Tips Mengawali Hari dari Founder Fabelio, Gadjian, dan eFishery

Selain membawa pertumbuhan untuk bisnisnya, founder startup memiliki tugas lain yang tak kalah penting, yakni selalu tampil prima sepanjang hari. Produktivitasnya selalu dituntut 100%, selain karena demi bisnis yang mereka kelola tetapi juga sebagai contoh tim yang lain. Hari yang produktif sangat dipengaruhi bagaimana pagi dilewati. Kebiasaan-kebiasaan di pagi hari yang baik tidak hanya membuat mood sepanjang hari jadi lebih baik tetapi juga dipercaya membuat hari menjadi terorganisasi dengan baik.

DailySocial mengumpulkan tips yang mungkin bisa jadi rujukan bagi para pembaca, baik sebagai founder maupun mereka yang tengah menghadapi masalah dengan manajemen waktu, dari founder Fabelio, Gadjian, dan e-Fishery.

Tips yang pertama datang dari Christian Sutardi. Salah satu pendiri Fabelio ini memiliki rutinitas pagi yang cukup unik. Ia selalu bangun pagi tanpa alarm setelah menjalani tidur berkualitas selama tujuh jam. Selanjutnya, membuka laporan KPI Fabelio hari sebelumnya sambil memesan Iced Americano tanpa gula, diikuti memeriksa pesan yang diterima tentunya dengan urutan berdasaran urgensi.

“Setelah itu saya pergi ke ruang tamu, mengambil segelas besar air dan memeriksa headline berita; biasanya berita internasional di aplikasi Bloomberg. Saya mulai dengan politik internasional, pembaruan Covid-19, pasar saham, dan berita apa pun yang disarankan Google. Preferensi berita saya ditetapkan untuk furnitur, startup, pasar saham, sepak bola, dan olahraga lainnya, ” terang Christian.

Christian “secara resmi” menjalani kerjanya mulai pukul 8.30. Untuk menjaga produktivitasnya Christian juga menerapkan sebuah framework produktivitas yang disebut dengan “eat the frog first“. Frog yang dimaksud adalah task penting atau pekerjaan yang memiliki urgensi tinggi. Secara sederhana framework tersebut berisikan instruksi, tentukan pekerjaan apa yang paling penting. Cukup satu saja. Kemudian segera kerjakan task tersebut sebagai yang pertama di pagi hari. Sebisa mungkin task tersebut harus selesai saat itu juga, sehingga esok hari bisa menyelesaikan hal penting lainnya.

Tips selanjutnya datang dari co-founder dan CEO Fast8 Group (Gadjian, Hadirr & Benefide) Afia Fitriati. Bagi Afia, tidur yang cukup adalah faktor penting dalam menjaga produktivitas. Menurutnya dengan memberikan waktu tidur yang cukup, otak bisa beristirahat setelah bekerja keras seharian, sekaligus mengendapkan proses berpikir agar tetap bisa melihat suatu masalah dengan jernih.

“Waktu sih gak akan pernah cukup, jadi kemampuan menentukan prioritas sangatlah penting bagi seorang founder atau siapa pun yang bekerja di startup. Kalau salah menentukan prioritas, kita akan membuang waktu yang sangat berharga dan tidak bisa ditarik kembali untuk melakukan aktivitas yang kurang signifikan. Jadi, tips dari saya, setiap hari kita harus menanyakan ulang: apakah yang saya lakukan hari ini hal penting atau tidak?” cerita Afia.

Tips terakhir datang dari CEO dan Founder eFishery Gibran Huzaifah. Sama seperti keduanya Gibran termasuk morning person yang selalu mengawali hari dengan sempurna. Kondisi badan dan pikiran yang masih fresh dimanfaatkan Gibran untuk berolahraga, merencanakan hari, dan mempelajari hal baru.

“Pagi adalah waktu paling cerah, bening, dan bergairah dalam hari kita, makanya saya selalu memulai dengan aktivitas yang biasanya bikin semangat: exercise, day planning. Exercise ini kadang bisa lari di sekitar rumah atau dengan 7-minute workout. Workout ini membantu menambah energi dan menjaga kesehatan mental.”

“Setelah itu, saya ada slot waktu untuk membaca atau belajar. Kalau tidak membaca, saya ikut online course di Udemy. Di hari sabtu dan minggu, saya ada slot 4 jam untuk learning activities semacam ini, pagi dan malam hari. Dan dengan adanya slot ini, saat ada role atau tasks baru, kita jadi lebih paham dan kompeten karena meluangkan waktu untuk terus belajar,” cerita Gibran.

Gibran juga percaya bahwa segala sesuai yang urgent atau big impact harus dikerjakan di pagi hari, seperti strategic thinking, planning, dan sejenisnya. Dilanjutkan dengan update internal dan membantu tim menyelesaikan masalah. Selanjutnya, jika ada project kunci atau metrik yang didelegasikan untuk orang lain, di sore hari Gibran akan meluangkan waktu untuk nudging project, problem solving atau membuat sesuatu hal yang berkaitan dengan hal terssebut.

“Bagian terpenting lainnya ada di malam hari, di mana setelah family time dan saat anak lagi mau tidur, saya melakukan retro untuk agenda hari itu, mana yang berjalan optimal, mana yang tidak. Biasanya pertanyaannya sederhana: ‘apa yang perlu saya lakukan supaya besok bisa 5–10% lebih baik dari sekarang?’. Khusus di akhir minggu, saya juga punya satu sheet untuk tracking apakah waktu yang dibuat sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Setelah itu, saya membuat improvement plan untuk pekan depan,” lanjut Gibran.

Ketiga narasumber sepakat bahwa manajemen waktu adalah kunci. Bagi Gibran, membentuk sistem kerja yang baik membantu kita mengelola pikiran, energi, dan waktu. Termasuk di dalamnya membangun rutinitas yang baik setiap harinya dan evaluasi setiap waktu.

“Mayoritas hidup kita habis untuk hal-hal yang kita lakukan di pekerjaan. Dengan menjadi lebih produktif, kita bisa melakukan lebih banyak hal dalam waktu yang lebih singkat sehingga kita punya lebih banyak waktu untuk melengkapi dimensi kehidupan kita yang lain dan merealisasikan sepenuhnya potensi kita sebagai manusia, atau membuat sebanyak-banyaknya amalan dan karya yang bisa kita tinggalkan,” tutup Gibran.

6 Catatan Pelaku Agritech Beradaptasi dengan Perilaku Konsumen di Masa Pandemi

Pandemi Covid-19 mengubah perilaku belanja di Indonesia dari offline ke online. Masyarakat mulai banyak memanfaatkan platform jual-beli untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari selama PSBB.

Tren ini tentu menjadi peluang besar bagi pelaku agritech yang memasarkan bahan pangan, seperti sayur mayur dan buah-buahan. Di sisi lain, fenomena ini menjadi tantangan tersendiri dengan kesiapannya menghadapi lonjakan pemesanan yang signifikan.

Lalu, bagaimana agritech beradaptasi terhadap perilaku konsumen selama pandemi? Simak insight menarik dari Co-founder dan CEO Kedai Sayur Adrian Hernanto di sesi #SelasaStartup berikut ini.

Atasi penurunan transaksi lewat jalur petani

Pandemi menghantam berbagai sektor bisnis tanpa terkecuali. Bagi Kedai Sayur yang sejak awal bermain di segmen B2B, pandemi mengakibatkan volume transaksinya menurun.

