SIRCLO Dilaporkan Kantongi Pendanaan Lebih dari 430 Miliar Rupiah (UPDATED)

Menurut sumber yang terpercaya, SIRCLO, startup pengembang platform e-commerce enabler, dikabarkan mengantongi pendanaan Seri B3 sekitar $45 juta yang dipimpin SMDV. East Ventures menjadi salah satu investor terdahulu yang terlibat dalam putaran ini.

Saat DailySocial konfirmasi lebih jauh kepada pihak Sirclo, tidak ada tanggapan yang diberikan. Kami pun mencoba menghubungi Co-Founder and Managing Partner East Ventures Willson Cuaca. Ia menyampaikan bahwa informasi tersebut sebenarnya adalah bagian proses akuisisi Sirclo terhadap Orami. “Let’s say it’s a part of acquisition process,” ujarnya, Rabu (19/5).

Mengacu dari ujaran Willson, bisa dikatakan bahwa dalam proses akuisisi ini investor dari Orami melakukan top up. Pun East Ventures juga ikut top up ke SIRCLO. EV merupakan investor awal dari SIRCLO.

SMDV pertama kali berinvestasi ke Orami pada 2016, saat Orami dipakai sebagai brand entitas baru pasca merger antara Bilna dan Moxy. Kala itu, Orami mengantongi perolehan dana sebesar $15 juta dari serangkaian investor, di antaranya Gobi Partners, Ardent Capital, Velos Partners, dan Co-Founder Founder Eduardo Saverin.

SIRCLO sendiri terakhir mengumumkan perolehan seri B senilai $6 juta pada Agustuts 2020. Investor yang terlibat dalam putaran ini adalah EV, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, dan Sinar Mas Land.

Kabar akuisisi Orami oleh SIRCLO diumumkan pada awal April 2021. Tujuan dari akuisisi ini tak lain ingin mengembangkan kekuatan kedua bisnis perusahaan dalam menyediakan layanan digital end-to-end kepada brand prinsipal. Bila ditotal, keduanya telah melayani lebih dari 100 ribu brand dari skala UMKM hingga korporasi yang menjangkau jutaan konsumen.

Pasca akuisisi, Orami akan terus beroperasi sebagai entitas mandiri yang terintegrasi dengan layanan SIRCLO. Ferry Tenka (CEO Orami) kini menjabat sebagai Chief Marketing Officer SIRCLO dan Hendrawan Kartika (President Orami) sebagai Chief Financial Officer SIRCLO.

*Kami melakukan perubahan detail mengenai investor yang masuk dalam putaran Seri B3

EV Growth Officially Merges with East Ventures

East Ventures (EV) announced its leadership for EV Growth, a joint venture formed in 2018 with SMDV and ZVC (formerly Yahoo Japan Capital). This restructuring affects the managerial structure in the internal EV and EV Growth and SMDV teams will join the force.

Roderick Purwana will be appointed as Managing Partner of East Ventures. David Tendian will be appointed as Operating Partner at SMDV. Shiniciro Hori will remain on EV Growth’s investment committee.

This merger is said to make EV the largest venture capitalist in Southeast Asia with more than 60 staff members and 8 partners, including Melisa Irene (Seed Partner), David Audy (Operating Partner), Triawan Munaf (Venture Adviser), and Koh Wai Kit (Venture Partner).

Even though EV has controlled all EV Growth funds, the SMDV and ZVC teams will continue to support and work closely with East Ventures and its ecosystem.

East Ventures’ Co-founder & Managing Partner, Willson Cuaca said, his team has a very strong synergy between EV Growth and the East Ventures ecosystem. This new setting will amplify efficiency and allow the EV to run fierce and faster.

“We will be able to help entrepreneurs in a better, smarter, and wiser way – fully focused on unlocking their potential,” he explained in an official statement, Wednesday (10/3).

East Ventures’ Managing Partner, Roderick Purwana added, SMDV has always been a true supporter of East Ventures and has made dozens of joint investments over the years. The two have discussed formalizing their relationship and working closely for more than 5 years.

“In 2018, we took the first big step by launching EV Growth as a joint venture. After that collaboration, we are ready to take it to the next stage. This merger will allow our founders to expand their combined ecosystem, capabilities, and networks,” Purwana said.

