AC Ventures Pimpin Pendanaan Seri A+ untuk Startup SaaS F&B Malaysia Food Market Hub

AC Ventures memimpin pendanaan Seri A+ untuk startup SaaS Malaysia Food Market Hub (FMH) sebesar $8,5 juta (lebih dari 121 miliar Rupiah). Pasca perolehan dana ini, valuasi FMH diperkirakan mendekati $40 juta. FMH adalah penyedia platform yang menyederhanakan dan mengautomatisasi operasi back-end untuk bisnis makanan dan minuman (F&B).

Di putaran ini, AC Ventures berinvestasi melalui fund khusus di Malaysia bernama Penjana Kapital Fund. Juga menjadi investor baru adalah East Ventures, Velocity Ventures, Capital Code, dan beberapa angel investor. Investor terdahulu yang turut berpartisipasi termasuk Go-Ventures, SIG, dan 500 Global.

Secara total, di putaran Seri A dan Seri A+, FMH memperoleh dana segar $12,5 juta (lebih dari 179 miliar Rupiah) akibat pertumbuhan perusahaan diklaim sangat cepat dan dorongan percepatan digitalisasi di sektor F&B.

Pendanaan ini memungkinkan FMH mempercepat rencana ekspansinya ke Indonesia, menembus lebih dalam ke pasar Malaysia, dan memperkuat kehadirannya di Singapura dan Thailand pada tahun 2022.

Dalam keterangan resmi, CEO Food Market Hub Anthony See menuturkan, platform yang dibangun FMH berhasil membantu banyak bisnis F&B mengurangi biaya makanan dan pemborosan mereka. Tak hanya itu, membantu mereka berkembang pesat, terutama selama masa-masa sulit yang disebabkan oleh pandemi ini.

“Kami telah mengamati peningkatan permintaan yang signifikan untuk solusi yang kami berikan karena semakin banyak bisnis menyadari nilai teknologi dalam memungkinkan mereka mencapai efisiensi yang lebih besar – terutama dalam iklim bisnis yang terus berkembang saat ini,” kata See.

Didirikan pada tahun 2017, platform FMH mengotomatiskan proses pembelian dan pelacakan inventaris, membantu bisnis F&B meminimalkan pemborosan sambil mengelola biaya makanan dan inventaris dengan lebih efisien.

Dengan memanfaatkan FMH, restoran F&B dapat dengan mudah memesan dari pemasok mereka yang sudah ada dan yang baru sambil secara otomatis menyinkronkan data dari Point-of-Sales (POS), inventaris, dan sistem akuntansi untuk pengambilan keputusan pengadaan pada satu platform. Selain itu, integrasi lain ke perangkat lunak pihak ketiga, menyediakan data yang komprehensif secara real-time untuk pemilik bisnis agar mereka dapat mengelola bisnis secara efisien.

Saat ini, banyak bisnis telah dipaksa untuk melakukan digitalisasi dalam mengatasi tantangan yang dibawa oleh pandemi COVID-19. Sejak awal 2020, FMH telah mengalami pertumbuhan eksponensial, menggandakan pengguna aktifnya menjadi 5.000 dengan tingkat retensi keseluruhan 87%. Nilai total pesanan tahunannya telah tumbuh lebih dari empat kali lipat dalam 12 bulan terakhir menjadi US$600 juta pada Oktober 2021.

Para pengguna FMH sebagian besar menggunakan platform setiap hari untuk memproses 90% dari semua transaksi pembelian, menunjukkan betapa pentingnya FMH untuk operasi sehari-hari mereka. Beberapa pengguna FMH datang dari jaringan kafe (cafe chain), grup restoran besar, dan waralaba, seperti The Coffee Academics, Din Tai Fung, Yum Brands, KFC, dan Pizza Hut.

Perusahaan baru-baru ini memperluas penawarannya dengan meluncurkan layanan pembayaran di Malaysia, memungkinkan bisnis F&B untuk mengirim faktur dan mengumpulkan pembayaran dengan lancar di dalam platform.

“Misi kami adalah untuk mendukung disrupsi yang akan menciptakan nilai melalui inovasi teknologi mereka, terutama di kawasan ASEAN. Rekam jejak Food Market Hub di Hong Kong, Singapura, Malaysia, dan Taiwan telah menunjukkan potensi yang kuat untuk mempercepat transformasi bisnis F&B. Kami menantikan pertumbuhan berkelanjutan mereka di seluruh kawasan dan sekitarnya,” kata Partner AC Ventures Ng Yi Chung.

Pada tahun ini, FMH adalah salah satu dari tiga pemenang HLB Launchpad 2020 yang berkolaborasi dengan Hong Leong Bank dalam proyek percontohan. Perusahaan baru-baru ini menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Saladplate, marketplace untuk F&B dan perhotelan, untuk membantu bisnis lokal mendapatkan sumber F&B secara digital.

Serta, bermitra dengan Malaysia Digital Economy Corporation (MDEC) dalam virtual Go-eCommerce Expo 2021 untuk mendorong bisnis lokal mengadopsi eCommerce. Ini juga menandai dimulainya kemitraan dengan investor teknologi Perhotelan dan Perjalanan pertama di Asia Tenggara, Velocity Ventures untuk memperdalam pijakan industri F&B FMH dan memperluas ke pasar baru dengan cepat.

Di luar Malaysia, FMH telah memiliki jejak di pasar Asia lainnya seperti Hong Kong, Taiwan, Thailand, dan Singapura. Dengan ekspansi baru-baru ini ke Indonesia, perusahaan kini hadir di enam negara.

Perusahaan akan terus mendukung digitalisasi bisnis Asia Tenggara dengan cakupan wilayah yang lebih dalam dan keinginan untuk memasuki pasar baru seperti Vietnam. Selama tahun depan, FMH berencana untuk menyediakan alat pembiayaan untuk mendukung pemulihan bisnis F&B regional.

Solusi SaaS di Indonesia

Dalam portofolio AC Ventures, juga terdapat startup dengan solusi sejenis untuk industri F&B, yakni Esensi Solusi Buana (ESB). ESB adalah penyedia software sistem operasional bisnis kuliner all-in-one yang menghubungkan front-end, back-end, konsumen, dan mitra rantai pasokan untuk restoran.

Secara umum, menurut laporan MSME Empowerment Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, di antaranya:

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 83% dari pelaku UMKM mengaku menggunakan layanan dari startup digital. Dari hipotesis tersebut, para founder pun bergairah untuk menghadirkan ragam produk dengan proposisi nilai yang berbeda-beda. Saat ini ada puluhan startup yang menghadirkan berbagai jenis SaaS di segmen tersebut.

Upaya Program Akselerator Dukung Pertumbuhan Bisnis Startup

Setelah menyelesaikan batch ke-4  Grab Ventures Velocity (GVV) yang turut didukung Sembrani Wira milik BRI Ventures, memiliki visi dan misi yang selaras yaitu mendukung ekosistem startup di Indonesia.

