Startup “Quick Commerce” Astro Tutup Pendanaan 64 Miliar Rupiah, Sediakan Pengiriman Instan 15 Menit

Startup quick commerce Astro mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $4,5 juta (lebih dari Rp64 miliar) dari sejumlah VC, seperti Global Founders Capital, AC Ventures, Lightspeed Venture Partners, dan Goodwater Capital. Astro akan memanfaatkan dana segar ini untuk membangun dan memperkuat tim, serta memperluas area bisnis.

Astro baru beroperasi sejak September 2021, didirikan oleh Vincent Tjendra yang sebelumnya bekerja di Tokopedia sebagai AVP. Astro menawarkan konsep quick commerce, menjual lebih dari 1.000 pilihan produk berkualitas, mulai dari kebutuhan sehari-hari, seperti camilan, sayuran, buah segar sampai dengan obat bebas dengan nyaman. Pesanan ditargetkan diterima konsumen dalam 15 menit dengan harga yang terjangkau dan kompetitif.

Para investor menuturkan, layanan quick commerce yang ditawarkan Astro memberikan pengalaman pengiriman tercepat untuk konsumen Indonesia. Didukung pula oleh tim pendiri yang memiliki pengalaman dan keahlian yang bersinergis untuk menjalankan quick commerce.

“Kami sangat yakin layanan ‘quick commerce’ Astro mampu mengubah cara konsumen Indonesia membeli kebutuhan pokok sehari-hari, elektronik, snack hingga pet food. Global Founders Capital merasa terhormat karena dapat mendukung Astro sejak tahap paling dini,” ungkap Partner GFC Melvin Hade dalam keterangan resmi, Selasa (2/11).

Fakta bahwa Indonesia berada pada urutan pertama sebagai negara dengan penduduk yang paling aktif berbelanja daring, memberikan keyakinan Astro hadir di saat yang tepat untuk menjawab kebutuhan konsumen yang ingin serba cepat, hemat, dan aman.

Sebanyak 87,1% pengguna internet di Indonesia juga mengungkapkan bahwa mereka memakai layanan belanja online untuk membeli produk-produk tertentu, di antaranya makanan dan kebutuhan sehari-hari. Astro akan beroperasi selama 24 jam, namun turut mengikuti peraturan pemerintah selama di masa PPKM.

Saat ini Astro telah melayani permintaan di area Jakarta saja, dengan cakupan area Senayan, Permata Hijau, Gandaria, Kuningan, SCBD, Kemang, Cilandak, Cipete, Puri Indah, Kebon Jeruk, Kelapak Gading, dan Pantai Indah Kapuk. Ditargetkan menjelang akhir tahun ini, perusahaan dapat melayani seluruh area di Jakarta dan sebagian Jabodetabek.

Sebelumnya, Dropezy juga mengumumkan pendanaan Seri A untuk melancarkan layanan quick commerce sebagai solusi teranyarnya.

Kompetisi industri online grocery

Industri online grocery memiliki persaingan yang sengit, namun masih memiliki ruang tumbuh yang tinggi karena penetrasinya yang masih terpusat di kota-kota besar.

Laporan dari Statista menyampaikan, pada tahun lalu pangsa pasar online grocery di negara ini baru mencapai 0,3%, diprediksi akan meningkat 20 basis poin menjadi 0,5% pada 2022 mendatang. Pandemi yang melanda tanah air disebut-sebut sebagai salah satu faktor utama yang memicu peningkatan popularitas layanan online grocery di kalangan konsumen.

Menurut data, dampak lebih lanjut dari pandemi selain mengubah perilaku pembelian online konsumen, adalah perubahan pola pikir konsumen dalam berbelanja. “Karena khawatir akan dampak ekonomi dari pandemi, banyak konsumen Indonesia menjadi lebih sadar anggaran. Selain itu, prioritas pembelian kebutuhan pokok dan kesehatan di kalangan konsumen juga terlihat selama pandemi,” tulis laporan tersebut.

Sumber: Statista
Application Information Will Show Up Here

Gojek Umumkan Investasi ke Gogoro Melalui PIPE, Siap Uji Coba Motor Listrik

Gojek mengumumkan kerja sama strategis dengan Gogoro, perusahaan teknologi global di ekosistem baterai swap, untuk mempercepat adopsi kendaran listrik di Indonesia. Kemitraan ini mencakup dua bidang, yakni investasi GoTo Group di Gogoro melalui skema Private Investment in Public Equity (PIPE); dan kerja sama Gojek, Gogoro, dan Pertamina melalui skema percontohan baterai swap dan uji coba kendaraan Gogoro Smartscooter di Jakarta.

Founder & CEO Gogogro Horace Luke menuturkan, salah satu tantangan terbesar di Indonesia dan seluruh dunia saat ini adalah upaya mentransformasi moda transportasi perkotaan ke moda transportasi generasi baru yang memanfaatkan motor listrik yang cerdas, berkelanjutan, serta dapat diakses dan diterima masyarakat luas.

“Baterai swap dari Gogoro merupakan inovasi terkini pada pengisian bahan bakar listrik. Kami menghadirkan platform terbuka untuk mendukung produsen kendaraan roda dua dalam memperkenalkan kendaraan listrik yang dapat melakukan pengisian bahan bakar secara aman dan mudah digunakan,” ucap Luke dalam keterangan resmi, Selasa (2/11).

Co-founder & CEO Gojek Kevin Aluwi menambahkan, kemitraan ini menyatukan dua perusahaan dengan visi dan pemikiran yang sama untuk pengadopsian kendaraan listrik sebagai pilihan moda transportasi di Indonesia. “Ambisi ini hanya dapat dicapai melalui kerja sama berbagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu, kemitraan ini sangat penting, jika ingin mewujudkan tujuan kita untuk menata kembali moda transportasi dalam kota,” kata Kevin.

Investasi GoTo untuk Gogoro dilakukan pada September 2021 melalui skema Private Investment in Public Equity (PIPE), sehubungan dengan kombinasi bisnis yang dilakukan Gogoro dan Poema Global Holdings Group. Transaksi ini ditargetkan selesai pada awal 2022 mendatang.

Uji coba motor listrik

Sementara, untuk uji coba motor listrik Gogoro Smartscooter, pada tahap awal akan berada di Jakarta dengan ketersediaan 250 unit dan empat stasiun baterai swap GoStation yang berlokasi di SPBU Pertamina. Secara bertahap, kedua perusahaan berencana untuk meningkatkan jumlah motor menjadi 5 ribu unit dan menghadirkan lebih banyak stasiun baterai swap.

