TARA Platform Hadirkan Aplikasi Program Loyalitas Berbasis Blockchain

Program loyalitas sudah banyak diterapkan oleh brand untuk mempertahankan retensi pengguna. Berbagai bentuk program ini pun sudah banyak dihadirkan, mulai dari sistem gamifikasi, poin, cashback, hingga voucher. Untuk memberikan pilihan baru dan berbeda dalam bentuk investasi, TARA Platform hadir memanfaatkan loyalty rewards dengan penggunaan mata uang kripto atau cryptocurrency.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO TARA Platform Isman Ramadhan Sitorus menyebutkan, layanannya secara khusus menerapkan tokenisasi kripto dengan cara mengonversikan nilai sebuah poin (cashback) dari brand atau merchant yang telah bekerja sama ke dalam token yang bernama XTRA.

“Berdasarkan hasil wawancara personal kepada 8 hingga 10 brand, kami memberikan sambutan yang baik dan positif terhadap program yang ditawarkan oleh TARA Platform. Sampai dengan saat ini sudah tercatat 20 brand besar yang akan siap dirilis ke dalam aplikasi TARA pada Januari 2022 mendatang.”

Saat ini TARA masih terus melakukan proses akuisisi merchant. Dengan memanfaatkan teknologi blockchain, mereka juga ingin memberikan pengalaman baru bagi konsumen dalam memanfaatkan loyalty rewards ketika bertransaksi di berbagai merchant.

Tidak perlu lagi membawa banyak kartu membership/loyalty jika ingin berkunjung ke mal atau kafe, ke depannya konsumen dapat mengatur transaksinya secara real-time dengan mudah hanya melalui satu aplikasi. Peluncuran aplikasi TARA Platform ini diharapkan bisa memperkaya ekosistem mata uang kripto yang semakin populer sebagai instrumen investasi di Indonesia.

“Kami berupaya agar masyarakat dapat menerima konsep ini melalui edukasi pemanfaatan benefit yang mereka dapatkan dari merchant serta menghindari edukasi yang bersifat teknis seperti ‘apa itu teknologi blockchain/ kripto’ sehingga memudahkan masyarakat untuk memahami program yang ditawarkan oleh TARA Platform,” kata Isman.

Ditambahkan olehnya investasi tidak perlu mengeluarkan uang, tapi bisa dilakukan dengan point rewards yang selama ini dikumpulkan dapat dikonversi jadi mata uang kripto. Ke depannya ada beberapa target yang masih ingin dicapai oleh perusahaan, di antaranya adalah pengembangan teknologi blockchain pada 2022. Tahun ini perusahaan juga merencanakan untuk fokus melakukan penggalangan dana melalui metode private investor.

“Kami sedang bersiap menghadapi masa di mana cryptocurrency menjadi sebuah alat tukar bukan hanya di negara kita sendiri tapi di seluruh dunia dan teknologi ini bukan hal yang dapat dihindari sehingga kita harus beradaptasi,” kata Isman.

Mengikuti aturan Bappebti

​Untuk memastikan teknologi yang diterapkan telah mengikuti aturan dari regulator, saat ini perusahaan tengah melakukan persiapan dokumen pengajuan proses validasi ke Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sebagai perusahaan yang mengembangkan blockchain dan memperdagangkan aset kripto, harus sesuai ketentuan Peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.

“Perusahaan juga telah melengkapi sejumlah dokumen salah satunya yang paling utama adalah NIB dengan KBLI #62014 (Aktivitas Pengembangan Blockchain). Selanjutnya, kami juga memproses pendaftaran TARA Platform ke dalam Asosiasi Blockchain Indonesia,” kata Isman.

Untuk membangun ekosistem yang seamless, perusahaan yang menaungi TARA Platform, yakni KDIGITAL, saat ini juga menyasar kerja sama dengan berbagai perusahaan besar untuk pengembangan jaringan melalui penjajakan kerja sama dengan LOTTE Shopping Indonesia. LOTTE mempunyai potensi pengembangan dan pengelolaan 1.700 kios kelontong dan 280 minimarket aktif di berbagai daerah. TARA Platform juga akan mulai melirik kerja sama dengan beberapa marketplace besar yang ada di Indonesia.

“Selain melakukan pengembangan baru untuk ekosistem loyalty program, TARA Platform juga menawarkan layanan penerimaan dan pengiriman kripto antar pengguna, serta layanan-layanan eksklusif lainnya bagi pengguna setia aplikasi TARA. Lebih jauh, akan banyak pengembangan fitur dan inovasi yang akan dilakukan sehingga dapat menjadi sebuah ekosistem yang berkesinambungan bagi konsumen,” ujar CTO TARA Platform Aldy Putra.

Merujuk pada laporan Kemendag RI, saat ini ada sekitar 2% atau setara dengan 6.500.000 dari total penduduk Indonesia telah bertransaksi kripto dengan total nilai Rp370 triliun dan diprediksi jumlah tersebut akan terus bertambah.

Platform Konsultasi Gizi Sirka.io Segera Rampungkan Penggalangan Dana Lanjutan

Tercatat saat ini 1 dari 3 orang dewasa mengalami kelebihan berat badan dengan Body Mass Index (BMI) di atas 25. Meskipun BMI bukan satu-satunya referensi ukuran, namun biasanya dari hasil tersebut akan ada ada relasi dengan penyakit kronis terutama untuk jangka panjang.

Berangkat dari pengalaman pribadi kedua pendirinya yaitu Rifanditto Adhikara dan Vincentius Dito Krista Holanda saat harus berhadapan dengan persoalan penyakit kronis yang dimiliki oleh orang tua mereka, platform kesehatan Sirka.io diluncurkan. Layanan tersebut berfungsi untuk memonitor dan mencegah penyakit melalui program konsultasi terpadu dengan ahli gizi secara online.

Kepada DailySocial.id, Rifanditto selaku CEO mengungkapkan, melalui platform Sirka.io diharapkan bisa mendemokratisasi layanan konsultasi ahli gizi dan nutrisi yang berkualitas secara online fokus kepada chronic prevention program.

“Saat ini sudah banyak layanan yang menawarkan konsultasi program diet atau rekomendasi nutrisi yang tepat untuk mereka yang memiliki penyakit seperti hipertensi hingga diabetes secara offline. Melalui Sirka.io kami ingin menjembatani kebutuhan orang banyak terhadap masalah tersebut secara online sekaligus membantu ahli nutrisi dan ahli gizi di Indonesia untuk mendapatkan jenjang karier yang lebih baik.”

