Ingin Dukung Industri Film, NFC Indonesia Berinvestasi di Ideosource Entertainment

Bertujuan untuk memperkuat value chain di lanskap digital dan hiburan, PT NFC Indonesia Tbk (NFCX), entitas dari PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS), mengumumkan rencananya untuk berinvestasi di Ideosource Entertainment (IDEO). Nantinya investasi akan berfokus pada pembiayaan portofolio yang beragam.

Tidak disebutkan lebih lanjut berapa jumlah investasi yang digelontorkan, namun melalui kerja sama dengan berbagai produser Indonesia yang sukses secara komersial, investasi dikucurkan untuk portofolio film yang terkurasi, khususnya untuk layar lebar dan serial untuk layanan streaming digital.

“NFCX terus membangun disruptive platforms di berbagai area, termasuk media dan periklanan. Namun, kami percaya bahwa platform yang kuat harus juga didukung dengan konten yang kuat. Hal tersebut akan menciptakan magnet alami bagi platform tersebut. Kami juga melihat bahwa IDEO film dan media analytic platform juga dapat memperkuat infrastruktur programmatic and deep-learning and advertising kami. Dengan dukungan finansial dan ekosistem digital luas dari NFCX, kami dapat membantu IDEO untuk berkembang lebih cepat dan lebih besar,” kata CEO NFCX Abraham Theofilus.

Fokus IDEO untuk produksi film Indonesia

Didirikan oleh Andi Boediman pada tahun 2011 lalu, hingga kini Ideosource Venture Capital telah mendanai 27 startup mulai dari e-commerce, digital media, games, IoT (internet of things) yang mendapat kucuran dana dari Ideosource. Andi kini menjabat sebagai Managing Partner Ideosource Venture Capital.

Sejak tahun 2017, Ideosource mulai merambah dunia film dan menyalurkan investasinya melalui Ideosource Film Fund (IFF).  Melihat potensi yang cukup besar di industri film Indonesia serta latar belakang pendidikannya pernah belajar film di Amerika, CEO IDEO Andi Boediman mengungkapkan, IDEO memiliki beragam portofolio film fitur Indonesia. Ia mengklaim ‘Keluarga Cemara’ merupakan investasi film paling sukses dengan penonton yang menembus angka 1,7 juta penonton serta pendapatan lain-lain dari sponsor dan hak digital.

“IDEO juga berinvestasi di deretan film Screenplay Bumilangit, salah satunya adalah ‘Gundala’, pahlawan super komik asli Indonesia karya (alm) Hasmi. Disutradarai oleh Joko Anwar, film ini menceritakan tentang asal usul dari si pahlawan super tersebut, dan menjadi salah satu film yang paling ditunggu-tunggu tahun ini.”

Terdapat empat bisnis model yang nantinya akan diterapkan oleh IDEO, di antaranya adalah investasi film & media, produksi film & media, film & media analytic platform dan digital marketing agency. Dalam memutuskan investasi, Andi memiliki beberapa kriteria. Pertama, ia melihat rekam jejak produser dan sutradaranya. Rumah produksinya sudah pernah mengeluarkan karya-karya apa saja. Rekam jejak ini penting untuk keberhasilan investasinya.

“Setelah itu, saya melihat dari segi proyeknya. Film itu dilihat dari paketnya. Apakah dia menggunakan intellectual property, cast, story yang bagus, dan revenue model, kita jadi tertarik. Kalau di depan, itunya saja tidak menarik, ya, bagaimana kita bisa tertarik,” kata Andi.

BTN Resmi Akuisisi Modal Ventura Milik Anak Usaha Pelat Merah

Bank Tabungan Negara (BTN) resmi mengakuisisi perusahaan modal ventura (PMV) untuk dukung bisnis utama perseroan di bidang pembiayaan perumahan. Perseroan akan meminta persetujuan kepada OJK untuk merealisasikan rencana tersebut.

Keputusan ini diambil setelah perseroan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan hari ini (29/8). Dalam RUPS juga dibahas mengenai evaluasi kerja sepanjang semester I/2019 dan perubahan struktur manajemen perseroan.

“Kami akan menindaklanjuti persetujuan RUPSLB hari ini tentang akuisisi PMV untuk kemudian kami mohonkan persetujuan kepada OJK, supaya dapat ditindaklanjuti sebagai langkah strategis bisnis yang dilakukan perseroan dalam pengembangan bisnis,” ucap Corporate Secretary BTN Achmad Chaerul dalam keterangan resmi.