Sebagai catatan, Gogoro merupakan salah satu pemimpin inovasi global dalam compact electric propulsion, desain baterai, baterai swap, dan layanan advanced cloud yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mengelola ketersediaan dan keamanan baterai. Gogoro membentuk ekosistem Gogoro Network, sebuah platform baterai swap yang efisien dan diakui oleh Guidehouse Insights sebagai perusahaan baterai swap terkemuka untuk kendaraan ringan (lightweight) perkotaan di dunia.

Ada lebih dari 400 ribu pengendara dan 2.100 stasiun baterai swap di dalam Gogoro Network, melayani 270 ribu baterai swap harian dengan lebih dari 250 juta total baterai swap hingga saat ini. Selain Gogoro Network, pada 2015, perusahaan meluncurkan Gogoro Smartscooter, pemenang penghargaan kendaraan motor listrik pintar pertama di dunia.

Pada 2019, Gogoro Network mengembangkan Powered by Gogoro Network Program (PBGN) yang memberikan akses kepada mitra produsen kendaraan Gogoro ke inovasi-inovasi yang dimiliki oleh Gogoro, termasuk intelligence drivetrain dan pengontrolnya, komponen dan smart systems, sehingga mereka dapat mengembangkan dan meluncurkan kendaraan listrik yang unik dan terintegrasi dengan jaringan Gogoro baterai swap.

Uji coba motor listrik ini sejalan dengan tujuan sustainability Gojek dan upaya berkelanjutan untuk mengurangi jejak karbon. Pada April 2021 ini, Gojek meluncurkan Sustainability Report yang memaparkan target Gojek untuk mencapai Nol Emisi pada 2030 mendatang, termasuk rencana transisi 100% armada roda duanya ke kendaraan listrik.

Sebagai bagian dari rencana ini, Gojek secara aktif mencari cara untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik yang komprehensif dengan memanfaatkan teknologi untuk mengatasi hambatan pada penggunaan yang dihadapi mitra driver dan memastikan konsumen memperoleh pengalaman yang optimal.

Lebih lanjut, dalam laporan tersebut Gojek membagi langkah-langkah yang signifikan untuk mencapai targetnya dan akan ditinjau dan disampaikan ke publik tiap tahunnya. Salah satunya adalah GoGreener, yang mencakup komitmen untuk melakukan inventori karbon tahunan untuk scope 1, 2, dan 3, serta penghitungan limbah yang dimulai pada 2021.

Kemudian, meluncurkan fitur GoGreener Carbon Offset yang merupakan fitur serap jejak karbon pertama di dunia untuk B2C, langsung melibatkan pelanggan, di dalam industri ride hailing; meluncurkan layanan GoTransit untuk memfasilitasi perjalanan multimoda guna mendorong penggunaan transportasi publik (first mile, last mile); aksi strategis lainnya.

Aksi serupa dari Grab

Kompetitor terdekat Gojek, Grab juga melakukan aksi serupa untuk mengurangi jejak karbon. Grab bekerja sama dengan produsen kendaraan listrik lokal VIAR, memesan lebih dari 6 ribu unit motor listrik di Semarang yang siap didistribusikan hingga akhir 2021 di seluruh Indonesia. Selain VIAR, Grab menggandeng produsen lokal lainnya seperti Gesits dan Selis, hingga produsen multinasional seperti Hyundai, Honda, dan Kymco.

Terhitung sejak Januari 2020 hingga April 2021, sebanyak lebih dari 6 ribu armada kendaraan listrik Grab telah membantu mengurangi emisi CO2 yang diperkirakan hingga 4 ribu ton, setara dengan jumlah penyerapan CO2 oleh lebih dari 190 ribu pohon setahun. Grab telah memulai uji coba kendaraan listrik GrabBike Electric Protect di Jakarta, Bali dan Yogyakarta.

Khusus di Jawa Tengah, pada April lalu, Grab memperkuat dukungan untuk ekosistem Kendaraan Listrik Nasional dengan meluncurkan skuter listrik yang dapat digunakan oleh masyarakat, sepeda listrik yang digunakan oleh mitra pengantaran GrabFood, serta motor listrik yang digunakan oleh mitra pengemudi GrabBike di Surakarta.

Selain itu, Grab juga bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Kota Surakarta dalam pemanfaatan jalur City Walk untuk lajur alat mobilitas pribadi skuter listrik GrabWheels dan membangun Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU) bersama dengan PT. PLN Persero Surakarta. VIAR juga telah melakukan investasi kepada unit bisnis GrabWheels sebagai bagian dari dukungan terhadap ekosistem kendaraan berbasis listrik di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Vidio Umumkan Pendanaan Eksternal Pertama Senilai 2,1 Triliun Rupiah dari Affinity

Vidio, salah satu platform OTT lokal terbesar, mengumumkan pendanaan senilai $150 juta (Rp2,1 triliun) dari Affinity Equity Partners (Affinity), ekuitas swasta terbesar di Asia. Sebelumnya, Vidio dimiliki sepenuhnya oleh Emtek Group di bawah Surya Citra Media (SCM), ini merupakan pendanaan eksternal pertama mereka. Platform ini memiliki valuasi pre-money $750 juta, pendanaan telah meningkatkan valuasinya hingga mendekati status unicorn/soonicorn.

Menurut laporan keuangan terbaru Emtek (Q3 2021), Vidio memiliki total aset sebesar Rp362 miliar.

Dengan investasi ini, Affinity akan bergabung dengan dewan direksi Vidio dan akan bermitra untuk mempercepat pertumbuhannya dan memperluas kepemimpinan pasarnya di Indonesia. Perusahaan juga berencana untuk memperluas konten serial orisinil, memperkaya program dengan menambahkan lisensi konten olahraga, dan berinvestasi dalam meningkatkan pengalaman pengguna.

“Hal ini menandai tonggak baru bagi Vidio sebagai platform OTT terbesar di Indonesia. Kami berusaha untuk terus fokus pada pengguna dengan menawarkan pengalaman streaming terbaik dan konten premium eksklusif terlengkap untuk pengguna. Kami sangat bangga dapat bermitra dengan Affinity, dan dengan kemitraan ini serta didukung oleh talenta terbaik yang kami miliki, kami akan mengambil lompatan besar selanjutnya dalam memberikan kualitas dan value yang luar biasa kepada pelanggan Vidio,” ujar CEO Vidio Sutanto Hartono.

