[Video] Komitmen UMG Idealab untuk Pengembangan Teknologi Kesehatan

DailySocial bersama Kiwi Aliwarga dari UMG Idealab Indonesia membahas bagaimana perusahaannya memilih startup yang cocok untuk mendapatkan pendanaan dan seperti apa tantangan dalam mendukung ekosistem startup di Indonesia

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

majoo Umumkan Pendanaan 56,6 Miliar Rupiah dari AC Ventures, BRI Ventures, dan Xendit

Startup pengembang layanan omnichannel untuk UMKM majoo mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $4 juta atau setara 56,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin AC Ventures, dengan keterlibatan BRI Ventures dan Xendit. Selanjutnya, majoo akan fokus memperkaya fitur, memperluas tim, dan melakukan ekspansi hingga mencapai 100 kita pada akhir 2022 mendatang.

“UMKM sangat bergantung pada kegiatan penjualan offline. Melihat situasi pandemi, kami mengembangkan fitur e-commerce dalam misi mendukung UMKM melewati masa yang penuh tantangan ini. Kami memberi mereka alat untuk membuat situs web mereka sendiri, melakukan pembayaran secara online, dan terintegrasi dengan Grabfood, Tokopedia, Shopee, dan layanan lain dari e-commerce,” ujar Co-Founder & CEO majoo Adi W. Rahadi.

Selain oleh Adi, startup tersebut turut didirikan oleh Audia R. Harahap. Sejak berdiri pada 2019, majoo mengaku telah memproses lebih dari 80 juta transaksi senilai $600 juta atau lebih dari 8,4 triliun Rupiah untuk UMKM di lebih dari 600 kota/kabupaten di Indonesia dari berbagai jenis bisnis, mulai dari F&B hingga laundry.

“AC Ventures telah lama menyadari potensi luar biasa untuk digitalisasi ekonomi UMKM di Indonesia, dan pandemi telah mempercepat adopsi teknologi di sektor ini selama 3-5 tahun. Latar belakang dan pengalaman Adi dan Audia sangat cocok dengan misi mereka untuk menghadirkan teknologi yang memberdayakan pertumbuhan dan produktivitas bagi jutaan pemilik usaha kecil di Indonesia,” ujar Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Menjadi SaaS menyeluruh untuk UMKM

Layanan majoo dimulai dari sebuah point of sales (POS) alias aplikasi kasir. Saat ini terus diperluas mencakup pengelolaan karyawan, inventori, aplikasi CRM, hingga pemesanan online. Secara statistik, majoo mengklaim telah tumbuh 85% YoY dan telah mengakuisisi lebih dari 20 ribu pengguna aktif dengan tingkat retensi yang dinilai baik.

“Kami melihat banyak potensi sinergi yang dapat dilakukan antara majoo dan ekosistem BRI Group. Misalnya, sinergi dalam pemberian akses kepada UMKM untuk tabungan digital, pinjaman digital dan layanan buy now pay later dari Bank Raya (sebelumnya BRI Agro). Ketika masalah akses permodalan UMKM dapat terselesaikan dengan bantuan majoo, kami yakin mereka dapat lebih berfokus dalam mengembangkan bisnisnya dan mampu naik kelas dengan lebih cepat,” imbuh CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Untuk layanan POS sendiri, majoo berhadapan dengan beberapa pendahulunya seperti Moka yang saat ini menjadi bagian dari ekosistem merchant di GoTo Group. Selain itu ada Qasir yang sudah mulai menyasar pasar regional, Pawoon dengan 25 ribu merchant aktif, Youtap yang membungkus layanannya dengan program loyalitas, dan masih banyak lagi. Namun demikian potensi layanan untuk UMKM di Indonesia memang masih sangat besar. Tak heran para inovator berlomba-lomba menghadirkan produk aplikasi untuk membantu pelaku UMKM berkembang.

