AMVESINDO: Strategi “Exit” dan Tingginya Minat Startup untuk IPO

Beberapa waktu terakhir, perjalanan IPO PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO) tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, setelah dinobatkan sebagai salah satu penawaran umum perdana terbesar di dunia tahun ini, harga saham GoTo terpantau terus merosot.

Per hari ini (15/2), harga saham GoTo tercatat di angka Rp96 per saham, turun jauh dibandingkan saat IPO di kisaran Rp338 per saham.

Selain GoTo, perusahaan teknologi lainnya PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) juga bernasib serupa. Harga saham IPO senilai Rp850 per saham di Agustus 2021 lalu kini jeblok di angka Rp280 per saham (“15/12). Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah IPO merupakan strategi exit yang ideal bagi sebuah perusahaan teknologi?

Di awal Desember ini, Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) mengadakan seminar bertajuk “Exit Mechanism for Investors & Startup Companies (IPO vs Acquisition)”. Dalam perhelatan ini, hadir beberapa perwakilan stakeholder untuk membahas strategi exit yang ideal bagi para investor startup di Indonesia.

Strategi exit merupakan salah satu keputusan signifikan dalam runway sebuah perusahaan teknologi, utamanya setelah perusahaan menerima pendanaan dari investor. Seperti diketahui, strategi exit bisa dilakukan melalui IPO, merger maupun akuisisi. Hal ini dilakukan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan atau meminimalkan kerugian.

Terkait strategi exit melalui IPO, perusahaan teknologi masih sering menghadapi tantangan. Bono Daru Adji selaku Senior Partner Assegaf Hamzah & Partners mengungkapkan bahwa peraturan di Indonesia dianggap belum cukup memadai bagi startup untuk melakukan IPO. Selain itu, struktur internal startup tahap pre-IPO sering dianggap belum cukup memadai untuk melantai di bursa.

Namun, peraturan OJK dan BEI belakangan ini sudah mulai disesuaikan dengan kebutuhan startup yang bermaksud untuk IPO. Selain POJK 22/2021 terkait Multiple Voting Shares (MVS), peraturan BEI No. I-A mengenai pencatatan saham tidak lagi mensyaratkan kewajiban profit bagi emiten yang bermaksud mencatatkan sahamnya di Papan Utama.

Hal ini membuka peluang bagi para startup. Strategi exit melalui IPO menjadi salah satu jalur untuk menggalang dana dari investor publik dengan harapan bisa mengembangkan bisnis perusahaan, bukan semata-mata untuk exit. Meskipun begitu, sejumlah investor menganggap mekanisme akuisisi (M&A) lebih menguntungkan dibandingkan IPO.

Hal ini diakui oleh Managing partner of MDI Ventures Kenneth Li. Menurutnya, akuisisi memungkinkan proses likuidasi yang cepat. Sementara IPO memiliki masa tunggu setidaknya 8 bulan. “Itupun kalau harga sahamnya naik,” tambahnya. Namun, ia menegaskan bahwa strategi itu tidak bisa digeneralisasi kepada semua perusahaan.

CEO BNI Ventures Eddi Danusaputro yang juga menjabat sebagai ketua AMVESINDO mengungkapkan, “bahwa kita sebagai venture capital perlu dana untuk diputar kembali melalui investasi. M&A memungkinkan likuiditas yang ringkas. Sementara IPO memiliki masa tunggu. Sebagai pengelola dana investor, kita juga punya tanggung jawab untuk bisa segera memutar uang tersebut.”

Alternatif penggalangan dana

Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa sepanjang tahun 2022 ada 59 emiten yang melakukan initial public offering (IPO), Venteny menjadi perusahaan terakhir yang resmi tercatat di BEI. Angka ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Tanah Air. Selain itu, perolehan dana IPO pada tahun 2022 ini disebut mencapai Rp32,68 triliun.

Daftar penggalangan dana terbesar melalui IPO di BEI / Sumber: IDX

Head of IDX Incubator Aditya Nugraha mengungkapkan, “untuk animo IPO, rasanya tahun depan masih tetap tinggi. Di pipeline kami, ada 48 yang sedang diproses untuk tahun depan, ini belum termasuk bulan Desember. Kami yakin tahun depan akan lebih ramai. Harapannya, perusahaan yang masuk akan sizeable dan lebih siap untuk go public, termasuk dari aspek compliance. Tidak sekadar IPO dan membuat market jadi tidak sehat,” ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan, di bursa sendiri tidak ada definisi startup company melainkan Daftar Saham Teknologi (IDXTECHNO). Dari 48 entitas yang mendaftar untuk IPO di tahun 2023, delapan di antaranya adalah perusahaan teknologi. Sektor ini masih sangat menarik untuk go public, banyak perusahaan yang masih mencari alternatif pendanaan melalui IPO.

Aditya yang akrab disapa Anug ini juga memberi masukan bagi para founder yang berniat IPO di BEI, yaitu dengan membentuk badan hukum di Indonesia agar lebih mudah dalam menjalankan setiap proses. Lalu, founder harus bebenah sejak dini, tidak bisa hanya fokus pada bisnis tetapi lebih detail dalam mengelola aspek administrasi, termasuk legalitas, keuangan, perpajakan, dll.

Selanjutnya, perusahaan harus punya roadmap yang jelas. Ketika IPO, rincian penggunaan danannya harus lengkap. Untuk bisa go public, perusahaan harus bisa menarik minat investor. Mulai dari rencana ekspansi, pengembangan riset, talenta, dll. “Mereka harus punya path yang jelas, tidak bisa mengawang-ngawang. Kalau semuanya lengkap dan jelas, proses IPO bisa lebih lancar,” tutupnya.

[Video] Dukungan B Capital untuk Ekosistem Startup Asia Tenggara

DailySocial bersama Partner B Capital Karan Mohla membahas tren pendanaan terhadap perusahaan startup di tahap awal (early stage). Menurut Karan, ada beberapa kategori startup yang layak dan siap untuk didukung, khususnya dalam hal pendanaan.

Selain itu, faktor seperti latar belakang pendiri startup juga berpengaruh dalam hal kesuksesan perusahaan mendapatkan pendanaan.

Seperti apa kategori startup yang dimaksud? Latar belakang yang seperti apa yang diinginkan para pemodal ventura? Simak pembahasannya di video wawancara berikut.

Untuk video menarik lainnya seputar perusahaan modal ventura (venture capital) dan dukungannya terhadap startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi VCTalks.