ZVC’s Managing Partner, Shiniciro Hori also commented, “We believe that this transformation will further strengthen our presence and accelerate our investment in Southeast Asia. Z Holdings is to commit more to the Southeast Asian market and leverage group assets as part of the SoftBank Group.”

EV Growth was formed in 2018 with EV Growth Fund I raising a total of $250 million, exceeding the initial target of $150 million. The funds have been invested in more than 20 companies in Indonesia and Southeast Asia. Some of the portfolios are Ruangguru, Waresix, KoinWorks, Shopback, Stockbit, Fuse, Tokopedia, Traveloka, Grab and Gojek. This fund has generated an IRR (internal rate of return) of 27% as of 31 December 2020 with an early exit of MokaPOS to Gojek.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

EV Growth Umumkan Peleburan dengan East Ventures

East Ventures (EV) mengumumkan kepemimpinannya untuk EV Growth, perusahaan patungan yang dibentuk pada 2018 bersama SMDV dan ZVC (dulu bernama Yahoo Japan Capital). Dampak dari restrukturisasi ini adalah perubahan struktur manajerial di dalam tubuh EV dan bergabungnya tim EV Growth dan SMDV.

Roderick Purwana akan ditunjuk menjadi Managing Partner East Ventures. David Tendian akan diangkat sebagai Operating Partner di SMDV. Shiniciro Hori akan tetap menjadi komite investasi EV Growth.

Diklaim penggabungan ini menjadikan EV sebagai modal ventura terbesar di Asia Tenggara dengan lebih dari 60 anggota staf dan 8 mitra, termasuk Melisa Irene (Seed Partner), David Audy (Operating Partner), Triawan Munaf (Venture Adviser), dan Koh Wai Kit (Venture Partner).

Meski EV kini mengendalikan seluruh fund EV Growth, tim SMDV dan ZVC akan tetap mendukung dan bekerja sama dengan East Ventures dan ekosistemnya.

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan, pihaknya memiliki sinergi yang sangat kuat antara EV Growth dan ekosistem East Ventures. Pengaturan baru ini akan memperkuat efisiensi dan memungkinkan EV berjalan dengan lebih berani dan lebih cepat.

“Kami akan dapat membantu wirausahawan dengan cara yang lebih baik, lebih cerdas, dan lebih bijak – bertumpu sepenuhnya untuk membuka potensi mereka,” terangnya dalam keterangan resmi, Rabu (10/3).

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menambahkan, SMDV selalu menjadi pendukung setia East Ventures dan telah melakukan lusinan investasi bersama selama bertahun-tahun. Keduanya telah membahas formalisasi hubungan dan bekerja sama lebih dekat selama lebih dari 5 tahun.

“Di tahun 2018, kami mengambil langkah besar pertama dengan meluncurkan EV Growth sebagai upaya bersama. Setelah kolaborasi itu, kami merasa siap untuk membawa hubungan lebih jauh. Penjajaran ini akan memungkinkan para founder kami memperluas ekosistem, kemampuan dan jaringan secara gabungan,“ ujar Roderick.

Managing Partner ZVC Shiniciro Hori turut memberikan komentarnya, “Kami percaya bahwa transformasi ini akan semakin memperkuat kehadiran kami dan mempercepat investasi kami di Asia Tenggara. Z Holdings akan berkomitmen lebih banyak ke pasar Asia Tenggara dan memanfaatkan aset grup sebagai bagian dari SoftBank Group.”

EV Growth dibentuk pada 2018 dengan meluncurkan EV Growth Fund I yang berhasil mengumpulkan total dana $250 juta, melebihi target awal sebesar $150 juta. Dana tersebut sudah diinvestasikan kepada lebih dari 20 perusahaan di Indonesia dan Asia Tenggara. Beberapa namanya adalah Ruangguru, Waresix, KoinWorks, Shopback, Stockbit, Fuse, Tokopedia, Traveloka, Grab dan Gojek. Fund ini telah menghasilkan IRR (internal rate of return) 27% per 31 Desember 2020 dengan early exit yaitu penjualan MokaPOS ke Gojek.

Aruna Memperoleh Suntikan Dana Senilai 81 Miliar Rupiah

Aruna berhasil mengamankan pendanaan anyar senilai $5,5 juta atau sekitar 81 miliar Rupiah. Startup bidang kelautan dan perikanan ini memperoleh suntikan modal anyar dari investor-investor mereka terdahulu.