Menurut data di laporan MSME Empowerment Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, di antaranya:

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 83% dari pelaku UMKM mengaku menggunakan layanan dari startup digital. Dari hipotesis tersebut, para founder pun bergairah untuk menghadirkan ragam produk dengan proposisi nilai yang berbeda-beda. Saat ini ada puluhan startup yang menghadirkan berbagai jenis SaaS di segmen tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Privy Kantongi Pendanaan Seri B 240 Miliar Rupiah Dipimpin GGV Capital

Startup penyedia layanan tanda tangan digital dan identitas digital Privy mengumumkan pendanaan seri B sebesar $17,5 juta atau sekitar 240 miliar Rupiah. Pendanaan tersebut dipimpin oleh GGV Capital, diikuti Endeavor Catalyst, Buana Sejahtera Group, dan sebagian besar investor sebelumnya yaitu MDI Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, Mandiri Capital, dan Gunung Sewu Group.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperluas cakupan infrastruktur TI dan keamanannya. Privy memproyeksikan transaksi harian akan meningkat drastis dari 100.000 per hari menjadi 800.000 per hari hanya dalam dua tahun. Sejak 2017, pelanggan korporasi Privy tumbuh 17,5x, pengguna individu tumbuh 30x lipat, dan jumlah dokumen yang ditandatangani tumbuh 58x.

“Kami sangat berterima kasih atas dukungan tanpa henti dari investor, karyawan, dan klien kami yang ada, kami tidak akan sampai sejauh ini tanpa mereka. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada GGV Capital dan Endeavour karena mempercayai kami, selamat datang di keluarga Privy. Mulai hari ini, kami memiliki mitra baru yang luar biasa untuk membawa Privy ke panggung global,” kata Co-Founder & CEO Privy Marshall Pribadi.

Sebagai pionir tanda tangan digital di Indonesia dan menjadi satu-satunya yang lolos program Regulatory Sandbox Bank Indonesia (BI), Privy telah bermitra dengan bank-bank besar, seperti BRI, Mandiri, CIMB Niaga, BNI, Danamon, Nobu Bank, dan Panin Bank . Dari jumlah transaksi yang ditangani dan profil pelanggannya, menunjukkan bahwa Privy telah lulus uji kualitas, keandalan, dan keamanan layanan yang paling ketat.

“Kemitraan kami dengan Privy didukung oleh komitmen kami untuk bekerja sama dengan pendiri lokal yang menunjukkan semangat nyata dalam memecahkan tantangan besar di era ini – salah satunya adalah meningkatkan akses masyarakat luas ke berbagai layanan digital,” kata Managing Partner di GGV Capital, VC global Jenny Lee.

Fajrin Rasyid, Direktur Digital Business Telkom dan Presiden Komisaris MDI Ventures mengatakan, “Telkom Group sangat percaya pada Privy sejak awal perjalanannya. Kami berkomitmen untuk memberikan dukungan kami kepada Privy untuk membantu mereka memungkinkan masyarakat Indonesia melakukan tanda tangan digital dengan aman dan nyaman, seperti misi kami untuk mendigitalkan Indonesia.”

Akhir tahun 2019 lalu Privy telah mengantongi investasi tahapan seri A2 dari Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Tidak disebutkan berapa nominal investasi yang digelontorkan, namun bentuk kerja sama dan integrasi nantinya juga akan dihadirkan oleh kedua belah pihak. Sebelumnya PrivyID telah mengantongi pendanaan Pra-Seri A yang dipimpin oleh MDI Ventures dan Mandiri Capital Indonesia pada pertengahan tahun 2017 lalu. Gunung Sewu dan Mahanusa Capital juga terlibat dalam pendanaan ini.

Pertumbuhan bisnis Privy

Sebagai bagian dari strategi ekspansi globalnya, bertepatan dengan ulang tahun ke-lima, Privy juga mengubah nama dari PrivyID menjadi Privy. Tahun ini, Privy juga memperluas bisnis tanda tangan digitalnya ke negara-negara Uni Eropa dengan bermitra dengan Zettabyte, penyedia SaaS pendidikan tinggi.

Hingga saat ini jumlah tanda tangan yang telah ditandatangani melalui layanan Privy juga meningkat pesat menjadi lebih dari 69 juta tanda tangan per Oktober 2021. Perkembangan ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan work-from-home yang diterapkan berbagai perusahaan selama masa Covid- 19 pandemi. Pada tahun 2021, Privy juga mendapatkan pengakuan tertinggi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia sebagai Penyedia Sertifikat Elektronik (PSrE) Berinduk, sehingga meningkatkan kepercayaan dari berbagai perusahaan besar di Indonesia.

Menurut data dari Statista, total potensi pasar dari solusi identitas digital secara global diproyeksikan tumbuh dari $23,3 miliar pada 2020 menjadi $49,5 miliar pada 2026. Pertumbuhan pasar yang sangat cepat ini didorong oleh meningkatnya kasus penipuan identitas, pelanggaran data, dan peraturan pemerintah baru.

