Seeds Finance Usung Pendekatan “Social Investing” Bantu Investor Pemula

Rasio perbandingan populasi Indonesia dengan jumlah investor (pasar modal dan kripto) masih tergolong rendah. Mengutip dari KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia), per 9 Agustus 2023 terdapat 11,4 jumlah investor (saham, obligasi, dan reksa dana). Jumlah investor kripto bahkan angkanya telah melampaui, kini mencapai 17,6 juta.

Secara kuantitas, Indonesia tentu lebih unggul daripada negara tetangga. Tapi dilihat dari rasio penduduk masih kalah jauh. Dari data Agustus 2020 misalnya, saat itu investor saham di Indonesia mencapai 4,1 juta investor, atau 1,5% dari rasio penduduk. Dibandingkan negara tetangga, Malaysia 8,7%, Thailand 2%, Vietnam 2,6%, dan Singapura tertinggi mencapai 16,2% dari penduduknya investor saham.

Pekerjaan rumah di Indonesia masih banyak, tidak hanya meningkatkan rasio tersebut juga meningkatkan kualitas fundamental investornya soal dunia investasi. PR ini tidak bisa selesai bila dilakukan satu pihak saja. Seeds Finance menjadi salah satu startup yang turut serta meningkatkan kualitas investor dengan membuat landasan edukasi yang kokoh melalui konsep social investing.

Seeds Finance didirikan oleh Willy Tan, Cliff Tan, dan Wahyu Yudistiawan. Mereka bertiga menggabungkan pengalamannya di dunia finansial, teknologi, pasar modal di berbagai perusahaan global dalam membangun Seeds. Inisiatif mulai dijalankan sejak 2021, hingga akhirnya resmi diperkenalkan pada tahun ini.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Co-Founder & CEO Seeds Finance Willy Tan menyampaikan, Seeds didirikan karena terinspirasi dari pepatah asal Negeri Tirai Bambu, ‘Qiānlǐ zhī xíng, shǐ yú zúxià’. Artinya, perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah.

Konsep yang diusung Seeds adalah social investing, menggabungkan perdagangan virtual, gamifikasi, dan media sosial. Seeds memperkenalkan langkah pertama menuju investasi dengan: “play-to-earn” yang bebas risiko dan “learn-to-earn” berbasis komunitas.

Ia bercerita, pihaknya melakukan riset pasar terlebih dulu melihat profil investor di Indonesia dan Asia Tenggara. Disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang akan ditemui investor ritel sebelum terjun ke dunia investasi, yaitu terlalu berisiko (risky), kompleks (memahami literasi dan istilah investasi tidak mudah), dan modal (berinvestasi termasuk mahal untuk masyarakat Indonesia).

“Sehingga Seeds Finance menghadirkan solusi dari tiga hasil riset tersebut. Solusi yang dihadirkan adalah dengan aplikasi social investing dengan education technology tanpa risiko sama sekali dan dikemas dengan gamification yang menyenangkan. Setiap chart dan candle adalah real-time based, baik untuk kripto, saham, dan instrumen lain,” kata Willy.

Didukung dengan basis komunitas, Seeds mempermudah pengguna untuk bergabung tanpa harus KYC. Mereka bisa sembari belajar dengan berbagai komunitas investasi yang telah terkurasi oleh perusahaan.

Produk Seeds Finance

Dijelaskan lebih jauh, Seeds Finance mengembangkan aplikasi edukasi investasi yang tidak memerlukan deposit, sehingga tidak ada risiko kehilangan uang saat mulai mengeksplorasi dan mencoba berinvestasi. Mereka dapat belajar membuat simulasi portofolio investasi tanpa risiko kehilangan uang sungguhan. Walau virtual, chart yang ditampilkan terjadi secara real-time membuat pengalaman investasi jadi lebih berkesan.

Selain itu, terdapat kompetisi perdagangan virtual berbasis gamifikasi dikenal sebagai ‘Turnamen Play Arena’. Kompetisi ini rutin digelar dan membuka kesempatan bagi peserta untuk memenangkan jutaan Rupiah. Kelas aset investasi yang saat ini tersedia adalah pasar saham Amerika Serikat dan aset kripto.

Menurutnya, dampak positif yang bisa diberikan dari konsep social investing adalah pengguna bisa mempelajari dunia investasi secara lebih menyenangkan melalui gamifikasi. Dengan ilmu dan literasi keuangan yang dihadirkan, pengguna dapat mencoba berbagai sudut pandang dan perspektif mengenai pandangannya terhadap proyeksi ke depan atas suatu kelas aset.

“Berinvestasi bukan hanya soal uang, tapi juga tentang memahami cara kerjanya. Dengan aplikasi Seeds Finance, kami bertujuan membantu generasi milenial dan gen Z Indonesia dalam membangun masa depan keuangan yang stabil dan aman,” imbuhnya.

Diklaim hingga saat ini, aplikasi Seeds telah diunduh lebih dari 50 ribu. Pengguna aktif bulanannya tembus ke angka 12 ribu orang, dengan pertumbuhan 400% dari bulan ke bulan. Sementara pengguna berbayarnya mencapai 3 ribu orang dengan pertumbuhan bulanan 500%.

Perbedaan antara pengguna yang berbayar dengan tidak adalah nominal hadiah yang berkesempatan mereka raih untuk setiap kompetisi yang digelar. Kompetisi ini punya tiket masuk yang harus dibayarkan sebelumnya oleh pengguna. Bila berbayar, hadiah yang diperebutkan lebih besar nominalnya.

“Dengan rata-rata dua game dimainkan per bulan per pengguna, kami telah mencapai lebih dari 100 ribu ARR (pertumbuhan 2.700% dari bulan ke bulan).”

Pertumbuhan tersebut dicapai melalui berbagai kegiatan edukasi yang dilakukan perusahaan dengan lebih dari 40 komunitas, mulai dari universitas hingga komunitas keuangan dari  Jabodetabek hingga ke luar Pulau Jawa. Yang terbaru, perusahaan berkolaborasi dengan Tokocrypto dalam rangka meningkatkan Seeds Academy, memperbanyak kursus dan konten.

Willy juga membuka kemungkinan Seeds dapat digunakan untuk investasi secara nyata, seperti aplikasi investasi pada umumnya. Ada kesempatan lainnya yang bisa digarap Seeds, yakni menjadi data analytic house, all-in-one platform konten investasi dan keuangan, platform pembelajaran gamified, dan sebagainya.

“Seeds akan terus melakukan pengembangan aplikasi agar semakin menyenangkan untuk dipergunakan, terus memperbanyak partnership dan kolaborasi dengan banyak pihak dan komunitas dan meningkatkan awareness kepada publik,” pungkas dia.

Disebutkan Seeds Finance telah mendapat dukungan dari pemodal ventura terkemuka seperti Ruvento Ventures dan Crestone Capital. Hanya saja, Willy tidak bersedia merinci terkait detailnya.

Walau belum ada yang persis mengadopsi social investing di Indonesia, terdapat pemain lainnya yang fokus mengedukasi dunia investasi, seperti Cuanz, Investly, dan Ternak Uang.

Application Information Will Show Up Here

Terdampak Kondisi Makroekonomi, CVC BTPN Syariah Tunda Tambah Portofolio Tahun Ini

BTPN Syariah Ventura, unit CVC milik BTPN Syariah, menunda tambah satu investasi baru ke startup hingga akhir tahun ini. Kondisi makroekonomi yang tengah berlangsung pascapandemi masih memberikan dampak pada kinerja perseroan, memaksa untuk lebih konservatif dari sebelumnya.

Direktur Keuangan BTPN Syariah Fachmy Achmad menjelaskan ada satu startup yang sudah dijajaki, bahkan telah melakukan piloting untuk kolaborasi bisnis. Akan tetapi, karena BTPN Syariah Ventura bukan CVC yang memiliki dana kelolaan besar, mereka tidak bisa menjadi investor lead dalam penggalangan yang digelar oleh startup tersebut.

Alhasil, startup yang disebutkan ini sedang mencari investor lead untuk memimpin penggalangan pendanaan. “Jadi kelihatannya belum bisa [diumumkan] tahun ini,” kata Fachmy dalam media gathering di Jakarta, kemarin (18/10).

Ia belum bisa membuka identitas calon portofolionya tersebut. Hanya bisa dipastikan, startup tersebut bergerak di bidang yang menjunjung segmen mikro dan ultra mikro, selaras dengan bisnis utama BTPN Syariah. “Bisa social commerce, pencatatan, dan POS. Tapi kan social commerce kita sudah ada [Dagangan].”