Label Rekaman Trinity Bentuk CVC, Jajaki Peluang Investasi Ekonomi Kreatif

Pada 2019, Trinity Optima Production (TOP) terlibat dalam konsorsium pengembangan produk digital. Konsorsiumnya bersama tiga perusahaan label rekaman lain, yakni Musica, Aquarius, dan My Music, menghasilkan kesepakatan joint venture bersama PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI) untuk menggarap platform audio on-demand Noice.

Kini, perusahaan menyatakan komitmen penuh untuk membuka peluang investasi dan pengembangan bisnis rintisan atau proyek yang sejatinya dapat memberikan nilai tambah terhadap ekosistem grup. TOP mengumumkan pendirian Corporate Venture Capital (CVC) dengan nama Trinity Ventures (TV) untuk memuluskan transisinya sebagai grup usaha (holding company).

Dalam keterangan resminya, perusahaan menyebut telah memiliki tim manajemen dengan bekal ilmu dan pengalaman solid untuk menuju skala korporasi lebih besar di industri hiburan. Adapun, Trinity Ventures menggaet Jagartha Advisors sebagai penasihat investasi yang berperan dalam melakukan assesment dan due diligence terhadap calon investee.

Berdasarkan wawancara terpisah dengan DailySocial.id, CEO Trinity Optima Production Yonathan Nugroho mengatakan mengambil peran ganda untuk memimpin TV. “Terkait entitas legal, PT sudah ada. Namun, berhubung ini CVC dan baru menggunakan dana internal, kami belum mengajukan izin sebagai perusahaan modal ventura,” tutur Yonathan.

Sekilas informasi, Trinity Optima Production didirikan oleh Adi Nugroho, Handi Santoso, Effendy Widjaja, dan Yonathan Nugroho pada 2003. Perusahaan memiliki rekam jejak kuat di industri hiburan; menaungi sejumlah artis kawakan, termasuk Armand Maulana, Sherina, dan Afgan.

Di luar label rekaman, TOP memperluas skala bisnisnya dengan masuk ke music publishing dan talent marketing melalui Trinity Artist Management (TAM), serta Trinity Creative Technology (Dignitiy) untuk digital content marketing.

Hipotesis investasi

Di awal, peluang investasi pada usaha rintisan sering diukur dari visi/value para founder, competitive advantage sebuah produk/layanan, dan valuasi. Namun, dengan melihat perkembangan industri dan pasar saat ini, TV lebih berfokus pada bisnis yang memiliki keberlanjutan jangka panjang dan fokus terhadap permasalahan di sektor yang digeluti, tak lagi cuma mengejar pertumbuhan.

Yonathan berujar, tidak ada sektor tertentu yang diincar, TV membuka diri seluas-luasnya pada peluang investasi di startup maupun proyek yang memberikan nilai tambah pada ekosistem Trinity Entertainment Group (TEG). Selain itu, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah rencana mitigasi risiko dengan memperhitungkan situasi makro saat ini.

“Pada tahap awal, kami fokus di sektor ekonomi kreatif yang berkaitan dengan industri film, musik, dan direct-to-consumer (D2C). Saat ini, posisi kami sedang mengeksplorasi peluang pada virtual influencer atau meta human. Kami tidak berfokus untuk mendigitalisasi suatu sektor usaha. Kami serahkan [pengembangan] model bisnis dan produk pada pemilik,” jelasnya.

Portofolio Investasi Trinity Ventures/ Sumber: Trinity Optima Production

Diungkapkan, TV dibentuk untuk memperluas jangkauan jaringan dan peluang kolaborasi selama itu visioner dan inovasinya disruptif. Artinya, model bisnis atau produk/layanan memiliki pain point, positioning, peluang untuk scale up yang jelas.

Pihaknya berupaya untuk mengkolaborasikan proyek/solusi yang dimiliki startup ke lintas sektor, dan tidak rigid pada idealisme tertentu. Kolaborasi ini dapat dilakukan antar-talent atau pada proyek/portofolio di mana TV berinvestasi.

“Bagaimanapun, kami punya bisnis inti di industri hiburan yang punya spirit mengelola talenta atau orang. Kami terbiasa pada fleksibilitas mengolah program kerja. Karena itu, dalam konteks calon investee, kami harap pemilik bisnis juga terbuka untuk mengkolaborasikan bisnis ke industri hiburan,” tambahnya.

Sumber pendanaan

TV akan menggunakan dua model pendanaan, yakni (1) pemberian modal bagi bisnis yang sudah well-established dan sedang fundraise, serta (2) pendanaan, pendampingan manajerial, dan dukungan dari sisi operasional, campaign, hingga sponsorship. Khusus pada model kedua, TV berfokus pada investasi di sektor riil, seperti brand, komunitas, atau startup dengan proyek spesifik.

“Proses transfer knowledge dan advisory pada pengelolaan bisnis ini adalah pilihan yang kami rasa sangat penting untuk teman-teman pebisnis yang masih merintis,” tutur Yonathan.

Menurut Yonathan, TV tidak memetakan model pendanaan berdasarkan tahapan (stage) startup, melainkan pada kebutuhan dari pemilik bisnis. Adapun, perusahaan induk dapat terlibat dalam pengelolaan manajemen, SDM, atau produk yang dimiliki agar dapat memberikan kontribusi positif bagi perusahaan.

“Kami tidak bisa menyebut nilai investasi yang disiapkan. Namun, untuk tahap awal, kami masih menggunakan sumber pendanaan internal dari Trinity Entertainment Group. Kami tidak menutup kemungkinan bakal menggandeng Limited Partner (LP) yang tertarik [berinvestasi] di sektor ekonomi kreatif dan turunannya di masa depan,” ungkapnya.

Pihaknya mengaku tak hanya mengincar sumber pendapatan baru, tetapi juga membuka berbagai pilihan terhadap investasi usaha atau proyek yang dapat menghasilkan nilai tambah strategis.

Ekonomi kreatif

Tren investasi pada perusahaan rintisan turut diminati sektor hiburan Indonesia. Hal ini salah satunya didorong oleh perkembangan teknologi Web3 yang membuka ruang eksplorasi menarik bagi konten kreator, baik musik, film, video, ilustrator hingga karya fiksi.

Famous Allstars adalah salah satunya yang meminati pengembangan konten kreator di era Web2 dan Web3. Salah satunya adalah rencana mendirikan creator venture dengan mengidentifikasi dua pilar menarik di sektor F&B dan beauty. Famous Allstars merupakan entitas yang menaungi channel-channel konten kreatif popular dan platform yang menghubungkan brand dengan influencer.