Melalui pernyataan resmi disampaikan bahwa East Ventures, AC Ventures, dan SMDV merupakan nama-nama yang terlibat dalam pendanaan Aruna ini. Dana segar tersebut ditengarai berkat pertumbuhan Aruna yang mencapai 86 kali lipat di tengah pandemi.

“Selama pandemi ini, pendapatan Aruna pada semester I/2020 tumbuh 86 kali dibanding semester I/2019. Aruna adalah salah satu perusahaan yang terdampak positif oleh krisis. Hal ini membuat kami bersemangat,” ucap Co-Founder & Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca.

Alokasi dana

Aruna sudah memiliki sejumlah rencana dalam pemanfaatan dana segar tersebut. Co-Founder & CEO Aruna Farid Naufal Aslam menjelaskan, perluasan ekspansi jadi fokus pertama perusahaan. Aruna sendiri saat ini sudah menggandeng ribuan nelayan di 31 lokasi pesisir dari Sumatera hingga Papua.

Ekspansi yang dimaksud oleh Farid adalah memperbanyak titik-titik penyerapan ikan di dalam satu provinsi. Penambahan jangkauan ke daerah-daerah baru juga dilakukan seperti ke Kalimantan Timur, Sulawesi, dan Papua.

Farid menyebut dana itu juga akan dipakai untuk menjaring talenta-talenta baru, mengembangkan produk-produk baru termasuk penggunaan Internet of Things (IoT) untuk memperkuat kualitas produk mereka. Yang tak kalah penting Aruna juga mengalokasikan dana anyar itu untuk memperkuat basis komunitas nelayan dan peningkatan produktivitas mereka terhadap kualitas dan standardisasi produk.

“Aruna berencana mendukung usaha pemerataan ekonomi dengan menjangkau lebih banyak titik pesisir di berbagai wilayah Indonesia,” tegas Farid.

Permintaan yang tinggi

Farid menyebut ada sejumlah faktor yang menyebabkan Aruna tumbuh cukup pesat meski di masa pandemi begini. Pertama adalah banyaknya nelayan yang memilih bergabung dengan Aruna. Banyaknya nelayan yang baru bergabung itu tak lepas dari faktor kedua yakni permintaan yang meningkat.

Farid mengakui produk mereka tadinya lebih banyak diserap untuk kebutuhan ekspor. Namun sejak pandemi berlangsung, logistik dan transportasi melemah sehingga memaksa Aruna menengok pasar ritel domestik. Di samping itu ia juga menyebut faktor kenaikan harga produk perikanan di awal tahun.

“Karena permintaan yang tetap besar itu kita menambah daerah aktivitas produksi,” imbuh Farid.

Bahasa.ai Secures Follow-on Funding Led by East Ventures

Bahasa.ai, a startup developer of the NLP / NLU platform for the Indonesian language, announced continued funding with a nominal, led by its previous investor, East Ventures. This round was attended by new investors, such as DIVA, SMDV, and Plug and Play Indonesia.

Previously, Bahasa.ai received seed funding from East Ventures with undisclosed value in August 2018. Bahasa.ai’s Co-Founder & CEO, Hokiman Kurniawan cannot reveal any further details related to this round while in contact with DailySocial.

“This round is after the seed funding and we don’t put a series. The entrance [of new investors] has started from the beginning of the year,” he said, Wednesday (1/7).

DIVA, as a publicly listed company, in its official statement wrote the Bahasa.ai’s investment was launched in April 2020 through a subsidiary company. The investment aims to strengthen one of its products, DIVA Intelligent Instant Messaging to provide a 360-degree experience to consumers, especially those who are less tech-savvy.

The entrance of Bahasa.ai, indeed, broadens user’s target segment. DIVA alone focuses on the SME segment, while Bahasa.ai supports e-commerce players, banking, and the modern retail segment.

The company’s business transformation has changed, from B2B2C to B2C, allowing access to user engagement and facilitating access to relevant products and services with faster and more accurate responses.

“Bahasa.ai has a healthy business model and a strong track record in supporting large companies and leading e-commerce players in empowering their business in digital technology, especially in the area of ​​chatbot and AI technology,” the company wrote.