CVC ini memulai debutnya pada Juni 2022 dengan memimpin putaran pra-seri B untuk Dagangan senilai $6,6 juta. Dalam putaran tersebut juga diikuti investor lainnya, seperti Monk’s Hill Ventures dan Hendra Kwik (Payfazz).

Sebelum resmi mendanai suatu startup, BTPN Syariah Ventura mengambil posisi sebagai investor strategis makanya ada pendekatan yang berbeda dalam menilai profil risiko. Selain ada mandat, pihaknya tidak hanya melihat valuasi dan startup yang mengejar pertumbuhan eksponensial, yang terpenting bagaimana komitmen founder untuk selalu menjaga bottom line dalam kinerja keuangannya.

Hal ini terlihat dari debutnya ke Dagangan yang dimulai dengan pilot project pada awal 2020. Saat itu, Dagangan menyediakan stok barang kelontong dalam bentuk paket-paket hemat yang bisa dibeli debitur BTPN Syariah. Produk tersebut nantinya dapat dijual kembali di lingkungan rumah mereka.

Karena berjualan barang kelontong, maka perputaran uangnya jauh lebih cepat hanya sekitar satu hingga dua hari saja. Kemitraan ini terus berlanjut sampai kedua perusahaan mengintegrasikan API ke dalam sistem masing-masing. Puas dengan hasil yang diperoleh, kucuran investasi pun akhirnya diberikan ke Dagangan.

Dengan model bisnis social commerce yang terbukti berhasil di lapangan, startup ini masih bertahan di tengah loyonya kinerja startup sejenisnya. Ula misalnya, memutuskan untuk hengkang dari bisnis utamanya dan melakukan efisiensi besar-besaran sebelum pivot ke bisnis baru.

Ada juga CrediMart yang kini berubah fokus bisnisnya dan rebrand menjadi Jooalan. Shox, Meesho, Grupin, RateS dan lainnya bahkan harus pamit dari bisnis ini.

Dana kelolaan BTPN Syariah Ventura angkanya tergolong mini, yakni Rp300 miliar (Dari modal ditempatkan dan disetor penuh). Dibandingkan dengan CVC lainnya, BNI Modal Ventura misalnya mendapat modal dasar Rp500 miliar saat diperkenalkan pada tahun lalu. Selanjutnya, BRI Ventures mendapat injeksi sebesar Rp1 triliun saat baru didirikan di 2019.

Dorong kualitas pembiayaan

Fachmy juga menuturkan karena mandat CVC ini sedari awal konservatif, makanya tidak ngoyo untuk kejar target danai satu startup per tahunnya. Terlebih lagi, kondisi makro pasca pandemi yang dinilai menantang ini membuat BTPN Syariah lebih hati-hati menjaga kinerjanya.

“Karena kondisi menantang, kan tim VC ini juga tim di BTPS. Jadi lebih baik kami fokus di bisnis utama.”

Walau kondisi masih cukup menantang, BTPN Syariah tercatat tetap mampu mencetak pertumbuhan. Penyaluran pembiayaan kepada masyarakat inklusi pada kuartal III 2023 mencapai Rp11,9 triliun, naik dari Rp11,3 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Laba bersih setelah pajak mencapai Rp1 triliun.

Bisnis utama dari BTPN Syariah itu sendiri adalah penyaluran pembiayaan produktif tanpa agunan untuk ibu-ibu di kota lapis dua dan tiga. Untuk menjaga kualitas penyaluran, bank membuat sejumlah inisiatif. Salah satunya, pemberian insentif bagi anggota sentra yang memiliki tingkat kehadiran 90% di kumpulan atau Pertemuan Rutin Sentra (PRS) setiap dua minggu sekali dan membayar angsuran tepat waktu.

Di samping itu, bank juga melibatkan lebih banyak pihak untuk program pendampingan dengan merekrut lebih dari 1.600 mahasiswa dari 258 universitas di 20 provinsi di Indonesia. Mereka terlibat sebagai fasilitator dalam program Bestee Tepat (Bersama Berdaya Sahabat Tepat Indonesia).

Merangkum Upaya Bank Digital Tetap Relevan Dorong Inklusi Keuangan

PT Bank Jago Tbk (IDX: ARTO) kembali memperluas sinerginya ke dalam ekosistem Grup GoTo. Setelah Gojek, Bank Jago kini berkolaborasi dengan lini bisnis keuangan untuk menyediakan layanan GoPay Tabungan di aplikasi Jago.

Model kolaborasi ini bisa jadi belum ada di Indonesia mengingat GoPay dikenal sebagai platform pembayaran. Sebelumnya, sinergi awalnya adalah menghadirkan Bank Jago sebagai opsi pembayaran di aplikasi Gojek. Transaksi GoRide, GoFood, atau GoSend akan otomatis memotong saldo di Bank Jago.

“GoPay Tabungan by Jago menjawab tantangan masyarakat unbanked. GoPay Tabungan by Jago adalah rekening transaksi sehari-hari pertama di Indonesia yang menggabungkan layanan uang elektronik (e-money) yang simpel dengan keunggulan bank,” ujar Presiden Unit Bisnis Financial Technology GoTo Hans Patuwo dalam keterangan resminya.

GoPay Tabungan dapat digunakan untuk transfer, menyimpan uang untuk transaksi sehari-hari hingga mengajukan pinjaman di dalam satu aplikasi. Lewat aplikasi GoPay atau Gojek, pengguna dapat mengubah saldo GoPay menjadi GoPay Tabungan by Jago dengan klaim dalam dua menit.

Kolaborasi ini juga memungkinkan mengingat GoPay selama ini terikat dengan aplikasi Gojek. Pasca-spin off beberapa bulan lalu, GoPay dapat memperluas layanan mereka dan dapat menjangkau lebih banyak kebutuhan masyarakat.

Kolaborasi dorong inklusi

Sejak ramai kehadiran bank digital beberapa tahun lalu, kolaborasi terus digencarkan untuk mendorong inklusi keuangan. Misi awalnya adalah menyentuh kalangan unbanked dan underbanked yang punya keterbatasan terhadap akses keuangan. Kalangan ini rata-rata tidak memiliki rekening, terhambat lokasi ATM yang jauh, atau tidak punya akses internet.

Bank digital mengambil berbagai pendekatan berbeda, salah satunya lewat kolaborasi dengan platform digital, baik itu e-commerce, ride hailing, atau e-wallet. Kolaborasi ini juga seiring bertumbuhnya perilaku dan transaksi digital. Menurut data Bank Indonesia (BI), jumlah populasi unbanked di Indonesia mencapai 97,7 juta orang atau 48% dari total penduduk. Adapun, nilai transaksi digital banking di Indonesia menembus hampir Rp4,3 kuadriliun per April 2023.

Berbeda dengan model perbankan konvensional yang masih mengandalkan kantor cabang untuk interaksi fisik dengan teller ketika ingin membuat rekening baru, bank digital menggandeng platform digital untuk memudahkan pembukaan rekening, transaksi pembayaran, atau pinjaman. Beberapa kerja sama yang telah terjalin di antaranya adalah:

  1. Bank Jago dan Gojek
    Proses onboarding Bank Jago hadir di dalam aplikasi Gojek. Sinergi lainnya adalah menghubungkan Kantong (Pocket) sebagai opsi pembayaran di aplikasi Gojek. Pengguna bisa bertransaksi layanan apa pun, mulai dari makanan, transportasi, hingga tagihan.
  2. Standard Chartered dan Bukalapak
    Kerja sama strategis ini menghasilkan produk tabungan BukaTabungan, yang mana memungkinkan pengguna untuk melakukan penarikan dana via jaringan Mitra Bukalapak.
  3. Bank Aladin dan Alfamart
    Berbeda dengan bank digital lain, Bank Aladin meyakini bahwa ekosistem offline menjadi kunci untuk merangkul segmen unbanked dan underbanked di Indonesia, terutama yang menyentuh kegiatan keseharian. Tesis ini menjelaskan kemitraan strategisnya dengan pemilik jaringan ritel nasional Alfamart.

Setelah strategi untuk memudahkan proses onboarding, pemain bank digital terus menggulirkan fitur/layanan agar memudahkan pengguna mengakses keuangannya, seperti pembayaran via QRIS dan setor-tarik tunai tanpa kartu ATM. Apalagi, masyarakat masih terbiasa denga layanan perbankan yang  karena punya presensi fisik.