Dalam sesi #SelasaStartup, Director of Business Development Strategy & Special Projects Grab Indonesia Rivana Mezaya dan VP of Investment &  Business Development BRI Ventures Markus Liman Rahardja membagikan tips menarik bagi startup Indonesia yang tertarik mengikuti program akselerator.

Meningkatkan jaringan dan ekosistem

Salah satu benefit yang diterima oleh peserta program akselerator GVV adalah kesempatan bagi startup untuk melakukan uji coba model bisnis hingga produk memanfaatkan ekosistem Grab. Mulai dari memanfaatkan pengguna, merchant, dan kesempatan lainnya.

Dalam program bertema ‘Scaling Up Together: Empowering Startup, Supporting Micro Entrepreneurs’, para finalis telah melakukan uji coba produk dan ide bisnis mereka dengan berkolaborasi dalam ekosistem Grab, mulai dari GrabKitchen, GrabFood, GrabMart, hingga GrabExpress untuk menghadirkan solusi bagi UMKM.

Mereka juga mengikuti Impact Day, presentasi dan perkenalan ide bisnis kepada venture capital serta sharing session dengan Anthony Tan, Group CEO and Co-Founder Grab, yang berbagi tentang pengalamannya membangun Grab.

“Grab dengan ekosistem yang ada menawarkan sarana untuk startup bereksperimen untuk tes model bisnis hingga produk baru. Disediakan ekosistem user dan customer dan juga membantu dari sisi marketing untuk membantu startup,” kata Rivana.

GVV 4 telah meluluskan 6 startup, yaitu Cooklab, Crewdible, Dagangan, iSeller, majoo, dan Octopus yang telah merampungkan 16 minggu pelatihan dan bimbingan dari mentor terkemuka di industrinya. Selama program berjalan, tiga startup finalis mendapatkan pendanaan, mulai dari iSeller dengan pra-seri B, Dagangan dengan ser A, dan majoo dengan pra-seri A.

Peluang investasi

Secara khusus program akselerator adalah upaya yang dihadirkan  untuk mendukung pertumbuhan bisnis startup. Terutama bagi mereka yang telah memiliki produk dan sedikit revenue, namun masih kesulitan untuk mengembangkan bisnis. Melalui program ini diharapkan mereka bisa mendapatkan akses lebih baik lagi hingga kesempatan untuk memperluas bisnis, memanfaatkan jaringan dan mentorship dari program yang berlangsung.

Sebagai CVC, BRI Ventures memiliki minat yang cukup besar bagi startup yang mengikuti program akselerator. Bukan hanya berkesempatan mendapatkan ilmu dan wawasan lebih luas lagi tentang bisnis startup, namun sebagai investor mereka juga bakal melihat potensi startup yang sesuai dengan kriteria.

“Dalam hal ini kita akan kembali kepada 5 framework dari BRI Ventures. Yaitu startup tersebut harus memiliki pendiri dan produk yang baik, dan memiliki potensi pasar yang luas, performa bisnis yang baik. Dan dari sisi investasi dilihat dari kapital dan risiko bisnis,” kata Markus.

Sebagai CVC, BRI Ventures terus membuka peluang yang besar bagi startup untuk mendapatkan pendanaan dari mereka. Selain terus membina kerja sama strategis dengan Grab melalui program akselerator Graab Ventures Velocity, ke depannya BRI Ventures juga memiliki rencana untuk meluncurkan program akselerator khusus untuk startup blockchain di Indonesia.

“Melalui program ini startup memiliki kesempatan untuk melakukan uji coba hingga memahami lebih jauh potensi untuk mengembangkan blockchain dalam ekosistem startup di Indonesia,” tutup Markus.

Startup Fintech Hong Kong WeLab Akuisisi Bank Jasa Jakarta, Siap Bersaing di Industri Bank Digital Indonesia

Startup fintech asal Hong Kong WeLab siap bersaing di industri bank digital Indonesia. WeLab resmi mengakuisisi PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) untuk mendirikan bank digital yang diperkirakan beroperasi pada paruh kedua 2022.

Berdasarkan keterangan resminya, konsorsium WeLab melalui Welab Sky Limited (WeLab Sky) menandatangani kesepakatan dalam Share Purchase and Subscription Agreement dengan seluruh pemegang saham BJJ untuk menjadi pengendali tunggal.

Sebagai langkah awal, WeLabSky telah menggenggam 24% saham BJJ, yang mana saham tersisa untuk dikendalikan secara mayoritas akan diselesaikan usai memperoleh persetujuan dari regulator terkait, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun, J. P Morgan bertindak sebagai penasihat keuangan WeLab pada aksi akuisisi ini.

Langkah WeLab telah menarik minat investor baru dan lama (existing) untuk mengucurkan dana sebesar $240 juta atau sekitar Rp3,46 triliun–juga mengklaim sebagai pendanaan fintech terbesar di Indonesia di 2021–demi melancarkan aksi korporasi ini.

Founder &  Chief Executive WeLab Simon Loong menegaskan bahwa BJJ telah membangun reputasi yang sangat baik sebagai bank ritel terpercaya di Indonesia selama lebih dari 40 tahun.

“Kami tak sabar membangun landasan ini, berbekal keahlian fintech dan kesuksesan kami mengoperasikan bank digital berlisensi di Hong Kong, untuk membangun tech-driven digital bank yang akan memberikan layanan keuangan inklusif bagi masyarakat Indonesia

Sementara itu, Presiden Direktor BJJ Handrie Wirawan meyakini pengalaman dan keahlian WeLab di industri fintech dan digital banking dapat mendorong BJJ untuk meningkatkan layanan keuangan dengan dukungan teknologi.

“Kami senang menyambut WeLab sebagai pemegang saham baru dan membawa BJJ ke era baru digital banking. BJJ telah melalui transformasi digital sejak 2018, dan inisiatif strategis ini sejalan dengan komitmen dan visi kami dalam menawarkan layanan perbankan ke banyak konsumen,” paparnya.

Profil perusahaan

WeLab merupakan startup p2p lending yang beroperasi di tiga negara melalui tujuh merek produk keuangan, di antaranya WeLend dan WeLab Bank di Hong Kong; WeLab Digital, Taoxinji, Wallet Gugu, dan Tianmian Tech di Tiongkok; serta Maucash di Indonesia.

Sedikit informasi, Maucash merupakan produk keuangan milik Astra WeLab Digital yang merupakan usaha patungan (joint venture) milik Astra Financial dan WeLab yang didirikan di 2018. Dengan demikian, bank digital ini akan menjadi portofolio bisnis kedua WeLab di Indonesia setelah Maucash.

WeLab Bank tercatat telah memiliki 50 juta pengguna dan menyalurkan pinjaman lebih dari $10 miliar. Sementara, WeLab mengantongi 150 ribu pengguna digital banking di Hong Kong.

Sementara, Bank Jasa Jakarta merupakan bank ritel yang menawarkan produk simpanan, pinjaman, dan layanan perbankan. BJJ memiliki 11 kantor cabang pembantu dan tiga kantor kas dengan jaringan ATM tergabung dalam jaringan Prima di seluruh kota besar Indonesia.

