Base Mendapat Pendanaan Seri A 94 Miliar Rupiah Dipimpin Rakuten Ventures

Startup DTC untuk produk perawatan dan wellness “Base” mendapat pendanaan seri A sebesar $6 juta atau sekitar 94,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Rakuten Ventures, diikuti investor terdahulu termasuk Antler, East Ventures, Skystar Capital, dan Pegasus Tech Ventures.

Sebelumnya, Base memperoleh pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi East Ventures, Antler, iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, dan angel investor. 

Dalam keterangan resminya, Associate Rakuten Ventures Regina Ho mengatakan, selama ini industri produk perawatan kecantikan di Asia Tenggara masih didominasi oleh merek-merek asing. Selain itu, produknya dijual dengan harga di atas pendapatan rata-rata konsumen.

“Hal ini membuat kami bersemangat dengan kemampuan Base untuk membalikkan ekspektasi konsumen tradisional bahwa produk berkualitas tinggi tidak harus mahal. Kami harap bisa mendukung perjalanan Base untuk mengisi ruang kosong perawatan pribadi yang berkembang di Asia Tenggara,” ucap Regina dalam keterangan resminya,

Base didirikan oleh Yaumi Fauziah Sugiharta dan Ratih Permata Sari pada 2019 dengan operasi awal melalui strategi Direct-to-Consumer (D2C). Kemudian, Base memperluas distribusi ke online dan offline (O2O) untuk menjangkau kota-kota regional. Kini, Base telah melayani pengiriman produk ke 34 provinsi di Indonesia.

Salah satu misi Base adalah memperjuangkan keragaman dan inklusivitas kebutuhan kecantikan masyarakat Indonesia dengan menawarkan perawatan kulit berbahan vegan dan menghadirkan fitur “Smart Skin Test”.

Partner di East Ventures Melisa Irene menambahkan, “Sejak awal kami percaya dengan inovasi Base. Keahlian dan pendekatan lokalnya menghasikan produk perawatan kulit berkualitas tinggi dan berkelanjutan dalam memenuhipermintaan pasar. Kami menantikan lebih banyak inovasi dan pertumbuhan yang akan dihadirkan oleh Yaumi, Ratih, dan tim Base.”

Produk berbasis bioteknologi

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta mengungkap bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk mengembangkan lini produk baru, di antaranya kosmetik, perawatan tubuh dan rambut, edible wellness, dan fragrance. Selain itu, Base berencana berinvestasi lebih lanjut pada inovasi dan pengembangan produk. Salah satunya menggabungkan bioteknologi (biotech) ke dalam metode pengembangan lini produk vegan secara kreatif.

Hal ini sejalan dengan profil konsumen Base yang teridentifikasi sebagai gen Z dan milenial; segmen yang memprioritaskan produk sadar lingkungan, mudah diakses, dan berkelanjutan. Melalui pengembangan produk yang mendalam, pihaknya dapat memperluas pertumbuhan pelanggan.

Mengacu studi Euromonitor, industri kecantikan mengalami pertumbuhan signifikan dibandingkan industri lain selama masa pandemi. Adapun, nilai pasarnya diproyeksikan mencapai $10 miliar pada 2025 yang didorong oleh produk kategori perawatan rambut, tubuh, dan kulit, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 6%. Dengan potensi pasar ini, Base memiliki posisi tepat untuk menjadi pemain terkemuka. Base mengklaim telah mengalami pertumbuhan pendapatan 10x lipat dalam satu tahun terakhir.

Dalam kesempatan ini, Base juga mengumumkan Muhammad Cipta Suhada yang akan mengisi posisi Direktur People & Culture. Sebelumnya, Cipta sempat berkarier di sejumlah perusahaan teknologi terkemuka, seperti Gojek dan LinkAja. Pihaknya berupaya mendefinisikan kembali bagaimana dunia memandang standar kecantikan sehingga setiap orang dapat merasa berdaya dan bangga dengan keunikan yang dimiliki.

“Ini berlaku juga di Base di mana kami mengantisipasi orang-orang untuk mengeluarkan potensi mereka dan melakukan yang mereka sukai. Seiring pertumbuhan perusahaan, kami senang menyambut lebih banyak anggota kepemimpinan senior untuk meningkatkan jalan base sebagai organisasi kelas dunia yang dapat dibanggakan generasi kami.” Tutupnya.

East Ventures Pimpin Pendanaan Awal Startup Web3 Asal Singapura “AWST”

Startup web3 berbasis di Singapura, AWST, hari ini (25/10) mengumumkan perolehan pendanaan awal sebesar $1,7 juta (lebih dari 26,5 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari 500 Global dan Antler. Momentum ini sekaligus dimanfaatkan AWST untuk meresmikan kehadirannya secara publik.

Dalam keterangan resmi, Principal East Ventures Devina Halim menyampaikan pihaknya percaya web3 adalah suatu perubahan paradigma dan menjadi sorotan atau tema dalam beberapa tahun mendatang. Artinya, banyak peluang yang bisa dieksplorasi di sektor ini.

“Kami mendukung entrepreneur terbaik dan cerdas seperti Arun dan Aleksandar yang membangun AWST untuk membantu berbagai brand dan kreator dalam membangun komunitas yang bermakna. Mereka dapat mewujudkan ide-idenya melalui platform NFT-nya. Kami bersemangat untuk bekerja sama dengan tim AWST,” ucap Devina.

AWST didirikan oleh Arun Sugumaran dan Aleksandar Abu Samra pada Oktober 2020. AWST menawarkan Web3 ke berbagai merek dengan menciptakan platform bagi para pengguna untuk meluncurkan koleksi NFT di berbagai protokol blockchain yang dioptimalkan untuk kebutuhan setiap proyek.