BTN mengakuisisi PT Sarana Papua Ventura (SPV), anak usaha PT Bahana Artha Ventura (BAV), yang merupakan anak usaha PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero). Pemilihan ini sekaligus diharapkan menjadi sinergi BUMN yang diamanatkan oleh Kementerian BUMN.

BAV sendiri punya anak usaha PT Sarana Nusa Tenggara Timur Ventura yang sudah diakuisisi saham mayoritasnya oleh BRI. Kini di-rebranding menjadi BRI Ventures dan dinakhodai oleh Nicko Widjaja, yang sebelumnya memimpin PMV milik Telkom, MDI Ventures.

Perseroan telah menyiapkan anggaran untuk mengambilalih saham SPV. Dana tersebut akan digunakan sebagai penyertaan modal dan pengembangan bisnis PMV dalam jumlah sebanyak-banyaknya 90% yang akan dilaksanakan secara bertahap.

Menurut Chaerul, pengelolaan PMV akan tetap fokus untuk mendukung bisnis utama perseroan di bidang pembiayaan perumahan dan meningkatkan pendapatan non-bunga, sehingga dapat memperkuat pertumbuhan kredit dan laba perseroan.

Masuknya BTN, tentunya meramaikan peta persaingan perusahaan bank pelat merah yang ramai kini memiliki CVC sendiri. Dari empat bank pelat merah, tinggal BNI saja yang belum resmi.

Pihak BNI sudah berkoar-koar mengungkapkan wacana ini sejak tahun lalu. Pemberitaan terakhir mengatakan BNI akan mengumumkannya pada akhir tahun 2019. Belum diputuskan apakah akan membentuk baru atau akuisisi yang sudah. BNI menyiapkan anggaran Rp600 miliar hingga Rp700 miliar untuk aksi korporasi ini.

Keseluruhan rencana perbankan untuk akuisisi modal ventura ini, salah satunya adalah mempertahankan kepemilikan saham di Finarya (LinkAja) agar tidak terdilusi.

Ralali Tambah Fitur Baru Dukung Kemudahan Transaksi dan Pengembangan Bisnis Mitra

Platform marketplace B2B Ralali merilis tiga fitur baru untuk dukung kemudahan transaksi di dalam platformnya. Perusahaan berambisi menjadi super app yang memiliki berbagai layanan untuk permudah transaksi.

Founder dan CEO Ralali Joseph Aditya menjelaskan, tiga fitur ini hadir dalam situs dan aplikasi Ralali. Pertama adalah Radar (Ralali Darat Air Udara), fitur baru yang akan membantu peran logistik Ralali Kargo untuk terhubung dengan berbagai vendor logistik pengiriman barang di berbagai pelosok, sehingga pengiriman barang pesanan tidak terpusat di satu kota saja.

“Solusi ini menjawab masalah yang sering dikeluhkan pelaku usaha mengenai biaya logistik yang sangat besar,” terangnya, kemarin (30/8).

Fitur kedua adalah Octopus untuk mitra brand dari Ralali. Ini berfungsi memudahkan brand monitor performa produk dan tingkat kebutuhan berbagai daerah terhadap kebutuhan produknya melalui aplikasi keagenan Ralali, bernama Big Agent. Octopus memberikan dampak yang signifikan bagi mitra untuk mengontrol pasar dan distribusi sesuai dengan karakter pembeli di berbagai daerah.

Terakhir, adalah fitur fintech yang di dalamnya ada payment, financing (akses pendanaan), asuransi, dan investasi. Keempatnya difokuskan untuk bantu pengembangan dan perkuat bisnis UKM itu sendiri.

Joseph menjelaskan fitur fintech adalah hasil kolaborasi dengan para mitra penyedia jasa keuangan. Ke depannya perusahaan akan menambahkan digital goods di dalam fitur ini, seperti pembelian pulsa, paket data, PLN, PDAM, BPJS, dan uang elektronik.

“Fitur fintech sudah resmi tersedia, namun baru menyediakan financing dan insurance. Sisanya akan segera menyusul. Demikian pula untuk Radar dan Octopus, keduanya kami rencanakan meluncur sebelum akhir tahun ini.”