Sejak diluncurkan bulan April tahun ini, Sirka.io telah memiliki pertumbuhan pengguna hingga 60% setiap bulannya. Layanan tersebut sudah bisa diakses melalui perangkat Android dan segera menyusul di sistem operasi iOS dalam waktu dekat. Mereka juga telah melayani di 32 kota dengan jumlah ahli gizi dan nutrisi yang dimiliki sekitar 10 orang.

Untuk menyelaraskan misi dan visi perusahaan, Sirka.io tidak merekrut mitra, namun langsung mempekerjakan ahli gizi dan nutrisi menjadi pegawai. Cara seperti itu menurut mereka lebih efisien bagi perusahaan untuk saat ini dan ke depannya.

“Agar hasil program bisa lebih efektif kami menerapkan pilihan subscription kepada pengguna. Dengan demikian konsultasi dan program bisa dilakukan secara bertahap hingga mendapatkan hasil yang sesuai,” kata Rifanditto.

Terkait dengan program yang paling banyak dipilih oleh pengguna yaitu program weight loss dan wellness, yaitu program yang memberikan mereka rekomendasi makanan yang ideal berdasarkan ahli gizi dan nutrisi. Untuk kegiatan pemasaran, Sirka.io memanfaatkan jaringan ahli gizi dan nutrisi yang telah bergabung untuk melakukan kegiatan pemasaran. Fokus perusahaan saat adalah lebih kepada nutrisi dan membangun brand.

Segera rampungkan penggalangan dana lanjutan

Setelah mengantongi pendanaan tahap awal dari Sequoia Capital, Y Combinator, dan mantan partner Sequoia Tim Lee awal bulan September tahun ini, saat ini Sirka.io sedang dalam proses merampungkan penggalangan dana baru yang rencananya akan diumumkan awal tahun 2022 mendatang.

Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun teknologi dan merekrut tim engineer, membuat perusahaan membutuhkan dana segar untuk mempercepat pertumbuhan. Pendanaan yang telah diterima sebelumnya, kebanyakan digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan produk, merekrut tim engineer dan sisanya untuk kegiatan pemasaran.

“Sebagai pemain baru kami belum ingin melakukan kegiatan pemasaran secara masif. Fokus kami saat ini adalah mengembangkan teknologi yang tujuannya untuk mempermudah pengguna mengakses layanan kami,” kata Rifanditto.

Startup yang merupakan lulusan program Y Combinator ini juga ingin menghadirkan konten yang relevan kepada pengguna dalam aplikasi. Dengan demikian bukan hanya mendapatkan informasi dari ahli gizi saja pengguna juga bisa mendapatkan informasi seputar gizi dan kesehatan dari konten yang dibuat sendiri oleh tim Sirka.io.

Disinggung siapa kompetitor Sirka.io saat ini, diungkapkan oleh Rifanditto hingga saat ini belum ada pemain lokal hingga asing yang tampil unggul menawarkan layanan seperti Sirka.io di Indonesia. Namun demikian saat ini sudah mulai ada pemain lokal yang menawarkan layanan hampir serupa dengan Sirka.io, demikian juga pemain asing dari India yang berencana untuk masuk ke pasar Indonesia dalam waktu dekat.

“Target Sirka.io selanjutnya adalah selain menambah jumlah pengguna, kami juga ingin terus menghadirkan fitur baru yang bisa bermanfaat untuk pengguna Sirka.io,” kata Rifanditto.

Application Information Will Show Up Here

Base Segera Rambah Kategori Produk Baru Setelah Dapatkan Pendanaan Pra-Seri A

Startup direct-to-consumer (DTC) “Base” akan segera melebarkan sayap ke kategori baru untuk melengkapi kebutuhan skincare dan wellness untuk konsumen, setelah mengantongi pendanaan pra-seri A. Putaran tersebut dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi dari East Ventures dan Antler, yang merupakan investor sebelumnya.

Tidak disebutkan nominal yang didapat, sejumlah jajaran investor baru turut berpartisipasi, di antaranya iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, serta angel investor yang tidak disebutkan identitasnya.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & Chief Product Officer Base Ratih Permata Sari mengatakan, perusahaan juga akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat upaya pertumbuhan dengan fokus utama untuk mendapatkan lebih banyak konsumen di kota-kota regional Indonesia lainnya.

“Saat ini, kami sedang dalam tahap pemetaan dan eksplorasi lebih lanjut dengan beberapa perusahaan portfolio jaringan investor kami untuk upaya sinergi pertumbuhan Base dalam lingkup supply chain dan juga distribusi,” kata dia.

Base diluncurkan pada Januari 2020 dikenal sebagai brand skincare yang menawarkan personalisasi rekomendasi perawatan kulit dengan teknologi eksklusif, yaitu Smart Skin Test. Base menggunakan berbahan dasar berkualitas, vegan, organik, dan halal, untuk pembersih wajah hingga sunscreen yang dapat digunakan generasi muda sebagai target konsumennya.

Ratih melanjutkan, Base ingin menjadi perusahaan tech-beauty yang relevan untuk generasi muda. Oleh karenanya, perusahaan terus mendengarkan dan memperbarui pengalaman digital dan kualitas produk fisik agar dapat terikat erat dengan konsumen.

“Alur distribusi utama Base adalah melalui jalur pemasaran online dan kondisi pandemi membantu kami mempercepat laju adopsi pembelian produk Base karena semakin banyak jumlah konsumen yang berbelanja melalui handphone mereka,” tambah dia.

Produk Base / Base

Dalam keterangan resmi, Partner dari Skystar Capital Geraldine Oetama mengatakan keinginannya untuk dapat memperluas jangkauan Base di Indonesia. Menurutnya, skincare adalah segmen pasar yang berkembang pesat dan Base telah memecahkan masalah umum dalam menemukan produk yang sesuai dengan beragam jenis kulit, goals, dan gaya hidup.

“Base menggunakan teknologi dan data untuk memberikan skincare personalisasi yang efektif, bebas dari parabens, dan juga vegan. Meningkatnya permintaan akan skincare, ditambah dengan pendekatan teknologi dan personalisasi Base yang unik, membuat kami sangat bersemangat untuk membawa Base ke tahap selanjutnya,” terang Geraldine.