The Company hopes that by connecting the company with the DIVA Group, Bahasa.ai can enter the larger ecosystem, both commercially and financially. Several companies have used the company’s service, including Dana, Tokopedia, Sinarmas Bank, Bussan Auto Finance, and Panorama JTB.

Bahasa.ai applies a neutral network algorithm that is unique to Indonesian, allowing the chatbot platform to interact with consumers in a natural way. Like talking with a personal assistant or friend.

Typographical errors, informal phrases, and Indonesian slang can be detected and predicted by Bahasa.ai because Bahasa.ai memorizes and predicts repeated behavior or frequent transactions.

Bahasa.ai offers appropriate and relevant advice for its users. Also, another capability as an advantage, the “push notification” feature that offers relevant call-to-action, based on customer profiles and existing history.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bahasa.ai Kantongi Pendanaan Lanjutan Dipimpin East Ventures

Bahasa.ai, startup pengembang platform NLP/NLU untuk Bahasa Indonesia, mengumumkan pendanaan lanjutan dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin investor terdahulunya, East Ventures. Putaran ini diikuti oleh jajaran investor baru, seperti DIVA, SMDV, dan Plug and Play Indonesia.

Sebelumnya, Bahasa.ai mengantongi pendanaan tahap awal dari East Ventures dengan nominal dirahasiakan pada Agustus 2018. Detail terkait putaran terbaru ini belum bisa dipaparkan lebih lanjut oleh Co-Founder & CEO Bahasa.ai Hokiman Kurniawan saat dihubungi oleh DailySocial.

Round ini setelah seed dan tidak kita beri seri. Masuknya [para investor] sudah dari awal tahun,” katanya, Rabu (1/7).

Mengingat DIVA adalah perusahaan terbuka, dalam keterangan resminya dipaparkan investasi ke Bahasa.ai dilakukan pada April 2020 melalui entitas anak perseroan. Tujuan dari investasi ini adalah memperkuat salah satu produknya, yakni DIVA Intelligent Instant Messaging memberikan pengalaman 360 derajat kepada konsumen, terutama segmen yang kurang melek teknologi.

Masuknya Bahasa.ai, tentunya memperluas target segmen pengguna. DIVA sendiri fokus pada segmen UKM, sementara Bahasa.ai mendukung pemain e-commerce, perbankan, dan segmen ritel modern.

Transformasi bisnis perseroan pun berubah, dari B2B2C menjadi B2C, memungkinkan akses ke user engagement dan memfasilitasi akses ke produk dan layanan yang relevan dengan respons yang lebih cepat dan akurat.

“Bahasa.ai memiliki bisnis model yang sehat dan rekam jejak yang kuat dalam mendukung perusahaan besar dan pemain e-commerce terkemuka dalam memberdayakan bisnisnya dalam teknologi digital, terutama pada area chatbot dan teknologi AI,” tulis perseroan.

Perseroan berharap dengan menghubungkan perusahaan dengan Grup DIVA, Bahasa.ai dapat memasuki ekosistem yang lebih besar, baik secara komersial dan finansial. Sejumlah perusahaan yang menjadi klien perseroan di antaranya adalah Dana, Tokopedia, Bank Sinarmas, Bussan Auto Finance, dan Panorama JTB.

Bahasa.ai mengaplikasikan algoritma jaringan netral yang unik bagi Bahasa Indonesia, memungkinkan platform chatbot untuk berinteraksi dengan konsumen dengan cara alami. Seperti halnya berbicara dengan asisten pribadi atau teman.

Kesalahan ketik, frasa informal, dan bahasa gaul Indonesia dapat dideteksi dan diprediksi oleh Bahasa.ai karena Bahasa.ai menghafal dan memprediksi perilaku berulang atau transaksi yang sering dilakukan.

Bahasa.ai menawarkan saran yang tepat dan relevan bagi penggunanya. Kapabilitas lainnya yang menjadi kelebihan adalah fitur “push notification” yang menawarkan calls-to-action yang relevan, berdasarkan profil konsumen dan riwayat yang ada.

Lima Venture Capital Indonesia yang Paling Aktif di 2019

Menjalankan sebuah usaha tidaklah semudah membalik telapak tangan. Butuh kerja keras dan modal yang cukup untuk membangun bisnis yang besar. Bicara mengenai modal, hampir semua startup di indonesia tumbuh dengan bantuan Venture Capital atau jasa penyedia modal usaha.

