Anak Usaha Transformasi
BCA Bank Royal Indonesia BCA Digital
Jerry Ng dan Patrick Walujo Bank Artos Bank Jago
BRI BRI Agro Bank Raya

Nonbank

Induk Akuisisi/Anak Usaha Transformasi
Sea Group Bank Kesejahteraan Ekonomi Seabank
CT Group Bank Harda Internasional Allo Bank
EMTEK Bank Fama N/A
Kredivo Bank Bisnis Internasional N/A

Ini salah satu alasan bank digital menggandeng platform-platform yang punya basis pelanggan dan ekosistem layanan yang luas. Dengan begitu, mereka dapat mudah menyalurkan produk pembiayaan maupun pinjaman dengan leverage tersebut.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat sebesar 65,5 juta UMKM di 2019 atau naik 1,98% dari 64,2 juta di 2018. Sementara, baru sekitar 8 juta atau 13% UMKM yang terintegrasi atau memanfaatkan teknologi digital.

MNC Group Kini Pakai Brand “Motion” untuk Seluruh Layanan Keuangan Digital

Langkah MNC Kapital (BCAP), anak usaha khusus layanan keuangan di bawah MNC Group, untuk menyatukan seluruh talenta fintech di bawah naungan Motion Technology (MotionTech) menjadi pembuktian dari stakeholder untuk bersaing dengan serius di ranah keuangan digital. Keputusan tersebut berdampak pada perubahan seluruh brand di bawah BACP menjadi Motion.

Peneliti INDEF Nailul Huda berpendapat strategi ini dimaksudkan untuk mengajak konsumen baru mengenal lebih dekat dengan brand Motion yang terkesan segar, menghilangkan kesan MNC Group yang selama melekat lewat brand lama. “Kalau MNC punya branding kuat di perusahaan TV-nya. Saya rasa ini tepat untuk bersaing,” kata Huda kepada DailySocial.id.

Kesempatan itu juga didorong oleh masih luasnya kesempatan BCAP untuk menggarap penetrasi produk keuangan yang masih terfragmentasi di Indonesia. Di antaranya, sub pangsa pasar yang belum digarap, tingginya jumlah masyarakat unbanked dan underbanked. “Jadi persaingan tampaknya akan sangat seru.”

Pernyataan Huda ini sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Produk keuangan digital yang beredar saat ini masih terpusat di kota besar dan masih butuh waktu untuk memperkenalkan ke pelosok daerah. Masing-masing dari vertikal fintech ini belum ada yang menjadi pemain dominan di pasar.

Ambil contoh terdekat adalah kehadiran bank digital yang ramai-ramai digarap oleh banyak pihak untuk menyasar segmen baru. Dengan kemudahan proses pengajuan, tanpa harus datang ke kantor cabang, jadi kemudahan awal yang diberikan agar dapat lebih mudah on boarding nasabah baru.

Akan tetapi, menurut pantauan DailySocial.id, semua fitur yang hadir saat ini di banyak aplikasi bank digital ini tingkat urgensi untuk menggunakannya masih ada di tahap “nice to have”, alias belum mendesak untuk menggantikan dari layanan yang dipakai sebelumnya.

Meski begitu, kesempatan bank digital lebih memiliki untuk hadir di tengah masyarakat sangat memungkinkan berkat keberadaan teknologi embeded finance/Banking-as-a-Service yang disematkan di berbagai aplikasi konsumer populer. Langkah tersebut sudah diujicobakan, salah satunya oleh Cermati yang bekerja sama dengan blu by BCA Digital yang sudah hadir di aplikasi Blibli.

Mimpi besar yang disampaikan lewat teknologi tersebut adalah di masa depan masyarakat tidak lagi melihat di mana uangnya disimpan, di mana kantor cabang, jumlah ATM, dan lainnya, sama halnya saat menggunakan aplikasi e-money GoPay atau OVO. “Dengan fenomena adopsi internet dan smartphone selama satu dekade ini, bisnis bank akan tetap sama, tetapi delivery-nya saja yang kini mulai berbeda,” ucap Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah.

MotionTech

Lebih lanjut, dalam keterangan resmi disampaikan bahwa MotionTech akan mengawasi semua inisiatif BCAP sebagai penyedia layanan keuangan digital terdepan, terlengkap, dan terintegrasi. BCAP memiliki berbagai lini produk keuangan, mulai dari perbankan digital, pembiayaan, perdagangan saham, asuransi, manajemen aset, e-money, dan lainnya.

Pertama, MotionBanking merupakan aplikasi perbankan digital yang akan menjadi lokomotif penggerak keseluruhan brand Motion. Di dalam MotionBanking terdapat kartu debit dan kredit virtual MotionVisa dan MotionMasterCard. Kedua, MotionPay, platform e-money, e-wallet, dan transfer digital. Ketiga, MotionTrade untuk aplikasi online trading saham yang sebelumnya bernama MNC Trade New sudah dirilis sejak 2016. Terakhir, MotionInsure, aplikasi insurtech.

Dalam rencana pengembangan, segera hadir MotionCredit sebagai aplikasi lending termasuk menghadirkan BNPL; MotionFunds sebagai platform reksa dana online; dan MotionSeeds sebagai aplikasi securities crowdfunding.

Ekosistem fintech MNC Group lewat Motion Technology / MNC Kapital

Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo menjelaskan langkah ini memperlihatkan komitmen BCAP untuk menempatkan inovasi digital sebagai poros binsis perbankan dan jasa keuangan memasuki babak baru dengan pembentukan talent pool ahli fintech yang berdedikasi untuk membangun Motion Technology, ekosistem fintech end-to-end milik MNC Financial Services.