Privy telah membantu jutaan pengguna untuk membuka rekening tabungan bank, pembukaan rekening sekuritas, pengajuan kartu kredit, polis asuransi, pembelian kendaraan bermotor, penandatanganan invoice, mengajukan pinjaman dari fintech, menandatangani kontrak sewa, dan melakukan banyak pekerjaan serta transaksi lainnya tanpa perlu bepergian dan menandatangani berkas dokumen secara fisik.

Selain Privy, saat ini juga muncul startup dengan layanan serupa, misalnya TekenAja, Verihub, dan Vida.

Application Information Will Show Up Here

Approaching the IPO Moment, GoTo’s Valuation to Reach 403 Trillion

Last week (20/10) the decacorn GoTo Group announced a strategic cooperation agreement with the Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) subsidiary. As a follow-up, ADIA led the fundraising for GoTo’s pre-IPO worth $400 million or equivalent to IDR 5.6 trillion. This funding is estimated to boost the company’s valuation to $28.5 billion or equivalent to IDR 403.7 trillion – according to Reuters‘ sources.

This value increased significantly compared to the previous estimated valuation of $18 billion, by combining each company’s valuations as they were doing separate fundraising. Today’s situatuion is estimated to bring GoTo’s value to more than $30 billion in the lead-up to its IPO, with the public investment climate gains its best momentum.

“We are proud to welcome ADIA as the company’s newest investor and the first in our pre-IPO fundraising, as we prepare the business for exponential growth for years to come. This kind of support underscores our belief that Indonesia and Southeast Asia will be the next big destination for technology investment,” GoTo Group’s CEO, Andre Soelistyo said.

He said, GoTo has generated more than 1.8 billion transactions in 2020 with a total GTV of more than $22 billion. In the company’s ecosystem, there are more than 11 million partners, with the majority being MSMEs and more than 2 million driver-partners.

Fluktuation before IPO

Although it has not been officially announced, the GoTo IPO plan is predicted to be finalized in early 2022. Sources say that the go-public process will start at the local exchange (IDX), followed by New York.

“The IPO is one of our strategies to support the company’s sustainable growth. What we can ensure is that GoTo will always comply with all applicable regulations in carrying out every corporate action,” a company representative said to DailySocial.id.

The success of Bukalapak’s IPO at IDX and Grab’s previously announced plan to go public via SPAC become the benchmarks for ‘success’ to the next unicorn that will enter the stock market. Grab’s plan was delayed from the schedule, the SPAC agreement was targeted to complete in mid-2021. It is actually due to the request for a financial audit from the local exchange authority. The company is targeting a valuation of nearly $40 million just before going public.

The startup path to the stock exchange is being tested with various uncertainties. Including the declining interest in public offerings through SPAC – as it was too blatant. In 2021, there will be a lot of SPAC transactions on the NASDAQ, which will have an effect on the decline in the selling price of shares to below the expected nominal value. According to EY data, as of H1 2021 there were 634 successful SPAC transactions, a new record on the local stock exchange.

Previously, rumor has it that Traveloka would make a deal with Bridgetown Holdings Ltd. for SPAC. However, as we’ve recently informed, Traveloka’s board of directors decided not to proceed with this step. The company is likely to explore the traditional IPO process, remaining on US exchanges, according to Bloomberg sources.

On the other hand, Bukalapak’s corporate action in August 2021 also illustrates the good enthusiasm of local investors in welcoming local unicorns to the stock market.

Gojek-Tokopedia synergy

The GoTo Group continues to strive to accelerate its business pace, especially by combining the capability of Gojek and Tokopedia. Several initiatives were recently announced, such as setting Gopay and Gopaylater as the main payment options on Tokopedia.

“In addition, the synergies embodied in the GoTo ecosystem include cross-selling and upselling, a wider hyperlocal delivery network, the largest digital payment ecosystem and financial technology, as well as promotions and loyalty programs to expand users,” GoTo’s Corporate Affairs Nila Marita added.

Synergy is also designed to expand opportunities for Gojek driver partners to earn additional income, among others, realized through a number of Gojek and Tokopedia collaboration programs such as Indonesia Shopping Time (WIB). Driver partners have the opportunity to be able to send more orders from Tokopedia consumers.

