Sequoia Capital India Kembali Pimpin Pendanaan untuk Bibit, Kini Bukukan 938 Miliar Rupiah

Startup pengembang platform investasi reksa dana Bibit hari ini (03/5) kembali mengumumkan perolehan pendanaan senilai $65 juta atau setara 938 miliar Rupiah. Sequoia Capital India kembali memimpin pendanaan ini, setelah sebelumnya mereka juga memimpin perolehan $30 juta Bibit pada awal tahun ini. Prosus Ventures, Tencent, dan Harvard Management Company turut terlibat dalam putaran ini, juga investor sebelumnya meliputi AC Ventures dan East Ventures.

Dana segar akan difokuskan untuk peluncuran produk/fitur baru, pengembangan teknologi, perekrutan karyawan, dan meningkatkan edukasi masyarakat terkait investasi.

Menurut data IDX dan KSEI, jumlah investor ritel di Indonesia tumbuh 78% secara YoY di 2020 menjadi 3,2 juta investor. Peningkatan ini disumbang oleh kalangan milenial; 92% investor baru pada tahun 2020. Pada kuartal pertama di tahun 2021 sendiri, ada penambahan sebanyak 1 juta investor reksa dana yang terdaftar di pasar modal. Meskipun adanya peningkatan yang signifikan, saat ini partisipasi dari masyarakat Indonesia di pasar modal masih kurang dari 2%.

“Sebelumnya, pasar modal di Indonesia dianggap sebagai tempat berinvestasi yang menakutkan, dan hanya untuk sebagian kalangan tertentu. Bibit mendayagunakan teknologi untuk membuat investasi semakin mudah untuk diakses oleh semua orang, termasuk investor pemula. Oleh karena itu, kami melihat adanya peningkatan yang tajam dalam minat investor ritel dalam di dalam pasar modal,” ujar Direktur Bibit Sigit Kouwagam.

Lebih lanjut ia menambahkan, “Kami percaya semua masyarakat Indonesia berhak mendapatkan masa depan yang lebih baik. Membantu meningkatkan inklusi keuangan dan mendorong kebiasaan berinvestasi dengan cara yang benar adalah salah satu cara untuk mewujudkannya. Kami sangat bangga bisa mendapatkan dukungan dari partner dan investor kami untuk mempercepat misi tersebut.”

Bibit sendiri telah diakuisisi Stockbit sejak tahun 2019. Stockbit dikenal sebagai layanan informasi tentang pasar modal. Platform Bibit didesain sebagai “robo-advisor” reksa dana di Indonesia, membantu investor memiliki portofolio sesuai dengan profil risiko dan tujuan investasi. Dari data yang diberikan, 90% pengguna Bibit merupakan investor milenial yang sebelumnya tidak berpengalaman terkait investasi.

Salah satu rival untuk aplikasi reksa dana adalah Ajaib. Belum lama ini Ajaib baru mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai 1,3 triliun Rupiah yang dipimpin oleh Ribbit Capital. Selain itu ada juga Bareksa, platform investasi yang saat ini juga sudah bergabung dan terintegrasi bersama grup OVO. Sementara unicorn Bukalapak juga tengah menyiapkan “mesin baru” mereka PT Buka Investasi Bersama untuk fokus melayani investasi reksa dana bagi jutaan pelanggan di platform online marketplace.

Dalam survei yang kami lakukan pertengahan tahun 2020 lalu, reksa dana (67%) menjadi instrumen investasi yang paling diminati untuk dibeli secara digital. Dilanjutkan emas (62,7%), saham (44,5%), P2P lending (16,3%), dan obligasi (11,5%). Mengenai pertimbangan memilih jenis investasi tersebut, responden kompak menjawab bahwa ini sudah sesuai dengan profil risiko (48,8%), baru belajar (24,4%), rekomendasi teman (10,4%), dan paling familiar (8,1%).

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Audiobook dan E-book Streaming “Storytel” Segera Beroperasi di Indonesia

Aplikasi audiobook dan e-book streaming global Storytel mengumumkan kehadirannya di Indonesia pada paruh kedua tahun 2021 mendatang. Storytel menunjuk Indriani Widyasari sebagai Country Manager Storytel Indonesia.