COO Ralali Alexander Lukman menambahkan, fitur fintech ini telah dipasarkan oleh para agen ke lebih dari 1.500 pelaku UKM. Total pendanaan yang tersalurkan mencapai Rp18 miliar.

“Pasar yang sebelumnya belum pernah tergarap pun sekarang bisa mendapatkan akses untuk perluasan dan pengembangan,” kata Alexander.

Agen adalah motor pertumbuhan Ralali

Joseph menerangkan jalur keagenan adalah salah satu motor pertumbuhan bisnis di Ralali. Makanya, aplikasi Big Agent diperkuat dengan berbagai fitur untuk dukung produktivitas agen. Dalam pemasaran produk B2B, memang tidak bisa disamakan dengan apa yang dilakukan oleh e-commerce B2C seperti kebanyakan.

Dia melihat, cara paling ampuh untuk mendekati konsumen B2B, terutama UKM yakni dengan menemui langsung di lapangan karena mayoritas dari mereka belum tersentuh oleh teknologi. Secara potensi, e-commerce B2B itu dinilai lebih besar dari B2C, terlebih dari berbagai data menyebut 60% dari total PDB Indonesia ditopang oleh UKM.

“Memang sekarang di Indonesia itu yang lebih besar saat ini adalah B2C. Namun di Tiongkok itu, bisnis B2B itu dua kali lebih besar dari B2C. Artinya, tugas kita masih banyak untuk edukasi ke pasar. Setelah enam tahun berdiri, kami lihat potensi B2B di luar Jawa itu besar, banyak permintaan mau gabung sebagai agen.”

Joseph melanjutkan, “Kehadiran Big Agent membedakan kami dengan e-commerce lainnya, kami mendefinisikan cara baru melakukan bisnis.”

Aplikasi Big Agent ini sebenarnya sudah dirilis sejak tahun lalu. Data terkini menyebut, ada 300 ribu agen tergabung, dengan dominasi di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Padang, dan Palembang.

Mereka tidak hanya pekerja lepas, tapi ada juga dari karyawan, mahasiswa, pelajar, dan pengemudi ojek online. Rentang usianya antara 21-25 tahun. Pekerjaan yang bisa dilakukan para agen melalui aplikasi Big Agent diklaim ada ratusan ribu jenis.

Namun ada tiga layanan pekerjaan untuk pelaku bisnis, yakni survei pasar (14,29%), promosi (74,52%), dan akuisisi (4,25%). Sistem kerjanya fleksibel dan ada komisi yang diberikan tergantung pekerjaan yang diselesaikan.

CTO Ralali Irwan Suryadi menjelaskan, seluruh pekerjaan yang diselesaikan ini akan menjadi data yang diolah sebagai salah satu mesin utama big data untuk mengenali konsumen lebih baik dan memetakan pola transaksi pembeli. Harapannya, dari pengolahan data ini bisa menjadi rujukan tepat sasaran bagi perusahaan untuk memahami berbagai kebutuhan dalam satu ekosistem digital.

Sejauh ini perusahaan telah memiliki 20 layanan dalam ekosistemnya, termasuk di antaranya ketiga fitur baru di atas, dan aplikasi Big Agent. Joseph mengklaim rata-rata jumlah transaksi perusahaan tumbuh hingga empat kali lipat. Bahkan pada tahun lalu, jumlah transaksi secara nominal tembus sekitar Rp10 triliun.

Dia optimis tahun ini pencapaian bisnis bisa naik hingga lima kali lipat dari pencapaian setahun sebelumnya. Perusahaan telah menjangkau lebih dari 750 ribu UKM di 25 provinsi sebagai pembeli. Juga, telah rambah Singapura dan Thailand. Dalam pipeline, perusahaan berencana untuk perluas ke Vietnam dan Filipina.

“Mungkin tahun depan. Ada beberapa negara lain juga, mirip-mirip dengan Indonesia. Di mana negara tersebut banyak penduduknya, butuh pekerjaan juga,” tandasnya.

