Kolaborasi dengan YesDok, Aplikasi Dana Kini Dilengkapi Fitur Telemedicine

Dana dan YesDok hari ini (05/6) mengumumkan kolaborasi. Layanan healthtech YesDok kini bisa diakses melalui dompet digital Dana. Fitur tersebut memungkinkan pengguna berkonsultasi langsung dengan dokter melalui sambungan video.

Kolaborasi ini diklaim sebagai bentuk upaya keduanya sebagai penyedia solusi digital untuk memberikan kemudahan, kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat secara.

“Ini sejalan dengan komitmen Dana untuk terus berkontribusi dalam pembangunan ekosistem digital masa depan melalui teknologi Dana yang terbuka serta memungkinkan sinergi dengan banyak platform, termasuk e-health,” terang CIO Dana Darrick Rochili.

Layanan YesDok yang disematkan di dalam aplikasi Dana pada dasarnya adalah layanan telemedicine. Pengguna bisa menggunakan fitur tersebut untuk berkonsultasi dengan dokter melalui percakapan video.

YesDok sendiri menyampaikan bahwa pihaknya menjamin dokter yang ada di sistem mereka menggunakan evidence based medicine, sehingga dokter tidak serta-mereka melakukan diagnosis apabila data yang didapat dirasa kurang. Dokter akan menyarankan pemeriksaan lebih lanjut jika di dalam konsultasi data yang didapat belum cukup untuk mengambil kesimpulan.

“Jadi dokter yang ada di YesDok itu semuanya masih dokter umum, secara teknologi kita bergantung pada network operator. Misal ada koneksi putus, itu bisa juga terjadi, tapi kita memberikan refund dengan cepat dan kita coba reconnect kembali untuk kepuasan pelanggan yang nomor satu. Kalau dokternya semuanya pastinya kita training, terutama di ilmu komunikasi. Karena tidak ada sentuhan komunikasi menjadi sangat penting,” jelas CEO YesDok Irwan Hartanto.

Selain itu, pihak YesDok juga menyampaikan bahwa seluruh komunikasi dengan dokter akan direkam dan disimpan dengan aman,. Mereka juga menjamin urusan privasi dan keamanan data pengguna.

Konsultasi dengan dokter melalui teknologi digital atau telemedicine ini bisa jadi merupakan salah satu “new normal” di kemudian hari. Mengingat di masa pandemi semua tampak dipaksa serba digital untuk menghindari kerumunan.

“Dengan kolaborasi dengan DANA ini kita berharap bisa mencapai jumlah konsultasi setinggi-tingginya. Untuk saat ini kapasitas kita bisa 5 ribu hingga 6 ribu video call per hari. Nah, di Indonesia sendiri bisa seharusnya bisa ratusan ribu per hari, jadi pasarnya masih besar. Dengan Dana kita berharap bisa membawa traksinya setinggi-tingginya,” imbuh Irwan.

Model kolaborasi serupa sebenarnya juga sudah dijalin beberapa pihak. Misalnya antara Gojek dengan Halodoc, menghadirkan aplikasi telemedicine di aplikasi Gojek yang dimudahkan pembayarannya dengan GoPay. Pun demikian kolaborasi antara Grab dengan Good Doctor, lakukan hal serupa yang dipadukan dengan pembayaran via Ovo.

“[Untuk sinergi atau kolaborasi] Kami melihat dari keperluan pengguna kita dan apakah selaras dengan visinya DANA untuk membantu orang masuk ke dalam dunia digital. Contohnya dengan YesDok, oni berawal dari niat kita untuk membantu masyarakat di tengah pandemi ini untuk membuat pengguna nyaman berkonsultasi dengan dokter,” terang Darrick.

Application Information Will Show Up Here

Menyimak Minat dan Transparansi Venture Capital Berinvestasi Saat Pandemi

Pandemi yang berkepanjangan telah meruntuhkan beberapa startup secara global. Berubahnya gaya hidup hingga kebiasaan, menjadikan startup yang memiliki model bisnis tertentu, harus gulung tikar karena tidak bisa mempertahankan bisnis dan mendapatkan revenue.

Hal menarik yang kemudian menjadi perhatian adalah, runway timeline yang menjadi faktor penentu keberlangsungan startup dan bagaimana startup bisa beradaptasi dengan realitas baru yaitu ‘new normal’.

Berikut adalah rangkuman startup clinic yang menghadirkan Kolibra Capital, Angin, dan Skystar Capital membahas peluang investasi dan potensi bagi startup untuk bisa survive di saat pandemi.

Inisiatif dan inovasi baru founder

Ketika pendapatan bisa didapatkan dan traksi terus tumbuh meskipun pandemi berlangsung, bisa dipastikan masa depan startup akan menjadi positif. Salah satu cara yang bisa dilakukan startup untuk bisa mencapai semua hal tersebut adalah, mengubah mindset dan model bisnis yang sebelumnya mengandalkan faktor offline atau ketergantungan dengan pengguna secara langsung.

Menurut Teezar Firmansyah Partner dari Kolibra Capital, startup bisa memberikan respons positif saat pandemi berlangsung dan bisa beradaptasi dengan kondisi saat ini, tentunya adalah startup yang bisa survive saat pandemi dan ketika pandemi pada akhirnya usai.

Secara khusus Kolibra yang fokus kepada fundamental dan generate revenue bukan kepada GMV, melihat saat ini menjadi saat yang krusial bagi startup untuk menunjukkan jati diri mereka. Apakah mereka bisa bersaing dan menawarkan inovasi baru kepada pelanggan.