Produk lending dan wealth

Mengutip Business Times, Loong mengatakan akan membawa pengalaman membangun WeLab Bank dan keahliannya di bidang fintech sebagai keuntungan kuat masuk ke bank digital. Terlebih, industri dan model bisnis bank digital masih terbilang baru di Indonesia.

Perpaduan antara pengetahuan mendalam tentang pengoperasian aset perbankan dan kultur agile perusahaan teknologi dinilai menjadi strateginya agar berhasil mengoperasikan bank digital.

“Kami punya 2-3 tahun untuk memulai membangun dan mengoperasikan bank digital. Banyak perusahaan masih bicara tentang [bagaimana] membangun bank, sedangkan produk kami justru sudah siap,” paparnya.

Selain deposit, pinjaman, dan pembayaran, Loong mengungkap akan merilis produk wealth yang mana akan tersedia pula di bank digital Indonesia. Ia menilai kehadiran produk wealth ini akan menjadi jalan masuk bagi bank digital baru ini untuk menuju break even point (BEP).

Sebagaimana diketahui, langkah serupa sudah lebih dulu dilakukan oleh sejumlah startup dan bank di Indonesia demi mengambil ceruk pasar pada kalangan kurang terlayani (underbanked) dan belum terlayani (unbanked) oleh produk keuangan.

Ambil contoh, Gojek bersama Bank Jago (awalnya Bank Artos), Akulaku dan Bank Neo Commerce (awalnya Bank Yudha Bhakti), dan Sea Group (induk Shopee) dengan Seabank (awalnya Bank Kesejahteraan Ekonomi).

Sementara, bank asing yang beroperasi di Indonesia dan memiliki posisi serupa dengan WeLab juga di antaranya ada Bank DBS (Singapura) melalui Digibank dan UOB (Singapura) melalui produk TMRW.

Berdasarkan riset Google, Temasek, dan Bain & Company di 2019, jumlah kalangan underbanked di Indonesia mencapai 47 juta, sedangkan 92 juta di antaranya adalah unbanked.

Application Information Will Show Up Here

Bhinneka Tambah Portofolio Produk dan Layanan B2B untuk Segmen UMKM

Platform e-commerce Bhinneka mengumumkan kolaborasi terbarunya dengan sejumlah mitra enabler untuk memperkuat portofolio produk dan layanan bagi segmen UMKM. Di antaranya adalah Mekari, Payrollbozz, Omegasoft, dan Krishand Software.

Dalam keterangan resminya, Chief of Commercial and Omnichannel Vensia Tjhin mengatakan bahwa ia menilai pelaku UMKM umumnya masih memanfaatkan sejumlah kegiatan bisnis secara manual, ambil contoh pencatatan keuangan dan pengelolaan data. Dengan shifting ke digital, pelaku UMKM dapat mengalokasikan waktu dan tenaga untuk aspek produktif lainnya.

Menurutnya, usaha perorangan pasti akan berkembang menjadi menjadi badan usaha yang akan menyerap tenaga kerja baru. Namun, sejalan dengan hal tersebut, pengembangan bisnis UMKM akan memunculkan tantangan baru, terutama terkait pengembangan tata kelola usaha.

Di samping itu, umumnya penghujung tahun menjadi momentum yang tepat bagi pelaku UMKM untuk mengevaluasi dan merencanakan bisnis di tahun depan. Maka itu, penambahan produk dan layanan ini diharapkan dapat mendorong pelaku bisnis untuk mulai bertransformasi digital sehingga mereka dapat menaikkan skala dan kapasitas bisnisnya.

“Penambahan mitra pemampu ini dapat mendorong pelaku bisnis untuk menikmati manfaat optimal dari platform Bhinneka sebagai one-stop-solution center,” ungkap Vensia.

Pada kerja sama ini, Mekari menawarkan sejumlah solusi pengelolaan biaya, pengeluaran, data transaksi pelanggan, pemasok dengan harga Rp199 ribu per bulan. Solusi-solusi tersebut akan menghasilkan sebuah laporan yang dapat membantu pelaku bisnis menyusun dan membuat keputusan strategis.

Kemudian, Payrollbozz menyediakan solusi penggajian (payroll), Krishand Software melayani aspek perpajakan (PPh21, PPN, dll), eFaktur, pengelolaan stok, dan invoice, serta Omegasoft yang menawarkan sistem pengelolaan pembayaran transaksi atau Point of Sales System (POS).

“Untuk itu, dukungan bagi UMKM diperlukan untuk mendorong mereka berinovasi, mempercepat transformasi digital, dan meningkatkan kapasitas produksi,” tambahnya.

Transformasi digital UMKM

Mengacu data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, UMKM termasuk dalam skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), di mana Pemerintah mengalokasikan anggoran PEN untuk UMKM sebesar RP161,2 triliun atau 21% dari total anggaran.

Ini menunjukkan bagaimana UMKM menjadi salah satu pondasi kuat perekonomian di Indonesia. Untuk membantu memulihkan ini, Pemerintah berupaya mendorong UMKM untuk go digital seiring dengan perubahan perilaku konsumsi dari offline ke online sejak pandemi Covid-19 di 2020.

Sejumlah startup SaaS di Tanah Air juga agresif mendorong pengembangan produk untuk mengakomodasi kebutuhan transformasi digital UMKM ini. Salah satunya adalah layanan POS yang dinilai dapat membantu pelaku bisnis untuk memudahkan proses pembukuan.

Dalam wawancaranya kepada DailySocial beberapa waktu lalu, CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengungkap bahwa POS menjadi titik mula dari berbagai kebutuhan solusi bisnis UMKM yang bakal muncul dan patut mendapat perhatian.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai 64 juta. Namun, baru sekitar 14 juta atau 22% yang menggunakan platform e-commerce per Agustus 2021.

Application Information Will Show Up Here

OVO dan BRI Umumkan Co-Brand Kartu Kredit “OVO U Card”

OVO menjadi perusahaan berikutnya yang mengumumkan co-branding kartu kredit dengan bank. Kali ini Bank BRI menjadi rekanan yang digandeng oleh  dalam menghadirkan “OVO U Card”. Kartu kredit ini menyasar generasi muda dan digital natives untuk memperoleh kemudahan akses bertransaksi secara digital.

Menurut hasil riset yang diungkap Brilio.net bersama dengan JakPat Mobile Survey, sebanyak 59% mayoritas generasi muda di Indonesia, khususnya kelas menengah ke atas, lebih menyukai transaksi nontunai, termasuk kartu kredit. Bahkan, sebanyak 63% generasi muda menyukai kebutuhan mereka akan kartu kredit, namun sebagian menyatakan bahwa mereka kesulitan dalam mendapatkan akses. Di tambah dari hasil survey BCG menyatakan, bahwa penetrasi kartu kredit di Indonesia tergolong masih rendah dengan kisaran 6%.

