Mantan CEO CIMB Niaga Dikabarkan Akan Pimpin Bank Digital Milik EMTEK dan Grab

Bankir senior Tigor M Siahaan dikabarkan bergabung ke bank digital yang didirikan oleh konglomerasi media PT Elang Mahkota Tbk (IDX: EMTK) dan platform super app Grab.

Kabar ini diturunkan usai Tigor resmi mengundurkan diri dari posisinya sebagai Presiden Direktur dan CEO PT Bank CIMB Niaga Tbk (IDX: BNGA) tertanggal 21 Oktober 2021. DailySocial sudah mencoba mengonfirmasi ke Tigor, tapi belum mendapatkan jawaban.

Dalam artikelnya, Katadata menyebut bahwa Tigor akan memimpin bank digital hasil joint venture EMTEK dan Grab, yang kabarnya akan terintegrasi dengan ekosistem digital.

“Tigor akan memimpin bank digital yang terintegrasi dengan ekosistem bisnis digital yang mencakup berbagai layanan commerce, baik online maupun offline (O2O), pembayaran digital, dan layanan teknologi lainnya,” ungkap sebuah sumber seperti dilaporkan Katadata.

Tigor sebelumnya pernah memegang jabatan kunci di perusahaan terdahulu, yakni Country Head for Institutional Clients Group, Head of Corporate & Investment Banking and Country Risk Manager. Kemudian, Tigor juga menjabat sebagai Chief Country Officer of Citi Indonesia pada periode 2011-2015.

Baik EMTEK dan Grab sama-sama memiliki ekosistem kuat di bisnis media dan digital. EMTEK menaungi stasiun televisi SCTV dan Indosiar, KapanLagi Networks, dan platform streaming Vidio. Sementara Grab memiliki ekosistem layanan lengkap, seperti ride hailing, food delivery, dan kurir instan. Katadata melaporkan jumlah penggguna Grab diestimasi sebesar 22 juta pengguna.

Selain itu keduanya juga memiliki afiliasi kuat di mana Grab memiliki 2,59% sagam EMTEK yang dibeli pada Maret 2021. Saat ini, Grab dikabarkan memiliki 5,88% saham di perusahaan konglomerasi milik taipan Sariaatmadja ini.

Sinergi bank digital

Apabila kabar tersebut betul, ini akan menambah kembali deretan sinergi korporasi dan platform digital untuk merealisasikan bank digital selama dua tahun terakhir ini. Sinergi ini tak lagi terjadi di lingkup sektor perbankan saja, tetapi meluas ke sektor lainnya.

Pada sektor perbankan, publik telihat melihat berbagai sinergi yang dilakukan perbankan untuk memperkuat konsep bank digital mereka. Contohnya, Bank Artos dan Gojek (Bank Jago), Bank Yudha Bhakti dan Akulaku Group (Bank Neo Commerce), serta Bank Kesejahteraan Ekonomi dan Sea Group (Seabank).

Sementara di sektor media juga ada Bank Harda Internasional yang dicaplok oleh konglomerat Chairul Tanjung pada 2020 (Allo Bank). Lainnya, ada BCA melalui BCA Digital, BRI melalui Bank Raya, dan Bank Mandiri yang memilih untuk mengembangkan platform super app ketimbang mendirikan bank digital baru.

Kolaborasi menandakan persaingan bank digital di Indonesia akan semakin ketat sejalan dengan upaya perbankan untuk memperkuat ekosistem layanan digitalnya di masa depan.

Telkomsel dan BCA Digital Persiapkan Kolaborasi Platform Keuangan “REDI” dan blu

Telkomsel kembali melanjutkan babak baru transformasi digitalnya. Setelah platform Kuncie (edtech) dan Fita (healthtech), operator seluler milik BUMN ini kembali menambah portofolio digital dengan meluncurkan aplikasi keuangan Telkomsel REDI. Saat ini, aplikasi REDI sudah tersedia untuk perangkat Android.

Telkomsel REDI membuka sinyal kolaborasi dengan bank digital milik BCA, yakni BCA Digital (blu). Kolaborasi ini belum diluncurkan secara resmi, tetapi sudah diumumkan melalui laman LinkedIn BCA Digital. Dalam informasi tersebut, keduanya akan mengumumkan kolaborasi Telkomsel REDI dan blu pada akhir Oktober ini.

DailySocial telah mencoba menghubungi BCA Digital dan Telkomsel. Namun, belum ada konfirmasi dan informasi lebih lanjut dari keduanya.

“[Kolaborasi] Telkomsel Redi dan blu bisa dinantikan pekan depan ya. Tunggu saja,” ungkap juru bicara BCA Digital dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Aplikasi Telkomsel REDI memungkinkan pengguna untuk bertransaksi dan mengakses lebih dari satu rekening bank dengan nomor ponsel saja. Pengguna juga bisa mentransfer uang dengan QR code tanpa perlu memasukkan nomor rekening. Telkomsel REDI juga menawarkan sejumlah fitur lain, seperti split bill, pengingat tagihan (listrik, air, telepon, dll), hingga laporan pengeluaran setiap bulan.

Dalam siaran persnya beberapa waktu lalu, SVP Digital Advertising and Banking Telkomsel Ronny W Sugiadha mengatakan, Telkomsel REDI merupakan kelanjutan dari pengembangan inovasi layanan m-Banking Telkomsel yang awalnya dirilis di 2002.

“Melalui Telkomsel REDI, kami berupaya mengintegrasikan sejumlah layanan keuangan digital dari mitra perbankan ternama, yang diharapkan dapat semakin memudahkan masyarakat dalam mengelola berbagai rekening yang dimiliki dalam satu askes layanan aplikasi,” ujarnya.