Solusi-solusi AWST dapat diintegrasikan ke dalam kerangka kerja teknologi perusahaan dengan mudah dan lancar. Keahlian AWST akan membantu dalam menggabungkan utilitas ke dalam platform-platform ini, menciptakan fondasi yang kuat bagi para klien untuk memanfaatkan ekosistem Web3 yang berkembang. Semangatnya adalah membuat Web3 dan NFT dapat diakses oleh semua orang.

Disebutkan AWST merupakan startup web3 pertama di Asia bekerja sama dengan Stripe untuk memfasilitas transaksi NFT, membantu memroses pembayaran online untuk bisnis di 46 negara. Kolaborasi kedua perusahaan adalah langkah besar dalam membuat transaksi NFT layak secara komersial untuk bisnis.

Upaya bersama ini ditujukan untuk memosisikan NFT untuk adopsi secara mainstream dengan mengikutsertakan fungsi dan utilitas seperti keanggotaan, tiket, dan pengalaman yang diperluas melalui teknologi.

“Web3 berkembang dengan pesat, dan bisnis ingin terhubung dengan pelanggan mereka dengan cara baru dan mendapatkan pelanggan baru dari komunitas NFT. Kami yakin kami memiliki infrastruktur teknologi yang tepat, dan pengalaman untuk memandu para klien kami dalam memperluas bisnis dan kemampuan engagement mereka melalui Web3 dan NFT,” kata Co-Founder & CEO AWST Arun.

Dia melanjutkan, AWST bersemangat dengan adopsi NFT di masa depan dan telah melihat bagaimana ketertarikan yang telah ada melalui vending machine NFT mereka di National Gallery yang menunjukkan meningkatnya penerimaan masyarakat umum terhadap web3. Ke depannya, AWST ingin membangun alat dan platform yang menghubungkan organisasi dengan proyek NFT untuk memfasilitasi pertukaran nilai di dunia nyata.

FitHappy Umumkan Pendanaan Pra-Awal Dipimpin East Ventures

Startup healthtech FitHappy hari ini (24/10) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan pra-awal dalam nominal yang dirahasiakan dari East Ventures, dengan partisipasi dari investor lain yang turut dirahasiakan pula.

FitHappy akan mengalokasikan dana yang diterima untuk meningkatkan kemampuan aplikasinya agar dapat terus menekankan pembangunan kebiasaan sebagai fitur inti, meningkatkan analitik kesehatan holistik, mengembangkan toko FitHappy, dan menemukan product-market fit.

“Pendanaan ini menjadi dukungan kuat bagi kami untuk terus membuat program-program kesehatan holistik untuk membantu masyarakat menjadi bugar dan bahagia. FitHappy memberikan solusi digital yang terintegrasi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup seluruh masyarakat Indonesia dengan menanamkan kebiasaan dan kebahagiaan,” ucap Co-Founder & CEO FitHappy Imam Prabowo Karnohartomo dalam keterangan resmi.

Startup ini dirintis Imam Prabowo Karnohartomo dan Kuncoro Dwi Atmojo (CTO). Imam adalah seorang pengusaha teknologi dengan 10 tahun pengalaman di bidang teknologi kesehatan, konsultasi, dan manajemen risiko. Kuncoro memiliki 10 tahun pengalaman bekerja di Silicon Valley sebagai software engineer. Tim FitHappy terdiri dari ahli nutrisi klinis, neurologi, neuroscience, endokrin, forensik, psikologi perilaku, dan ilmu olahraga.

Produk FitHappy

Perusahaan hadir untuk membantu masyarakat mencapai kualitas hidup yang lebih baik melalui pendekatan baru. Di Indonesia, pola makan dan kebiasaan yang tidak sehat mengancam kesehatan dan produktivitas penduduk secara keseluruhan, dengan 1 dari 5 orang dewasa mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, dan lebih dari 60 juta penduduk menderita hipertensi dan/atau diabetes.

Obesitas meningkatkan risiko diabetes dan hipertensi, yang merupakan dua prediktor kuat penyakit yang kronis dan mematikan. Kondisi kesehatan ini juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan ketidakseimbangan kehidupan kerja. Untuk mencegah dan mengelola hipertensi, diabetes, dan obesitas, salah satu upaya dapat dimulai adalah dengan mengubah gaya hidup, seperti mencapai berat badan ideal dan mempertahankan gaya hidup sehat.

Solusi FitHappy adalah program kesehatan holistik yang mudah diikuti, serta dipersonalisasi berdasarkan kesehatan dan psikologi masing-masing individu. FitHappy menyediakan aplikasi pembinaan kesehatan holistik memungkinkan setiap pengguna memiliki pelatih khusus untuk membantu mereka memperbaiki kebiasaan makan, kebiasaan latihan fisik, kebiasaan menerapkan mindfulness, dan kebiasaan produktivitas.

Dengan demikian, FitHappy dapat membantu penggunanya menjadi lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih produktif. Untuk perusahaan, FitHappy membantu meningkatkan kesehatan dan well being karyawan untuk meningkatkan produktivitas, kinerja, dan ROI.

FitHappy fokus membangun kebiasaan untuk mengadopsi gaya hidup sehat jangka panjang, mengintegrasikan program diet, olahraga, dan praktik mindfulness ke dalam satu aplikasi seluler. Metodologi FitHappy juga dapat meningkatkan keharmonisan kegiatan kerja karena memiliki kebiasaan sehat yang dapat mengurangi tingkat absensi dan meningkatkan produktivitas.