Dalam keterangan resmi, Regional Manager Storytel Asia Pasifik Elin Torstensson mengatakan, penunjukkan Country Manager merupakan awal penting dari rencana peluncuran layanan Storytel di Indonesia. Indriani akan bertugas untuk memperkenalkan konsep audiobook agar bisa diterima masyarakat.

“Diharapkan nantinya buku-buku dalam bahasa Indonesia akan memperkaya basis data layanan audiobook Storytel yang saat ini telah menjangkau hampir 340 juta pengguna di kawasan Asia Pasifik,” terangnya, Jumat (30/4).

Sebelum bergabung di Storytel, Indriani memiliki pengalaman lebih dari 11 tahun di dunia bisnis digital di Indonesia. Ia pernah menjaba sebagai Direktur Pemasaran di Zilingo Indonesia dan Country Manager Paktor. Pengalamannya yang kuat di dunia bisnis digital, mulai dari meluncurkan, mengembangkan, meningkatkan layanan, hingga gaya kepemimpinan dalam membangun tim yang kuat, Indriani diharapkan dapat membawa Storytel untuk berkembang di Indonesia.

Storytel memperkirakan bahwa saat ini nilai pasar audiobook global mencapai $4,7 miliar dan akan tumbuh 15% per tahun hingga 2030. Peningkatan ini didukung dengan popularitas dari audiobook dan e-book dalam beberapa tahun terakhir. Di era modern, minat orang terhadap literatur tetap tinggi mulai bergeser ke bentuk digital, seperti audiobook yang mudah diakses lewat gawai.

Kehadiran audiobook diharapkan dapat memperkuat pasar, sekaligus memberikan peluang baru bagi penulis dan penerbit buku. Sementara itu, menurut survei perilaku konsumen yang dilakukan oleh Audio Publishers Association (APA), mendapati sekitar 60% pendengar mengonsumsi audiobook sambil bersantai di rumah. Karena sisi praktisnya tersebut, diperkirakan audiens dewasa akan berlangganan layanan audiobook dalam skala besar. Audiobook diprediksi akan menjadi tren baru bagi para pecinta buku di Indonesia.

“Storytel telah mempersiapkan dan terus melakukan edukasi mengenai platform audiobook streaming yang dapat didengarkan sambil bersantai, berolahraga, atau pulang pergi kerja, atau sembari melakukan aktivitas lain yang nantinya akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari,” kata Indriani.

Sebelum hadir di Indonesia, Storytel telah hadir di kawasan Asia Pasifik selama empat tahun. Dimulai dari India pada 2017, Singapura (2019), Korea Selatan (2019), dan Thailand (2020). Hingga saat ini audiobook dari Storytel telah menjangkau penghobi buku di 25 negara di seluruh dunia, antara lain Arab Saudi, Belanda, Belgia, Brazil, Bulgaria, Denmark, Finlandia, Islandia, Israel, Jerman, hingga Spanyol, Swedia, Turki, dan Uni Emirat Arab.

Tren industri konten suara

Audiobook bisa dikategorikan salah satu turunan dari konten berbasis suara yang dulu dianggap underrated. Berkat kehadiran teknologi dan pergeseran masyarakat dalam mengonsumsi konten yang semakin bergeser ke gawai, membuat popularitas dari podcast makin diminati yang kini menjelma jadi konten on-demand karena dapat dinikmati di berbagai platform digital.

DailySocial pernah membuat tulisan mendalam terkait podcast mulai mendominasi lanskap media di sejumlah negara karena ia hadir dengan format yang memungkinkan pendengar melakukan aktivitas lain atau multitasking. Mengacu riset Podcast User Research in Indonesia di 2018, variasi konten dan fleksibilitas menjadi dua alasan besar mengapa konsumen mendengarkan konten audio berbasis digital ini.

Spotify yang kini mulai menyeriusi bisnis podcast ini sangat tertarik dengan perkembangan di Indonesia. Mereka mencatat konsumsi podcast orang Indonesia adalah terbanyak se-Asia Tenggara pada tahun lalu. Sebanyak 20% dari total pengguna mendengarkan podcast tiap bulan dan jumlah tersebut lebih tinggi dari persentase rata-rata global.