“Peluncuran OVO U Card mempertegas semakin eratnya sinergi antara industri perbankan dan fintech dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi pengguna milenial yang menjadi mayoritas, termasuk pengguna OVO yang 63% adalah milenial. Layanan dalam aplikasi OVO menjadi semakin lengkap dengan adanya integrasi seamless antara OVO dan BRI yang memungkinkan pengguna untuk mengatur transaksi OVO U Card secara penuh di aplikasi OVO,” ujar Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra dalam keterangan resmi, Senin (6/12).

OVO U Card dirancang sebagai produk yang mudah diakses dan dikelola, untuk mengatur jadwal cicilan, menelusuri program yang tersedia dari BRI maupun ekosistem OVO dan Grab, dan melihat sejarah transaksi. Pemilik kartu juga dapat menikmati tambahan rewards dan benefit dari dua ekosistem tersebut, akses transaksi lebih nyaman bagi beragam layanan dan penawaran dari berbagai merchant populer, dan bebas biaya tahunan seumur hidup.

Sejauh ini, kartu kredit OVO U Card baru dapat dinikmati oleh pengguna terpilih yang memiliki riwayat transaksi yang baik di aplikasi OVO. Untuk kemudahan proses pengajuan dan verifikasi, dilakukan melalui aplikasi OVO dalam waktu maksimal 1 hari kerja. Pengguna juga dapat dengan mudah mengubah transaksi menjadi cicilan 0% hingga 12 bulan. Tak hanya itu, dengan jaringan Mastercard, kartu kredit dapat digunakan untuk transaksi di luar negeri.

Sebagai catatan, sebelumnya Grab juga melakukan kerja sama serupa dengan Bank Danamon. Penawaran yang diberikan juga kurang lebih sama, misalnya auto upgrade status membership di aplikasi Grab menjadi Grab Platinum dan mendapat prioritas booking GrabCar, mengubah transaksi menjadi cicilan hingga 36 bulan, dan sebagainya.

BRI juga melakukan kerja sama sejenis dengan Traveloka dalam menyediakan Traveloka PayLater. Bank lainnya, Bank Mandiri juga bersama dengan Shopee dan Traveloka. Kemudian, BCA dengan Blibli dan Tiket.com.

Semakin mudah punya kartu kredit

Memang dulu kartu kredit adalah barang premium karena hanya bisa dimiliki oleh nasabah “priviledge”. Ini wajar karena bank memang harus bertanggung jawab dalam menyalurkan pinjaman yang bersumber dari dana masyarakat.

Kondisi tersebut akhirnya membuat pertumbuhan mandeg dari tahun ke tahun. Data dari Bank Indonesia mengungkapkan, pada Mei 2021, nilai transaksi kartu kredit tercatat sebesar Rp19,7 triliun. Jumlah itu turun tipis 1,6% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp20 triliun. Meski menurun, total volume transaksi dengan kartu kredit meningkat, jumlahnya naik 0,9% dari 23,3 juta transaksi pada April 2021 menjadi 23,5 juta transaksi pada Mei 2021.

Transaksi kartu kredit turun signifikan selama pandemi, lantaran adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Nilainya mulai membaik pada akhir 2020 dan Maret 2021, tetapi belum kembali ke level sebelum pandemi. Sebaliknya, uang elektronik semakin banyak digunakan masyarakat. Nilai transaksi mencapai angka tertinggi Rp23,7 triliun dalam satu tahun terakhir pada Mei 2021.

Menanggapi kondisi tersebut akhirnya dijawab oleh perusahaan teknologi yang bekerja sama dengan perbankan untuk merilis produk kartu kredit. Berbekal dengan data nasabah yang teratur membayar dan rajin bertransaksi, menawarkan kartu kredit agar para penggunanya bisa “naik kelas.”

Application Information Will Show Up Here

Konsep Co-Living Makin Diminati, Rukita Perbarui Aplikasi Targetkan Komunitas

Konsep hunian co-living menjadi semakin diminati, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Penyewaan kamar pribadi jangka panjang dengan fasilitas dan ruang bersama sebenarnya bukanlah konsep yang baru, hanya saja di sini lebih akrab dengan sebutan indekos. Indekos dianggap terjangkau dan praktis, terutama bagi kalangan profesional muda, karena lebih terjangkau dan terletak dekat area institusi atau perkantoran.

Salah satu pemain yang menyasar segmen ini adalah Rukita, sebuah startup penyedia layanan co-living yang diklaim sangat praktis dan cocok untuk profesional muda dalam mencari hunian siap pakai. Belum lama ini Rukita meluncurkan aplikasi terbarunya, menawarkan informasi lengkap untuk eksplorasi ketersediaan unit sewa kost atau apartemen di lokasi terdekat.

“Profesional muda akan lebih mudah melihat dan memesan unit properti hanya dari gawai pribadi, baik ponsel atau pun komputer, di mana pun dan kapan pun,” ungkap Co-founder & CEO Rukita Sabrina Soewatdy.

Selain menawarkan kamar serta berbagai kebutuhan terkait hunian bagi pelanggan, dalam update aplikasi terbarunya, Rukita menyediakan fitur baru, “Community” untuk mendorong tenant dan masyarakat luas terutama para profesional muda saling berinteraksi dan membangun relasi yang lebih baik. Fitur ini diharapkan bisa semakin memberikan pengalaman co-living yang lebih optimal.

“Di aplikasi Rukita, masyarakat terutama para milenial dapat mencari pilihan unit, memantau status pembayaran, mendaftarkan diri dalam kegiatan komunitas, berinteraksi daring melalui kolom komentar, hingga mengakses kumpulan artikel menarik yang memperkaya wawasan,” ujar Sabrina.

Selama kurang lebih dua tahun berdiri, Rukita berhasil meningkatkan kerja sama dengan lebih dari 20.000 properti dalam platformnya. Hunian ini tersebar di area-area padat sekitar Jabodetabek dengan rentang harga yang ditawarkan beragam tergantung fasilitas dan posisi yang menunjang.

Sejalan dengan komitmen untuk membangun bisnis yang berkelanjutan di sektor proptech, Rukita menerapkan model bisnis yang berinvestasi pada kapasitas manajemen properti dari hulu ke hilir, meliputi pemeriksaan dan penilaian bangunan sebelum proses transformasi, pemasaran & akuisisi penghuni, operasional, pemeliharaan properti, hingga pasca-penyewaan.

“Para profesional muda yang punya sambilan investasi properti kosan juga akan dimudahkan dengan bermitra dengan Rukita. Mereka bisa terus bekerja seperti biasa dan sambil mendapatkan passive income tanpa ribet, karena semua sudah dikelola dengan baik oleh Rukita.” tambahnya.

Tren co-living di masa pandemi

Sebagai alternatif baru, perkembangan bisnis hunian co-living mulai mengalami peningkatan di awal 2020, terutama di Jakarta. Ketika pandemi Covid-19 melanda, alih-alih menurun seperti layanan coworking space, peminat hunian co-living justru melonjak. Hal ini seiring dengan berkembangnya tren bekerja dari rumah (WFH) serta kesadaran masyarakat akan harga beli properti yang tinggi dan akhirnya lebih memilih untuk menyewa hunian yang lebih terjangkau untuk menekan biaya.