“Hal terpenting bagi kami adalah ketika para pengguna menikmati prosesnya. Metode FitHappy tidak mengharuskan pengguna untuk menghitung kalori atau mengikuti meal plan yang kaku, melainkan membantu para pengguna untuk mengikuti perubahan kebiasaan & gaya hidup selangkah demi selangkah. Kami juga merasa bersyukur menyaksikan perubahan di berbagai perusahaan yang mempercayakan produktivitas karyawannya dengan FitHappy, dan betapa kuatnya perubahan kebiasaan dalam memengaruhi kehidupan seseorang,” kata Co-founder & CTO FitHappy Kuncoro Dwi Atmojo.

FitHappy berupaya untuk mengambil peluang di pasar kebugaran dan kesejahteraan digital di Indonesia, yang diproyeksikan mencapai $2,23 miliar pada 2027, dengan menyediakan layanan kesehatan yang dipersonalisasi dengan biaya terjangkau dan mendorong masyarakat untuk membeli produk F&B yang sehat di toko FitHappy. Diklaim hingga saat ini, aplikasi FitHappy telah diunduh oleh ribuan pengguna, dengan tingkat keberhasilan penurunan berat badan dan lemak sebesar 90% dan tingkat retensi konsultasi sebesar 97%

Tak hanya mengembangkan produk, perusahaan juga akan menjalin kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, merek, dan komunitas dengan tujuan yang lebih besar untuk membantu lebih banyak orang mengubah hidup mereka jadi lebih baik.

“Kami percaya bahwa pendekatan FitHappy terhadap kesehatan dan kebugaran akan membawa manfaat bagi masyarakat Indonesia, dan pada akhirnya akan mendorong produktivitas secara keseluruhan. Kami senang menyambut FitHappy sebagai bagian dari ekosistem portofolio East Ventures dan berharap dapat melihat tim FitHappy dalam menemukan produk yang sesuai dengan pasar dan memberikan solusi yang meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup,” kata Principal East Ventures Devina Halim.

Application Information Will Show Up Here

Startup SaaS Kuliner “Runchise” Umumkan Pendanaan Awal

Startup pengembang layanan SaaS untuk bisnis kuliner Runchise mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nilai yang dirahasiakan. Putaran investasi ini dipimpin oleh East Ventures, diikuti sejumlah investor meliputi Genesia Ventures, Arise MDI Ventures, Init-6, Prasetya Dwidharma, Alto Partners, dan sejumlah angel investor.

Ini bukan kali pertama SaaS yang spesifik untuk industri kuliner hadir, sebelumnya sudah ada Esensi Solusi Buana (ESB) yang juga fokus di area tersebut. Bahkan startup yang didukung Alpha JWC dan sejumlah investor ini sudah membukukan pendanaan seri B tahun ini senilai $29 juta atau sekitar 420 miliar Rupiah.

Runchise sendiri hadir tahun ini, didirikan Daniel Witono, yang sebelumnya dikenal sebagai founder Jurnal (diakuisisi Mekari). Dalam wawancaranya bersama DailySocial.id di bulan Juni 2022 lalu, ia mengatakan bahwa Runchise dibangun sebagai sebuah “outlet management solution“.

“Perkembangan bisnis kuliner dipengaruhi oleh pengelolaan atau sistem manajemen yang baik. Dengan menggunakan teknologi, kami yakin para pengusaha akan bisa meningkatkan profit dan meningkatkan output dari usaha. Runchise hadir menjadi solusi bagi pemilik bisnis kuliner, memberi para usaha kuliner solusi yang lengkap dalam satu platform di mana kebutuhan seluruh operasional usaha kuliner bisa terpenuhi,” ujar Daniel seperti disampaikan dalam rilis resminya.

Daniel juga mengatakan, salah satu segmen pasar utama Runchise adalah pebisnis waralaba (franchise). Persoalan tentang pengelolaan hingga pembinaan franchise masih menjadi tantangan yang kerap dirasakan oleh pemilik brand F&B. Mulai dari kurangnya transparansi dari penerima waralaba hingga penggunaan bahan baku yang tidak sesuai.

Layanan Runchise

Ada tiga layanan utama yang disajikan Runchise. Pertama adalah Supply Chain Management, tugasnya memudahkan operasional restoran yang memiliki banyak outlet, mulai dari pengaturan dan pengadaan stok, bahan baku, hingga pengaturan akses data perusahaan yang fleksibel. Kedua ada Point of Sales, memudahkan proses transaksi dengan pelanggan. Dan ketiga Online Ordering, untuk memudahkan pemilik gerai mengintegrasikan dengan layanan food delivery.

Runchise akan mengalokasikan dana dari investor untuk menambah talenta dan memperkuat tim, mengembangkan produk, dan inisiatif pemasaran. “Melalui investasi dan kolaborasi dengan investor, kami akan terus melakukan inovasi dengan menggunakan teknologi untuk meningkatkan performa bisnis F&B  dan menjadi mitra teknologi terpercaya di industri ini,” kata Daniel.

General Partner Genesia Ventures Takahiro Suzuki memberikan pandangannya terhadap potensi digitalisasi industri kuliner. “Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita telah melihat bagaimana inovasi dan digitalisasi telah memberikan peluang baru bagi UMKM, khususnya sektor kuliner pada masa pandemi. Industri consumer food menjangkau hingga $50 miliar, dengan sebagian besar masih dijalankan secara offline, hal ini membuktikan bahwa masih banyak kesempatan untuk berinovasi, digitalisasi dan pertumbuhan di sektor ini,” ujarnya.