Hingga September 2021, Vidio telah memiliki 62 juta pelanggan. Beberapa firma riset juga menempatkan mereka sebagai platform OTT #1 di Indonesia. Pada Agustus 2021, Comscore menempatkan Vidio sebagai aplikasi peringkat #1 dengan pengguna unik terbesar. Selain itu, MPA menempatkan mereka sebagai OTT dengan pengguna aktif harian tertinggi di Asia Tenggara pada Q2 2021.

Vidio menawarkan program langsung dan video sesuai permintaan. Ini termasuk serial orisinil, film lokal/internasional, dan pertunjukan langsung. Salah satu proposisi nilai perusahaan ada pada program olahraga, seperti UEFA Champions, La Liga, NBA, F1, dan banyak lagi.

“Kami sangat senang dapat bermitra dengan Emtek Group dan Vidio untuk terus membangun OTT terbaik yang mewakili masa depan sektor media di Indonesia. Ekosistem digital dan media Emtek, ditambah posisi Vidio di garis depan, dan tim manajemen yang kuat, merupakan faktor penting dalam perjalanan sukses Vidio di industri OTT Indonesia yang sangat dinamis. Affinity akan memanfaatkan jaringannya yang luas di seluruh Asia untuk mendukung inisiatif pertumbuhan Vidio, khususnya di bidang konten dan gamifikasi untuk memperkaya konten streaming langsung,” sebut Benny Lim, Managing Director dan Head of Affinity South East Asia.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

NAMA Beauty Dapat Pendanaan 71 Miliar Rupiah dari AC Ventures, SiCepat, dan DMMX

Startup D2C “NAMA Beauty” memperoleh pendanaan awal (seed funding) senilai $5 juta atau setara 71,1 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin AC Ventures, didukung oleh SiCepat Ekspres dan DMMX. Diketahui, perusahaan tersebut dinakhodai oleh aktris Luna Maya, turut didirikan oleh Marcel Lukman sejak tahun 2019. NAMA Beauty merupakan pengembang merek D2C produk perawatan kulit dan kecantikan.

“Kami merasa bersyukur dan diberkati dengan kepercayaan dan dukungan dari AC Ventures, SiCepat, dan DMMX, termasuk semua mitra dan tim. Ini merupakan momentum yang tepat dan menjanjikan bagi Indonesia. Kami percaya, sinergi ini dapat membantu kami untuk bertumbuh bersama dan memaksimalkan peluang serta momentum yang ada,” ungkap CEO NAMA Beauty Luna Maya.

Selain dukungan kapital, ke depan SiCepat dan DMMX akan menjadi mitra distribusi. Termasuk memanfaatkan jaringan Sampoerna Retail Community (SRC) yang tersebar di 20 kota dan memulai menjual produk di platform perdagangan digital. SiCepat juga akan menjadi mitra logistik utama dalam pengantaran produk NAMA ke konsumen.

“Saya memperhatikan industri kecantikan adalah salah satu industri yang paling tangguh dalam hal pertumbuhan, meskipun tetap memiliki tantangan tersendiri. Melalui kemitraan dengan SiCepat dan DMMX, kami akan memanfaatkan kekuatan unik kami masing-masing untuk membantu NAMA Beauty dalam membangun merek kecantikan dengan pertumbuhan tinggi dan berharap dapat mendukung perusahaan untuk mencapai potensi penuh,” sambut Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir.

Momentum pertumbuhan startup D2C

Menurut data dari Euromonitor, potensi pasar kosmetik warna di Indonesia mencapai $1 miliar pada 2023, dengan CAGR mencapai 16,9%. Dipadukan dengan konsep D2C, diyakini potensi tersebut dapat dimaksimalkan dengan baik oleh brand lokal.

Model D2C atau drect-to-consumer, memungkinkan pemilik brand untuk menjangkau pangsa pasarnya secara lebih efisien dengan multi-saluran, baik offline maupun online. Bantuan teknologi memungkinkan proses bisnis terjadi lebih ringkas, sehingga menghasilkan biaya produksi yang lebih efisien untuk menghadirkan produk dengan harga terjangkau. Di Indonesia, model ini mulai diaplikasikan di berbagai jenis lini industri, mulai dari kosmetik, perawatan kulit, fesyen, sampai dengan makanan.

Saat ini, sejumlah pemodal ventura lokal mulai mematangkan hipotesisnya untuk startup D2C. Berikut ini nama-nama investor yang mulai aktif memberikan pendanaannya untuk pemain D2C:

Pemodal Ventura Portofolio D2C
Kinesys Group Saturdays, Dailybox
East Ventures Mohjo, Greenly, Fore
Alpha JWC Ventures Hangry, Kopi Kenangan, Goola, Lemonilo, Mangkokku, Saturdays
AC Ventures Rose All Day, Segari, Fore, KLAR, NAMA Beauty
SALT Ventures SYCA, Hangry, dr soap

Rencana NAMA Beauty

Disampaikan NAMA Beauty akan memanfaatkan dana segar untuk pengembangan R&D, pemasaran dan branding, merekrut lebih banyak talenta, dan meluncurkan lini merek baru. Dengan mengombinasikan kemampuan Luna Maya untuk membaca tren kecantikan terbaru dengan tim R&D yang kuat, NAMA Beauty akan meluncurkan merek kedua yang menargetkan di bawah harga pasar, namun tanpa mengorbankan keunggulan kualitas produk.

Di sisi lain, Marcel Lukman, Co-Founder of NAMA Beauty memiliki pengalaman lebih dari satu dekade di dunia ritel. Ia adalah salah satu sosok penting di belakang Atmos dan The 707 Company yang memayungi sejumlah merek ternama, seperti Fred Perry, Nudie Jeans, Superga dan Melissa. Diyakini, dua latar belakang unik para pendiri dapat membawa perusahaan ke laju pertumbuhan yang tepat.

redi Jalan Telkomsel Masuk Industri Bank Digital

Kemarin (28/10) bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Telkomsel meresmikan kerja samanya dengan unit bank digital milik BCA, atau dikenal dengan blu. Di sisi Telkomsel, kemitraan tersebut melibatkan platform redi, sebagai aplikasi agregator layanan perbankan yang memungkinkan pengguna mengelola berbagai akun bank di satu dasbor. Saat ini aplikasi redi sudah bisa digunakan oleh pengguna, baik di platform Android maupun iOS.