Baru-baru ini, Direktur Strategy, Corp. Communication, dan Investor Relation Bukalapak Carl Reading mengatakan bahwa kondisi masyarakat saat ini mungkin belum siap untuk menikmati pengalaman digital sepenuhnya. Hal ini juga yang membuat integrasi Bukalapak dengan mitra strategis keuangannya berjalan lambat.

“Kami berencana menggunakan Mitra sebagai penghubung perbankan digital antara dunia digital dan komunitas di pedalaman untuk dapat melakukan setoran dan penarikan uang tunai,” tutur Carl dalam paparan publik Bukalapak beberapa waktu lalu.

Terlepas dengan kolaborasi yang sudah berjalan, nyatanya populasi unbanked tercatat masih besar. Namun, kondisi ini membuka ruang pertumbuhan bagi industri perbankan, keuangan, dan ekosistem digital untuk mengeksplorasi model kemitraan yang beneficial bagi masyarakat, khususnya di daerah.

East Ventures Galang Dana Kelolaan Rp472 Miliar Khusus Startup Healthcare

East Ventures mengumumkan sedang menggalang dana kelolaan baru sebesar $30 juta (sekitar Rp472 miliar) khusus diinvestasikan ke startup healthcare. “Healthcare Fund” ini sedang berlangsung proses penggalangan dananya dan diharapkan dapat segera rampung.

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menjelaskan, dana kelolaan ini didedikasikan khusus mendanai startup healthcare dan vertikal turunannya untuk tahapan awal. Pihaknya sudah mendapat sejumlah komitmen dari LP dengan identitas dirahasiakan.

“Dari sisi industri healthcare sekarang ini, persis dengan apa yang EV lakukan pas baru mulai. Belum ada orang. Jadi yang kita lakukan, invest, create value, invest lagi, mudah-mudahan ekosistem healthcare bisa bagus,” ujarnya kepada sejumlah media di Jakarta, (18/10).

Hanya saja, Willson belum bisa memperkirakan ticket size dana yang akan diinvestasikan ke tiap startup. Dia beralasan, pihaknya masih meraba-raba karena industri ini sedikit berbeda, banyak regulasi sehingga tidak bisa buat produk yang langsung bisa dipakai.

“Jadi pengembangan produknya lebih lama, risikonya pasti lebih lama jadi fund-nya harus khusus enggak bisa digabung. Semua investasi di startup itu yang paling berat [risikonya] adalah product-market-fit. Kita enggak tahu [produk] yang dikerjakan ini bisa diterima pasar atau tidak karena semua berawal dari hipotesa.”

Ini adalah fund tematik kedua yang dibuat oleh East Ventures. Pekan lalu, VC tersebut umumkan dana kelolaan “East Ventures South Korea fund in partnership with SV Investment” dengan target dana sebesar $100 juta.

“Karena infrastruktur [digital] di Indonesia itu sudah bagus, East Ventures siap untuk ekspansi [bangun ekosistem lainnya]. Kita inginnya ekosistem healthcare di Indonesia itu bisa accessible, cost effective dan penangkalannya efektif.”

Sebelum dana ini dibentuk, East Ventures telah aktif berinvestasi pada startup dan perusahaan healthcare di Asia Tenggara. Dalam portofolionya terdapat 30 startup healthcare, beberapa di antaranya Mesh Bio, AMILI, Aevice Health, Etana, NalaGenetics, dan Nusantics, yang keduanya bergerak di genomik.

Bersamaan dengan pengumuman ini, East Ventures turut memberikan donasi kepada Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi), sebuah inisiatif Kementerian Kesehatan RI untuk memberikan layanan pengobatan presisi bagi Masyarakat pada Agustus 2022, memberikan kebutuhan sequencing berupa reagen dan bahan habis pakai yang bernilai lebih dari Rp1 miliar.

Menurut Willson, pihaknya berkontribusi pada upaya pemerintah dalam memetakan penyakit baru yang bisa terdeteksi lebih dini lewat database sampel orang Indonesia. “Negara yang bisa melakukan ini bisa lebih presisi melakukan preventing penyakit daripada saat sakit baru diobati. Kalau kita bisa melakukan ini, akan jadi leapfrog yang sangat besar.”

Dalam pengumpulan sampel genomik ini akan melibatkan tim Nalagenetics yang didukung dengan perangkat dari Kementerian Kesehatan.

Pada Februari 2023, East Ventures meluncurkan white paper “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future”. White paper ini merupakan hasil kerja sama East Ventures dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, di mana memberikan pemahaman komprehensif tentang peran genomik yang berpotensi untuk meningkatkan sistem layanan kesehatan di Indonesia.

Chief DTO Ungkap Update Transformasi Digital Kesehatan

Dua tahun lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan peta jalan transformasi digital untuk memperbaiki carut-marut di industri kesehatan. Salah satunya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat.

Eksekusinya dilaksanakan oleh Digital Transformation Officer (DTO), divisi baru di lingkup Kemenkes dan dipimpin oleh Setiaji yang berpengalaman kuat di sektor teknologi dan birokrasi. Peta jalan ini memuat tiga fokus utama yang ditarget rampung pada 2024; integrasi dan pengembangan sistem data, sistem aplikasi pelayanan, dan ekosistem di teknologi kesehatan.

Bagaimana progres pelaksanaan peta jalan transformasi digital kesehatan di 2023? Berikut rangkuman wawancara DailySocial.id dengan Chief DTO Setiaji.

Progres: rekam medis hingga sistem AI

Di awal wawancara, Setiaji bicara soal standardisasi data sebagai tulang punggung seluruh ekosistem kesehatan. Mengapa demikian? Sejak lama, fasilitas kesehatan (faskes) beroperasi dengan format dan sistem yang dibangun sendiri-sendiri. Karena format dan sistemnya berbeda, sulit untuk mengawinkan dan mengolah data informasi kesehatan.

Di sepanjang 2022, DTO merealisasikan sejumlah inisiatif untuk memuluskan integrasi dan keterhubungan data mulai dari peluncuran platform Satu Sehat, kodefikasi kesehatan (contoh: kode obat, alat kesehatan), hingga aturan untuk penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik (RME).

“Tahun lalu, kami fokus merampungkan standardisasi data dan melakukan integrasi, dimulai dari Jawa dan Bali. Karena kami buat platform, bukan membangun sistem di faskes, jadi kami bertemu dengan pihak terkait, untuk memperkenalkan standardisasi ini,” ungkapnya.

Ia juga mengungkap progres integrasi pada rekam medis. Dengan transisi PeduliLindungi ke platform Satu Sehat, masyarakat kini dapat mengakses data kesehatan mereka. Setiaji bilang, baru sekitar 500 faskes yang mengirimkan data secara real-time dari target awal 10.000 faskes yang siap diintegrasi.

Standardisasi data kesehatan / Diolah kembali oleh DailySocial

Tahun ini, DTO tengah mengimplementasi sistem analisis kesehatan berbasis AI serta bioteknologi, hingga perizinan pengembang healthtech. Setiaji mengungkap sejumlah tenaga data scientist telah bergabung untuk mengembangkan permodelan untuk membantu proses diagnosis atau screening test penyakit tertentu.

Kemudian, pihaknya juga tengah mengulas hasil regulatory sandbox untuk platform telemedis. Beberapa poin yang diamati adalah lisensi tenaga kesehatan, cakupan praktik, dan keamanan data. Dari 60 platform mendaftar, sebanyak 15 dipilih agar kebijakannya nanti dapat mewakili setiap kategori.

Pihaknya juga tengah meminta input dari venture capital (VC) yang kini banyak terlibat dalam pengembangan teknologi kesehatan terkait klusterisasi layanan/produk.

“Dari regulatory sandbox ini, kami juga akan lihat terkait lisensi penyedia layanan telemedis, misalnya apakah sebagai platform atau klinik virtual. Contoh lain, nakes punya Surat Izin Praktik (SIP) daerah, harusnya punya SIP nasional untuk bisa cover secara nasional juga.”

Setiaji menambahkan bahwa aturan teknikal mengenai teknologi kesehatan akan diatur lewat Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) atau Peraturan Direktorat Jenderal (Dirjen). Sementara, Peraturan Pemerintah (PP) akan mengatur dalam sekop besar. Ini akan memudahkan pengembangan inovasi kesehatan di masa depan, tanpa perlu mengubah PP lagi.

Perlu diketahui, Pemerintah tengah mematangkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dari UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal 344 menyatakan bahwa teknologi kesehatan akan diatur di dalam PP.