Tak mau kalah, bermunculan pemain dari lokal mulai masuk ke kolam yang sama, di antaranya ada Noice dan PodMe.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Umumkan Akuisisinya Terhadap iGrow

LinkAja hari ini (29/4) mengumumkan akuisisinya terhadap iGrow, startup p2p lending yang fokus pada pembiayaan produktif di bidang pertanian. Dalam keterangannya disebutkan, aksi korporasi ini bertujuan untuk memperluas lini bisnis LinkAja ke pembiayaan online, terutama untuk sektor produktif UMKM. Hal ini sejalan dengan tujuan LinkAja untuk mendorong inklusi keuangan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui kemandirian ekonomi.

Upaya ini dilakukan setelah sebelumnya LinkAja berhasil membukukan pendanaan seri B lebih dari $100 juta — termasuk dari Grab dan Gojek. Sementara iGrow sebelumnya mendapat dukungan dari sejumlah investor dalam putaran pendanaan awalnya, termasuk dari 500 Startups, East Ventures, Rekanext, dan atas partisipasinya di program Google Launchpad Accelerator.

Dalam sambutannya, CEO LinkAja Haryati Lawidjaja mengatakan, “Perluasan lini usaha di bidang pembiayaan merupakan langkah nyata LinkAja dalam memberikan kemudahan akses keuangan dan ekonomi, terutama kepada masyarakat kelas menengah ke bawah serta UMKM […] Didukung jaringan ekosistem LinkAja yang kuat di berbagai daerah di luar pulau Jawa serta kota tier-2 dan 3, LinkAja berharap dapat memberikan pemerataan akses pembiayaan terhadap pelaku UMKM yang selama ini masih terfokus di pulau Jawa dan kota tier-1.”

Sementara itu dalam sambutannya Chief Business Development iGrow Jim Oklahoma menuturkan, “Kami sangat senang dapat berkolaborasi dengan LinkAja sebagai penyedia jasa uang elektronik nasional yang memiliki kesamaan tujuan dengan iGrow [..] LinkAja merupakan perusahaan yang memiliki fundamental bisnis kuat dengan kolaborasi pemegang saham antara BUMN dan perusahaan teknologi besar. Hal ini akan mempercepat visi dan misi iGrow untuk memberikan dampak ke UMKM dan dapat menjadikan iGrow sebagai salah satu pemain utama di bidang pembiayaan sektor produktif.”

Selain Jim, iGrow turut didirikan oleh Andreas Senjaya (CEO) sejak tahun 2014. Pada awalnya platform mereka didesain untuk memudahkan masyarakat berinvestasi pada sebuah lahan produktif pertanian, kala itu skemanya lebih mirip crowdfunding – kendati perusahaan tidak mengklaim sebagai platform urun dana. Namun seiring perkembangannya, iGrow menjelma menjadi p2p lending sehingga dapat menghimpun dana (dari pendana ritel maupun institusi) dan penyaluran yang lebih fleksibel.

Ini menjadi aksi akuisisi pertama bagi LinkAja. Menjadi menarik untuk menyimak langkah perusahaan selanjutnya, mengingat saat ini platform uang elektronik tersebut sudah memiliki modal kapital yang cukup besar, didukung berbagai pemain digital strategis. Tentu perluasan ekosistem akan menjadi fokus.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Populix Dapat Pendanaan Pra-Seri A Senilai 17,3 Miliar Rupiah Dipimpin Intudo Ventures

Startup pengembang platform riset pasar Populix hari ini (29/4) mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $1,2 juta atau setara 17,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Intudo Ventures, investor yang juga memimpin pendanaan awalnya di tahun 2019; dan didukung Quest Ventures serta sejumlah investor lain yang tidak disebutkan detailnya.

Perusahaan akan menggunakan dana segar untuk meluncurkan produk baru, memperkuat pemasaran, dan merekrut talenta baru. Selama satu tahun terakhir, perusahaan telah memperbarui layanan “Populix for Business” lewat aplikasi baru yang menampilkan peningkatan UI/UX guna memudahkan klien lebih banyak informasi tentang proyek riset yang dilakukan.

Melalui aplikasi baru tersebut, Populix memiliki ambisi untuk menjadi “toko serba ada” bagi bisnis dalam melakukan berbagai penelitian dan mendapatkan wawasan konsumen. Di sisi lain, Populix juga tengah mengembangkan produk set data untuk secara berkala melacak pergerakan pasar — memungkinkan bisnis mengikuti dinamika dan preferensi konsumen dengan cermat.