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta menambahkan, “Kami sangat bersemangat untuk melanjutkan kemitraan jangka panjang dengan partner investor yang sudah bergabung dengan Base sejak tahap awal, dan memulai kemitraan strategis dengan investor baru untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mengembangkan industri kecantikan di Indonesia.”

Dalam kesempatan yang sama, Base menyambut Cissylia Stefani-van Leeuwen sebagai Brand Director perusahaan dalam upaya masuk ke fase pertumbuhan selanjutnya. Sebelumnya, ia memegang peran sebagai VP Brand di perusahaan teknologi raksasa lokal seperti Gojek & Tokopedia. Berbekal pemahaman mengenai teknologi serta pengalaman konsumen yang inovatif, Base menciptakan gebrakan segar untuk kategori kecantikan yang ramai.

Potensi bisnis industri kecantikan

Yaumi melanjutkan, selama pandemi pendapatan tahunan Base tumbuh lebih dari 24 kali lipat yang didorong dengan langkah afiliasi komunitas. Konsumen Base telah membantu penjualan melalui komisi dan melakukan langkah co-creation dengan komunitas, seperti meluncurkan beberapa kemasan limited-edition yang dirancang oleh konsumen dan ilustrator muda ternama lokal.

“Berkat hubungan langsung yang kami miliki dengan konsumen kami, Base menjadi ruang aman bagi para konsumen untuk dapat merasa lebih nyaman dengan kulit masing-masing. Kami menjunjung tinggi keberagaman dan menawarkan produk yang fleksibel, terlepas dari jenis gender, seperti sunscreen yang dapat digunakan oleh siapa saja.”

Penelitian Euromonitor menunjukkan bahwa industri kecantikan tetap tangguh menghadapi pandemi dibandingkan dengan industri lain yang terkena dampaknya. Pasar kecantikan di Indonesia diprediksikan akan mencapai $10 miliar pada 2025, utamanya didorong oleh kategori perawatan diri (perawatan rambut, perawatan tubuh) dan skincare, dengan tingkat pertumbuhan tahunan yang pesat sebesar 6%.

Apa yang dipaparkan Euromonitor, tercermin dengan baik di Indonesia. Yaumi turut memantau bahwa selama pandemi ini, semakin banyak brand kecantikan indie lokal yang bermunculan. Ia menilai kondisi tersebut sangat positif karena memperlihatkan bahwa adanya potensi adanya potensi yang sangat besar dan juga antusiasme dari potensial konsumen yang mulai beralih untuk menggunakan produk lokal.

Meski persaingan mulai ketat, kue bisnis kecantikan ini masih begitu besar karena keberagaman profil konsumen yang membutuhkan opsi jenis produk, misalnya dari harga ataupun usia pengguna dari konsumen. “Dalam hal ini, Base merasa bangga dapat turut serta untuk menjadi salah satu pemain lokal yang dapat menggerakkan ekonomi Indonesia melalui industri kecantikan yang berfokus untuk melayani konsumen Gen-Z dan Millennial,” tutupnya.

PINA Secures Seed Funding, to Launch Investment and Financial Management App

The developer of personal financial management application PINA announced seed funding with an undisclosed amount. This round was led by 1982 Ventures, with the participation of iSeed Asia, Prasetia Dwidharma, Oberyn Capital, and a series of angel investors. The fresh funds will be used to accelerate product development and growth before its launching in November 2021.

Later, the PINA application will help people manage and grow their money by providing management and investment solutions in a single app. The startup was founded by former Grab executive Daniel van Leeuwen and financial services veteran Christian Hermawan.

“Our mission is to help everyone achieve financial independence by providing products and advice to make complex financial decisions simple and relevant. Wealth creating tools for high net worth individuals are now available to everyone. PINA empowers people to invest and manage their money in an understandable way,” Daniel said.

1982 Ventures’ Managing Partner, Herston Powers revealed to DailySocial, although the platform is yet to launch, its founders’ mature experience is enough to be a strong reason for investors to invest.

“PINA is the first Indonesian personal finance app to serve all Indonesians. The path to personal investment is not stock trading or crypto exchange, but a financial product made for the masses that focuses on building wealth. PINA’s holistic approach and values ​​are fully aligned with our mission to transform financial services and empower millions of Indonesians,” Herston said.

1982 Ventures is a venture capitalist that focuses on fintech startups. Based in Singapore, they focused on early stage funding, for businesses in Southeast Asia. Aside from PINA, Brick and Wagely are 1982 Ventures’ other portfolios in Indonesia.

Meanwhile, Prasetia Dwidharma’s CEO, Arya Setiadharma said, “PINA’s vision is to empower Indonesians to pursue and secure financial freedom in a simple and straightforward way. Reducing barriers to accessing markets is as important as educating those who want to access them – financial literacy must be a priority. ”

Other platforms that offer similar services are including Halofina, Finansialku, and Fundtatstic. Not only a personal financial recording application, it also embed investment services and financial education in its application — their mission is to make it easier for every user to achieve their financial goals.

Targeting young generation

PINA’s mission is not only to provide an easier way to invest in Indonesia’s emerging financial markets, but also to provide access, trust, and financial literacy to address the low penetration of retail investors, particularly the lower middle class, younger generation, and beginners.

In order to achieve this goal, they have partnered with several institutions, including BNI Sekuritas to offer various investment products, Asli RI for e-KYC and biometric security, and other leading asset management companies. Currently, PINA has been registered and is under the supervision of the Financial Services Authority (OJK).