Saat pertama kali diterapkan, masa PSBB berdekatan dengan bulan Ramadan, sedangkan mitra tukang sayur yang menjadi salah satu ujung tombak bisnisnya, mudik dalam jangka waktu lama. Belum lagi mitra dari hotel, restoran, dan cafe terpaksa harus menurunkan volume pesanan karena PSBB.

Menurut Adrian, perusahaan berupaya mencari celah baru untuk menghadapi situasi ini. Caranya adalah membantu distribusi hasil panen para petani agar cepat terserap, dan membantu siklus tanam mereka agar tidak berhenti.

“Biasanya volume pesanan mencapai Rp1 juta per hari. Karena pandemi, size-nya turun menjadi Rp400 ribu per hari. Untuk menyesuaikan demand, kami cari solusi dengan membantu distribusi ke customer base. Pendapatan mereka terdisrupsi karena jalur konvensional logistik terhambat,” ungkap Adrian.

Memberdayakan komunitas sebagai agen

Karena masih fokus di area B2B, Kedai Sayur belum memiliki channel B2C untuk memasarkan produknya langsung ke konsumen. Kanal B2C sendiri ditargetkan meluncur di kuartal I 2021. Saat Covid-19 mewabah, ada banyak permintaan untuk bahan pangan dari segmen consumer.

Untuk beradaptasi terhadap permintaan tersebut, Adrian mau tak mau melakukan pivoting ke B2C. Ia menggunakan pendekatan komunitas untuk menjadi agen Direct-to-Consumer (DTC) kebutuhan sehari-hari di lingkungan tempat tinggal.

Inisiatif ini diwujudkan lewat layanan Kedai Emak yang diluncurkan pada awal PSBB. Selain merangkul komunitas untuk menjadi agen, cara ini dilakukan untuk memberdayakan masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi.

Melakukan efisiensi operasional bisnis

Salah satu bentuk adaptasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan efisiensi. Kedai Sayur melakukan shifting pasar dengan mengacu pada kebijakan pemerintah daerah setempat. Sebagai contoh, pada saat PSBB di Jakarta dipercepat, Kedai Sayur shifting pasar ke Bekasi dan Tangerang.

Adrian juga mengungkap bahwa pihaknya melakukan efisiensi besar-besaran dengan mengevaluasi pusat distribusi yang sekiranya mendatangkan permintaan besar. Selama pandemi, ia terpaksa harus menutup satu pusat distribusi dikarenakan volume transaksinya menurun.

“Bagian logistik juga perlu diefisiensikan karena startup itu critical dengan runaway. Startup memang perlu mempertahankan service level, tetapi mereka harus tetap efisien,” tutur Adrian.

Masuk ke semua segmen pasar

Salah satu tantangan pelaku agritech di industri perishable adalah bagaimana dapat memenuhi kebutuhan grade produknya secara lengkap. Menurut Adrian, kuncinya adalah masuk ke semua segmen pasar, baik B2B dan B2C.

Dengan masuk ke semua segmen, pelaku bisnis dapat memenuhi berbagai permintaan produk dari grade apapun. Penyerapan produk juga menjadi lebih cepat.

“Tukang sayur biasanya punya spesifik grade dalam memilih produk, sedangkan sourcing dari petani harus ambil semua grade. Nah, perishable itu baiknya masuk ke semua segmen supaya terserap. Kombinasi antara sourcing dan market demand itu jadi kunci sukses di bisnis ini,” kata Adrian.

Memanfaatkan data untuk mengoptimalkan operasional

Tak dapat dimungkiri, data memegang peranan penting dalam membaca sebuah tren atau fenomena di era digital. Dalam konteks pandemi, Adrian menyebutkan data dapat memperlihatkan tren permintaan pesanan atau harga produk di area tertentu.

Ambil contoh, harga cabe rawit di Bekasi dan Jakarta Timur bisa berbeda dengan di Jakarta Selatan. Justru dari situasi tersebut, Kedai Sayur dapat memanfaatkan data untuk mengoptimalkan operasionalnya.

“Kuncinya adalah meng-capture informasi dari last mile kami. Makanya, engine di back end dibuat sedemikian rupa untuk capture data secepat mungkin. Ini bisa jadi feedback ke bagian sourcing dan pricing untuk optimalisasi layanan,” jelasnya.

Value proposition yang kuat lewat logistik

Adrian menilai logistik menjadi elemen paling krusial dalam memasarkan produk pertanian. Apalagi produk ini masuk dalam kategori produk perishable. Bagi mitra seperti tukang sayur, tentu hal tersebut menjadi tantangan sendiri.

Ritme kegiatan kerja tukang sayur umumnya dimulai sejak malam hari, di mana mereka berbelanja produk satu per satu ke pasar dan mulai berjualan di pagi hari. Sementara, produk perishable tidak dapat dijual lagi apabila tidak laku,

“Maka itu kami menawarkan value proposition dengan solusi logistik sehingga tukang sayur bisa punya normal working hours, working capital, dan harga yang lebih baik. Sekarang tukang sayur tinggal login dan order saja. Mereka jadi punya bargaining power,” tutupnya.

YouTap dan Tantangannya Mendigitalkan UKM di Tengah Pandemi

Pandemi yang masih berlangsung lambat laun berdampak pada seluruh tatanan kehidupan. Banyak usaha yang terpaksa gulung tikar, orang-orang mulai selektif dalam berbelanja karena terus diambangi risiko pemutusan kerja.

YouTap, startup yang menyediakan platform pemrosesan e-money dan point-of-sales (POS), dihadapkan langsung dengan pandemi yang sempat menyulitkan pemilik UKM untuk menjalankan bisnisnya. Startup ini baru resmi beroperasi pada Februari lalu alias sebulan sebelum pandemi masuk ke Indonesia.

Pandemi “berhasil” membuat YouTap membuat banyak penyesuaian bisnis yang tentunya menarik untuk dibahas lebih dalam. Untuk itu, #SelasaStartup mengundang CEO Youtap Herman Suharto untuk berbagi pengalamannya lebih jauh. Berikut rangkumannya:

Menjadi merchant-centric

Herman menjelaskan, pandemi banyak membuat perusahaan berinovasi untuk memenuhi kebutuhan merchant, dari berbagai skala, untuk memulai transformasi digital. Pasalnya sedari awal YouTap mendedikasikan dirinya untuk kebutuhan merchant, bukan dari sisi konsumer.

“Semua produk kita itu selalu idenya berasal dari merchant karena kita ini merchant-centric. Banyak perusahaan yang sudah fokus ke sisi konsumer, tapi kita menempatkan diri untuk merchant,” terangnya.

Perusahaan membuat tim yang terbagi-bagi khusus untuk melayani merchant yang datang dari skala besar hingga mikro. Juga sangat melibatkan manfaat dari riset yang secara kontinu setiap memvalidasi produk baru, demi memastikan produk tersebut menjawab kebutuhan merchant.

YouTap memiliki tim riset in-house yang setiap hari melakukan tugasnya, bertanya kepada merchant untuk mengidentifikasi kebutuhan mereka. Hasil dari riset ini perusahaan membuat identifikasi profil merchant. Uniknya tiap profil ini memperlihatkan aspirasi yang berbeda-beda terhadap solusi digital.

Keempat profil merchant ini, terdiri atas penjual harian, penjual yang hanya mengikuti arus pada saat itu, pencari peluang, dan pemimpi tangguh. Misalnya untuk jenis pemimpi tangguh ini mereka punya rencana yang matang untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan, penjual pengikut arus tidak memiliki rencana matang, sebab ia hanya akan berjualan produk yang saat itu laku saja.