Kemenparekraf mencatat nilai ekspor ekonomi kreatif di Indonesia mencapai $23,9 miliar pada 2021, naik dari tahun sebelumnya $18,8 miliar. Pemerintah membidik nilai tersebut dapat mencapai $25,14 miliar di 2022.

Accelerating Asia Kembali Umumkan Startup Binaan, HealthPro Peserta Terpilih dari Indonesia

Accelerating Asia, pemodal ventura sekaligus program akselerator startup tahap awal kembali mengumumkan 10 startup terpilih untuk Cohort 7. Para peserta berasal dari berbagai negara, mulai dari Asia Selatan (Bangladesh, Pakistan), Asia Tenggara (Filipina, Myanmar, Singapura, Malaysia, Indonesia dan Thailand), hingga Asia Timur (Korea).

Program ini bersifat sektor agnostik, dapat diikuti oleh startup dari berbagai lanskap industri. Para startup terpilih di Cohort 7 ini adalah Cocotel, Hishabee, K-Link, Kooky.io, Safe Truck, Shoplinks, Easy Rice Digital Technology, BizB, Ulisse, dan terakhir HealthPro dari Indonesia.

Dalam rilis resminya General Partner Accelerating Asia Amra Naidoo mengungkapkan, investasi baru tersebut membawa portofolio Accelerating Asia menjadi 60 startup dan telah mengumpulkan total investasi lebih dari $50 juta. Untuk peserta di Cohort 7 sendiri telah mengumpulkan $5,2 juta, sebelum bergabung dengan program akselerator.

Investasi baru di Cohort 7 juga diklaim memiliki daya tarik pasar dan pertumbuhan pendapatan dengan nilai rata-rata GMV lebih dari $46.000 per bulan dan rata-rata pendapatan bulanan lebih dari $13.000.

“Apa yang kami lihat di Cohort 7 adalah semacam inflasi kesuksesan. Sepuluh startup yang kami investasikan memiliki pencapaian yang lebih signifikan dalam pendapatan, akuisisi pengguna, dan metrik lainnya yang biasanya diasosiasikan dengan startup tahap awal.”

Para startup yang lolos dalam Cohort teranyar ini sebelumnya telah melalui proses kurasi ketat. Tercatat ada sekitar 600 startup yang mendaftarkan dalam program.  Jumlah tersebut meningkat hingga 232% sejak batch pertama hingga saat ini.

Sejak tahun 2019, Accelerating Asia telah berinvestasi pada 100 lebih pendiri dari 60 startup, menjadikan mereka sebagai salah satu investor paling aktif di startup tahapan pra-seri A di Asia Tenggara dan Selatan.

Fokus kepada profitabilitas

Menurut Co-founder dan General Partner Craig Bristol Dixon, Accelerating Asia selalu berinvestasi kepada bisnis yang dapat menghasilkan uang secara langsung dan difokuskan kepada rencana keuangan yang cerdas dan pendiri yang dapat memonetisasi celah di pasar dalam jangka pendek.

“Dalam hal investasi kami mengikuti strategi sederhana, yang pertama kami kembali kepada organisasi yang dapat menghasilkan uang dalam iklim ekonomi apa pun, kedua pendiri yang dapat bernavigasi dalam kondisi pasar apapun,” kata Dixon.

Accelerating Asia meluncurkan Fund II pada tahun 2021, Cohort 7 adalah investasi gelombang ketiga untuk Fund II yang akan memberikan modal di seluruh startup pra-seri A di kawasan Asia Tenggara dan Selatan.

“Ketika kami mulai beroperasi beberapa tahun lalu, ide Accelerating Asia masih kepada visi ke depan untuk Asia Pasifik. Sekarang saya senang melihat bahwa itu berjalan dengan baik, lebih banyak startup melakukan scale-up secara cepat. Sebagian besar berkat sistem dukungan yang dapat mereka gunakan,
yang mencakup semuanya, mulai dari acara dan konferensi hingga sindikasi angel investor,” kata Naidoo.

Sejak meluncurkan program mereka sudah banyak startup asal Indonesia yang mengalami pertumbuhan positif. Mulai dari TransTRACK.ID dan Tokban yang merupakan peserta dalam Cohort 6; hingga Karyakarsa yang telah mengumpulkan pendanaan putaran awal senilai $498.000 dari Accelerating Asia, Sketchnote Partners, serta angel investor ternama.

Venture Capital Adalah: Contoh dan Daftarnya di Indonesia

Kamu yang saat ini sedang mengembangkan dunia startup pasti tahu apa itu venture capital. Ini adalah lembaga keuangan yang menyediakan banyak dana untuk startup. Keberadaan VC (venture capital) tentunya sangat penting untuk keberlangsungan pembiayaan start up itu sendiri.

Kali ini DailySocial.id akan memberikan rekomendasi venture capital di Indonesia terbaik!

Pengertian Venture Capital

Modal ventura sendiri merupakan pendanaan yang diberikan investor kepada usaha kecil, seperti startup, yang dinilai memiliki potensi jangka panjang yang besar. Umumnya, perusahaan modal ventura ini menghimpun dana sendiri dari berbagai kalangan seperti investor kaya, lembaga keuangan, bank investasi dan lain-lain.

Namun perlu diketahui, tidak semua perusahaan modal ventura menawarkan modal dalam bentuk dana. Terkadang bantuan juga diberikan dalam bentuk keahlian teknis atau keterampilan khusus.

Pada prinsipnya, setiap investor yang memberi VC sejumlah uang, yang kemudian mengalir kembali ke startup, mengambil risiko tinggi. Oleh karena itu, tidak semua startup mendapatkan pendanaan yang cepat dan lancar dari perusahaan modal ventura.

Beberapa Venture Capital di Indonesia

Convergence

Jika kamu berpikir ini adalah perusahaan asing, kamu salah. Padahal, ini adalah bagian dari grup Bakrie. Diketahui perusahaan ini menyiapkan dana sekitar 333 miliar rupiah untuk diinvestasikan pada startup di Indonesia.

Bagi kamu yang tertarik untuk menerima pendanaan dari VC ini sebaiknya mempelajari syarat dan besaran pendanaan yang dimiliki oleh perusahaan ini.

Fenox Ventures Capital

Ini adalah Venture Capital yang berasal dari Silicon Valley yang cukup terkenal. Ketika portofolio yang kamu miliki masuk ke dalam kategori portofolio yang perusahaan tersebut inginkan. Sudah pasti sejumlah dana akan langsung digelontorkan.