Hal ini sempat disampaikan oleh Co-founder & COO Rukita Sarah Soewatdy yang mencatat jumlah penghuni baru bertumbuh hampir 2,5 kali lipat pada akhir tahun 2020. Pasalnya, konsep hunian ini menawarkan kenyamanan dengan harga terjangkau dan fasilitas yang lengkap, bahkan telah menjadi pilihan para milenial dan kaum urban.

Meskipun begitu, tidak sedikit dari penghuni indekos yang berfikiran untuk meninggalkan hunian saat ini dan memilih untuk pulang ke kampung halaman atau kembali ke rumah. Mengingat sebagian dari mereka adalah perantau, yang ketika mendapat kabar WFH tanpa pikir panjang langsung berkemas. Hal ini sebagai salah satu upaya menghemat biaya hidup di kota.

Aplikasi sejenis di Indonesia

Populasi anak muda yang besar serta proses urbanisasi di Indonesia yang sangat cepat mendorong terjadinya pertumbuhan permintaan untuk model hunian co-living. Dalam segmen ini, Rukita tidak sendiri. Setidaknya ada empat platform lain yang menawarkan layanan sejenis di Indonesia, seperti Mamikos, Flokq, Travelio, Roomme, dan Cove yang berbasis di Singapura.

Aplikas Properti kelolaan Area Unduhan Rating
Rukita 20 ribu+ Jabodetabek 10 ribu+ 4.0
Mamikos 2 juta+ 140 kota 1 juta+ 4.5
Flokq Jabodetabek, Bali 1.000+ 3.9
Travelio 8.000+ 25 kota 1 juta+ 4.5
Cove 1.000+ (Jakarta) Singapura, Jakarta
Roomme 10 ribu+ Jabodetabek 50 ribu+ 3.4

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan real estat termasuk sektor bisnis yang tumbuh sepanjang kuartal I/2021. Data dari Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) juga menunjukkan bahwa apartemen siap huni menjadi salah satu subsektor yang paling terlihat pertumbuhannya. Sektor properti yang terus bertumbuh diproyeksi akan menjadi pendorong meningkatnya peluang bisnis co-living di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Grab Melenggang IPO dan Hal-hal yang Perlu Diketahui

Kamis (2/12), Grab melakukan seremonial untuk debut pencatatan perdananya di bursa Amerika Serikat. Tren harga sahamnya masih sangat fluktuatif, bahkan satu hari setelah lonceng Nasdaq dibunyikan, sempat turun sampai 21% ke level $8,75 — sebelumnya saat dibuka saham melesat 19% di level $13,06. Tentu ini wajar, juga terjadi kepada pemain sejenis yang baru melakukan IPO.

“Saham akan naik dan kemudian akan turun,” kata Co-founder Grab Anthony Tan sesaat setelah acara seremonial seperti dikutip Bloomberg.

Grab secara resmi mengumumkan rencananya untuk go-public pada 13 April 2021 lalu melalui kendaraan Special Purpose Acquisition Company (SPAC) bermitra dengan perusahaan cek kosong Altimeter Growth Corp ($AGC) yang sudah tercatat di bursa setempat sejak Oktober 2020. Keberhasilan ini sekaligus mencatatkan mereka menjadi perusahaan pertama di Asia Tenggara yang berhasil melantai di Nasdaq dengan SPAC.

Perusahaan lain mungkin akan menyusul, yang sudah jelas adalah Kredivo melalui kesepakatan dengan perusahaan cangkang putih VPC Impact Acquisition Holdings II ($VPCB).

Performa Bisnis Grab

Secara finansial Grab belum membukukan keuntungan. Namun bisa dikatakan lumrah, karena perusahaan digital seperti itu memang sedang di fase untuk memaksimalkan potensi pertumbuhan (growth). Hal serupa juga mencerminkan kondisi Bukalapak yang baru mengumumkan capaiannya di Q3 2021 — dan kemungkinan unicorn lain (sayang tidak ada data publik yang bisa kami periksa mengingat mereka belum menjadi perusahaan publik).

Menurut data yang disampaikan, pada Q3 2021 Grab membukukan rugi bersih $988 juta, meningkat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu dari $621 juta. Sementara untuk revenue berada di angka $157 juta, turun 9% dari periode yang sama di tahun 2020 yakni $172 juta.

Pendapatan dan rugi bersih perusahaan / Grab, divisualisasikan DailySocial.id

Metriks yang mereka gunakan adalah gross merchandise value (GMV) untuk layanan jasa dan total payments volume (TPV) di lini finansial. GMV menghitung total nilai transaksi di ekosistem layanan. Selain biaya-biaya, ini termasuk pajak, tip, dan lain-lain. — pada dasarnya seluruh perputaran uang yang melewati perusahaan. Sedangkan TPV adalah total nilai pembayaran setelah dikurangi pengembalian yang berhasil diselesaikan melalui platform keuangan mereka.

Dilaporkan di Q3 2021 total GMV yang berhasil dibukukan mencapai $4,03 miliar, meningkat 32% YoY dari periode sebelumnya $3,06 miliar. Sementara TPV yang berhasil dibukukan mencapai $3,1 miliar, naik 44% dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang berkisar $2,1 miliar. Capaian ini disokong transaksi di dalam ($1,9 miliar) dan di luar ($1,1 miliar) aplikasi Grab.

GMV dan TPV jadi metriks utama perusahaan / Grab, divisualisasikan DailySocial.id

Bisnis layanan pengantaran (termasuk GrabFood, GrabMart, dan GrabSupermarket), pada periode ini mencatatkan GMV terkuat dengan pertumbuhan 63% dibanding tahun lalu. Sementara bisnis mobilitas (termasuk GrabRide, GrabCar, dll) justru minus 30% dibanding periode tahun lalu. GrabMart sendiri mendapatkan sorotan khusus, karena berhasil mencatatkan kenaikan GMV 380% YoY dan 78% QoQ.

Struktur Bisnis Grab

Dalam pembukaan IPO kemarin, valuasi (kapitalisasi pasar) Grab sempat terdongkrak hingga $51,6 miliar, membawakan total kekayaan Anthony Tan naik melebihi $1 miliar. Dalam jajaran pemegang saham (shareholder), terdapat setidaknya 7 nama penting dengan porsi di atas 1%. Menariknya, disepakati bahwa Anthony sebagai CEO memiliki kekuatan hak suara paling besar — mengindikasikan kepercayaan shareholder kepada founder untuk menentukan arah bisnis ke depannya.

Jajaran pemegang saham Grab / Grab, divisualisasikan DailySocial.id

Di luar itu, mereka masih memiliki beberapa jajaran investor pendukung lainnya. Termasuk yang baru-baru ini tergabung dalam putaran PIPE (private investment in public equity) senilai $4 miliar, yakni BlackRock, Fidelity International, Temasek, Grup Djarum, Keluarga Sariaatmadja (Grup EMTEK), Grup Sinar Mas, dan lain-lain.