Saat ini, Telkomsel REDI telah bekerja sama dengan lebih dari 20 institusi perbankan. Pihaknya akan terus menambah jumlah mitra perbankan agar dapat menjangkau target pengguna dalam ekosistem Telkomsel yang lebih luas.

Kolaborasi digital lintas sektor

Belum diketahui model kerja sama yang dilakukan antara blu dan Telkomsel REDI. Namun, beberapa platform digital lintas vertikal mulai berkolaborasi dengan perbankan untuk menghadirkan layanan Bank-as-a-Service (BaaS).

Misalnya, kolaborasi Bukalapak dan Sociolla dengan platform nexus milik Standard Chartered . Kemudian, kemitraan Grab dan BRI untuk menyediakan akses pembukaan rekening secara online. Sementara itu, BCA Digital memperkuat ekosistem layanannya dengan menggandeng platform e-commerce Blibli sebagai partner eksklusif platform blu.

Berbagai macam model kolaborasi yang telah dilakukan ini sebetulnya membidik target serupa, yakni mendorong perluasan inklusi keuangan di Indonesia. Dengan basis pengguna yang dimiliki masing-masing, kolaborasi ini memungkinkan akselerasi adopsi layanan yang lebih cepat.

Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2019 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terjamah layanan keuangan. Laporan ini menyebut populasi unbanked di Indonesia mencapai 92 juta jiwa, sedangkan underbanked mencapai 47 juta jiwa.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Indonesia Kembali Berpartisipasi dalam Putaran Pendanaan Seri B Crowde

CVC kelolaan Bank Mandiri, Mandiri Capital Indonesia (MCI), kembali berpartisipasi pada putaran pendanaan seri B Crowde. Berdasarkan sumber yang kami peroleh, dalam putaran teranyar startup fintech lending untuk agrikultur tersebut juga melibatkan Monk’s Hill Ventures.

Menariknya, pendanaan ini juga melibatkan unit bisnis dari anak perusahaan konglomerasi Gunung Sewu Group, yakni PT Great Giant Pineapple (GGP) yang merupakan anak usaha Great Giant Foods (GGF). Sedikit informasi, GGP merupakan produsen pengalengan nanas terbesar di dunia yang telah mengekspor lebih dari 15.000 kontainer ke 60 negara.

Kabar pendanaan ini telah dikonfirmasi oleh CEO MCI Eddi Danusaputro. “Betul, kami melakukan following funding seri B ke Crowde,” ungkapnya dalam pesan singkat kepada DailySocial.id.

Menurut data yang disubmisi ke regulator, dalam putaran yang masih berlangsung tersebut, perusahaan telah mengumpulkan dana segar senilai $9 juta atau sekitar 127,2 miliar Rupiah.

Sebelumnya, MCI telah berpartisipasi dengan memimpin pendanaan pra-seri A Crowde sebesar $1 juta atau sekitar 14 miliar Rupiah di 2019. Pada kesempatan sama, saat itu Bank Mandiri juga berpartisipasi sebagai lender institusi untuk penyaluran kredit lewat Crowde sebesar 100 miliar Rupiah.

Saat ini Crowde telah menyalurkan pinjaman mulai dari Rp8 juta hingga Rp2 miliar dengan tingkat bunga 6%-18%. Crowde juga mencatat TKB90 sebesar 97,89%. Selain Bank Mandiri, Crowde juga telah berkolaborasi dengan lender institusi lain, yakni Bank BJB, BPR Supra, dan Saison Indonesia untuk memperkuat struktur penyaluran kreditnya.

Potensi besar, tetapi berisiko

Dalam laporan DSResearch bersama Crowde bertajuk “Driving the Growth of Agriculture-Technology Ecosystem in Indonesia”, sektor budidaya termasuk dalam sektor usaha yang berisiko cukup tinggi. Pasalnya, pengembangan usaha di sektor ini terhalang oleh sejumlah kendala, seperti akses permodalan, literasi keuangan, serta kemampuan dan pengetahuan budidaya dari para petani.

Pemberian modal di agrikultur, kehutanan, dan perikanan / DSResearch dan Crowde

Menurut laporan, latar belakang pendidikan dan literasi keuangan para petani yang masih rendah menjadi salah satu faktor penghambat usaha budidaya. Crowde menyebut bahwa 78% petani rumah tangga yang aktif di Indonesia tidak memenuhi persyaratan permodalan bank.

Selain itu, penetrasi internet di kalangan petani juga masih rendah. Berdasarkan data BPS di 2018, hanya 4,5 juta petani yang terhubung dengan internet dari total 27 juta pelaku usaha di agrikultur.

Rencana Bisnis Otomoto di Tengah Pasar Otomotif yang Mulai Membaik

Sebagai konsekuensi dari penyebaran global virus corona, mobilitas sehari-hari masyarakat telah berubah signifikan. Dampaknya juga dirasakan oleh berbagai pihak dalam bisnis, tak terkecuali industri otomotif tanah air. Pada awal pandemi memang terbilang cukup terpukul akibat penurunan transaksi ekonomi yang terjadi, namun berangsur-angsur membaik.

Perubahan pola di masyarakat juga terjadi, misalnya makin banyak yang mempertimbangkan untuk menggunakan kendaraan pribadi, alih-alih kendaraan umum. Untuk mengakomodasi transaksi produk motor atau mobil yang makin signifikan, beberapa perusahaan juga menggencarkan inisiatifnya dengan membentuk platform jual/beli kendaraan. Otomoto menjadi salah satu yang fokus melayani kebutuhan sepeda motor.

Industri otomotif selama pandemi

Industri otomotif menjadi salah satu sektor andalan yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional. Disebut dalam situs Kementrian Perindustrian bahwa sektor ini telah menyumbangkan nilai investasi sebesar Rp99,16 triliun dengan total kapasitas produksi mencapai 2,35 juta unit per tahun dan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 38,39 ribu orang.

