Tips Menanamkan Budaya Inovasi yang Berpusat pada Pelanggan dalam Bisnis Startup

Seperti diketahui, inovasi menjadi salah satu yang menggerakkan bisnis startup. Dalam upaya menciptakan inovasi dalam sebuah organisasi, ada yang disebut dengan budaya inovasi atau culture innovation. Diambil dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa budaya inovasi ini merupakan lingkungan yang mendukung pemikiran kreatif untuk menghasilkan produk, layanan, atau proses baru atau lebih baik.

Dalam pembahasan lebih dalam mengenai budaya inovasi, DailySocial.id mengadakan webinar Super Mentor yang adalah bagian dari DSLaunchPad 3.0 bekerja sama dengan Amazon Web Service (AWS). Pada kesempatan kali ini, Jaspal Johl selaku Head of Marketing Amazon Web Service ASEAN memaparkan sejumlah insight terkait penerapan budaya inovasi dalam perusahaannya.

Berpusat pada pelanggan

Sebelum masuk ke urusan yang lebih teknis seperti penjualan atau penetrasi pasar, Amazon mengawali langkah inovasi dengan satu pertanyaan fundamental, “Bagaimana bisnis ini bisa meningkatkan taraf kehidupan pelanggan?”. Ketika perusahaan berhasil menciptakan produk terbaik, semua hal teknis akan mengikuti dengan sendirinya, seperti penetrasi pasar yang mendorong ekspansi, operasional yang efisien, berikut konversi pelanggan.

Sebuah kutipan dari Jeff Bezos mengatakan, “Ada banyak keuntungan dari pendekatan yang berpusat pada pelanggan, tetapi inilah keuntungan besarnya: Pelanggan selalu sangat senang, sangat tidak puas, bahkan ketika mereka mengaku senang dan bisnisnya bagus. Bahkan ketika mereka belum mengetahuinya, pelanggan menginginkan sesuatu yang lebih baik, dan keinginan untuk menyenangkan pelanggan akan mendorong Anda untuk menciptakan sesuatu dari sudut pandang mereka.”

Hal ini mengharuskan perusahaan untuk observasi semua data terkait tingkat kepuasan dan berusaha mengerti keinginan konsumen, bahkan sebelum mereka mengetahuinya. Maka dari itu, sebaiknya fokus pada apa yang dilakukan konsumen daripada apa yang dilakukan kompetitor.

Selama 27 tahun berdiri, Amazon dikenal sebagian besar karena bisnis e-commerce. Di luar itu, perusahaan juga memiliki layanan seperti solusi teknologi, produk elektronik, konten streaming, groceries, juga retail. Hingga saat ini, terdapat lebih dari 60 unit bisnis yang tersebar di berbagai belahan dunia.

Dalam mewujudkan budaya inovasi di tubuh perusahaan, ada 4 faktor kunci yang diterapkan oleh AWS, yaitu:

1. Kultur

Amazon memiliki satu landasan penting yang menjadi acuan dalam menjalankan budaya inovasi, yaitu Leadership Principles atau prinsip kepemimpinan. Dimulai dari membangun antusiasme terhadap pelanggan (customer obsession), melalui berbagai proses inovatif dan berakhir pada pencapaian hasil, menjadi karyawan terbaik.

Prinsip kepemimpinan inilah yang juga digunakan sebagai landasan rekrutmen. Prosedur ini dijalankan dengan sangat ketat, kandidat yang terpilih tidak hanya harus memenuhi standar, melainkan harus bisa menaikkan standar. Bahkan ketika sudah bergabung, kandidat masih akan dievaluasi oleh rekannya. Amazon percaya bahwa indikator sukses sebuah perusahaan adalah kesatuan budaya (kerja).

Terkait peran dalam pekerjaan, Jaspal mengungkapkan, “Kita merekrut orang-orang pintar bukan untuk memberi tahu apa yang harus mereka lakukan, melainkan mereka datang ke perusahaan membawa daftar apa saja yang ingin mereka lakukan. Keseimbangan akan ditemukan ketika masing-masing sudah memahami perannya.”

2. Mekanisme

Amazon sebagai perusahaan global memiliki banyak proses, salah satu yang terkenal adalah working backwards. Mekanisme ini merupakan perilaku yang dikaitkan dengan pemikiran inovatif. Dalam artian, mulai dari pain point pelanggan, di mana kita menciptakan ide untuk menyelesaikan masalah pelanggan bukan masalah dalam organisasi. Yang selama ini dilakukan perusahaan adalah membuat proses yang berinovasi dari sisi pelanggan.

Untuk menjalankan mekanisme ini, ada lima pertanyaan yang harus terjawab (1) Siapa pelanggannya?; (2) Apa masalah pelanggan atau kesempatan?; (3) Apakah keuntungan bagi pelanggan jelas?; (4) Bagaimana mengetahui kebutuhan atau keinginan pelanggan?; (5) Seperti apa pengalaman pelanggan yang disajikan?

Jawaban dari pertanyaan tersebut akan dihadirkan melalui 3 keluaran. Press Release, yang menyediakan segala informasi terkait produk untuk pelanggan. Perusahaan harus bisa membuat pelanggan mengerti apa yang ingin disajikan melalui produk ini. Lalu, FAQs yang berisi pertanyaan yang paling sering ditanyakan pelanggan, terkait harga, ekspansi. Sementara itu, secara paralel membangun Visuals untuk melihat dari sisi pengalaman pelanggan.

Mengapa pertanyaan dan jawaban ini menjadi penting? Karena ketika idenya baru di tahap press release, akan sangat mudah dan murah untuk diubah. Ceritanya akan berbeda ketika Anda telah menginvestasikan jutaan dolar dan menghabiskan waktu untuk riset dan pengembangan. Ketika itu, sudah terlambat untuk menyadari bahwa produk tidak sesuai dengan keinginan pelanggan atau berpikir untuk membuat produk yang lebih baik.

3. Arsitektur

Dari sisi teknologi, perusahaan mulai beralih ke microservices. “Kami memisahkan proses yang memiliki layanan satu tujuan. Karena ketika semua layanan menjadi satu kesatuan, hal itu dapat menghambat inovasi,” ujar Jaspal.

Dengan microservices, setiap tim bisa bergerak lebih leluasa dengan dinamikanya masing-masing. Di sisi lain, hal ini membuat anggota tim bisa bekerja lebih cepat, agile dan inovatif. Satu hal yang perlu digarisbawahi, Amazon tidak memulai perjalanan dengan memikirkan teknologi, melainkan pengalaman pengguna terlebih dahulu.

4. Organisasi

Sebagai startup, sama halnya dengan Amazon dulu, selalu ada perusahaan yang mau membayar lebih dan menawarkan lebih. Namun Jaspal menekankan bahwa yang penting adalah bagaimana bisa menarik builders, orang-orang kreatif yang suka mengeksekusi, ke perusahaan. Mereka berpikir jauh ke depan dari sisi pelanggan serta punya rasa memiliki terhadap produk atau layanan yang mereka jalankan.

Ada satu skema yang digunakan Amazon untuk meramu tim, yaitu two pizza teams. Dua loyang pizza adalah porsi yang pas untuk 6-8 orang. Menurut sudut pandang perusahaan, 6-8 orang adalah jumlah ideal dalam sebuah tim. Sebuah angka yang bisa memenuhi semua kebutuhan tanpa harus ada penyesuaian yang terlalu banyak atau pembagian sesi meeting. Hal ini memungkinkan desentralisasi tim serta otonomi yang akan mendorong percepatan dalam inovasi.

“Dalam upaya melakukan inovasi, sesungguhnya yang dilakukan adalah membuat sesuatu yang baru. Untuk memulai sesuatu yang baru kita harus berani mengambil risiko. Sekalipun sudah dilakukan dengan benar, hal baru akan tetap memiliki potensi risiko yang besar, salah satu yang bisa dilakukan untuk menekan hal itu adalah memastikan bahwa ide tersebut benar-benar matang,” ujar Jaspal

Dinamika menjadi kunci dalam berbisnis, ada banyak keputusan dan aksi yang reversible atau bisa diubah dan tidak membutuhkan studi mendalam. Namun, perusahaan mengedepankan pengambilan risiko yang diperhitungkan. Ketika skala perusahaan bertambah, hal itu akan mempengaruhi risk apetite-nya. “Hal ini yang membuat kami berhenti menua dalam organisasi untuk memberi ruang bagi inovasi,” tambahnya.