Untuk mendukung pengumpulan data, aplikasi Populix kini dapat mengenali tagihan (misalnya dari pembelian di e-commerce) responden dengan teknologi optical character recognition atau pemindaian nota lewat kamera, dinilai akurasinya sampai 93%. Konsep pengumpulan data melalui nota pembelian ini bukan hal baru, sebelumnya ada startup Pomona yang lakukan hal serupa untuk membantu brand memahami pelanggannya.

“Populix memberikan wawasan komprehensif dan unik tentang pasar konsumen Indonesia yang dinamis [..] Di masa mendatang, Populix akan memperkenalkan layanan yang lebih canggih untuk klien untuk memenuhi kebutuhan yang ditargetkan sambil terus menyempurnakan penawaran pasar masal kami untuk membuka pintu bagi lebih banyak orang untuk mendapatkan akses ke produk wawasan konsumen,” ujar Co-Founder & CEO Populix Timothy Astandu.

Didirikan sejak Januari 2018, Populix hadir sebagai aplikasi seluler yang mendukung kegiatan penelitian. Masyarakat umum dapat mengunduh aplikasi dan bertindak sebagai responden. Setiap survei yang berhasil diselesaikan ada poin dan kredit tertentu yang didapatkan. Populix mengklaim telah memiliki 250 ribu responden yang tersebar di 300 kota di Indonesia.

Selain kegiatan riset kuantitatif, Populix juga mendukung bisnis melakukan penelitian kualitatif. Layanan bisnis mereka menawarkan layanan berlangganan, melakukan pelacakan merek secara rutin untuk memahami persepsi publik. Populix juga mulai melayani segmen UKM dengan memberikan paket yang lebih terjangkau.

Tidak hanya Populix, layanan serupa juga disuguhkan startup asal Yogyakarta bernama Jakpat. Menggunakan aplikasi dan pendekatan gamifikasi, mereka mengajak masyarakat umum menjadi responden sebuah survei yang sesuai dengan kriteria/profilnya.

Application Information Will Show Up Here

Platform Social Commerce “Super” Kantongi Pendanaan Seri B 405 Miliar Rupiah Dipimpin Softbank Ventures Asia

Platform social commerce Super mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai $28 juta (lebih dari 405 miliar Rupiah) yang dipimpin Softbank Ventures Asia. Beberapa investor kembali berpartisipasi dalam putaran ini, di antaranya Amasia, Insignia Ventures Partners, Y Combinator Continuity Fund, dan Stephen Pagliuca (Co-Chairman Bain Capital dan Pemilik Boston Celtics). Investor baru yang masuk dalam seri ini adalah Partners dari DST Global dan TNB Aura.

Hingga kini Super telah mengantongi pendanaan senilai lebih dari $36 juta (lebih dari Rp502 miliar), diklaim terbesar untuk perusahaan social commerce di Indonesia. Putaran seri A sebelumnya telah selesai digelar perusahaan pada awal tahun lalu berhasil mengantongi $7 juta (lebih dari Rp101 miliar) yang dipimpin Amasia. Diikuti oleh jajaran investor lainnya, yakni Y Combinator, B Capital, Insignia Ventures Partners, Alpha JWC Ventures, Indonesia FMCG Group UNIFAM, Mari Elka Pangestu, dan Arrive, bagian dari Roc Nation yang didirikan oleh Jay-Z.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk meningkatkan aktivitas bisnis perusahaan di Jawa Timur, yang merupakan markasnya, dan merambah ke provinsi lain di Indonesia bagian timur pada tahun ini. Tak hanya itu, bisnis Super yang fokus pada produk-produk FMCG akan memperluas cakupan produknya, serta mengembangkan brand white label, dinamai SuperEats.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Super Steven Wongsoredjo menyampaikan sebagai perusahaan teknologi konsumer, misi Super adalah menyediakan akses ekonomi yang setara bagi semua masyarakat. Saat ini, harga barang kebutuhan di daerah dan pelosok Indonesia bisa lebih tinggi sampai 200% dibandingkan harga barang yang sama di Jakarta. Akan tetapi, kemampuan membeli masyarakat di pelosok tidak sebesar dengan kemampuan di area ibu kota.