Lebih lanjut, DTO juga tengah menyiapkan Health Tech Space yang akan menjadi hub untuk mempertemukan ekosistem kesehatan. Health Tech Space juga akan berfungsi sebagai ruang advokasi terhadap regulatory sandbox, akselerator, dan inkubator. Bagi pelaku startup, ruang ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ide maupun inovasi kesehatan.

Sumber: DTO Kemenkes

Tantangan: akses internet hingga SDM

Dalam pelaksanaannya, Setiaji mengaku ada sejumlah tantangan yang menyulitkan proses integrasi data kesehatan. Pertama, tidak meratanya akses internet. Dari total 10.000 puskesmas di Indonesia, sebanyak 745 tidak memiliki akses internet yang memadai. “Untuk menangani hal ini, pemerintah memfasilitasinya dengan internet satelit.”

Kedua, masih banyak faskes tidak memiliki sistem untuk mengimplementasikan rekam medis elektronik (RME). Pemerintah berupaya mendorong keterlibatan startup atau platform penyedia solusi terkait sehingga faskes tidak perlu membangun infrastruktur dari awal.

“Startup-startup ini menawarkan solusi dengan model berlangganan, ada juga paket gratis selama satu tahun. Kami pernah melakukan riset di mana ada satu RS menghabiskan Rp2 miliar untuk rekam medis berbasis kertas. Nah, kami coba arahkan agar beralih ke elektronik,” ungkapnya.

Ekosistem healthtech di Indonesia / DS/X Ventures

Terakhir adalah tantangan pada sumber daya manusia (SDM). Sejak tahun lalu, DTO dan pemangku kepentingan terkait aktif menggencarkan kegiatan edukasi terhadap 10.000 tenaga kesehatan (nakes) terkait literasi digital. Edukasi ini diperlukan untuk memahami transformasi digital sektor kesehatan.

Dengan waktu tersisa satu tahun ke depan, DTO berupaya mengakselerasi agenda transformasi ini. Paling tidak, tahun ini dapat terealisasi integrasi di 30.000 faskes hingga akhir 2023. Apabila tidak terpenuhi, ada sanksi yang dikenakan sebagaimana diatur dalam PMK No. 24 Tahun 2022. Sanksi ini dapat berupa sanksi tertulis atau sanksi administrasi (misal, akreditasi diturunkan).

“Kami berupaya speed up dengan memperbaiki model registrasinya. Data faskes kan sudah ada, kami buat verifikasinya secara otomatis. Kami juga memisahkan tim untuk go-to-market dan tim operasional untuk integrasi. Nah, integrasi ini juga sebetulnya tidak harus full mencapai level 6, jadi bertahap. Transformasi digital harus berbasis gerakan, tidak bisa dilakukan DTO sendiri.”

BGSi: enabler inovasi biogenomik

Agustus lalu, Kemenkes baru saja meluncurkan program inisiatif pertama Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi) untuk mengembangkan metode pengobatan yang tepat bagi masyarakat. Keluarannya dapat menghasilkan produk diagnosis untuk pencegahan dan vaksin untuk perawatan penyakit.

Caranya adalah menggunakan teknologi pengumpulan informasi genetik (genom) dari manusia maupun patogen, seperti virus dan bakteri atau disebut Whole Genome Sequencing (WGS). “Targetnya dapat mengumpulkan 100 ribu sample pada 2025 untuk dipetakan data genomenya,” ujar Setiaji.

Setiaji mengungkap bahwa saat ini rancangan pelaksanaan BGSi tengah disiapkan, terutama rincian terkait biobank, bioregistry, dan ethical clearance. Targetnya, BGSi dapat menjadi enabler bagi ekosistem terkait untuk mempercepat inovasi biogenomik di Indonesia.

Selain alat sequencing, BGSi juga tengah mempersiapkan perangkat untuk menganalisis sample. Butuh perangkat komputasi tinggi karena sample membutuhkan data sangat besar, bisa sampai 300 GB per sample. Kami pernah coba pakai komputer biasa dan itu memakan waktu tiga hari. Dengan perangkat high computing, hanya 30 menit,” jelasnya.

Nantinya akan disiapkan juga portal hub yang dapat memfasilitasi sistem secara end-to-end, mulai dari data sequencing, transfer data untuk analisis, hingga pencocokan data sesuai rekam medis untuk mengetahui hasil genomik.

“Startup [di bidang genomik atau bioteknologi] juga nanti dapat mengirimkan sample kami. Ini memungkinkan mereka untuk menekan biaya R&D. Kami juga tengah menyusun revenue model dengan ekosistem terkait, mulai dari researcher, vendor, hingga startup.”

Perlu diketahui, program BGSi didukung oleh sejumlah investor dan kolaborator dalam dan luar negeri, termasuk The Global Fund, Panin Bank, Biofarma, dan East Ventures; serta melibatkan Illumina, BGI, Oxford Nanopore Technologies, dan Yayasan Satria Budi Dharma Setia.

Application Information Will Show Up Here

Menaruh Harapan pada Digitalisasi Klinik Kesehatan

Pandemi Covid-19 merombak dinamika industri medis, lanskap layanan kesehatan pun juga ikut berubah karenanya. Tidak diragukan lagi, pandemi ini menimbulkan tantangan baru, namun juga mempercepat inovasi layanan kesehatan. Penyedia fasilitas kesehatan harus mencari cara untuk berbuat lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit.

Sebab saat menatap masa depan, penting untuk memahami bagaimana layanan kesehatan dapat terus berkembang dengan dukungan teknologi. Dari kunjungan pertama pasien, didiagnosis, hingga kembali ke rumah, teknologi yang terhubung dapat membantu penyedia fasilitas kesehatan meningkatkan produktivitas dan tingkat layanan yang diberikan kepada pasien.

Menurut data dari Statista Market Insights, yang terakhir diperbarui pada April 2023, mengestimasi pasar kesehatan digital selama dekade terakhir di Asia Tenggara. Pada 2017, total pendapatan industri ini mencapai $1,24 miliar. Kemudian pada 2023 melonjak hingga $6,66 miliar, menunjukkan pertumbuhan yang substansial.

Namun pertumbuhannya tidak seragam di semua segmen. Digital Fitness & Well-Being misalnya, tumbuh dari $0,72 miliar pada 2017 menjadi $3,35 miliar pada 2023. Sementara, segmen eHealth meningkat dari $0,52 miliar menjadi $3,32 miliar pada periode yang sama.

Indonesia akan memimpin kawasan ini dalam hal pendapatan pasar kesehatan digital. Angkanya meningkat dari $439,60 juta menjadi sekitar $2,3 miliar pada tahun ini.

Sebagai catatan, Statista mendefinisikan kesehatan digital terdiri dari dua segmen: Digital Fitness & Well-Being dan eHealth. Bagian pertama ini mencakup perangkat dan aplikasi yang dirancang khusus untuk kebugaran dan pelacakan gerak, seperti aplikasi kebugaran, aplikasi nutrisi, dan aplikasi meditasi. Kedua, eHealth yang sedikit lebih kompleks, mencakup perangkat, aplikasi, obat-obatan yang dijual melalui internet, dan konsultasi dokter online.

DailySocial.id menyusun artikel khusus untuk melihat gambaran bagaimana digitalisasi di segmen eHealth berjalan sejauh ini di Indonesia. Negara ini menarik karena terdiri dari ribuan pulau, sehingga klinik dan sejenisnya menjadi lapisan pertama layanan kesehatan. Agar akses kesehatan merata, bukan hanya perbanyak jumlah klinik, pendekatan lain bisa menjadi solusinya.

Menurut BPJS Kesehatan, jumlah fasilitas kesehatan (faskes) layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia mencapai 27.659 unit hingga 31 Januari 2023. Puskesmas merupakan jenis faskes terbanyak, yakni 10.283 unit atau mencapai 37,17% dari total. Berikutnya, klinik pratama 7.158 unit, dokter praktek perorangan 4.720 unit, dan rumah sakit 2.601 unit.

Klinik Rata / Rata

Seperti diketahui, faskes itu tidak hanya rumah sakit saja, tapi juga ada klinik, puskesmas, apotek, lab kesehatan, klinik kecantikan, dan klinik spesialis lainnya. Ekosistem industri kesehatan ini melibatkan banyak aktor dan instansi, yakni dokter, perawat, apoteker, pasien, BPJS, Kementerian Kesehatan, Kominfo, BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), pelaku bisnis klinik, pabrik farmasi, distributor alat kesehatan, ATK (alat tulis kantor), vendor IT, dan lainnya.