Until Q2 2021, we noted some wealthtech (financial and investment management) startups that received funding from investors, including:

Announcement Startup Round Amount Investor
January-2021 Zipmex Series A $ 6,000,000 Jump Capital
March-2021 Pluang Pre-Series B $ 20,000,000 Openspace Ventures, Go-Ventures
February-2021 FUNDtastic Series A $ 7,700,000 Ascend Capital Group, Indivara Group
January-2021 Ajaib Series A $ 25,000,000 Horizons Ventures, Alpha JWC Ventures, SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, Y Combinator
January-2021 Bibit Series A $ 30,000,000 Sequoia Capital India, East Ventures, EV Growth, 500 Startups
March-2021 Ajaib Series A $ 65,000,000 Ribbit Capital, Y Combinator Continuity, ICONIQ Capital, Bangkok Bank PLC, angel investors
May-2021 Pintu Series A $ 6,000,000 Coinbase, Blockchain Ventures, Castle Island Ventures, Intudo Ventures, Alameda Ventures, Angel Investor
May-2021 Bibit Series B $ 65,000,000 Sequoia Capital India, Prosus Ventures, Tencent, Harvard Management Company, AC Ventures, East Ventures

It is projected to increase, in line with market opportunities for financial management services that continue to be in demand. A study mentioned, the wealthtech solutions market size will reach $54.62 billion by 2021; and will continue to grow to $137.44 billion in 2028 with a CAGR of 12.1%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

PINA Kantongi Pendanaan Awal, Segera Luncurkan Aplikasi Pengelolaan Keuangan dan Investasi

Pengembang aplikasi pengelolaan keuangan personal PINA mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal dengan nominal dirahasiakan. Putaran ini dipimpin 1982 Ventures, dengan keterlibatan iSeed Asia, Prasetia Dwidharma, Oberyn Capital, dan sejumlah angel investor. Dana segar akan dimanfaatkan untuk mempercepat pengembangan dan pertumbuhan produk sebelum diluncurkan pada November 2021 depan.

Nantinya aplikasi PINA akan membantu orang mengelola dan mengembangkan uang mereka dengan menyediakan solusi pengelolaan dan investasi di satu aplikasi. Startup ini didirikan oleh mantan eksekutif Grab Daniel van Leeuwen dan veteran layanan keuangan Christian Hermawan.

“Misi kami adalah membantu setiap orang mencapai kemandirian finansial dengan menyediakan produk dan saran yang membuat keputusan keuangan yang rumit menjadi sederhana dan relevan. Wealth creating tools yang disediakan untuk individu dengan kekayaan bersih tinggi kini tersedia untuk semua orang. PINA memberdayakan orang untuk berinvestasi dan mengelola uang mereka dengan cara yang dapat dipahami,” ujar Daniel.

Kepada DailySocial.i,d Managing Partner 1982 Ventures Herston Powers mengungkapkan, meskipun platform belum diluncurkan, namun dilihat dari pengalaman para pendirinya yang cukup matang menjadi alasan kuat bagi investor untuk memberikan investasi.

“PINA merupakan aplikasi keuangan pribadi Indonesia pertama yang melayani semua orang Indonesia. Jalan menuju investasi pribadi bukanlah perdagangan saham atau pertukaran kripto, tetapi produk keuangan yang dibuat untuk orang banyak yang berfokus pada membangun kekayaan. Pendekatan dan nilai-nilai holistik PINA sepenuhnya selaras dengan misi kami untuk mengubah layanan keuangan dan memberdayakan jutaan orang Indonesia,” kata Herston.

1982 Ventures sendiri merupakan pemodal ventura yang fokus kepada startup fintech. Berbasis di Singapura, cakupan pendanaan mereka di tahap awal, untuk pebisnis di Asia Tenggara. Selain PINA, portofolio milik 1982 Ventures lainnya di Indonesia adalah Brick dan Wagely.

Sementara itu, CEO Prasteia Dwidharma Arya Setiadharma mengatakan, “Visi PINA adalah memberdayakan masyarakat Indonesia untuk mengejar dan mengamankan kebebasan finansial dengan cara yang sederhana dan lugas. Mengurangi hambatan untuk mengakses pasar sama pentingnya dengan mendidik mereka yang ingin mengaksesnya – literasi keuangan harus menjadi prioritas.”

Platform yang menawarkan layanan serupa seperti PINA di antaranya adalah Halofina, Finansialku, dan Fundtatstic. Tidak sekadar aplikasi pencatatan keuangan pribadi, mereka juga menyematkan layanan investasi dan edukasi keuangan di aplikasinya — misinya memudahkan setiap pengguna mencapai tujuan finansialnya.

Targetkan generasi muda

Misi PINA tidak hanya menyediakan cara yang lebih mudah untuk berinvestasi di pasar keuangan yang sedang berkembang di Indonesia, tetapi juga memberikan akses, kepercayaan, dan literasi keuangan untuk mengatasi rendahnya penetrasi investor ritel, khususnya segmen kelas menengah ke bawah, generasi muda, dan pemula.

Untuk memuluskan tujuannya, mereka telah bermitra dengan beberapa pihak, termasuk perusahaan BNI Sekuritas untuk  menawarkan berbagai produk investasi, Asli RI untuk e-KYC dan keamanan biometrik, dan perusahaan manajemen aset terkemuka lainnya. Saat ini PINA telah terdaftar dan berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hingga Q2 2021, kami mencatat terdapat sejumlah startup wealthtech (pengelolaan keuangan dan investasi) yang mendapatkan pendanaan dari investor, antara lain:

Announcement Startup Round Amount Investor
January-2021 Zipmex Series A $ 6,000,000 Jump Capital
March-2021 Pluang Pre-Series B $ 20,000,000 Openspace Ventures, Go-Ventures
February-2021 FUNDtastic Series A $ 7,700,000 Ascend Capital Group, Indivara Group
January-2021 Ajaib Series A $ 25,000,000 Horizons Ventures, Alpha JWC Ventures, SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, Y Combinator
January-2021 Bibit Series A $ 30,000,000 Sequoia Capital India, East Ventures, EV Growth, 500 Startups
March-2021 Ajaib Series A $ 65,000,000 Ribbit Capital, Y Combinator Continuity, ICONIQ Capital, Bangkok Bank PLC, angel investors
May-2021 Pintu Series A $ 6,000,000 Coinbase, Blockchain Ventures, Castle Island Ventures, Intudo Ventures, Alameda Ventures, Angel Investor
May-2021 Bibit Series B $ 65,000,000 Sequoia Capital India, Prosus Ventures, Tencent, Harvard Management Company, AC Ventures, East Ventures

Proyeksinya ke depan masih akan terus meningkat, seiring peluang pasar layanan pengelolaan keuangan yang terus diminati pasar. Menurut sebuah studi, ukuran pasar solusi wealthtech akan mencapai $54,62 miliar pada tahun 2021; dan akan terus bertumbuh hingga $137,44 miliar pada 2028 mendatang dengan CAGR 12,1%.