“Menurut saya ini tidak adil ketika seorang ibu di area pelosok hanya mampu membeli satu gelas susu, sedangkan dengan jumlah uang yang sama ia bisa membeli dua tau tiga gelas susu di Jakarta. Kami ingin memberikan harga yang adil untuk masyarakat di mana pun karena itu kami membangun Super,” terang Steven, Kamis (29/4).

Sejumlah perwakilan dari para investor juga turut memberikan pernyataannya. Partner Softbank Ventures Asia Cindy Jim mengatakan, tren social commerce sedang meningkat di ranah global, mereka pun bangga dengan komitmen tim Super pada daerah-daerah Indonesia yang kurang diperhatikan.

“Kami percaya bahwa hyperlocal team seperti mereka [Super] akan mampu menavigasi dan membangun platform di Indonesia. Super ada di garda terdepan untuk menangkap momentum social commerce di area pelosok di Indonesia,” kata Cindy.

Co-Founder & Managing Partner Amasia John Kim menambahkan, “Terdapat lebih dari keluarga yang tinggal di luar Jakarta dan mayoritas perdagangan masih dilakukan secara offline. Peluang besar ini akan menghadirkan kompetisi yang besar, akan tetapi Steven adalah seorang pemimpin dengan misi yang solid. Kami akan terus mendukung Super dalam perjalanan ke depan.”

Super saat ini beroperasi di 17 kota di Jawa Timur. Perusahaan memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mendistribusikan barang kebutuhan konsumen ke agen-agen dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pemesanan. Super bekerja sama dengan ribuan agen untuk mendistribusikan ribuan sampai jutaan barang kebutuhan setiap bulannya. Kebanyakan para agen tersebut adalah kaum perempuan.

Diterangkan, dengan menghubungkan pemasok besar ke agen-agen kecil, Super mampu mengurangi kebutuhan gudang dan armada yang berlebih dalam rantai suplai yang kurang efektif. Alhasil, dengan cara ini, saat perusahaan memperluas jangkauan, Super membantu mengurangi emisi karbon di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

TADA Umumkan Pendanaan Seri B1, Kuatkan Kehadiran Bisnis di Asia Tenggara

TADA, startup pengembang customer retention platform, mengumumkan telah mengamankan pendanaan seri B1. Putaran investasi ini dipimpin oleh MDI Ventures, dengan keterlibatan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) dan investor sebelumnya yakni Finch Capital dan Sovereign’s Capital.

Selain untuk meningkatkan platform dan infrastruktur teknologi, TADA akan menggunakan dana tersebut untuk memperkuat posisinya di Indonesia sembari memperluas strategi memasuki ke kawasan Asia Tenggara. Selain itu penguatan tim dan kemitraan juga akan dijalankan guna mendukung ekspansi.

Dari catatan kami, putaran seri B TADA pertama kali diumumkan pada pertengahan tahun 2018 lalu, dipimpin Finch Capital dan didukung Sovereign’s Capital. Di putaran sebelumnya, TADA didukung sejumlah investor seperti RMK Ventures, SMDV, Venturra Capital, dan Gunung Sewu Group.

Founder & CEO TADA Antonius Taufan mengatakan, masuknya MDI Ventures dan TMI menjadi peluang strategis bagi perusahaannya, memungkinkan untuk menjangkau pasar dari berbagai bisnis di dalam grup. Berbagai peluang kolaborasi sinergi juga akan dieksplorasi. “Investasi ini akan memungkinkan kami mewujudkan misi untuk meningkatkan keberlanjutan bisnis dengan memungkinkan mereka mempertahankan pelanggan dengan lebih baik.”

CEO MDI Ventures Donald Wihardja menambahkan, “Kami melihat peluang kemitraan sinergis antara TADA dan Telkom Indonesia untuk menghadirkan keterlibatan dan kolaborasi yang lebih menarik dan bermanfaat antara berbagai klien perusahaan dalam ekosistem Telkom. Pendanaan ini juga sejalan dengan tujuan jangka panjang MDI Ventures untuk memberdayakan pertumbuhan kewirausahaan digital.”