“This business synergy also opens up great opportunities for GoTo to expand in several lines, such as daily necessities (grocery), fast-moving consumer goods (FMCG), and logistics,” Nila said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Menjelang IPO, Valuasi GoTo Ditaksirkan Capai 403 Triliun Rupiah

Pekan lalu (20/10) decacorn GoTo Group mengumumkan peresmian perjanjian kerja sama strategis dengan anak usaha Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). Sebagai tindak lanjut, ADIA memimpin penggalangan dana pra-IPO GoTo senilai $400 juta atau setara Rp5,6 triliun Rupiah. Pendanaan ini ditaksirkan mendongkrak valuasi perusahaan di angka $28,5 miliar atau setara Rp403,7 triliun Rupiah – menurut sumber yang menyampaikan pada Reuters.

Nilai ini meningkat derastis dibandingkan prakiraan valuasi sebelumnya di angka $18 miliar, dengan menggabungkan masing-masing valuasi perusahaan yang saat itu masih melakukan penggalangan dana secara terpisah. Kondisi yang ada sekarang juga ditaksirkan dapat membawa nilai GoTo melebihi $30 miliar pada waktu menjelang IPO-nya nantinya, jika iklim investasi publik mendapatkan momentum terbaiknya.

“Kami bangga menyambut ADIA sebagai investor terbaru di perusahaan dan yang pertama dalam penggalangan dana pra-IPO kami, selagi kami menyiapkan bisnis untuk pertumbuhan eksponensial untuk tahun-tahun mendatang. Dukungan dengan skala seperti ini menegaskan keyakinan kami bahwa Indonesia dan Asia Tenggara akan menjadi tujuan besar selanjutnya untuk investasi teknologi,” sambut CEO GoTo Group Andre Soelistyo.

Dalam pemaparan yang disampaikan, GoTo telah menghasilkan lebih dari 1,8 miliar transaksi pada 2020 dengan total GTV lebih dari $22 miliar. Dalam ekosistem perusahaan, tercatat lebih dari 11 juta mitra dengan mayoritas berskala UMKM dan lebih dari 2 juta armada mitra pengemudi.

Fluktuasi menjelang IPO

Kendati belum disampaikan secara resmi, rencana IPO GoTo digadang-gadang akan dilaksanakan pada awal tahun 2022. Sumber mengatakan, proses go-public akan dimulai di bursa lokal terlebih dulu (IDX), diikuti ke New York.

“IPO menjadi salah satu strategi kami untuk mendukung pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan. Yang dapat kami pastikan adalah GoTo akan selalu mematuhi seluruh regulasi yang berlaku dalam menjalankan tiap aksi korporasi,” ujar perwakilan perusahaan kepada DailySocial.id.

Kesuksesan IPO Bukalapak di IDX dan rencana go-public Grab via SPAC yang telah diumumkan sebelumnya sebenarnya menjadi tolok ukur sendiri untuk ‘kesuksesan’ bagi unicorn berikutnya yang akan melenggang ke pasar saham. Rencana Grab sendiri mundur dari jadwal, target awalnya kesepakatan SPAC rampung di pertengahan 2021. Alasannya ada permintaan audit keuangan dari otoritas bursa setempat. Perusahaan menargetkan valuasi hampir $40 juta sesaat sebelum melantai.

Jalan startup menuju bursa memang tengah diuji dengan berbagai ketidakpastian. Termasuk merosotnya minat penawaran umum lewat SPAC – karena terlalu riuh. Tahun 2021 ini terjadi banyak transaksi SPAC di NASDAQ, sehingga berpengaruh pada penurunan harga jual saham hingga di bawah nominal nilai yang diharapkan. Menurut data EY, per H1 2021 terdapat 634 transaksi SPAC yang berhasil dijalankan, menjadi rekor baru di bursa saham setempat.

Sebelumnya berhembus kabar unicorn Traveloka akan membuat kesepakatan dengan Bridgetown Holdings Ltd. untuk SPAC. Namun baru-baru ini, tersiar informasi bahwa dewan direksi Traveloka memutuskan untuk tidak melanjutkan langkah tersebut. Perusahaan kemungkinan akan menjajaki proses IPO tradisional, tetap di bursa AS, menurut sumber Bloomberg.

Di sisi lain, aksi korporasi Bukalapak pada Agustus 2021 lalu juga memberikan gambaran tentang antusias yang cukup baik oleh investor lokal dalam menyambut unicorn lokal di pasar saham.