Co-Founder Otomoto Indonesia Marwoto Soebiakno mengungkapkan, “Pada awal pandemi, industri otomotif cukup terpukul, sehingga operasional kami juga cukup terganggu. Kami juga harus banyak beradaptasi dengan kondisi market. Namun, hal ini cukup memberikan dampak positif bagi Otomoto dan rekanan showroom motor bekas kami.”

Tentunya semua startup mengalami banyak tantangan. Menurut Marwoto, tantangan utama mereka adalah market education. Segmen pasar Otomoto mirip dengan beberapa startup dibidang FMCG, misalnya Ula, WarungPintar, dan lainnya, sehingga dibutuhkan strategi dan usaha khusus untuk membiasakan pengguna untuk melakukan transaksi otomotif secara online. Namun, timnya melihat hal ini kami sebagai peluang besar untuk dapat melakukan digitalisasi pasar tersebut.

Sebagai contoh, banyak pengendara motor yang terganggu secara finansial sehingga harus melepas kendaraannya. Disisi lain, banyak juga pengguna yang karena takut menggunakan kendaraan umum, lebih memilih untuk membeli kendaraan pribadi. Dalam hal ini, produksi kendaraan baru, cukup terhambat karena pabrik yang tutup dan hal-hal lainnya. Maka dari itu, pasar kendaraan bekas menjadi alternatif yang menarik.

Perusahaan rebrand dari Sumo365 ini memiliki model bisnis utama C2B Model (Customer to Business). Hal ini serupa dengan Carro, Carsome & OLX Autos (yang sebelumnya adalah BeliMobilGue). Platform ini memfasilitasi pengendara motor yang ingin menjual atau menukar tambahkan unitnya secara online dengan mudah dan cepat.

Terdapat dua fitur andalan, yaitu Price Engine dan Smart Inspection yang saat ini masih fokus pada sepeda motor. Melalui fitur ini, pengendara motor bisa memiliki keterbukaan harga dan memaksimalkan transaksi jual/beli/tukar-tambah. Selain itu, pengguna juga bisa mengajukan pinjaman/ re-financing dalam platform Otomoto.

Perusahaan mengklaim bahwa mengalami pertumbuhan yang cukup baik, terutama di tahun 2021. Selama Semester I 2021, Revenue tercatat sebesar CMGR 31.2% dan meningkat cukup drastis di Q3 ini dan timnya optimis bisa meraih pencapaian maksimal di Q4 tahun ini.

Rencana ke depan

Sejalan dengan recovery industri otomotif, terutama sepeda motor, Otomoto yakin penjualan sepeda motor akan tetap bertumbuh. Menurut data perusahaan, sebelum pandemi, rata-rata penjualan motor tahunan ada di angka 6 juta. Selama pandemi 2020, angka tersebut sempat turun ke angka 4.3 juta. Per Agustus 2021, penjualan motor keseluruhan di Indonesia sudah mencapai angka 3.2 juta dan di prediksi mencapai angka 4.7-5 juta di akhir tahun ini. “Maka dari itu, kami cukup confident bahwa market otomotif akan tetap berkembang,” tambah Marwoto.

Selain itu, perusahaan juga melihat ada dua hal yang akan mengubah dinamika di pasar otomotif dan akan membawa dampak positif. Pertama, pertumbuhan di industri logistik. Banyak startup seperti Shipper, Waresix, dll dan 3PL convensional seperti JNE, Tiki, dll. Di kota dan kabupaten kecil (tier-2), logistik masih cukup terbatas. Sehingga penetrasi ke kota dan kabupaten ini, akan membuka market baru.

“Kami melihat bahwa kebutuhan last-mile delivery tentunya akan berdampak positif kepada industri otomotif termasuk Otomoto. Kedua, mulai masuknya kendaraan listrik. Saat ini, EV (Electric Vehicle) masih memiliki harga yang cukup tinggi. Namun, pemerintah memprediksi bahwa harga EV bisa turun hingga 40%, dengan pembangunan infrastruktur seperti SPBKLU. Juga, inisiatif pabrik baterai dan lainnya. Hal ini tentunya akan memberikan angin segar bagi industry mobil dan motor,” ungkap Marwoto.

Melihat investor yang mulai tertarik untuk menyalurkan pendanaan di industri otomotif, seperti yang belum lama ini didapat oleh Carsome dan Carro, Otomoto saat ini sedang melakukan persiapan secara internal dan menargetkan untuk fundraising di awal Q1 2022. Selain itu, timnya juga berencana untuk berekspansi di Pulau Jawa. Perusahaan ingin bisa menjangkau pasar lebih luas di kota tier 1 dan harapannya bisa mencakup di kota-kota di tier 2.

“Secara business model, mungkin akan tetap memiliki landasan yang sama, namun kami juga sedang piloting untuk beberapa O2O (online-to-offline) solution yang bisa lebih membantu dan meningkatkan layanan Otomoto kepada para pengguna sepeda motor,” tutup Marwoto.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Pimpin Pendanaan 233 Miliar Rupiah Startup Edtech Geniebook

Startup edtech asal Singapura, Geniebook memperoleh pendanaan seri A sebesar $16,6 juta atau sekitar 233 miliar Rupiah yang dipimpin oleh East Ventures melalui Growth Fund dan Lightspeed Ventures Partners. Pendanaan ini akan digunakan untuk menambah jumlah timnya.

Sejumlah angel investor terkemuka di antaranya John Danner (Dunce Capital), Gaurav Munjal dan Roman Saini (Unacademy), Kunal Bahl dan Rohit Bansal (Snapdeal), Alvin Tse (Xiaomi), Linh Pham Giang (Hocmai), serta beberapa eksekutif senior dari perusahaan terkemuka di Asia Tenggara, seperti Gojek, Grab, dan Shopee juga ikut terlibat pada pendanaan tersebut.