“Kita ada komitmen bahwa solusi YouTap ini harus bisa dipakai oleh semua level merchant. Karena kami ini merchant centric, kita harus paling tahu kondisi merchant-nya. Itu hanya bisa terjadi kalau kita banyak riset setiap hari, selalu minta feedback kepada merchant.”

YouTap diklaim lebih dari platform kasir biasa, melalui aplikasi semua UKM bisa lebih mudah membuat laporan keuangan, pendataan barang, hingga fitur notifikasi yang dibuat secara personal.

Notifikasi bekerja seperti mengirim chat melalui WhatsApp. Setiap pagi, merchant akan diingatkan bagaimana kinerja penjualan bisnis mereka kemarin. Tujuannya agar mereka bisa lebih bersemangat berjualan. Tidak hanya itu, YouTap menyediakan fitur kalkulator untuk membantu transaksi tunai.

“Ternyata fitur simpel seperti ini bisa memacu mereka. Sebab pada dasarnya ada dua tipe pedagang, mereka yang selalu catat di buku dan yang tidak pernah mencatat hanya menghafal di kepala. Kalau yang biasa catat di buku sekarang sudah digital, nah biasanya yang enggak pernah catat ini kurang menyadari bahwa omzet mereka itu besar.”

Aplikasi YouTap bisa diakses secara gratis, namun bagi merchant yang ingin menikmati fasilitas tambahan dan alat khusus bisa memilih berlangganan.

Ambil pendekatan baru

YouTap ikut kesulitan dalam mengakuisisi merchant baru di saat pandemi, sehingga apabila menerapkan strategi dengan cara full digital kurang tepat. Pasalnya, pendekatan ke pengusaha mikro masih membutuhkan cara ketemu fisik untuk menjelaskan produk, mengingat tingkat literasi digital yang masih belum merata.

Herman mengaku, pihaknya memiliki tim lapangan yang bertugas untuk akuisisi merchant. Mereka tersebar di Jabodetabek, Bandung, Sukabumi, Cirebon, Tasikmalaya, Garut, Yogyakarta, Semarang, Solo, Salatiga, Sukoharjo, hingga Banyuwangi, dan Medan.

“Kami menggunakan cara ekosistem dengan mendekati pemerintah daerah di sana untuk mendapatkan merchant. Jadi persebaran kita tidak sporadis karena kita sadar enggak akan bisa cater semuanya dan harus tetap efisien.”

Di dalam tim lapangan itu sendiri terbagi lagi menjadi tim yang khusus untuk akuisisi dan manajemen merchant buat menjaga retensi. Tim akuisisi kini melakukan cara baru untuk memperkenalkan produk YouTap dengan memanfaatkan akun media sosial yang tenar seperti Instagram dan TikTok.

“Banyak perubahan dari sisi produk dan market [karena pandemi], apalagi sekarang banyak limitasi [untuk ekspansi] di masa yang sedang sulit ini. Kita berharap bisa tumbuh masif di kuartal terakhir tahun ini,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Tips Bagaimana Startup Menjalin Kolaborasi

Kolaborasi menjadi langkah strategis untuk memperkuat bisnis, baik dengan sesama startup, UKM, korporasi, maupun lembaga pemerintah. Sebelum startup memutuskan untuk melakukan kolaborasi, ada beberapa langkah yang baiknya diperhatikan, agar kolaborasi tidak mandek dan malah merugikan untuk kedua belah pihak.

DailySocial mencoba merangkum pengalaman beberapa startup saat memutuskan berkolaborasi. CEO eFishery Gibran Hufaizah, CEO Akseleran Ivan Tambunan, Co-Founder Lemonilo Shinta Nurfauzia, dan CEO Kiddo Analia Tan menceritakan pengalamannya.

Memperluas kapabilitas perusahaan

Alasan utama sebagian besar kolaborasi adalah untuk memperluas kapabilitas dari bisnis perusahaan. Untuk startup yang masih belia usianya, langkah ini bisa menjadi cara efektif memperkuat postioning perusahaan dan meningkatkan awareness ke target pengguna.

Bagi eFishery yang cukup aktif melancarkan kolaborasi, langkah ini harus dilakukan dengan cerdas. Artinya partner yang menawarkan kolaborasi cukup relevan dengan kebutuhan startup saat ini.

Di sisi lain, sebagai startup dengan model bisnis tergolong niche, Gibran Hufaizah melihat upaya eFishery berkolaborasi sepenuhnya untuk meng-cater kebutuhan petani ikan dan udang di tanah air.

“Kami selalu mendengarkan keperluan para petani sebelum melakukan kolaborasi. Apakah dalam bentuk finansial, pemasaran hingga teknologi. Jika masih bisa dibantu secara internal kita bantu. Namun jika sifatnya sudah diluar dari bisnis kami, kolaborasi merupakan cara terbaik untuk dilakukan,” kata Gibran.

Sementara menurut Ivan Tambunan, kolaborasi perlu dilakukan karena setiap pelaku usaha memiliki keunggulannya masing-masing. Dengan berkolaborasi, pelaku usaha bisa menciptakan sinergi. Sebagai layanan fintech, Akseleran menjadi salah satu platform yang memiliki peluang besar berkolaborasi dengan startup di sektor yang berbeda.

“Faktor yang menentukan kolaborasi [..] haruslah sama-sama bersinergi dan saling memberikan keuntungan satu sama lain,” kata Ivan.

Hal senada diungkapkan Shinta Nurfauzia. Pada akhirnya harus jelas benar apakah kolaborasi tersebut bisa membuahkan hasil yang positif kepada masing-masing startup. Pastikan end result bisa menjadi win win solution.

“Lemonilo selama ini sudah sering melakukan kolaborasi antar startup. Salah satunya adalah dengan brand fashion. Alasan utama kami melakukan kolaborasi dengan sektor yang berbeda tersebut adalah, memperkenalkan produk kami kepada pasar dari mereka dan juga sebaliknya,” kata Shinta.

Seiring berkembangnya bisnis, Lemonilo mulai masuk ke segmen mass market. Target pasarnya semakin lebar. Hal ini turut dipicu kehadiran mi instan Lemonilo sebagai produk yang dianggap cocok untuk gaya hidup sehat masyarakat Indonesia.

Sementara bagi platform edtech untuk anak Kiddo, kolaborasi yang dilakukan harus didukung target atau pencapaian. Selama ini Kiddo melakukan beberapa kolaborasi dengan beberapa platform. Salah satunya dengan GogoKids dari Malaysia.

“Kolaborasi yang kami lakukan harus punya target yang secara langsung maupun tidak langsung [untuk] mendukung obyektif perusahaan. Caranya (how) bisa bervariasi, tapi alasannya (why) harus jelas dari awal.” kata Analia.

Memperkuat positioning perusahaan

Tentang kapan waktu yang tepat melakukan kolaborasi, para penggiat startup mengungkapkan tidak bisa ditentukan secara pasti. Yang perlu diperhatikan adalah pondasi bisnis startup harus kuat dan memiliki penawaran yang lebih, sehingga dilirik mitra yang dibutuhkan.

Untuk eFishery sendiri, kolaborasi strategis yang telah dilancarkan adalah bersama dengan Gojek. usai menerima pendanaan dari Go Ventures dan Northstar beberapa waktu yang lalu. Gibran menyebutkan bakal terjadi integrasi yang masif antara ekosistem Gojek yang raksasa dengan ekosistem eFishery sendiri.