Platform Pencatatan Keuangan “Sribuu” Kantongi Pendanaan Awal

Platform pencatatan keuangan Sribuu (sebelumnya Chatalia/Alia) telah mendapatkan pendanaan tahap pre-seed dari BEENEXT dan beberapa angel investor. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima. Dana segar akan digunakan untuk mengembangkan layanan dan memperluas pasar.

“Kami berharap Sribuu dapat meningkatkan kesejahteraan finansial banyak orang, terutama generasi muda,” ujar Co-Founder & CEO Sribuu Nadia Amalia.

Selain Nadia, Sribuu turut didirikan oleh dua co-founder lain, meliputi Fransisca Susan (CTO) dan Fadhila (COO). Platform ini hadir setelah sebelumnya dipresentasikan dalam kompetisi saat acara fintech pitching di Massachusetts Institute of Technology di Amerika Serikat.

Nadia Amalia adalah lulusan Master of Finance dari MIT. Sebelumnya, ia pernah bekerja sebagai di Deutsche Bank. Fransisca Susan saat ini sedang mengejar PhD di MIT berfokus pada teknologi AI.

Pertumbuhan pengguna

Secara khusus Sribuu membantu pengguna untuk mencatat, mengatur, dan menganalisis pengeluaran mereka secara otomatis dari rekening bank dan dompet elektronik yang dimiliki. Selain itu, layanan tersebut mengembangkan rekomendasi yang dipersonalisasi dengan teknologi AI untuk setiap penggunannya.

Sejak periode beta 8 bulan yang lalu, perusahaan mencatat pertumbuhan pengguna hingga 36x. Per September 2021, Sribuu telah membantu lebih dari 45 ribu pengguna dan menganalisis transaksi senilai lebih dari Rp2,3 triliun.

“Sekarang kita menyaksikan siklus berikutnya dari para pendiri yang membangun perusahaan fintech generasi selanjutnya di Indonesia. Tim pendiri Sribuu memiliki semangat untuk meningkatkan kesehatan keuangan bagi jutaan orang Indonesia,” kata BEENEXT Partner Faiz Rahman.

Platform serupa dengan Sribuu yang telah lebih dulu meluncur di Indonesia adalah Moni. Serupa dengan Sribuu, Moni ingin menyelesaikan permasalahan yang dimiliki oleh 60 juta generasi muda dan kelas menengah di Indonesia dalam hal pengelolaan keuangan pribadi.

Aplikasi keuangan pribadi

Selain Sirbuu dan Moni sebagai pendatang baru untuk aplikasi pencatatan keuangan, sebelumnya juga ada beberapa pemain lain yang menawarkan kapabilitas sama. Bahkan beberapa memiliki pendekatan unik, misalnya Halofina menyisipkan edukasi dan layanan investasi untuk membantu penggunanya mencapai target perencanaan keuangan tertentu.

Berikut beberapa aplikasi keuangan pribadi yang hadir dari inovasi startup lokal:

Aplikasi Jumlah Unduhan (Android)
Halofina 50.000+
Finansialku 100.000+
Fundtastic 10.000+
Sribuu 10.000+
PayOK 1.000+
Application Information Will Show Up Here

Otomo Sementara Dihentikan, Pendirinya Kini Fokus Kembangkan Marketplace Jasa “Adain”

Pandemi yang telah banyak mengganggu pertumbuhan bisnis startup ternyata juga dirasakan oleh platform penyewaan kendaraan mewah Otomo. Kepada DailySocial.id, Founder Otomo Charles Lin menceritakan strategi bisnis mereka saat ini dengan menunda terlebih dulu operasional Otomo dan kemudian fokus untuk mengembangkan platform marketplace untuk semua layanan dan jasa bernama Adain.

Masih belum banyaknya platform yang memberikan opsi layanan di luar professional work dengan kapabilitas spesifik, menjadi alasan bagi Charles mengembangkan aplikasi tersebut. Berangkat dari pengalaman pribadi yang kesulitan untuk menemukan tenaga kerja paruh waktu untuk general work, akhirnya memutuskan untuk menghadirkan layanan yang bisa dinikmati oleh semua.

“Kita ingin memosisikan Adain layaknya platform seperti Carousell dan OLX, semua orang bisa mencari layanan yang dibutuhkan sekaligus menawarkan layanan dan jasa yang mereka kuasai dalam satu platform,” kata Charles.

Secara khusus Adain tidak mengambil komisi kepada mitra freelancer dan perusahaan/vendor yang telah mempromosikan layanan dan jasa mereka ke dalam platform. Bagi perusahaan atau vendor seperti penyedia jasa kebersihan dan lainnya, bisa dengan mudah mempromosikan daftar layanan yang mereka miliki, demikian juga dengan freelancer seperti tukang hingga teknisi. Dengan demikian layanan yang benar-benar dibutuhkan dan dicari bisa diakses melalui platform Adain.

“Kita menghindari pengambilan komisi kepada mitra kami. Saat ini semua vendor dan freelancer bisa mempromosikan dan mendapatkan pelanggan langsung melalui aplikasi Adain. Ke depannya kita mungkin akan melakukan monetisasi ke B2B dengan cara memberikan data yang relevan dan dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan bisnis mereka,” jelas Charles.

Saat ini Adain telah memiliki sekitar 400 vendor di beberapa wilayah seperti Jabodetabek dan Bandung. Kebanyakan layanan atau jasa yang dicari oleh pelanggan adalah jasa teknisi (televisi dan AC) dan jasa kebersihan. Untuk memudahkan pelanggan mengakses layanan dan jasa, Adain telah tersedia dalam aplikasi yang sudah bisa diunduh di Play Store dan juga di Apps Store.

Menjangkau seluruh wilayah di Indonesia

Berbeda dengan platform lainnya seperti SeekmiKliknClean, Sejasa, TukangBersih yang kebanyakan menawarkan jasa dan pilihan mitra mereka yang telah dikurasi secara internal, Adain justru memberikan kesempatan kepada semua freelancer untuk mempromosikan layanan dan jasa mereka.

Dengan demikian jika saat ini di Papua atau wilayah lainnya belum memiliki layanan yang dicari oleh pelanggan, para freelancer hingga vendor di perusahaan yang berlokasi di wilayah tersebut bisa mempromosikan layanan dan jasa yang mereka miliki langsung melalui aplikasi Adain.