Selama 6 tahun, Ralali melayani lebih dari 13.000 pemasok (sellers), lebih dari 160.000 pembeli (UKM) dan menangani hampir 300.000 produk (SKU) di dalam platformnya, dengan setengah juta pengguna terdaftar dan lebih dari 5 juta pengunjung bulanan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

“Joint Venture” dengan iQiyi Adalah Bentuk Keseriusan MNC Group Dominasi Pasar Asia

Dominasi sepertinya sudah jadi kata teratas dalam kamus dagang pemimpin MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Sekian lama menguasai bisnis televisi teresterial dan televisi berlangganan, Hary berniat mendominasi pasar layanan streaming di Indonesia dan Asia.

Pembentukan joint venture dengan ‘Netflix Tiongkok’, iQiyi, merupakan bukti keseriusan MNC dalam menggarap pasar layanan streaming. Dalam kesepakatan itu, MNC memiliki 51 persen kepemilikan. Entitas baru ini akan diisi gabungan koleksi konten milik MNC dan iQiyi.

Dalam wawancaranya dengan KrAsia, Hary meyakini pasar layanan streaming di Asia masih hampir tak tersentuh. Melihat peluang besar itu, setidaknya menurut Hary ada 3 kunci untuk mengeruk keuntungan dari layanan streaming yakni dengan mendominasi dari aspek iklan, konten, hingga jumlah pelanggan.

Hary mengatakan belanja iklan digital sudah mendekati 20 persen dengan kemungkinan bertambah menjadi 30 persen pada tahun depan. Sementara tahun ini Hary memperkirakan MNC memperoleh pendapatan Rp750 miliar dari iklan digital.

Dari aspek konten, semua platform di bawah MNC Group menghasilkan 23.000 jam konten per tahun mulai dari drama, animasi, pencarian bakat, dan lainnya. Mereka juga memiliki rumah produksi yang sanggup menghasilkan konten asli sendiri. Sementara kerja sama dengan iQyi yang notabene berstatus pemain terbesar di Tiongkok bakal menambah kekuatan konten mereka.

“Kalau ranah digital kita sudah matang, kita bisa ekspansi ke internasional. Namun untuk saat ini kita harus kuat di Indonesia dulu,” ujar Hary dalam wawancaranya dengan KrAsia.

Sebagai tambahan bukti keseriusan MNC dalam menggarap bisnis digitalnya, Hary pun turun langsung. Mengaku tak lagi aktif di dunia politik untuk sementara, Hary menilai bisnis digital ini harus cepat dan presisi.  Ia bahkan ragu tanpa campur tangannya, semua akan berjalan lambat.

“Saya rasa kalau saya tidak terlibat, perubahannya akan lambat. Saat ini, segalanya speerti perlombaan menuju digital. Itulah alasannya saya kembali,” imbuhnya.

Kita tidak bisa menganggap enteng ambisi taipan media ini. Hingga saat ini MNC Group tercatat memiliki 4 stasiun televisi nasional dan sejumlah televisi lokal, jaringan televisi berbayar terbesar, dan menguasai 45 persen belanja iklan dari total pendapatan di sektor tersebut.

Perlu diingat juga bahwa MNC Group punya portofolio cukup padat di bisnis digital. Mereka punya MNC Now, Metube, sejumlah investasi di iFlix, dan yang terbaru adalah peluncuran free-to-air TV yakni RCTI+. Namun hal itu dianggap belum cukup jika ingin menguasai pasar di luar Indonesia.

Inilah yang melatarbelakangi kerja sama antara MNC dengan iQiyi. Layanan streaming milik Baidu itu adalah platform streaming terbesar di Tiongkok dengan 100 juta pelanggan berbayar. Hary sadar untuk merambah pasar di luar Indonesia ia harus berkongsi dengan perusahaan besar lainnya.

Sementara dari pihak iQiyi, kerja sama dengan MNC memudahkan jalan mereka merebut pasar baru di luar Tiongkok. iQiyi punya kompetitor berat di negara asal seperti Tencent Video dan Youku Tudou yang juga sudah mulai merambah pasar luar negeri. Indonesia akan jadi batu loncatan iQiyi sebelum memperluas layanan mereka ke 10 negara lain di Asia Tenggara.

Layanan streaming baru ini nantinya bakal mengadopsi sistem freemium. Dari kesepakatan kedua belah pihak, diketahui MNC akan fokus pada aspek promosi dan pemasaran, sementara iQiyi lebih fokus ke teknologi dan pengembangan di masa depan. Layanan baru ini akan dirilis pada kuartal ketiga.