“Perbincangan investasi dan kolaborasi strategis antara eFishery dan Gojek sudah kami bicarakan dalam waktu yang cukup lama. Masing-masing pihak melihat, jika kolaborasi dilakukan bisa membantu masing-masing ekosistem untuk tumbuh dan berkembang lebih luas dan lebih cepat lagi,” kata Gibran.

Sementara menurut Ivan, kolaborasi dapat dilakukan sejak awal. Dalam hal ini startup dapat lebih pintar dan bijak dalam melihat peluang, baik itu terkait kondisi internal maupun eksternal. Bagaimanapun juga, jika kolaborasi berhasil dilakukan dengan baik, efeknya akan berdampak baik bagi perusahaan, konsumen, dan para mitra.

“Kiddo sendiri merupakan platform yang sudah melakukan kolaborasi sejak hari pertama: kolaborasi dengan para penyedia aktivitas anak [merchant]. Selain dengan merchant, kami juga cukup sering melakukan kolaborasi dengan perusahaan lain seperti perbankan, startup retail, brand yang menyasar anak dan keluarga, komunitas ibu, dan banyak lagi. Kami percaya kolaborasi yang pas akan menguntungkan kedua belah pihak,” kata Analia.

Pada akhirnya, kolaborasi yang dilakukan harus berimbas kepada kebutuhan. Jangan sampai tidak memberikan impact dan nilai yang positif untuk masa depan startup.

“jika startup sudah cukup percaya diri, didukung dengan base yang kuat, dan [memiliki] positioning yang menjanjikan, kolaborasi dengan startup yang telah memiliki nama besar dan penawaran lebih baik bisa langsung dilakukan,” kata Shinta.

5 Catatan Penting Seputar Merger dan Transisi

Penggabungan bisnis atau merger antara SIRCLO dan ICUBE pada Juni lalu menjadi salah satu sorotan menarik industri startup Indonesia di sepanjang 2020. Apalagi, merger ini terjadi di masa pandemi Covid-19 di mana para pelaku bisnis harus mengencangkan ikat pinggangnya.

Bicara soal merger di masa pandemi, ada banyak insight menarik seputar topik tersebut yang dibagikan langsung oleh Founder & Chief Executive SIRCLO Brian Marshal pada sesi #SelasaStartup pekan ini. Simak ulasannya berikut.

Sinyal untuk merger dan menentukan partner yang tepat

Bagaimana mengetahui bahwa merger menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan pelaku startup? Bagaimana menentukan partner merger yang tepat?

Pada kasus SIRCLO dan ICUBE, ada beberapa hal yang diperhatikan. Pertama, melihat dependensi bisnis antara kedua perusahaan dengan mengacu pada visi dan misinya. Kedua belah pihak perlu memahami sejauh mana business proposition saling melekat satu sama lain.

Baik SIRCLO dan ICUBE sama-sama mengembangkan solusi dengan teknologi sebagai kompetensi utamanya. Namun, tetap menghargai human assistance. Dari sini, ujar Brian, kedua perusahaan melihat dinamika dan perilaku pelaku bisnis di Indonesia dari sudut pandang yang sama.

Kendati demikian, bukan berarti segala aspek harus saling selaras. Menurutnya, perbedaan justru saling melengkapi kedua perusahaan. SIRCLO memiliki target pasar dan teknologi berbeda dengan ICUBE. SIRCLO menghadirkan tools untuk  UMKM dan end-to-end services untuk brand besar. Sementara, ICUBE menghadirkan solusi tools juga untuk brand besar.

Kedua adalah “gaya”, yang dapat berarti cara suatu perusahaan menuju visinya, seperti gaya kepemimpinan. Faktor ini dapat menjadi pertimbangan apakah suatu perlu melakukan merger atau sebatas kolaborasi secara transaksional saja.

“Apabila hal-hal di atas saling selaras, alangkah baiknya bisa bekerja bareng. Kalau business proposition dan visinya sama, itu bisa jadi sinyal untuk merger,” kata Brian.

Tantangan dan kesiapan internal untuk merger

Brian menilai perusahaan tidak akan pernah siap untuk merger, kecuali langsung mencobanya. Maka itu, penting untuk melihat kesiapan internal dalam proses merger.

Kesiapan internal ini berkaitan dengan proses transisi antar-perusahaan. Transisi ini dapat meliputi gaya kepemimpinan, pengambilan keputusan, proses perekrutan karyawan, pengembangan tim, hingga penilaian performa kerja dengan top level dan manajemen baru.

“Cikal bakal merger adalah kesamaan visi dan proses transisinya tidak dapat selesai dalam waktu semalam. Pada pengalaman di lapangan, salah satu PR besarnya adalah menyamakan business offering. Dengan merger, kita seharusnya bisa berikan offering lebih lengkap,” ucapnya.

Meski membutuhkan waktu, Brian menilai bahwa proses transisi dapat menghasilkan sebuah efisiensi. Penyelarasan visi, business proposition, hingga internal dapat memberikan efisiensi dari sisi operasional hingga sistem penilaian karyawan.

Komunikasi pada shareholder dan middle management

Sebagaimana diungkap Brian sebelumnya, penyelarasan visi menjadi tahapan paling pertama yang perlu dilakukan untuk memulai proses merger. Pada kasus SIRCLO dan ICUBE, proses ini dimatangkan sejak Desember 2019 hingga Februari 2020.

Pada proses ini, tentunya kedua perusahaan juga harus berdiskusi dengan para pemegang saham (shareholder) terkait kesepakatan merger. Apabila diskusi sudah rampung di top management dan mendapat persetujuan shareholder, fase selanjutnya adalah mengomunikasikan rencana merger ke middle management.  

Barulah pada fase terakhir, proses merger dapat dilaksanakan. “Baiknya, semua [karyawan] tahu, apalagi kalau mergernya signifikan. Makanya di tahap awal kami perlu menginformasikan dan mendiskusikan dengan shareholder,” ujarnya.

Proses merger saat pandemi

Ada alasan mengapa SIRCLO dan ICUBE tetap melanjutkan upaya kesepakatan mereka ketika pandemi baru merebak di Indonesia saat itu. Pembatasan sosial yang dikeluarkan pemerintah, mau tak mau menuntut masyarakat untuk bertransaksi via online.

“Kami membantu solusi e-commerce dan sektor ini tidak terdampak karena pandemi. Justru pandemi mendorong transaksi secara online. Makanya, kami tetap jalan terus saat itu,” ungkap Brian.

Hanya saja, lanjutnya, proses merger ini memakan waktu lebih lama dari target yang ditentukan semula. Pembatasan sosial membuat sejumlah proses berjalan lebih lambat, misalnya proses dengan notaris. Karena pandemi, merger yang ditargetkan bisa selesai dalam empat bulan, mundur menjadi enam bulan.

Valuasi dan biaya untuk merger

Penentuan valuasi perusahaan umumnya disepakati oleh top management. Brian menyebut bisa saja menggunakan pihak ketiga untuk membantu penghitungan valuasi. Namun, dalam kasusnya, skala bisnis perusahaan belum membutuhkan pihak ketiga untuk menghitung valuasi.

Terkait biaya merger, ini dapat berarti dua hal. Pertama, biaya yang mengacu pada nilai transaksi/kepemilikan saham di perusahaan. Menurutnya, mahal atau tidak transaksi merger itu relatif, tergantung skala bisnis dan kesepakatan dengan top management.