Ia melanjutkan, “Dengan pengalaman mengoperasionalkan perusahaan yang sedang berkembang dan menjadi founder untuk yang kedua kalinya, kami yakin Daniel beserta tim dapat menangkap peluang tersebut serta membawa progres yang positif bagi industri F&B di Indonesia.”

Sudah Didanai Investor Lebih dari Rp600 Miliar, CoHive Alami Kesulitan Bisnis

Menurut Coworking Space Global Market Report 2022, ukuran pasar industri coworking space global akan bertumbuh dari $13,60 miliar di 2021 menjadi $16,17 miliar di 2022 dengan CAGR 18,9%. Laporan tersebut juga menggarisbawahi, pertumbuhan bisnis ini sangat dipengaruhi dengan peningkatan jumlah startup, termasuk tren ruang kerja fleksibel di kalangan pekerja muda.

Faktanya, bisnis ini juga mengalami turbulensi saat dampak virus corona memuncak pada pertengahan 2020. Diperkirakan jumlah penurunan permintaan coworking space melebihi 50%, ditengarai kebijakan bekerja dari rumah yang diberlakukan oleh para pegiat startup. Di era new normal ini, kemudian muncul tren kerja hybrid –memadukan remote working dan bekerja di kantor—membuat para pekerja lebih fleksibel untuk menentukan tempat.

Di tengah proyeksi optimis di atas, baru-baru ini kabar kurang sedap datang dari salah satu operator coworking space paling berkembang di Indonesia, CoHive. Startup yang dinakhodai oleh Chris Angkasa (CEO) tersebut tengah terlilit utang dan kini sedang melakukan restrukturisasi. Kasusnya juga telah sampai di meja hijau, disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Bahkan sumber DealStreetAsia mengatakan, dampak dari masalah ini berpotensi membuat CoHive menutup operasional coworking space-nya.

DailySocial.id telah menghubungi pihak perusahaan untuk meminta komentar terkait kabar yang beredar. Namun sampai pemberitaan ini terbit, pihak CoHive masih enggan memberikan tanggapan.

Ekspansi bisnis coworking space memang sangat bergantung pada biaya operasional. Dalam menyuguhkan layanan, mereka menyediakan ruang dan fasilitas kerja berkualitas tinggi, didukung dengan berbagai program-program unggulan.

Menurut laporan DSInnovate, di Indonesia ada lebih dari 300 pemain coworking space dengan berbagai skala, tersebar di 45 kota — mengikuti pertumbuhan signifikan jumlah pelaku startup.

CoHive telah didukung sejumlah investor seperti East Ventures, Insignia, Naver Corp, dan lain-lain. Terakhir, mereka mengumumkan putaran pendanaan seri B, menjadikan total dana ekuitas yang berhasil dibukukan sekitar $40 juta atau setara 623 miliar Rupiah. Menurut sumber, pendanaan ini telah melambungkan valuasi perusahaan mencapai lebih dari $100 juta.

Saat ini CoHive mengoperasikan layanannya di berbagai kota. Selain Jakarta, juga ada di Medan dan Surabaya. Layanan yang disuguhkan cukup beragam melalui keanggotaan CoHive, mulai dari workspace, coworking, private office, meeting room, sampai dengan coliving. Ekspansi terakhirnya di Surabaya pada rentang 2019-2020 menggandeng Tanrise Property dan TIFA Properti sebagai mitra strategis.

Hipotesis investor tentang coworking pasca-pandemi

Menurut data yang diinputkan ke regulator, tahun lalu dua pemain di industri coworking lokal telah mendapatkan pendanaan. Pertama ada GoWork yang dikabarkan memulai putaran pendanaan seri C1. Sejumlah investor bergabung, termasuk Gobi Partners lewat Meranti Asean Growth Fund, dan telah mengumpulkan $3,6 juta atau setara 51,8 miliar Rupiah.

CoHive juga dikabarkan mendapatkan suntikan dana tambahan dari investor sebelumnya. Namun demikian, pihak terkait yang kami konfirmasi soal pendanaan ini memilih tidak berkomentar.

Adanya pendanaan ini mengindikasikan sinyal positif dari para investor, yang masih meyakini tentang hipotesis mereka di segmen coworking. Untuk memvalidasinya, tahun lalu kami berbincang dengan sejumlah investor, salah satunya dari Indogen Capital (yang berinvestasi di GoWork).

Vice President Indogen Capital Kevin Winsen mengatakan, “Hipotesis kami melihat bahwa permintaan terhadap coworking space akan bounce back dan tetap bertumbuh secara modest. Kami melihat future of working itu akan hybrid, orang sudah terbiasa dengan produktivitas kerja yang baru selama pandemi tapi secara bersamaan tidak mau kehilangan fungsi sosial untuk bertemu tatap muka. Alhasil akses multi-lokasi dari coworking space akan menjadi strong moat dalam jangka panjang untuk address change of behavior ini.”

Sementara itu perwakilan East Ventures juga memberikan pandangannya. Mereka berinvestasi di CoHive dan CirCO (Vietnam).

Operating Partner East Ventures David Fernando Audy mengatakan, “Ruang fleksibel atau coworking telah menjadi bagian terintegrasi dari tren pasar perkantoran dan akan terus berlanjut. Diyakini akan ada permintaan yang baik untuk layanan tersebut, ketika pandemi mereda. Tentu saja dalam jangka pendek, pembatasan mobilitas memberikan banyak tekanan pada operator. Oleh karena itu, masuk akal untuk mengharapkan beberapa strategi yang bergeser ke arah konsolidasi pasar.”