“Salah satu portofolio yang kami miliki yaitu Travelio telah menunjukkan pentingnya untuk bisa beradaptasi. Sebagai platform yang mengandalkan pelanggan dengan sumber daya yang dimiliki, Travelio mampu melakukan inovasi dengan melakukan kolaborasi yang relevan dan menawarkan layanan baru yang dibutuhkan oleh pelanggan,” kata Teezar.

Pentingnya bagi para founder untuk bisa beradaptasi juga menjadi perhatian khusus dan sangat dianjurkan oleh Michelle Irawan dari Skystar Capital kepada startup yang masuk dalam portofolio mereka. Menjadi hal yang menarik ketika para pendiri startup bisa tampil dengan inovasi dan produk hingga layanan baru kepada pelanggan.

“Bagi kami yang sudah dilakukan oleh Sweet Escape bisa menjadi contoh yang positif. Bisnis mereka yang sangat bergantung kepada traveller tentunya mengalami impact secara langsung. Namun dengan pilihan layanan yang baru dan memanfaatkan momentum social distancing, mereka mampu menciptakan layanan baru untuk pelanggan saat pandemi berlangsung,” kata Michelle.

Sementara itu bagi David Soukhasing Managing Director Angin, portofolio mereka yang menyasar bisnis kuliner, mulai mengadopsi penjualan secara online dan memanfaatkan kegiatan digital marketing. Meskipun tidak menghasilkan pendapatan yang cukup jika dibarengi dengan gerai offline yang dimiliki, paling tidak bisa mempertahankan bisnis agar terus berjalan.

“Di Burgreens saat ini fokus mereka lebih kepada penjualan secara online memanfaatkan online delivery yang ditawarkan oleh pihak terkait. Di saat bersamaan promosi secara digital juga makin gencar dilakukan untuk menarik perhatian pelanggan melakukan transaksi secara online,” kata David.

Runway startup dan minat investor

Di dunia startup, runway atau landasan pacu adalah berapa lama startup dapat bertahan jika pendapatan dan pengeluaran tetap konstan. Ketika startup mengumpulkan uang, mereka berupaya untuk meningkatkan runway.

Runway ini bisa menentukan keberlangsungan perusahaan berdasarkan uang yang mereka simpan usai penggalangan dana. Menurut investor, timeline runway terbaik bagi startup agar bisa survive adalah untuk satu hingga dua tahun. Semakin panjang runway yang dimiiki, semakin besar potensi startup untuk bertahan.

Meskipun tidak semua startup bisa menerapkan cara ini, paling tidak mereka bisa melakukan penghematan dan memangkas pengeluaran yang dirasakan tidak terlalu penting dalam anggaran mereka. Pada akhirnya ‘cash is king’ menjadi hal yang krusial bagi startup untuk bisa bertahan dengan dana yang dimiliki saat ini, sambil mengantongi pendapatan meskipun jumlahnya mengalami penurunan akibat pandemi.

Cara cerdas yang bisa dilakukan oleh startup untuk bisa memperpanjang usia runway adalah, kesepakatan di awal dengan para investor saat melakukan penggalangan dana. Apakah ketika sebelum pandemi berlangsung atau saat pandemi, pastikan kesepakatan terjadi agar startup bisa bertahan.

“Saya juga menyarankan kepada para investor untuk lebih transparan kepada startup. Apakah mereka memang berniat untuk melakukan penggalangan dana atau tidak. Karena masih banyak investor yang kurang transparan atas niat mereka untuk berinvestasi saat ini,” kata David.

Meskipun kesempatan untuk mendapatkan dana segar dari investor saat ini cukup kecil peluangnya, namun tidak menjadikan venture capital enggan untuk memberikan investasi. Namun tidak dipungkiri, proses kurasi yang ketat dan pemilihan startup yang relevan menjadi faktor pertimbangan para investor.

“Bagi kami di Kolibra Capital tidak pernah memilih kategori industri startup yang menjadi favorit kami. Semua startup menjadi perhatian dari kami asal mereka mengusung konsep generate revenue bukan kepada GMV,” kata Teezar.

StartupBlink: Peringkat Indonesia Merosot di Ekosistem Startup Global 2020

Ekosistem startup di Indonesia Indonesia merosot ke-54 secara global menurut laporan termutakhir dari StartupBlink bertajuk “The StartupBlink 2020 Global Ecosystem Report”. Pada laporan sebelumnya, Indonesia masuk dalam urutan 50 besar, atau tepatnya ke-41.

Dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara, posisi Malaysia tergolong lebih unggul (48), Thailand (50), Filipina (53), dan Vietnam (59). Singapura ada di urutan tertinggi (16) di regional ini. Padahal secara kuantitas, Indonesia termasuk memiliki startup unicorn yang banyak di kawasan ini, per tahun 2020 totalnya sudah ada 6 startup yang terkonfirmasi menyandang status tersebut.

Tidak dipaparkan penyebab mengapa peringkat Indonesia turun. Didetailkan lebih dalam, Jakarta (41) menjadi kota terdepan di Indonesia dalam mendukung ekosistem startup. Namun posisi tersebut ternyata turun dua peringkat, sekaligus masuk dalam urutan ke-13 di Asia Tenggara.