“Semua yang ada dalam ekosistem kesehatan, memiliki komunitas, kebutuhan, kepentingan, dan regulasi yang berbeda. Secara digital mereka semua sudah membuat dan menerapkan sistem untuk mempermudah pekerjaan mereka, namun sayangnya belum banyak yang bisa saling integrasi,” terang CEO TrustMedis Achmad Zulkarnain kepada DailySocial.id.

Co-Founder dan CEO DoctorTool Rainaldo menyampaikan perkembangan digitalisasi di industri kesehatan di Indonesia sejauh ini sedang berjalan ke arah yang menjanjikan. Terlihat dari komitmen dan inisiatif pemerintah dalam mendorong percepatan transformasi digital di dunia kesehatan.

“Banyak juga perusahaan startup yang mempunyai misi melakukan digitalisasi, baik dari sisi pemberi layanan maupun penerima layanan, yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan bagi masyarakat,” ujarnya.

Kendati begitu, sambungnya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk membuat proses digitalisasi menjadi lebih cepat. Di antaranya, standarisasi data, interoperabilitas, keamanan dan privasi data, serta kapasitas dan kesadaran masyarakat.

Co-founder dan CMO Rata Deviana Maria menekankan perlunya peningkatan literasi digital untuk tenaga kesehatan itu sendiri. Staf, tenaga kesehatan, dan pasien perlu memahami penggunaan aplikasi fasilitas kesehatan (faskes), baik di klinik, rumah sakit, atau dokter mandiri. Penerapan teknologi digital sangat membantu dalam meminimalisir terjadinya human error, khususnya pada pengelolaan data rekam medis pasien sehingga peningkatan layanan yang lebih cepat dan efisien.

“Mungkin, perlu adanya pengetahuan dalam bentuk pelatihan atau demo produk pada pasien atau staf terkait penggunaan aplikasi. Di Rata, kami berusaha mengkomunikasikan hal ini dengan seluruh tim agar semua info tersampaikan secara merata,” ujar Deviana.

Baik Rata, DoctorTool, dan TrustMedis merupakan beberapa pemain healthtech yang bermain di area layanan kesehatan, khususnya klinik. DoctorTool dan TrustMedis adalah penyedia software untuk meningkatkan efisiensi dan pelayanan fasilitas kesehatan yang menghadirkan berbagai fitur, seperti memudahkan pengelolaan data pasien, rekam medis, jadwal dokter, inventaris obat, dan faktur keuangan.

Sementara, Rata bermain di area spesialis gigi dengan menciptakan inovasi Aligner (teknologi merapikan gigi) asli buatan Indonesia. Mereka juga mulai ekspansi klinik gigi di 9 lokasi di Indonesia.

Tantangan omnichannel

Achmad melanjutkan, dalam menerapkan digitalisasi, perlu diperhatikan dari tiga sisi. Pemilik klinik juga perlu memantau bisnisnya secara real-time dan memastikan profit. Lalu, pengelola, dokter, dan tenaga kesehatan di klinik butuh melayani pasien dengan lebih mudah, dan pasien butuh dilayani dengan cepat.

“Digitalisasi yang dibangun, minimal harus bisa menjawab kebutuhan di atas. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bisa dianggap digitalisasi belum berhasil,” katanya.

Baginya, mengukur keberhasilan dari digitalisasi bisa dilihat dari waktu pelayanan dan jumlah pasien. Semakin cepat pelayanan, artinya digitalisasi sukses. Pelayanan yang ia maksud tidak hanya di ruang pemeriksaan, dimulai dari pasien booking antrean, antre di poli, pemeriksaan dokter, tes lab dan radiologi, antre di apotek, hingga bayar di kasir.

“Semua rangkaian proses ini harus cepat. Ketika pelayanan semakin baik, maka kepuasan pasien juga meningkat.”

DoctorTool

Bicara soal data pasien saja, lanjut Rainaldo, bila masih mengandalkan kertas sebagai media perekaman data akan begitu riskan karena punya banyak kelemahan, seperti sulit dibaca, sulit dicari, mudah hilang, dan memakan tempat penyimpanan.

“Mereka akan sulit mencari data, merekapnya, mengolah, dan membuat laporan yang diperlukan. Tentu saja kelemahan-kelemahan sistem konvensional sangat mudah diatasi dengan digitalisasi. Dengan data digital, kinerja pelayanan menjadi jauh lebih efisien,” imbuh Rainaldo.

Deviana menyampaikan, jikalau pendaftaran sudah sepenuhnya online, tapi prosedurnya masih lebih banyak dilakukan secara offline karena keterbatasan alat medis. Di Rata contohnya, sudah memiliki alat 3D scan dan CBCT (Cone Beam Computed Tomography) scan yang lebih canggih, namun hanya bisa digunakan untuk kunjungan pasien offline.

“Memang tidak semua klinik bisa menyediakan alat medis yang mumpuni, tetapi sebenarnya itu penting demi melancarkan dan mempercepat proses tindakan.”

Menurutnya, konsep ideal dari penerapan omnichannel di klinik kesehatan itu haruslah terintegrasi. Setidaknya visi tersebut sudah diterapkan di Rata. Pihaknya memanfaatkan teknologi baru, misalnya AI, untuk menghemat waktu lebih banyak, meningkatkan akurasi, serta efisiensi. Proses akuisisi pasien juga jauh lebih cepat, mulai dari mendapatkan leads hingga convert menjadi pasien.

“Ini semua berkat pendaftaran yang mudah dan tidak memerlukan banyak manpower.”

Tak lupa, perusahaan juga konsisten melakukan pelatihan untuk seluruh tim di semua divisi. Bahkan beberapa ada yang dikirim pelatihan di luar negeri. Strategi pemasaran juga terus menyesuaikan dengan tren masa kini. Rata bekerja sama dengan ratusan KOL dan brand gaya hidup, dan menggunakan media sosial untuk edukasi dan promosi.

“Semua channel online dan offline kami atur sedemikian rupa agar tetap terintegrasi untuk kenyamanan pasien, sehingga mereka mendapatkan pelayanan dan pengalaman yang menyenangkan dalam mendapatkan akses untuk meratakan gigi.”

Sejak berdiri di 2019, Deviana mengaku setiap tahunnya Rata dapat melayani lebih banyak pasien. Bila dihitung angkanya diklaim mencapai 70 ribu pasien, dengan beragam kasus gigi yang ditemui. Total kliniknya tersebar di 9 lokasi dan bekerja sama dengan 147 klinik rekanan.

Sementara itu, menurut Achmad, konsep omnichannel yang ideal menurutnya tak hanya terintegrasi antara online dan offline, juga setiap operasional klinik bisa mengetahui datanya. Alhasil optimalisasi dapat diketahui dari hulu ke hilir.

“Omnichannel sudah jadi keniscayaan dengan diterbitkannya Permenkes yang terbaru. Terlebih dengan penetrasi internet dan mobile yang sangat tinggi, pasien sekarang sudah aware dan minta instan, mulai dari membuat janji temu, melihat informasi pasien, review dokter, dan sebagainya.”

TrustMedis

Hanya saja, pada kenyataannya klinik kesehatan di daerah masih kesulitan mengimplementasikan konsep tersebut. Beberapa alasannya, kekurangan SDM dan ketersediaan pra-sarana internet atau software pendukung, sehingga kurang optimal dalam pelayanan, berdampak pada seringnya terjadi penumpukan pasien.

TrustMedis sendiri memiliki memiliki 28 modul, dari mulai pelayanan, operation, hingga back office untuk klinik, rumah sakit, laboratorium, dan klinik kecantikan. Setiap unit di klinik memiliki kebutuhan yang berbeda, modul yang berbeda, sehingga harus ditangani dengan cara berbeda.

“Di TrustMedis kita memiliki banyak (scout) talenta dengan tugas dan fungsi yang berbeda, beberapa scout kami merupakan dokter dan tenaga kesehatan, ada juga ahli akuntansi.”

Disebutkan perusahaan telah membantu lebih dari 400 layanan kesehatan. Tidak hanya membantu klinik mengelola bisnisnya, tapi juga meningkatkan pengalaman pasien dari klinik tersebut.