Sinergi Gojek-Tokopedia

Percepatan laju bisnis juga terus diupayakan oleh GoTo Group, utamanya dengan menggabungkan kekuatan yang dimiliki oleh Gojek maupun Tokopedia. Beberapa inisiatif baru-baru ini diumumkan, seperti menjadikan Gopay dan Gopaylater sebagai gerbang pembayaran utama di Tokopedia.

“Selain itu sinergi yang diwujudkan dalam ekosistem GoTo di antaranya adalah penjualan silang antar-platform (cross-selling) dan upselling, jaringan pengiriman hyperlocal yang lebih luas, ekosistem pembayaran digital, dan teknologi finansial terbesar, serta promosi dan program loyalitas untuk pengguna yang diperluas,” imbuh Corporate Affairs GoTo Nila Marita.

Sinergi juga didesain agar dapat memperluas peluang bagi mitra driver Gojek untuk memperoleh tambahan penghasilan, antara lain diwujudkan dengan sejumlah program kolaborasi Gojek dan Tokopedia seperti Waktu Indonesia Belanja (WIB). Mitra driver berkesempatan untuk dapat mengirimkan lebih banyak pesanan dari konsumen Tokopedia.

“Sinergi bisnis ini juga membuka kesempatan besar bagi GoTo untuk berekspansi di beberapa lini, seperti kebutuhan sehari-hari (grocery), fast-moving consumer goods (FMCG), dan logistik,” tutup Nila.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mengenal Platform Konseling Bicarakan.id dan Misinya Meningkatkan Kesehatan Mental di Indonesia

Teknologi memiliki peran signifikan dalam menghubungkan setiap orang di berbagai belahan dunia. Kehadirannya juga dimanfaatkan mereka untuk mengembangkan beragam layanan digital yang kini semakin luas fungsinya, mulai dari layanan keuangan, belanja, pendidikan, hingga kesehatan mental.

Founder & CEO Bicarakan.id Andreas Handani meyakini bahwa siapa pun berhak untuk memiliki kesehatan mental yang baik. Bahkan bagi masyarakat modern sekalipun yang cukup memiliki kebutuhan sandang, pangan, dan papan, tak menutup kemungkinan kebutuhan kesehatan mentalnya sudah terpenuhi.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di 2018, sebanyak 12 juta penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun mengalami depresi, dan 19 juta penduduk di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Jumlah ini berpotensi bertambah, terutama di masa pandemi Covid-19, saat ruang gerak masyarakat dibatasi.

Dalam skala global, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di 2017 melaporkan lebih dari 200 juta orang (3,6% dari populasi) menderita kecemasan. Sementara, jumlah penderita depresi mencapai 322 juta orang (4,4% dari populasi), hampir separuhnya berasal dari Asia Tenggara dan Pasifik Barat.

DailySocial.id berkesempatan untuk mengenal lebih jauh mengenai platform konseling online Bicarakan.id yang didirikan oleh Andreas Handani beserta visi-misinya ke depan.

Mendorong kesehatan mental dengan layanan konseling

Saat mendirikan Bicarakan.id, Andreas bercerita bahwa ide awal layanan ini lahir dari sebuah lirik lagu yang menyinggung pentingnya mengutarakan masalah yang dihadapi. Secara psikologis, ia menilai bahwa mengutarakan masalah sangat berguna untuk mencari langkah penyelesaiannya.

Di samping itu, ia melihat layanan untuk mengakomodasi kebutuhan kesehatan mental belum tergarap baik di Indonesia. “Belum ada tempat yang benar-benar berfungsi sebagai ekosistem yang dapat menggabungkan para psikolog dan kebutuhan psikologis masyarakat Indonesia itu secara sinergis. Itu adalah sebuah kekacauan yang masif untuk kita sebagai masyarakat modern,” tuturnya.

Andreas mengakui bahwa ia tidak punya latar belakang pendidikan dan karier sebagai psikolog. Bahkan sebelum ini, ia sempat berkarir sebagai freelance copywriter dan marketing consultant di startup fintech. Kendati begitu, Andreas mengaku bahwa ilmu psikologi membantu hidupnya dalam melakukan perubahan dan menginspirasinya untuk mengembangkan platform konseling online.

Sebagai informasi, Bicarakan.id adalah sebuah platform yang menyediakan layanan konseling online. Misinya adalah menjadi ekosistem layanan kesehatan mental yang berkualitas dengan biayanya terjangkau bagi semua orang di Indonesia.