Hary menolak bercerita lebih detail mengenai rencana yang akan mereka usung melalui layanan streaming baru itu. Hanya saja ia menggarisbawahi bahwa platform itu ditujukan untuk menjadi yang terbesar di seluruh Asia.

“Saya tidak bisa jelaskan sekarang, tapi ketika iQiyi umumkan detailnya, kami akan kabarkan. Tapi poinnya adalah kami ingin menjadikannya platform konten terbesar di Asia,” pungkas Hary.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

The Fit Company Mulai Perkenalkan Aplikasi Gaya Hidup Sehat Fitco

Bertujuan memudahkan pengguna melakukan reservasi jadwal latihan, The Fit Company, startup yang bergerak di bidang gaya hidup aktif dan sehat, meluncurkan aplikasi mobile bernama Fitco.

Kepada DailySocial, CEO dan Co-Founder The Fit Company Jeff Budiman mengungkapkan, sejak awal berdiri The Fit Company berkomitmen untuk menciptakan gaya hidup aktif dan sehat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Aplikasi Fitco merupakan produk unggulan yang memungkinkan masyarakat mengakses layanan gaya hidup aktif dan sehat dengan mudah.

“Saat ini, kami masih mengembangkan dan terus menyempurnakan salah satu pilar utama yang kami usung, yaitu pilar move. Pengguna dapat melakukan reservasi jadwal latihan olahraga pribadi, grup, maupun dengan pendampingan dari personal coach sesuai dengan jadwal dan lokasi yang diinginkan. Jenis olahraga yang ditawarkan juga beragam, mulai dari pilihan untuk berolahraga di studio gym, kelas, maupun komunitas.”

Salah satu fitur yang menjadi unggulan yaitu on-demand coach. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk melakukan reservasi jadwal latihan bersama personal coach sesuai dengan waktu dan lokasi yang diinginkan. Pengguna juga akan mendapatkan kemudahan dan kenyamanan dalam berolahraga. Fitur ini juga memberikan kemudahan bagi para coach dalam mencari klien yang membutuhkan pendampingan sesuai dengan kompetensi olahraga yang dimiliki tiap-tiap coach.

“Keunggulan lainnya, aplikasi Fitco menawarkan sistem keanggotan yang fleksibel dan personal. Dengan sistem keanggotaan ini, pengguna memiliki kebebasan untuk mencoba beragam layanan terlebih dahulu ataupun langsung memilih paket berlangganan yang diinginkan,” kata Jeff.

Sejak diluncurkan awal Agustus 2019 lalu, Fitco telah memiliki lebih dari 1,000 pengguna. Untuk pilar move ini, Fitco telah memiliki 35 mitra coach pilihan, 17 studio gym, 67 studio kelas, dan 10 mitra komunitas.

The Fit Company beberapa waktu lalu telah mengakuisisi Slim Gourmet, Wellnez Indonesia, dan Fitco. Aksi perusahaan tersebut dilakukan dalam rangka pengembangan ekosistem wellness yang sedang mereka bangun di pasar Indonesia.

Setelah move, lanjut ke eats dan mind

Di tahun 2019, startup yang didirikan Jeff Budiman dan Prianka Bukit ini memiliki sejumlah rencana penting, termasuk rebranding dua pilar utama perusahaan, yakni move dan eats. Pilar eats merupakan fitur yang memungkinkan pengguna untuk memesan makanan sehat dan bernutrisi seimbang dalam satu aplikasi yang sama.

“Konsep ini memungkinkan pengguna mengakses seluruh layanan, baik dari pilar move dan eats hanya dengan satu aplikasi. Selain itu, kami juga akan mulai menggarap pilar mind sebagai pilar ketiga dalam ekosistem wellness holistik yang kami bangun,” kata Jeff.

Application Information Will Show Up Here

Pelaku Industri Pembayaran Digital Sepakat Potensi Pasar di Indonesia Masih Sangat Besar

Penggunaan e-wallet atau aplikasi pembayaran digital memang tampak sudah umum di berbagai kota di Indonesia. Namun, di balik itu ruang untuk tumbuh bagi pembayaran digital ternyata masih besar — masih tersedia berbagai potensi dan peluang pasar yang dapat dioptimalkan.

Vice President Director BCA Armand Hartono memberikan gambaran, saat ini baru ada sekitar 50-60 persen penduduk Indonesia yang memiliki rekening bank. Namun Di samping itu –memberi contoh dari BCA—sekitar 98 persen frekuensi transaksi terjadi secara elektronik. Kendati demikian 2 persen transaksi sisanya (non-elektronik) punya nominal lebih besar.

“Dua persen itu secara nilai berkontribusi 55 persen. Paham ya, faktanya Indonesia seperti apa tetap pada cash,” ujar Armand dalam acara Indonesia Lokadata Conference 2019.

CEO Dana Vincent Iswara membenarkan bahwa pasar pembayaran digital di Indonesia masih terbuka luas. Itu pula yang menyebabkan timnya meluncurkan Dana pada November 2018.

Dibanding dua pemain besar e-wallet seperti Gopay, OVO dan LinkAja (dulu Tcash), kemunculan Dana terbilang relatif terlambat. Namun ia mengaku tetap berani terjun ke industri ini karena potensi pasarnya masih terbuka lebar.

Ia mencontohkan pada 2017 lalu angka penetrasi pembayaran digital di Indonesia hanya kurang dari 3 persen. Dan hingga kini angka penetrasi tersebut baru merangkak hampir menjadi 7 persen.

Sebagai perbandingan, Vincent mencontohkan penetrasi pembayaran digital di Tiongkok mencapai 30 persen namun potensi pertumbuhannya masih ada.

“Jadi kenapa saya sangat antusias memasuki industri ini karena terlihat keuntungan yang jelas dari digital payment salah satunya adalah membentuk digital financial inclusion,” ucap Vincent.

Vincent pun mengakui kondisi masyarakat di Indonesia mulai bergeser ke digital meski masih perlahan. Kendati demikian, jalan menuju masyarakat nontunai dianggap masih cukup panjang dan memakan waktu.

Chief Data Officer OVO Vira Shanty menilai masih ada sejumlah pekerjaan rumah para pemain pembayaran digital. Salah satu yang disoroti adalah cara top up saldo e-wallet.

“Kenyataannya top up e-wallet masih banyak lewat cash dan untuk mengelola cash ini pun tidak murah ongkosnya,” imbuh Vira.


DailySocial adalah media partner Indonesia Lokadata Conference 2019

Amazon dan Gojek dalam Perbincangan untuk Kemitraan Strategis, Terkait Ekspansi dan Investasi

Amazon dan Gojek dikabarkan tengah dalam pembicaraan awal untuk menjalin kerja sama strategis. Keluarannya mencakup perluasan layanan ritel online milik Amazon ke Indonesia dan pemberian investasi lanjutan kepada Gojek –menurut sumber nilainya akan cukup signifikan.

Nantinya layanan e-commerce Amazon akan turut memanfaatkan infrastruktur pengiriman yang dimiliki Gojek. Hingga berita ini terbit, perwakilan kedua perusahaan belum mau memberikan komentar apa pun.

Sebelumnya decacorn Gojek menginformasikan tengah mengumpulkan pendanaan seri F mencapai $3 miliar. Sekitar setengah dari target tersebut sudah didapat melalui investasi dari Mitsubishi, JD, Tencent, Google, dan Astra International.

Perusahaan juga terus menggencarkan ekspansi. Kabar terbaru, mereka sedang dalam persiapan untuk segera mengaspal di Malaysia –pasca pemerintah setempat memberikan lampu hijau terkait perizinan dan regulasi.

Sementara itu, menjelang akhir tahun 2018 lalu Amazon meyakinkan ke pihak pemerintah melalui perwakilannya untuk segera hadir ke Indonesia. CTO dan VP Amazon Werner Vogels sempat menemui Presiden Joko Widodo dan menjanjikan investasi 10 tahun ke depan dengan nilai $1 miliar.

Sebelumnya raksasa Tiongkok telah lebih dulu menjejakkan kaki di pasar Indonesia. Alibaba Group masuk melalui akuisisi terhadap Lazada dan investasi ke Tokopedia. Sementara Tencent Group masuk melalui JD.id dan Shopee.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Gaet Doogether Luncurkan Layanan Reservasi Pusat Kebugaran “GoFitness”

Gojek merilis layanan reservasi tempat kebugaran GoFitness dan menggaet Doogether sebagai mitra eksklusif. Ini adalah layanan keempat, setelah GoGive, GoMall, dan GoNews, yang diperkenalkan ke publik dengan menggandeng pihak ketiga.