Sebelumnya, Geniebook telah mengantongi putaran pendanaan pra-seri A senilai $1,1 juta di 2019 dari Apricot Capital.

Sebagai informasi, Geniebook didirikan pada 2017 oleh Neo Zhizong dan Alicia Cheong. Platform ini menawarkan rangkaian produk pembelajaran online melalui personalisasi dengan menggabungkan pengalaman pembelajaran campuran sesuai kebutuhan siswa. Mata pelajaran yang disediakan antara lain bahasa Inggris, matematika, dan ilmu pengetahuan alam (IPA).

Perusahaan mengklaim telah memperoleh pertumbuhan pendapatan lebih dari 2000% dengan basis pengguna sebesar 150.000 di Asia Tenggara. Saat ini, perusahaan yang berbasis di Singapura ini akan terus mengembangkan bisnisnya secara regional di Indonesia, Vietnam, dan Malaysia.

CEO & Co-founder Geniebook Neo Zhizhong mengatakan akan meningkatkan skala tim untuk sejumlah posisi strategis, mulai dari kurikulum, teknik, produk, hingga pertumbuhan demi memaksimalkan pengalaman pembelajaran online. Hingga saat ini, Geniebook sudah memiliki 350 karyawan di seluruh dunia.

“Kami akan terus berinovasi pada produk Geniebook yang sudah ada. Contohnya, GenieSmart atau lembar kerja yang dipersonalisasi dengan AI, GenieClass atau ruang belajar-mengajar melalui kelas online, dan GenieAsk yang memungkinkan murid untuk mengobrol dan menerima bantuan dari guru berpengalaman secara real-time,” paparnya dalam keterangan resmi.

COO & Co-founder Geniebook Alicia Cheong menambahkan, pihaknya siap untuk melakukan lompatan ke pertumbuhan berikutnya sejalan dengan penambahan tim baru, inovasi produk, dan fokus kuat untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih personal dan didukung dengan teknologi.

Sementara itu, Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengungkap, platform edtech memainkan peran penting dan mempercepat penawaran solusi mereka kepada pengguna sejalan dengan situasi pandemi Covid-19 di tahun kedua. Pihaknya juga menilai Geniebook telah menunjukkan daya tarik kuat di pasar luar negeri, salah satunya Vietnam yang telah mengalami pertumbuhan hingga tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu.

Momentum edtech

Berbagai pemain edtech di Asia Tenggara terus memanfaatkan situasi Covid-19 sebagai momentum untuk mengakselerasi pertumbuhan produk dan bisnisnya ke depan. Khusus di Indonesia, kegiatan belajar-mengajar (KBM) secara tatap muka di sekolah baru dibuka secara bertahap.

Dalam kesempatan terpisah baru-baru ini, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengungkap tentang bagaimana pandemi telah mengakselerasi adopsi digital dan mendorong investasi di sektor digital Indonesia. Healthtech dan edtech merupakan dua dari sekian sektor digital yang memainkan peran signifikan sejak pandemi pertama kali berlangsung.

Sumber: e-Conomy SEA Report 2020
Sumber: e-Conomy SEA Report 2020

Dampak ini turut tercermin dari meningkatnya layanan dari portofolio East Ventures, yakni Ruangguru dengan kenaikan jumlah pengguna hingga 50%. Selain itu, Willson menyoroti bagaimana pandemi mendongkrak iklim investasi di Indonesia dari sebelumnya $3,4 juta di 2020 menjadi $4,9 juta di kuartal ketiga 2021.

“Peningkatan ini teridentifikasi karena perilaku konsumen berubah menjadi perilaku berbasis digital atau online. Semua investor menjadi lebih agresif dan optimistis karena akselerasi digital terjadi sebelum hal lain,” kata Willson.

Application Information Will Show Up Here

Kitabisa Segera Masuk ke Bisnis Asuransi Digital Lewat “Kitajaga”

Setelah sebelumnya menutup layanan crowdinsurance Saling Jaga pertengahan bulan Juli 2021 lalu karena terkendala perizinan, kini Kitabisa melakukan pivot untuk unit insurtech-nya dengan meluncurkan kanal pembelian produk asuransi jiwa. Bernama “Kitajaga”, platform tersebut memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan berbagai produk asuransi jiwa lewati aplikasi Kitabisa.

Tidak berbeda dengan platform insurtech lainnya, semua proses dilakukan secara online, pengajuan klaim pun nantinya tanpa memerlukan dokumen fisik.

Masih dalam proses persiapan, CPO Kitabisa Vikra Ijas kepada DailySocial.id menyebutkan, saat ini layanan masih belum live. Seperti yang ditampilkan di web saat ini masih waiting list. Rencananya sebelum akhir tahun 2021 layanan tersebut akan diluncurkan.

Untuk memberikan produk asuransi yang terbaik, Kitajaga bekerja sama dengan pialang asuransi resmi yaitu PasarPolis yang telah terdaftar dan diawasi oleh OJK. Sementara untuk Dana Bersama, Kitajaga menggandeng PT. Asuransi Takaful Keluarga. Nantinya Dana Bersama (atau dana tabarru’) akan dikelola secara amanah oleh mitra asuransi syariah tersebut. Dalam situs Kitajaga juga disebutkan semua disesuaikan dengan akad asuransi syariah.

Terkait hubungan dengan layanan sebelumnya, Vikra menegaskan, “Kitajaga merupakan program berbeda dengan Saling Jaga yang sudah selesai beroperasi”.