Memahami konsep kegagalan

Kutipan lain dari Jeff Bezos bercerita tentang, “Kegagalan dan penemuan adalah kembar yang tak terpisahkan. Untuk menciptakan Anda harus bereksperimen, dan jika Anda tahu sebelumnya bahwa itu akan berhasil, itu bukan eksperimen.”

Kegagalan bisa saja terjadi dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Jika tidak ada yang baru, apakah hal tersebut bisa dibilang inovasi? Dalam kasus ini, skenario terbaik adalah sebagai fast followers. Selain itu, ini juga sebagai salah satu cara untuk menekan risiko dan mengetahui  sebuah produk/layanan dapat berjalan atau tidak.

Layaknya Amazon memiliki leadership principle, perusahaan harus memiliki landasan serta mengupayakan orang-orang yang selaras dengan hal tersebut. Ketika sudah menemukan apa yang menjadi mendasar dan esensial terhadap perkembangan perusahaan, maka budaya inovasi bisa mulai dijalankan terhadap semua karyawan dalam organisasi.

Strategi diferensiasi (Growth Flywheel)

Terdapat sebuah siklus yang juga disebut growth flywheel saat perusahaan mencoba menciptakan pengalaman pelanggan terbaik. Ketika berhasil menyajikan pengalaman pengguna yang baik, semakin banyak pengguna yang datang, traffic semakin tinggi, lalu angka penjualan akan naik, dan menarik semakin banyak penjual yang akan menambah seleksi barang. Siklus ini akan kembali lagi dan menciptakan pengalaman pengguna yang terbaik.

Di Amazon, perusahaan mengambil skala ekonomi dengan menurunkan struktur biaya, lalu memperbanyak seleksi produk untuk menciptakan pengalaman pengguna yang semakin baik. Hal ini bisa diimplementasikan oleh perusahaan lain dengan menentukan seperti apa growth flywheel dalam organisasi mereka. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan sentralitas pelanggan serta inovasi dan bisnis yang berkelanjutan

Dalam upaya penetrasi pasar, Amazon sebagai perusahaan global memiliki pendekatan yang sama, hanya saja eksekusinya berbeda. Kuncinya adalah observasi, lalu temukan pain points pelanggan, contohnya dengan mengajukan pertanyaan terkait kebutuhan mereka. Dalam memberikan layanan berbasis pelanggan, feedback merupakan salah satu hal yang paling esensial.

Modalku Resmikan “Virtual Credit”, Bantu UKM Kendalikan Arus Kas dengan Paylater

Dalam rangka mengokohkan posisinya sebagai platform pendanaan digital UMKM, Modalku meluncurkan “Virtual Credit”, sebuah fasilitas paylater untuk mendukung kebutuhan usaha bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Sebelumnya, Modalku sudah melancarkan kerja sama dengan BukaPengadaan untuk melancarkan inisiatif paylater B2B ini.

Modalku Virtual Credit merupakan fasilitas paylater bisnis berupa layanan pinjaman yang diberikan dalam bentuk limit kredit yang dapat digunakan untuk bertransaksi secara digital di platform atau supplier online/offline. Dengan proses persetujuan yang cepat, fasilitas ini dapat digunakan untuk menambah stok barang, mengembangkan usaha, serta kebutuhan mendesak para pelaku UMKM.

Fasilitas Modalku Virtual Credit ini dapat digunakan oleh UMKM individual maupun berbadan usaha (PT/CV) untuk mengelola dan mengontrol arus kas usaha dengan akses yang mudah. Limit yang diberikan akan disesuaikan dengan skala bisnisnya. Kategori UMKM individual bisa mendapatkan limit kredit hingga Rp100 juta, sedangkan untuk UMKM berbadan usaha hingga Rp500 juta. UMKM dapat mengajukan fasilitas ini tanpa perlu memiliki agunan.

Saat ini Modalku telah bekerja sama dengan lebih dari 100 supplier online dan offline untuk membantu UMKM dalam pemenuhan kebutuhan usaha. Beberapa platform online yang sudah bekerja sama di antaranya JD.ID, Bizzy, Blibli, Jubelio, dan akan terus bertambah seiring perkembangan layanan.

“Dengan adanya fasilitas paylater untuk bisnis ini, kami bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada UMKM agar mendapatkan tempo yang lebih panjang dan membantu UMKM mengontrol arus kas dengan lebih baik karena pemasukan atau piutang yang sering kali bersifat fluktuatif dari waktu ke waktu, terutama di masa-masa pandemi yang masih berkepanjangan dan tidak menentu,” ujar Head of Growth and Partnership Modalku Arthur Adisusanto.

Arus kas sendiri menjadi sumber kehidupan bagi setiap lini bisnis. Kemampuan untuk bisa mengelola pendapatan dan pengeluaran merupakan ilmu esensial dalam mengembangkan usaha apa pun. Ketika arus kas masuk lebih lambat daripada arus keluar (arus kas negatif), menjalankan dan mengembangkan bisnis akan menjadi sulit.

Lead Financial Trainer QM Financial Ligwina Hananto menyampaikan “Solusi dari kehadiran platform pendanaan digital tentu harus diimbangi dengan edukasi diri mulai dari perencanaan kebutuhan keuangan, cara mengelola, dan pengawasannya. Memasuki era teknologi, masyarakat juga harus lebih memahami dan cermat dalam memilih platform pendanaan yang telah terdaftar di OJK. Serta pastikan fasilitas yang ditawarkan sesuai untuk pemenuhan kebutuhan bisnis. Meski ada banyak opsi untuk pengajuan pinjaman, pastikan untuk tetap bertanggung jawab terhadap pinjaman yang diajukan.”

Dalam melakukan seleksi calon nasabah untuk fitur ini, terdapat 4 proses utama. Pertama, dengan melakukan pre-screening untuk validasi kelengkapan dokumen seperti KTP dan NPWP. Setelah itu, akan dilakukan analisis mendalam untuk memastikan pemilik bisnis dapat mengembalikan pinjamannya, salah satunya dilihat dari credit scoring. Lalu, di tahap onboarding, pebisnis harus menandatangani dokumen perjanjian pinjam meminjam atau e-KYC. Terakhir, terdapat lapisan keamanan yang akan mendeteksi penggunaan kredit untuk bisnis atau konsumtif.

Penyaluran kredit bagi UMKM di Indonesia

Perkembangan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh jumlah penyaluran kredit kepada UMKM yang secara umum mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Kredit UMKM diberikan kepada debitur usaha mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan kriteria usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan.

Di Indonesia, Modalku bukanlah satu-satunya platform yang menyasar pasar UMKM dalam penyaluran kredit. Ada KoinWorks yang terus menambah jajaran lender institusi untuk penyaluran kredit UMKM dalam platformnya. Selain itu juga ada Investree yang baru saja mendapat tambahan debt funding.

Menurut data yang dihimpun oleh tim DSInnovate dalam Fintech Report 2020, untuk pangsa pasar sebagai platform yang paling sering digunakan adalah Modalku dengan 21,6 persen, disusul KoinWorks tipis dengan 21 persen, dan Investree 18,9 persen. Kemudian, ada ModalRakyat 16,2 persen, Akseleran 10,3 persen, AwanTunai 9,6 persen, Mekar.id 9,3 persen, dan Taralite 7,2 persen.

Modalku menyediakan layanan pendanaan digital, dimana peminjam (UMKM yang berpotensi) bisa mendapatkan pinjaman modal usaha tanpa jaminan hingga Rp 2 miliar yang didanai oleh pendana platform (individu atau institusi yang mencari pendanaan) melalui pasar digital.

Selain di Indonesia, Modalku juga telah beroperasi di Singapura, Malaysia, dan Thailand dengan nama Funding Societies. Sampai saat ini, Grup Modalku telah berhasil mencapai penyaluran pinjaman usaha sebesar Rp 26,47 Triliun kepada lebih dari 4,8 juta transaksi pinjaman UMKM.

Application Information Will Show Up Here

Sejasa Raih Pendanaan Seri A 56,7 Miliar Rupiah Dipimpin Morning Crest Capital dan BTFV

Platform layanan penyedia jasa Sejasa berhasil meraih pendanaan seri A senilai $4 juta atau 56,7 miliar Rupiah dipimpin oleh modal ventura yang berbasis di Shanghai, Morning Crest Capital (MCC) dan BTFV dari Singapura. MCC sendiri merupakan investor utama sebuah startup dengan model bisnis serupa di Australia yang telah terdaftar di bursa setempat.