Kini, pengguna redi dapat mengintegrasikan rekening blu ke dalam aplikasi – termasuk melakukan pendaftaran dari sana. Selain itu, pengguna juga bisa melakukan pengelolaan rekening blu seperti cek saldo, dan melakukan transaksi transfer. Proposisi nilai yang ditawarkan, aplikasi redi mengintegrasikan akun bank di dalamnya dengan nomor ponsel pengguna. Selain itu mereka turut menawarkan beragam promo dan reward eksklusif.

Sudah terdapat beberapa bank lain

Gambaran aplikasi redi

Selain blu, sebenarnya sudah ada 23 opsi bank lainnya yang dapat diintegrasikan ke redi. Beberapa nama populer seperti Mandiri, BNI, Bukopin, BCA, CIMB Niaga, dan lain-lain. Pengguna bisa menambahkan lebih dari satu rekening bank untuk dikelola bersama. Adapun untuk jenis transaksi yang saat ini dapat digunakan lewat redi adalah transfer, QRIS, berbagai pembayaran (plus pengingat), dan top-up.

Permasalahan utama kami saat mencoba, semua rekening idealnya harus terdaftar dengan nomor Telkomsel yang digunakan sebagai akun redi. Tentu ini menjadi hal wajar, karena layanan redi sendiri memang didesain sebagai nilai tambah bagi pengguna Telkomsel. Namun bisa menjadi halangan untuk pengguna yang sudah terlanjur memakai nomor dari penyedia lain untuk layanan perbankannya.

Di sisi desain, redi juga mencoba hadir dengan pengalaman pengguna kekinian – desain simpel dan menawarkan ragam promo.

Peluang di tengah BaaS

Salah satu model bisnis yang diusung oleh para penyedia bank digital adalah Bank as a Service (BaaS). Sederhananya, konsep tersebut memungkinkan mereka mengintegrasikan layanan perbankan dengan berbagai jenis aplikasi konsumer. blu sendiri, selain dengan Telkomsel, juga sudah menjalin kerja sama strategis dengan beberapa pihak, salah satunya Blibli.

Direktur Utama BCA Digital Lanny Budiati menjelaskan, “Dalam merealisasikan misi BCA Digital sebagai Bank as a Service untuk membangun ekosistem digital yang berkelanjutan di Indonesia, kami fokus berkolaborasi dengan expertise dari setiap industri. Sebagai yang terdepan di bidangnya, Telkomsel merupakan mitra kerja sama ideal bagi BCA Digital untuk tumbuh bersama dan memberikan seamless banking experience yang lebih mudah dan nyaman bagi nasabah blu maupun pengguna redi.”

Menurut laporan yang dirangkum Verified Market Research, nilai pasar BaaS telah mencapai $356,26 miliar pada 2020 dan diproyeksikan meningkat sampai $2.299 miliar di 2028 dengan CAGR 26,33% dalam periode tersebut.

Konsumer digital di Indonesia sendiri jumlahnya sangat besar – misalnya dilihat dari jumlah pelanggan layanan mobile telco, e-commerce, atau lainnya. Jelas ini menjadi pasar yang empuk bagi layanan finansial untuk melakukan on-boarding nasabah baru, termasuk dari kalangan baru yang mungkin sebelumnya tidak terfasilitasi layanan perbankan. Berbasis API, layanan perbankan tersebut dapat disematkan ke aplikasi digital lainnya, sehingga memberikan pengalaman yang lebih ringkas.

“Ke depannya, ekosistem digital yang dibangun blu bersama dengan Telkomsel redi ini akan terus diperluas dan menghasilkan terobosan baru yang lebih baik dan menjadi solusi digital untuk berbagai kebutuhan bagi para nasabah kami,” tambah Lanny.

Application Information Will Show Up Here

Bank Jago Siap Ekspansi Bisnis di 2022, Lanjutkan Integrasi dengan Gojek

Menyusul kemitraan strategisnya dengan Gojek, PT Bank Jago Tbk (IDX: ARTO) akan melanjutkan integrasi ekosistem layanan keduanya di 2022. Sejumlah use case telah dipersiapkan, seperti proses e-KYC GoPay dan Jago hingga pembayaran transaksi merchant dari Kantong Jago melalui GoPay.

Disampaikan Presiden Direktur Bank Jago Karim Siregar, saat ini pihaknya tengah menyiapkan peluncuran integrasi GoPay sebagai salah satu Kantong di aplikasi Jago. Kantong GoPay diestimasi segera hadir dalam waktu dekat.

Karim enggan mengelaborasi terkait rencana integrasinya dengan Gojek pasca-merger dengan Tokopedia (GoTo). Kendati begitu, ia memastikan terus akan melanjutkan pengembangan aplikasi Jago agar dapat melayani segmen ritel, UMKM, dan mass market.

Rencana sinergi dengan Gojek / Bank Jago
Rencana sinergi dengan Gojek / Bank Jago

“Tahun ini kami fokus memperkuat fondasi produk dan pengguna. Jumlah pengguna Bank Jago sekarang close to 700 ribu,” ungkapnya saat paparan bisnis Bank Jago, Kamis (28/10). Aplikasi Bank Jago tercatat telah diunduh lebih dari 1 juta di perangkat Android.

Sebagaimana diketahui, Gojek Group melalui GoPay (PT Dompet Anak Karya Bangsa) mencaplok 22% saham Bank Jago. Setelah aksi merger GoTo, Bank Jago tengah mengeksplorasi sinerginya lebih luas karena masuk ke ekosistem besar layanan milik Gojek dan Tokopedia.

Syariah digital dan kemitraan pembiayaan

Pada rencana lainnya, Bank Jago juga menargetkan layanan syariah digital tersedia di dalam aplikasi Jago pada kuartal pertama 2022. Saat ini, Unit Usaha Syariah sudah beroperasi, tinggal menunggu realisasi layanan digitalnya saja. Pihaknya tengah menanti izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Layanan [keuangan] syariah dan konvensional selalu diidentikkan berbeda, padahal sebetulnya tidak. Lagi pula, belum ada layanan keuangan syariah yang sudah fully digital di Indonesia,” tambahnya.