Gree Ventures

Gree Ventures juga termasuk perusahaan modal ventura yang cukup aktif berinvestasi di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Seperti perusahaan modal ventura lainnya, perusahaan ini memiliki beberapa kategori pendanaan.

Yang mungkin belum banyak diketahui adalah bahwa perusahaan ini berasal dari Jepang dan dipimpin oleh Yusuke Amano, Naoki Aoyagi dan juga Tatsuo Tsutsumu.

Ada beberapa perusahaan startup yang dibiayai oleh Gree Ventures seperti Urbanindo, Berrybenka, Pricearea, Back Bukalapak dan lainnya. Sementara dari negara lain ada startup LuXola (perusahaan kosmetik asal Singapura) dan lain-lain.

Rebright Partners

Ini adalah salah satu perusahaan modal ventura yang berinvestasi di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Didirikan oleh Takeshi Ebihara, perusahaan asal Jepang ini berfokus pada startup internet dan mobile di enam negara besar Asia termasuk Indonesia.

Sebelum mendirikan firma VC, ia bekerja di Batavia Incubator, Fortune Institute dan juga di GMO Venture Partners. Rebright Partners, singkatnya RP, saat ini menawarkan berbagai jenis pendanaan.

Dalam jumlah yang berbeda tentunya. Beberapa startup yang dibiayai oleh perusahaan ini antara lain Tataduit, Indottrading, aplikasi pemesanan restoran Qraved dan lain-lain.

IMJ Investment

IMJ Investment juga merupakan salah satu pemodal ventura yang dapat membantu kamu mendapatkan modal awal. Selain pembiayaan, perusahaan ini juga menawarkan bantuan berupa layanan pengembangan produk, pengembangan relasi bisnis untuk start-up hingga akses internet.

Beberapa startup berhasil menggalang dana dari perusahaan-perusahaan tersebut antara lain iMoney, Urbanindo dan juga Bukalapak.

Ideosource

Ini adalah salah satu venture capital yang didirikan dan dikembangkan oleh anak bangsa seperti Andi S. Boediman dan juga Edward Ismawan Chamdani. Tidak seperti kebanyakan pembiayaan lainnya. Ideosource berfokus pada pembiayaan media dan e-commerce.

Sejauh ini, Indonesia memiliki cukup banyak startup yang dibiayai oleh perusahaan-perusahaan tersebut, seperti eEvent, Orori, Female Daily, Saqina, Touchten dan lain-lain.

Emtek Group

Emtek group adalah perusahaan venture capital yang cukup terkenal di Indonesia juga. Nama resminya sendiri adalah PT. Elang Mahkota Teknologi atau disingkat EMTEK.

Emtek sendiri merupakan induk perusahaan dari beberapa saluran televisi nasional seperti Indosiar, SCTV dan juga O Channel. Saat ini perusahaan telah berinvestasi di beberapa startup terkemuka di Indonesia seperti Bukalapak, Kudo, Bobobobo dan lainnya.

East Ventures

Perusahaan modal ventura ini sendiri sudah ada sejak tahun 2010 dan bisa dikatakan ini adalah perusahaan modal ventura pertama di Indonesia. Faktanya, bisa dibilang ini adalah salah satu perusahaan paling aktif dalam pendanaan startup.

Didirikan oleh Batara Eto, Chandra Tjan dan Willson Cuaca, perusahaan ini sukses mendanai berbagai startup seperti Tokopedia, BerryKitchen, Apps Foundry, Berrybenka, Traveloka dan lain-lain.

500 Durians

500 Startups adalah venture capital Indonesia yang cukup terkenal di kancah internasional. 500 Startups mulai berinvestasi di Indonesia pada tahun 2013 dengan tahap pendanaan seed funding hingga Seri D. Salah satu startup yang mendapat pendanaan dari 500 Startups adalah Bukalapak.

Alpha JWC Ventures

Alpha JWC Ventures adalah dana modal ventura tahap awal independen dan institusional pertama di Indonesia. VC ini meluncurkan dana pertamanya pada tahun 2016 sebesar US $ 50 juta. Dana tersebut telah diinvestasikan di 34 perusahaan di Asia Tenggara, sebagian besar di Indonesia, di mana lebih dari 90% di antaranya telah mendapatkan pendanaan lanjutan.

B Capital Ungkapkan Potensi B2B Commerce di Indonesia

B2B commerce merupakan salah satu bisnis turunan dari e-commerce, yang menargetkan pebisnis (UMKM ataupun korporasi) sebagai pangsa pasarnya. Berbeda dengan e-commerce yang umum digunakan konsumen akhir, model B2B memiliki kapabilitas yang unik, disesuaikan kebutuhan pelaku bisnis dalam melakukan pengadaan barang ataupun pembiayaan.

B Capital adalah salah satu pemodal ventura global yang juga memiliki porsi untuk startup Indonesia. Salah satu hipotesis investasinya ada di area B2B Commerce. Mereka menyebut, momentum digitalisasi UMKM menjadi titik kunci yang membuka potensi besar pengembangan B2B Commerce di Indonesia dan Asia Tenggara.

Selain itu, faktor lain yang juga disoroti adalah pentingnya pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan relasi, memastikan kesesuaian antara produk dan pasar, serta future-proofing untuk memberikan pemain B2B visibilitas yang lebih luas di seluruh rantai nilai.

Untuk membicarakannya lebih detail, VP Strategy & Operation B Capital Karl Noronha, menyampaikan sejumlah strategi yang bisa diterapkan oleh startup di Indonesia yang ingin menyasar segmen B2B.

Unit ekonomi B2B commerce

Terkait hipotesis B Capital tentang potensi B2B commerce di Indonesia, Noronha menegaskan bahwa model bisnis tersebut telah menjadi salah satu vertikal utama firmanya. Ada beberapa alasan yang melandasi, di antaranya adalah pasar B2B yang terus tumbuh di kalangan menegah hingga meningkatnya adopsi digital di seluruh rantai pasokan (first mile/last mile, pergudangan, manajemen transaksi, dan pemasaran).

Sementara itu founder dan founding team yang kuat dengan pengetahuan industri yang mendalam dan pengalaman eksekusi terkait dengan lanskap B2B/ritel, juga menjadi alasan besarnya peluang B2B commerce saat ini di Indonesia.

Mereka juga melihat adanya pergeseran fokus di sektor B2B commerce, yang awalnya pengadaan untuk korporasi, sekarang kebanyakan bermain dalam rantai pasokan untuk UMKM. Menurut Noronha, secara unit ekonomi apakah langkah tersebut menjadi lebih profitable atau tidak, semua tergantung kepada margin value chain. Namun sebagai aturan umum, pemain B2B commerce dapat meningkatkan ekonomi unit mereka dan mencapai EBITDA+.