Pendanaan ini memiliki tiga fokus, yaitu untuk perluasan area layanan Sejasa di luar Jabodetabek. Selanjutnya, perusahaan juga akan menggunakan sebagian dari pendanaan tersebut untuk meningkatkan inovasi teknologi dan menambah talenta, terutama divisi pengembangan produk. Terakhir, akuisisi penyedia layanan serta pemeliharaan kualitas.

Sejasa telah menyediakan lebih dari 200 jenis layanan jasa, termasuk perawatan rumah, perbaikan rumah, jasa pertukangan, servis elektronik, kebersihan dan disinfektan, hingga kecantikan. Perusahaan yang berdiri sejak tahun 2015 ini menawarkan layanan penyedia jasa rumah tangga yang cepat, aman, dan nyaman yang akan tiba di rumah konsumen dalam waktu 45 menit setelah pemesanan.

Managing Partner MCC, Fred (Xiaofan) Bai mengungkapkan, “Kami telah melihat bagaimana platform ini dapat ditingkatkan untuk mencakup berbagai jenis layanan dan bahkan lintas geografi, dan kami memiliki keyakinan pada tim Recommend Group untuk mempercepat digitalisasi layanan rumah di seluruh Asia Tenggara, yang merupakan peluang pasar yang sangat besar. Kami terus optimis dalam digitalisasi layanan lokal secara global dalam 5-10 tahun ke depan,”

Selain verifikasi dokumen, untuk memastikan bahwa layanan yang disediakan di Sejasa adalah yang terbaik, perusahaan menerapkan sistem rating dan review agar penyedia jasa bisa lebih menjaga kualitas layanan mereka. Di samping melalui proses kurasi, terdapat beberapa penyedia jasa yang merupakan rekomendasi dari pihak-pihak yang sudah ahli dalam bidangnya.

Untuk bisa lebih meyakinkan penggunanya, Sejasa memberikan garansi 30 hari dan asuransi ganti rugi sebesar Rp300 juta kepada setiap pelanggan untuk setiap kemungkinan yang terjadi, seperti kerusakan properti, pencurian, kebakaran, dan lain-lain. Dalam menyediakan hal tersebut, perusahaan bekerja sama dengan penyedia layanan asuransi Allianz.

Saat ini, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 40.000 UKM informal dan individu profesional penyedia jasa untuk menstandarisasi cakupan dan harga layanan, meningkatkan kualitas layanan, dan memungkinkan penyedia jasa untuk mengumpulkan pembayaran tanpa uang tunai. Sebelumnya, Sejasa juga bekerja sama dengan Grab untuk menyediakan layanan “Clean & Fix”.

Lokalisasi pasar

Sejasa merupakan bagian dari Recommend Group, yang berasal dari Singapura dan juga beroperasi di Malaysia dengan nama Recommend.my. Terkait hal ini, Co-Founder & CEO Recommend Group Jes Min Lua mengungkapkan bahwa sejak mulai bekerja di Indonesia pada tahun 2008, ia melihat potensi luar biasa di negara ini. Setiap orang memiliki keinginan untuk berubah, mengadopsi hal baru serta membawa Indonesia ke tahap selanjutnya.

Dalam hal lokalisasi pasar, timnya mengakui bahwa kedua pasar, Indonesia dan Malaysia, cenderung memiliki kesamaan dalam hal kondisi pasar yang fragmented. Terdapat gap yang cukup besar di antara penyedia layanan yang berkualitas dengan jasa “abal-abal”. Dalam hal ini, Sejasa ingin menjembatani penyedia jasa yang berkualitas, dan tidak menutup kemungkinan untuk penyedia jasa yang ingin meningkatkan kualitas.

Sementara itu, terdapat perbedaan namun tidak mendasar pada sifat masyarakat di kedua negara. Contohnya kebanyakan orang di Indonesia menginginkan layanan yang bisa hadir dalam waktu cepat, sementara di Malaysia, masyarakatnya cenderung merencanakan paling tidak satu hari sebelum memesan. Maka dari itu, Sejasa berusaha menghadirkan penyedia layanan yang tidak hanya baik dalam hal kualitas namun juga geografis untuk bisa menjangkau masyarakat yang membutuhkan layanan dalam waktu cepat.

“Kami menggunakan algoritma pencocokan untuk mengetahui keinginan konsumen dan menggunakan faktor-faktor penentu, seperti lokasi, kompleksitas pekerjaan, dan jadwal untuk memberikan rekomendasi layanan profesional terbaik,” tambah Jes.

Hingga saat ini, Sejasa telah melayani lebih dari satu juta rumah di Indonesia dan Malaysia. Beberapa platform yang juga menawarkan layanan sejenis di Indonesia termasuk Seekmi, KliknClean, OKHome, dan Adain.

Application Information Will Show Up Here

Jajaki Sektor Wellness, Indosat Ooredoo Luncurkan Aplikasi IMove

Perusahaan telekomunikasi Indosat Ooredoo meluncurkan inisiatif barunya IMove, sebuah platform yang menawarkan pengalaman gaya hidup sehat dengan konsep gamifikasi yang berhadiah. Peluncuran ini juga sebagai upaya Indosat Ooredoo untuk mendukung Pemerintah mewujudkan Indonesia Sehat 2025.

Menurut data WHO, jumlah orang dewasa yang kelebihan berat badan di Indonesia telah meningkat dua kali lipat selama dua dekade terakhir. Obesitas pada anak juga meningkat, dengan satu dari lima anak usia sekolah dasar dan satu dari tujuh remaja di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, menurut Survei Riset Kesehatan Dasar nasional 2018.

Dalam laporan ini, aktivitas fisik yang rendah juga disebut sebagai faktor utama keempat penyebab kematian. Kehidupan di kota besar menjadi salah satu yang mempengaruhi gaya hidup tidak sehat dengan akses yang relatif mudah untuk makanan olahan serta kurangnya pergerakan melalui penggunaan transportasi bermotor dan peningkatan penggunaan layar untuk bekerja, pendidikan dan rekreasi.

IMove menawarkan pendekatan holistik untuk kesehatan yang optimal, dengan fokus pada gerakan, nutrisi, dan kesehatan emosional. Pengguna dapat mengikuti berbagai tantangan gamifikasi untuk berolahraga lebih banyak, menurunkan berat badan, makan lebih sehat, dan menjadi pribadi yang lebih sehat.

SVP-Head of Digital Services Indosat Ooredoo, Sudheer Chawla mengatakan, “Melakukan gaya hidup sehat sangat penting, terutama di masa pandemi ini. Oleh karena itu, kami meluncurkan IMove untuk mendorong masyarakat menjalani gaya hidup yang lebih sehat dengan konsep gamifikasi. Melalui IMove, kami menawarkan platform goal-setting, habit tracker, dan komunitas online, membantu pengguna mencapai tujuan individu mereka, tetap berkomitmen, dan mendapatkan hadiah. Kami berharap pelanggan kami akan memilih IMove sebagai pilihan pertama mereka untuk menerapkan gaya hidup sehat dan lebih aktif.”

Platform ini memiliki tiga fitur utama: Coaches, Social Wall, dan Rewards. Dalam fitur Coaches, pengguna dapat menikmati berbagai wawasan informatif, seperti rencana dan resep makan, rutinitas dan latihan kebugaran, serta tips gaya hidup sehat dari para pelatih profesional bersertifikat. Melalui Social Wall, pengguna dapat berbagi kemajuan mereka untuk saling mendukung dan berinteraksi. Sementara itu, pengguna dapat mengumpulkan trofi untuk setiap kegiatan dan melakukan redeem di store dengan fitur Rewards.

Selain itu, terdapat fitur Tantangan Leaderboard of Step, pengguna IMove dapat membandingkan kemajuan mereka dengan peserta lain. Platform ini menawarkan tantangan gratis hingga pro dengan berlangganan mulai dari Rp1.000/hari. Aplikasi ini telah tersedia di Google Play Store dan App Store.