Social Bella Raih Pendanaan 927 Miliar Rupiah Dipimpin Temasek dan L Catterton

Startup beauty-tech Social Bella, pemilik brand dari Sociolla, mengumumkan perolehan investasi baru yang dipimpin oleh Temasek dan L Catterton. East Ventures, Jungle Ventures, dan investor lain yang berpartisipasi dalam putaran sebelumnya juga bergabung dalam putaran yang bernilai $60 juta ini (lebih dari 927 miliar Rupiah).

Seluruh investor yang berpartisipasi dalam putaran ini adalah investor lama Social Bella. L Catterton merupakan investor sebelumnya yang memimpin pendanaan Social Bella pada Mei 2021 senilai $57 juta. Sementara, Temasek berpartisipasi dalam putaran senilai $58 juta pada Juli 2020.

Penggalangan ini dinilai sukses terlepas dari kondisi ekonomi makro yang menantang. Social Bella berhasil membuktikan pertumbuhan berkelanjutan, dengan peningkatan margin dan ekspansi bisnis yang tumbuh hingga 20 kali lipat sejak 2020.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (18/10), President dan Co-Founder Social Bella Christopher Madiam menyampaikan, strategi keberlanjutan telah menjadi prinsip inti Social Bella sejak pertama kali berdiri dan semua langkah berani perusahaan selalu diperhitungkan dengan baik.

“Inilah mengapa kami mampu menghasilkan pertumbuhan yang luar biasa meskipun ada pandemi dan mengumpulkan dana baru dari investor besar, memvalidasi model bisnis kami dan fundamental yang kuat. Meskipun kami tidak pernah takut untuk menjadi pengubah permainan industri, pengejaran tanpa henti kami untuk pertumbuhan berkelanjutan dalam jangka panjang yang mendefinisikan kami dan akan terus memandu jalan kami ke depan,” kata Christopher.

Sementara itu, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca, investor lama Social Bella, mengungkapkan pujiannya terhadap rekam jejak Social Bella yang terbukti berhasil dalam bisnis berkelanjutan. Menurutnya, Social Bella selalu bersemangat membangun bisnis berkelanjutan yang mengutamakan pelanggan.

Misalnya, terkesan menyaksikan bagaimana perusahaan dapat mengubah tantangan pandemi menjadi peluang ekspansi sambil beradaptasi dengan cepat untuk melayani perubahan kebutuhan jutaan pelanggan dengan lebih baik selama pandemi COVID-19, dengan strategi luar biasa yang belum pernah terlihat sebelumnya di industri ini.

“Kami telah menyaksikan bagaimana tim Social Bella, dari mengelola perusahaan selama pandemi hingga pasca-pandemi, dengan terampil menyalip pemain lain dan melaju kencang saat hujan deras,” ucap Willson.

Christopher melanjutkan, Social Bella berambisi menyasar kategori SHEconomy di Asia Tenggara yang bernilai lebih dari $10 miliar. Pihaknya percaya diri memosisikan Social Bella sebagai pemimpin industri yang jelas di Indonesia lewat sejumlah pencapaian.

Di antaranya, platform Sociolla diklaim telah dikunjungi oleh jutaan pengunjung bulanan, didorong oleh kekuatan ekosistem, fokus konsumen, dan kemampuan teknologinya. Gerai omnichannel kini tersebar di 48 titik di 15 kota di Indonesia, bahkan sudah masuk ke Vietnam yang mencakup di 13 lokasi. Di negara tersebut, Social Bella memboyong produk lokal untuk ekspansi. Sejauh ini ada tiga brand, yakni Esqa, Avoskin, dan Carasun.

Selain itu, meluncurkan Lilla, unit bisnis yang berfokus pada pasar ibu dan bayi, mendapatkan daya tarik yang signifikan. Sama seperti Sociolla, Lilla juga mencapai tonggak sejarah terbaru melalui pembukaan toko fisik pertama di Indonesia yang berhasil mendapat respons positif dari pasar.

Selain Lilla, Social Bella telah bertransformasi dari awalnya platform e-commerce menjadi ekosistem terlengkap yang didukung dengan pilar bisnis lainnya. Yakni, aplikasi super SoCo, media kecantikan dan gaya hidup dengan layanan end-to-end O2O marketing Beauty Journal, dan Brand Development, sebuah layanan distributor produk kecantikan dan perawatan diri dari hulu ke hilir.

Application Information Will Show Up Here

Platform Manajemen Keuangan Keluarga “Pocket” Kantongi Pendanaan Pra-Awal dari East Ventures

Platform manajemen keuangan keluarga “Pocket” yang telah hadir sejak tahun 2021 lalu telah menerima pendanaan pendanaan pra-awal yang dipimpin oleh East Ventures. Dalam rilis yang diterima, tidak disebutkan nilai investasi yang diperoleh startup fintech tersebut.

Perusahaan memiliki rencana untuk mengalokasikan dana ini dengan fokus pada penetrasi produk dan jumlah pengguna. Pocket juga akan berinvestasi dalam mengembangkan layanan serta penawaran yang dihadirkan untuk melengkapi ekosistem platform.

“Kami percaya pendanaan ini bisa menjadi penggerak kuat visi kami untuk mendemokratisasikan akses pembayaran digital untuk generasi muda dan membangun literasi keuangan sejak dini. Kami menghadirkan solusi untuk mengatasi masalah di lanskap perbankan tradisional saat ini untuk menghilangkan kesenjangan dan menuju inklusi keuangan melalui teknologi modern,” kata Co-Founder dan CEO Pocket Markus Kevin.