Bicarakan berdiri sejak Maret 2020 dan telah memiliki 11 orang di timnya. Di awal berdiri, layanan konseling online Bicarakan baru dapat diakses di website dengan biaya awal sebesar Rp149 ribu per sesi. Saat ini, biaya per sesinya dimulai dari Rp189 ribu. Layanan konseling online yang tersedia, yaitu individu dan pasangan.

Kini, pengguna dapat menjadwalkan sesi konseling online melalui Google Play Store dan Apps Store dalam waktu kurang dari 5 menit. “Bandingkan dengan konseling tatap muka yang tradisional di mana prosesnya bisa berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Saya rasa ini improvement yang cukup drastis ya dari segi kemudahan untuk user,” tambahnya.

Selain online, Bicarakan.id juga menawarkan layanan konseling tatap muka untuk individu dan pasangan melalui Rumah Bicara. Fasilitas ini memudahkan Pembicara (sebutan pengguna Bicarakan.id) untuk bertatap muka dengan konselor pilihan mereka. Pengguna juga dapat menjadwalkan sesi konseling langsung di sana.

Saat ini, Bicarakan.id telah memiliki sebanyak 26 orang mitra konselor aktif. Menurut Andreas, proses kurasi konselor ditanganinya bersama Head of Counseling Operations Mario Albert. Siapa pun dapat mengajukan diri untuk bergabung menjadi mitra selama memiliki Surat Izin Praktek Psikolog (SIPP).  

Investasi East Ventures dan rencana bisnis

Pada kesempatan ini, Andreas juga mengungkap bahwa platform Bicarakan.id telah memperoleh pendanaan tahap awal (pre-seed) dari East Ventures dengan nominal dirahasiakan. Pihaknya juga tengah berdiskusi dengan beberapa investor lain untuk mengakselerasi rencana pengembangan Bicarakan.id menjadi sebuah ekosistem layanan kesehatan mental yang optimal di Indonesia.

Pihaknya memiliki visi untuk membangun ekosistem layanan yang berkualitas, terjangkau, dan dilengkapi dengan konten-konten terkait, seperti journaling dan meditasi. Lewat platform ini, ia memiliki visi untuk mendorong masyarakat Indonesia lebih terbuka terhadap masalah, memvalidasi emosi, dan mengapresiasi pentingnya membicarakan masalah, bukan membiarkannya.

“Saat ini, kami fokus untuk develop ekosistem layanan kesehatan mental yang berkualitas, lengkap, dan memiliki biaya terjangkau. Ada tiga hal yang menjadi area utama pengembangan kami, yaitu aplikasi, konten, serta penambahan jumlah konselor dan layanan konseling,” tuturnya.

Partisipasi program Startup Studio

Selain mencari akses permodalan, Bicarakan.id juga turut berpartisipasi pada program inkubasi Startup Studio yang difasilitasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Pada September lalu, Bicarakan.id terpilih sebagai salah satu peserta yang lolos di Batch III ini.

Menurut Andreas, salah satu alasan utama mengikuti program ini adalah untuk mendapatkan pendampingan dan pelajaran dalam mengembangkan startup. Ia mengakui bahwa pengembangan produk secara mandiri akan memakan waktu lama.

“Ada banyak orang yang lebih memahami pengembangan bisnis, terutama di industri startup teknologi. [Partisipasi ini dapat membantu misi yang kami emban untuk menjadikan masyarakat Indonesia lebih sehat mental,” ucapnya.

Ada beberapa pelajaran menarik yang diperolehnya dari program ini, di antaranya adalah mempertemukan business goals dengan market reality, cara meraih profit tanpa melupakan misi sosial, cara menuju product-market fit, hingga pentingnya tracking data dan cohort metrics untuk mencapai user retention rate yang optimal.

Application Information Will Show Up Here

Platform Edukasi Saham Emtrade Jalin Kemitraan Strategis dengan Pandu Sjahrir

Bertujuan untuk mengembangkan dan memperluas edukasi kepada investor ritel di Indonesia, Founder & CEO Emtrade Ellen May menjalin kolaborasi strategis dengan Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Patria Sjahrir. Selain sebagai advisor (penasihat), Pandu juga memiliki peran sebagai pemegang saham minoritas di Emtrade.

Kepada DailySocial.id Ellen menyebutkan, besarnya pengalaman dan wawasan yang dimiliki Pandu menjadi alasan kuat bagi mereka untuk melakukan kerja sama. Sesuai dengan visi dan misi Emtrade yaitu meningkatkan literasi dan inklusi investasi di pasar modal secara lebih berkualitas, bukan hanya kuantitas.