Untuk mendukung operasional bisnisnya, Grab (holding) juga mengendalikan sejumlah perusahaan guna menjalankan unit-unit layanannya. Bahkan di Indonesia ada beberapa perseroan terbatas yang berdiri di bawah holding perusahaan, meliputi:

  1. PT Grab Platform Indonesia: GrabTaxi
  2. PT Grab Teknologi Indonesia: GrabCar, GrabBike, GrabFood, GrabMart, Grosir, GrabFresh, Grab for Business, GrabHealth, GrabGift, Bus Marketplace
    • PT Sepeda Untuk Indonesia: GrabWheels
    • PT Solusi Pengiriman Indonesia: GrabExpress
    • PT Solusi Kuliner Indonesia: GrabKitchen
    • PT Grab Teknologi Pariwara: GrabAds
    • PT Kudo Indonesia: GrabBeliBareng
  3. PT Kudo Indonesia: GrabKios, GrabMartDaily
  4. PT Bumi Cakrawala Perkasa: OVO

Selengkapnya, berikut ini struktur perusahaan yang dinaungi dalam holding Grab:

Struktur perusahaan di bawah naungan holding Grab / Grab, divisualisasikan DailySocial.id

Strategi Bisnis

Melihat capaian bisnis yang ada, terdapat beberapa strategi yang akan digalakkan Grab untuk beberapa waktu mendatang. Mereka merencanakan penguatan lebih untuk lini Pengantaran dan Finansial.

Untuk bisnis Pengantaran, mereka ingin menciptakan ekosistem yang menyeluruh untuk bisnis GrabFood, Cloud Kitchen, hingga pengalaman makan di tempat. Tidak berhenti di situ, layanan Online Grocery juga direncanakan akan digenjot dengan meningkatkan persentase penetrasinya.

Riset dari Momentum Works mengatakan, di Indonesia GMV layanan pesan-antar makanan telah mencapai 52 triliun Rupiah di tahun 2020. Perolehan tersebut didominasi oleh Grab dan Gojek, masing-masing memegang 53% dan 47% dari total pangsa pasar. Menariknya, tahun ini kompetisi pasar semakin ramai dengan kehadiran ShopeeFood dan TravelokaEats — keduanya memiliki cakupan pasar yang luas dan dukungan kapital yang besar.

Sementara untuk layanan Finansial, sejumlah aksi penting dilakukan tahun ini, termasuk meningkatkan kepemilikannya terhadap platform pembayaran OVO. Selain itu mereka juga menggandeng Mastercard untuk kemitraan strategis dalam meningkatkan diversifikasi dan jangkauan produk finansial mereka.

Application Information Will Show Up Here

Pefindo Biro Kredit Luncurkan MyIdScore, Bantu Individu Bangun Reputasi Keuangan

Reputasi keuangan menjadi aspek penting yang menjadi indikator setiap lembaga keuangan untuk menyalurkan kredit bagi individu. Maka dari itu, penting bagi setiap individu untuk menjaga reputasi kredit agar tetap positif untuk bisa digunakan sewaktu-waktu ketika membutuhkan. Salah satu upaya menjaga reputasi kredit adalah dengan menjaga kepatuhan membayar angsuran atau cicilan tepat waktu.

Namun, ada kalanya ketika kita sudah patuh, masih ada kemungkinan terjadinya ketidaksesuaian data. Maka dari itu, masyarakat dinilai perlu melakukan pengecekan secara berkala terkait informasi yang dilaporkan oleh lembaga jasa keuangan. Hal ini yang coba dimanfaatkan Pefindo Biro Kredit (PBK) dengan inovasi terbarunya MyIdScore. Platform yang menyajikan laporan kredit skoring untuk nasabah individu yang dapat diajukan dan diakses secara digital lengkap dengan laporan kredit historis.

Bertepatan dengan hari jadi PBK yang ke-7, Direktur Utama PEFINDO Biro Kredit Yohanes Abimanyu mengungkapkan, “Kehadiran produk ini bertujuan untuk membantu masyarakat mengetahui tingkat kelayakan kredit mereka baik sebelum melakukan pinjaman atau sebagai bahan evaluasi. Produk ini juga dapat digunakan untuk memeriksa keakuratan dan keterkinian data debitur.”

Solusi B2C

Sebelumnya, kredit skoring identik dengan BI Checking — sekarang menjadi SLIK di OJK. Individu harus mengaksesnya secara manual melalui regulator dengan proses yang cukup rumit dan memperoleh informasi laporan kredit historis standar, tanpa kredit skor. Melalui solusi terbaru ini, MyIdScore menawarkan laporan yang lebih lengkap dengan akses yang lebih mudah.

Laporan ini menyajikan profil debitur, daftar fasilitas kredit yang pernah dan masih dimiliki hingga saat ini, detail fasilitas yang dimiliki, riwayat fasilitas kredit, saldo terutang selama 24 bulan terakhir, dan status kredit (macet/lancar) hingga kemungkinan gagal bayar dan informasi lainnya.

Ada tiga paket yang disediakan untuk mengakses layanan MyIdScore, yaitu free report (gratis 1x / tahun pertama), Silver Report (Rp75.000 untuk 1x pengecekan), Gold Report (Rp125.000 untuk 3x pengecekan dalam tiga bulan), atau Platinum Report (Rp175.000 untuk 3x pengecekan dalam satu tahun).

Skoring yang digunakan berkisar antara 250 hingga 900, yang berbanding lurus dengan reputasi keuangan/tingkat kelayakan kredit dan berbanding terbalik dengan profil risiko kredit. Makin tinggi skor, maka makin rendah risiko kredit dan makin besar kemungkinan kredit disetujui. Saat ini, MyIdScore juga sudah terintegrasi dengan SLIK OJK, sehingga informasi yang disajikan akan lebih akurat dan relevan.

Informasi yang dikeluarkan oleh MyIdScore ini bisa digunakan terhadap berbagai lembaga keuangan. Namun, dengan skor kredit yang positif sekalipun, pada dasarnya setiap lembaga keuangan mempunyai risk apetite masing-masing. Terkait hal ini, pihaknya menyampaikan bahwa informasi yang disediakan hanya bertujuan untuk mempermudah lembaga keuangan dalam analisis credit scoring.

Salah satu segmen yang disinyalir akan sangat terbantu dengan solusi ini adalah pekerja kreatif/informal. Salah satu aktris ternama yang hadir dalam peluncuran MyIdScore, Dian Sastrowardoyo membagikan pengalaman di masa awal karirnya sebagai pekerja seni yang permohonan kreditnya ditolak karena tidak bisa melengkapi syarat dokumen seperti slip gaji serta penghasilan yang tidak tetap. “Dengan adanya kredit skor yang praktis, kita jadi tahu apa yang harus kita perbaiki supaya nggak berkali-kali ditolak pinjamannya oleh bank”, ujarnya.