Bersama dengan Co-Founder dan CTO Bravyto Takwa Pangukir, Pocket hadir dengan latar belakang masih adanya permasalahan yang sudah lama berlangsung dalam lanskap keuangan, khususnya terkait manajemen keuangan pribadi dan keluarga. Pocket terdaftar dan diawasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Bank Indonesia.

Saat ini platform wealth management yang menawarkan layanan serupa di antaranya adalah Finku, Sribuu, Moni, dan beberapa lainnya. Tidak sekadar aplikasi pencatatan keuangan pribadi, beberapa layanan seperti PINA juga menyematkan layanan investasi dan edukasi keuangan di aplikasinya — misinya memudahkan setiap pengguna mencapai tujuan finansialnya.

Luncurkan kartu virtual dan fisik prabayar

Kartu debit Pocket
Kartu debit Pocket

Pocket juga menghadirkan kartu virtual dan fisik prabayar dengan saldo digital untuk membantu orang tua modern mengelola keuangan keluarga mereka. Pocket memungkinkan pembuatan akun yang dapat dilacak, dipisahkan, dan sepenuhnya digital; pengguna dapat mengalokasikan akun digital ke setiap anggota keluarga untuk memiliki, menyimpan, dan membelanjakan uangnya masing-masing.

Setiap akun digital juga dilengkapi dengan kartu virtual dan fisik prabayar yang aman dan mendukung transaksi QRIS yang tersedia di lebih dari 20 juta merchant di seluruh Indonesia.

Setiap keluarga juga dapat mengelola dan mempersonalisasi akun berdasarkan batas pengeluaran dengan visibilitas yang jelas melalui laporan dan analitik penggunaan untuk setiap individu. Hingga saat ini, Pocket telah mencatat pertumbuhan yang signifikan sebesar 2,5 kali dan 3 kali dari bulan ke bulan dalam pengguna baru dan Total Purchasing Value (TPV) secara berurutan.

Pocket juga aktif bekerja sama dengan bank lokal untuk melengkapi ekosistemnya, berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Selain itu, Pocket telah dan akan berkolaborasi dengan lebih dari 100 sekolah (dengan fokus sekarang di daerah Jabodetabek) untuk meningkatkan literasi keuangan anak-anak melalui konten edukatif, serta meningkatkan akses keuangan di Indonesia.

“Kami yakin bahwa Pocket memimpin inovasi di bidang ini untuk membuka peluang yang tak terhitung jumlahnya dengan memberdayakan orang tua di Indonesia untuk mendidik dan mempersiapkan generasi muda, dan pada akhirnya memungkinkan keluarga modern memiliki keuangan rumah tangga yang sehat dan praktik keuangan yang berkelanjutan,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Application Information Will Show Up Here

Fabelio Dinyatakan Pailit, Wajib Selesaikan Kewajiban

Startup e-commerce produk furnitur Fabelio (PT Kayu Raya Indonesia) resmi dinyatakan pailit. Berdasarkan pengumuman pailit di surat kabar, pernyataan tersebut diputuskan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.47/Pdt. Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.JKT.PST, tertanggal 5 Oktober 2022.

Dalam putusan tersebut, pengadilan mengabulkan putusan pailit terhadap PT Kayu Raya Indonesia. “Menyatakan Debitor (PT Kayu Raya Indonesia) dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya,” tulis pengumuman putusan pailit, dikutip dari Katadata.

Rapat kreditur pertama ditetapkan pada pekan ini (17/10). Ini ditetapkan oleh Hakim Pengawas pada 6 Oktober. Sedangkan batas akhir pengajuan tagihan para kreditur dan tagihan pajak ditetapkan bulan depan (14/11) paling lambat pukul 17:00 di kantor pengurus.

Selanjutnya, rapat pencocokan piutang/verifikasi tagihan para kreditor dan kantor pajak dijadwalkan seminggu setelahnya atau 28 November pukul 10:00 di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Sehubungan dengan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan penetapan hakim pengawas tersebut, kami mengundang para kreditur, debitur, dan pihak lain yang berkepentingan untuk menghadiri rapat-rapat tersebut.”

Sebelumnya, isu ini sudah lama mencuat di media massa sejak tahun lalu berawal dari kegagalan perusahaan membayar gaji karyawan dan vendor sejak September 2021. Bahkan, muncul petisi yang sudah ditandatangani oleh 3.125 orang hingga 14 Desember 2021.

Manajemen berkilah kondisi tersebut terjadi karena pandemi yang membatasi gerak aktivitas orang-orang untuk keluar rumah. Namun, menurut laporan The Ken, alasan tersebut bertolak belakang dengan kondisi para kompetitornya yang justru tumbuh subur. Alias masalah Fabelio itu karena ulah sendiri.

Selain Fabelio, DailySocial.id juga mengompilasi sejumlah startup yang tutup sepanjang 2021 hingga tahun ini. Berikut daftarnya:

1. Bonza

Berdasarkan penelusuran DailySocial.id, startup ini tutup pada awal tahun ini. Dari halaman LinkedIn co-founder Bonza, ia sudah tidak bekerja di Bonza per Januari 2022. Situs resminya juga sudah tidak bisa diakses. Startup ini juga telah masuk dalam daftar portofolio terdahulu di East Ventures.

East Ventures sudah dua kali menyuntik startup yang didirikan pada 2020 oleh Elsa Chandra dan Philip Thomas. Total dana yang diperoleh Bonza mencapai lebih dari Rp35 miliar dari berbagai investor, tak hanya East Ventures. Ketika ditanya perihal status Bonza, pihak East Ventures enggan memberikan komentar.