Platform wellness di Indonesia

Pandemi Covid-19 ini menyerang satu hal yang terkadang tidak dianggap serius oleh sejumlah orang, yaitu kesehatan tubuh. Banyak orang yang kini lebih peduli dengan kesehatan mereka dan mulai mau menyisihkan uang demi menjaga kebugaran. Namun, pembatasan interaksi fisik memaksa mereka untuk menjalankan workout atau olahraga di rumah. Hal ini membuka peluang bagi pasar wellness di tanah air.

Dalam Laporan DSResearch bersama FITCO yang bertajuk “Pemahaman Pasar Wellness di Indonesia”, pangsa pasar industri wellness terbilang sangat menjanjikan. Hasil riset Global Wellness Institute (GWI) di tahun 2017 memprediksi industri ini bernilai $4,2 triliun secara global dengan pertumbuhan mencapai 6,4% per tahun.

Di Indonesia sendiri, beberapa platform yang fokus untuk menyediakan solusi gaya hidup sehat termasuk Doogether dan FITCO. Selain solusi kebugaran, untuk menguatkan posisi sebagai wellness tech startup dengan ekosistem yang holistik, FITCO juga mengembangkan beberapa subvertikal bisnis, seperti makanan sehat dan marketplace untuk alat olahraga.

Dalam kaitannya dengan perusahaan telekomunikasi, IMove bukan satu-satunya inisiatif kesehatan sosial yang didukung oleh operator telekomunikasi. Sebelumnya, Telkomsel juga telah lebih dulu menjajaki ranah layanan kesehatan digital dengan aplikasi Fita. Belum banyak eksplorasi yang dilakukan dalam platform ini, baru tersedia program olahraga, tutorial olahraga, serta tutorial resep makanan sehat.

Application Information Will Show Up Here

Campaign.com Gaet Sponsor Institusional, Wadahi Aksi Kolektif untuk Misi Sosial

Pandemi yang menghantam berbagai sektor telah mendorong masyarakat untuk mencari solusi agar bisa bertahan di tengah situasi sulit ini. Berbagai inisiatif juga telah dilancarkan baik oleh pemerintah, institusi hingga masing-masing individu. Salah satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah platform aksi sosial.

Campaign.com merupakan salah satu startup yang bergerak di bidang sosial. Didirikan oleh William Gondokusumo pada 28 Februari 2015, ide awal dibentuknya platform ini sebenarnya terinspirasi dari ALS Ice Bucket Challenge, sebuah social challenge yang ternyata melahirkan dampak besar untuk masyarakat dunia dalam hal meningkatkan kesadaran dan dukungan untuk ALS.

Founder Campaign.com William Gondokusumo mengungkapkan, “Pada dasarnya kebanyakan masalah di dunia ini, mulai dari pandemi Covid-19 sampai krisis iklim, membutuhkan solusi berupa aksi kolektif. Dalam hal ini, Campaign.com ingin menjadi bagian dari solusi yang mewadahi aksi-aksi kolektif dengan membantu menyelesaikan beragam masalah yang dihadapi berbagai pihak.”

Aplikasi Campaign #ForChange sendiri diluncurkan pada 2018 sebagai platform aksi sosial dimana penyelenggara kampanye (organisasi sosial) dapat mengajak pendukung mereka untuk ambil aksi sosial dan secara otomatis terkonversi menjadi donasi dari sponsor. Sebelum pandemi, aplikasi ini menjadi aplikasi pendamping untuk memeriahkan booth di berbagai acara seperti festival dan car-free day.

Sebagai platform aksi sosial, yang membedakan Campaign.com dengan platform penggalangan dana adalah memungkinkan donasi tanpa uang melalui aplikasi Campaign #ForChange, di mana penyelenggara dapat menantang pendukung mereka untuk mengambil aksi (yang dibuktikan dengan mengunggah foto/video yang kemudian diverifikasi dari tim Campaign.com) dan akhirnya bisa membuka donasi dari Sponsors.

“Sangat menginspirasi melihat bagaimana aksi sederhana dan seru bisa menghubungkan begitu banyak orang di berbagai penjuru dunia untuk sebuah isu sosial,” ujar William.

Campaign #ForChange sendiri terdiri dari tiga pihak utama; Organizers, Supporters, dan Sponsors. Para Organizers adalah mereka aktif berkecimpung di bidang sosial dan meluncurkan kampanye sosial serta merancang tantangan. Kemudian, yang menjawab tantangan tersebut dan mendukung kampanye sosial lewat aksi disebut Supporters. Sementara yang mendanai kampanye dan mengkonversi aksi menjadi donasi adalah para Sponsors.

Di tahun 2020, Campaign.com berhasil mendapat penghargaan Google Play Indonesia’s Best app for Good. Sejak didirikan, timnya mengaku sudah bekerja sama dengan organisasi lokal dan internasional, seperti US Embassy Jakarta, SOS Children’s Villages Indonesia, Search For Common Ground, Scholars of Sustenance (SOS) Bali, dan juga WWF Indonesia.

Pada awalnya, tim mereka bekerja dari satu kantor, namun sejak menerapkan sistem work-anywhere, semua sudah full-remote dan menyebar di lebih dari 30 kota di Indonesia dan Singapura, Australia, dan Amerika Serikat. Sponsor yang mendanai kampanye sosial di platform ini pun beragam, di antaranya ada PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. (Marein), Travelio, Danpac Pharma, Alpha JWC, dan lain-lain.

Hingga September 2021, lebih dari 320.000 aksi sosial yang sudah dilakukan di aplikasi Campaign #ForChange, dengan 332 Organizers yang bergabung, dan donasi yang tersalurkan sebesar lebih dari 1,36 miliar rupiah. Saat ini perusahaan memposisikan diri sebagai full social startup.

Full social startup

Dalam menjalankan bisnis yang erat kaitannya dengan aksi sosial, monetisasi kerap menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Sementara bisnis harus tetap berkelanjutan. Campaign.com saat ini menerapkan model bisnis B2B dengan fokus di Online Sponsorship. Perusahaan mengungkapkan bahwa ini adalah sistem monetisasi baru yang berbeda dari iklan online.

Iklan dan sponsor biasanya digunakan secara bergantian, namun sebenarnya sangat berbeda. Iklan menyiratkan bahwa pembayaran telah dilakukan untuk menempatkan iklan dengan pesan tertentu di tempat. Sebuah sponsorship, di sisi lain, menyiratkan hubungan yang jauh lebih dalam, sering berkelanjutan antara dua pihak.

William mengaku, “Pendapatan kami berasal dari lembaga pemerintah, perusahaan, institusi dan individu yang mensponsori sebuah Challenge di aplikasi Campaign #ForChange. Kami mengenakan biaya sebesar 5% untuk platform fee dan juga verification fee. Ada juga biaya tambahan berupa management fee jika ada layanan ekstra yang kami sediakan.”

Sementara itu, Organizers dan Supporters tidak perlu mengeluarkan biaya apa pun. Perusahaan sendiri menyediakan tim untuk membantu para Organizers terhubung dan didukung oleh pihak Sponsors, serta menjangkau Supporters yang lebih banyak lagi.

Berbicara mengenai target pasar, sebenarnya mencakup semua orang atau siapa saja yang punya smartphone dan ingin berkontribusi membuat dunia menjadi lebih baik. Namun saat ini timnya sedang fokus untuk menggaet pemerintah, perusahaan, yayasan, dan individu yang ingin mendukung kampanye oleh organisasi sosial yang menangani isu-isu yang selaras dengan misi sosial mereka. Pihak-pihak ini mengalokasikan sebagian anggaran yang mereka gunakan untuk iklan dan aktivasi untuk mensponsori kampanye sosial dalam platform.

Hal ini diakui selaras dengan salah satu core value perusahaan, yaitu Full Collaboration. “Kami percaya bahwa hanya dengan kerja sama kita semua bisa melahirkan perubahan positif yang berkelanjutan!” ungkap William.

Dari sisi pendanaan, platform ini masih melakukan bootstrapping dari para angel investor yang percaya dan mendukung misi Campaign.com, ditambah dengan pendanaan pribadi. Saat ini yang menjadi fokus perusahaan adalah menggaet lebih banyak Sponsors untuk mendanai kampanye sosial para Organizers, dan juga mencapai financial sustainability.

“Ke depannya, saat kami sudah bisa membuktikan model bisnis kami dan mencapai scale, kami ingin mengundang para impact investor untuk bergabung,” tambah William.