“Dengan memeriksa credit score, calon peminjam bisa mengukur tingkat kelayakan kreditnya dan seberapa besar peluang pengajuan pinjaman disetujui. Angka score dan track record seseorang merupakan rujukan dalam proses analisa kredit. Kalau credit score bagus, persetujuan kredit akan semakin mudah diperoleh,” ujar Abimanyu.

Direktur PBK Wahyu Trenggono turut menambahkan bahwa informasi ini merupakan tahap pertama. Ke depannya, perusahaan melihat potensi pengembangan lebih lanjut untuk angle lain. Tidak hanya berdasarkan riwayat perbankan namun juga melalui informasi seluler. Sebelumnya, Pefindo sudah lebih dulu merilis IdTelcoScore untuk analisis skoring kredit dari nomor seluler.

Proyeksi pertumbuhan kredit di Indonesia

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2021 sebesar 4%-6% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6%-8%. Prakiraan kinerja penyaluran kredit tahun 2021 ini didukung oleh optimisme terhadap kondisi moneter dan ekonomi, serta relatif terjaganya risiko penyaluran kredit.

Berkaca pada tahun 2021, Yohanes menanggapi dengan adanya relaksasi atau pembukaan ekonomi, otomatis mendorong pertumbuhan aktivitas ekonomi dan kredit di Indonesia. Berdasarkan data dari OJK dan Bank Indonesia, proyeksi pertumbuhan kredit akan meningkat di angka 4%-7% di tahun 2022. “Melihat proyeksi pertumbuhan kredit yang semakin baik, kami berharap bisa membantu masyarakat menjaga reputasi keuangannya,” tambahnya.

Kinerja Keuangan Bukalapak Kuartal Ketiga 2021

PT Bukalapak Tbk (IDX: BUKA) mengumumkan kinerja keuangannya pada kuartal ketiga 2021. Perusahaan melaporkan total pendapatan sebesar Rp1,34 triliun, yang dipicu oleh pertumbuhan signifikan dari pendapatan Mitra Bukalapak.

Dalam laporan keuangannya, Bukalapak membukukan pertumbuhan total pendapatan sebesar 42% di sepanjang sembilan bulan 2021, dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp948,4 miliar.

Dari total tersebut, layanan Marketplace masih mendominasi dengan menyumbang pendapatan sebesar Rp780,4 miliar atau naik 5,1% secara tahunan (YoY). Sementara, pendapatan dari Mitra Bukalapak meroket hingga 322% menjadi Rp496,7 miliar dari sebelumnya Rp117,4 miliar.

Adapun, layanan BukaPengadaan mengalami penurunan pendapatan hingga 20% menjadi Rp70,5 miliar dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp88,9 miliar.

Lebih lanjut dalam keterangan resminya, Bukalapak melaporkan Total Processing Value (TPV) di kuartal ketiga naik sebesar 51% menjadi Rp87,9 triliun. Dari angka tersebut, TPV dari Mitra Bukalapak melesat hingga 179% menjadi Rp40 triliun dibanding periode sama di 2020.

Pertumbuhan ini dipicu oleh peningkatan jumlah transaksi sebesar 25%, di mana sebanyak 73% dari TPV dikontribusikan dari daerah di luar kota lapis satu. “Di daerah-daerah tersebut, penetrasi all-commerce serta digitalisasi warung dan toko ritel tradisional menunjukkan pertumbuhan yang kuat,” demikian paparan Bukalapak.

Kemudian, Average Transaction Value (ATV) Bukalapak juga mengalami kenaikan sebesar 21% di sepanjang sembilan bulan 2021. ATV dari Mitra Bukalapak tercatat tumbuh sebesar 63%, dikarenakan oleh variasi produk dan jasa yang ditawarkan kepada para Mitra terus bertambah.

Pendapatan dan rugi bersih perusahaan di periode Q2 dan Q3 tahun 2020 dan 2021 / DailySocial.id

Menekan kerugian

Bukalapak menunjukkan upaya untuk menekan kerugiannya sambil terus mendorong efisiensi di kuartal ketiga ini. Perusahaan merugi operasional sebesar Rp1,2 triliun atau turun dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp1,4 triliun.

Sementara, rugi bersihnya menyusut menjadi 19% atau Rp1,1 triliun dibandingkan kuartal ketiga tahun lalu sebesar Rp1,4 triliun. Perusahaan juga menekan rugi EBITDA menjadi 15%, di mana rasionya terhadap TPV membaik menjadi 1,2% dari 2,2% di kuartal ketiga 2020.

Secara total, margin kontribusi Bukalapak setelah beban penjualan dan pemasaran terhadap TPV naik dari -0,4% menjadi -0,2%. Margin kontribusi dari Marketplace setelah beban penjualan dan pemasaran naik dari -0,1% menjadi 0,01%. Kemudian, margin kontribusi dari Mitra setelah beban penjualan dan pemasaran juga ikut membaik dari -0,3% menjadi -0,2%.

Saat ini, posisi kas Bukalapak tercatat sebesar Rp23,6 triliun per akhir September 2021.

Penggerak utama

Porsi pendapatan Bukalapak didasarkan pada unit bisnisnya / DailySocial.id

Dengan pencapaian kinerja di atas, Mitra Bukalapak menjadi penggerak utama pertumbuhan Bukalapak. Per akhir September 2021, jumlah Mitra terdaftar mencapai 10,4 juta dari posisi akhir Desember 2020 yang sebesar 6,9 juta. Perusahaan menyebut akan tetap fokus pada strategi pertumbuhan kuat dan berkelanjutan, dengan terus melakukan pengelolaan baik pada biaya operasional,

Dalam wawancara sebelumnya, CEO Buka Mitra Indonesia Howard Gani sempat menyebutkan bahwa pihaknya tengah mengebut penguatan jaringan Mitra di seluruh Indonesia, terutama di luar kota lapis satu. Ia menilai segmen warung dan UMKM di Indonesia masih banyak yang belum tersentuh oleh teknologi dan akses digital. Berbeda dengan layanan lain yang digitalisasinya sudah kuat, misalnya belanja online, transportasi dan perjalanan, hingga pembayaran.

Sumber: Lembaga riset CLSA

“Kami ingin mengoptimalkan persebaran teknologi di kota-kota tersebut dengan memperkenalkan manfaat teknologi lewat warung dan agen individual,” ungkap Howard beberapa waktu lalu.

Perusahaan bahkan meluncurkan aplikasi BukuMitra yang bertujuan untuk membantu pelaku UMKM mengembangkan skala bisnisnya. Sejumlah fitur yang ditawarkan di antaranya pembukuan dan pencatatan utang secara digital.

Berdasarkan hasil survei Nielsen terhadap 1.800 warung dan 1.200 kios pulsa, Mitra Bukalapak tercatat memimpin pasar O2O dengan penetrasi sebesar 42% dibandingkan pemain O2O yang memiliki pengguna 2,5 kali lipat lebih banyak di survei ini.