Bonza adalah startup big data yang berambisi membantu perusahaan menerjemahkan data yang dimiliki dari berbagai sumber untuk diintegrasi menggunakan AI dan machine learning untuk membantu mengambil keputusan dalam skala yang optimal.

2. Jipay

Kabar ini langsung dikonfirmasi oleh Dayana Yermolayeva selaku CEO melalui unggahan di laman LinkedIn. Jipay adalah startup fintech untuk pekerja rumah tangga (PRT) yang menyediakan kartu prepaid dan aplikasi bagi keluarga dalam mengelola pengeluaran lewat PRT mereka.

Ia memutuskan untuk menghentikan Jipay bukan karena kehabisan uang, tapi karena gagal mencapai product-market-fit. Dari hasil yang didapat, solusi Jipay tidak mampu mengubah kebiasaan keluarga dan PRT dalam mengelola anggaran keuangan. Pertumbuhan justru terjadi karena didorong oleh cashback, yang menimbulkan minimnya loyalitas, di samping buruk juga untuk bisnis secara jangka panjang.

Dengan model bisnis yang dilakukan, pada akhirnya Jipay hanya jadi sekadar platform remitansi. Yang mana, di Singapura harus ada lisensi khusus, belum lagi margin yang tipis.

“Pada akhirnya turun ke matematika sederhana. Mengingat pendanaan kami saat ini, kami tidak akan menghasilkan pendapatan pengiriman uang yang cukup di Singapura untuk meningkatkan seri A kami, sementara memperluas ke pasar kami berikutnya, UEA, akan membutuhkan investasi yang jauh lebih banyak,” tulis Yermolayeva.

Ia pun memberikan penutup, “Beberapa minggu yang sulit dipenuhi dengan pertanyaan dan ambiguitas, tetapi saya ingin mengucapkan terima kasih kepada investor dan tim saya karena telah mendukung saya di setiap langkah.”

Jipay telah memperoleh pendanaan tahap awal senilai $1,3 juta dari East Ventures, SHL Capital, dan beberapa angel investors.

3. Orori

Meski belum ada pernyataan resmi dari manajemen. Dari penelusuran DailySocial.id, startup yang didirikan oleh George Budi Sumantri dan Triono J. Dawis ini telah berhenti beroperasi pada sekitar April 2021.

Baik situs dan kantor pusat Orori telah ditutup. Perusahaan dituding gagal mengembalikan dana masyarakat yang berinvestasi melalui e-mas dan beli perhiasan melalui Orori. Akun media sosial Orori di Instagram dihujani oleh konsumen yang tidak bisa menarik dananya.

ALAMI Kantongi Pendanaan Pra-Seri B, Dipimpin East Ventures

Startup platform p2p lending syariah ALAMI Group mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri B yang dipimpin oleh East Ventures, melalui growth fund. Tidak disebutkan nominal yang diterima perusahaan dalam putaran ini. Sejumlah investor dari putaran sebelumnya turut berpartisipasi, di antaranya AC Ventures, Quona Capital, dan FEBE Ventures.

Terdapat investor baru yang masuk, yakni Capria Ventures, VC berbasis Amerika Serikat. Investasi yang mereka kucurkan ini menandai debut perdananya untuk kawasan Asia Pasifik.

ALAMI akan menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat basis bisnisnya dengan memberikan akses layanan pembiayaan dan keuangan yang lebih baik dan mengikuti prinsip-prinsip Islam di Indonesia. Caranya dengan terus menciptakan teknologi keuangan berbasis syariah kelas dunia.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (10/10), Founder dan CEO ALAMI Group Dima Djani menyampaikan putaran pra-seri B ini menjadi validasi dan dukungan yang kuat dari para investor atas dampak positif yang diciptakan ALAMI di Indonesia. Terdapat potensi jangka panjang yang dilakukan ALAMI Group dengan membuka akses perbankan dan pembiayaan syariah, salah satunya melalui Bank Hijra untuk menghubungkan 230 juta umat Muslim dan UMKM di Indonesia.

“Kami akan berkomitmen dengan terus memberikan lebih banyak energi dan sumber daya ke depannya. Besar keyakinan kami akan potensi pasar yang dapat terlayani oleh produk dan layanan produk-produk kami,” kata Dima.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana turut mengatakan, keuangan syariah adalah salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat dalam industri keuangan dan perbankan. “Kami sangat percaya bahwa keahlian dan integritas yang kuat dari Dima dan tim, dibuktikan melalui pertumbuhan positif perusahaan dan target yang terlampaui, akan terus mengembangkan dan memberdayakan industri perbankan di Indonesia, menggerakkan laju inklusi keuangan menuju keberlanjutan,” ucapnnya.

Dima melanjutkan, UMKM Indonesia telah berangsur-angsur pulih dari pandemi, namun nyatanya masih terdapat kebutuhan pembiayaan dan akses pembiayaan bagi UMKM mencapai $108 miliar. P2P lending menawarkan solusi pinjaman keuangan yang cepat dan mudah sebagai solusi baru.

Pertumbuhan bisnis ALAMI

Sejak didirikan pada 2019, ALAMI telah menyalurkan Rp3,5 triliun dengan NPF sebesar 0% dan Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90) mencapai 100%. ALAMI memiliki lebih dari 111 ribu investor p2p lending yang terlibat pada 10 ribu proyek UMKM, yang berfokus pada pertumbuhan eksponensial bagi UMKM Indonesia.

Kinerja yang ciamik ini diklaim karena didukung oleh rangkaian produk pembiayaan di ALAMI yang mampu menekan laju NPF dan kerja sama dengan BPRS untuk pembiayaan channeling maupun referral.