Kedua, biaya yang dikeluarkan kepada pihak ketiga untuk melakukan proses merger. Misalnya, biaya notaris untuk membuat draf perjanjian atau membayar konsultan untuk membantu transisi merger.

“Jika diperlukan, perusahaan bisa saja membayar konsultan untuk melakukan integrasi saat merger. Misalnya, integrasi dari sisi budaya kerja atau manajemen human resource. Ini sebetulnya tak kalah penting, tetapi tergantung kebutuhan perusahaan juga,” jelasnya.

Kiat eFishery Menempatkan Nilai dan Tujuan sebagai Pedoman Kolaborasi

Kata-kata seperti “kolaborasi” dan “kemitraan” sering terlontar dari forum-forum bisnis teknologi atau dari para punggawa startup. Namun apa sebenarnya yang menjadi tujuan kolaborasi atau kemitraan dalam bisnis startup? Kami membahas topik ini dalam edisi #SelasaStartup teranyar bersama Founder & CEO eFishery, Gibran Huzaifah.

Dalam bisnis digital, kolaborasi kerap disebut sebagai kunci dalam membuka kemandekan pertumbuhan startup. Dengan fokus dan keahlian yang berbeda-beda, maka kolaborasi menjadi faktor penting dalam membesarkan suatu startup. Tak terkecuali bagi Gibran melalui eFishery. Berikut adalah pandangan Gibran perihal kolaborasi demi menggenjot pertumbuhan perusahaan.

Nilai dan tujuan sebagai landasan

Gibran menceritakan, startup yang ia dirikan selalu melandaskan keputusan berdasarkan kebutuhan petani budidaya ikan dan udang. Dari sana mereka dapat menciptakan inovasi produk yang dapat menciptakan nilai hingga dampak baru.

Begitu pula dengan kolaborasi, prinsip tersebut menjadi pegangan eFishery. Gibran percaya setiap startup punya misi besarnya masing-masing. Namun startup juga punya batas kemampuannya. Itu sebabnya sebelum memutuskan bekerja sama dengan pihak tertentu, ia mementingkan nilai apa yang bisa dilengkapi lewat kerja sama tersebut.

“Di sisi lain ambisi kita besar juga. Itulah pentingnya kolaborasi. Kita bisa bekerja sama dengan orang-orang yang punya value berbeda sehingga nilainya lebih lengkap dan lebih besar,” ujar Gibran.

Menurutnya suatu kolaborasi selalu bermula dari masalah yang dihadapi oleh petani budidaya. Contohnya seperti yang halnya yang mereka wujudkan dalam produk pembiayaan, eFisheryFund. Beberapa petani mengalami kendala untuk mengakses permodalan. Maka eFishery menggandeng fintech untuk mengembangkan fitur pembiayaan itu.

“Kita enggak pernah start dari dengan siapa berkolaborasi. Kita selalu start dari masalahnya,” imbuh Gibran.

Membuka peluang

Fokus terhadap nilai dan tujuan itu terbukti mampu membawa eFishery sebagai salah satu startup terpandang di sektor perikanan. Mereka kini sudah melayani ribuan petani budidaya di 240 kabupaten/kota dari 24 provinsi. Belum lama eFishery juga mengantongi pendanaan seri B yang dipimpin oleh Northstar dan GoVentures.

Gibran menilai pencapaian tersebut tak lepas dari konsistensi mereka melayani kebutuhan pelanggan mereka selama bertahun-tahun.

“Dari dulu kita enggak melakukan apa yang tidak kita lakukan. Baru 1,5 tahun terakhir saja kita eksperimen membesarkan model bisnis yang lain karena kita tahu kita punya scale dan resources untuk itu. Tapi 5 tahun pertama itu kita cuma melakukan satu hal saja,” cetus Gibran.

Selain kepercayaan petani budidaya ikan dan udang, konsistensi layanan eFishery menyebabkan mereka dipandang oleh pemerintah, dari daerah hingga pusat. Sejumlah kerja sama dilakukan untuk mengembangkan potensi ekonomi perikanan.

Begitu pula dari aspek pendanaan. Gibran mengenang begitu sulitnya menggelar babak pendanaan awal. Selain jarangnya startup yang bergerak di perikanan, layanan internet of things (IoT) yang dijual eFishery juga tergolong sangat baru bagi para petani budidaya ikan dan udang.

“Untung masih ada yang mau funding,” ujar Gibran berseloroh.

Melewati krisis pandemi

Meski sudah cukup besar, eFishery masih punya begitu banyak ruang untuk tumbuh. Pasalnya total petani budidaya di Indonesia mencapai 3,5 juta. Terlebih saat ini eFishery sudah melebarkan usahanya hingga pembiayaan dan distribusi.

Perluasan bisnis eFishery tersebut nyatanya jadi alternatif penting bagi petani budidaya di masa pandemi. Gibran bercerita sewaktu kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terjadi, penyerapan ikan hasil budidaya berkurang drastis. Keadaan itu nyaris menempatkan petani tak bisa menjual ikan sama sekali.

“Nanti ketika kondisi normal lagi, kita justru bisa kesulitan suplai. Malah jangan-jangan kita bisa impor karena pembudidaya ikan mati. Makanya kita coba crafting bangun kemitraan bareng stakeholder untuk bantu mereka,” tukasnya.

Meski sempat ada rumor eFishery akan ekspansi ke luar negeri, sepertinya sejauh ini mereka masih tetap menargetkan menggali potensi perikanan domestik. Gibran menyebut mereka saat ini menargetkan bisa menjangkau satu juta petani budidaya ikan dan udang di 34 provinsi Indonesia.

Membesarkan keempat produk yang mereka miliki saat ini jadi prioritas mereka. Dengan pendanaan yang belum lama mereka terima bertekad menjadi penyedia layanan end to end bagi ekosistem perikanan budidaya.

“Jadi fokusnya ke pengembangan unit bisnisnya dan ekspansinya,” pungkas Gibran.

Application Information Will Show Up Here

Menengok Kekuatan Besar YouTube sebagai Alat Beriklan

Tidak terbantah lagi bahwa YouTube menempati posisi teratas sebagai destinasi utama hiburan gratis yang menyediakan beragam konten, sampai-sampai dilabeli sebagai mini TV. Praktis, karena banyak kunjungan yang datang ke YouTube, bisa menjadi tempat beriklan yang efektif untuk menjangkau calon konsumen baru.

Menurut data termutakhir YouTube dari ComScore VMX, dikatakan ada 93 juta pengunjung unik di Indonesia yang berusia di atas 18 tahun yang menonton video di YouTube setiap bulannya selama setahun terakhir. Alias, 91% orang Indonesia setidaknya mengunjungi YouTube sekali dalam setiap bulannya.

Jumlah tersebut begitu fantastis karena tidak seberapa kalau digabung antara populasi di Inggris dan Australia. Kenaikan ini meningkat hingga 10% dari tahun sebelumnya sebesar 79 juta.

Jenis konten yang banyak ditonton orang Indonesia dalam rentang 12 bulan hingga Juni 2020 adalah video tentang sains, humaniora, bisnis, dan hukum tumbuh lebih dari 80% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penelusuran untuk “drama korea”, “korea drama”, dan “drakor” juga naik 130% untuk periode yang sama.