Jago Syariah akan menawarkan solusi keuangan digital yang berfokus pada kehidupan nasabah (life centric) dengan mengoptimalkan teknologi terkini, setara dengan aplikasi Jago konvensional.

Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pangsa pasar bank syariah hanya 6,33% per Oktober 2020. Kenaikannya tidak terlalu signifikan dibandingkan pangsa pasar di 2017 yang cuma 5%.

Lebih lanjut, Bank Jago juga berencana memperkuat ekosistem digital dengan mendorong kemitraan layanan, terutama untuk pembiayaan (lending). Secara total, Bank Jago telah bekerja sama dengan 19 mitra dari berbagai vertikal, mulai dari e-commerce, lending, dan investment.

Saat ini, seluruh pembiayaan Bank Jago masih disalurkan melalui model loan channeling dengan pihak ketiga, baik melalui perusahaan jasa keuangan maupun platform P2P lending.

Ekosistem layanan Bank Jago / Sumber: Bank Jago

“Bank itu hidupnya dari pendapatan bunga, maka itu kita jangan fokus ke [produk] yang sifatnya transaksional saja, tetapi juga ke kredit atau pembiayaan,” tuturnya.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal ketiga 2021, Bank Jago telah menyalurkan sebesar Rp3.727 triliun atau naik 502% dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp619 miliar. Sebagian besar kredit ini disalurkan lewat skema loan channeling

Dalam wawancara terdahulu, Karim sempat mengungkap akan membidik UMKM sebagai target pasar pembiayaan. Di 2020, jumlah pelaku UMKM di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 65 juta yang tercatat berkontribusi lebih dari 50% terhadap PDB Indonesia, dan menyerap sebesar 97% dari anggaran kerja aktif di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Modalku Resmikan “Virtual Credit”, Bantu UKM Kendalikan Arus Kas dengan Paylater

Dalam rangka mengokohkan posisinya sebagai platform pendanaan digital UMKM, Modalku meluncurkan “Virtual Credit”, sebuah fasilitas paylater untuk mendukung kebutuhan usaha bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Sebelumnya, Modalku sudah melancarkan kerja sama dengan BukaPengadaan untuk melancarkan inisiatif paylater B2B ini.

Modalku Virtual Credit merupakan fasilitas paylater bisnis berupa layanan pinjaman yang diberikan dalam bentuk limit kredit yang dapat digunakan untuk bertransaksi secara digital di platform atau supplier online/offline. Dengan proses persetujuan yang cepat, fasilitas ini dapat digunakan untuk menambah stok barang, mengembangkan usaha, serta kebutuhan mendesak para pelaku UMKM.

Fasilitas Modalku Virtual Credit ini dapat digunakan oleh UMKM individual maupun berbadan usaha (PT/CV) untuk mengelola dan mengontrol arus kas usaha dengan akses yang mudah. Limit yang diberikan akan disesuaikan dengan skala bisnisnya. Kategori UMKM individual bisa mendapatkan limit kredit hingga Rp100 juta, sedangkan untuk UMKM berbadan usaha hingga Rp500 juta. UMKM dapat mengajukan fasilitas ini tanpa perlu memiliki agunan.

Saat ini Modalku telah bekerja sama dengan lebih dari 100 supplier online dan offline untuk membantu UMKM dalam pemenuhan kebutuhan usaha. Beberapa platform online yang sudah bekerja sama di antaranya JD.ID, Bizzy, Blibli, Jubelio, dan akan terus bertambah seiring perkembangan layanan.

“Dengan adanya fasilitas paylater untuk bisnis ini, kami bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada UMKM agar mendapatkan tempo yang lebih panjang dan membantu UMKM mengontrol arus kas dengan lebih baik karena pemasukan atau piutang yang sering kali bersifat fluktuatif dari waktu ke waktu, terutama di masa-masa pandemi yang masih berkepanjangan dan tidak menentu,” ujar Head of Growth and Partnership Modalku Arthur Adisusanto.

Arus kas sendiri menjadi sumber kehidupan bagi setiap lini bisnis. Kemampuan untuk bisa mengelola pendapatan dan pengeluaran merupakan ilmu esensial dalam mengembangkan usaha apa pun. Ketika arus kas masuk lebih lambat daripada arus keluar (arus kas negatif), menjalankan dan mengembangkan bisnis akan menjadi sulit.

Lead Financial Trainer QM Financial Ligwina Hananto menyampaikan “Solusi dari kehadiran platform pendanaan digital tentu harus diimbangi dengan edukasi diri mulai dari perencanaan kebutuhan keuangan, cara mengelola, dan pengawasannya. Memasuki era teknologi, masyarakat juga harus lebih memahami dan cermat dalam memilih platform pendanaan yang telah terdaftar di OJK. Serta pastikan fasilitas yang ditawarkan sesuai untuk pemenuhan kebutuhan bisnis. Meski ada banyak opsi untuk pengajuan pinjaman, pastikan untuk tetap bertanggung jawab terhadap pinjaman yang diajukan.”

Dalam melakukan seleksi calon nasabah untuk fitur ini, terdapat 4 proses utama. Pertama, dengan melakukan pre-screening untuk validasi kelengkapan dokumen seperti KTP dan NPWP. Setelah itu, akan dilakukan analisis mendalam untuk memastikan pemilik bisnis dapat mengembalikan pinjamannya, salah satunya dilihat dari credit scoring. Lalu, di tahap onboarding, pebisnis harus menandatangani dokumen perjanjian pinjam meminjam atau e-KYC. Terakhir, terdapat lapisan keamanan yang akan mendeteksi penggunaan kredit untuk bisnis atau konsumtif.

Penyaluran kredit bagi UMKM di Indonesia

Perkembangan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh jumlah penyaluran kredit kepada UMKM yang secara umum mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Kredit UMKM diberikan kepada debitur usaha mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan kriteria usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan.

Di Indonesia, Modalku bukanlah satu-satunya platform yang menyasar pasar UMKM dalam penyaluran kredit. Ada KoinWorks yang terus menambah jajaran lender institusi untuk penyaluran kredit UMKM dalam platformnya. Selain itu juga ada Investree yang baru saja mendapat tambahan debt funding.