Hal itu bisa terjadi jika startup terkait mampu mengembangkan hubungan di sisi prinsipal/permintaan yang kuat. Kemudian memiliki kontrak penawaran eksklusif/jangka panjang. Juga membangun hubungan dengan toko/kontraktor ritel yang kurang terlayani yang bersedia membayar lebih untuk distribusi yang bisa diandalkan.

“Kami biasanya melihat pemain B2B commerce memulai dengan mendistribusikan produk komoditas dengan margin rendah, untuk mengembangkan jaringan distribusi/kontrak mereka. Seiring berjalannya waktu, mereka akan mencoba bertransisi untuk menjual barang bernilai lebih tinggi, membangun hubungan prinsipal langsung atau mengembangkan produk private label mereka sendiri untuk meningkatkan margin mereka dan menjadi mitra yang lebih bernilai bagi pengecer/pelanggan akhir.”

Perkembangan B2B commerce juga cukup signifikan, tren teranyar juga terjadi di ranah material/konstruksi. Melihat tren tersebut Noronha mengungkapkan, potensi sektor material/konstruksi B2B memiliki Serviceable Available Market (SAM) yang besar. Secara internal, B Capital memperkirakan mencapai $33 miliar. Namun demikian itu bisa sangat konservatif, mengingat pemerintah telah mengumumkan lebih dari $460 miliar proyek infrastruktur yang akan diselesaikan pada tahun 2026.

“Pasar konstruksi/material Indonesia sangat terfragmentasi dalam hal inovasi produk, pengadaan, dan digitalisasi. Perusahaan konstruksi skala kecil hingga menengah biasanya mengambil bahan dari basis pemasok UMKM yang tidak terorganisir yang memiliki rangkaian produk terbatas dan kontrol kualitas serta ketertelusuran sehubungan dengan pengiriman.”

Strategi mengakuisisi “warung”

Layanan B2B commcere juga mulai banyak yang memfokuskan untuk mengakomodasi kebutuhan pengadaan di warung. Bagi startup yang saat ini mengincar warung sebagai target pasar mereka, ada beberapa strategi yang dibagikan oleh Noronha untuk bisa bersaing secara positif, yaitu fokus kepada dua acquisition channel.

Yang pertama adalah dengan melancarkan pendekatan secara langsung. Idealnya memiliki tenaga penjualan khusus yang bertanggung jawab untuk orientasi pelanggan, membantu memenuhi pesanan, mendorong kampanye penjualan dan pemasaran (untuk pemasok) dan memberikan dukungan pelanggan secara umum.

“Dengan memiliki agen yang langsung turun ke lapangan, bisa membangun hubungan dengan masyarakat dan pemilik warung. Ke depannya, tim penjualan tersebut dapat melatih pemilik/operator warung untuk memesan ulang dan mengelola dukungan pelanggan langsung melalui aplikasi mereka.”

Strategi lainnya yang juga bisa diterapkan adalah fokus kepada pendekatan digital. Apakah itu melalui media sosial seperti Facebook atau lainnya, beberapa perusahaan B2B telah mengadopsi pendekatan digital untuk mengakuisisi warung. Pendekatan ini telah berhasil dilakukan di antara penjual komunitas (seperti Teman Ula) yang paham digital dan melakukan agregasi permintaan melalui WhatsApp dan melakukan pemesanan gabungan pada aplikasi seperti Ula.

Startup Indonesia Q3 2022: 62 Pengumuman Pendanaan dengan Nilai Total $983 Juta

Sepanjang Q3 2022, investasi ke startup di Indonesia, berdasarkan data yang diumumkan ke publik, bisa dibilang masih stabil jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Namun demikian, jika dibandingkan dengan dua kuartal sebelumnya, ada penurunan di sisi jumlah transaksi dan nilai pendanaan.

Kondisi pasar

Tahun 2022 ini bisa dibilang sebagai tahun yang menantang bagi pelaku startup digital. Sejumlah startup harus mengganti strateginya, dengan memfokuskan kekuatan penuh pada sustainabilitas dan arah profitabilitas. Metrik sebelumnya terpaku ke pertumbuhan dan traksi yang setinggi-tingginya. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma investasi startup. Investor menjadi “konservatif” dan menginginkan angka-angka yang lebih masuk akal, ketimbang banyak “bermain-main di valuasi”.

Beberapa startup di Indonesia terdampak langsung. Mereka harus mengerem pengeluaran yang berakibat pada pengurangan jumlah pegawai, efisiensi bisnis (dengan mematikan sub-unit yang tidak signifikan traksinya), sampai pilihan pivot. Di sisi lain, ekosistem yang sudah tergolong “tahan banting” membuat perputaran uang di sektor digital ini masih tetap kencang, terlebih untuk pendanaan di tahapan early stage.

Pendanaan startup

Pada Q1 2022, ekosistem startup di Indonesia membukukan 76 transaksi pendanaan. Dari 50 putaran yang disebutkan nilainya, terkumpul $1,22 miliar. Jumlah ini meningkat 2x lipat dibandingkan periode yang sama tahun 2021 lalu.

Sementara itu, sepanjang Q2 2022 terdapat 71 transaksi yang membukukan dana lebih dari $1,4 miliar. Jumlahnya tidak sebanyak perolehan Q1 2022, namun di sisi nominal terdapat peningkatan hampir $300 juta.

Di Q3 2022 ini terjadi penurunan di sisi jumlah transaksi dan nominal yang dibukukan. Terdapat 62 transaksi pendanaan dengan nilai yang diumumkan sebesar $983 juta. Jumlah ini sebenarnya tidak berbeda jika dibandingkan dengan Q3 tahun 2021, yakni 68 transaksi bernilai $974 juta.

Dilihat lebih dalam, tren tahapan pendanaan masih relatif sama. Secara jumlah pendanaan awal (pre-seed sampai seri A) mendapati jumlah transaksi paling tinggi.