Pihaknya cukup optimis dengan masa depan platform sosial di Indonesia. Saat ini bisa dilihat pertumbuhan pesat dari berbagai gerakan sosial dan wirausaha sosial. Ditambah lagi, Indonesia dinobatkan sebagai world’s most generous country oleh World Giving Index pada tahun 2018. Ini akan menjadi salah satu tren yang positif.

Dalam menjalankan misinya, Campaign.com telah bermitra dengan banyak startup sosial Indonesia, seperti Indorelawan.org, PLUS (Platform Usaha Sosial), Kitabisa.com, dan Change.org Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Rencana Bisnis Otomoto di Tengah Pasar Otomotif yang Mulai Membaik

Sebagai konsekuensi dari penyebaran global virus corona, mobilitas sehari-hari masyarakat telah berubah signifikan. Dampaknya juga dirasakan oleh berbagai pihak dalam bisnis, tak terkecuali industri otomotif tanah air. Pada awal pandemi memang terbilang cukup terpukul akibat penurunan transaksi ekonomi yang terjadi, namun berangsur-angsur membaik.

Perubahan pola di masyarakat juga terjadi, misalnya makin banyak yang mempertimbangkan untuk menggunakan kendaraan pribadi, alih-alih kendaraan umum. Untuk mengakomodasi transaksi produk motor atau mobil yang makin signifikan, beberapa perusahaan juga menggencarkan inisiatifnya dengan membentuk platform jual/beli kendaraan. Otomoto menjadi salah satu yang fokus melayani kebutuhan sepeda motor.

Industri otomotif selama pandemi

Industri otomotif menjadi salah satu sektor andalan yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional. Disebut dalam situs Kementrian Perindustrian bahwa sektor ini telah menyumbangkan nilai investasi sebesar Rp99,16 triliun dengan total kapasitas produksi mencapai 2,35 juta unit per tahun dan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 38,39 ribu orang.

Co-Founder Otomoto Indonesia Marwoto Soebiakno mengungkapkan, “Pada awal pandemi, industri otomotif cukup terpukul, sehingga operasional kami juga cukup terganggu. Kami juga harus banyak beradaptasi dengan kondisi market. Namun, hal ini cukup memberikan dampak positif bagi Otomoto dan rekanan showroom motor bekas kami.”

Tentunya semua startup mengalami banyak tantangan. Menurut Marwoto, tantangan utama mereka adalah market education. Segmen pasar Otomoto mirip dengan beberapa startup dibidang FMCG, misalnya Ula, WarungPintar, dan lainnya, sehingga dibutuhkan strategi dan usaha khusus untuk membiasakan pengguna untuk melakukan transaksi otomotif secara online. Namun, timnya melihat hal ini kami sebagai peluang besar untuk dapat melakukan digitalisasi pasar tersebut.

Sebagai contoh, banyak pengendara motor yang terganggu secara finansial sehingga harus melepas kendaraannya. Disisi lain, banyak juga pengguna yang karena takut menggunakan kendaraan umum, lebih memilih untuk membeli kendaraan pribadi. Dalam hal ini, produksi kendaraan baru, cukup terhambat karena pabrik yang tutup dan hal-hal lainnya. Maka dari itu, pasar kendaraan bekas menjadi alternatif yang menarik.

Perusahaan rebrand dari Sumo365 ini memiliki model bisnis utama C2B Model (Customer to Business). Hal ini serupa dengan Carro, Carsome & OLX Autos (yang sebelumnya adalah BeliMobilGue). Platform ini memfasilitasi pengendara motor yang ingin menjual atau menukar tambahkan unitnya secara online dengan mudah dan cepat.

Terdapat dua fitur andalan, yaitu Price Engine dan Smart Inspection yang saat ini masih fokus pada sepeda motor. Melalui fitur ini, pengendara motor bisa memiliki keterbukaan harga dan memaksimalkan transaksi jual/beli/tukar-tambah. Selain itu, pengguna juga bisa mengajukan pinjaman/ re-financing dalam platform Otomoto.

Perusahaan mengklaim bahwa mengalami pertumbuhan yang cukup baik, terutama di tahun 2021. Selama Semester I 2021, Revenue tercatat sebesar CMGR 31.2% dan meningkat cukup drastis di Q3 ini dan timnya optimis bisa meraih pencapaian maksimal di Q4 tahun ini.

Rencana ke depan

Sejalan dengan recovery industri otomotif, terutama sepeda motor, Otomoto yakin penjualan sepeda motor akan tetap bertumbuh. Menurut data perusahaan, sebelum pandemi, rata-rata penjualan motor tahunan ada di angka 6 juta. Selama pandemi 2020, angka tersebut sempat turun ke angka 4.3 juta. Per Agustus 2021, penjualan motor keseluruhan di Indonesia sudah mencapai angka 3.2 juta dan di prediksi mencapai angka 4.7-5 juta di akhir tahun ini. “Maka dari itu, kami cukup confident bahwa market otomotif akan tetap berkembang,” tambah Marwoto.

Selain itu, perusahaan juga melihat ada dua hal yang akan mengubah dinamika di pasar otomotif dan akan membawa dampak positif. Pertama, pertumbuhan di industri logistik. Banyak startup seperti Shipper, Waresix, dll dan 3PL convensional seperti JNE, Tiki, dll. Di kota dan kabupaten kecil (tier-2), logistik masih cukup terbatas. Sehingga penetrasi ke kota dan kabupaten ini, akan membuka market baru.

“Kami melihat bahwa kebutuhan last-mile delivery tentunya akan berdampak positif kepada industri otomotif termasuk Otomoto. Kedua, mulai masuknya kendaraan listrik. Saat ini, EV (Electric Vehicle) masih memiliki harga yang cukup tinggi. Namun, pemerintah memprediksi bahwa harga EV bisa turun hingga 40%, dengan pembangunan infrastruktur seperti SPBKLU. Juga, inisiatif pabrik baterai dan lainnya. Hal ini tentunya akan memberikan angin segar bagi industry mobil dan motor,” ungkap Marwoto.

Melihat investor yang mulai tertarik untuk menyalurkan pendanaan di industri otomotif, seperti yang belum lama ini didapat oleh Carsome dan Carro, Otomoto saat ini sedang melakukan persiapan secara internal dan menargetkan untuk fundraising di awal Q1 2022. Selain itu, timnya juga berencana untuk berekspansi di Pulau Jawa. Perusahaan ingin bisa menjangkau pasar lebih luas di kota tier 1 dan harapannya bisa mencakup di kota-kota di tier 2.

“Secara business model, mungkin akan tetap memiliki landasan yang sama, namun kami juga sedang piloting untuk beberapa O2O (online-to-offline) solution yang bisa lebih membantu dan meningkatkan layanan Otomoto kepada para pengguna sepeda motor,” tutup Marwoto.

Application Information Will Show Up Here

Mendalami Potensi Bisnis Social Commerce di Daerah

Sementara geliat perusahaan-perusahaan e-commerce di Indonesia kian menanjak, penetrasi layanan ini terhadap pedagang masih terhitung belum maksimal. Ada banyak pedagang yang masih enggan masuk ke ranah e-commerce oleh karena berbagai keterbatasan atau dengan alasan kenyamanan dan preferensi. Social commerce hadir salah satunya sebagai strategi untuk bisa mengonversi para pedagang offline menjadi online (O2O).

Selama pandemi, terjadi pertumbuhan signifikan pada jumlah transaksi online di Indonesia. Hal ini berdampak terhadap angka pertumbuhan pedagang online di Indonesia. Sampai Agustus tahun ini, terdapat lebih dari 14 juta UMKM atau 22% dari total UMKM yang sudah bergabung dengan aplikasi perdagangan elektronik.

Namun, pada kenyataannya, angka pertumbuhan ini masih belum merata terjadi di seluruh Indonesia. Kebanyakan, yang menggunakan e-commerce adalah orang-orang di kota besar dengan berbagai kemudahannya. Sementara, masyarakat yang tinggal di desa yang lebih terpencil atau rural, masih berjibaku dengan keterbatasan teknologi.

Dalam kaitannya dengan industri digital, pada dasarnya semua inisiatif e-commerce memiliki tujuan untuk mengangkat barriers yang ada di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dagangan, salah satu pemain yang ikut berkecimpung dalam kolam social commerce ingin mencoba menjembatani daerah-daerah terpencil ini dengan ekosistem digital yang kian bertumbuh di kota-kota besar.