Pada urutan kedua, ditempati oleh Bandung yang turun 86 peringkat dari posisi di tahun sebelumnya menjadi 389. Menariknya, muncul kota baru untuk pertama kalinya, yakni Yogyakarta (647), Medan (960), dan Semarang (982).

“Penting juga untuk disebut, Tangerang dan Surabaya [peringkat] meroket hingga ratusan sekarang ada di peringkat 515 dan 735 secara berurutan,” sebut laporan tersebut.

Kota-kota di Pulau Bali juga disebutkan berpotensi menjadi startup hub di Indonesia. Salah satu alasannya karena tingginya populasi pengusaha asing dan nomaden digital, namun jika didukung dengan infrastruktur internet yang cepat akan memungkinkan konektivitas yang jauh lebih andal.

“Distribusi yang baik dari delapan kota peringkat tertinggi ini memberikan kemenangan besar bagi Indonesia. Akan tetapi, dengan mempertimbangkan populasi dan ukuran negara, kota-kota lainnya dengan peringkat rendah perlu mempersempit kesenjangan dari ibukota Jakarta.”

Kualitas internet

Mendukung laporan StartupBlink, OpenSignal sebelumnya juga mengungkapkan temuan yang mirip. Dari laporan terakhir yang mereka publikasi, ditemukan kecepatan unduhan dan unggahan dari jaringan seluler di 44 kota besar di Indonesia mengalami pertumbuhan bagus, akan tetapi tidak merata.

Padahal, sambungan internet berkecepatan tinggi merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan cita-cita ekonomi digital yang kuat.

Terkait pertumbuhan kecepatan unduhan, Kota Sorong (Papua Barat) dan Ambon (Maluku) menduduki urutan dua teratas. Peringkat ketiga ditempati Jayapura dengan peningkatan kecepatan sebesar 85% dibandingkan kota-kota lainnya. Ketiga kota ini memperoleh kecepatan unduhan hampir dua kali lipat kecepatan rata-rata nasional yang sebesar 9,8 Mbps.

Sementara itu terkait pertumbuhan kecepatan unggahan, kota Kupang (NTT) menduduki urutan pertama. Di sana, pengguna memperoleh 70% peningkatan kecepatan unggahan rata-rata sebesar 8,3 Mbps, hampir dua kali lipat dari rata-rata kecepatan nasional sebesar 4,5 Mbps.

Untuk provinsi-provinsi di Jawa tertinggal dibandingkan provinsi di pulau lainnya jika ditinjau dari persentase pertumbuhan; kendati kalau dibandingkan dari sisi kecepatan saat ini tidak kalah. Peringkat tertinggi diraih oleh Malang (15) dan Bandung (18). Jakarta menempati posisi ke-28 dengan kecepatan unduhan rata-rata 10,2 Mbps. Namun menduduki peringkat ke-32 di daftar kecepatan unggahan, dengan kecepatan rata-rata 4,8 Mbps.

Cimahi menjadi satu-satunya kota di urutan paling bawah daftar kecepatan unggahan dengan rata-rata 4,0 Mbps dan peringkat terakhir kecepatan unduhan dengan kecepatan 1,1 Mbps.

“Dengan semakin mudahnya penyediaan pengalaman jaringan seluler untuk para pengguna di wilayah perkotaan, cukup mengejutkan ketika pengguna di sepuluh dan enam kota masing-masing tidak memperoleh peningkatan kecepatan unduhan dan unggahan di atas rata-rata nasional. Kecepatannya hanya berhasil meningkat hingga 10% di bawah rata-rata nasional.”

HootSuite mencatat kecepatan internet di Indonesia rata-rata 20,1 Mbps dengan rata-rata di global 73,6 Mbps. Laporan ini dirilis pada awal tahun ini. Sementara, dari riset lainnya dari Seasia, mencatat kecepatan internet Indonesia menduduki peringkat ke-92 dari 207 negara dengan rata-rata kecepatan 6,65 Mbps. Sementara di global rata-ratanya adalah 11,03 Mbps. Laporan ini dipaparkan pada tahun lalu.

Kejora dan SBI Holdings Resmikan “Orbit Fund”, Siapkan 426 Miliar Rupiah untuk Startup Tahap Awal Indonesia

Hari ini (03/6) Kejora Capital dan SBI Holdings mengumumkan peluncuran Orbit Fund. Yakni sebuah joint venture berbentuk perusahaan modal ventura yang difokuskan untuk pendanaan startup tahap awal di Indonesia. Dalam debutnya, mereka berkomitmen untuk menggelontorkan dana US$30 juta atau setara 426 miliar Rupiah.

Dalam keterangan yang kami terima disampaikan, Orbit Fund akan melakukan first closing pada 30 Juni 2020 dengan para investornya dan segera menggelontorkan dana tersebut. Sejauh ini mereka mengklaim telah menerima komitmen yang kuat dari beragam investor, termasuk di dalamnya family offices, high net worth individuals (HNWI), korporasi dan investor institusional dari Indonesia, Jepang, Singapura, dan Eropa.

Adapun beberapa fokus sektor yang dituju adalah edutech, healthtech, consumer goods, agritech, fintech, dan online media. Pendanaan tahap awal yang dikucurkan berkisar US$200 ribu sampai US$3 juta.

Untuk operasionalnya, perusahaan menunjuk Billy Boen sebagai direktur. Sebelumnya ia dikenal sebagai seorang entrepreneur, juga aktif sebagai angel investor dan advisor untuk beberapa perusahaan di Indonesia. Selain Billy, kepemimpinan modal ventura juga akan dibantu Shunichi Keida. Turut diperkuat anggota tim yang terdiri dari Leon Hermann, Yudi Anugrah, dan Richie Wirjan.