“Emtrade percaya dengan kehadiran Pak Pandu sebagai advisor di Emtrade dapat membawa kami maju lebih jauh lagi.”

Ditambahkan olehnya, kesamaan visi dari Pandu dan dirinya juga menjadi alasan kuat terjalinnya kerja sama strategis ini. Secara khusus Pandu memiliki visi untuk mendukung pertumbuhan investor pasar modal di Indonesia, khususnya dari kalangan ritel. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan agar investor ritel mendapatkan literasi dan inklusi keuangan dengan benar.

Lebih lanjut lagi, Ellen mengatakan, pihaknya akan menggunakan dukungan [pendanaan] yang diberikan oleh Pandu untuk melakukan penataan arah bisnis (business direction), mengembangkan teknologi dan automasi, meningkatkan basis pengguna, serta pengembangan model bisnis dari edutech menjadi fintech, sehingga tidak hanya meningkatkan literasi namun juga inklusi.

“Setelah itu kita juga akan meningkatkan user based kita untuk user acquisition yang lebih bagus lagi untuk mendorong inklusi di pasar modal lebih bagus lagi,” kata Ellen.

Tercatat berdasarkan data KSEI per 30 September 2021, jumlah investor pasar modal Indonesia telah mencapai lebih dari 6.287.350 Single Identification Number (SID), termasuk di dalamnya adalah 2,9 juta SID saham. Dari keseluruhan investor pasar modal, 80 persen merupakan investor muda berusia di bawah 40 tahun (generasi milenial dan Gen Z).

Untuk segmen pasar tersebut, berbagai layanan investasi hadir, baik untuk memfasilitasi transaksi maupun edukasi. Untuk layanan edukasi, selain Emtrade, saat ini ada startup lain yang main di segmen sama dengan pendekatan yang berbeda-beda. Misalnya ada aplikasi Ternak Uang dan DigiSaham milik MCASH.

Rencana Emtrade

Didirikan tahun 2019 lalu, sejak dua tahun terakhir perusahaan mencatat telah mengalami peningkatan pengguna. Tercatat saat ini ada sekitar puluhan ribu pengguna aktif di Emtrade. Selain menghadirkan referensi saham pada platform secara transparan dan pengguna dapat melihat hasil studi kasus referensi, baik untung maupun rugi, saat ini Emtrade juga sedang bertransformasi dari aplikasi berbasis edutech menjadi platform fintech robo-advisory.

Setelah sebelumnya telah meluncurkan konten premium sejak tahun 2019, kini Emtrade juga telah meluncurkan konten bebas biaya untuk pengguna. Baru diluncurkan dua bulan lalu, diharapkan konten ini bisa dinikmati oleh mereka yang tertarik belajar lebih banyak tentang saham.

Sementara untuk layanan virtual trading yang rencananya akan meluncur akhir bulan Juni, saat ini masih dalam persiapan. Demikian juga dengan fitur online trading yang memungkinkan pengguna bertransaksi saham di aplikasi. Disinggung siapa mitra Emtrade untuk layanan tersebut, Ellen enggan menjelaskan lebih lanjut karena alasan regulatory.

“Emtrade akan terus berkembang menjadi personalized investment platform yang membuat investasi menjadi mudah dan menyenangkan,” tutup Ellen.

Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Indonesia Channels Follow on Funding to Crowde’s Series B

The CVC backed by Bank Mandiri, Mandiri Capital Indonesia (MCI) channels follow on funding to Crowde’s Series B. Based on the sources, the latest round of this agriculture fintech lending startup also involves Monk’s Hill Ventures.

Another thing, this funding also involves the business unit of Gunung Sewu Group conglomerate, PT Great Giant Pineapple (GGP), which is a subsidiary of Great Giant Foods (GGF). In general note, GGP is the largest pineapple canner producer in the world which has exported more than 15,000 containers to 60 countries.

This funding news has been confirmed by MCI’s CEO, Eddi Danusaputro. “It is true, we are doing follow on series B funding to Crowde,” he said through a short message to DailySocial.id.

According to the data submitted to regulators, the company has raised fresh funds of $9 million or around 127.2 billion Rupiah in the ongoing round.

Previously, MCI had participated by leading Crowde’s pre-series A funding of $1 million or around 14 billion Rupiah in 2019. At the same time, Bank Mandiri also participated as an institutional lenderThrough Crowde amounting to 100 billion Rupiah.