Dilansir dari  e-Conomy SEA 2019, ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai $130 miliar pada tahun 2025 mendatang, tahun ini angkanya sudah mencapai $40 miliar – rata-rata pertumbuhannya 49% per tahun. E-commerce dan ride-hailing menjadi pendorong utama di kawasan ini, ditambah adopsi pembayaran digital yang mendominasi semua layanan berbasis aplikasi. Pertumbuhan bisnis terkait didukung investasi yang terus mengalir. Termasuk dukungan yang diberikan pada unicorn Indonesia, nilainya mencapai $4 miliar pada tahun 2018 lalu. Melihat pertumbuhan yang signifikan, tentu sangat berpeluang bagi startup yang ingin ikut mengembangkan bisnisnya dengan perusahaan unicorn. Ada lima Venture Capital Indonesia yang paling aktif mengucurkan dana ke startup indonesia di tahun 2019.

lima perusahaan modal ventura yang paling aktif memberikan pendanaan ke startup indonesia di tahun 2019.
Lima perusahaan modal ventura yang paling aktif di tahun 2019.

East Ventures Capital

East Ventures terlibat dalam 19 pendanaan di tahun 2019
East Ventures aktif sejak tahun 2009

East Ventures berdiri sejak 2009 di Indonesia oleh Willson Cuaca, Batara Eto, dan Taiga Matsuyama. Dari 160 startup yang telah didanai, tercatat 30 startup di antaranya sudah exit. Kemudian dua startup yang lain menjadi unicorn.

East Venture sebagai salah satu venture capital Indonesia yang paling aktif memberikan pendanaan. Pihaknya juga masih memiliki rencana untuk terus memberikan pendanaan tahap awal kepada startup Indonesia. Sedikitnya sudah 30 startup yang mendapatkan pendanaan di tahun 2018. Selang setahun setelahnya berdasarkan startup report 2019, East Ventures terlibat dalam 19 pendanaan startup. Beberapa diantaranya berada di tahap Pra-Series A, Series A, dan Seed Funding. East Ventures konsisten dengan misi mereka membantu startup early stage.

Daftar Startup yang mendapat pendanaan di tahun 2019
Startup yang mendapat pendanaan oleh East Ventures

pada tahap Seed Funding adalah Komunal, Lubna, Triplogic, Wahyoo, Kedai Sayur, Cumi, Advotics, Feedloop, The Fit Company, Base.

Pada tahap Pra-Series A startup yang mendapat pendanaan dari East Ventures adalah Ekrut. Sedangkan ada 8 startup di tahap Series A yang mendapat pendanaan. Mereka adalah Stickearn, MobilKamu, Julo, Yummy Corp, Stockbit, Fore Coffee, Kedai Sayur, dan Jojonomic. 

SMDV

Sinar Mas mendirikan perusahaan modal ventura perusahaan berorientasi teknologi yang disebut Sinar Mas Digital Ventures (SMDV) pada tahun 2018. Perusahaan ini telah berinvestasi dalam startup seperti layanan grosir bahan makanan HappyFresh, startup periklanan Stickearn, dan perusahaan Software-as-a-Service logistik Waresix. Perusahaan pemodal ini menjadi pemodal aktif nomor dua berdasarkan startup report 2019.

SMDV memberikan pendanaan kepada 11 startup Indonesia di tahun 2019
SMDV merupakan singkatan dari Sinar Mas Digital Verture.

SMDV juga sudah berinvestasi di beberapa startup pada tahun 2019 yaitu StickEarn (Series A), Yummy Corp (Series A), Fore Coffee (Series A), Wahyoo (Seed Funding), Kedai Sayur (Seed Funding & Series A), Waresix (Series A), Warung Pintar (Series B), IDN Media (Series C), R Fintness (Pre-Series A).

Alpha JWC Ventures

Alpha JWC Ventures merupakan perusahaan modal ventura yang telah berinvestasi di sekitar 30 startup, termasuk Uang Teman, Kopi Kenangan, Tanihub, Modalku, dan WeWork.