Prospek industri

DoctorTool turut serta mendukung program JKN BPJS Kesehatan yang ingin menjamin kesehatan bagi seluruh warga. Rainaldo menuturkan, pihaknya menyoroti digitalisasi dari semua sumber data yang terintegrasi dalam satu ekosistem menjadi hal yang sangat penting. Oleh karenanya, perusahaan merancang aplikasi sistem informasi manajemen dan rekam medis elektronik yang mudah digunakan oleh semua staf dan tenaga kesehatan.

“Semua fitur dikembangkan demi kemudahan dalam penggunaan, tetapi tetap memperhatikan kelengkapan data yang harus ditangkap. AI dan IoT diterapkan sebanyak mungkin dalam efisiensi pelayanan.”

Ada dua produk yang diperkenalkan: DoctorTool Mobile, aplikasi untuk pasien yang terintegrasi langsung dengan sistem DoctorTool di fasilitas kesehatan yang memungkinkan konsep omnichannel yang ideal bisa dilakukan; DoctorTool Hub, penghubung aplikasi DoctorTool dengan berbagai alat kesehatan berbasis IoT, sehingga tenaga kesehatan bisa mengurangi kesalahan dan mempercepat pencatatan dalam pengukuran tanda-tanda vital dan antropometri pasien.

Dengan penerapan solusi DoctorTool, diklaim rata-rata waktu tunggu jadi jauh lebih cepat sekitar 15 menit. Pencarian data rekam medis dari yang tadinya harus mencari kertas secara manual, sekarang hanya sekitar 5 detik.

“Karena DoctorTool sudah terintegrasi dengan Satu Sehat dan BPJS Kesehatan, DoctorTool dapat meningkatkan nilai kinerja klinik dari BPJS Kesehatan dengan sistem pelaporan otomatis sehingga klinik mendapatkan pendapatan kapitasi yang maksimal.”

Diklaim perusahaan telah melayani lebih dari 650 fasilitas kesehatan di 110 kota di seluruh Indonesia.

Rainaldo menyebut prospek industri klinik kesehatan yang sangat baik ke depannya, terlihat dari kebutuhan masyarakat yang meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kesadaran tentang kesehatan dan gaya hidup sehat juga turut memengaruhi kebutuhan akan layanan kesehatan.

Achmad menambahkan, persebaran jumlah klinik juga terus dibutuhkan di daerah pedalaman mengingat luasnya Indonesia. Klinik yang terus berkembang juga akan berubah menjadi rumah sakit. Kesempatan tersebut diiringi dengan tantangan dari pasien yang ingin cepat dan mudah dilayani.

“Maka tantangan buat klinik juga makin besar, telemedis dan AI harus bisa segera diterapkan dalam melayani pasien. Kami akan terus berinovasi dan implementasi teknologi baru yang bisa diterapkan di klinik, RS, dan fasilitas kesehatan lainnya.”

Deviana juga turut memberikan harapannya. Dia bilang, “Edukasi pada berbagai platform juga sangat penting agar layanan kesehatan online dan offline bisa terintegrasi lebih mudah. Karena di luar negeri, akses kesehatan gigi sangat mudah dijangkau dan bisa ditemui di mana-mana. Sudah saatnya Indonesia juga menerapkan hal yang sama, sesuai dengan misi Rata yang ingin memberikan akses kesehatan gigi lebih terjangkau pada seluruh masyarakat Indonesia.”

Proptech Asal Australia Digital Classifieds Group Akuisisi Lamudi Indonesia dan Filipina

Digital Classifieds Group (DCG), pengembang platform classifieds marketplace berbasis di Melbourne, Australia mengumumkan akuisisinya atas aset milik Dubizzle (sebelumnya bernama EMPG – Emerging Markets Property Group) di Indonesia dan Filipina, yakni Lamudi.co.id dan Lamudi.com.ph. Aksi korporasi ini disinyalir dilakukan sebagai upaya ekspansi agresif perusahaan menjelang rencana go-public di ASX.

Lamudi didirikan pada tahun 2013. Kemudian Lamudi diakuisisi Dubizzle pada tahun 2020, kala itu pengambilalihan mencakup platform yang beroperasi di Indonesia, Filipina, dan Meksiko.

Akuisisi bisnis Dubizzle oleh DCG sebenarnya sudah dimulai sejak awal tahun ini. Pada Januari kemarin, bisnis Bproperty terlebih dulu diakuisisi DCG untuk seriusi pasar Bangladesh.

“Lamudi telah menciptakan klasifikasi dominan dan platform transaksi properti di dua pasar paling menarik di Asia: Indonesia dan Filipina. Visi kami adalah membangun grup classifieds terkemuka di Asia Tenggara, sebuah wilayah dengan peluang luar biasa, dan akuisisi ini adalah pemicu untuk mewujudkan visi ini. Saya sangat bersemangat untuk memasuki pasar-pasar ini dan menyambut tim Lamudi ke keluarga DCG,” ujar CEO DCG Group Mathew Care.

Dalam dua tahun terakhir, bisnis Lamudi Indonesia diklaim bertumbuh dari 200 hingga 900 karyawan. Lamudi juga memiliki lebih dari 30 ribu jaringan agen, dipercaya lebih dari 400 pengembang, dan bermitra dengan 10 perbankan nasional.

Sebelumnya, pada awal tahun 2022, Lamudi.co.id mengumumkan akuisisi bisnis properti OLX Indonesia. Seluruh aset yang ada di kanal properti OLX Indonesia sepenuhnya dikelola Lamudi.co.id, sebagai strategi untuk mendominasi pasar proptech di wilayah tersebut.

Layanan yang disuguhkan Lamudi Indonesia / Lamudi
Layanan yang disuguhkan Lamudi Indonesia / Lamudi

Sementara itu, pada akhir 2022 lalu DCG baru membukukan pendanaan dari Tanncam Investment Pte. Ltd., perusahaan private equity dan venture capital asal Singapura. Dalam rilis resminya, CEO DCG Group Mathew Care mengatakan bahwa investasi ini datang di saat yang tepat, di tengah kembalinya pertumbuhan pesat bisnis proptech setelah pandemi.

Persaingan proptech di Asia Tenggara

Di kancah regional, sejumlah grup mendominasi pangsa pasar platform listing properti. Persaingan juga semakin mengerucut ketika PropertyGuru diakuisisi REA Group sejak 2016. Tahun 2019 bahkan REA Group bentuk perusahaan patungan bersama 99.co untuk bersama-sama mengoperasikan bisnis iProperty.

Grup Perusahaan Unit Bisnis Investor
99.co · Singapura: 99.co, SRX.com.sg, iProperty.com.sg

· Indonesia: 99.co/id, Rumah123.com

East Ventures, Sequoia, 500 Startups, Quest Ventures, Golden Gate Ventures, Mindowkrs, Allianz
Digital Classifieds Group · Kamboja: realestate.com.kh, Fazwaz

· Papua Nugini: hausples.com.pg, marketmeri.com

· Laos: yula.la, lanloa.la

· Fiji: property.com.fj

· Bangladesh: Bproperty

Belt Road Capital Management, Tanncam Investment, dan sejumlah investor yang tidak disebutkan ke publik
REA Group (PropertyGuru) · Singapura: PropertyGuru, CommercialGuru, Sendhelper

· Malaysia: PropertyGuru, iProperty

· Vietnam: Datdongsan, Dothi

· Thailand: DDProperty, Thinkofliving

· Indonesia: Rumah.com (tahun ini unit ini akan segera ditutup)

· REA Group juga mengoperasikan sejumlah platform di Australia dan Amerika Utara

IPO dengan kapitalisasi pasar: AUD20,91 miliar

Di sisi lain para startup Indonesia yang bermain di proptech mengambil pendekatan yang lebih hyperlocal, mereka mencoba menyuguhkan platform digital yang lebih spesifik. Baru-baru ini AMODA baru mendapatkan pendanaan awal dari East Ventures dan Living Lab Ventures, untuk mengembangkan layanan SaaS untuk memonitor proses konstruksi. Ada juga Ringkas yang menghadirkan layanan digital guna memfasilitasi kredit hunian (KPR).

Ditinjau dari trafik layanan, Pinhome menjadi salah satu startup lokal yang cukup moncer di area ini. Selain listing terkurasi, mereka juga menyajikan layanan penyewaan, KPR, keagenan, dan modal usaha untuk developer.

Peringkat situs proptech di SimilarWeb Indonesia / SimilarWeb
Peringkat situs proptech di SimilarWeb Indonesia / SimilarWeb

Menurut laporan Mordor Intelligence, Pasar properti Indonesia diperkirakan akan tumbuh dari $61,22 miliar di 2023 menjadi $81,24 miliar di 2028, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 5,82% (2023-2028). Dukungan proyek perumahan rakyat yang didukung pemerintah, investor asing, dan lembaga seperti Bank Dunia diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan pasar real estat di Indonesia selama periode tersebut.