Seperti diketahui, TADA menawarkan solusi digital bagi bisnis untuk membangun hubungan dengan pelanggan (loyalty), membantu mempercepat pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis dengan memaksimalkan customer lifetime value. Strategi yang diterapkan pun beragam, mulai dari digital membership, subscription, referral, dan digital rewards platform. Sejauh ini mereka mengklaim telah memiliki 400 klien bisnis yang tersebar di Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Memang tidak banyak startup lokal yang bermain di ranah loyalty, kendati demikian selain TADA ada dua platform lainnya yang menjajakan layanan serupa dengan pendekatan masing-masing, yakni GetPlus dan Member.id.  Awal tahun ini Member.id baru mengumumkan pendanaan seri A yang didapat dari East Ventures dan Traveloka.

Sayurbox Umumkan Pendanaan Seri B, Dipimpin Astra Digital

Startup online grocery Sayurbox hari ini (28/4) mengumumkan telah menutup putaran pendanaan seri B dengan nilai yang dirahasiakan. PT Astra Digital International selaku anak perusahaan PT Astra International Tbk., bertindak memimpin putaran investasi dengan dukungan Syngenta Group Ventures, Global Brain Corporation, Ondine Capital, Strategic Year Holdings Ltd., dan beberapa nama lain yang tidak disebut spesifik.

Disebutkan juga bahwa Sayurbox sebenarnya sudah menutup pendanaan putaran sebelumnya [seri A] satu tahun yang lalu. Namun tidak disebutkan detailnya, pun berdasarkan catatan kami pendanaan tersebut tidak diumumkan secara publik.

Sebelumnya diketahui, menurut pemaparan salah satu eksekutif grup Astra, perusahaannya menggelontorkan dana sekitar 72 miliar Rupiah ke Sayurbox tahun ini. Hipotesis mereka, startup yang didirikan Amanda Susanti, Rama Notowidigdo, dan Metha Trisnawati ini memiliki “business case” yang menarik dan relevan dengan kebutuhan pasar saat ini.

Investasi ini akan membantu mempercepat pertumbuhan infrastruktur rantai pasokan pangan Sayurbox di wilayah Jabodetabek, Surabaya, dan Bali, serta untuk ekspansi ke wilayah baru di Indonesia karena permintaan yang kuat terhadap layanan Sayurbox.

Co-Founder & CEO Sayurbox Amanda Susanti mengatakan, “Kami sangat senang dengan tingginya permintaan terhadap layanan Sayurbox di pulau Jawa, dan wilayah lainnya di Indonesia serta kepercayaan konsumen atas produk dari mitra petani, produsen, dan pemasok kami. Dengan para investor yang mempunyai pemikiran dan visi yang sama, kami tidak sabar memanfaatkan peluang besar ini untuk terus membawa kebaikan untuk semua; memberikan kesegaran dalam satu boks dan kenyamanan untuk konsumen Indonesia.”

Sejak diluncurkan tahun 2017, Sayurbox saat ini melayani pembelian produk segar secara online. Ragam produk yang dijajakan mulai dari sayur-mayur, buah-buahan, aneka daging, boga bahari, dan produk lainnya yang bersumber langsung dari petani, produsen, dan pemasok lokal.

Melalui visinya, Sayurbox berkomitmen untuk menyelesaikan masalah utama seperti kebutuhan logistik, agregasi, dan distribusi yang lebih baik bagi petani. Dengan menciptakan rantai pasokan pangan yang lebih efisien menggunakan teknologi, Sayurbox tidak hanya mampu memberikan harga yang lebih baik bagi petani dan konsumen, tetapi juga mengurangi limbah pertanian yang disebabkan kompleksitas rantai pasokan pangan.

Selain Sayurbox, saat ini di Indonesia juga beroperasi layanan online grocery lainnya. Mulai dari Happyfresh yang juga terus lakukan ekspansi pasar, kemudian GetMyStore yang merupakan pembaruan dari pemain lama Kesupermarket, hingga para unicorn yang menghadirkan sub-fitur serupa seperti GoMart (Gojek), Tokomart (Tokopedia), hingga Bliblimart (Blibli). Pemain baru juga bermunculan dengan pendekatan hyperlocal, misalnya platform Segari, Dropezy, Chilimart, Tumbas, dan masih banyak lagi.

Investor juga makin melirik startup di bidang tersebut, terbaru Segari dapatkan pendanaan awal dari Beenext, AC Ventures, Saison Capital, dan beberapa angel investor. Dropezy juga bukukan pendanaan dari Taurus Ventures dan Kopi Kenangan Fund bulan Maret ini.