Pendanaan startup Q3 2022 dan Q3 2021 didasarkan pada tahapannya / DailySocial.id

Lalu jika ditinjau dari jenis bisnis yang mendapatkan pendanaan, trennya juga masih relatif sama. Fintech memimpin perolehan terkait jumlah dan nilai transaksi. Sektor berikutnya yang bisa di-highlight adalah logistik dan agritech. Keduanya mendapati minat yang meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Sektor startup yang paling banyak didanai sepanjang Q3 2022 / DailySocial.id

Investor paling aktif

Dari pendanaan di atas, 128 pemodal institusi berkontribusi, selain juga melibatkan puluhan pemodal individu di 12 transaksi pendanaan. Berikut ini daftar pemodal ventura paling aktif selama periode Q3 2022:

Venture Capital Jumlah Pendanaan
East Ventures 15
AC Ventures 9
Alpha JWC Ventures 3
Go-Ventures 3
Teja Ventures 3
BRI Ventures 3

Di rentang periode tersebut, East Ventures berinvestasi di berbagai sektor, mulai dari startup wellness, SaaS, web3, beauty-tech, wealthtech, D2C, F&B, hingga beberapa sektor lainnya. Satu hal yang menarik, September lalu East Ventures memimpin pendanaan seri A Gokomodo senilai $26 juta yang memecahkan rekor pendanaan seri A terbesar di startup Indonesia hingga saat ini.

AC Ventures Buat Program Edukasi untuk Founder Startup Tahap Awal

Perusahaan modal ventura AC Ventures (ACV) meluncurkan platform pendidikan untuk founder startup teknologi di negara berkembang bernama “ACV Academy”. Rangkaian program pelatihan ini tersedia secara gratis, dirancang untuk membawa ekosistem teknologi tahap awal ke tingkat pengetahuan baru.

“Kami senang dapat meluncurkan ACV Academy. Ini menyaring takeaways utama yang telah kami pelajari melalui investasi di lebih dari 120 perusahaan selama sepuluh tahun terakhir,” ujar Fonder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li dalam keterangan resmi, Kamis (3/10).

Adrian melanjutkan, sejak awal tahun ini ACV memulai misi yang berani untuk memberikan panduan dan dukungan langsung kepada portofolio perusahaan mereka di Indonesia. ACV memosisikan dirinya sebagai perusahaan investasi teknologi yang menawarkan perangkat value creation kepada portofolionya.

Ide dasar di balik langkah ini adalah, jika ACV dapat membantu portofolionya mencapai keunggulan operasional sejak awal, maka mereka dapat melanjutkan untuk meningkatkan putaran pendanaan berikutnya dengan lebih baik. Hingga pada akhirnya, mereka dapat terus mencapai kesuksesan yang lebih baik di pasar dan menemukan skenario exit yang berarti.

Berlandaskan etos “Pembelajaran Eksponensial”, ACV Academy berupaya membantu lebih banyak startup teknologi di kawasan ini mencapai traksi dan skala yang sehat setelahnya.

Dalam waktu bersamaan, AC Ventures juga meluncurkan modul, buku pedoman untuk para pendiri startup yang berjudul Refining Recruitment for Startups. Buku ini disusun bersama dengan konsultan manajemen global dan firma pencarian eksekutif, Egon Zehnder.

Menjalankan perusahaan tahap awal merupakan tantangan dan mencari talenta yang paling sesuai adalah salah satu rintangan terbesar, terutama di pasar negara berkembang. Buku pedoman ini dirancang sebagai peta jalan bagi para pendiri startup yang perlu mendidik diri mereka sendiri tentang proses perekrutan secara menyeluruh.

Modul ini berisi lima bagian, yakni ‘Preparation’, ‘Start the search’, ‘Make the decision’, ‘Onboarding’, dan ‘Ongoing engagement via team building’. Di dalam buku, juga menampilkan anekdot dan testimonial menarik dari beberapa pendiri portofolio AC Ventures. Seluruh isinya dapat dijadikan sebagai alat rujukan secara berkelanjutan ketika para pendiri perusahaan teknologi membangun tim mereka.

“Pelajaran yang diberikan dan buku pedoman yang diterbitkan ini dibuat oleh pengusaha dan operator veteran mengenai strategi eksekusi utama, termasuk model rekrutmen hari ini. Kami senang menyaksikan ACV Academy berkembang ke ke depan dan memberikan nilai unik kepada para sendiri,” kata Adrian.

Dalam peluncuran ACV Academy, perusahaan membuat kegiatan webinar yang menghadirkan Sergio Salvador (Chief People Officer Carsome) dan Zhafira Loebis (Konsultan Egon Zehnder). Keduanya punya segudang pengalaman di bidang perekrutan dan membangun tim di startup teknologi.

Salvador menyampaikan, dirinya telah menyaksikan beberapa dan secara langsung, apa yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis dari tim kecil menjadi tim besar. Ia pun mendukung inisiatif yang diambil oleh ACV melalui kehadiran ACV Academy.

“Dengan inisiatif seperti ini, saya pikir startup akan mendapatkan banyak keuntungan dari investor langsung seperti ACV. Saya berharap, inisiatif ini dapat menghasilkan lebih banyak kisah sukses startup di ekosistem,” ucapnya.

Dennis Pratistha: Mandiri Capital Indonesia Bentuk “Thematic Fund” di 2023

Mandiri Capital Indonesia (MCI) terus melanjutkan misinya untuk mendorong value creation bagi induk usaha Mandiri Group. Menurut Plt. CEO MCI Dennis Pratistha, pihaknya tengah menyiapkan beberapa “thematic fund” dan menjajaki peluang investasi di sektor baru, seperti construction tech dan biotech.

Sebelum menempati posisi CEO sementara pasca-penunjukkan Eddi Danusaputro di BNI Ventures, Dennis menjabat sebagai Chief Investment Officer. Adapun, saat ini MCI mengelola tiga dana kelolaan, yakni dana kelolaan bersumber dari Mandiri Group, Indonesia Impact Fund (IIF), dan Merah Putih Fund.

Sekadar informasi, Dennis telah lama berkecimpung di industri teknologi dan telekomunikasi dengan menduduki posisi Chief Technology Officer dan Chief Operating Officer, seperti di Redkendi, Ebizu, MNC, dan Nusatel. Di bidang investasi, ia juga pernah menjadi Executive di Star Capital.

Apa ada perubahan tesis investasi MCI dengan posisi saat ini?

Jawab: Saat ini kami masih fokus berinvestasi pada portofolio yang dapat berkontribusi terhadap value creation untuk Mandiri Group. Kami harus punya pembeda sehingga lainnya bisa saling co-exist dan berkontribusi. Startup saja punya [value proposition]. Kalau semua sama, the one with the most money will win. We have to have different angles to bring to the table. Justru di cap table, kita [VC] harmonis.

Beda VC, beda pula value creation. Ada VC yang kuat pada sisi teknologi, ada juga pada aspek operasional. Kami [kuat] pada aspek pengembangan bisnis. Ini yang membuat kami bisa duduk dengan nyaman dan tetap produktif di meja yang sama.