Menurut data yang dihimpun oleh tim DSInnovate dalam Fintech Report 2020, untuk pangsa pasar sebagai platform yang paling sering digunakan adalah Modalku dengan 21,6 persen, disusul KoinWorks tipis dengan 21 persen, dan Investree 18,9 persen. Kemudian, ada ModalRakyat 16,2 persen, Akseleran 10,3 persen, AwanTunai 9,6 persen, Mekar.id 9,3 persen, dan Taralite 7,2 persen.

Modalku menyediakan layanan pendanaan digital, dimana peminjam (UMKM yang berpotensi) bisa mendapatkan pinjaman modal usaha tanpa jaminan hingga Rp 2 miliar yang didanai oleh pendana platform (individu atau institusi yang mencari pendanaan) melalui pasar digital.

Selain di Indonesia, Modalku juga telah beroperasi di Singapura, Malaysia, dan Thailand dengan nama Funding Societies. Sampai saat ini, Grup Modalku telah berhasil mencapai penyaluran pinjaman usaha sebesar Rp 26,47 Triliun kepada lebih dari 4,8 juta transaksi pinjaman UMKM.

Application Information Will Show Up Here

Open Labs Bantu UMKM Tingkatkan Bisnis dengan Pendekatan “Brand Aggregator”

Bisnis UMKM seringkali terhalang modal saat ingin mengembangkan bisnisnya lebih jauh, apalagi saat terjun ke ranah online yang sarat dengan inovasi. Di Indonesia, menurut Kementerian Perdagangan, ada lebih dari 64 juta UMKM yang secara kolektif menyumbang sekitar 61% PDB Indonesia.

Dari jumlah UMKM tersebut, 14 juta telah bermigrasi ke platform e-commerce, dan sebanyak 330 juta UMKM diharapkan dapat melakukan transformasi digital di masa depan. Kesempatan yang menarik ini membuat Jeffrey Yuwono yang sebelumnya adalah Co-founder & CEO Sorabel, memutuskan untuk merintis startup brand aggregator Open Labs.

Berbeda dengan brand aggregator lainnya, Open Labs menyiapkan program ketersediaan dana sebesar Rp1,4 triliun ($100 juta) untuk diinvestasikan ke bidang usaha yang berpotensi besar menjadi merek konsumen terkemuka. Diklaim nominal ini terbesar di antara brand aggregator lainnya di Asia Tenggara.

Jeffrey enggan membeberkan lebih detail sumber dana tersebut, hanya mengatakan berasal dari salah satu perusahaan e-commerce unicorn. Tidak disebutkan juga ticket size investasi yang diberikan Open Labs per mitranya. “Kita terima banyak interest dari para investor dan kami sangat berterima kasih atas kepercayaan tersebut,” terangnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (28/10).

Di balik kesempatan yang besar ini, sambung Jeffrey, ketika bisnis online dimulai, biasanya pengelolaan operasionalnya cukup sederhana. Namun, seiring dengan pertumbuhan mereka yang semakin besar dalam hal volume dan ruang lingkup, kompleksitas operasional bisnis pun semakin besar.

Selain kebutuhan terhadap modal kerja yang lebih tinggi, para pebisnis online juga menghadapi berbagai tantangan lainnya, seperti bagaimana mendapatkan sumber pasokan produk yang terukur, rentang produk yang tepat, rentang harga yang tepat, strategi merek, bagaimana melakukan pemasaran yang baik secara terprogram, bagaimana melakukan layanan pelanggan secara efisien, serta bagaimana mengelola rantai pasokan yang rumit dengan persyaratan pergudangan, logistik, dan distribusi yang sangat spesifik.

“Banyak pebisnis online –terutama yang merupakan pendiri tunggal– tidak memiliki sumber daya yang cukup dan kewalahan mengatasi tantangan ini.”

Di sini, Jeffrey melihat Open Labs dapat memainkan peran ganda sebagai brand aggregator. Pertama, dengan ketersediaan dana investasi, dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan. Kedua, memiliki keahlian yang tepat untuk mengisi kesenjangan atau masalah-masalah operasional, sekaligus melengkapi keahlian yang dibutuhkan oleh portofolio mitra.

Biasanya pebisnis online yang membutuhkan dana memiliki beberapa pilihan, termasuk meminjam dari bank. Ada kalanya, model bisnis mereka tidak sesuai dengan kriteria yang dicari VC atau PC karena biasanya VC mencari perusahaan startup teknologi dengan model disrupsi untuk mengejar pertumbuhan eksponensial. Sedangkan PE menargetkan perusahaan yang sudah mapan dan matang. Modal pendanaan Open Labs mengatasi batasan-batasan tersebut untuk permodalan dengan menyasar bisnis online.

Kriteria UMKM yang ditetapkan

Open Labs menetapkan sejumlah persyaratan bagi perusahaan yang akan mendapatkan dana, di antaranya: omzet per tahun di atas Rp3 miliar, kinerja bisnis yang terus tumbuh, profit positif, dan menguasai pasar yang digeluti. Adapun model bisnisnya adalah bermitra untuk akuisisi 51%, yang mana Open Labs dan founder menjadi partner; atau mengakuisisi 100%, yang mana founder menjual usahanya untuk dapat fokus pada hal lain.

Sebagai gambaran untuk opsi 51%, untuk posisi dewan komisaris akan diisi oleh founder dan Open Labs, dewan direksi hanya diisi founder, dan tim operasional diisi oleh founder dan Open Labs (jika founder setuju).

“Investasinya bisa berupa primary, secondary atau keduanya. Kalau investasi primary, perusahaan akan menerima uang dan menerbitkan saham baru, sementara kalau secondary, founder akan menerima uang atas saham yang dijual.”

Adapun untuk tahapan proses menjadi mitra, diklaim lebih cepat. Dalam kurun waktu satu minggu, mitra akan mendapat jawaban ya atau tidak dari Open Labs. Sebelumnya, mitra harus menyerahkan data finansial, lalu tim Open Labs akan menghitung valuasi yang membutuhkan waktu satu minggu untuk menjawab ya atau tidak. Berikutnya, proses audit yang memakan waktu selama enam minggu, dan terakhir pada dua minggu kemudian tanda tangan perjanjian dan transfer pembayaran.

Tim operasional Open Labs diisi oleh 60 orang ahli di berbagai aspek operasional dan regulasi bisnis penjualan online, seperti branding dan pemasaran, layanan pelanggan, rantai pasokan, logistik, pengelolaan keuangan hingga kepatuhan terhadap peraturan di bidang pajak dan hukum. Tim ini akan bertambah hingga 150 orang ke depannya.