Currently, Crowde has disbursed loans ranging from IDR 8 million to IDR 2 billion with an interest rate of 6%-18%. Crowde also recorded 97.89% TKB90. In addition to Bank Mandiri, Crowde has also collaborated with other institutional lenders, such as Bank BJB, BPR Supra, and Saison Indonesia to strengthen its credit distribution structure.

High potential yet hazardous

In the DSResearch report with Crowde entitled “Driving the Growth of Agriculture-Technology Ecosystem in Indonesia”, the aquaculture sector is included in the business sector with a fairly high risk. This is due to business development in this sector is hindered by a number of obstacles, such as access to capital, financial literacy, and the ability and knowledge of farmers to cultivate.

Capital distribution in agriculture, forestry, and fishery / DSResearch and Crowde

According to reports, the educational background and low financial literacy of the farmers are one of the inhibiting factors for cultivation. Crowde stated that 78% of active household farmers in Indonesia do not meet bank capital requirements.

In addition, internet penetration among farmers is quite low. Based on BPS data in 2018, only 4.5 million farmers were connected to the internet out of a total of 27 million business players in agriculture.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mandiri Capital Indonesia Kembali Berpartisipasi dalam Putaran Pendanaan Seri B Crowde

CVC kelolaan Bank Mandiri, Mandiri Capital Indonesia (MCI), kembali berpartisipasi pada putaran pendanaan seri B Crowde. Berdasarkan sumber yang kami peroleh, dalam putaran teranyar startup fintech lending untuk agrikultur tersebut juga melibatkan Monk’s Hill Ventures.

Menariknya, pendanaan ini juga melibatkan unit bisnis dari anak perusahaan konglomerasi Gunung Sewu Group, yakni PT Great Giant Pineapple (GGP) yang merupakan anak usaha Great Giant Foods (GGF). Sedikit informasi, GGP merupakan produsen pengalengan nanas terbesar di dunia yang telah mengekspor lebih dari 15.000 kontainer ke 60 negara.

Kabar pendanaan ini telah dikonfirmasi oleh CEO MCI Eddi Danusaputro. “Betul, kami melakukan following funding seri B ke Crowde,” ungkapnya dalam pesan singkat kepada DailySocial.id.

Menurut data yang disubmisi ke regulator, dalam putaran yang masih berlangsung tersebut, perusahaan telah mengumpulkan dana segar senilai $9 juta atau sekitar 127,2 miliar Rupiah.

Sebelumnya, MCI telah berpartisipasi dengan memimpin pendanaan pra-seri A Crowde sebesar $1 juta atau sekitar 14 miliar Rupiah di 2019. Pada kesempatan sama, saat itu Bank Mandiri juga berpartisipasi sebagai lender institusi untuk penyaluran kredit lewat Crowde sebesar 100 miliar Rupiah.

Saat ini Crowde telah menyalurkan pinjaman mulai dari Rp8 juta hingga Rp2 miliar dengan tingkat bunga 6%-18%. Crowde juga mencatat TKB90 sebesar 97,89%. Selain Bank Mandiri, Crowde juga telah berkolaborasi dengan lender institusi lain, yakni Bank BJB, BPR Supra, dan Saison Indonesia untuk memperkuat struktur penyaluran kreditnya.

Potensi besar, tetapi berisiko

Dalam laporan DSResearch bersama Crowde bertajuk “Driving the Growth of Agriculture-Technology Ecosystem in Indonesia”, sektor budidaya termasuk dalam sektor usaha yang berisiko cukup tinggi. Pasalnya, pengembangan usaha di sektor ini terhalang oleh sejumlah kendala, seperti akses permodalan, literasi keuangan, serta kemampuan dan pengetahuan budidaya dari para petani.

Pemberian modal di agrikultur, kehutanan, dan perikanan / DSResearch dan Crowde

Menurut laporan, latar belakang pendidikan dan literasi keuangan para petani yang masih rendah menjadi salah satu faktor penghambat usaha budidaya. Crowde menyebut bahwa 78% petani rumah tangga yang aktif di Indonesia tidak memenuhi persyaratan permodalan bank.

Selain itu, penetrasi internet di kalangan petani juga masih rendah. Berdasarkan data BPS di 2018, hanya 4,5 juta petani yang terhubung dengan internet dari total 27 juta pelaku usaha di agrikultur.