“Untuk vendor atau perusahaan kami mempercayakan proses kurasi dan KYC yang mereka miliki. Sementara dari freelancer kami melihat data untuk kemudian di verifikasi,” kata Charles.

Ke depannya Adain juga memiliki rencana untuk meluncurkan fitur instant booking untuk layanan atau jasa on-demand. Untuk memudahkan komunikasi, aplikasi Adain juga menyediakan internal chat/messenger yang bisa dimanfaatkan oleh pelanggan saat berinteraksi dengan vendor atau freelancer.

Saat ini Charles dan co-founder Otomo lainnya masih ingin mengembangkan Adain dengan menambah jumlah freelancer, vendor dan pelanggan. Bulan Oktober mendatang saat kondisi sudah mulai berangsur pulih, Otomo juga rencananya akan di re-launch dengan menghadirkan pilihan yang relevan.

“Saat ini metrik kita lebih kepada berapa banyak pengguna yang memanfaatkan aplikasi Adain. Untuk vendor bisa melakukan on-boarding sendiri di sisi lain para freelancer juga mulai banyak yang bergabung ke dalam platform Adain,” kata Charles.

Belum ada platform yang mendominasi

Dalam artikel DailySocial.id sebelumnya disebutkan, meskipun sudah ada beberapa platform layanan dan jasa yang menyediakan layanan di luar kawasan ibukota, kebanyakan dari mereka masih membatasi layanan di Jakarta dan sekitarnya. Menurut sudut pandang investor, salah satu alasan masih terbatasnya area layanan yang dijangkau platform jasa dan tukang di Indonesia adalah unit ekonomi yang rentan.

Menurut Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto, secara tipikal layanan marketplace jasa cenderung sangat hiperlokal dan kurang scalable. Mereka tidak dapat memanfaatkan penawaran dan permintaan yang sudah ada sebelumnya di satu pasar untuk menarik pengguna di pasar baru. Ketika mereka datang ke pasar baru, mereka perlu mendapatkan semua pelanggan dari awal.

Efeknya adalah akuisisi pelanggan di satu kota akan sangat berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Ketidakpastian Costumer Acquisition Cost (CAC) itu sering kali membuat model ini dirugikan ketika mulai memasuki  pasar baru. Menjelang akhir tahun 2020 jumlah layanan jasa dan tukang di Indonesia makin bertambah. Meskipun demikian, belum ada yang mendominasi layanan dan baru sedikit yang menerima dana segar dari investor.

Application Information Will Show Up Here

Indepay Hadir Tawarkan Pengalaman ala “Social Commerce” di Layanan Fintech

Pandemi Covid-19 telah mendorong perubahan signifikan pada perilaku masyarakat, dari yang bersifat konvensional menjadi serba digital. Bank Indonesia encatat, nilai transaksi dengan uang elektronik mencapai Rp 25,4 triliun pada Juli 2021. Jumlah itu meningkat 5% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 24,1 triliun.

Sementara itu, sistem pembayaran Indonesia disebut masih berada dalam tahap awal pengembangan, 80% rekening bank yang ada belum sepenuhnya terdigitalisasi. Melihat isu tersebut, Indepay hadir menawarkan platform transfer terbuka yang dirancang untuk mendorong transformasi industri pembayaran digital menggunakan teknologi transfer antar pengguna secara real-time.

“Kami sedang membangun platform transaksi berbasis Open API dengan mendekatkan bank kepada konsumen untuk mendorong transformasi lanskap pembayaran digital dengan transfer account-to-account secara real-time,” tulis Co-Founder & CEO Indepay Rajib Saha.

Didirikan pada Juli 2020, Indepay memiliki fokus untuk merevolusi sektor finansial di Asia Tenggara. Perusahaan disebut telah memiliki ekosistem mitra yang berkembang yang dibangun di sekitar bank anggota yang membuat transfer baik sebagai konsumen dan bisnis menjadi efisien, dengan biaya rendah dan mengarahkan pada kemungkinan yang tak terbatas.

Secara intrinsik, platform ini memetakan nomor ponsel dengan rekening bank pelanggan sebagai identitas pembayaran unik untuk pengalaman transfer akun-ke-akun yang lebih cepat & aman yang disebut Pay-ID. Sistem ini akan memberdayakan pengguna untuk membangun reputasi digital dan membantu menjaga keamanan dan kontrol berbasis persetujuan atas data keuangan mereka.

Layanan berbasis open finance di Indonesia memang sedang marak dikembangkan. Isunya sama, karena kebutuhan konsumen atas akses ke layanan keuangan yang lebih mulus. Ayoconnect, Xendit, Finantier, Brick adalah beberapa nama startup yang bermain di ranah tersebut; termasuk salah satunya menyuguhkan API untuk transfer atau penerimaan dana.

Target berikutnya

Dalam jangka waktu tiga tahun ke depan, perusahaan menargetkan untuk mendigitalkan setidaknya 100 juta nasabah Indonesia dan memfasilitasi 1 miliar transaksi per bulan. Saat ini, kantor Indepay berlokasi di Jakarta, Singapura dan Gurgaon, namun timnya mengaku saat ini hanya fokus dengan market di Indonesia. Ke depannya, perusahaan berencana untuk ekspansi ke negara lainnya di Asia Tenggara, dan juga India.

Dari sisi pendanaan eksternal, saat ini Indepay telah didukung oleh BEENEXT dan T8 Capital Partners. Tanpa menjabarkan detail pendanaan, Rajib menyebutkan bahwa timnya masih dalam proses untuk menutup putaran ini dengan tambahan dana dari beberapa investor lainnya.

Founder & CEO BEENEXT Teruhide Sato mengatakan, “Kami telah berinvestasi di berbagai startup fintech di seluruh dunia, dan kami mencermati bahwa kehadiran transfer antarbank digital semakin mendorong pertumbuhan ekonomi digital di setiap negara. Karena itulah, kami bekerja sama dengan Indepay untuk membangun platform transfer terbuka di Indonesia, yang menghubungkan semua pelaku usaha sektor finansial, mulai dari Bank, perusahaan Payment Gateway, Operator Switching dan Settlement, untuk menawarkan pengalaman transfer dana yang sangat terjangkau dan praktis.”