Bisnis insurtech di Indonesia

Menurut data yang diolah DSInnovate dalam “Insurtech Report 2021“, GWP (gross written premiums) yang telah dibukukan industri perasuransian di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020. Asuransi jiwa mendominasi angka dengan persentase 73,8%.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa platform yang secara spesifik memberikan akses ke produk asuransi secara digital, berikut daftarnya:

Masing-masing memiliki pendekatan unik yang diunggulkan. Misalnya Fuse fokus pada digitalisasi sistem keagenan. Sementara PasarPolis fokus pada integrasi layanan ke ragam aplikasi konsumer. Selain bersama Kitabisa, PasarPolis juga telah menghadirkan layanan GoSure bersama Gojek.

Application Information Will Show Up Here

Maudy Ayunda Berpartisipasi dalam Putaran Pendanaan Seri A Segari

Startup online grocery Segari mengumumkan figur publik Maudy Ayunda sebagai salah satu angel investor yang berpartisipasi dalam putaran seri A. Penggalangan ini sebelumnya sudah diumumkan pada awal September 2021 senilai $16 juta dipimpin oleh Go-Ventures.

SIG, Alfamart, Gunung Sewu Group (salah satu grup perusahaan pertanian dan pangan terbesar di Indonesia), dan Intrinity Capital (afiliasi dengan Gulaku) turut berpartisipasi dalam putaran tersebut. Serta, jajaran investor di tahap sebelumnya, meliputi Beenext, AC Ventures, dan Saison Capital.

Baik Maudy Ayundy maupun Co-founder Segari Farand Anugerah saling mengenal, tak lain dikarenakan keduanya sama-sama pernah bertemu saat menempuh pendidikan di Amerika Serikat.

“Saat kami menempuh pendidikan di Amerika, kami ingin kembali ke Indonesia dan memberikan dampak positif dengan menggunakan teknologi. Begitu saya menceritakan impian tim Segari untuk mengembangkan layanan e-grocery, Maudy memberikan respons yang sangat positif,” ucap Farand dalam keterangan resmi, Selasa (19/10).

Maudy Ayunda turut menambahkan, “Sebelum memutuskan untuk berinvestasi, saya sudah menjadi pelanggan Segari dan saya langsung menjadi penggemar karena produk yang saya dapatkan selalu segar karena langsung dari petani. Pemesanan produk juga sangat mudah dan diantarkan langsung ke rumah.”

Menurutnya, dampak Segari yang membantu petani lokal untuk mendapatkan penghasilan yang adil dari produk yang mereka jual, membuat dirinya semakin tertarik dengan Segari. “Saya rasa ini adalah model bisnis yang bisa menjadi masa depan industri e-grocery Indonesia.”

Perusahaan berkomitmen untuk menyederhanakan rantai distribusi yang kompleks dengan memanfaatkan teknologi dan memberdayakan komunitas sebagai mitra penjualan dan distribusi yang lebih efisien. Dengan demikian, para pertani bisa tetap menjual hasil kebunnya dengan harga yang lebih adil.

Segari memiliki jaringan mitra petani di Jawa dan Sumatera dan memanfaatkan sistem desentralisasi gudang untuk menjaga kualitas produk tetap dalam kategori grade A+. Serta, bekerja sama dengan mitra penjualan untuk mengirim barang dalam waktu 15 jam setelah pemesanan.

Meski baru beroperasi selama satu tahun, bisnis Segari tumbuh subur. Perusahaan berhasil mendongkrak kinerja perusahaan yang naik lebih dari 20 kali lipat untuk jumlah pelanggan dan pendapatan. Produk yang tersedia semakin lengkap, mulai dari buah, sayur, daging, sembako, hingga bahan siap masak.

Tak hanya memanfaatkan platform e-commerce, perusahaan memiliki layanan social commerce Mitra Segari. Layanan tersebut hadir untuk menyasar ibu rumah tangga dan pelaku UMKM membuka usaha supermarket online dari rumah dan mendapat penghasilan tambahan. Farand menjelaskan, mitra cukup bermodalkan smartphone dan WhatsApp untuk dapat berjualan.

“Selain peluang tersebut, Mitra Segari juga mendapatkan bantuan tambahan berupa bahan pemasaran dan bimbingan dari tim Segari untuk terus mengembangkan usahanya.”

Pangsa pasar online grocery

Industri online grocery memiliki persaingan yang sengit, namun masih memiliki ruang tumbuh yang tinggi karena penetrasinya yang masih terpusat di kota-kota besar.

Laporan dari Statista menyampaikan, pada tahun lalu pangsa pasar online grocery di negara ini baru mencapai 0,3%, diprediksi akan meningkat 20 basis poin menjadi 0,5% pada 2022 mendatang. Pandemi yang melanda tanah air disebut-sebut sebagai salah satu faktor utama yang memicu peningkatan popularitas layanan online grocery di kalangan konsumen.

Menurut data, dampak lebih lanjut dari pandemi selain mengubah perilaku pembelian online konsumen, adalah perubahan pola pikir konsumen dalam berbelanja. “Karena khawatir akan dampak ekonomi dari pandemi, banyak konsumen Indonesia menjadi lebih sadar anggaran. Selain itu, prioritas pembelian kebutuhan pokok dan kesehatan di kalangan konsumen juga terlihat selama pandemi,” tulis laporan tersebut.

Namun demikian, apa yang dilakukan platform e-grocery masih di tahap yang sangat awal. Mengenai cakupan sendiri, hampir semua layanan masih fokus di kota tier-1. Pemain terbesar seperti HappyFresh masih mencakup kawasan Jabodetabek, Surabaya, dan beberapa kota besar lainnya. Sementara pendatang baru seperti Segari masih melayani area terbatas di Jadetabek.