“Setiap aplikasi fintech dalam ekosistem MotionTech memiliki peran strategis untuk saling menunjang satu sama lain. Di samping itu, dengan ekosistem Open API, BCAP juga akan terus berkolaborasi dengan pihak ketiga untuk saling melengkapi dan menguatkan ekosistem MotionTech secara seamless,” ungkap Hary dalam keterangan resmi.

Jajaki Sektor Wellness, Indosat Ooredoo Luncurkan Aplikasi IMove

Perusahaan telekomunikasi Indosat Ooredoo meluncurkan inisiatif barunya IMove, sebuah platform yang menawarkan pengalaman gaya hidup sehat dengan konsep gamifikasi yang berhadiah. Peluncuran ini juga sebagai upaya Indosat Ooredoo untuk mendukung Pemerintah mewujudkan Indonesia Sehat 2025.

Menurut data WHO, jumlah orang dewasa yang kelebihan berat badan di Indonesia telah meningkat dua kali lipat selama dua dekade terakhir. Obesitas pada anak juga meningkat, dengan satu dari lima anak usia sekolah dasar dan satu dari tujuh remaja di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, menurut Survei Riset Kesehatan Dasar nasional 2018.

Dalam laporan ini, aktivitas fisik yang rendah juga disebut sebagai faktor utama keempat penyebab kematian. Kehidupan di kota besar menjadi salah satu yang mempengaruhi gaya hidup tidak sehat dengan akses yang relatif mudah untuk makanan olahan serta kurangnya pergerakan melalui penggunaan transportasi bermotor dan peningkatan penggunaan layar untuk bekerja, pendidikan dan rekreasi.

IMove menawarkan pendekatan holistik untuk kesehatan yang optimal, dengan fokus pada gerakan, nutrisi, dan kesehatan emosional. Pengguna dapat mengikuti berbagai tantangan gamifikasi untuk berolahraga lebih banyak, menurunkan berat badan, makan lebih sehat, dan menjadi pribadi yang lebih sehat.

SVP-Head of Digital Services Indosat Ooredoo, Sudheer Chawla mengatakan, “Melakukan gaya hidup sehat sangat penting, terutama di masa pandemi ini. Oleh karena itu, kami meluncurkan IMove untuk mendorong masyarakat menjalani gaya hidup yang lebih sehat dengan konsep gamifikasi. Melalui IMove, kami menawarkan platform goal-setting, habit tracker, dan komunitas online, membantu pengguna mencapai tujuan individu mereka, tetap berkomitmen, dan mendapatkan hadiah. Kami berharap pelanggan kami akan memilih IMove sebagai pilihan pertama mereka untuk menerapkan gaya hidup sehat dan lebih aktif.”

Platform ini memiliki tiga fitur utama: Coaches, Social Wall, dan Rewards. Dalam fitur Coaches, pengguna dapat menikmati berbagai wawasan informatif, seperti rencana dan resep makan, rutinitas dan latihan kebugaran, serta tips gaya hidup sehat dari para pelatih profesional bersertifikat. Melalui Social Wall, pengguna dapat berbagi kemajuan mereka untuk saling mendukung dan berinteraksi. Sementara itu, pengguna dapat mengumpulkan trofi untuk setiap kegiatan dan melakukan redeem di store dengan fitur Rewards.

Selain itu, terdapat fitur Tantangan Leaderboard of Step, pengguna IMove dapat membandingkan kemajuan mereka dengan peserta lain. Platform ini menawarkan tantangan gratis hingga pro dengan berlangganan mulai dari Rp1.000/hari. Aplikasi ini telah tersedia di Google Play Store dan App Store.

Platform wellness di Indonesia

Pandemi Covid-19 ini menyerang satu hal yang terkadang tidak dianggap serius oleh sejumlah orang, yaitu kesehatan tubuh. Banyak orang yang kini lebih peduli dengan kesehatan mereka dan mulai mau menyisihkan uang demi menjaga kebugaran. Namun, pembatasan interaksi fisik memaksa mereka untuk menjalankan workout atau olahraga di rumah. Hal ini membuka peluang bagi pasar wellness di tanah air.

Dalam Laporan DSResearch bersama FITCO yang bertajuk “Pemahaman Pasar Wellness di Indonesia”, pangsa pasar industri wellness terbilang sangat menjanjikan. Hasil riset Global Wellness Institute (GWI) di tahun 2017 memprediksi industri ini bernilai $4,2 triliun secara global dengan pertumbuhan mencapai 6,4% per tahun.

Di Indonesia sendiri, beberapa platform yang fokus untuk menyediakan solusi gaya hidup sehat termasuk Doogether dan FITCO. Selain solusi kebugaran, untuk menguatkan posisi sebagai wellness tech startup dengan ekosistem yang holistik, FITCO juga mengembangkan beberapa subvertikal bisnis, seperti makanan sehat dan marketplace untuk alat olahraga.

Dalam kaitannya dengan perusahaan telekomunikasi, IMove bukan satu-satunya inisiatif kesehatan sosial yang didukung oleh operator telekomunikasi. Sebelumnya, Telkomsel juga telah lebih dulu menjajaki ranah layanan kesehatan digital dengan aplikasi Fita. Belum banyak eksplorasi yang dilakukan dalam platform ini, baru tersedia program olahraga, tutorial olahraga, serta tutorial resep makanan sehat.

Application Information Will Show Up Here