Kolaborasi antara ALAMI dengan BPRS dapat menjadi peluang bagi BPRS untuk menyalurkan pembiayaan kepada pelaku UMKM ke berbagai sektor dengan metode account receivable (AR) financing, purchase order (PO) Financing, maupun ecosystem financing, tentunya menggunakan akad syariah. Menejkan laju NPF ini adalah salah satu tantangan di BPRS. Berdasarkan data statistik perbankan syariah OJK per Februari 2022, NPF BPRS berada di level 7,27%.

Dari 165 BPRS yang ada di Indonesia, perusahaan sudah bekerja sama dengan 11 BPRS untuk pembiayaan dengan skema channeling dan referral dengan total plafon sebesar Rp108 miliar. Pembiayaan tersebut disalurkan ke berbagai industri, seperti human resources, logistik, healthcare, halal food, dan IT.

ALAMI memiliki beberapa produk pembiayaan, di antaranya Account Receivable (AR) Financing, Account Payable (AP) Financing, dan Ecosystem Financing. Dalam metode AR Financing, pembiayaan ditujukan bagi UMKM yang menyelesaikan proyek/pekerjaan dan telah melakukan penagihan pada pemberi kerja (klien), namun belum dilakukan pembayaran. Melalui produk ini, UMKM tersebut tetap mampu memastikan cash flow dan dapat mengerjakan pekerjaan lainnya tanpa khawatir atas keterlambatan pembayaran.

Sedangkan dalam metode AP Financing, pembiayaan diberikan berdasarkan invoice financing yang diterbitkan oleh supplier kepada penerima pembiayaan. ALAMI juga menyalurkan pembiayaan dengan metode Ecosystem Financing, yaitu pembiayaan berbasis ekosistem kepada anggota dari suatu ekosistem.

Anggota ekosistem merupakan pihak perorangan yang menjalankan aktivitas usaha tertentu untuk kemandirian ekonomi. Proses pengajuan hingga pencairan pembiayaan secara end to end dilakukan melalui platform digital, sehingga proses yang dilalui oleh calon penerima pembiayaan menjadi lebih cepat dan mudah.

Tim ALAMI kini mencapai lebih dari 484 orang yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, juga di luar negeri, seperti Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat yang seluruhnya berkebangsaan Indonesia. Pada awal berdiri tim ALAMI diisi oleh 38 orang.

Wahyoo Dikabarkan Galang Pendanaan Seri B

Platform digitalisasi warung “Wahyoo” dikabarkan tengah menggalang pendanaan seri B. Dari data yang sudah dimasukkan ke regulator, saat ini putaran tersebut telah membukukan sekitar $6 juta atau setara 92 miliar Rupiah.

Sejumlah investor berpartisipasi di pendanaan ini, seperti Eugene Investment, Intudo Ventures, Asia Horizon, PT Trinity Optima, East Ventures, Indogen Capital, dan sejumlah lainnya.

Terakhir, Wahyoo secara resmi mengumumkan pendanaan dalam putaran seri A senilai 73 miliar Rupiah dipimpin Intudo Ventures pada Agustus 2020 lalu. Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer mengungkapkan, strategi bisnis dan rencana startupnya adalah memberikan dampak sosial kepada pelaku UMKM di Indonesia, khususnya pemilik warung makan.

Melansir data di situsnya, sejak didirikan tahun 2017 saat ini sudah ada lebih dari 27 ribu usaha F&B dengan sekala mikro s/d menengah yang telah dilayani Wahyoo. Salah satu layanan yang kini digenjot adalah e-commerce pemenuhan bahan baku, menyediakan lebih dari 2000 bahan segar — dengan area cakupan baru di seputar Jabodetabek dan Karawang.

Selain itu, Wahyoo telah mengembangkan unit bisnis “Bikin Tajir Group” untuk memanfaatkan aset dapur mitra UMKM kuliner guna mengoperasikan usaha cloud kitchen. Beberapa brand yang telah berjalan seperti Bebek Goreng Bikin Tajir dan Bakso Bikin Tajir yang dapat dioperasikan oleh mitra UMKM kuliner Wahyoo.

Untuk menambah potensi bisnis, Wahyoo juga telah lakukan sejumlah aksi penting. Salah satunya pada awal tahun 2022 mereka mengakuisisi Alamat.com — sebuah startup yang telah membantu 35 ribu pemilik bisnis offline mengadopsi teknologi online. Kolaborasi kedua startup dinilai dapat meningkatkan kehadiran warung dan pemilik usaha F&B naik kelas lewat platform digital yang dikembangkan bersama.

Di tengah pandemi, Wahyoo juga sempat menghadirkan platform online grocery B2C Langganan.co.id. Namun demikian, platform tersebut ditutup tahun lalu dengan dalih fokus Wahyoo ingin menggarap segmen B2B.

Dalam sebuah wawancara bersama DailySocial.id, Peter pernah mengatakan, “Memang warung makan tradisional terlihat kecil, tapi ternyata banyak sekali permasalahan yang perlu dibenahi dan mereka perlu dibantu. Kami percaya ketika mereka terbantu, efek ekonomi, efek lingkungan, efek sosial budaya yang lebih baik akan secara otomatis membuat Indonesia lebih baik.”

“Saat ini kami menargetkan [membantu] seluruh UMKM Kuliner, tidak hanya warung makan tapi juga mungkin tempat makan dan rumah makan yang skalanya kecil dan menengah. Dengan adanya infrastruktur yang sudah terbangun selama 4 tahun, dengan pengalaman dan kemampuan yang kami miliki, kami ingin dampak yang lebih luas lagi,” kata Peter.

Application Information Will Show Up Here