Application Information Will Show Up Here

GoCement Terima Pendanaan Tahap Awal, Digitalkan Industri Konstruksi Melalui Marketplace B2B

Startup marketplace B2B khusus konstruksi “GoCement” berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal dari Arise (fund kolaborasi MDI Ventures dan Finch Capital), MDI Ventures, Beenext, dan Ideosource. Tidak disebutkan nominal dana yang didapat dalam putaran ini. Perusahaan memastikan dana segar akan dimanfaatkan untuk mempercepat pengembangan produk pasar B2B dengan memasukkan distributor besar ke dalam platform-nya, termasuk memanfaatkan jaringan Arise di perusahaan konstruksi pelat merah.

GoCement didirikan pada 2020 di tengah pandemi oleh Djonny Suwanto dan Asanga Abhayawardhana yang berpengalaman lebih dari 30 tahun di industri konstruksi karena keduanya berasal dari latar belakang pabrikan dan distributor. Dengan pengalaman matang di industri perdagangan bahan bangunan, menjadi bekal yang baik untuk mendorong tingkat pertumbuhan teknologi konstruksi.

Layanan tersebut berusaha mendigitalkan industri konstruksi yang ada dengan menciptakan pasar yang memanfaatkan distribusi bahan bangunan terdesentralisasi melalui manufaktur cloud. Model ini dicapai dengan mengarahkan produsen, distributor, membangun toko ritel, kontraktor, dan konsumen individu lainnya ke dalam satu platform. Dengan memanfaatkan manufaktur cloud, GoCement akan memberdayakan produsen UKM lokal untuk meningkatkan load cell mereka agar dapat menjaring klien yang lebih besar.

Kebutuhan dramatis untuk transformasi digital telah diperkuat melalui pandemi, pertumbuhan pasar B2B melonjak 16% selama beberapa tahun terakhir. Alasan ledakan teknologi konstruksi terutama berkisar pada tantangan yang dihadapinya dengan fragmentasi yang tinggi, komunikasi yang buruk, dan kurangnya transparansi data. GoCement memberikan solusi inovatif untuk menjawab tantangan yang ada di pasar tersebut.

CEO & Founder GoCement Djonny Suwanto menuturkan, konstruksi adalah industri yang masif, ekosistem yang kompleks dari pemilik proyek, pengembang, arsitek, kontraktor umum, subkontraktor hingga tukang (mandor/tukang), dan banyak lagi. Ia bahkan menyebut industri ini sebagai dinosaurus terakhir yang siap untuk disrupsi teknologi.

Selama bertahun-tahun, ia mengamati beberapa masalah signifikan dalam industri konstruksi, terutama didorong oleh pengadaan material yang tidak efisien dan pengangkutan barang-barang berukuran besar yang bernilai rendah. Masalahnya nyata. Kontraktor harus dapat menghemat waktu dan kerumitan untuk menghasilkan produktivitas.

“GoCement hadir untuk merevolusi industri dengan menghadirkan transparansi dan pengadaan bahan bangunan serta perekrutan peralatan yang efisien melalui inovasi & teknologinya,” ucapnya dalam keterangan resmi, Senin (18/10).

Partner Arise Aldi Adrian Hartanto menjelaskan, industri konstruksi Indonesia mirip dengan India karena didominasi oleh beberapa pemain besar. Kesempatan tersebut memungkinkan pemain seperti Infra.Market untuk membangun jaringan yang membantu produsen kecil mengembangkan bisnis mereka dan bersaing dengan perusahaan yang lebih mapan. Infra.Market adalah startup sejenis asal India yang memiliki pangsa pasar besar di negara tersebut.

Semangat tersebut membentuk visi yang sama bagi GoCement untuk mengurangi kelebihan kapasitas di industri ini melalui digitalisasi dan pemberdayaan seluruh pemangku kepentingan terkait di Indonesia.

“Kami memiliki keyakinan penuh bahwa Djonny dan Asanga, mengingat latar belakang mereka yang sangat kompatibel, bergabung dengan sumber daya dan jaringan kami yang kuat dalam ledakan konstruksi nasional untuk menjadi ujung tombak keberhasilan GoCement,” terangnya.

Partner Ideosource Edward Chamdani menambahkan, ”Kami percaya bahwa GoCement akan menjadi hal besar berikutnya dalam industri ConTech (construction tech) melalui digitalisasi rantai pasokan; sehingga kehadiran GoCement akan memungkinkan pengguna akhir untuk mengakses produk berkualitas tinggi namun terjangkau dan mengirimkannya ke daerah yang kurang dapat diakses bahkan.”

Pangsa pasar marketplace B2B

Dalam unggahannya, Arise menjelaskan dengan meningkatnya adopsi digital yang didorong oleh pandemi secara global, marketplace B2C telah menjadi salah satu yang paling diuntungkan. Namun di Asia, segmen ini menyumbang hampir 80% dari penjualan transaksi B2B global, mencapai $6,1 triliun. “Angka tersebut menunjukkan peluang signifikan yang belum dimanfaatkan di sisi lain, yang menarik perhatian kami di Arise,” tulis perusahaan.

Tidak seperti marketplace B2C, sektor marketplace B2B menghadapi batasan yang signifikan karena sifat industri yang berbeda – membutuhkan pendekatan yang disesuaikan dan khusus. Tren serupa juga muncul di Asia Tenggara yang mengambil jalan berbeda tentang aturan main marketplace B2C.

Alih-alih “pemenang mengambil semua” (winner takes all) menjadi “berbagai pemenang di setiap vertikal” seperti: agrikultur, ritel F&B, consumer goods, perlengkapan konstruksi, manufaktur, perlengkapan kantor, dan lainnya.

Mulai Beroperasi, Modalku Thailand Terima Pendanaan Tahap Awal dari 500 TukTuk

Funding Societies (dikenal sebagai Modalku di Indonesia) mengumumkan dimulainya operasional di Thailand, setelah mendapat lisensi crowdfunding dari Thailand Securities and Exchange Commission (SEC) pada Februari 2021. Bersamaan dengan itu, perusahaan memperoleh pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari 500 TukTuk.