Application Information Will Show Up Here

Doogether Raih Pendanaan Pra-Seri A, Segera Rilis Layanan Baru

Doogether, startup yang bermain di segmen wellness, mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dengan nominal dirahasiakan dari Asiantrust Capital, Prasetia Dwidharma, Alexander Rusli, dan lainnya. Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan optimalisasi, inovasi, dan peningkatan produk dan layanan.

Prasetia Dwidharma adalah investor Doogether sebelumnya yang masuk dalam putaran tahap awal pada April 2019. Begitu pula Alexander Rusli yang masuk pada putaran sebelumnya lagi. Dalam putaran tahap awal itu dipimpin oleh Gobi Agung, didukung Everhaus, Prasetia, dan Cana Asia.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Doogether Fauzan Gani menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada jajaran investor yang berpartisipasi dalam putaran kali ini. “Rangkaian pendanaan yang diterima Doogether akan digunakan untuk optimalisasi, inovasi, dan peningkatan produk dan layanan yang ditawarkan oleh perusahaan atau aplikasinya,” ucapnya, Selasa (27/4).

Doogether adalah sekian vertikal startup yang menerima berkah dari pandemi. Sejak kebijakan WFH, Doogether merilis kelas olahraga online melalui live streaming, Doolive pada April 2020. Pengguna aktif tumbuh hingga 77 kali lipat dari awal 2020 hingga Q1 2021. Layanan ini telah mengadakan lebih dari 80 ribu jam sesi kelas olahraga.

“Saya salut dengan tim Doogether yang dapat melihat kesempatan pada masa pandemi dan dengan cepat melakukan penyesuaian bisnis model. Tidak mudah untuk melihat suatu kesempatan di masa sulit ini, tapi Doogether berhasil melakukannya,” tambah Alexander Rusli yang kini menjabat di Doogether sebagai Advisor.

Doolive / Doogether

Untuk mempertahankan kinerja tersebut, rencananya perusahaan akan membuat kegiatan virtual olahraga bersama secara rutin untuk mendorong orang-orang tetap aktif berolahraga. Doolive juga tersedia secara gratis berisi puluhan video latihan olahraga.

Beroperasi sejak 2016, Doogether memiliki dua produk utama, yakni Doofit untuk pemesanan kelas olahraga, dan Doofood untuk pemesanan katering sehat bekerja sama dengan puluhan vendor dan sesuai dengan goal kesehatan pribadi pengguna.

Saat ini perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 350 studio olahraga, trainer, yang berlokasi di Jabodetabek, Bandung, dan Bali. Kelas olahraga yang ditawarkan ada lebih dari 30 ribu kelas, seperti zumba, boxing, barre, yoga, bootcamp, wall climbing, ice skating, dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

BukuWarung Dikabarkan Tengah Rampungkan Pendanaan Bernilai Lebih dari 1 Triliun Rupiah

Startup pengembang aplikasi akuntansi pengusaha mikro BukuWarung dikabarkan segera menutup putaran pendanaan terbarunya. Dari sumber DealStreetAsia, nilai investasi ditaksirkan mencapai $70 juta atau setara lebih dari 1 triliun Rupiah. Modal ventura besutan Peter Thiel (Co-Founder PayPal) yakni Valar Ventures memimpin putaran yang segera ditutup dengan status “oversubscribed” ini.

Dengan penutupan investasi tersebut, ditaksirkan BukuWarung telah berhasil mengumpulkan total pendanaan lebih dari $90 juta selama sekitar dua tahun beroperasi. Sejak didirikan tahun 2019, BukuWarung mengklaim telah merangkul 3,5 juta pengguna dari kalangan pedagang kecil yang tersebar di 750 kota dan kabupaten di Indonesia — mayoritas berada di kota tier-2 dan 3. Dengan basis penggunanya, mereka telah mencatat transaksi senilai lebih dari $15 miliar di platformnya dan telah memproses lebih dari $500 juta pembayaran.

Terkait kabar pendanaan terbaru, kami sudah mencoba mengonfirmasi ke salah satu founder BukuWarung, namun ia enggan memberikan komentar.