Alpha JWC Ventures memberikan pendanaan kepada 9 startup Indonesia di tahun 2019
Perusahaan yang didirikan pada awal 2015 ini telah berinvestasi lebih dari 30 startup

Perusahaan yang fokus berinvestasi pada startup berbasis teknologi di Indonesia ini didirikan oleh Chandra Tjan bersama Jefrey Joe dan Will Ongkowidjaja pada awal 2015. Dalam debut awalnya di tahun 2016, Alpha JWC Ventures meluncurkan Fund 1 senilai $50 juta atau sekitar 700 miliar Rupiah. Hingga tahun 2019 Alpha JWC Ventures mengumumkan telah menutup pengumpulan dana investasi keduanya senilai $123 juta atau setara 1,7 triliun Rupiah. Dalam manajemen portofolio, pihaknya memakai pendekatan hands-on dalam berbagai lini bisnis terkait, mulai dari dukungan rekrutmen, pemasaran, dan legal.

Beberapa startup yang mendapat pendanaan dari Alpha JWC adalah Zuzu (Series A), Carro (Series B), Evermos (Series A), Ajaib (Seed Funding), Bobobox (Pre-Series A), Goola (Seed Funding), Verikool (Seed Funding), Style Theory (Series B). 

Agaeti Ventures

Agaeti Venture memberikan pendanaan kepada delapan startup Indonesia di tahun 2019.
Agaeti Venture masuk ke dalam 5 besar pemodal paling aktif di tahun 2019.

Siapa yang tak mengenal Fore? Kopi susu yang sering menemani dikala penat ini, lahir dari dana investasi Agaeti Ventures. Perusahaan pemodal ini, juga mendonorkan dana pada Wahyoo, Akseleran, CoHive dan Yummy Corp.

Tahun 2019 beberapa startup mendapat pendanaan dari Agaeti Ventures, mereka adalah StickEarn (Series A), Yummu Corp (Series A), Warung Pintar (Series B), R Fintness (Pre-Series A), Alami (Seed Funding), Bobobox (Seed Funding) dan Kargo Technologies (Seed Funding). 

Agaeti Ventures berfokus pada perusahaan baru yang mendukung teknologi Pra-Seri A dan Seri A, atau yang baru berkembang di Indonesia dan fokus ekspansi ke Asia Tenggara. Dengan dipercayanya, perusahaan pemodal ini, Agaeti Venture masuk ke dalam 4 besar pemodal paling aktif di tahun 2019.

Lalu, di tahun 2020 dua perusahaan modal ventura (venture capital) lokal, Agaeti Ventures dan Convergence Ventures resmi mengumumkan merger dan kini bernama AC Ventures (ACV). Para Partner kedua perusahaan menjadi Partner perusahaan baru ini, yaitu Adrian Li, Michael Soerijadji, Donald Wihardja, dan Pandu Sjahrir.

Golden Gate Ventures

Golden Gate Venture merupakan perusahaan modal ventura tahap awal yang berdiri sejak 2011. Salah satu venture venture capital Indonesia paling aktif ini telah berinvestasi di lebih dari 30 perusahaan di lebih dari 7 negara di Asia. Perusahaan berinvestasi dalam startup internet & seluler di banyak sektor, termasuk e-commerce, pembayaran, pasar, aplikasi mobile, dan platform SaaS.

Golden Gate Ventures memberikan pendanaan kepada delapan startup Indonesia di tahun 2019
Berdiri sejak tahun 2011 dan telah berinvestasi lebih dari 30 perusahaan

Dengan menggandeng startup yang ingin berkembang pesat dengan memanfaatkan teknologi dan internet, Golden Gate Venture mampu melahirkan Startup hebat seperti, Gojek, Carousell, Alodokter, Tanihub, dan lain sebagainya.

Pada tahun 2019 beberapa startup seperti Alami (Seed Funding), Jojonomic (Series A), TaniGroup (Series A), Alodokter (Series C), Zuzu (Series A), Sampingan (Pre-Series A), Ritase (Series A) dan Paper.id (Series A) oleh Golden Gate Ventures 

 

.

 

Ula Receives 148 Billion Rupiah Seed Funding, Offering Supply Chain Platform and Capital Support

Ula, a startup working on supply-chain solutions for small shops and SMEs, today (10/6) announced seed funding worth of US $10.5 million or equivalent to 148 billion Rupiah. The investment round was led by Sequoia India and Lightspeed India, with the participation of SMDV, Quona Capital, Saison Capital, and Alter Global. Several angel investors also participated, including Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, and Rahul Mehta.