Selain Modalku, perusahaan fintech lainnya yang turut menggarap peluang yang sama di kancah regional adalah Investree. Selain itu, terdapat Danacita yang sudah hadir di Thailand.

500 TukTuk merupakan modal ventura bagian dari 500 Startups yang berfokus pada pendanaan tahap awal untuk startup yang tersebar di Thailand dan CLMV (Cambodia, Laos, Myanmar, and Vietnam).

Country Head of Funding Societies Thailand Varun Bhandari mengatakan, visi perusahaan adalah selalu melayani UKM yang layak mendapat kredit sambil menumbuhkan kekayaan bagi investor. “[..] Kami percaya bahwa ini akan membuka jalan bagi Funding Societies untuk menjadi pemberi pinjaman digital pilihan bagi UKM,” ucapnya dalam keterangan resmi.

Partner 500 TukTuk Krating Poonpol menambahkan, fintech adalah salah satu industri yang sedang naik daun yang tumbuh secara eksponensial dalam beberapa tahun terakhir. Di Asia Tenggara, ada banyak startup fintech yang sukses karena banyak faktor yang berbeda termasuk ukuran pasarnya yang besar, jumlah populasi, lembaga keuangan yang mapan, dan bisnis yang terbuka untuk teknologi dan inovasi baru.

Pihaknya melihat peluang bagi Funding Societies untuk tumbuh secara eksponensial dengan kapasitasnya untuk memecahkan tantangan yang dihadapi oleh UKM dan startup di wilayah ini. “Kami sangat percaya bahwa Funding Societies dapat memperkuat ekonomi Thailand dengan menawarkan solusi bagi para pengusaha di Thailand,” ucapnya.

Sejak diluncurkan di Thailand, Funding Societies telah mendanai UKM dan startup lokal Thailand hingga lebih dari THB100 juta (sekitar 42 miliar Rupiah) dengan harga terjangkau, tanpa kredit macet. Serta, bermitra dengan Central Ritel, NocNoc, Freshket, dan Accrevo sebagai lender institusinya.

Funding Societies menawarkan pembiayaan jangka pendek untuk bisnis, menghubungkan mereka ke klien ritel dan institusi yang mencari alternatif peluang investasi yang menarik. Di Thailand, ada lebih dari 3 juta UKM beroperasi di berbagai industri, dan lebih dari 60% di antaranya mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi.

Banyak dari UKM ini tidak memiliki akses ke pendanaan yang memadai dari lembaga keuangan tradisional. Karena usaha kecil adalah tulang punggung perekonomian, Funding Societies berkomitmen untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan UKM di kawasan ini dengan menyediakan produk pinjaman yang fleksibel untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan ekspansi seperti pembiayaan faktur, pembiayaan PO, pembiayaan proyek dan pinjaman berjangka hingga THB 50 juta (sekitar 21 miliar Rupiah).

Grup Modalku didirikan pada 2015 untuk mengatasi kesenjangan pendanaan UKM sebesar S$300 miliar, dengan keyakinan kuat bahwa setiap UKM yang layak berhak mendapatkan pendanaan. Selama enam tahun terakhir, perusahaan telah menyalurkan lebih dari THB 58 miliar (lebih dari 21 triliun Rupiah) melalui 4,8 juta pinjaman kepada lebih dari 70.000 UKM di seluruh kawasan Asia Tenggara.

Tingkat default-nya selama pandemi tetap kurang dari 2%, didukung oleh model penilaian kredit yang dipimpin AI. Platform-nya telah dipercaya oleh mitra regional seperti Lazada, Shopee, CIMB, dan FoodPanda, untuk mendanai UKM dalam rantai pasokan, seperti pemasok, distributor, atau pedagang.

Pasar UMKM di Asia Tenggara

Berdasarkan studi oleh Asian Development Bank bertajuk “Asia Small and Medium Sized Enterprise Monitor 2020”, UMKM menyumbang rata-rata 97% dari semua jenis/skala perusahaan, 69% dari total tenaga kerja, dan 41% dari produk domestik bruto (PDB) negara selama 2010-2019.

Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 memperburuk tensi perdagangan global yang sudah meningkat dan ketidakpastian ekonomi di wilayah regional. Dalam banyak hal, UMKM memegang kunci pemulihan ekonomi di negara berkembang Asia.

Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara yang mempunyai jumlah UMKM terbesar di kawasan sebanyak 64 juta disusul oleh Thailand dengan 3,5 juta, dan Filipina dengan 1,2 juta unit UMKM.

UMKM merupakan kekuatan utama dan penting untuk mendorong perekonomian Asia Tenggara. Jumlahnya 97% dari dunia usaha dan menyerap 97% angkatan kerja nasional dalam periode 2010 hingga 2019. UMKM juga menyumbang rata-rata 41% dari PDB tiap negara dalam periode yang sama.

Namun, masih ada banyak pelaku usaha yang belum memiliki akses terhadap pembiayaan. Banyak dari mereka dianggap tidak memenuhi syarat meminjam di bank dan tidak memiliki histori kredit.

Fintech dapat memudahkan UMKM untuk mengoptimalkan efektivitas dan efisiensi operasional usaha, serta memudahkan UMKM yang tidak memiliki persyaratan cukup untuk mengakses pembiayaan perbankan, dalam mengakses pembiayaan modal kerja.

Perkuat Sinergi GoTo, GoPay Jadi Opsi Pembayaran Utama di Tokopedia

Sebagai bentuk integrasi bisnis GoTo, GoPay menjadi layanan berikutnya yang hadir di aplikasi Tokopedia sebagai salah satu pilihan pembayaran instan. Ikon GoPay tertera di laman utama aplikasi bagian kiri atas, yang sebelumnya ditempati oleh OVO.