“Orbit Fund hadir untuk startup Indonesia. Selain dukungan finansial, SBI Holdings dan Kejora memiliki pengalaman di lebih dari 25 negara lainnya, dan sumber daya serta insights lokal maupun regional untuk membangun startup teknologi di Indonesia. Dengan dukungan dari venture capital yang berpengalaman, kami percaya bahwa Orbit mampu menghasilkan dan membangun generasi startup yang makin kuat,” sambut Billy.

Sementara itu, Yoshitaka Kitao selaku Presiden & CEO SBI Holdings mengatakan “SBI Holdings sangat bangga mengumumkan kerja sama ini, mengingat sudah lebih dari 3 tahun kami membina hubungan dengan Kejora sejak co-investment pertama kami. SBI Holdings percaya bahwa akan banyak bermunculan inovasi teknologi di Indonesia, dan Orbit Fund adalah pembaharuan komitmen kami untuk mempercepat pertumbuhan sektor teknologi di Indonesia.”

Facebook dan PayPal Bergabung sebagai Investor Baru Gojek

Hari ini (03/6) Gojek mengumumkan Facebook dan PayPal menjadi investor terbaru dalam penggalangan dana di putaran terkini dengan nominal dirahasiakan. Google dan Tencent juga turut menambah investasinya; sebelumnya mereka sudah tergabung dalam putaran sebelumnya di tahun 2018.

Diketahui sebelumnya, putaran terakhir yang sedang digalakkan Gojek adalah pendanaan seri F. Berbagai investor, khususnya dari kalangan korporasi global, telah bergabung. Dana ini difokuskan untuk kegiatan ekspansi dan penguatan nilai kompetitif perusahaan.

Dalam keterangan resminya, kedua investor ini ingin mendukung misi Gojek, melalui GoPay, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara, dengan fokus pada layanan pembayaran dan keuangan. Mengingat, mayoritas UKM di wilayah ini masih mengandalkan uang tunai dalam bertransaksi.

Ditargetkan lebih banyak UKM menuju digitalisasi. Mulai dari usaha kecil dan menengah yang beroperasi di toko-toko pinggir jalan, hingga bisnis berskala besar yang ingin memperkuat infrastruktur pembayaran digital mereka.

Empat investor tersebut, yang notabenenya adalah perusahaan teknologi global, akan mensinergikan seluruh sumber dayanya agar misi tersebut dapat segera terealisasi.

Co-CEO Gojek Andre Soelistyo mengatakan Facebook, PayPal, Google, dan Tencent merupakan pengakuan di mana perusahaan teknologi paling inovatif di dunia melihat dampak positif Gojek terhadap Indonesia dan Asia Tenggara.

“Dengan bekerja sama, kami memiliki kesempatan untuk mencapai sesuatu yang betul-betul unik seiring dengan upaya kami mendukung lebih banyak digitalisasi di dunia usaha dan memastikan jutaan pelanggan mendapat manfaat dari ekonomi digital,” ujarnya, Rabu (3/6).

Pernyataan juga datang dari perwakilan Facebook. COO WhatsApp Matt Idema mengatakan; Gojek, WhatsApp, dan Facebook adalah layanan penting di Indonesia. “Melalui kerja sama, kita bisa bantu jutaan UMKM dan pelanggannya untuk bergabung di komunitas ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara,” ucapnya.

Ditekankan pula, bahwa Gojek ada perusahaan Indonesia pertama yang menerima investasi dari Facebook. Perusahaan ini ingin menciptakan peluang bisnis di Indonesia, termasuk melalui layanan instant messaging yang sudah digunakan secara luas yakni WhatsApp.

Sementara itu, PayPal akan berkolaborasi dengan Gojek. PayPal akan membuka jaringannya yang sudah mencapai 25 juta merchant di seluruh dunia.

Head of Corporate Development and Ventures for APAC PayPal Farhad Maleki menambahkan, “Asia Tenggara berada dalam di titik yang sangat krusial dalam proses adopsi digital yang dapat menciptakan kesempatan baru untuk memberikan layanan finansial kepada konsumen maupun penyedia layanan yang selama ini belum terhubung ke layanan perbankan.”

“Kami sangat bersemangat dalam memasuki sebuah hubungan strategis dengan Gojek untuk memperluas akses dan memberikan pengalaman baru bagi kami di pasar yang sangat dinamis ini dan di seluruh dunia,” sambungnya.

Sejak dirilis pada 2015, Gojek mengklaim telah berhasil membantu ratusan ribu merchant untuk melakukan digitalisasi dan memberikan mereka akses kepada lebih dari 170 juta pengguna Gojek di seluruh Asia Tenggara. GoPay sendiri telah memfasilitasi miliaran transaksi setiap tahun dan menjadi salah satu layanan dompet digital terbesar di Indonesia.

Sebagian besar pencapaian ini datang dari lini layanan pesan antar makanan GoFood dan perluasan cakupan GoPay di sektor lain, baik di dalam maupun di luar ekosistem Gojek.

Application Information Will Show Up Here

Survei AFPI: 88 P2P Lending Beri Keringanan Kredit Senilai 237 Miliar Rupiah Selama Pandemi

Survei internal AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) teranyar terkait restrukturisasi kredit akibat pandemi kembali dipaparkan. Kali ini mengungkapkan sebanyak 88 platform mendapat permohonan restrukturisasi dari borrower. Jumlah pinjaman yang berhasil difasilitasi dan disetujui lender mencapai Rp237 miliar dari 674.068 akun/transaksi.

Survei tersebut diselenggarakan pada 9-14 Mei 2020 dan diikuti oleh 143 platform penyelenggara p2p lending sebagai responden. Lebih lanjut dijabarkan, sebanyak 61,5% atau 88 platform mendapat permohonan restrukturisasi dari borrower. Sementara, sisanya 38,5% atau 55 platform tidak mendapat permohonan.

Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede menjelaskan, dari 88 platform yang melaporkan, hanya 60 di antaranya menyampaikan informasi jumlah akun dan nilai total transaksi. Enam platform lainnya menyampaikan nilai total transaksi, dan 14 platform sisanya hanya menyampaikan jumlah akun.

“Total permohonan restrukturisasi mencapai 1,96 juta akun/transaksi, nilainya mencapai Rp1,08 triliun, tapi yang disetujui lender nilainya hanya Rp237 miliar,” katanya dalam konferensi pers secara online, Selasa (2/6).

Dia menekankan, penyelenggara platform p2p lending berbeda dengan industri perbankan. Platform hanya mempertemukan peminjam dengan pemberi pinjaman, sementara bank bertindak langsung sebagai pemberi pinjaman.

Oleh karenanya, platform tidak berwenang untuk memberi restrukturisasi pinjaman tanpa persetujuan dari lender. “Kewenangan ada di pemberi pinjaman, namun penyelenggara dapat memfasilitasi permintaan pengajuan restrukturisasi bagi peminjam.”

Ditambahkan, dalam survei itu juga memperlihatkan terkait Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90). Sebanyak 90 platform menyatakan TKB90 stabil, 34 platform penurunan TKB90, dan 6 platform mengaku TKB90 naik.

TKB90 adalah level kualitas kredit dalam suatu platform. Semakin tinggi dan mendekati level 100, maka semakin baik. Berdasarkan data OJK per Maret 2020, TKB90 industri p2p lending tercatat di level 95,78%.

Persyaratan baru untuk pengajuan izin

Sumber: AFPI
Sumber: AFPI

Pada saat yang sama, AFPI mengumumkan delapan platform yang baru mengantongi izin usaha dari OJK. Mereka adalah Pinjam Modal, Taralite, Danarupiah, Pinjamwinwin, Julo, Indodana, Awantunai, dan Alami. Adapun total platform yang sudah berizin di OJK mencapai 33 platform dari 161 anggota AFPI, yang sisanya masih berstatus terdaftar.

Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menambahkan, ada tambahan persyaratan yang harus dipenuhi oleh platform saat mengajukan izin. Yakni, memiliki keamanan sistem informasi berupa ISO 27001 dan telah terintegrasi dengan sistem Fintech Data Center (FDC). “Ini adalah requirement yang baru untuk pengajuan pada tahun lalu, pada batch sebelumnya belum ada,” ujarnya.

Integrasi dengan FDC menjadi fokus utama asosiasi saat ini agar bisa memberikan dampak yang optimal untuk mengurangi potensi penipuan di industri. Oleh karenanya, seluruh anggota didorong untuk terintegrasi, termasuk untuk platform yang sedang mengajukan izin.

Berkaitan dengan itu pula, asosiasi menutup sementara proses pendaftaran untuk anggota baru pada beberapa waktu lalu. Kus menyebut, ada 35 pemain baru yang masih dalam daftar tunggu dan belum diproses asosiasi.

“Sebentar lagi kami mau rapat untuk menentukan kapan akan buka lagi. Kami pun sedang ada studi bersama dengan OJK untuk melihat seberapa banyak idealnya p2p lending di Indonesia, hasilnya akan segera keluar.”

Dari data teranyar OJK pada April 2020, akumulasi penyaluran pinjaman di industri p2p lending sebanyak Rp106,06 triliun, naik 186,54% secara yoy. Pulau Jawa mendominasi total pinjaman hingga Rp90,88 triliun, sisanya sebanyak Rp15,18 triliun datang dari luar Pulau Jawa. Jumlah lender yang tercatat ada 647.993 dan borrower mencapai 24,77 juta.

Kus juga mencatat angka pinjaman per bulan sepanjang empat bulan ini mengalami tren kenaikan. Sektor-sektor yang naik drastis adalah pembiayaan untuk industri kesehatan, seperti UKM farmasi, obat-obatan, dan alat pendukung kesehatan. Begitu pula sektor yang terkait distribusi pangan, produk agrikultur, dan makanan kemasan.

Sektor lainnya adalah telekomunikasi dan ekosistem online yang semakin banyak digunakan untuk mendukung kehidupan sehari-hari dan berpotensi untuk berkembang seiring pergeseran perilaku konsumsi masyarakat.

Startup Big Data Bonza Bantu Perusahaan Ambil Keputusan Berbasis Analisis

Startup big data Bonza resmikan kehadirannya pasca mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dari East Ventures dengan nominal dirahasiakan. Dana segar ini akan digunakan untuk mengembangkan teknologi dan produk, serta mendukung ekspansi perusahaan.

Startup ini didirikan oleh Elsa Chandra dan Philip Thomas. Keduanya bertemu saat bekerja di Traveloka. Elsa mengelola investasi Traveloka, sementara Philip memimpin salah satu tim data science yang bertugas mengimplementasikan model big data untuk pengembangan dan penyempurnaan produk.

Co-Founder Bonza Elsa Chandra mengatakan, startupnya berdiri karena ada keyakinan kesenjangan yang signifikan antara riset terdepan di dalam bidang machine learning dan AI dengan implementasinya di lapangan. Perusahaan dapat menjadi jembatan untuk menutup kesenjangan tersebut.

“Misi kami adalah membantu perusahaan menerjemahkan data yang mereka punya dari berbagai sumber, baik terstruktur maupun tidak, mengintegrasikan data tersebut, kemudian menggunakan solusi artificial intelligence dan machine learning untuk membantu mereka mengambil keputusan dalam skala yang optimal,” terangnya dalam keterangan resmi, kemarin (26/5).

Solusi yang dihadirkan Bonza, sambungnya, dapat digunakan untuk semua orang di perusahaan, mulai dari analis data yang membutuhkan produk untuk menyederhanakan proses pengolahan data, hingga pemimpin perusahaan dan frontline yang membutuhkan data dalam mengambil langkah yang tepat.

Selain itu, perusahaan diklaim mampu meningkatkan kualitas data dan mengintegrasikan data dari berbagai sumber menjadi single source of truth. Hal ini memastikan tidak ada sekat informasi antardivisi dan memberikan manajemen sudut pandang 360 derajat ke seluruh data perusahaan. “Solusi ini tidak disediakan oleh kebanyakan perusahaan analisis data.”

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, pihaknya tertarik untuk berinvestasi di Bonza, lantaran ada masalah yang terjadi di dalam perusahaan. Pengambilan keputusan dan menghitung dampak dari keputusan berdasarkan sumber informasi yang berbeda-beda, tidak terstruktur, dan tidak berurutan sangat sulit sekali. Hal ini menjadi tantangan di setiap sektor industri.

“Melalui investasi ini, Bonza diharapkan bisa membangun satu platform yang memudahkan pengambilan keputsan dan memonitor hasil keputusan tersebut dengan menyajikan insight, yang dihasilkan dari pemrosesan unstructured data,” ujarnya.

Kemarin (26/5) startup big data lain, Delman, juga baru umumkan pendanaan senilai 23,6 miliar Rupiah dari Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Qlue. Misi layanannya serupa, mencoba memberikan kemudahan berbagai kalangan dalam mengimplementasikan big data.

Pantau laju infeksi Covid-19

Pemanfaatan big data juga dimanfaatkan Bonza untuk memantau laju infeksi Covid-19. Bonza memperkenalkan dan mengadaptasi model Effective Production Number (Rt) untuk memantau laju penyebaran Covid-19 di tiap wilayah. Rt adalah paramater epidemiologi yang digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan penularan virus.

Model ini menunjukkan laju infeksi di tiap provinsi bergerak dengan kecepatan dan tren yang variatif. Insight yang dihasilkan dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan untuk merencanakan strategi dan menakar efektivitas langkah pengendalian pandemi Covid-19 seperti pembatasan sosial skala besar (PSBB).

Elsa menuturkan jumlah kasus dan kematian, yang selama ini dilaporkan, kurang menggambarkan tingkat penyebaran Covid-19 yang aktual karena tidak memperhitungkan fluktuasi harian akibat perubahan kapasitas tes, perbedaan kebijakan pembatasan sosial antarwilayah, dan variasi perilaku masyarakat.

Bonza memperbarui Data Rt di tiap provinsi di Indonesia secara harian dan dashboard ini dapat diakses secara gratis.

“Pemerintah dikabarkan berencana membuka aktivitas beberapa sektor ekonomi pada Juni ini. Indonesia membutuhkan data yang bisa menjadi acuan dampak keputusan tersebut terhadap laju penyebaran virus Covid-19 di masyarakat. Diharapkan dashboard yang dibangun bisa menjadi informasi tambahan dan sebagai pembanding,” tutup Willson.

Startup Big Data “Delman” Dapatkan Pendanaan 23,6 Miliar Rupiah dari Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Qlue

Startup pengembang platform manajemen big data, Delman, hari ini (26/5) mengumumkan penerimaan pendanaan tahap awal senilai US$1,6 juta atau setara dengan 23,6 miliar Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Intudo Ventures, didukung Prasetia Dwidharma Ventures dan startup pengembang solusi smart city Qlue.

Dana segar yang didapat akan difokuskan untuk ekspansi bisnis, dengan mengembangkan ekosistem manajemen big data yang dapat digunakan klien untuk membuat prediksi dan keputusan bisnis, serta membangun Delman R&D Center di Surabaya tahun ini.

“Kami menemukan bahwa rata-rata perusahaan mengeluarkan US$200 ribu dan 70% waktunya untuk membersihkan (cleansing) dan mengklasifikasikan data menjadi sebuah database (warehousing). Banyak data yang bentuknya tidak seragam, tidak beraturan, hingga salah ketik, sehingga menyulitkan data scientist untuk mengolah data tersebut dan menjadikannya analisis yang tepat secara real-time,” jelas Founder & CEO Delman Surya Halim.

Sejak berdiri di tahun 2018, Delman sudah bekerja sama dengan Qlue untuk membantu manajemen big data berbagai perusahaan dan instansi pemerintah. Adapun solusi yang akan dihadirkan mulai dari menggabungkan, membersihkan, dan mengklasifikasi data; hingga memvisualisasikan data dalam bentuk dasbor yang mudah dipahami.

Sementara itu, Founder & CEO Qlue Rama Raditya mengatakan, di tengah pandemi perusahaannya tetap secara aktif melakukan investasi di startup yang memiliki potensi besar. Ia percaya, sebagai pendatang baru Delman akan menjadi pemain utama di industri big data dan mendorong big data ke level yang lebih tinggi di Indonesia. Sebelumnya Qlue juga sempat berpartisipasi dalam putaran pendanaan awal Nodeflux

“Pasar big data di Indonesia akan terus berkembang dan pemenuhan kebutuhan solusi pun mulai bergeser ke perusahaan lokal karena solusi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan perusahaan Indonesia. Selain itu kami melihat banyak perusahaan di Indonesia yang ingin melakukan transformasi digital, namun belum optimal dalam mengolah dan menganalisis big data,” ungkap Rama.

Founding Partner Intudo Ventures Eddy Chan mengatakan, “Sejak bertemu dengan founding team Delman di Silicon Valley pada tahun 2017, kami telah melihat pertumbuhan mereka sebagai manajemen yang solid dan kami akan terus mendukung mereka ke depannya.”

Bobobox Dapatkan Pendanaan Seri A 170 Miliar Rupiah

Bobobox, yang dikenal sebagai startup penyedia layanan akomodasi hotel kapsul, baru-baru ini mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai US$11,5 juta atau setara 170 miliar Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin Horizons Ventures dan investor sebelumnya Alpha JWC Ventures. Beberapa pemodal yang turut terlibat termasuk Kakao Investments, Sequoia Surge dan Mallorca Investment.

Sebelumnya pendanaan pra-seri A Bobobox sudah dimulai sejak Maret 2019, waktu itu melibatkan Alpha JWC Ventures, Genesia Ventures, dan tiga investor lainnya. Kemudian pada Mei 2019, startup asal Bandung tersebut kembali dapatkan pendanaan dari Sequoia Capital India (Surge), Agaeti Ventures, Everhaus, Aplha JWC Ventures, dan Ganesia Ventures.

Dengan dana modal tambahan ini, perusahaan akan fokus pada pengembangan fitur demi meningkatkan pengalaman penggunaan pods (sebutan untuk kapsul penginapan). Selain itu, mereka juga rencanakan penguatan tim di bidang manufaktur dan operasional, plus ekspansi ke beberapa negara lain di Asia Tenggara setelah pandemi Covid-19 berakhir.

Pendanaan ini menjadi menarik, pasalnya di tengah terpaan Covid-19, banyak pemain di industri akomodasi dan pariwisata terpuruk, bahkan sampai ada yang memutuskan menghentikan bisnisnya. Co-Founder & CEO Bobobox Indra Gunawan mengatakan, “Kami bersyukur dan bangga masih dapat meraih pendanaan dari investor global di sela-sela guncangan yang ditimbulkan Covid-19. Saya percaya hal ini tak terlepas dari disiplin kami dalam menjaga unit economics yang sehat di semua cabang.”

“Menurut saya, faktor lain di balik kepercayaan investor pada Bobobox adalah unique selling proposition yang memungkinkan kami siap menghadapi krisis dan perubahan perilaku yang muncul dari pandemi ini, bahkan sebelum kita tahu hal ini akan terjadi. Hal ini juga memberikan keuntungan bagi kami nantinya saat akomodasi berbasis teknologi menjadi kebutuhan industri,” imbuhnya.

Dalam satu tahun terakhir, Bobobox telah mendirikan enam lokasi baru di tiga kota: Bandung, Jakarta, dan Semarang. Saat ini, mereka mengoperasikan delapan lokasi dengan total 572 pods dan tingkat okupansi 80-90% sebelum pandemi. Setelah pandemi turun menjadi 50-60%.

Selama pandemi digunakan jadi alternatif menginap

Peluncuran pods yang ditujukan untuk tenaga medis RS mitra Covid-19 / Bobobox
Peluncuran pods yang ditujukan untuk tenaga medis RS mitra Covid-19 / Bobobox

Dalam rilisnya perusahaan menguraikan, masa pandemi Covid-19 turut membuka peluang baru. Di saat industri pariwisata melambat, penduduk lokal menjadi pelanggan baru pods Bobobox. Untuk memenuhi permintaan konsumen dan tetap menjaga keselamatan staf dan pelanggannya, Bobobox menerapkan langkah-langkah preventif, termasuk membatasi jumlah penginap dan menutup ruang berkumpul umum.

“Dengan adanya langkah-langkah preventif tambahan, banyak penduduk lokal memilih relokasi ke pods kami demi menunjang kebutuhan work-from-home mereka. Tidak sedikit yang memilih Bobobox terdekat dari kantor mereka agar tidak perlu melakukan perjalanan jauh demi menghindari keramaian dan mengurangi risiko terpapar Covid-19,” jelas Co-Founder & President Bobobox Antonius Bong.

Sebelumnya, bekerja sama dengan Li Ka Shing Foundation, Bobobox juga mendonasikan 100 sleeping pods ke rumah sakit rujukan Covid-19 di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Difungsikan sebagai tempat istirahat tenaga medis di sela-sela tugasnya.

“Krisis memperlihatkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya serta seberapa kuat bisnis dan kerangka pemasukan mereka. Krisis juga akhirnya menunjukkan mana perusahaan yang benar-benar solid. Dengan kinerja dan pertumbuhan yang memuaskan sejak pertama kali kami berinvestasi di Bobobox pada 2018, kami percaya Bobobox tak hanya dapat melewati guncangan krisis saat ini, tapi juga akan menjadi pemain unggulan industri pariwisata regional,” ujar Managing Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan.

Application Information Will Show Up Here

Titipku, Deliveree, dan Ubiklan Hadirkan Inovasi untuk Memudahkan Belanja Online

Dampak pandemi Covid-19 cukup besar dirasakan para pengusaha mengenah ke bawah, di berbagai industri. UKM yang sedang berupaya tumbuh banyak yang kelimpungan. Beberapa startup tampaknya terilhami untuk membantu mereka, berbarengan dengan upaya mereka agar tetap relevan di situasi seperti sekarang ini. Kami mencoba mendaftar beberapa startup tersebut.

Yang pertama ada Titipku. Startup asal Yogyakarta ini memang dari awal fokus pada pemberdayaan UKM. Layanan mereka mencoba mengoptimalkan teknologi untuk menghubungkan pedagang kecil, warung, dan semacamnya dengan para pembeli melalui aplikasi.

Terbaru, Titipku memperkenalkan fitur layanan berbasis lokasi. Layanan ini diklaim dikembangkan untuk semakin memudahkan pengguna mencari pedagang di sekitar mereka sehingga lebih mudah dalam berbelanja.

“Lokasi toko yang jauh dari rumah sebetulnya menjadi salah satu permasalahan saat belanja online. Jarak yang jauh akan berpengaruh pada ongkos kirim barang yang dipesan. Bahkan ongkos kirim bisa lebih mahal daripada barang yang ingin dibeli. Hal itu tentu sangat disayangkan. Kami berharap dengan fitur terbaru Titipku ini dapat meminimalkan permasalahan yang demikian,” terang Co-Founder CEO Titipku Henri Suhardja.

Titipku sendiri saat ini mengklaim sudah berhasil merangkul 150 ribu pengguna dan 100 ribu pebisnis terdaftar di aplikasinya .

Mitra Titipku di Pasar

Selanjutnya ada Deliveree. Di tengah pandemi, startup yang dikenal menawarkan layanan pengiriman barang ini meluncurkan platform belanja sembako online yang langsung bisa diakses di aplikasi mereka. Dari keterangan resminya, barang akan dikirimkan secara masaal dengan menggunakan armada city car. Fitur baru ini juga dilengkapi dengan live chat atau panggilan untuk bisa langsung terhubung dengan toko.

“Kami berharap ini akan membuat hidup sedikit lebih mudah bagi mereka yang khawatir akan terekspos dan terpapar virus. Dengan adanya layanan ini harapan kami bukan hanya sekadar membantu mengurangi penyebaran virus, akan tetapi juga teknologi terbaru kami diharapkan dapat membantu lebih dari 5000 mitra pengemudi untuk kembali bekerja selama masa sulit ini,” ujar Country Director Deliveree Indonesia Tom Kim.

Belanja semobako murah melalui Deliveree

Langkah yang serupa juga ditempuh oleh Ubiklan. Startup yang dikenal dengan layanan iklan bergerak menggunakan mobil atau motor ini mulai menjajaki bisnis baru bernama UbiFresh. Menawarkan belanja grocery secara online melalui aplikasi mereka.

Pihak UbIklan mengklaim unit bisnis baru mereka ini dibentuk berkat diskusi dengan partner mereka dan juga melihat kondisi pandemi seperti sekarang ini yang memaksa orang harus lebih banyak di rumah. UbiFresh dikemas sedemikian rupa untuk membantu pengguna tetap bisa mendapatkan barang belanjaan sekaligus memasarkan dagangan dari pedangang di pasar tradisional.

“Kami melihat banyak sekali orang yang dapat kami bantu dengan UbiFresh. Kami dapat melayani rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan belanja bahan pangan mereka dan secara bersamaan kami juga membantu pasar tradisional yang kebetulan beberapa di antaranya adalah mitra bisnis kami […] Yang pasti produk hasil pasar yang ditawarkan di UbiFresh selalu terjaga kualitas, kesegaran dan kelengkapannya dengan harga yang sama hematnya,” terang CEO Ubiklan Glorio Yulianto.

UbiFresh dari Ubiklan

Usaha untuk tetap relevan

Di situasi seperti sekarang ini belanja online merupakan sebuah pilihan. Ada risiko besar yang dihindari, dan ada kemudahan yang coba dimanfaatkan. Tiga startup di atas mungkin menjadi di antara mereka yang berusaha untuk relevan. Atau setidaknya berusaha untuk menolak menyerah sambil terus mencari cara untuk tetap tumbuh.

Titipku saat ini masih merencanakan untuk fundraising. Fokus mereka sekarang ada pada menaikkan jumlah transaksi. Sebagai startup yang dari awal mengembang misi untuk membantu para UKM fitur ini adalah langkah lanjutan dari upaya-upaya sebelumnya yang mereka lakukan.

Sementara bagi Deliveree dan Ubiklan, lahirnya lini bisnis baru adalah langkah strategi bagi mereka untuk tetap menjadi relevan. Terhadap keadaan, juga terhadap kondisi bisnis. Bukan tidak mungkin dikemudian hari lini bisnis baru mereka ini akan menjadi permanen dan menjadi bagian penting dalam perjalanan bisnis yang berkelanjutan. Karena memang saat ini permintaan tinggi, dan belanja grocery online bisa jadi salah satu new normal.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here