Potensi daerah rural

Sebelum menjadi seorang founder platform social commerce Dagangan, Ryan Manafe sempat bercita-cita menjadi tentara. Namun, saat ini ia memiliki kesempatan untuk mengabdi pada negara lewat jalan lain, yaitu perkembangan ekonomi digital. Salah satu cara konkret adalah dengan menjembatani masyarakat yang berada di daerah dengan solusi digital untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Faktanya, ekonomi Indonesia sebagian besar juga ditopang oleh sumber daya alamnya yang kaya dan kebanyakan berlokasi di daerah terpencil. Uang berputar di daerah, sementara masyarakatnya masih sangat konvensional. Dagangan melihat hal ini sebagai peluang di mana mereka bisa masuk dan berharap bisa memberi manfaat serta menggandakan ekonomi daerah.

Ryan juga mengungkapkan fakta yang cukup tragis, Indonesia sebagai pencetak unicorn dan decacorn, masih memiliki banyak sekali rakyat yang belum tersentuh digital. Ia berharap, dengan berperan sebagai social commerce, Dagangan bukan dianggap sebagai kompetitor melainkan bisa menjadi enabler atau support system untuk pemain yang sudah besar.

Pendekatan kontekstual

Di luar sana, konsep social commerce sudah sangat populer. Indonesia saat ini sedang mengikuti tren global, namun tidak bisa menggunakan satu pendekatan untuk penetrasi seluruh pasar, harus ada pendekatan spesifik untuk segmen tertentu. Satu kata yang menurut Ryan bisa mewakili hal ini adalah “kontekstual”.

Ketika diimplementasi di lapangan, tidak semua masyarakat bisa mengadopsi konsep ini sepenuhnya. Maka dari itu, pendekatan kontekstualisasi dibutuhkan untuk meminimalkan miskomunikasi atau deviasi informasi. Setiap orang punya cara sendiri dan pendekatan yang pas. Contohnya, memasukkan pemimpin lokal di dalam bisnis model atau bekerja sama dengan institusi tertentu. 

Dagangan memulai bisnis dari Magelang bukan tanpa alasan. Ryan memiliki pemahaman mendalam terkait kultur dan kebiasaan masyarakat setempat. Selain itu, sebagai warga Magelang, ia juga akrab dengan komunitas yang berperan penting dalam keberlanjutan bisnis social commerce. Tantangan datang ketika akan memutuskan untuk ekspansi. Namun hal itu bisa dikondisikan selama tetap menjalankan proses kontekstualisasi dalam bisnis model sebelum memulai penetrasi untuk spesifik area. 

“Saya memanfaatkan latar belakang untuk memulai hal ini, karena sangat penting untuk kita memiliki pemahaman mendalam terkait budaya masyarakat setempat. Namun, ketika nanti kita diizinkan untuk ekspansi, saya juga belum tahu seperti apa. Kita bisa bekerja sama dengan putra daerah atau startup yang sudah beroperasi lama di sana,” ujar Ryan.

Memberi dampak nyata

Melihat banyak perusahaan e-commerce yang telah menjadi unicorn, bukan berarti Dagangan tidak memiliki ambisi untuk hal itu. Hanya saja, Ryan mengungkapkan, saat ini bukan itu yang menjadi fokus mereka. “Banyak konteks di daerah/rural yang bukan menjadi suatu hal yang seksi dari kacamata investasi, tapi kita harus bisa menghadapi hal itu. Semua adalah tentang menemukan keseimbangan antara keduanya,” tambah Ryan.

Terkait kompetisi, Indonesia memiliki potensi pasar sebesar $131 miliar. Ryan percaya hal ini tidak bisa dipenuhi oleh satu atau dua startup saja. Selama perusahaan memiliki visi yang jelas terkait segmen pasar, masalah yang ingin diselesaikan, dan memiliki pendekatan kontekstual. Akan sulit untuk bisa berkompetisi dengan e-commerce yang sudah besar, justru bagaimana caranya bisa mendukung mereka masuk ke daerah. Itulah yang berpotensi menjadi pangsa pasar.

Ia percaya bahwa ada 3 kunci untuk social commerce bisa menjadi the next big thing. Pertama, bagaimana bisa mengakomodasi kearifan lokal. Kedua, validasi produk yang dipengaruhi oleh komunitas. Terakhir, harus bisa menghadapi tantangan dari sisi geografis. Lalu, saat ini kita berada di jaman kolaborasi bukan kompetisi. “Setiap orang punya keterbatasan, tidak ada startup ilahi. “Mari memosisikan diri untuk saling melengkapi daripada berkompetisi,” ujar Ryan.

Upaya KlinikGo Digitalisasi Klinik Kesehatan Setelah Mengantongi Pendanaan Awal

Pandemi yang melanda negeri ini di awal tahun 2020 lalu telah menciptakan berbagai keterbatasan di masyarakat. Salah satunya adalah pembatasan sosial yang mengharuskan kita untuk menjaga jarak dan interaksi satu sama lain. Hal ini berlaku di semua fasilitas umum termasuk fasilitas kesehatan.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran pasar, penyedia layanan teknologi kesehatan semakin fokus pada inovasi produk. Sektor healthtech membantu mengatasi tantangan dalam sistem perawatan kesehatan Indonesia. Solusi kesehatan digital, seperti apotek elektronik dan konsultasi online meningkatkan akses ke layanan kesehatan berkualitas di Indonesia. Salah satunya adalah KlinikGo, sebuah perusahaan teknologi yang menawarkan nilai tambah bagi pelayanan kesehatan di Indonesia

Dibentuk pada tahun 2019, KlinikGo merupakan pengembangan inisiatif dari layanan Perawatku yang fokus pada pengadaan tenaga kesehatan. Founder KlinikGo, Ogy Winenriandhika melihat bahwa ada kebutuhan dari stakeholder dalam hal ini fasilitas kesehatan untuk bisa memberikan pelayanan maksimal ke end customer. Perusahaan di sini berperan sebagai agregator rantai klinik berteknologi yang menyatukan semua kebutuhan perawatan kesehatan untuk pasien ke dalam satu platform.

“Kami memulai Klinikgo dengan fokus untuk dapat mengonsolidasikan sisi permintaan dan menurunkan biaya produk. Kami adalah rantai klinik dengan pertumbuhan tercepat yang bertujuan untuk mengurangi biaya perolehan produk dengan mengerjakan seluruh proses pembelian menggunakan teknologi,” jelas Ogy.

Digitalisasi Klinik di Indonesia

Dalam menjalankan bisnisnya, KlinikGo memiliki tiga pilar utama, yaitu digitalisasi klinik, procurement, dan pembiayaan. Terkait digitalisasi klinik, perusahaan menawarkan jasa untuk membantu klinik terdaftar meningkatkan traksi. Selain itu juga menyediakan sistem POS (Point of Sales) untuk mengelola penjualan mereka. Semua sudah terintegrasi dengan layanan yang sebelumnya telah tersedia di KlinikGo.

Selain itu, perusahaan juga menawarkan layanan procurement, timnya akan membantu bukan hanya dari sisi pengadaan alat kesehatan atau produk kesehatan, namun juga supply tenaga kerja kesehatan. Dalam hal ini memanfaatkan kerja sama strategis dengan Perawatku. Selanjutnya, dari sisi pembiayaan, KlinikGo juga menawarkan program paylater bekerja sama dengan perusahaan fintech Klikcair dan Danai.

Disinggung mengenai tantangan dalam menjalankan bisnis di sektor ini, Ogy mengungkapkan bahwa digitalisasi faskes memiliki pendekatan yang berbeda dengan perusahaan fintech atau yang lainnya. Ada banyak regulasi yang mengiringi tumbuh kembang sektor ini. Namun, keberadaan pandemi cukup melonggarkan beberapa regulasi terkait layanan kesehatan digital. KlinikGo sendiri sudah menjalin kerja sama dengan Kemenkes dan Asosiasi Telemedis Indonesia terkait hal ini.

Selain KlinikGo, ada beberapa pemain yang juga menawarkan solusi serupa. Sebut saja Klinik Pintar dari Medigo yang menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dalam hal digitalisasi rumah sakit, ada juga startup healthtech Zi.Care  yang belum lama ini mendapatkan pendanaan tahap awal.