The new platform was launched in January 2020 and has a head office in Jakarta. The business concept relies on e-commerce-based applications consists of a wide selection of wholesale merchandise with high demand by stall owners or other SMEs, specifically related to daily needs (FMCG). A unique thing about this service unique is that it allows users to use the pay later feature in the application. This flexible payment is considered to solve capital problems that often blocked small stalls to grow.

Currently Ula is still testing the beta version of its product in the East Java region. Moreover, it is targeted to immediately cover all potential users in Java and expand the product categories to electronics and fashion. The founders were quite optimistic, especially during the Covid-19 pandemic, online fulfillment services continued to increase.

Despite its business focus in Indonesia, Ula’s development team is not only in Jakarta, but also in India and Singapore. Ula was founded by four founders with working experience in global companies including Derry Sakti, Riky Tenggara, Nipun Mehra, and Alan Wong.

Together support the SME industry

In Indonesia, there are some startups trying their luck in similar business verticals. One of which is Klikdaily, their services also make it easier for shop owners to get supply chain. In May 2020, they announced series A funding led by Global Founders Capital. In addition, there also TokoPandai, Limakilo, Kudo, and so on.

Some other technology platforms have started supply chain models in various forms. For example, what Moka’s point of sales developer did with Moka Fresh products. Integrating the fulfillment of small businesses’ basic commodities through one door. In addition, a partnership program initiated by e-commerce giants, such as Mitra Bukalapak, Tokopedia, to Shopee – which also targets fulfillment segment in traditional stalls.

The market potential is quite large, according to Ula’s data, traditional retailers contribute almost 80% of the overall market share value in developing countries like Indonesia. The business model also empowers millions of people in various parts of the region; in terms of business, they are considered to be the most understanding of consumers’ characteristics around them, thus ensuring its products always on target.

However, there are problems that usually blocked business people to grow big, mostly related to working capital and lack of human resources, therefore, business development becomes stagnant. Ula is trying to solve both issues through a one-stop-fulfillment platform, along with credit services based on data analysis with intelligent systems.

“For us, the scale of Ula’s success is measured by how much customers can improve their business and lives. Our vision is to revolutionize the SME trade with technology, help improve their efficiency, and provide tools (technology) to facilitate business,” Riky Tenggara said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ula Dapatkan Dana Awal 148 Miliar Rupiah, Tawarkan Platform “Supply Chain” Dilengkapi Bantuan Modal

Ula, startup yang menggarap solusi supply-chain untuk warung dan UKM, hari ini (10/6) mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai US$10,5 juta atau setara 148 miliar Rupiah. Putaran investasi dipimpin Sequoia India dan Lightspeed India, dengan keterlibatan SMDV, Quona Capital, Saison Capital, dan Alter Global. Beberapa angel investor juga turut berpartisipasi, meliputi Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, dan Rahul Mehta.

Platform ini baru diluncurkan pada Januari 2020 dan memiliki kantor pusat di Jakarta. Konsep bisnisnya mengandalkan aplikasi berbasis e-commerce yang berisi berbagai pilihan barang dagangan grosir yang biasa diburu oleh pemilik warung atau pelaku UKM lainnya, khususnya terkait kebutuhan sehari-hari (FMCG). Satu hal yang membuat layanan ini unik, memungkinkan penggunanya untuk memanfaatkan fitur paylater yang tertanam di aplikasi. Pembayaran yang fleksibel ini dinilai dapat menyelesaikan masalah permodalan yang kerap dihadapi warung kecil untuk bertumbuh.

Saat ini Ula masih menguji versi awal produknya dalam private beta di wilayah Jawa Timur. Setelah itu ditargetkan segera merangkul seluruh calon pengguna di Jawa dan memperluas kategori produk ke elektronik dan fesyen. Para founder cukup optimis, terlebih dengan adanya pandemi Covid-19, layanan pemenuhan kebutuhan secara online terus meningkat.

Kendati fokus bisnisnya di Indonesia, tim pengembang Ula tidak hanya berbasis di sini, namun juga ada yang di India dan Singapura. Ula didirikan oleh empat orang founders yang memiliki pengalaman bekerja di perusahaan global meliputi Derry Sakti, Riky Tenggara, Nipun Mehra, dan Alan Wong.