Sebelum GoPay hadir, pada Agustus kemarin, Gojek telah lebih dulu memboyong GoPayLater ke aplikasi Tokopedia. Pengguna dapat memanfaatkan limit yang diperoleh untuk berbelanja di Tokopedia.

Dalam keterangan resmi, CMO GoPay Fibriyani Elastria mengatakan. kehadiran GoPay di Tokopedia merupakan perluasan manfaat bagi GoPay yang telah diandalkan jutaan masyarakat Indonesia untuk bertransaksi sehari-hari termasuk belanja online. “GoPay fokus untuk memenuhi kebutuhan pengguna dengan menyediakan dan meningkatkan perluasan layanan belanja online yang aman dan mudah,” terangnya dalam keterangan resmi, Kamis (14/10).

VP of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak menambahkan, “Selama ini Tokopedia telah menyediakan beragam metode pembayaran untuk mempermudah siapa pun merasakan manfaat bertransaksi online. Kami berharap kehadiran GoPay di platform Tokopedia sekarang bisa menjadi alternatif pembayaran bagi masyarakat yang kian mengandalkan pembayaran non-tunai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.”

Layanan ini diluncurkan secara bertahap kepada seluruh pengguna GoPay sejak Oktober. Seperti layaknya bertransaksi dengan pilihan pembayaran lainnya, pelanggan dapat memilih membayar dengan GoPay pada pilihan pembayaran di Tokopedia setelah memastikan jumlah tagihan belanja, alamat, serta metode pengiriman. Selanjutnya, pelanggan dapat menyelesaikan transaksi dengan memberikan konfirmasi PIN GoPay.

Kendati ekosistem GoPay sudah lengkap, tidak serta merta OVO dihapus dari ekosistem Tokopedia. Kedua perusahaan telah menyepakati OVO akan tetap hadir sebagai salah satu metode pembayaran di Tokopedia.

“Terkait penggunaan OVO di ekosistem Tokopedia dan Lippo Group, telah disepakati OVO akan tetap hadir seabgai salah satu metode pembayaran di ekosistem tersebut,” ucap Head of Corporate Communications OVO Harumi Supit mengutip dari CNBC Indonesia. Kata Harumi, perubahan struktur kepemilikan merupakan bagian wajar dari perjalanan perusahaan teknologi.

Saat ini, OVO dapat diakses pengguna di aplikasi Tokopedia melalui pilihan menu “Pengaturan”. Di laman tersebut, pengguna tetap dapat melakukan top up, transfer saldo ke sesama pengguna, dan melihat histori transaksi OVO.

Perlombaan duduki posisi teratas

OVO dan GoPay sebenarnya memiliki fokus yang sama, bekerja sama dengan berbagai mitra strategis agar semakin dekat dengan kehidupan sehari-hari para pengguna individu dan UMKM. Dalam paparan yang diberikan OVO, disebutkan bahwa layanannya sudah terintegrasi ke berbagai merchant di berbagai vertikal bisnis. Baik itu, tagihan dan hiburan, bahan makanan, parkir, logistik, kesehatan, donasi, pendidikan, fintech, dan sebagainya.

Aspek penting lainnya terhubung dengan sistem operasi smartphone, yakni Google Play dan App Store. Diklaim OVO sudah terhubung, namun saat diverifikasi lebih jauh, OVO belum tersedia di keduanya. Ada kemungkinan sedang proses integrasi, sehingga butuh waktu sebelum diresmikan ke publik.

Dalam berbagai riset, baik OVO dan GoPay saling mendominasi satu sama lain dalam menduduki posisi pertama sebagai aplikasi pembayaran digital yang paling populer. Menurut survei Fintech Report 2020, GoPay menempati posisi teratas (87%), kemudian secara berurutan disusul OVO (80,4%), DANA (75,6%), ShopeePay (53,2%), dan LinkAja (47,5%).

Sementara, dalam survei yang dirilis Boku pada tahun ini menobatkan OVO sebagai aplikasi dengan pertumbuhan transaksi tertinggi di 2020 dengan $10,7 juta, ShopeePay ($4,3 juta), LinkAja ($3,9 juta), GoPay ($3,7 juta), dan DANA ($3,4 juta). Urutan ini tidak bergeser untuk kategori pangsa pasar dan jumlah pengguna.

Menariknya, menurut survei yang diselenggarakan Neurosensum, ShopeePay tercatat menguasai pangsa pasar uang elektronik selama periode November 2020-Januari 2021 dengan persentase sebesar 68%. Posisi berikutnya adalah OVO (62%), lalu DANA (53%), GoPay (54%), dan LinkAja (23%).

Menduduki posisi teratas tentunya menjadi keinginan bagi semua pihak. Alhasil, masuknya GoPay ke dalam Tokopedia, menjadi generator yang baik untuk mendongkrak transaksi. Terlebih, Tokopedia dan GoPay tentu akan terus memberikan berbagai penawaran spesial berbentuk diskon dan cashback.

Dari sisi pemain e-commerce pun, baik Tokopedia dan Shopee, merupakan rival abadi seperti Grab dan Gojek, untuk mendominasi pasar. Secara berturut-turut Shopee berhasil mempertahankan posisinya sebagai e-commerce dengan kunjungan terbanyak di Indonesia dalam tiga tahun terakhir.

Rekor tersebut akhirnya dapat dipatahkan pada kuartal II 2021. Merujuk dari data iPrice, total pengunjung Tokopedia mencapai 147,7 juta rata-rata bulanan. Sementara, Shopee berada di angka 126,9 juta kunjungan. Terakhir kali, Tokopedia menjadi e-commerce dengan pengunjung terbanyak pada kuartal III 2019.

Application Information Will Show Up Here