Meskipun menghadapi tantangan seperti dampak ekonomi pasca-pandemi, perekonomian yang tumbuh stabil dan program seperti ‘Satu Juta Rumah’ mendukung pertumbuhan sektor properti di Indonesia. Tingginya permintaan akan properti karena pertumbuhan penduduk yang cepat dan urbanisasi tinggi membuat pasar properti Indonesia menjadi salah satu sektor terkuat di wilayah regional.

IDN Media Kembali Lakukan Akuisisi, Kali Ini Caplok Boss Creator

IDN Media kembali melakukan akuisisi demi memperluas lini bisnisnya. Kali ini mereka mencaplok “Boss Creator”, sebuah promotor musik dan festival asal Indonesia. Aksi korporasi ini menjadi langkah strategis untuk memperdalam ekosistem hiburan IDN Media dan juga memberikan pengalaman  yang lebih lengkap kepada audiens.

“Bersama dengan pendiri serta seluruh tim Boss Creator, kami yakin bahwa kolaborasi bersama untuk menciptakan sebuah perusahaan musik dan festival masa depan akan tercapai. Untuk anak muda Indonesia, untuk masa depan Indonesia,” sambut Co-Founder & CEO IDN Media Winston Utomo.

Didirikan oleh Kiki Ucup, Riandika Winandatama, dan Adi Praja, Boss Creator telah menjelma menjadi salah satu ikon di dunia hiburan Indonesia. Salah satu karya mereka adalah festival ‘Pestapora’.

Di tengah perkembangan dinamis yang terus berlangsung, dunia hiburan Indonesia saat ini sedang mengalami fase awal dari kebangkitan karya-karya kreatif pasca pandemi. Setelah menghadapi berbagai tantangan besar akibat situasi global, para pelaku di industri hiburan Indonesia kini mulai menunjukkan semangat dan tekad untuk menciptakan karya yang lebih unggul dari sebelumnya.

Fenomena ini tidak hanya menggembirakan para penggemar seni dan hiburan di dalam negeri, tetapi juga menjadi pertanda positif bahwa semangat kreativitas tidak pernah padam dalam segala kondisi.

“Langkah ini sangat penting bagi kami dalam mendorong perkembangan industri musik dan hiburan di Indonesia. Kami yakin bahwa bisnis hiburan, terutama di bidang musik dan festival, memiliki potensi sangat besar,” ujar Kiki Ucup.

Ia melanjutkan, “Harapan kami adalah menciptakan era baru hiburan di Indonesia dengan konten yang lebih kreatif, inspiratif, dan kolaboratif dengan unit bisnis lain di dalam ekosistem IDN Media. Ini barulah awal dari perjalanan kami.”

Strategi M&A IDN Media

Pertengahan tahun 2022 lalu, IDN Media baru mengumumkan perolehan pendanaan seri D dipimpin Mayapada Group dan KMIF dengan dukungan East Ventures, OCBC NISP Ventura, dan sejumlah investor lain. Dana segar ini tidak hanya akan membantu IDN Media untuk meningkatkan jumlah penggunanya melalui strategi superapp dan ekosistem, tetapi juga untuk mengembangkan teknologi, memperkuat tim, serta menjalankan berbagai akuisisi.

Sebagai bagian dari agenda perluasan bisnis, IDN Media telah melakukan sejumlah akuisisi. Berikut daftar akuisisi IDN Media yang diumumkan ke publik:

Periode Perusahaan Bidang
Agustus 2023 Saweria Pengembang platform kreator dan influencer
Mei 2022 Demi Istri Production Rumah produksi film/perusahaan film independen
Juli 2019 GGWP.id Media esports lokal

Selain akuisisi, IDN Media juga sempat terlibat dalam putaran investasi dua startup, berikut daftarnya:

Periode Perusahaan Tahap Pendanaan
September 2022 UENA Pendanaan Awal (bersama East Ventures dan sejumlah angel investor)
April 2018 Cetaku Pendanaan Awal

Kinerja IDN Media

Mengutip data VentureCap seperti diterbitkan Techinasia, sepanjang tahun 2022 IDN Media berhasil membukukan pendapatan Rp374 miliar, meningkat 38,6% yoy. Dari jumlah tersebut, perusahaan berhasil meraup laba Rp4 miliar, melanjutkan tren profitabel selama lima tahun berturut-turut. Kendati demikian, capaian profit ini menyusut 15,5% dibandingkan tahun sebelumnya.

Dengan ekosistem bisnis online media yang dimiliki, IDN Media memiliki sekitar 80 juta pengguna aktif bulanan. Di lini digital media, mereka mengoperasikan 7 unit platform mulai dari IDN Times, Popbela, Popmama, GGWP, Duniaku, Fortune Indonesia, dan Yummy. Bisnis ini juga diperluas dengan platform creator economy, live streaming, hiburan, komersial, dan riset.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech MatchMade Terima Pendanaan Pra-Awal dari Vertex Ventures dan Antler

Startup fintech SaaS MatchMade mengumumkan telah meraih pendanaan tahap pra-awal dengan nominal dirahasiakan. Vertex Ventures dan Antler adalah dua investor yang berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Informasi ini pertama kali diperoleh dari Venture Cap. Perwakilan MatchMade mengonfirmasi kebenaran kabar tersebut saat dihubungi DailySocial.id.

MatchMade baru didirikan tahun ini oleh tiga co-founder, yakni Tedo Ziraga, Gilang Gibranthama, dan Kornelius Samuel. Ketiganya pertama kali bertemu saat bekerja di Gojek pada awal 2015. Kini mereka menggabungkan pengalamannya dari B2B SaaS, konsultan finansial, dan pembayaran untuk mendirikan MatchMade.

MatchMade merupakan solusi SaaS yang dirancang untuk menyederhanakan operasi keuangan diperuntukkan buat klien bisnis. Software tersebut memungkinkan tim finance di perusahaan untuk mengonsolidasikan dan memelihara pembukuan dari berbagai sumber dalam platform terpusat, sehingga menyederhankan pengelolaan data keuangan.

Tim finance biasanya kesulitan dalam mengontrol pembukuan, berapa uang yang masuk dan keluar. Masalah tersebut berkembang secara eksponensial seiring banyaknya pilihan pembayaran digital (mesin EDC, e-wallet, BNPL, dan food delivery on-demand) yang membuatnya jadi lebih rumit.

Dengan solusi MatchMade, tim keuangan dapat mengotomatiskan berbagai proses operasi keuangan, termasuk pencocokan transaksi, penguraian, rekonsiliasi, dan konsolidasi. Fitur otomatis ini menghilangkan kebutuhan akan tugas manual yang memakan waktu, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan efisiensi secara keseluruhan.

Kemudian, menandai setiap perbedaan jumlah di buku besar dan identifikasi akar permasalahannya, apakah sudah jatuh tempo, catatan yang hilang, atau belum dicairkan oleh mitra; dan mengakomodasi tim untuk secara kolaboratif menyelesaikan ketidaksesuaian.

Seperti diketahui, transformasi aktivitas masyarakat dari offline ke online berdampak besar pada industri keuangan. Dari publikasi yang diungkap Bank Indonesia, nilai transaksi digital banking saja pada April 2023 di dalam negeri mencapai Rp4.264 triliun atau hampir Rp4,3 kuadriliun.

Nilai ini mencakup berbagai transaksi digital banking, yakni internet banking, SMS/mobile banking, dan phone banking. Bila dirunut sampai lima tahun ke belakang, nilai transaksi pada bulan tersebut sudah tumbuh 158% dibanding April 2018.

Gurihnya potensi tersebut membuat industri finansial ini semakin menarik karena di baliknya masih ada tantangan-tantangan yang masih menghantuinya. Selain MatchMade, sebelumnya solusi sejenis sudah ditawarkan oleh pemain sejenisnya, seperti Aspire dan Jack.

Startup Healthtech Good Doctor Beberkan Strategi Masuk ke Lini Korporat

Good Doctor Technology Indonesia mengumumkan telah menerima pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara 156,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin  MDI Ventures dengan keterlibatan investor sebelumnya, yakni Grab. Suntikan investasi ini akan dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan Good Doctor, termasuk dengan meningkatkan kemitraan bersama lebih banyak institusi kesehatan.