Ramai-ramai sokong bisnis UKM

Di Indonesia sejatinya sudah ada beberapa startup yang coba peruntungan di vertikal bisnis serupa. Sebut saja Klikdaily, layanan mereka turut mudahkan pemilik warung dapatkan stok produk. Pada Mei 2020 lalu baru bukukan pendanaan seri A yang dipimpin Global Founders Capital. Selain itu masih ada TokoPandai, Limakilo, Kudo dan sebagainya.

Beberapa platform teknologi lain juga telah memulai model supply chain dengan berbagai bentuk. Misalnya yang dilakukan pengembang point of sales Moka dengan produk Moka Fresh. Mengintegrasikan sistem pemenuhan bahan pokok pengusaha kecil lewat satu pintu. Atau program kemitraan yang diinisiasi raksasa e-commerce, seperti Mitra Bukalapak, Tokopedia, hingga Shopee — yang juga menyasar pemenuhan kebutuhan di warung-warung tradisional.

Potensi pasarnya memang besar, menurut data yang disampaikan Ula, di negara berkembang seperti Indonesia ritel tradisional hampir berkontribusi 80% dari nilai pangsa pasar keseluruhan. Model bisnisnya turut memberdayakan jutaan orang di berbagai pelosok wilayah; dari sisi bisnis pun mereka dianggap yang paling mengerti tentang karakteristik konsumen di sekitarnya, sehingga memastikan produk yang selalu tepat sasaran.

Namun ada permasalahan yang mengganjal para pelaku bisnis tadi untuk bertumbuh besar, paling umum terkait modal kerja yang kurang optimal dan SDM yang kurang cakap, sehingga perkembangan bisnis jadi stagnan. Dua hal ini yang coba diselesaikan Ula melalui platform pemenuhan kebutuhan di satu pintu, dilengkapi layanan kredit yang didasarkan pada analisis data dengan sistem cerdas.

“Bagi kami, ukuran kesuksesan Ula diukur dengan seberapa besar para pelanggan dapat meningkatkan bisnis dan kehidupannya. Visi kami adalah merevolusi perdagangan UKM dengan teknologi, membantu meningkatkan efisiensi mereka, dan menghadirkan alat (teknologi) yang memperlancar bisnis,” ujar Riky Tenggara.

Application Information Will Show Up Here

Wallex Technologies Remittance Startup Secures Series A Funding

Wallex Technologies announces Series A Funding with undisclosed value. The Singapore-based financial technology startup received investment from BAce Capital, SMDV, and Skystar Capital. Participated also some investors from the previous round.

The recent funding is to be used by Wallex to expand its business scale in a number of new markets, as well as to maintain the current products.

“We are excited to partner with new investors, and get their support in some of the largest and most attractive economies in the world. We will continue with Wallex’s mission to empower SMEs by providing various tools to grow their businesses,” Wallex’s Co-founder & COO, Hiroyuki Kiga said.

Wallex, offering its service as an online remittance platform provider, announced its presence in Indonesia after obtaining a license from Bank Indonesia in late 2018. As a business, Wallex is quite confident in their business journey and performance. They claim to grow 20% every month.

“Wallex utilizes technology that facilitates, accelerates, and simplifies cross-border payments for SMEs. We pay close attention to the importance of digital payments after Covid-19 pandemi, therefore, SMEs can be part of economic recovery. We believe that Wallex has the potential to become a payment solution and digital wallet for the segment which is yet to use the service,” BAce Capital’s Managing Director, Mulyono said.

In Indonesia, online remittance services are a manifestation of the development of the financial technology industry. Some players have started running online remittance services in Indonesia. Those are Nium, Zendomoney, OY!, Transfez, and RemitPro.

One of Wallex’s plans with the fresh money is new services and upgrades of existing products. Wallex’s Co-founder & CEO, Jody Ong explained that they would soon be offering new services such as virtual receivable accounts and digital wallets with currency options in certain countries.

“This funding will help us develop the latest features for SME customers. By doing so, they can manage cash flow and protect themselves from foreign exchange risk on a single platform. We also continue to recruit workers and establish partnerships to expand the business,” Jody added.

Wallex is currently focusing on the B2B segment. To date, they received payments in more than 40 currencies. Regarding regulations, Wallex is currently regulated under the Monetary Authority of Singapore as the Main Payment Institution, Bank Indonesia, and the Hong Kong Custom and Excise Department.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian