AwanTunai Kantongi Pendanaan Lanjutan 161 Miliar Rupiah

AwanTunai membukukan pendanaan pra-seri B senilai $11,2 juta atau sekitar 161,2 miliar Rupiah. Adapun investor yang terlibat termasuk Atlas Pacific, BRI Ventures, OCBC NISP Ventura, Insignia Venture Partners, dan beberapa lainnya. Data investasi putaran ini telah dimasukkan ke sistem regulator. Sejumlah pihak yang terlibat juga memberikan konfirmasi kepada DailySocial.id.

Bank OCBC NISP sendiri juga merupakan salah satu institutional lender untuk AwanTunai. Kerja sama mereka telah diresmikan sejak September 2020 lalu, fokus pada penyaluran fasilitas pembiayaan penerusan (channeling).

Terakhir kali AwanTunai mengumumkan pendanaan ekuitas pada tahun 2018 lalu untuk putaran seri A senilai $4,3 juta dipimpin Insignia Venture Partners dan AMTD Group. Di tahun 2020 mereka juga turut mendapatkan pendanaan debt dari Accial Capital senilai $20 juta.

Posisi AwanTunai di industri fintech lending cukup unik, mereka fokus menghadirkan akses pendanaan ke pengusaha ritel kecil seperti warung. Produk utamanya AwanGrosir untuk supplier financing, membantu pemilik toko untuk bisa melakukan pembayaran ke distributor secara tepat waktu. Di sistem ini, AwanTunai juga memberikan fasilitas point of sales untuk membantu pemilik usaha mengelola transaksi.

Ada juga produk AwanToko, fokusnya membantu pemilik warung yang terkendala modal dalam menambah stok barang. Fasilitas pinjaman tersebut difasilitasi melalui AwanTempo — seluruh pembiayaannya dalam bentuk barang. Adapun belanja dapat dilakukan melalui Toko Agen Grosir, di dalamnya berisi jaringan distributor mitra yang cukup lengkap.

Segera rambah ke pembiayaan lainnya

AwanTunai didirikan sejak 2017 oleh tiga orang founder, meliputi Dino Setiawan, Rama Notowidigdo, dan Windy Natriavi. Misinya adalah meningkatkan kesejahteraan UMKM melalui akses kepada pembiayaan yang terjangkau. Kendati sampai saat ini fokus utamanya masih ke pembiayaan supply chain di bisnis ritel, namun perusahaan juga sudah merencanakan perluasan ke depan.

Hal ini disampaikan langsung oleh Dino selaku CEO dalam kesempatan wawancara tahun 2020 lalu. Perusahaan sedang mempersiapkan produk baru untuk pembiayaan hasil bumi untuk petani kecil. Sudah bermitra dengan LSM asing dan mitra aggregator hasil bumi untuk menyalurkan pembiayaan dari AwanTunai ke petani. Konsepnya pembiayaannya mirip dengan AwanTempo. Para aggregator harus kenal para petaninya untuk meminimalisir risiko gagal bayar.

Salah satu realisasinya melalui kerja sama dengan Sayurbox yang diresmikan Agustus 2020 lalu untuk pembiayaan ke petani. AwanTunai dan Sayurbox adalah “sister company”, dirintis oleh co-founder yang sama yakni Rama Notowidigdo

Pembiayaan produktif jadi primadona

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam laporan “Evolving Landscape of Fintech Lending in Indonesia” oleh DSInnovate dan AFPI, 75% dari responden survei (146 pemain fintech lending) menggarap sektor pinjaman produktif. Sementara 53% bermain di sektor konsumtif dan 6,8% syariah. Kendati demikian, dalam satu platform bisa saja memiliki lebih dari satu model bisnis.

Dari total pemain yang bermain di sektor produktif, mayoritas menjajakan layanan melalui invoice dan inventory financing — pembiayaan ke suplier juga masuk di dalamnya.

Varian pendanaan produktif yang banyak disajikan pemain fintech lending / DSInnovate – AFPI

Sektor produktif jelas lebih menjanjikan, terlebih saat ini ada sekitar 59,2 juta UMKM yang tersebar di Indonesia, hal ini tercermin dari profil mayoritas peminjam di layanan tersebut (UMKM offline dan online). Isu permodalan pun masih menjadi salah satu yang paling signifikan akibat fasilitas kredit perbankan belum sepenuhnya bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut.

Profil peminjam yang banyak memanfaatkan layanan pinjaman produktif / DSInnovate – AFPI

Rata-rata pinjaman yang diajukan adalah 2,5 juta Rupiah s/d 25 juta Rupiah. Kendati beberapa platform menawarkan pinjaman fantastis ratusan hingga miliaran rupiah. Sebarannya lebih dari 90% masih di seputar Jabodetabek dan Jawa, kendati beleid baru akan mendorong para pemain fintech untuk turut memprioritaskan akses pinjaman ke daerah-daerah lainnya juga.

Application Information Will Show Up Here

Dorong Penetrasi Investasi, Bibit Rilis Fitur Nabung Reksa Dana Bersama

Aplikasi investasi reksa dana Bibit merilis fitur Bibit Bareng untuk mendorong pengguna berinvestasi reksa dana bersama dengan teman dan keluarga dalam satu portofolio. Inovasi teranyar ini diharapkan dapat mendorong setiap orang untuk mulai menabung dan mencapai tujuan finansial secara bersama.

CEO Bibit Sigit Kouwagam menjelaskan, fitur teranyar tersebut memungkinkan setiap pengguna untuk mencapai tujuan finansial secara bersama. Misalnya, bagi pasangan yang menabung untuk persiapan menikah, teman-teman yang menabung bersama untuk rencana liburan setelah pandemi berakhir, atau orang tua yang nabung bersama untuk mempersiapkan pendidikan anak mereka.

Bibit meluncurkan fitur Bibit Bareng agar masyarakat bisa menabung bersama-sama, berjuang, berusaha, berdisiplin, memantau hasil, dan akhirnya mencapai tujuan investasi mereka bersama,” kata Sigit dalam keterangan resmi, Jumat (10/8).

Untuk mengaktifkan fitur ini, pengguna harus membuat satu portofolio baru. Setelah itu, pengguna bisa mengundang maksimal 10 pengguna lain untuk bergabung dalam portofolio bersama.

Dijelaskan lebih jauh, ada tiga hal yang perlu diperhatikan di dalam fitur ini. Pertama, kegiatan investasi di dalam portofolio bersama dapat dilihat oleh para anggota yang terlibat. Kedua, kepemilikan reksa dana tetap menjadi milik pihak yang berinvestasi dan tidak ada perpindahan kepemilikan. Terakhir, setiap anggota tetap memiliki kuasa penuh atas penjualan dan dana hasil penjualan reksa dana miliknya.

Meskipun dilakukan bersama-sama, setiap reksa dana tetap menjadi milik masing-masing anggota dalam portofolio bersama ini. Apabila tujuan investasi sudah tercapai, nilai investasi akan dibagi secara proporsional sesuai kontribusi masing-masing anggota.

Sigit mengaku optimis kehadiran Bibit Bareng membuat investasi reksa dana tetap mudah, praktis, dan menyenangkan, khususnya bagi investor pemula yang masih ragu untuk berinvestasi.

“Fitur ini juga relevan dengan situasi pandemi yang kita hadapi. Walau harus jaga jarak secara fisik dan mobilitas terbatas, hubungan dengan orang-orang terdekat dapat terus erat karena bisa menabung bareng dan saling menyemangati untuk mencapai tujuan bersama.”

Sebelum merilis fitur teranyar ini, Bibit bersama Bank Jago bekerja sama yang memungkinkan konsumen dapat membuka rekening Jago melalui platform Bibit dan fasilitas autodebet rekening Jago untuk top up reksa dana.

Pangsa pasar besar

Di Indonesia, baru 2% dari total penduduk usia produktif yang berinvestasi di pasar modal. Angka ini tertinggal jauh dari Amerika Serikat (55%), Singapura (26%), dan Malaysia (9%). Kesempatan yang besar ini tentunya harus dibarengi dengan solusi yang relevan dengan kebutuhan pasar.

Langkah Bibit ini bisa dikatakan relevan dengan persoalan sehari-hari yang dihadapi oleh para pengguna dan investor ritel di Indonesia. Fitur Bibit Bareng dengan semangat yang sama, sebelumnya baru hadir di perbankan. Seperti yang dilakukan oleh Jenius, BCA Digital, dan Bank Jago, yang menghadirkan produk deposito yang didesain menarik dan mudah untuk mendorong nasabah menabung bersama-sama.

Sejumlah aplikasi kini juga menyajikan kemudahan kepada masyarakat untuk berinvestasi ke reksa dana. Kompetitor terdekat Bibit adalah Ajaib Reksadana, Bareksa, Pluang, Tanamduit, dll.

Application Information Will Show Up Here

GIC Singapura Tambah Kepemilikan, Kini Kuasai 11% Saham Bukalapak

Dana abadi negara (Sovereign Wealth Fund) dari Singapura GIC Private Limited melakukan pembelian saham Bukalapak sebanyak 1,60 miliar saham dengan harga Rp850 per saham. Dana yang digelontorkan sebanyak Rp1,36 triliun.

Dalam keterbukaan Bursa Efek Indonesia, transaksi tersebut dilakukan pada 5 Agustus 2021. Artinya, GIC menambah kepemilikan sehari sebelum BUKA melantai di bursa pada Jumat kemarin (6/8).

“GOS dan MAS memiliki 11,33 miliar saham atau sama dengan 11,001% dari seluruh modal yang ditempatkan dan disetor Perseroan,” tulis manajemen GIC Private Ltd, dikutip Selasa (10/8).

Pembelian ini dilakukan atas nama Pemerintah Singapura (GOS) dan Otoritas Keuangan Singapura (MAS). Lebih detailnya, GIC melakukan transaksi sebanyak 1,35 miliar saham yang mewakili 1,315% atas nama GOS dan 245.685.200 saham yang mewakili 0,238% atas nama MAS.

Sebelum transaksi ini, GOS telah memiliki 9,73 miliar saham BUKA atau setara 9,45% melalui Archipelago Investment Pte. Ltd. Merujuk dari prospektus BUKA, jumlah kepemilikan GOS sebanyak 12,6% sebelum BUKA melakukan penawaran umum saham perdana. GIC termasuk pemegang saham terbesar di BUKA baik sebelum maupun setelah melantai.

Sebelum transaksi ini pula, GIC termasuk ke dalam jajaran pemegang saham terbesar ketiga, setelah PT Kreatif Media Karya yang menguasai 24,66 miliar saham dan API (Hong Kong) Investment Limited dengan 12,1 miliar saham. Kemudian, ada Mirae Asset (1,85 miliar saham), UBS AG, London Branch (1,91 miliar saham), Batavia Incubator Pte. Ltd. (2,29 miliar saham), New Hope OCA Limited (2,93 miliar saham).

Selanjutnya, disusul para co-founder Bukalapak, seperti Achmad Zaky (4,45 miliar saham), Willix Halim (1,43 miliar saham), M. Fajrin Rasyid (2,45 miliar saham), dan Nugroho Herucahyono (1,93 miliar saham).

Tabel kepemilikan saham Bukalapak saat penawaran perdana / DSInnovate

Dalam aksi korporasi BUKA, perusahaan meraup dana segar sebesar Rp21,9 triliun. CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan seluruh dana ini akan menjadi modal kerja perseroan dan juga entitas anak guna melakukan investasi di beragam produk dan layanan untuk meningkatkan kinerja, profitabilitas, dan keberlangsungan.

Antusiasme investor ritel

Meski tujuan utama BUKA adalah mengincar investor dengan dana jumbo, dengan alokasi lebih dari 97% dari target dana sebesar Rp21,9 triliun, patut menjadi perhatian adalah tingginya antusiasme investor ritel untuk berpartisipasi menjadi pemegang saham.

Selama proses penawaran awal (bookbuilding), jumlah pemesanan (melalui metode pooling allotment) mencapai Rp4,8 triliun, kelebihan permintaan sekitar 8,7 kali lipat dengan pemesanan hampir 100 ribu investor. Perseroan pun menambah porsi pooling allotment dari semula 2,5% menjadi 5% dari total pemesanan yang tersedia, atau senilai Rp1,1 triliun dari sebelumnya Rp547,5 miliar.

Pergerakan harga BUKA pada hari ini (10/8) bergerak di harga Rp1.035 per lembar, atau naik 20,63% sejak penawaran saham perdana di Jumat (6/8).

Application Information Will Show Up Here

Pintu Raih Pendanaan 503 Miliar Rupiah Dipimpin oleh Lightspeed Venture Partners

Setelah dikabarkan menerima pendanaan seri A sebesar $6 juta pada bulan Mei lalu, aplikasi marketplace aset kripto Pintu kini mengumumkan perolehan pendanaan seri A+ sebesar $35 juta atau setara 503 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Lightspeed Venture Partners, serta didukung oleh Alameda Ventures, Blockchain.com Ventures, Castle Island Ventures, Intudo Ventures, dan Pantera Capital.

Melalui pendanaan ini, Pintu berkomitmen untuk memperkuat posisi sebagai aplikasi mobile kripto terdepan di Indonesia. Rencananya, dana segar ini akan digunakan untuk merekrut talenta baru secara masif di seluruh fungsi perusahaan, peluncuran produk dan fitur baru, serta mendorong ekspansi perusahaan di masa depan.

Partner Lightspeed Hemant Mohapatra meyakini bahwa kripto sedang berada di titik peralihan untuk menjadi kelas aset terpenting di dunia dan akan memunculkan banyak perusahaan-perusahaan yang akan menjadi pemimpin regional.

“Pintu telah menciptakan merek dagang terkuat, pengalaman pengguna terbaik, dan tim terkuat yang pernah kami temui selama bergelut di bidang ini. Kami tidak sabar untuk membantu mereka menjadi brand terdepan di dunia kripto — bukan hanya Indonesia, namun dalam beberapa tahun ke depan, juga bisa menjangkau seluruh Asia Tenggara,” ujarnya.

Didirikan pada bulan April 2020, Pintu dirancang untuk memenuhi kebutuhan semua kalangan masyarakat. Dengan berfokus pada tampilan mobile dan fitur pintar sebagai penunjang bagi trader pemula, Pintu memberikan akses yang lebih menyeluruh dan terbuka bagi trader awam maupun berpengalaman untuk bisa melakukan mitigasi risiko terhadap volatilitas pasar dan berbagai langkah spekulatif lain.

Pintu menawarkan nilai minimum transaksi yang sangat rendah mulai dari Rp11.000 bagi investor pemula maupun berpengalaman. Saat ini telah tersedia 16 aset kripto yang bisa diperdagangkan dalam platform dan akan segera menambahkan opsi baru, termasuk token NFT dan proyek kripto lainnya yang banyak dicari orang-orang.

Co-founder & CEO Pintu Jeth Soetoyo mengungkapkan, “Kami membangun Pintu dengan kepercayaan bahwa kripto bukanlah hanya sekedar teknologi semata, namun juga termasuk kelas aset dan komunitas yang akan membantu mengatasi penghalang inklusi finansial di Indonesia. [..] Dengan dukungan dari investor-investor Pintu, kami berkomitmen untuk memfasilitasi inklusi finansial ke semua kalangan masyarakat Indonesia.”

Tren platform kripto di Indonesia

Selain Pintu, terdapat pemain baru yang belum lama ini juga mendapat dana segar yaitu Coinomo. Perusahaan yang lahir setelah Turn Capital mengakuisisi Dapp Pocket (pemain dompet kripto asal Taiwan) dan Cappuu (layanan yield aggregator) ini telah merilis versi beta produknya pada bulan Mei 2021.

Sebelumnya, telah ada beberapa pemain yang lebih dulu menjajaki pasar industri aset kripto, seperti TokoCrypto dan Nobi yang fokus maksimalkan potensi “passive income bagi para investor kripto. Tokocrypto sendiri telah mengembangkan token CeDeFi (TKO) hibrida yang diklaim pertama di Indonesia di atas Binance Smart Chain, yang merupakan investor tahap awal mereka.

Sebagai salah satu aset yang digadang-gadang memiliki potensi besar, berbagai pengembang aplikasi investasi juga turut menawarkan kripto sebagai salah satu produk dalam platformnya. Sebut saja Pluang yang pada bulan Maret lalu berhasil mengantongi pendanaan pra-seri B berkisar 288,8 miliar Rupiah yang dipimpin oleh OpenSpace Ventures.

Potensi pasar

Di kancah global, menurut laporan yang dihimpun Research and Market, ukuran pasar untuk cryptocurrency telah mencapai $1.812 juta per tahun 2020, diproyeksikan meningkat $2.150 juta di tahun ini, dan melambung di angka $5.158 juta tahun 2026 mendatang dengan CAGR 19,04%.

Sementara di Indonesia, menurut data Kementerian Perdagangan (Kemendag), investor aset kripto hingga Mei 2021 sudah tembus ke angka 6,5 juta orang dengan nilai transaksi Rp370 triliun. Kenaikan ini cukup fantastis, mengingat pada sebulan sebelumnya tercatat 4,8 juta orang dengan nilai transaksi sekitar Rp237,3 triliun (Januari-April 2021).

Dengan volatilitas harga yang tinggi, profil investor kripto biasanya merupakan orang yang berani mengambil risiko. Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa aset kripto satu dengan yang lainnya tidak sama. Bappebti sendiri sudah menerbitkan daftar 229 aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia.

Dilansir dari Coinmarketcap.com, kapitalisasi pasar kripto global saat ini mencapai $1,76 triliun, terhitung mengalami penurunan sekitar 2,82%.

Application Information Will Show Up Here

Startup Insurtech Fuse Umumkan Perolehan Pendanaan Seri B

Startup insurtech Fuse hari ini (09/8) mengumumkan penutupan pendanaan seri B. Tidak disampaikan nominal investasi yang didapat. Adapun putaran ini dipimpin oleh GGV Capital dengan keterlibatan investor sebelumnya, termasuk East Ventures Growth, SMDV, Golden Gate Ventures, Heyokha Brothers, Emtek, dan sejumlah investor yang tidak disebut identitasnya.

Dana segar yang didapat akan difokuskan untuk pengembangan platform digital mereka dan melanjutkan ekspansi ke negara lain di Asia Tenggara, di luar Indonesia dan Vietnam. Sebelumnya Fuse mendapatkan pendanaan seri A pada akhir 2019, dipimpin oleh EV Growth.

Platform insurtech ini didirikan sejak 2017 oleh Andy Yeung dan Ivan Sunandar. Mereka mengklaim sebagai aplikasi pionir yang berfokus pada model keagenan. Hal ini dinilai relevan dengan kondisi di Indonesia, sebanyak 97% dari populasi masih berstatus underinsured dikarenakan kurang percaya dengan sistem perasuransian yang ada saat ini.

Dengan pendekatan tersebut, perusahaan juga mengatakan telah mampu membukukan Gross Written Premium (GWP) melebihi $50 juta atau setara Rp720 miliar pada 2020 dan cukup percaya diri untuk mengklaim jadi platform insurtech terbesar di Indonesia [secara transaksi].

Fuse juga telah bermitra dengan 30 perusahaan asuransi, menyajikan lebih dari 300 produk, termasuk melalui program employee benefit dan terintegrasi di situs e-commerce.

“Kami selalu fokus pada inovasi produk dan akan terus berinvestasi dalam mengembangkan platform yang membuat asuransi dapat diakses dan terjangkau oleh semua orang di Asia Tenggara. Sebanyak 7 perusahaan asuransi telah memilih Fuse untuk menjadi mitra strategis insurtech mereka di Indonesia,” kata CEO Andy Yeung.

Kompetisi pasar

Melihat lanskap insurtech di Indonesia saat ini dua pesaing terdekat Fuse, jika dilihat dari sisi ukuran bisnis, adalah PasarPolis dan Qoala. Dengan metrik yang berbeda, PasarPolis menyebut, per Agustus 2020 mereka telah menerbitkan 70 juta polis baru setiap bulan. Adapun total polis yang berhasil dirilis pada tahun 2019 mencapai 650 juta polis di negara mereka beroperasi, yakni Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

PasarPolis awal tahun ini mendapatkan pendanaan 70 miliar Rupiah dari IFC, melanjutkan perolehan pendanaan 796 miliar Rupiah untuk putaran seri B yang diumumkan pada September 2020 lalu. Startup ini didukung beberapa investor, termasuk LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, dll.

Adapun startup insurtech lainnya ada Qoala. April 2020 lalu mereka membukukan pendanaan seri A senilai 209 miliar Rupiah yang dipimpin MDI Ventures melalui Centauri Fund. Turut mendukung beberapa investor termasuk Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, Mirae Asset Sekuritas, Central Capital VEntura, SeedPlus, dll.

Sejak Maret 2020, perusahaan mengklaim telah mampu memroses lebih dari 2 juta polis per bulan, naik dari sebelumnya sebanyak 7.000 polis per bulan pada Maret 2019.

Potensi pasar

Menurut data yang diolah DSInnovate dalam “Insurtech Report 2021“, GWP yang telah dibukukan industri perasuransian di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020. Asuransi jiwa mendominasi angka dengan persentase 73,8%.

Kendati sempat terdampak pandemi di awal kemunculannya di Indonesia, namun sektor ini relatif bisa cepat pulih jika dilihat dari Gross Premium Income yang didapat.

Potensi insurtech untuk mendemokratisasi bisnis asuransi di Indonesia masih terbuka sangat lebar, termasuk dalam rangka menjaring pengguna baru dan mengedukasi pasar. Masih dari laporan di atas, dari survei yang dikutip terdapat beberapa faktor penting yang dapat mendorong adopsi asuransi di Indonesia, dalam kaitannya dengan layanan digital.

Pertama dari sisi proses klaim yang harus memudahkan (48% responden). Kemudian yang kedua terkait brand penyedia layanan yang harus meyakinkan (39%). Lalu dilanjutkan biaya (37%) dan manfaat yang diberikan (11%).

Application Information Will Show Up Here

Kongsi Sinarmas Sekuritas dan Stockbit Berakhir, Pengguna Diimbau Migrasi ke “SimInvest”

Kongsi bisnis eksklusif Stockbit dan Sinarmas Sekuritas segera berakhir pada 9 Agustus 2021, sehubungan dengan dirilisnya aplikasi investasi online SimInvest. Setelah tanggal tersebut, nasabah Sinarmas  tidak dapat lagi melakukan transaksi melalui aplikasi Stockbit.

Transaksi selanjutnya dapat dilakukan melalui aplikasi SimInvest. Transisi ini diharapkan dapat berjalan mulus sehingga tidak mengganggu kenyamanan pengguna dalam bertransaksi.

Direktur Stockbit Wellson Lo mengucapkan selamatnya atas peluncuran SimInvest. “Walaupun kerja sama antara Stockbit dan Sinarmas Sekuritas berakhir, hal ini tidak mengurangi dukungan kami kepada Sinarmas Sekuritas untuk terus memberikan layanan terbaik bagi masyarakat Indonesia,” ucapnya dalam keterangan resmi, Jumat (6/8).

Ia mengapresiasi langkah Sinarmas untuk terus berinovasi dalam menggaet generasi milenial untuk mulai berinvestasi di pasar modal. Menurutnya, kemudahan dalam berinvestasi lewat aplikasi yang nyaman merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan kesadaran generasi yang sudah digital savvy ini untuk berinvestasi demi masa depan yang lebih baik.

Direktur Sinarmas Sekuritas Kerry Rusli menyampaikan, SimInvest dirilis khusus untuk menjangkau nasabah ritel yang secara prospek terus mengalami peningkatan semenjak pandemi. Lewat aplikasi SimInvest, nasabah bisa lebih mudah mendaftar, berinvestasi di saham dan reksa dana, melakukan order, memantau history, serta mengatur watchlist mereka.

“Untuk itu, kami mengajak para nasabah Sinarmas Sekuritas untuk berinvestasi melalui aplikasi SimInvest,” kata dia.

Kinerja Stockbit

Stockbit berhasil mengumpulkan lebih dari 980 ribu pengguna terdaftar yang berinvestasi di aplikasinya per 5 Agustus 2021. Perusahaan turut merasakan animo kenaikan jumlah investor, terbukti pada akhir kuartal II 2021 sebanyak 817 ribu pengguna. Sebanyak 70% pengguna ini datang dari generasi milenial dengan kelompok usia 18-34 tahun.

Awalnya Stockbit adalah platform komunitas investasi yang berdiri sejak 2015. Semangatnya pada saat itu untuk membantu investor dan trader membuat analisa terbaik terbaik sebelum berinvestasi. Wellson mengatakan platform analitik yang digabungkan dengan data yang berkualitas dan membantu mendidik pasar melalui analisis kolaboratif yang lebih baik.

Fitur Stockbit pun semakin diperkaya, dengan menghadirkan fitur pembelian saham langsung di aplikasi Stockbit. Sinarmas Sekuritas adalah mitra eksklusifnya sejak awal 2018.

Setelah “ditinggal” Sinarmas, perwakilan perusahaan mengatakan kepada DailySocial bahwa mereka sedang mempersiapkan strategi teranyar untuk menggaet lebih banyak nasabah baru. Diharapkan informasi tersebut dapat diumumkan dalam waktu dekat.

Meski fitur trading hilang untuk sementara dari Stockbit, aplikasi masih bisa dimanfaatkan untuk mencari informasi seputar analisis saham (Stockbit Social).

Di Indonesia, jumlah investor saham terus meningkat dari waktu ke waktu. Di awal tahun 2016, jumlah investor saham tercatat sebanyak 434 ribu orang. Sementara di akhir Juli 2021, jumlahnya meningkat drastis menjadi 2,56 juta. Dari segi usia, Bursa Efek Indonesia mencatat per Mei 2021, sebanyak 77,9% dari total investor saham berusia 18-40 tahun.

 

Meningkatkan kesadaran dan menjangkau lebih banyak investor merupakan pekerjaan rumah kita bersama karena secara agregat, baru sekitar 2% penduduk Indonesia berusia produktif yang berinvestasi di pasar modal. Angka ini tertinggal jauh dari Amerika Serikat (55%), Singapura (26%), dan Malaysia (9%).Besarnya peluang tersebut otomatis mendorong lahirnya banyak perusahaan wealthtech.

*Foto header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here

MDI dan Finch Capital Bukukan Putaran Pendanaan Pertama untuk “Arise Fund” Senilai 573 Miliar Rupiah

Kendaraan investasi hasil kolaborasi MDI Ventures dan Finch Capital yang dinamai “Arise Fund” berhasil menutup debut penggalangan dana senilai $40 juta atau setara 573 miliar Rupiah. Putaran ini melibatkan beberapa investor korporat, bisnis keluarga, serta konglomerat high-net-worth di Indonesia, termasuk Metrodata Electronics.

Dana kelolaan ini ditargetkan dapat menjangkau 25 bisnis yang fokus membangun industri teknologi di Asia Tenggara terutama Indonesia. Setidaknya ada lima portfolio yang siap diumumkan di akhir tahun ini. Kesepakatan yang tengah dalam tahap finalisasi tersebut berkisar pada sektor SaaS, B2B commerce, agritech, dan fintech.

Partner Arise Fund Aldi Adrian Hartanto mengungkapkan bahwa terlepas dari kehadiran banyak pendiri berkualitas dalam satu dekade terakhir, tantangan muncul dari alokasi modal yang tidak proporsional. Hal ini membuat para pengusaha kelimpungan untuk mengamankan modal di masa perlambatan ekonomi kawasan seperti saat ini.

Diperkenalkan pada akhir tahun 2020, Arise fokus pada investasi pasca-seed dan pra-seri A dengan ticket size mulai dari $250.000 hingga $3 juta per putaran. Selain itu, perusahaan juga menawarkan modal jangka panjang,  jaringan go-to-market strategis, serta terlibat langsung dengan portofolionya.

Managing Partner Finch Capital, Hans De Back turut mengungkapkan, “Kami telah melihat banyak perusahaan tahap awal berjuang untuk mengakses pasar yang tepat, yang tercermin dari kurangnya daya tarik [..] Peran kami adalah untuk memecahkan masalah ini dengan strategi go-to-market melalui kolaborasi dengan jaringan mitra perusahaan kami seperti Metrodata dan perusahaan portofolio. Dengan cara ini, kami dapat memungkinkan perusahaan untuk tumbuh lebih cepat dan mempersiapkan mereka untuk pendanaan seri A.”

Investasi jangka panjang

Selain menyediakan akses ke mitra go-to-market strategis melalui jaringan LP perusahaannya, perusahaan juga turut menjembatani informasi asimetris terkait model bisnis yang divalidasi, dan memberdayakan modal jangka panjang melalui dana afiliasinya, termasuk Centauri Fund.

Aldi menambahkan, “Startup yang didukung oleh Arise secara ideal akan terus menerima investasi dari Centauri di tahap seri A, MDI Ventures di seri B dan tahap selanjutnya, dan pada akhirnya – dalam beberapa kasus – berpotensi untuk exit melalui akuisisi dengan Telkom Group sebagai salah satu calon pembeli atau IPO.”

Dalam jaringan afiliasi Arise Fund, salah satu modal ventura terbesar di Indonesia dengan total aset mencapai US830+ juta, MDI Ventures telah memiliki 56 portfolio yang tersebar di 10 negara dan menghasilkan 5 exit. Dalam situsnya, Finch Capital sendiri telah memiliki 29 portfolio internasional hingga saat ini.

Dana kelolaan MDI Ventures

Untuk mendorong kesuksesan jangka panjang, LP dan tim strategis Arise memberi penawaran unik untuk para founder. Secara proaktif, perusahaan akan mencari calon pendiri kelas dunia, untuk kemudian bersama-sama membangun perusahaan, sembari tetap melakukan eksplorasi masalah yang dapat menciptakan sinergi dalam lingkaran perusahaan.

Selain itu, startup yang akan menerima investasi dari Arise juga memiliki opsi untuk ikut serta dalam program inkubasi Telkom Indigo Nation. Kesempatan ini diberikan untuk mereka bisa menentukan atau memastikan model bisnis saat ini scalable dan repeatable. Para LP yang terlibat juga berasal dari jaringan dan ekosistem teknologi global di Eropa, Asia dan Silicon Valley.

DOKU Tutup Pendanaan 458 Miliar Rupiah dari Apis Growth Fund II

DOKU mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $32 juta (lebih dari 458 miliar Rupiah) dari Apis Growth Fund II, dana ekuitas swasta yang dikelola oleh Apis Partners LLP, manajer aset berbasis Inggris yang mendukung bisnis layanan finansial dan fintech dalam tahap pertumbuhan. DOKU menjadi portofolio pertama Apis Partners di Indonesia.

DOKU merupakan salah satu anak usaha dari PT Elang Andalan Nusantara (EAN). EAN adalah perusahaan patungan yang sahamnya dimiliki Emtek dan Alibaba. Berdasarkan laporan keuangan Emtek, PT Kreatif Media Karya (KMK) memegang 55% saham atas cucu usaha EAN. Kemudian dijual ke pihak ketiga.

Transaksi tersebut menyebabkan KMK kehilangan pengendalian di EAN dan selanjutnya KMK berhenti mengkonsolidasikan laporan keuangan EAN ke laporan keuangan konsolidasian Kelompok Usaha.

Dana segar akan dimanfaatkan DOKU untuk mempercepat pengembangan sejumlah penawaran baru untuk bisnis dan konsumen, serta memperluas jangkauan geografis perusahaan dalam menyediakan akses pembayaran digital bagi masyarakat Indonesia.

“[..] Kami percaya dengan mendukung perusahaan seperti DOKU, kami akan mendapatkan manfaat dari pengalaman mereka yang telah terbukti. Kami melihat kolaborasi dengan Apis Partners sebagai babak baru bagi DOKU dan kami sangat antusias untuk melanjutkan kemitraan ini,” ucap Co-Founder dan COO DOKU Nabilah Alsagoff saat konferensi pers virtual, Kamis (5/8).

Secara terpisah dalam keterangan resmi, Managing Partner dan Co-Founder Apis Partners Matteo Stefanel mengatakan, “Kami senang dapat bermitra dengan DOKU dalam investasi pertama Apis Partners di Indonesia, yang mencerminkan kepercayaan kami terhadap negara ini sebagai lokasi investasi. Kami senang dapat bekerja sama dengan tim yang telah membangun organisasi terdepan di pasar [..],” ucapnya.

Secara global, Apis Partners memiliki sejumlah portofolio startup payment gateway, seperti EPS (India), DPO (Afrika), GHL (Malaysia), adumo (Afrika Selatan), dan Codapay (Singapura).

Kinerja DOKU

DOKU didirikan pada 2007 sebagai satu-satunya pemain pembayaran digital di Indonesia dengan lisensi pembayaran terlengkap, mulai dari transfer dana, e-wallet, dan e-money kepada pelanggan. Perusahaan juga memiliki izin remitansi, telah bekerja sama dengan mitra di negara tetangga untuk memfasilitas transfer antar negara.

Pada tahun lalu saja, DOKU telah memroses 47 juta transaksi dengan total nilai yang diproses sebesar $2,9 miliar. Kenaikan transaksi ini salah satunya disumbangkan dari pembelian voucher game karena banyak orang harus berada di rumah saja. Selanjutnya juga datang dari pembayaran transportasi online, hasil kerja sama DOKU dengan Maxim.

“Belanja game mencatatkan kenaikan yang menarik, salah satunya karena harus di rumah saja. Untuk itu kami gencarkan kemitraan dengan game publisher, seperti Unipin, ada Google Play, TikTok akan segera live, dan Facebook untuk belanja iklan,” tambah CMO DOKU Himelda Renuat.

Data menarik lainnya adalah lonjakan pada pedagang QRIS yang baru terdaftar sebesar 1583% secara YOY dan kenaikan lebih dari 30% untuk kategori pedagang ritel, game, dan konten digital.

Bisnis utama DOKU adalah payment gateway yang berkontribusi sebanyak 70% terhadap total keseluruhan layanan. Di luar itu, bisnis lainnya dari DOKU adalah Collaborative Commerce (DOKU Wallet) dan Transfer Service (remitansi dan disbursement).

Pada April kemarin, perusahaan mengumumkan rebrand untuk bisnis payment gateway-nya menjadi “Jokul” agar makin dikenal pengguna dari semua kalangan bisnis, baik itu korporasi, startup, UMKM, hingga penjual individu. Jokul adalah kata slang pada tahun 90-an yang memiliki arti “jualan”. Disebutkan ada lebih dari 5 ribu bisnis telah terdaftar sebagai merchant secara organik.

Pasar besar layanan payment gateway

Menurut riset yang dilakukan Mordor Intelligence, ukuran pasar layanan payment gateway secara global telah menyentuh angka $17,2 miliar pada tahun 2020. Diproyeksikan akan bertumbuh menjadi $42,9 miliar pada tahun 2026 mendatang.

Di Indonesia sendiri, ada beberapa pemain yang menyajikan layanan terkait, membantu bisnis digital untuk mengakomodasi pembayaran. Di antaranya Midtrans, Faspay, Xendit, dan lain-lain.

Potensinya masih sangat besar, mengingat konsumen di Indonesia memiliki pilihan yang bervariasi untuk sistem pembayaran online-nya. Menurut servei yang dilakukan iPrice dan Jakpat tahun lalu, metode transfer bank masih mendominasi, dilanjutkan e-wallet, dan pembayaran lainnya.

Peran layanan payment gateway adalah memberikan simplifikasi bagi pengembang. Alih-alih harus melakukan integrasi manual satu per satu untuk setiap sistem pembayaran, mereka bisa menggunakan layanan siap pakai dengan menyambungkan API payment gateway ke dalam backend aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Justika Ungkapkan Potensi Pertumbuhan Legaltech Selama Pandemi

Ada beberapa catatan menarik yang dibagikan oleh Co-Founder dan CEO Justika Melvin Sumapung dalam sesi #SelasaStartup DailySocial.id bertajuk “The Potential of Legaltech in Indonesia”. Pertama, ia melihat pandemi telah mendorong lebih banyak masyarakat untuk melek terhadap persoalan hukum.

Selain itu konsultasi legal secara online juga semakin meningkat permintaannya. Topik yang banyak dicari adalah persoalan hukum dan regulasi yang bersinggungan dengan tren platform pinjaman online. Banyaknya kasus pinjol bodong saat ini di kalangan masyarakat menjadi perhatian tersendiri bagi mereka untuk mencari tahu dan tentunya lebih berhati-hati lagi dalam hal pemilihan platform finansial yang tepat.

Pemahaman legal

Justika’s CEO and Co-founder, Melvin Sumapung with CTO dan Co-founder, Husein / Justika

Meskipun secara traksi sebelum sepopuler platform lain seperti telemedis, namun kanal konsultasi legal berbasis teknologi dinilai memiliki tren yang menjanjikan. Sebagai platform yang menyediakan layanan tersebut Justika mencatat, kebanyakan persoalan hukum atau konsultasi yang banyak ditanyakan kepada mereka adalah persoalan keluarga. Mulai dari waris, perceraian, dan lainnya.

Saat ini, Justika fokus pada tiga bidang hukum yang sering dihadapi masyarakat, yakni hukum keluarga, hukum yang melibatkan UMKM, dan hukum properti. Perusahaan berencana untuk memperluas dan memberikan akses layanan hukum lainnya yang dibutuhkan masyarakat.

Sebagai platform yang menjembatani advokat dengan pengguna, mereka juga ingin memudahkan proses tersebut dengan biaya terjangkau. salah satu caranya adalah memberikan opsi layanan yang bisa dipilih di platform. Hal ini menurut mereka cukup efektif untuk menghindari legal action yang melibatkan pengacara.

“Kebanyakan jika sudah melibatkan pengacara dan semua berjalan secara offline, akan menghabiskan waktu dan biaya yang sangat besar. Memanfaatkan platform seperti Justika, semua persoalan bisa di mediasi secara kekeluargaan,” kata Melvin.

Untuk memberikan informasi yang lebih akurat seputar waris, Justika telah menjalin kerja sama strategis dengan platform CariUstadz guna meluncurkan Kalkulator Waris Islam. Diharapkan Kalkulator Waris Islam menjadi sebuah solusi bagi masyarakat yang mengalami kesulitan dalam hal perhitungan harta waris dan pendampingan dalam pembagian harta waris tersebut sesuai dengan hukum Islam.

Teknologi juga telah memudahkan Justika untuk menghubungkan advokat yang relevan dengan pengguna. Menerapkan Natural language processing (NLP), pertanyaan yang sudah disaring sejak awal, kemudian bisa menentukan kebutuhan pengguna dengan advokat yang tepat. Dalam proses kurasi ini, Justika mengklaim melakukan monitor langsung.

Pandemi dan pertumbuhan platform legaltech

Selama pandemi tercatat ada beberapa persoalan hukum lain yang kemudian banyak ditanyakan oleh pengguna Justika. Di antaranya adalah persoalan ketenagakerjaan. Mulai dari proses untuk merumahkan pegawai, kontrak kerja, hingga memberikan adjustment yang tepat untuk gaji pegawai.

Selain persoalan ketenagakerjaan, mereka juga banyak menerima permintaan dan pertanyaan seputar utang piutang usaha, kredit macet, persoalan keterlambatan pembayaran klien dan masih banyak lagi. Persoalan ini mulai banyak muncul saat pandemi.

Dalam Global Legal Tech Report yang disusun Australian Legal Technology Association dan Alpha Creates, pandemi COVID-19 adalah tantangan teratas bagi perusahaan legaltech di seluruh dunia.

Meskipun masih banyak yang dilakukan secara konvensional, namun jasa hukum berbasis teknologi hingga saat ini sudah makin banyak jumlahnya. Pandemi secara langsung telah membantu platform seperti Justika untuk bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, menawarkan jasa hukum hingga konsultasi secara digital.

Bulan Juni lalu Justika telah mengantongi pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Skystar Capital.

“Salah satu cara yang kemudian secara agresif kami terus lakukan adalah edukasi. Apakah itu dalam bentuk konten, webinar dan masih banyak lagi,” kata Melvin.

Gambar Header: Depositphotos.com

Blibli Konfirmasi Status “Startup Unicorn”

Blibli menambah daftar startup unicorn Indonesia. Konfirmasi ini disampaikan CEO Kusumo Martanto dalam sebuah wawancara eksklusif kolom Mastermind dengan DailySocial.id.

Kusumo mengatakan, “Meskipun kami belum mengumumkan status apapun secara terbuka, ukuran bisnis kami telah melampaui miliaran dolar. Lalu, apakah saya bisa mengatakan sudah mencapai status unicorn? Ya. Namun, sebagai perusahaan digital yang sangat kami inginkan adalah menciptakan bisnis berkelanjutan dengan nilai dan dampak positif bagi masyarakat.”

Sebelumnya konfirmasi status unicorn juga disampaikan Tiket.com, startup OTA yang diakuisisi Blibli pada tahun 2017. Tiket.com dikabarkan menjajaki potensi go public melalui kendaraan SPAC COVA Acquisition Corp. (COVA) dengan estimasi nilai gabungan perusahaan mencapai $2 miliar.

Berikut ini daftar selengkapnya startup unicorn Indonesia – beberapa perusahaan mengonfirmasi statusnya secara khusus kepada DailySocial.id dan belum mengumumkannya ke publik:

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak ~$3 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Blibli (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Tiket.com (dikonfirmasi perusahaan) ~$1 miliar
Kredivo $2,5 miliar

Peta bisnis Blibli

Di bawah naungan GDP Venture, perusahaan investasi grup Djarum, Blibli telah melakukan sejumlah aksi strategis. Selain mengakuisisi Tiket.com, mereka juga menjadi perpanjangan tangan akuisisi dan investasi ke startup lain. Inisiatif tersebut mengantarkan CEO Blibli sebagai anggota board / komisaris di sejumlah startup.

Di bisnis utamanya, selama dua tahun terakhir, berbagai inisiatif digenjot perusahaan. Pertama penguatan konsep O2O perusahaan, termasuk melalui layanan BlibliMart — yang pada awal 2020 dikatakan menjadi kategori terkuat kedua di Blibli setelah elektronik untuk tingkat pesanan dan GMV. Mereka juga sempat menginisiasi offline store, namun ditunda perluasannya akibat pandemi.

Akhir 2020, bersama Indodana yang merupakan anak usaha dari Cermati Fintech Group, Blibli meluncurkan fitur paylater untuk menambah kanal pembayaran. Blibli Mitra juga digalakkan sebagai upaya menggandeng lebih banyak UMKM — per akhir 2020 diklaim sudah mendapati 16 ribu mitra dengan 1 juta lebih konsumen.

Di tahun ini, ada beberapa inisiatif yang menjadi fokus perusahaan. Pertama, untuk menangkap tren used car marketplace yang terus meroket, Blibli meningkatkan kolaborasinya bersama Garasi.id, unit bisnisnya, untuk melayani kebutuhan jual-beli mobil bekas.

Selanjutnya, di era bank digital, mereka menggandeng BCA Digital sebagai mitra eksklusif. Di tahap awal ini pengguna Blibli dapat melakukan pembukaan rekening blu, pembayaran e-commerce, hingga bertransaksi lewat in-app payment.

Application Information Will Show Up Here