Apa value proposition yang ditawarkan?

J: Kami memiliki lima value proposition. Pertama, kami merupakan Corporate Venture Capital (CVC) milik Mandiri Group. Kedua, Mandiri Group memiliki puluhan juta customer dan 200 ribu UMKM. Ketiga, kami menghubungkan ke ekosistem BUMN. Keempat, kami dapat mendampingi pada proses value creation di pengembangan bisnis. Kami bantu ekspansi dan sinergi dengan menghubungkan ke banyak pemangku kepentingan.

Kelima, kami menghubungkan [portofolio] ke jaringan ke anak usaha Mandiri, seperti Mandiri Sekuritas. Jaringan [anak usaha] ini dapat mendukung startup untuk melakukan fundraising, merger and acquisition (M&A), atau exit melalui IPO. Sebelumnya, Mandiri Sekuritas pernah menjadi penjamin emisi (underwriter) pada IPO GoTo dan Bukalapak.

Selain itu, kami juga memiliki program matchmaking Xponent untuk mendorong Mandiri Group agar dapat ter-expose ke digital platform yang lebih inovatif.

Apa tujuan utama dari program Xponent?

J: Program ini murni ingin membantu dua pihak, yakni Mandiri menjadi inovatif dengan leveraging platform digital dan platform memanfaatkan Mandiri untuk mendorong bisnisnya. Ini murni sebuah acara matchmaking untuk menghasilkan kesepakatan bisnis. No investment involved. Kami tidak undang investor, tetapi unit bisnis dan startup.

Tentu saja, MCI sambil melihat, kira-kira mana yang bisa ditindaklanjuti. Makanya, saya garis bawahi MCI berinvestasi pada startup yang membawa valueA lot of money out there, economy is a bit slow, so good deals tidak terlalu banyak.

Kami menyadari ada shifting terjadi. Kami harus fokus pada startup yang sudah memiliki path to profitability atau profitable. Mereka harus tumbuh, tapi bukan berhenti karena sudah profitable. Startup yang sudah profitable harus mereplikasi model bisnis ke area atau produk lain. Artinya, mendorong pertumbuhan yang memiliki dampak positif ke bottom line. Kami ingin mereka menjadi a self-sustain company. Pertumbuhan tetap dikejar, bukan berarti berhenti.

Pada akhirnya, startup harus mencari model yang tepat, pahami model bisnisnya, dan lakukan ekspansi. We will help you expand.

Apakah ada portofolio baru yang akan diumumkan selanjutnya?

J: Kami akan mengumumkan dua portofolio di sektor aquaculture dan FMCG supply chain pada kuartal keempat ini. Selain itu, kami juga sedang menjajaki peluang di sektor autotech, proptech, construction tech, dan biotech. Ada banyak angle [di sektor ini], yang sedang kami lihat adalah supply chain.

Di construction tech, kami juga mencari model supply chain; dari prinsipal, toko bangunan, kontraktor, dsb. Supply chain di Indonesia masih belum efisien, tidak ada transparansi, dan prosesnya kompleks. Kami ingin empower mereka menjadi bagian dari ekosistem, tetapi memberikan margin yang lebih efisien. Teknologi memberdayakan bisnis, bukan sebaliknya. Kita harus punya bisnis dulu, baru di-empower oleh teknologi.

Kemudian, biotech. Saat ini, [biotech] di Indonesia masih di tahap awal. Kami sedang mempelajari use case dan commercial viability. Kami belajar dari pemain biotech yang sudah ada, dari startup atau perusahaan teknologi. Bukan berarti kami langsung berinvestasi, justru kami belajar dari mereka. Kami pahami dulu industri dan tantangannya. Menganalisis industri harus menyeluruh, apalagi spektrum biotech sangat luas sekali. Ada microbio hingga DNA. Kami perlu lihat, mereka bisa sustain dengan [use case] mana dulu.

Untuk autotech, ada beberapa hal menarik. Pertama, supply chain. Kedua, kami adalah bagian dari konglomerasi di bidang keuangan, Mandiri memiliki perusahaan multifinance dan bank. Bagaimana caranya, kami bisa menemukan marketplace yang fokus pada multifinance. Kami tertarik berinvestasi ke multifinance marketplace. Selama ini pengisian data lewat form harus satu-satu, sedangkan pengisian data di marketplace hanya satu kali. Marketplace lebih nyaman untuk dealer dan multifinance. Tidak perlu menghubungi satu-satu.

Bagaimana rencana pembentukan thematic fund MCI selanjutnya?

J: Kami belum bisa disclose mengenai pembentukan thematic fund ini, tetapi ini berbeda dengan Merah Putih Fund. Rencananya, kami ingin berkolaborasi dengan VC atau institusi. Kami lagi ngobrol dengan beberapa.

Mengapa memilih theme-based? Kami melihat [VC] yang fokus di semua bidang atau sektor agnostik itu sudah banyak. Kami mau fokus pada tema spesifik. Kami ingin dapat membantu ekosistem mereka. Ujung-ujungnya, kami harus create value. Semoga, [thematic fund] bisa terealisasi tahun depan.

Bagaimana Anda menanggapi industri startup Indonesia di situasi saat ini?

J: Pada dasarnya, startup adalah bisnis. [Pelaku startup] mengidentifikasi masalah dengan skala pasar yang cukup besar. Jangan mengidentifikasi masalah hanya di level kecamatan atau RT saja. Dengan itu, cobalah ciptakan solusi.

Namun, [menciptakan solusi] tidak semudah, “I have an idea, let’s develop full version”. Di antara idealism dan practicality, pasti ada disparity. Lakukan uji coba, mulai dengan skala kecil dengan sedikit modal, hingga memperoleh Minimum Viable Product (MVP). Ketika MVP jalan, baru kembangkan full-face product.

Begitu Anda punya full-face product dan mencapai product-market fit, artinya Anda sudah memvalidasi masalah. Anda tweak apa model bisnisnya, bukan hanya produk saja. Misalnya, model berbasis langganan, transaksi, atau penggunaan. Setelah Anda menemukan model bisnis, Anda menemukan kecocokan pasar-produk, Anda memiliki profitabilitas, dan keberlanjutan. Itu yang dilupakan banyak pihak.

[Mindset] dulu, ketika pelaku bisnis konvensional bertemu, mereka berdiskusi tentang EBITDA, misalnya. Sementara, startup bicara soal seberapa besar valuasinya. Sekarang, startup sudah mulai pikirkan sustainable growth, itu kata kuncinya. Bukan berarti mengerem [pertumbuhan bisnis].