Platform transfer terbuka Indepay memosisikan diri sebagai opsi pembayaran digital dengan pengalaman social commerce yang interaktif untuk memfasilitasi urusan transfer, pembayaran, dan penerimaan pesanan dengan lebih cepat. Upaya ini diharapkan akan membuka kesempatan baru bagi startup, perusahaan fintech, brand, pelaku UMKM, dan penjual mikro untuk bersama-sama mewujudkan konsep masyarakat cashless.

Fokus jangkau pelaku usaha online

Pada tanggal 17 September 2021, Indepay resmi meluncurkan aplikasi tara.app”. Menggunakan platform transfer Indepay, tara.app merupakan fasilitas perdagangan interaktif sosial (social interactive commerce), yang ditujukan untuk para pelaku bisnis D2C, seperti brands, pedagang mikro, warung, dan pengecer.

Rajib Saha turut mengungkapkan, “Biaya pembayaran dan biaya transfer yang tinggi adalah hambatan utama dalam pengembangan ekosistem startup di Indonesia. tara.app bekerja sama dengan tim Indepay di Jakarta akan menjadi disruptor dalam industri ini. Integrasi yang kami miliki dengan berbagai bank dan lembaga keuangan akan membuka berbagai kesempatan yang menarik untuk Indonesia.”

Sebenarnya konsep serupa juga ditawarkan pemain lain. Misalnya Xendit dengan Xendit Business App dan Midtrans dengan layanan Payment Link.

Kehadiran platform teknologi seperti Indepay menjadi semakin krusial untuk mendorong negara berbasis ekonomi UMKM seperti Indonesia dalam melakukan transformasi digital. Beberapa studi dan penelitian terbaru juga menunjukkan penggunaan internet yang kian meluas dan perubahan perilaku pengguna terhadap aktivitas jual-beli online di media sosial. Hal ini menunjukkan peningkatan popularitas kegiatan social interactive commerce atau perdagangan berbasis interaksi online, baik lewat aplikasi pesan singkat maupun media sosial.

Dalam prosesnya, tara.app bekerja dengan memetakan nomor HP pengguna dengan rekening-rekening bank yang mereka miliki sebagai ID Pembayaran Unik (Unique Pay-ID). Pay-ID ini bisa digunakan untuk melakukan transfer instan dan aman ke akun pengguna lain (Account-to-Account Transfer). Selanjutnya, Pay-ID unik tersebut akan membangun reputasi digital pengguna serta membantu mempertahankan standar keamanan, di mana pengguna bisa memiliki kendali berbasis persetujuan (consent) atas data keuangan yang mereka berikan.

Dengan tara.app, pengguna tidak perlu menginstal semua aplikasi bank di ponsel ataupun mengingat beragam kata sandi dan pin untuk masing-masing rekening. ID Pembayaran unik yang terhubung dengan nomor HP mereka memungkinkan proses transfer dengan lebih praktis dan aman, kapan saja dan dimana saja lewat satu pintu.

Di sisi lain, solusi ini juga ditujukan untuk membantu UMKM agar produk mereka lebih mudah ditemukan secara online, serta mendukung UMKM dengan jangkauan jaringan dan partisipasi komunitas yang lebih luas. Langkah ini bertujuan untuk menjembatani jarak antara merchant dan bank melalui digitalisasi, sehingga bisa menciptakan pengalaman perdagangan yang interaktif (interactive commerce) melalui kanal sosial di dalam framework tara.app.

Indepay mengklaim solusinya sebagai salah satu pelopor di Asia Tenggara. Sementara pemain lain berinteraksi dalam jaringan grup, seperti Facebook, Instagram, Google for Business, platform ini menawarkan solusi berbasis web, yang juga dapat diakses dari aplikasi tara untuk penawaran yang lebih baik bagi konsumen.

Application Information Will Show Up Here

AlteaCare Memperkenalkan Platform Telekonsultasi untuk Dokter Spesialis

AlteaCare resmi memperkenalkan platform telekonsultasi dokter spesialis berbasis aplikasi. Sebagai tahap awal, mereka menggandeng RS Mitra Keluarga sebagai rekanan fasilitas kesehatan pertama.

CEO AlteaCare Mikaela Oen mengatakan, pihaknya berupaya menghadirkan layanan kesehatan terintegrasi sehingga masyarakat dapat merasakan pelayanan menyeluruh rumah sakit secara virtual. Saat ini, hampir seluruh dokter RS Mitra Keluarga sudah berpraktik di platform AlteaCare.

Saat ini, AlteaCare menyediakan sejumlah layanan kesehatan, antara lain telekonsultasi, medical advisor, vaksinasi, pembelian dan pengiriman resep obat, hingga lab & radiologi. AlteaCare sudah dapat diunduh untuk perangkat Android dan iOS.

“Yang menjadi value proposition AlteaCare dari platform lain adalah mengutamakan telekonsultasi secara real-time dengan video call. Kami juga memiliki medical advisor dan Patient Relation Officer (PRO) untuk memberikan pengalaman lebih baik sebelum hingga sesudah melakukan telekonsultasi,” ujar Mikaela dalam konferensi pers virtual.

Adapun, medical advisor membantu pengguna memilih dokter spesialis yang tepat. Sementara, PRO membantu pengguna dalam menyelesaikan proses rawat jalan usai konsultasi dengan dokter spesialis. Pada layanan vaksin, AlteaCare menyediakan dari pendaftaran, screening, dan penjadwalan. Rekam medis tersimpan di RS, tetapi pasien bisa mendapat catatan ringkas.

Untuk memperkuat ekosistem layanan secara terintegrasi ke depan, pihaknya menargetkan dapat terus menambah mitra fasilitas kesehatan lainnya, mulai dari RS, farmasi, dan asuransi.

Sementara itu, COO AlteaCare William Suryawan menambahkan, pihaknya ingin menjadi gerbang digital bagi masyarakat yang belum terjangkau layanan kesehatan. “Ini berarti RS memiliki channel baru sehingga membantu mereka menjangkau pasien baru di masa pandemi. Jadi, [kehadiran telemedicine] bukan untuk bersaing dengan RS lainnya,” katanya.

Selain RS Mitra Keluarga, AlteaCare juga menjadi sebagai salah satu penyedia layanan telekonsultasi berbasis online yang digandeng oleh Kementerian Kesehatan. Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa pemanfaatan teknologi dan aplikasi mulai banyak dikembangkan di sektor kesehatan sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

“Kami sangat mengapresiasi langkah ini dengan mengintegrasikan layanan dengan rumah sakit. Kami harap semakin banyak RS bergabung sehingga masyarakat semakin banyak juga yang terjangkau layanan kesehatan,” ujarnya.