Lalu, terjadi peningkatan penelusuran hingga 2 kali lipat untuk “cookies” dan “cakes” dan peningkatan lebih dari 50% untuk waktu tonton video multiplayer online battle arena. Meledaknya jumlah kunjungan ini selaras juga dipicu oleh bertambahnya channel kreator yang mendapat subscriber.

Kini ada 19 channel dari Indonesia yang mendapat lebih dari 10 juta subscribers (Diamond button) dan 600 channel yang mendapat lebih dari 1 juta subscribers (Gold button). Seluruh channel ini datang dari beragam konten, seperti hiburan, smartphone, edukasi, label musik, dan kreator individu.

Pencapaian ini begitu menakjubkan bila diartikan buat para marketer. YouTube mengembangkan tools terbaru untuk membantu mereka dalam menjangkau target audiensnya. Yakni CPM Masthead, YouTube Director Mix, dan TrueView Discovery on Search.

“Inovasi terbaru dari tools ini untuk membantu brand mengembangkan bisnis mengembangkan bisnis,” ucap Head of Large Customer Marketing YouTube Indonesia Muriel Makarim dalam konferensi pers secara virtual, kemarin (15/9).

Jangkau konsumen secara online

Dalam tips pertama ini, Muriel menerangkan bahwa beriklan digital adalah suatu keharusan buat brand terlebih di tengah pandemi ini. Tools CPM Masthead ini bisa berguna karena iklan ditempatkan di posisi teratas dari laman utama. Spot tersebut dapat dimanfaatkan brand dan dipersonalisasi sesuai target audiensnya.

“Jadi iklan tersebut hanya akan ada bila target audiensnya sesuai dengan kriteria yang disasar brand, bahkan bisa pilih lokasi audiensnya sehingga budget marketing spend akan lebih efektif.”

Pengalaman untuk terjun ke dunia online juga dilakukan oleh brand FMCG Enesis Group pemilik brand Adem Sari. CMO Adem Sari Ryan Tirta menerangkan, Adem Sari adalah salah satu produk pertama yang diluncurkan grup selama puluhan tahun lalu. Meski secara brand sudah dikenal masyarakat, tapi Adem Sari mulai kehilangan relevansinya dengan kondisi saat ini karena pengguna loyalnya sudah berusia lanjut.

Dengan kata lain, Adem Sari harus terjun ke iklan digital untuk mendapatkan pengguna loyal baru yang datang dari generasi muda. Maka dari itu cara komunikasinya harus diubah.

“Di YouTube kita memasukkan campaign yang lebih appealing ke younger generation. Yang kita selipkan komunikasinya tetap sama, bagaimana mencegah panas dalam karena ini insiden yang sering terjadi, tapi dibuat lebih relevan dengan target audiensnya,” terang Ryan.

Melalui strategi ini yang mendukung periklanan konvensional sebelumnya, Adem Sari berhasil mempertahankan pertumbuhan penjualan meski adanya penutupan toko ritel selama pandemi. Mereka berhasil menjangkau 6 juta pengguna unik melalui kampanye dan memberi dampak pertumbuhan penjualan sebesar 33%. Sementara cost per click vs benchmark turun sampai 4,6 kali lipat.

Berbicara dengan bahasa konsumen

Terkait hal ini menggunakan tools YouTube Director Mix yang dapat mengenali 75 jenis audiens yang berbeda dan 200 materi iklan yang disesuaikan dengan minat individu. Telkomsel termasuk salah satu brand yang memanfaatkan tools tersebut.

VP of Branding and Marketing Communications Telkomsel Nirwan Lesmana menjelaskan bahwa permainan, film, dan musik merupakan beberapa genre yang paling populer di YouTube. Telkomsel melihat peluang untuk berekspansi ke layanan gaya hidup digital untuk mendorong kesadaran terhadap tiga produk yang sudah dimiliki perusahaan.

Untuk itu, perusahaan perlu menyampaikan pesan yang relevan dengan minat setiap individu dengan Director Mix. membuat 200 materi iklan yang disesuaikan dengan minat individu dengan menargetkan lebih dari 75 audiens yang berbeda. Bagi penggemar musik, disuguhi pesan “Streaming semua lagu favorit Anda melalui satu platform,” sementara bagi penggemar permainan disuguhi pesan “Beli kuota game dengan mudah melalui MyTelkomsel”.

Ikuti kemauan konsumen

Banyaknya ibu-ibu yang bekerja dari rumah karena Covid-19, semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk memasak. Kesempatan tersebut diambil Frisian Flag untuk meningkatkan konsumsi susu bubuk dengan menginspirasi para ibu melalui berbagai resep membuat kue di rumah.

Terlebih query penelusuran untuk “baking”, “kue”, dan “cookie” melonjak 100% di YouTube sekitar bulan April, Frisian Flag membuat 17 video resep yang mudah dengan menggunakan susu bubuknya. Dengan menggunakan fitur baru di YouTube Search, video resep satu menit ini dapat menjangkau pengguna yang mencari “kue” dan 6 ribu kata kunci relevan lainnya.

Marketing Director Frisian Flag Felicia Julian mengungkapkan, respons penonton terhadap video satu menit yang ditayangkan pada Mei 2020 sangat baik. Secara rata-rata, pengguna menonton 90% dari setiap video, menghasilkan impresi 60% lebih tinggi dengan setengah dari biaya yang harus dikeluarkan dibandingkan kampanye sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Tips dari Gojek dan Halodoc Optimalkan Peluang Pertumbuhan di Tengah Pandemi

Pandemi yang berkepanjangan ternyata mampu membuat startup hingga perusahaan teknologi besar seperti Gojek melakukan perubahan strategi bahkan memfokuskan kepada bisnis baru dalam platform. Dalam acara webinar yang diinisiasi oleh Forum Wartawan Teknologi (Forwat), perwakilan dari Gojek dan Halodoc menyampaikan tantangan hingga inovasi baru yang kemudian diterapkan dan diharapkan bisa menjadi produk unggulan masing-masing.

Fokus pada umpan balik pengguna

Tekanan hidup dan perubahan ekonomi yang terjadi selama pandemi, ternyata telah meningkatkan jumlah pengguna Halodoc yang kemudian melakukan konsultasi jiwa kepada psikiater dan psikolog melalui platform. Setelah resmi diluncurkan akhir bulan Juni lalu, kini layanan konsultasi tersebut telah didukung 500 psikolog dan psikiater.

Menurut CMO Halodoc Dionisius Nathaniel, bukan hanya dimanfaatkan orang dewasa, namun tercatat ada beberapa anak-anak yang kemudian memanfaatkan kanal konsultasi jiwa yang dihadirkan oleh Halodoc melalui aplikasi dan situs web. Capaian tersebut menunjukkan makin besarnya kebutuhan pengguna untuk menyampaikan keluh kesah dan tekanan hidup yang mereka alami selama pandemi.

Sebagai platform yang mengedepankan kesehatan untuk semua, Halodoc juga telah melakukan beberapa kegiatan yang membantu pemerintah dan tentunya masyarakat selama pandemi. Salah satunya adalah pemberian Rapid Test Covid-19. Di awal pandemi, Halodoc juga telah menghadirkan teknologi chatbot yaitu Preliminary Risk Assesment. Fungsinya berupa kuesioner yang membantu masyarakat memeriksa apakah mereka beresiko terdampak Covid-19 atau tidak.

“Dalam pemetaan tersebut memanfaatkan lokasi yang ada di platform kami akhirnya terlihat, berapa banyak pengguna yang menggunakan fitur tersebut dan membantu kami untuk melihat lokasi. Kebanyakan tentu saja mereka yang tinggal di kota-kota besar,” kata Dionisius.