Bagaimana Anda melihat founder mentality dari awal pandemi hingga sekarang?

J: Pandemi—tanpa bermaksud mendiskreditkan health issue, it’s very unfortunate—mendorong transformasi digital lebih cepat. Selama pandemi, kita banyak memanfaatkan aplikasi untuk berbagai hal, seperti memesan makanan. Pola pikir kita telah bergeser.

Para founder memanfaatkan peluang digital [untuk menciptakan solusi]. Sayangnya, banyak [startup] yang belum siap [merespons] pertumbuhan tersebut. Mereka belum mencapai product-market fit dan model bisnisnya belum ketahuan. Memang mereka bisa memperoleh angka pertumbuhan, tetapi memiliki keberlanjutan tanpa model bisnis yang tepat.

Sekarang, pertumbuhan ekonomi mulai melambat. Saya tidak mau bilang resesi atau apapun karena situasi setiap negara berbeda-beda. Saya optimistis dengan Indonesia. Pemerintah melakukannya dengan baik dalam mengendalikan perlambatan ekonomi ini. Harus disadari bahwa Indonesia adalah negara konsumtif. Ngegas dan ngerem harus balance.Anda ingin mengendalikan inflasi tetapi Anda tidak ingin menghentikan pertumbuhan.

Lalu, bagaimana upaya menghadapi perlambatan ekonomi? Ini sesuatu yang baru. Kita tidak tahu mau ke mana, apa yang perlu dilakukan. Nah, mentality harus diubah. Pada [masa awal pandemi] kemarin ada banyak peluang di mana terjadi akselerasi transformasi digital. Saat ini, dari peluang tersebut, kita harus berupaya menjadikannya sebagai bisnis yang sustainable. 

Mandiri Capital Jembatani Sinergi Startup dengan Perusahaan Induk Lewat Program “Xponent”

PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) belum lama ini meluncurkan program “Xponent” sebagai wadah bagi startup untuk bersinergi dengan ekosistem yang ada di Mandiri Group. Program ini juga bertujuan untuk memperkuat inovasi di Mandiri Group guna mendukung perluasan ekosistem digital di tanah air.

Kamis (13/10), program Xponent segmen pertama berhasil terselenggara dengan kategori lending. Dalam kesempatan ini, MCI sekaligus mengumumkan beberapa kerja sama strategis bisnis unit Mandiri Group dengan startup terpilih.

Setidaknya tiga sinergi telah diresmikan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), yang dipimpin oleh Dennis Pratistha, Chief Investment Officer PT Mandiri Capital Indonesia. Pertama, kerja sama layanan solusi retail dan wholesale, di mana portofolio MCI di segmen insurtech, Qoala, akan menjadi partner penyedia asuransi kepada debitur Mandiri Tunas Finance (MTF) serta berperan sebagai broker untuk kanal digital.

Berikutnya, ada dua startup yang bergerak di bidang pembiayaan rumah (KPR) yaitu Ringkas dan Ideal yang akan bekerja sama dengan Consumer Loans Group Mandiri untuk memungkinkan proses pembelian rumah hingga ke pencairan yang lebih efektif dan efisien.

Rangkaian program Xponent ini terbagi ke dalam beberapa sesi, pertama diskusi panel dengan para pemimpin startup Indonesia. Beberapa pembicara ternama hadir, seperti Emilio Wibisono selaku CEO & Founder Sinbad, Irvan Kolonas selaku President Agriaku, Ryan Manafe selaku CEO Dagangan, dan lainnya. Kemudian, sesi business matching untuk membangun konektivitas antara pemimpin satu dengan lainnya.

Direktur Keuangan PT Mandiri Capital Indonesia Rino Bernando mengatakan, “[..] MCI akan rutin melaksanakan program Exponent secara berkala sebagai wujud komitmen kami mendukung akselerasi transformasi ekonomi digital Indonesia, dan sebagai salah satu strategi kami mendorong kinerja perusahaan.”

MCI memberikan kesempatan bagi seluruh startup untuk bergabung dalam program ini, dengan beberapa syarat, yaitu; (1) Minimum sudah melakukan putaran penggalangan dana pra-seri A, (2) Mempunyai model bisnis yang solid dan berkelanjutan, dan (3) Mempunyai use case sinergi dengan institusi finansial.

Program Xponent segmen selanjutnya akan diadakan pada Kamis, 20 Oktober 2022, mengangkat topik Beyond Lending dan mengundang unit bisnis dari Mandiri Group yang berbeda dari segmen sebelumnya. Pendaftaran Xponent masih terus terbuka bagi startup yang tertarik untuk terlibat dalam sinergi dengan Mandiri Group.

Tesis Investasi Mandiri Capital

Sebagai corporate venture capital (CVC) dari Bank Mandiri, MCI telah terlibat dalam pendanaan kepada 22 startups yang bergerak berbagai bidang dan berperan aktif untuk membangun business traction kepada portfolio, maupun nonportofolio melalui sinergitas.

Kebanyakan sinergi terkait dengan pembiayaan, seperti loan channeling dengan Crowde menyasar toko tani, lalu kerjasama dengan Amartha sebagai bentuk perluasan pasar di kota tier 2 dan 3, serta invoice financing bersama Investree kepada pelaku segmen bisnis dan UMKM.

Dalam wawancara DailySocial.id sebelumnya dengan mantan Direktur Utama MCI Eddi Danusaputro, ia mengungkapkan bahwa strategi tesis MCI dalam berinvestasi itu bergantung pada fund yang dikelola. Bila fund tersebut datang dari Mandiri Group, sudah tentu harus berkaitan dengan mandat grup, yakni mendorong inisiatif transformasi dan dampak positif bagi Mandiri Group melalui optimalisasi sinergi.

Sejauh ini MCI baru mengelola dua fund aktif. Pertama, fund yang dananya bersumber dari Mandiri Group. Kedua, Indonesia Impact Fund (IIF) yang menitikberatkan pada startup yang menciptakan dampak lingkungan dan sosial merujuk pada lima tujuan dalam SDG (sustainable development goals). Platform edutech Cakap menjadi proyek debut dari dana kelolaan ini.

Di luar itu, MCI juga didaulat sebagai salah satu dari 5 CVC yang terlibat dalam pembentukan dana kelolaan Merah Putih Fund sebagai inisiatif Kementrian BUMN untuk mengakselerasi startup lokal yang berpotensi menjadi unicorn. Targetnya, pendanaan startup melalui Merah Putih Fund akan mulai dilaksanakan pada awal tahun 2023.