Head of Third Party Platform Gojek Group Sony Radhityo mengatakan, inovasi ini lahir berdasarkan peningkatan tren gaya hidup sehat yang tercermin dalam perilaku pengguna aplikasi Gojek.

Salah satunya dari GoRide, sejak awal tahun ini terdapat rata-rata lebih dari 11 ribu pengguna yang melakukan perjalanan ke tempat olahraga dan kebugaran setiap bulannya. Untuk layanan GoFood, dalam periode yang sama telah mengantarkan lebih dari 600 ribu porsi menu makanan yang terdapat dalam kategori makanan sehat.

Informasi tersebut diolah untuk optimalisasi dan personalisasi produk dan layanan sesuai dengan preferensi tiap konsumen, sehingga dapat menjadi solusi untuk permudah aktivitas sehari-hari.

“Informasi mengenai tren gaya hidup sehat inilah yang melatarbelakangi hadirnya GoFitness sebagai layanan terbaru Gojek,” terang Sony, Rabu (28/7).

Menurutnya, Doogether adalah salah satu aplikasi lokal yang kuat di bidangnya. Punya kesamaan target, ingin permudah kehidupan sehari-hari. Sehingga dari kacamata bisnis, daripada Gojek harus satu per satu akuisisi pusat kebugaran sebagai merchant, lebih baik gandeng mitra agar bisa jangkau pengguna lebih luas lagi.

CEO Doogether Fauzan Gani menambahkan, kedua perusahaan punya kesamaan visi, bahwa teknologi punya peranan besar untuk memudahkan kehidupan masyarakat. GoFitness merupakan salah satu perwujudan partisipasi aktif perusahaan untuk meningkatkan perkembangan industri olahraga di Indonesia.

“Tren adopsi gaya hidup sehat di Doogether meningkat pesat sejak tahun lalu, secara keseluruhan bisnis kami naik 900%. Ini terlihat dari meningkatnya jumlah pusat kebugaran yang mendorong orang untuk mulai aktif berolahraga,” terang Fauzan.

Secara bertahap, database dari Doogether akan sepenuhnya tersedia di GoFitness. Adapun saat ini baru tersedia untuk wilayah Jakarta saja, sementara layanan Doogether telah tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Bali dengan total 200 pusat kebugaran dan lebih dari 20 ribu kelas olahraga.

UI/UX akan semakin disempurnakan. Sementara ini, untuk bisa mengakses GoFitness harus sudah terdaftar sebagai pengguna Doogether. Sony memastikan ke depannya proses akan jauh lebih seamless.

Terlebih, GoFitness ini juga telah terhubung secara eksklusif dengan Gopay untuk metode pembayarannya. Konsumen pun bisa mendapat berbagai promosi yang ditawarkan dari Gopay.

GoFitness segera tersedia dalam bentuk tile untuk versi Android, bersama dengan menu lainnya dari Gojek. Sedangkan untuk versi iOS, bentuk tile akan menyusul, sekarang ini masih dalam bentuk shuffle card yang harus di-scroll dalam laman utama Gojek.

Application Information Will Show Up Here

Dukungan Operator Telekomunikasi dalam Pengembangan IoT di Indonesia

Banyak alasan mengapa hingga saat ini pihak operator telekomunikasi sebagai mitra paling relevan untuk pengembangan IoT di Indonesia belum berjalan maksimal. Salah satunya masih sedikitnya data yang bisa dibagikan kepada pihak terkait untuk mengembangkan teknologi tersebut.

Dalam acara Asia IoT Business Platform 2019 di Jakarta hari ini (28/08), Director General Kominfo Ismail MT mengungkapkan, diperlukan dukungan dan keterlibatan operator telekomunikasi untuk bisa mempercepat pertumbuhan inovasi teknologi IoT saat ini. Bukan hanya dari sisi ide dan potensi, namun juga pengolahan data analitik yang sudah banyak dikumpulkan oleh pihak operator.

Menanggapi persoalan tersebut SVP – EGM Digital Service Telkom Indonesia Joddy Hernandy mengungkapkan, masih sedikitnya data yang dikumpulkan oleh operator  untuk pengembangan masih menjadi kendala. Meskipun saat ini data yang dimiliki oleh operator telekomunikasi sudah banyak dikumpulkan, namun belum bisa untuk menjadi sebuah sumber daya yang bisa dikembangkan oleh pemerintah hingga pihak terkait untuk membantu UKM.