Selain konsultasi jiwa dan pemeriksaan rapid test Covid-19, Halodoc juga mengklaim mengalami pertumbuhan positif dari Toko Kesehatan. Dalam hal ini memanfaatkan kemitraan dengan 100 toko kesehatan yang tersebar dan integrasi pengantaran dengan mitra pengemudi Gojek, mampu mendongkrak jumlah pembelian dan pengantaran lebih mudah dan tentunya lebih cepat.

Kerja sama strategis dengan Gojek membuktikan bahwa apa yang kami hadirkan yaitu pengantaran yang cepat di bawah dari 60 menit, berhasil diwujudkan oleh Halodoc dan tentunya Gojek,” kata Dionisius.

Untuk mempertahankan pertumbuhan bisnis selama pandemi dan membantu lebih banyak masyarakat mengakses informasi kesehatan dan layanan konsultasi dengan dokter, Halodoc ingin terus mendapatkan umpan balik dari pengguna agar bisa menghadirkan layanan kesehatan digital yang menyeluruh, bukan hanya di kota-kota besar namun wilayah lainnya di Indonesia.

“Saat ini kami telah memiliki sekitar 20 juta pengguna aktif di aplikasi dan website. kenaikan ini terjadi didukung dengan layanan dan informasi yang kami hadirkan terkait dengan topik Covid-19. Edukasi menjadi bagian dari strategi kami untuk bisa meningkatkan traksi pengguna di aplikasi dan juga website,” kata Dionisius.

Dukung mitra melalui teknologi

Sementara itu bagi Gojek yang telah memiliki beragam layanan, selama pandemi mulai memfokuskan kesejahteraan mitra pengemudi dan merchant. Mulai dari memberikan donasi hingga meluncurkan teknologi tepat guna. Menurut Chief of Corporate Affairs Gojek Nila Marita, perusahaan berupaya untuk fokus kepada core business mereka. Mulai dari mobility, food related, logistik dan tentunya payment.

“Fakta menarik yang juga terjadi selama pandemi layanan Gomed juga mengalami peningkatan yang cukup baik. Kami mencatat transaksi di Gomed mengalami peningkatan hingga 103%,” kata Nila.

Layanan lain yang juga mengalami peningkatan adalah entertainment, tercatat layanan GoTix mengalami peningkatan hingga 30 kali lipat. Menyesuaikan aturan PSBB dan bekerja di rumah yang banyak diterapkan oleh pekerja kantor dan siswa. Sementara itu untuk membantu mitra kuliner hingga diluar bisnis kuliner untuk menjalankan bisnis mereka, Gojek juga telah meluncurkan Selly yang merupakan aplikasi keyboard dan dasbor yang memudahkan UKM melayani pelanggan.

Dengan diluncurkannya aplikasi khusus merchant ini diharapkan bisa mempercepat akselerasi merchant Gojek melalui tools yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

“Melalui aplikasi Selly kami harapkan akan lebih banyak pelaku social commerce di Indonesia yang bisa dimudahkan dalam hal alat pendukung untuk bisnis mereka. Gojek juga akan terus menjalin kolaborasi dengan partner dan brand yang relevan,” kata Nila.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

6 Hal Seputar Membangun Inovasi Regional Melalui Program Akselerasi

Dalam satu dekade terakhir, industri startup telah berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Lebih lagi, keberadaan startup ini telah mendorong daya saing inovasinya di Asia Tenggara. Tercatat, Indonesia termasuk salah satu negara dengan unicorn terbanyak di kawasan ini.

Beberapa unicorn tersebut kini bahkan membentuk program inkubasi dan akselerasi untuk mendorong pertumbuhan inovasi, tak hanya untuk negara sendiri, tetapi juga untuk kawasan regional.

Salah satunya Grab Ventures melalui program Grab Ventures Velocity (GVV) yang hadir untuk pasar Indonesia. Bagaimana pengalaman dan tantangan Grab Ventures dalam membangun inovasi di regional? Simak selengkapnya sesi #SelasaStartup kali ini bersama Director of Grab Ventures Aditi Sharma.

Lokalisasi sebagai strategi pendekatan setiap negara

Aditi menilai, lokalisasi menjadi strategi penting bagi program semacam GVV untuk memulai pengembangan inovasi di suatu negara. Hal ini patut digarisbawahi mengingat kebutuhan dan gap di kalangan masyarakat di setiap negara berbeda-beda. Di GVV, setiap pasar tujuan memiliki program yang sangat targeted dan spesifik.

“Sebagai contoh, GVV fokus terhadap [startup] di fase growth, dan kami lihat ini untuk pasar Indonesia. Ada beberapa partner potensial di sini, di mana kami bisa lakukan semacam test partnership selama program berjalan. Mereka berpeluang jadi commercial partner ke depan. Bagi kami, program ini well-suited untuk ekosistem Indonesia,” paparnya.

Kondisinya tentu berbeda jika dibandingkan negara lain. Ambil contoh Vietnam. Menurut pengalaman Aditi, Grab Ventures perlu melakukan ground work yang lebih besar di negara ini, seperti membangun ekosistem dan kapabilitas founder yang kuat.

“Kebutuhannya berbeda. Makanya, nama program di sana adalah Grab Ventures Ignite yang membidik startup early stage. Modelnya lebih ke capability-centric. Kami membuat program lebih kontekstual sesuai kebutuhan di negara tersebut,” tambah Aditi.

Bukan target pasar, tetapi tujuan

Selain lokalisasi, penting bagi Aditi untuk menentukan tujuan program. Artinya, selama punya dampak berarti terhadap ekosistem, bukan soal bahwa program tersebut harus dijalankan di setiap target negara tujuan.

“Kami terus mengeksplorasi peluang kerja sama di industri startup. Tapi, kami bukan sekadar buat program di setiap negara. Kami lihat apakah ada kebutuhan untuk meluncurkan program ini, negara mana yang dapat memberikan dampak positif terhadap ekosistem,” jelasnya.

Mencari target pasar yang menciptakan tren

Ada alasan mengapa Indonesia sering menjadi target utama investasi. Selain pasarnya besar, Indonesia dinilai memiliki tren pasar tersendiri. Bahkan menurut Aditi, hal ini menjadi alasan kuat mengapa program GVV dibuka pertama kali untuk pasar Indonesia.

Ia menyebutkan sebanyak 60 persen investasi digital di Asia Tenggara ‘lari’ ke Indonesia. Menurutnya, data tersebut menunjukkan bahwa perkembangan inovasi di Indonesia menjadi sebuah tren menarik.

Tren lainnya adalah perkembangan adopsi digital di Indonesia turut disumbang oleh segmen UKM. Selama ini, segmen UKM menjadi salah satu penopang pereknomian Indonesia. Tercatat, ada lebih dari 50 juta UKM di sini.

“UKM ini menjadi peluang besar bagi pertumbuhan inovasi. Apalagi di situasi pandemi, mereka dituntut untuk mengadopsi digital. Ini adalah sebuah tren yang membuat pasar Indonesia menarik,” kata Aditi.

Adaptasi baru menjadi tantangan

Dalam perjalanannya, Aditi telah bertemu dan bekerja sama dengan banyak founder lewat program yang diinisiasi Grab tersebut. Ada sejumlah tantangan yang ia anggap sebagai sebuah proses pembelajaran.