Mitra Bukalapak juga disebut menguasai kategori grocery/bahan makanan sebesar 55% dan penetrasi produk virtual 52%. Saat ini, Mitra Bukalapak berbagai macam kategori produk, mulai dari produk fisik, virtual, keuangan, hingga produk kebutuhan sehari-hari.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Google for Indonesia 2021: Beri Hibah Untuk Pelatihan IT dan Pinjaman Mikro untuk Perempuan

Dalam gelaran tahunan Google for Indonesia kali ini, Google mengumumkan mitra keuangan mikro Kiva dan hibah senilai $2 juta kepada INCO sebagai bentuk dukungan pemulihan ekonomi di Indonesia sama seperti tahun lalu. Hibah ini diberikan melalui arm filantropi Google bernama Google.org akan membantu INCO melatih 10 ribu orang Indonesia melalui program Google IT Support Certificate di platform Coursera.

Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf menuturkan, Google IT Support Certificate adalah sertifikat karier level profesional yang paling dicari di Coursera. Program ini memberikan kemampuan siap kerja dan landasan yang bagus untuk memulai karier baru sebagai system analyst, database administrator, network engineer, IT specialist, atau teknisi help desk.

“Dukungan Google pada INCO akan membantu memberdayakan generasi muda agar dapat memanfaatkan banyaknya peluang kerja di perekonomian digital yang sedang tumbuh pesat ini,” kata dia, Kamis (2/12).

Sebagai gambaran, program ini dirancang untuk meningkatkan keterampilan secara cepat tanpa perlu gelar sarjana atau pengalaman sebelumnya di bidang IT, data analytics, project management, dan user experience design. Program ini diajarkan dan dikembangkan oleh karyawan Google yang bekerja di bidang tersebut dan dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih enam bulan di Coursera.

Setelah mengikuti sertifikasi ini, peserta akan memiliki kemampuan untuk: memahami konsep inti untuk semua pekerjaan IT Support, termasuk pemecahan masalah, layanan pelanggan, jaringan, administrasi sistem, sistem operasi dan keamanan; mengetahui cara merakit komputer, menulis support documentation yang efektif, jalur rute dan subnet, mengelola software; dan pengalaman bekerja mendalam dengan Linux, Cloud Computing, dan Command-Line Interfaces.

Sebagai penerima hibah dari Google.org, INCO bermitra dengan Yayasan Plan International Indonesia untuk menyediakan beasiswa IT Certificate melalui program bernama INCO Academy – Work in Tech untuk 10 ribu orang. Beasiswa akan diprioritaskan kepada pelamar yang memenuhi satu atau lebih kriteria berikut; berusia 18-29 tahun, terutama wanita; terdampak Covid-19; ekonomi kurang beruntung; penyandang disabilitas; dan ibu tunggal.

Selain itu, Google.org akan membantu memfasilitas upaya sukarela dari karyawan Google dan menyediakan donasi non-finansial untuk membantu para peserta program saat menjalani kursus online.

Inisiasi kedua adalah informasi terbaru tentang Small Business Resilience Fund yang diluncurkan pada 2020 lalu melalui kemitraan dengan Kiva, organisasi nirlaba internasional berbasis di A.S. Dari $10 juta modal pinjaman yang disediakan tahun lalu bagi UMKM di seluruh Indonesia, pada tahap pertama sebesar $3,5 juta akan diberikan kepada mitra keuangan mikro yang sudah ditunjuk, yakni Komida (Koperasi Mitra Dhuafa).

Nantinya, Komida akan menyalurkan dana tersebut kepada perempuan pelaku UMKM di berbagai pelosok daerah sebagai modal pinjaman usaha dengan bunga rendah. Jumlah pinjaman yang diberikan kepada anggota rata-rata sebesar Rp3 sampai Rp20 juta selama 50 minggu.

Managing Director dan Founder Komida Slamet Riyadi menuturkan, sejak pertama kali beroperasi di 2004, Komida memiliki visi menjadi koperasi keuangan mikro yang memberikan bantuan finansial dan non-finansial kepada perempuan berpendapatan rendah untuk membantu mereka dengan cepat membangun penghasilan rumah tangga yang lebih baik, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan pendidikan anak-anaknya.

“Kami berharap bisa menjangkau 3 sampai 4 ribu UMKM, khususnya perempuan pengusaha mikro di 13 provinsi,” ucap Slamet.

Meski demikian, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh calon peminjam, salah satunya adalah peminjam harus perempuan dan berpendapatan rendah, berdomisili di wilayah Komida, dan membentuk kelompok beranggotakan lima orang dengan rumah berdekatan.

Terhitung hingga saat ini, lebih dari 4 ribu staf Komida telah melayani lebih dari 810 ribu anggota berpenghasilan rendah di 324 cabang. Jumlah tabungan anggota telah mencapai lebih dari Rp721 miliar.

Pendaftaran Bangkit 2022

Pada saat yang bersamaan, Google kembali menghadirkan Bangkit 2022 untuk membantu mahasiswa membangun keterampilan yang relevan di dunia IT. Program ini dirancang khusus oleh Google dan berjalan dengan dukungan penuh dari GoTo, Traveloka, dan Deeptech Foundation.

Program ini terafiliasi dengan Kampus Merdeka – Studi Independen Bersertifikat (SIB), setara dengan 20 SKS yang berlangsung secara daring selama 20 minggu atau +900 jam belajar, tepatnya selama bulan Februari-Juli 2022. Sebanyak 3 ribu peserta terbaik akan dipilih untuk menjadi bagian dari Bangkit 2022.

Selama mengikuti Bangkit, peserta akan mendalami satu dari tiga pilihan keahlian berorientasi karier, yaitu Machine Learning with TensorFlow, Mobile Development with Android, atau Cloud Computing with Google Cloud, di bawah bimbingan para ahli engineer teknologi dan startup Indonesia kelas dunia. Fasilitas sertifikasi global dari Google pun akan diberikan secara gratis, mencakup salah satu dari ketiga learning path di atas.

Keterampilan lain yang akan dipelajari oleh peserta adalah soft skills dan kemampuan berbahasa Inggris. Peserta akan diajarkan tentang critical thinking, digital branding & interview communication, time management, professional communication, adaptability, idea generation and MVP planning, serta startup valuation. Untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris, peserta akan mempelajari spoken correspondence, expressing opinion, dan business presentation.

Pada akhir program, peserta akan mengerjakan proyek akhir atau capstone project secara berkelompok, di mana 15 tim terbaik akan mendapatkan pendanaan serta pengembangan lebih lanjut untuk menjadi sebuah startup. Tim-tim terbaik ini akan meraih dana inkubasi dari Google dan Dikti sampai dengan 140 juta rupiah, dibimbing oleh mentor dari industri terkait, dan pendampingan dari universitas mitra Bangkit selama Juli hingga Desember 2022.

Pada kelas sebelumnya, Google mengumumkan bahwa 490 lulusan program Bangkit yang prestisius telah mendapatkan pekerjaan di bidang terkait. Lebih dari 2.500 anak muda Indonesia telah menyelesaikan program Kampus Merdeka setelah menjalani 700 jam kursus di bidang machine learning, komputasi cloud, dan pengembangan seluler Android.