Rencana berikutnya

Jeffrey menuturkan, dengan ketersediaan dana sebesar $100 juta ini, bukan berarti perusahaan mengejar secara kuantitas untuk jumlah mitra yang ingin digaet. Perusahaan tetap mengutamakan kualitas terhadap dukungan yang diberikan, mengingat tiap usaha memiliki masalah krusial yang perlu dicarikan solusinya. “Kualitas lebih penting karena kami tak hanya fokus ke investasi, tapi juga menumbuhkan bisnis tersebut agar lebih besar.”

Tidak disebutkan ada berapa mitra yang sudah bergabung di Open Labs. Satu di antaranya adalah Emaku, usaha bumbu dapur lokal. Jeffrey mengaku pihaknya lebih ingin mendiversifikasi mitra, ketimbang fokus di satu vertikal saja. Sebab melihat dari sisi yang lebih luas, ia ingin ada value yang bisa diberikan perusahaan. “Kami juga incar usaha yang bergerak di produk kesehatan, home appliance, fesyen, F&B, hingga men skincare,” tutup dia.

Dalam kancah regional, model bisnis seperti Open Labs sudah ada beberapa. Beberapa di antaranya ada Hypefast dan Una Brands. Namun, keduanya mengadopsi model rollup, seperti yang dilakukan oleh Thrasio yang berbasis di Amerika Serikat.

Strategi rollup adalah pendekatan di mana beberapa bisnis di sektor yang sama diakuisisi dan digabungkan menjadi satu entitas. Ada beberapa variasi dalam model ini, misalnya beberapa pengakuisisi mengoperasikan perusahaan target secara relatif terpisah dan yang lain menggabungkan perusahaan yang diakuisisi untuk lebih mewujudkan sinergi biaya dan skala ekonomi.

Investree Kantongi Pendanaan Debt 142 Miliar Rupiah dari responsAbility

Investree kembali mengumumkan perolehan pendanaan debt sebesar $10 juta (lebih dari 142 miliar Rupiah) dari responsAbility Investments, manajer aset dari Swiss yang berfokus pada investasi lanjutan. responsAbility merupakan mitra investor dari salah satu lender institusi di Investree, yakni Accial Capital yang pertama kali masuk sebagai lender sejak 2017.

Pendanaan debt ini akan disalurkan kembali untuk membiayai kebutuhan pembiayaan yang diajukan oleh borrower atau pelaku UKM di Investree. Bagi responsAbility, menyalurkan pendanaan kepada Investree berarti secara langsung berkontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SGDs) PBB, kaitannya dengan akses keuangan terbatas untuk UKM yang membatasi penciptaan lapangan kerja, memicu ketidaksetaraan, dan menghambat pembangunan ekonomi.

Co-founder & CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan, ini merupakan batu lompatan yang amat besar buat Investree karena pada putaran pendanaan mereka yang ketiga, Accial Capital mengajak salah satu co-investornya yaitu responsAbility untuk turut mendanai melalui platform Investree.

“Sejalan dengan visi dan misi responsAbility sebagai ‘rumah’ investasi keberlanjutan yang berspesialisasi pada dampak, kami akan menargetkan pendanaan dari kemitraan responsAbility-Accial Capital untuk membiayai proyek-proyek borrower kami yang memiliki dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan signifikan bagi kehidupan, terutama di tengah masa pemulihan akibat pandemi ini,” kata Adrian dalam keterangan resmi, Kamis (28/10).

Salah satu proyek yang sudah dilakukan Investree adalah membantu pemberdayaan ibu-ibu pedagang ultramikro yang berada dalam ekosistem Gramindo. Pada pedagang ini memiliki karakteristik berkelompok, terdiri dari perempuan-perempuan tanpa akses ke bank dan menjalankan usaha dengan menggunakan skema konvensional maupun syariah. Kini jumlahnya sudah mencapai 5.700 di platform Investree.

Bagi responsAbility sendiri, ini merupakan model transaksi kredit yang unik di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia karena tandem dengan Accial Capital untuk memberikan dukungan pembiayaan kepada UKM melalui platform Investree.

Deputy Head Financial Inclusion Debt responsAbility Jaskirat S. Chandha menuturkan, “Kami sangat senang dapat bermitra dalam struktur inovatif ini menyediakan pendanaan modal kerja yang sangat dibutuhkan oleh peminjam UKM-UMKM di Indonesia. Teknologi finansial merupakan pendorong utama inklusi keuangan. Kami senang telah menemukan kolaborasi yang tepat di Accial Capital dan Investree dengan keahlian yang dibutuhkan.”

Investree memasuki usia ke-6

Di usia ke-6 ini, perusahaan sudah berkembang jauh tidak hanya sekadar perusahaan fintech lending. Selama 2021 saja, perusahaan telah memberdayakan 5 ribu pengusaha perempuan ultra mikro yang membutuhkan dukungan pembiayaan untuk mengembangkan usaha sederhana mereka.

Berikutnya, menggandeng digital freight forwarder Andalin untuk menawarkan akses pembiayaan bea cukai dan pajak bagi para klien Andalin melalui produk Buyer Financing. Kerja sama ini bertujuan untuk membantu meringankan beban biaya klien agar mereka tidak perlu mengeluarkan biaya besar di awal, sehingga manajemen arus kas perusahaan dapat dioptimalkan.

Hingga September 2021, Investree membukukan total fasilitas pinjaman sebesar Rp 12 triliun, naik 51% secara yoy dari tahun lalu, dan nilai pinjaman tersalurkan sebesar Rp 8 triliun. Dari segi angka pemberi pinjaman dan peminjam, pada akhir kuartal III 2021, tercatat sudah ada 46 ribu lender dan 6 ribu borrower yang tergabung di Investree secara kumulatif. Perbandingan jumlah lender individu dan lender institusi yang mendanai berada di persentase 40:60.

Kontribusi Investree terhadap industri fintech lending di Indonesia pun nyata.
Pinjaman outstanding Investree berkontribusi sebesar 8,3% terhadap pinjaman outstanding produktif nasional. Per September 2021, TKB90 mereka adalah 98,22% – lebih baik dari rata-rata nasional 93,3%.