Sebelumnya pada awal Februari lalu, BukuWarung baru mengumumkan pendanaan baru dari Rocketship.vc. Dikatakan dalam putaran tersebut turut melibatkan beberapa perusahaan ritel di Indonesia dan angel investor. Ini melanjutkan dari penggalangan pra-seri A yang telah dibukukan perusahaan sejak pertengahan 2020 lalu, kala itu Quona Capital sebagai investor yang memimpin.

Beberapa pemodal ventura yang terlibat dalam pendanaan BukuWarung termasuk Y Combinator, East Ventures, AC Ventures, DST Global Partners, Golden Gate Ventures, dan Tanglin Venture Partners.

Di Indonesia, BukuWarung bersaing ketat dengan pemain serupa lainnya, BukuKas. Keduanya sama-sama didukung oleh banyak investor. Awal tahun 2021 ini, BukuKas baru mengumumkan pendanaan seri A senilai 142 miliar Rupiah yang dipimpin Sequoia Capital India – penyelenggara akselerator Surge yang juga diikuti oleh BukuKas. Terbaru mereka baru meluncurkan fitur pembayaran, sebagai salah satu pengejawantahan visi untuk menjadi layanan fintech.

Application Information Will Show Up Here

e27 Luminaries Tampilkan Daftar Individu di Balik Perkembangan Startup di Asia Tenggara

e27 mengumumkan peluncuran “e27 Luminaries”, yakni sebuah daftar yang menampilkan 56 individu dari ekosistem startup di Asia Tenggara yang berhasil melewati tantangan akibat pandemi Covid-19. Mereka menjadi sosok penting untuk kesuksesan dan pertumbuhan perusahaan masing-masing. Inisiatif ini menyoroti “pahlawan tanpa tanda jasa” di ekosistem startup, individu yang tidak gentar dan berprestasi tinggi dalam mewujudkan visi perusahaan.

Secara spesifik e27 Luminaries menampilkan daftar non-founder yang telah memimpin proyek inovatif, menerapkan ide-ide yang bermanfaat bagi masyarakat, atau membuat pencapaian luar biasa meskipun di tengah situasi yang tidak menguntungkan — dan secara langsung dinominasikan oleh masing-masing perusahaan. Adapun perusahaan yang masuk ke dalam daftar tersebut juga dipilih oleh tim e27 berdasarkan pencapaian luar biasa mereka di salah satu dari lima kategori: Pivot, Pendanaan dan Akuisisi, Kemitraan, Ekspansi, dan Terobosan.

“e27 Luminaries adalah sebuah penghargaan untuk orang-orang yang bekerja di startup, yang berjuang untuk membuat hal-hal yang tidak mungkin terjadi dan bekerja melawan segala rintangan untuk mewujudkan misi-misi di balik startup,” ujar Co-Founder & CEO e27 Mohan Belani.

Lebih lanjut Mohan mengatakan, “Ekosistem teknologi yang berkembang tidak hanya membutuhkan founder visioner dan investor yang bersedia mengiyakan ide-ide gila, tetapi juga sekelompok orang yang berdedikasi kuat untuk menantang pasang-surutnya bekerja di sebuah startup untuk membantu mewujudkan visi dan ide tersebut. Tujuan kami adalah untuk menyoroti individu-individu tersebut dan beberapa pencapaian yang telah mereka buat yang mungkin tidak disadari oleh banyak orang.”

Beberapa sosok penting startup dari Indonesia yang masuk ke daftar tersebut di antaranya: Victor Oloan (Senior Engineering Manager, Finantier), Ade Yuanda Saragih (Country Head Indonesia, GajiGesa), Severan Rault (CTO, Gojek), Andre Widjaja (Chief of Business Development, GudangAda), dan masih banyak lainnya. Untuk daftar selengkapnya dapat dilihat melalui tautan berikut ini: https://e27.co/luminaries-2021/.

Berkat upaya individu-individu ini, perusahaan mereka telah menciptakan lebih dari 13 ribu pekerjaan dan melayani setidaknya 200 juta pelanggan di pasar. Mereka juga menghasilkan valuasi gabungan lebih dari $50 miliar.

Ini adalah satu dari inisiatif yang terus digulirkan e27 untuk mengawal pertumbuhan ekosistem startup digital di regional. Sebelumnya mereka juga meluncurkan Perks, yakni benefit layanan digital yang bisa didapatkan startup untuk mendukung produktivitasnya sehari-hari.

Disclosure: Artikel ini adalah hasil kerja sama DailySocial dan e27