Salah satunya adalah beradaptasi dengan founder agar dapat saling bekerja sama. “Kami melihat saat itu founder belum meyakini what it means bekerja dengan venture capital dan tim-tim yang mengeksplorasi model bisnis baru, seperti kami,” ungkap Aditi.

Ia menilai bahwa hal ini dapat menjadi pembelajaran untuk saling memahami apa yang diinginkan satu sama lain dan menemukan partner startup yang potensial. “Feedback yang kami dapatkan saat bekerja bareng founder adalah mengalokasikan banyak waktu untuk mengetahui sama lain,” ujarnya.

Pivot di situasi pandemi

Selama masa pandemi Covid-19, terjadi perubahan yang sangat signifikan pada perilaku dan kebutuhan konsumen. Situasi ini juga menuntut pelaku bisnis untuk mengakselerasi digitalisasi.

Di sisi lain, sejumlah sektor bisnis terdampak positif dari krisis kesehatan ini, seperti kesehatan dan kebutuhan pokok. Bagi Aditi, hal ini menandakan bahwa Indonesia terus berupaya untuk mendorong pertumbuhan sektor bisnis, baik B2B maupun B2C.

“Makanya, penting untuk melihat kebutuhan customer di tengah situasi yang berubah saat ini. Pada kasus GVV batch ke-3, kami akhirnya melakukan pivot dengan fokus pada peluang digitalisasi di sektor UKM. Kini semua tentang solusi digital untuk membuat layanan Grab menjadi fleksibel di era pandemi. Di sini kami dapat membantu mereka mengadopsi teknologi digital,” katanya.

Perihal kriteria startup dan KPI

Kriteria menjadi standar umum dalam mencari partner yang potensial. Pada program akselerasi semacam GVV, Aditi menekankan strategic feed yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Terutama, apabila startup tersebut dapat men-deliver tujuan ini pada waktu yang tepat.

“Kami melihat kriteria semacam ini, seperti seberapa kuat komitmen founder, chesmistry dengan founder, atau apakah mereka mau mendukung ekosistem UKM. Ini yang kami sebut bahwa kami berbagi tujuan yang sama,” tutur Aditi.

Selain itu, program inkubasi juga tetap memiliki KPI untuk memastikan bahwa startup yang diajak kerja sama menjalankan misi yang sama dengan misi perusahaan. “Bagi kami, metrik utamanya adalah apakah tim dapat menciptakan model bisnis dan membawa tech leader. Tentu program ini selalu dievaluasi.”

Disclosure: DailySocial merupakan strategic partner Grab Ventures Velocity

Manajemen Tim dan Penyesuaian Fokus Bisnis Jadi Agenda Penting Startup di Tengah Pandemi

Meskipun di awal bulan sempat mengalami beberapa tantangan, namun saat ini ketika pandemi sudah memasuki bulan kelima banyak startup yang bisa menyesuaikan keadaan dalam situasi bekerja di rumah. Istilah new normal bukan lagi bersifat sementara, namun diprediksi menjadi kondisi yang berlanjut.

Dalam sesi webinar yang digelar oleh program akselerator GK-Plug and Play, beberapa penggiat startup yang terdiri dari CEO AI Sensum Vivek Thomas, CEO Verihubs Williem, dan Head of Product Tiket Rosabella Sarudin berbagi pengalaman dan update menarik tentang tempat mereka bekerja saat pandemi berlangsung.

Manajemen tim dan penggunaan tools yang tepat

Sebagai startup yang menghadirkan teknologi Software as a Service (SaaS), Williem melihat tidak menemui kendala yang berarti saat pandemi terkait dengan manajemen dan mengelola time management team. Dalam hal ini Verihubs yang didominasi oleh tenaga engineer, memberikan kebebasan kepada anggota tim untuk bekerja di rumah, selama tugas yang dibebankan bisa diselesaikan.

“Kami menggunakan tools yang relevan, seperti Airtable. Dengan demikian semua tugas yang diberikan kepada engineer bisa di-monitor. Selama ini kami juga telah memberikan kesempatan remote working kepada pegawai, sehingga mudahkan transisi working from home,” kata Williem.

Hal serupa juga diterapkan oleh Vivek dalam hal mengelola tim selama bekerja di rumah. Meskipun tidak meninggalkan KPI yang telah ditetapkan kepada masing-masing pegawai, namun Vivek melihat adanya peluang transisi jabatan kepada beberapa pegawai selama pandemi berlangsung.

“Fokus kami tentunya kepada tim sales dan business development, namun di saat yang sama kami juga melihat ada beberapa tugas yang kemudian dialihkan dan diberikan kepada pegawai lainnya,” kata Vivek.

Pandemi juga diklaim menambah produktivitas pegawai, tantangan seperti transportasi hingga pengeluaran yang biasanya banyakan dihabiskan oleh pegawai di kantor, kini bisa dipangkas saat kegiatan bekerja di rumah diberlakukan.

“Kita sendiri belum bisa memutuskan kapan waktu yang tepat untuk kembali ke kantor. Karena setelah dilihat selama 5 bulan terakhir, produktivitas para pegawai tetap positif bahkan cenderung meningkat produktivitasnya,” Vivek.

Saat pandemi juga menjadi waktu yang tepat untuk mencoba atau meluncurkan layanan atau produk yang baru. Ketika semua layanan hingga tools mulai shifting ke digital, semua produk yang terkait dengan teknologi hingga touchless dan contactless produk, diprediksi bakal menjadi masa depan saat pandemi bahkan ketika pandemi berakhir.

“Salah satu yang telah kami luncurkan dan mendapat respons positif adalah ketika bulan Mei lalu kami meluncurkan Passwordku. Produk yang memudahkan pengguna untuk mengelola password mereka untuk semua. Saat pandemi peluncuran tersebut memvalidasi model bisnis kami saat ini dan ke depannya,” kata Williem.

Mengubah fokus dan target

Sebagai layanan OTA yang selama ini sudah meraih kesuksesan, Tiket mengakui selama pandemi berlangsung mengalami penurunan dari sisi penjualan. Ditutupnya penerbangan, penginapan hingga tempat hiburan, telah membatasi bisnis mereka untuk tumbuh selama 5 bulan terakhir.

Untuk mengakali tantangan tersebut, Tiket kemudian mulai memfokuskan kepada experience. Mulai dari menggelar acara musik live hingga sesi tanya jawab dengan artis idola, diklaim bisa membantu perusahaan untuk terus tumbuh selama pandemi.

Saat ini ketika aturan PSBB sudah mulai dilonggarkan di beberapa tempat wisata hingga destinasi favorit seperti Bali, Tiket juga berupaya untuk menggenjot jumlah penjualan tiket penerbangan, penginapan dan atraksi. Salah satunya adalah dengan cara melancarkan kampanye Tiket Clean. Yaitu kampanye yang berisikan himbauan dan aksi positif oleh Tiket kepada perhotelan yang tetap menjaga kebersihan dan mematuhi protokol kesehatan selama pandemi.

“Pada akhirnya hotel membutuhkan uang tunai, dengan memberikan promo berupa diskon hingga penawaran menarik yang bisa dimanfaatkan oleh pelanggan yang tertarik untuk melakukan pemesanan hotel saat ini atau tahun depan,” kata Rosabella.

Meskipun sarat dengan tantangan, namun dengan strategi ini diharapkan bisa memancing kembali minat masyarakat untuk kembali melakukan pemesanan dan menginap di hotel yang sudah terjamin kebersihannya.