Healthtech di masa pandemi

Berdasarkan Startup Report 2020 yang dirilis oleh DSResearch, platform healtchtech di Indonesia memainkan peran signifikan di masa pandemi Covid-19. Dengan kebijakan pembatasan sosial, pandemi seolah ‘memaksa’ masyarakat untuk mengadopsi layanan telekonsultasi.

Alhasil, platform telekonsultasi mendulang pertumbuhan transaksi hingga berkali lipat sejak tahun lalu. Ini memberikan tren positif bahwa layanan telekonsultasi memiliki peluang pertumbuhan yang besar.

Kategori inovasi di healthtech / DSResearch

Pemerintah pun bekerja sama dengan platform healthtech untuk berupaya mendorong pembatasan sosial. Inovasi layanan yang dihadirkan pelaku healthtech dapat membantu masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan tanpa perlu keluar rumah.

Platform healthtech membantu pemerintah untuk menyediakan rapid test dan PCR. Beberapa layanan lain yang dapat diakses adalah chatbot untuk mengidentifikasi atau melakukan diagnosis awal serta pembelian dan pengiriman obat secara online.

Application Information Will Show Up Here

Rey Assurance Hadirkan Layanan Insurtech yang Terintegrasi dengan Wellness

Platform insurtech Rey Assurance mendapatkan pendanaan pre-seed sebesar $1 juta atau 14,2 miliar Rupiah dari Trans-Pacific Technology Fund. Pendanaan ini akan digunakan untuk mengoptimalkan produk dan layanan yang dijajakan.

Sebagaimana dilaporkan Techcrunch, mereka mengklaim sebagai platform penyedia asuransi jiwa dan kesehatan pertama yang terintegrasi dengan ekosistem kesehatan dan wellness. Beberapa layanannya antara lain pemeriksaan gejala mandiri, telekonsultasi, pemesanan dan pengiriman obat, serta fitur kebugaran.

Beberapa keunggulan yang ditawarkan adalah Rey bermitra perusahaan asuransi untuk membuat polis kepemilikan alih-alih melakukan underwriting sendiri. Rey juga menawarkan proses onboarding cepat yang dapat dilakukan sepenuhnya melalui online dalam kurun waktu 5 menit. Demikian juga dengan penanganan klaim.

Rey Assurance didirikan oleh Evan Tanotogono dan Bobby Siagian. Evan yang kini menjabat sebagai CEO sebelumnya berkarir di Sequis Life dan Tokopedia. Sementara Bobby yang menduduki posisi CTO juga pernah bekerja di Tokopedia, Mbiz, dan Bizzy.

Pendekatan baru dengan model langganan

Dihubungi secara terpisah, Co-founder & CEO Rey Assurance Evan Tanotogono mengatakan, pihaknya berupaya menyederhanakan produk asuransi yang selama ini ada di pasaran dengan pendekatan baru, yakni model berlangganan (subscription). Menurutnya, isu-isu pelik di industri asuransi sudah mengakar, terlebih penetrasinya masih rendah dan sulit tumbuh signifikan.

Maka itu, model berlangganan diyakini dapat mengubah mindset masyarakat dalam membeli produk asuransi. Mindset yang ingin diciptakan adalah membeli sebuah produk sebagai bagian dari ekosistem besar di mana Rey memiliki akses ke ekosistem tersebut.

“Yang kami lakukan sebetulnya mengubah konsep dari ‘product that is just a policy‘ menjadi ‘product that takes care of you‘. Kami pikir perlu melakukan pendekatan berbeda, dan orang tidak mungkin memiliki ekspektasi hasil berbeda kalau hanya melakukan hal yang sama,” ujar Evan kepada DailySocial.id.

Menurutnya, dengan mengintegrasikan ke layanan kesehatan dan wellness, masyarakat seharusnya tidak perlu berpikir bahwa asuransi menjadi “produk yang jangan sampai dipakai” melainkan sebagai sebuah perjalanan transformasi menjadi manusia yang lebih baik.

Saat ini, Rey baru menawarkan tiga opsi langganan, yaitu di harga Rp69 ribu/bulan, Rp89 ribu/bulan, dan Rp99 ribu/bulan yang di dalamnya sudah termasuk bundle layanan rawat jalan, telekonsultasi, pengecekan gejala, dan asuransi.

Mengingat timnya masih mengembangkan produk secara minimum viable product (MVP), Evan menyebut saat ini baru tersedia tiga layanan di aplikasi Rey, yakni Cek Gejala, Chat Dokter, dam Pesan Obat. Sementara, pembelian asuransi baru tersedia di platform web.

“Produk asuransi kami sudah punya dua mitra saat ini yang pakai existing produk untuk MVP. Meanwhile we are designing our own proprietary designs soon,” tambahnya.

Penetrasi asuransi dan kebangkitan insurtech

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya tren pertumbuhan positif pada kinerja industri asuransi di situasi pandemi Covid-19 ini. Mengutip Bisnis.com, penetrasi asuransi di Indonesia pada semester I 2021 memang masih relatif stagnan, akan tetapi meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Pada 2019, penetrasi asuransi tercatat hanya 2,81%, lalu naik menjadi 2,92% di 2020. Kemudian, angka tersebut tumbuh menjadi 3,11% pada Juni 2021 yang menunjukkan sinyal pertumbuhan positif bagi industri asuransi Indonesia.

Berdasarkan Insurtech Ecosystem in Indonesia Report oleh DSInnovate, penetrasi asuransi dinilai masih sangat rendah akibat kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia terhadap produk asuransi beserta manfaatnya. Maka itu, kolaborasi asuransi dan teknologi dinilai dapat meningkatkan awareness dan membuka akses produk di kalangan masyarakat.

Elemen kunci pada adopsi insurtech / DSResearch
Elemen kunci pada adopsi insurtech / DSInnovate

Dari sisi bisnis, platform digital juga dibutuhkan untuk menjembatani kegiatan distribusi guna mengurangi biaya operasional di lapangan melalui sinergi antara perusahaan asuransi, insurtech, dan platform digital.

Application Information Will Show Up Here