Porsi sektor produktif masih minim

Menurut laporan DSInnovate dan AFPI pada tahun lalu sebanyak 36,1 juta peminjam di sektor produktif meminjam Rp2,5 juta-Rp25 juta. Hanya 17,6% di antaranya yang meminjam lebih dari Rp500 juta. Sektor ini masih perlu digenjot lebih lanjut oleh regulator, terlebih lagi di masa pandemi ini banyak UMKM yang butuh terpukul dan harus tetap bertahan.

Sumber: DSResearch

 

Sumber: DSResearch
Application Information Will Show Up Here

Startup Aquatech DELOS Peroleh Pendanaan Tahap Awal Dipimpin Arise

Startup aquatech DELOS mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dipimpin oleh Arise, fund khusus besutan MDI Ventures dan Finch Capital. MDI Ventures sendiri turut berpartisipasi dalam putaran tersebut, beserta investor lainnya, seperti Hendra Kwik (Number Capital), Irvan Kolonas (JAPFA Eksekutif), dan iSeed Asia.

Perusahaan berencana untuk memanfaatkan dana segar untuk memperkuat dan meningkatkan perangkat lunak produksi udang DELOS secara akurat untuk memperkirakan dan merekomendasikan tindakan agar profitabilitas dan produktivitas tambak meningkat. Selain itu, dana juga akan digunakan untuk mengembangkan integrasi value chain dan on-board lebih banyak mitra pertanian DELOS.

DELOS dirintis pada tahun ini oleh Guntur Mallarangeng, Bobby Indra Gunawan, dan Alexander Farthing. Perpaduan para founder ini menghadirkan tim multidisiplin yang mencakup akuakultur, biologi kelautan, teknologi, dan bisnis. Startup ini bermitra erat dengan Dewi Laut Aquaqulture, perusahaan akuakultur lokal terkemuka, dan Alun selaku perusahaan fintech akuakultur terkemuka, untuk mempercepat pengembangan teknologi in-house.

DELOS berambisi ingin mendorong pertumbuhan dan modernisasi industri akuakultur Indonesia. Saat ini masih terjadi masalah klasik dalam rantai pasok di sektor tersebut karena minimnya adopsi teknologi. Padahal permintaan global untuk protein berbasis makanan laut meningkat, sementara stok penangkapan ikan liar berkurang di bawah tekanan besar. Akuakultur memasok lebih dari 60% dari semua makanan laut yang dikonsumsi.

Dengan garis pantai sepanjang 54.000 km, sumber daya manusia pesisir yang melimpah, dan iklim tropis, Indonesia tampaknya akan menjadi pemimpin global yang jelas untuk akuakultur berkelanjutan, terutama dengan udang Indonesia yang bersaing dalam skala global sebagai produk akuakultur paling berharga kedua di dunia, yaitu ekspor makanan laut terbesar.

Pemerintah Indonesia mengakui sebuah revolusi baru, telah menargetkan budidaya dan produksi udang untuk tumbuh 250% selama 3 tahun ke depan. Namun, adopsi teknologi yang rendah, praktik pengelolaan yang tidak sesuai standar, dan akses yang buruk ke pembiayaan telah membatasi pertumbuhan akuakultur Indonesia –terutama menghambat produktivitas akuakultur.

Faktor-faktor tersebut telah menciptakan hambatan di tengah-tengah rantai nilai, dan membatasi output prosesor hilir hingga rata-rata 40%-60% kapasitas. Kurang dari 5% pertanian 4 kali lebih produktif daripada pertanian tetangganya (40 ton vs 10 ton/Ha).

Kesenjangan produktivitas inilah yang membuat industri senilai $2 miliar tidak dapat memenuhi potensi terpendamnya dan menjadi industri senilai $4 miliar, menurut Kementerian Perikanan Indonesia.

Tim lintas disiplin DELOS dan teknologi mutakhir akan sangat penting untuk mendukung agenda nasional untuk mendorong pertumbuhan ini dengan tetap menjaga keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan.

Guntur beserta tim berusaha untuk meningkatkan pengalaman, jaringan, dan IP-nya, sistem manajemen tambak full-stack yang diteliti dan dikembangkan secara internal untuk meningkatkan kapasitas produktif dan output tambak udang Indonesia yang ada sebesar 50%-150% –menciptakan nilai bagi petani, meningkatkan volume ekspor nasional, dan meningkatkan reputasi Indonesia sebagai negara akuakultur terkemuka dunia.

Dalam keterangan resmi, Partner Arise Aldi Adrian Hartanto menjelaskan, tantangan klasik dalam value chain berlapis, produktivitas yang rendah, dan kurangnya pembiayaan menghambat industri udang nusantara yang belum dimanfaatkan secara maksimal, padahal menyumbang 77% dari keseluruhan nilai hasil perikanan.

“Solusi berbasis teknologi DELOS telah berhasil membenamkan teknologi dan operasi ke dalam budaya dan infrastruktur petani lokal sambil menjembatani mereka dengan pemangku kepentingan yang ada. Ini mengarah ke FCR (Feed Conversion Ratio), SR (Survival Rate), dan Harvest yang lebih tinggi, menjadikannya roda gila yang mematikan,” tutupnya, Kamis (28/10).

Startup akuakultur di Indonesia

Ukuran pasar akuakultur global diperkirakan akan memperoleh pertumbuhan pasar pada periode perkiraan 2020 hingga 2025, dengan CAGR 3,5%% pada periode perkiraan 2020 hingga 2025 dan diperkirakan akan mencapai $239,8 triliun pada 2025, dari $209,4 triliun pada tahun 2019.

Setiap tahun, akuakultur meningkatkan kontribusinya terhadap produksi makanan laut global. Sektor ini menghasilkan 110,2 juta ton pada tahun 2016, senilai $243,5 miliar dan merupakan 53 persen dari pasokan makanan laut dunia. Menurut data FAO, 90 persen volume produksi diproduksi di Asia.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa startup yang mulai menyasar segmen sejenis. Sebut saja Aruna, startup teknologi yang menyediakan platform untuk mempermudah para nelayan dalam menjual produknya langsung ke pasar global dan domestik. Perusahaan ini juga telah berhasil meraih pendanaan di tahun 2020 dari East Ventures, AC Ventures, dan SMDV.

Satu lagi startup yang bergerak di sektor yang lebih spesifik yaitu Jala. Startup ini menghadirkan solusi teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas petani udang di Indonesia. Di tahun 2019, timnya berhasil mengamankan pendanaan putaran awal dari 500 Startups sebesar 8 miliar Rupiah.