“Dengan dukungan kuat ini, kami siap mengambil langkah selanjutnya dalam meningkatkan dan memperluas layanan kesehatan di Indonesia. Selain inisiatif kuratif yang kami lakukan saat ini, perusahaan bermaksud untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan dan promosi kesehatan yang sejalan dengan prioritas Kementerian Kesehatan,” ujar CEO Good Doctor Danu Wicaksana.

Optimalkan momentum pertumbuhan telemedis

Berdasarkan data McKinsey yang dihimpun pada Q3 2023, terdapat perubahan signifikan dalam perilaku perawatan kesehatan masyarakat Indonesia, hal ini didorong tren yang terbentuk selama pandemi Covid-19 berlangsung. Lebih dari 70% masyarakat berniat untuk menggunakan layanan telemedis, walaupun pandemi sudah dinyatakan usai.

Melihat kondisi pasar yang ada, ekosistem layanan telemedis memang sudah mulai matang. Konsumen dimanjakan dengan cara yang sangat efisien untuk terhubung dengan dokter yang mereka inginkan kapan pun. Variasi produknya juga lengkap, termasuk ke bantuan psikologis, ahli gizi, hingga konsultasi medis yang membutuhkan penanganan dokter spesialis.

Di sisi lain, platform telemedis juga mulai terhubung dengan ekosistem kesehatan yang lebih luas. Misalnya dengan apotek untuk memudahkan pengguna menebus obat yang disarankan dokter.

Tren permintaan telemedis yang tetap kencang turut diamini oleh para pemain di industri tersebut, tak terkecuali Good Doctor.

Danu mengatakan, “sesudah pandemi, kami mengamati tiga perubahan penting dalam perilaku pengguna Good Doctor. Pertama, selama pandemi, orang-orang mencari layanan kami terutama untuk masalah terkait Covid-19, namun kini mereka berkonsultasi dengan kami untuk berbagai penyakit lain seperti demam, gangguan pencernaan, maag, batuk dan alergi.”

Danu melanjutkan, “Kedua, ketika pandemi, konsultasi banyak dilakukan secara individual dan didanai sendiri, kini kami melihat banyak perusahaan yang memfasilitasi karyawannya untuk mengakses layanan Good Doctor secara gratis, dengan lebih dari 55 perusahaan asuransi dan lebih dari 2500 korporasi telah bermitra dengan kami. Ketiga, mereka yang menggunakan layanan Good Doctor selama pandemi masih mengandalkan telemedisin bahkan setelah pandemi berakhir karena mereka merasa nyaman dengan layanan tersebut dan sudah menjadi bagian dari layanan kesehatan rutin mereka.”

Good Doctor kini telah berkembang positif dalam satu tahun terakhir. Mereka kini memiliki lebih dari 15 juta pengguna dan secara khusus bisnis B2B telah tumbuh pesat bermitra dengan lebih dari 60 perusahaan asuransi dan lebih dari 2500 korporasi/startup/berbagai organisasi lainnya.

Perdalam fitur B2B untuk pelanggan korporat

Dari sejumlah layanan yang ada, Danu bercerita, bahwa yang cukup diminati akhir-akhir ini adalah vaksinasi. Good Doctor banyak membantu pelanggan individu dan korporat dalam mendapatkan vaksin demam berdarah, flu, dan lain sebagainya.

Sejumlah fitur baru juga banyak dikembangkan untuk memanjakan pelanggan korporat, seperti:

  • Plug-in; integrasi Good Doctor ke berbagai aplikasi dari perusahaan asuransi di Indonesia.
  • Co-payment; fitur yang memungkinkan mitra asuransi bisa menerapkan kebijakan co-payment untuk benefit tertentu, misalnya 80% ditanggung perusahaan dan 20% ditanggung oleh karyawan.
  • Surat sakit elektronik; karyawan perusahaan bisa mendapatkan surat sakit elektronik secara resmi dari dokter di Good Doctor ketika mereka sakit dan harus melaporkannya ke direktorat SDM perusahaan tersebut.

Good Doctor mencoba menghadirkan proposisi nilai yang kuat dengan menghadirkan ekosistem kesehatan yang paling lengkap dengan lebih dari 4500 jaringan apotek, rumah sakit, lab, klinik; dan kemampuan pengiriman obat instan di lebih dari 200 kota di Indonesia.

“Tahun depan kita berencana meluncurkan beberapa fitur dan layanan baru […] Kita berencana melakukan ekspansi bisnis ke segmentasi pelanggan yang lebih luas (misalnya lebih banyak korporat dan partner asuransi; ataupun segmen pelanggan lain); menambah fitur/layanan baru untuk meningkatkan customer engagement; dan juga memperkenalkan program-program preventif untuk membantu klien-klien perusahaan kami untuk menjaga kondisi kesehatan karyawannya dengan lebih baik sehingga biaya kesehatan perusahaan ke depan dapat terjaga dengan baik,” imbuh Danu.

Kini menjadi unit independen

Ketika hadir di Indonesia pada 2019 sebagai hasil joint-venture Ping An Good Doctor dan Grab, layanan Good Doctor menyatu sebagai telehealth yang terintegrasi dengan superapp Grab. Kemudian pada tahun 2021 Good Doctor hadir sebagai aplikasi terpisah dengan harapan bisa mengakselerasi pertumbuhan pengguna dan fitur-fitur di dalamnya.

Disampaikan dalam rilis pendanaan, bahwa kini Good Doctor sepenuhnya independen dengan porsi saham tertinggi dipegang oleh jajaran manajemen, sehingga membuat mereka lebih percaya diri untuk bisa bergerak lebih lincah dalam berinovasi.

“Hingga saat ini manajemen memiliki saham mayoritas sehingga bisa bergerak secara lebih independen dan agile. Dengan masuknya MDI, ini semakin menguatkan posisi Good Doctor, di mana mayoritas kepemilikan perusahaan dimiliki pemegang saham lokal Indonesia juga,” jelas Danu.

Terkait dengan masuknya MDI, Danu juga mengatakan bahwa akan banyak sinergi yang sedang direncanakan bersama grup konglomerasi telekomunikasi terbesar di Indonesia tersebut. Kerja sama tersebut akan menyentuh berbagai perusahaan yang berada di bawah Telkom. Bahkan disampaikan ada sejumlah kerja sama yang sudah berjalan, salah satunya dengan Admedika sebagai perusahaan TPA (Third Party Administrator) terbesar di Indonesia.

“Kami juga merupakan penyedia layanan kesehatan digital rawat jalan bagi beberapa perusahaan Telkom Group, seperti Telkom Akses, Metra, Telkomsel, dan beberapa [anak] perusahaan lain,” imbuh Danu.

CEO MDI Ventures Donald Wihardja mengatakan, “Kami mengakui kemajuan yang telah dicapai Good Doctor dan ketahanan model bisnis Good Doctor di Indonesia, khususnya di segmen korporasi. Dedikasi mereka dalam menyediakan layanan kesehatan yang mudah diakses dan berkualitas tinggi dengan memanfaatkan teknologi telah menarik perhatian kami. Kami melihat potensi pertumbuhan yang sangat besar dalam upaya ini.”

Rencana berikutnya

Danu percaya bahwa sektor healthtech di Indonesia sangat besar potensinya, karena jumlah populasi Indonesia yang besar dan penyebaran warganya di 13 ribu pulau lebih yang menjadi tantangan tersendiri. Kekurangan jumlah dokter, penyebaran dokter dan nakes yang belum merata, serta tekanan biaya kesehatan nasional yang terus meningkat di atas laju inflasi akan menjadi landasan penggunaan/adopsi teknologi yang lebih luas lagi ke depannya.

“Kami di Good Doctor siap membantu pemerintah Indonesia untuk memberikan layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau untuk seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali,” ucap Danu.

Selain itu turut disampaikan bahwa ke depan Good Doctor juga tidak menutup kemungkinan untuk masuk ke segmen biotech, dengan melihat affordability dan scalability-nya. Danu dan tim melihat genomic, biotech dll akan sangat berguna untuk program preventif kesehatan ke depannya.

“Seperti yang disampaikan Pak Menkes, biaya kesehatan akan terus naik dan membebani APBN jika cara penanganan kesehatan kita hanya selalu dengan kuratif. Sehingga pendekatan preventif akan sangat dibutuhkan, dari yang paling simpel dahulu –diagnostik secara reguler, gaya hidup sehat, dan lainnya,” pungkas Danu.

Application Information Will Show Up Here