Pendanaan dan rencana ke depan

Menurut laporan dari KenResearch berjudul Future Growth of Indonesia Health Tech Market yang dirilis di akhir tahun 2020, Dalam 4-5 tahun terakhir, berbagai perusahaan kesehatan digital dan solusi kesehatan digital telah muncul di Indonesia. Populasi Indonesia yang besar dan tersebar secara geografis memberikan basis pengguna yang kuat untuk aplikasi kesehatan digital yang sedang berkembang.

Sumber: KenResearch

Ogy mengakui, dari awal pandemi, timnya sudah bisa membaca peluang yang ada dan merasa harus mengambil kesempatan untuk penetrasi pasar ini. Di akhir tahun 2020, perusahaan berhasil mendapat pendanaan kedua dari Risjadson Holding. Lalu, disusul oleh Gaido Group dan 5Digital Ventures pada Q1 2021. Diketahui bahwa dewan direksi dari 5Digital Ventures juga sudah lama berkecimpung di industri kesehatan Singapura.

Gaido sendiri merupakan perusahaan travel haji, mereka salah satu yang punya cabang terbanyak di Indonesia. Dukungan dari perusahaan akan melahirkan sinergi yang diharapkan bisa merespons isu terkait persyaratan medis untuk kebutuhan perjalanan haji.

Selama kurang lebih 2 tahun berjalan, KlinikGo memiliki tiga sumber pemasukan. Pertama, datang dari comission fee dari berbagai layanan yang ditawarkan dalam platform. Selanjutnya, margin yang didapat dari produk kesehatan yang berhasil dijual. Lalu dari sisi pembiayaan, kita juga mendapat komisi untuk setiap dana yang berhasil dicairkan.

Hingga saat ini, KlinikGo telah melayani lebih dari 50 ribu pasien dan 10 ribu layanan homecare. Selain itu juga telah menyalurkan lebih dari 300 pengiriman produk kesehatan serta memiliki lebih dari 100 partner klinik. Targetnya adalah untuk bisa mendigitalisasi 1000 klinik di seluruh Indonesia mulai dari Q1 2022.

Application Information Will Show Up Here

Perkuat Inisiatif Digitalisasi Dunia Pendidikan, Pintro Kolaborasi dengan Perbankan

Digitalisasi dalam dunia pendidikan menjadi sebuah persoalan serius yang perkembangannya selalu mendapat perhatian dari berbagai kalangan masyarakat. Terlebih dalam kondisi pandemi yang sudah memasuki tahun kedua ini, dunia pendidikan dipaksa untuk bertransformasi secara digital untuk bisa beradaptasi dengan situasi yang ada saat ini.

Tentunya membangun digitalisasi layanan pendidikan bukanlah perkara mudah, dibutuhkan kesadaran, keinginan serta komitmen yang kuat mulai dari sisi lembaga pendidikan sendiri maupun dari sisi sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Selain itu, upaya ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan sangat kompleks dalam prosesnya mulai dari proses desain, pengembangan, sosialisasi, dan implementasi sistem.

Beberapa lembaga pendidikan sudah mengambil langkah untuk menggunakan platform aplikasi dalam membantu pengelolaan pelayanan pendidikan, namun bukan berarti hal ini tanpa tantangan. Dengan menggunakan platform pihak ketiga, lembaga pendidikan harus mengikuti aturan dan sistem yang berlaku dan sering kali tidak menyediakan opsi integrasi dan personalisasi.

Pintro sebagai salah satu pemain di sektor ini menyadari kedua kendala di atas dapat menjadi kunci untuk menyukseskan transformasi digital di dunia pendidikan. Platform yang menyediakan solusi sistem tata kelola administrasi dan manajemen lembaga pendidikan berbasis SaaS ini mencoba memperkuat inisiatif dari berbagai sisi, salah satunya finansial.

Kolaborasi dengan perbankan

Pada awal bulan September 2021 lalu, Pintro resmi menggandeng Bank Mega Syariah untuk mewujudkan komitmen memberikan solusi digitalisasi pendidikan melalui program “EduBerkah”. Bukan hanya sekedar memberikan kredit pengembangan infrastruktur fisik pendidikan, bank yang pada awalnya hanya berurusan dengan sistem pembayaran diharapkan bisa memberikan subsidi biaya atas kebutuhan pengembangan transformasi digital.

Di sisi lain, segmen pasar lembaga pendidikan khususnya yang berbasis agama sangat luas di Indonesia. Pintro melihat kolaborasi dengan Bank Mega Syariah dengan fokus yang sejalan akan mempermudah proses digitalisasi serta memaksimalkan potensi yang ada.

Beragam keunggulan layanan EduBerkah ini nantinya akan diluncurkan mulai dari transaksi pendaftaran, proses pembayaran online dengan sistem multichannel yang terhubung secara otomatis ke sistem akademik, pembelajaran jarak jauh, online test, sistem penilaian, transkrip khs, hingga sistem layanan lainnya.

Program “EduBerkah” juga memberikan gratis pelatihan fitur layanan pendidikan yang akan digunakan. Dengan dukungan sistem tata kelola manajemen yang saling terintegrasi tersebut, diharapkan lembaga pendidikan dapat mengikuti laju pertumbuhan teknologi dan merasakan beragam kemudahan dalam kegiatan pendidikan sehari-hari. Layanan Eduberkah sendiri dapat diakses 24/7 dengan implementasi super mudah serta sudah terintegrasi & terautomasi.

Disebutkan juga dalam rilis bahwa nantinya kerja sama yang dibangun bukan hanya mengintegrasikan sistem pendidikan dengan sistem perbankan saja, akan tetapi diharapkan dapat mengintegrasikan juga dengan 30 unit bisnis di bawah naungan CT Corp yang bergerak di bidang retail, e-commerce dan hospitality lainnya secara nasional.

Pengembangan fitur

Di Pintro sendiri, sudah ada 2 kategori produk, yaitu Pintro Co-brand yang memungkinkan lembaga pendidikan untuk melakukan whitelabel atau kustomisasi, serta Pintro Lite dengan fitur yang lebih terbatas. Selama dua tahun beroperasi, sudah ada puluhan ribu pengguna aktif setiap hari dari 500+ Lembaga Pendidikan nasional dari setiap tingkatan pendidikan yang tersebar di berbagai kota termasuk Jabodetabek, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Pekanbaru, dan lainnya.

Dalam wawancara terpisah, CEO Pintro, Syarif Hidayat mengungkapkan adanya sedikit perubahan dalam prioritas pengembangan fitur/produk baru menyesuaikan kondisi pendidikan saat ini. Salah satu produk yang dikembangkan sejak tahun lalu adalah LMS (Learning Management System), diikuti dengan aplikasi tes online berbasis CBT “PintroTest” yang terintegrasi dengan modul pendaftaran murid baru, kegiatan akademik, serta pembayaran.

Produk lain yang juga sudah dikembangkan adalah “PintroConference” yang bukan hanya menawarkan video conference, namun juga terintegrasi dalam proses kegiatan pembelajaran harian dan fitur PintroTest. Selain untuk meminimalisir tindak kecurangan, fitur ini juga diklaim praktis serta terintegrasi ke sistem penilaian sehingga memungkinkan mobilisasi yang cepat dan tepat.

Selain itu, Pintro juga semakin memperkuat layanan pembayaran online dengan menambah opsi pembayaran di fitur “PintroPay” dengan LinkAja dan Jenius. Dalam fitur ini juga tersedia opsi paylater berkolaborasi dengan Kredivo.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa layanan yang menelurkan solusi sejenis, seperti Codemi yang pada akhir tahun lalu berhasil meraih pendanaan dari init-6, perusahaan investasi yang didirikan oleh Co-Founder Bukalapak, Achmad Zaki. Selain itu juga ada HarukaEDU dan RuangKerja oleh RuangGuru.

Target ke depannya

Dalam Edeech Report 2020 yang dikeluarkan DailySocial.id, disebutkan bahwa pasar e-learning global akan mencapai $325 miliar pada tahun 2025 dari $107 Miliar pada 2015. Menurut Holon IQ, pengeluaran masyarakat terkait kecanggihan teknologi dalam pendidikan akan mencapai $12,6 miliar pada 2025, yang naik dari $1,8 miliar pada 2018.

Sebagai bagian dari visi Pintro untuk terus bisa melakukan inovasi yang berkelanjutan khususnya di sektor pendidikan, ke depannya, timnya menyatakan keinginan untuk eksplorasi di luar sistem tata kelola manajemen pendidikan. CT Corp sebagai induk Bank Mega Syariah dengan ragam layanan yang ditawarkan, diharapkan dapat mempermudah Pintro untuk mengintegrasikan layanan pendidikan di sektor e-commerce, hiburan, pariwisata/perhotelan dan lainnya.

Salah satu target yang juga disampaikan terkait fitur Edumart yang saat ini masuk dalam pembahasan untuk skema komersial dan bisnis. “Harapannya bisa segera rilis di akhir tahun ini,” ujar Syarif.

Dari sisi pendanaan, hingga saat ini Pintro masih bertahan dengan sistem bootstrap. Syarif menyampaikan bahwa ada beberapa VC dari dalam dan luar negeri yang sudah mencoba membangun relasi, namun ketika itu Pintro belum fokus ke masalah pendanaan.

“Mudah-mudahan paling cepat tahun depan setelah urusan internal produk, organisasi dan bisnisnya makin matang, kami secara paralel bisa mempersiapkan proposal investasi yang lebih baik. Fundraising sendiri dibutuhkan untuk perluasan market Pintro secara nasional,” tutup Syarif.

Application Information Will Show Up Here

Cerita Rupiah Cepat di Tengah Persaingan Ketat Industri Fintech Lending Indonesia

Tren penggunaan layanan pinjaman online kian berkembang pesat, baik untuk kebutuhan konsumtif (personal) atau bisnis (UMKM). Dengan kemudahan pencairan dana dan persyaratan sederhana yang ditawarkan, masyarakat lintas generasi semakin tertarik untuk bisa menggunakan platform tersebut.

Salah satu pemain yang menawarkan layanan pinjaman online adalah Rupiah Cepat. Startup ini berawal dari diskusi Yolanda Sunaryo dengan investor asal Tiongkok terkait industri fintech yang juga sedang menjamur di sana pada 2018. Rupiah Cepat adalah hasil piloting project mereka di Indonesia. Sejak awal berdiri hingga saat ini, fokusnya masih pada cashloan atau pinjaman konsumtif.

Yolanda yang saat ini menjabat sebagai CEO mengungkapkan, “Pada tahun 2018, belum ada banyak pemain fintech lending yang terdaftar. Rupiah Cepat menjadi salah satu dari 20 perusahaan pertama yang memiliki inisiatif ini. Pasarnya juga masih sangat luas dengan tingginya permintaan. Sementara masih banyak masyarakat yang belum terjangkau oleh akses perbankan atau unbankable.”

CEO Rupiah Cepat, Yolanda Sunaryo

Tepat pada tanggal 19 Desember 2019, perusahaan berhasil mendapat lisensi dari OJK. Meskipun begitu, operasional perusahaan sudah dimulai sejak Maret 2018. Rupiah Cepat menawarkan pinjaman tunai mulai dari 400 ribu – 1 juta Rupiah. Jika pengguna memiliki riwayat bersih, maka kredit yang ditawarkan bisa mencapai 10 juta Rupiah.

Hingga awal tahun 2021, pinjaman yang disalurkan oleh Rupiah Cepat berasal dari “super lender”, yaitu investor dari Tiongkok. Namun sejak bulan Mei 2021 lalu, perusahaan mulai membuka peluang untuk pendanaan publikMasyarakat yang punya dana lebih untuk investasi melalui platform Rupiah Cepat.

“Pandemi cukup memberi dampak bagi operasional perusahaan. Kami memiliki ekosistem close-loop dengan selective lender dari Tiongkok. Nah, ketika pandemi bermula dari Tiongkok, pendanaan dari lender sempat menurun cukup signifikan. Hal ini juga yang mendorong perusahaan untuk melakukan diversifikasi. Komposisinya masih 90% super lender dan 10% public lender.” ujar Yolanda.

Selama kurang lebih tiga tahun beroperasi, perusahaan telah menyalurkan hampir 11 triliun Rupiah kepada sekitar 3,5 juta total peminjam, 380 ribu di antaranya merupakan peminjam aktif. Timnya menyebutkan bahwa demografi pengguna masih terpusat di pulau Jawa dan Sumatra, namun tidak menutup kemungkinan akan berkembang seiring penetrasi pasar yang semakin luas.

Dari sisi monetasi, Rupiah Cepat mengambil untung dari platform fee yang ditagihkan kepada peminjam. Yolanda juga menambahkan ada 2 komponen biaya di luar total pinjaman yang harus dibayarkan, yaitu bunga dan platform fee, biaya untuk penggunaan platform. Hal ini disebut karena sebagai fintech lending, perusahaan dilarang melakukan usaha lain selain mempertemukan lender dan borrower.

P2P lending konsumtif di Indonesia

Dalam pasar P2P lending di Indonesia, beberapa pemain yang juga menawarkan solusi serupa termasuk Kredifazz (terafiliasi Kredivo), Asetku, Kredit Pintar, TunaiKita, Akulaku, dan masih banyak lagi. Disinggung mengenai diferensiasi layanan, Yolanda mengungkapkan bahwa sebagai salah satu dari 20 perusahaan pertama yang mendapat lisensi, Rupiah Cepat telah memiliki basis pengguna yang kuat untuk mendukung keberlanjutan bisnis.

Fintech Cashloan Populer di Indonesia

Dari sisi pendanaan, perusahaan hingga saat ini masih bertahan dengan modal awal atau bootstrap. Terkait fundraising, Yolanda menyebutkan bahwa belum ada rencana untuk penggalangan dana eksternal dalam 1-3 tahun ke depan. Hal ini bisa berubah jika ada diskusi dengan pihak pemodal yang sudah ada. Timnya saat ini sudah hampir mencapai 800 orang dengan komposisi 80% divisi operation, 50% collection, 30% lainnya customer service dan phone verification.

Maraknya pemberitaan terkait pasar UMKM yang semakin besar mendorong beberapa P2P lending untuk memperluas jangkauan produknya ke ranah pinjaman produktif. Salah satunya Akulaku yang mulai membidik para mitra UKM yang berjualan di platform e-commerce. Namun, saat ini Rupiah Cepat masih fokus pada pinjaman konsumtif karena pasarnya sendiri masih sangat banyak.

OJK secara rutin selalu mengumumkan penyelenggara Fintech Lending yang
terdaftar/berizin di OJK dan dapat diakses di website OJK dan/atau diumumkan
melalui media sosial resmi OJK. Belum lama ini, OJK sempat mengeluarkan daftar 7 pinjaman online yang dibatalkan izinnya.

Dilansir dari laman ojk.go.id, hingga 8 September 2021, jumlah pinjol resmi ada 107 penyelenggara yang terdiri dari 85 pinjol berizin dan 22 pinjol terdaftar OJK.

Tantangan yang dihadapi

Disinggung mengenai tantangan dalam menjalankan bisnis P2P lending, Yolanda mengungkapkan yang pertama terletak pada kebiasaan peminjam, “malah yang minjam bisa lebih galak” sebutnya. Hal ini berdampak pada cara kita kita menagih, bagaimana untuk bisa melakukannya dalam koridor yang beretika dan menghasilkan pengembalian.

Rupiah Cepat sendiri saat ini berhasil mempertahankan nilai TKB atau Tingkat Keberhasilan Pengembalian di angka 100%. Di samping itu, untuk meminimalkan pengaduan penagihan tidak beretika, perusahaan juga bekerja sama dengan jasa penagihan pihak ke-3 dan beberapa kuasa hukum.

Selanjutnya, isu terkait data pribadi. Meskipun saat ini masih RUU, bukan berarti hanya bisa menunggu. Timnya juga melakukan pembinaan terkait data pribadi.  Adapun aturan yang berkaitan dengan perlindungan data Pribadi tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan pemahaman akan perlindungan data Pribadi menjadi kabur. Hal ini mendorong perlunya aturan perundang-undangan yang spesifik sehingga bisa mengakomodasi semua kebutuhan yang ada pada era teknologi saat ini.

“Industri fintech lending akan semakin bertumbuh, sekarang baru 5 tahun. Harapannya bisa bertahan hingga 10-15 tahun ke depan. Begitu juga dengan regulasi yang akan diterbitkan, semoga bukan menghambat, melainkan mendukung industri ini secara keseluruhan,” tutup Yolanda.

Application Information Will Show Up Here