Menurut Chief Business Officer Indosat Ooredoo Intan Abdams Katoppo, mengapa data masih sulit untuk dikumpulkan karena saat ini kebanyakan data yang disimpan di cloud computing services adalah milik asing dan tidak dimiliki oleh pihak lokal. Untuk itu ke depannya, pihak operator masih memiliki rencana dan roadmap untuk bisa mengolah data analisis untuk mendukung pengembangan IoT di Indonesia.

Kurangnya talenta digital

Persoalan lain yang juga dibahas dalam acara Asia IoT Business Platform 2019 adalah kurangnya talenta digital yang bisa mengembangkan inovasi dan produk IoT. Sementara dari sisi pihak operator, ketika data sudah dikumpulkan, mereka mengklaim masih kesulitan untuk mengolah data karena masih sedikitnya jumlah data scientist hingga data analyst yang berkualitas. Untuk itu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah agar bisa mencetak talenta digital yang relevan untuk bisa membantu pihak terkait mengembangkan teknologi IoT.

Salah satu upaya yang diklaim sudah dikembangkan oleh Indosat Ooredoo adalah menjalin kemitraan strategis dengan universitas hingga pencipta produk atau product maker untuk bisa berkolaborasi memanfaatkan sumber daya yang ada dalam hal pengolahan data hingga penerapan teknologi IoT pada khususnya.

Salah satu upaya yang bisa dimaksimalkan oleh pihak terkait adalah dengan menciptakan Co-Creation, artinya ada sebuah wadah yang bisa memayungi mereka yang memiliki ide hingga solusi yang relevan memanfaatkan IoT.

“Pesan saya buatlah sebuah produk IoT yang bisa memecahkan masalah yang banyak ditemui oleh masyarakat saat ini. Secara umum pemerintah sudah menciptakan berbagai infrastruktur yang bisa dimanfaatkan oleh pihak terkait untuk menerapkan IoT. Bukan hanya smart cities namun juga teknologi IoT yang bisa menjadi enabler pelaku UKM dan industri terkait lainnya,” kata Ismail.

Kondisi konektivitas saat ini

Secara umum saat ini koneksi yang masih banyak dimanfaatkan oleh operator untuk teknologi IoT adalah 4G. Untuk jaringan 5G sendiri yang diklaim bakal membantu teknologi IoT berkembang lebih baik belum bisa diterapkan karena berbagai persoalan dan hambatan yang ada. Namun demikian pihak Indosat Ooredoo dalam hal ini, berupaya untuk meningkatkan 4G Latency untuk bisa dimanfaatkan pihak terkait yang ingin mengembangkan teknologi IoT.

Telkomsel sendiri baru-baru ini telah meresmikan kerja sama strategis mereka dengan armada taksi listrik Bluebird (e-taxi). Implementasi IoT Telkomsel ke dalam ekosistem digital Bluebird merupakan perwujudan komitmen perseroan dalam mendukung visi Making Indonesia 4.0 dari pemerintah. IoT Control Center dianggap mampu memperkuat ekosistem IoT secara menyeluruh melalui berbagai perangkat yang saling terkoneksi di dalam jaringan Bluebird. Salah satunya IoT Bluebird yang akan menjadi solusi pengganti Fleety sebagai perangkat penghitung argo, serta penerima pesanan berbasis jaringan 2G yang selama ini dipakai armada Bluebird.

“Selain dengan Bluebird, nantinya Telkomsel juga akan menjalin kolaborasi untuk mengembangkan teknologi IoT dengan Pertamina. Untuk fase pertama fokus kami masih kepada SPBU yang dimiliki oleh Pertamina. Bentuknya seperti apa intinya adalah, mendigitalkan Pertamina memanfaatkan teknologi IoT,” kata Joddy.

Induk Perusahaan CekAja Akuisisi IDX Optus, Perusahaan di Bidang Analisis Data

Induk perusahaan CekAja, C88 Financial Technologies, mengumumkan telah mengakuisisi IDX Optus — sebuah perusahaan manajemen informasi, analisis keputusan kredit dan pengolahan data di Indonesia. Detail kesepakatan akuisisi tidak disebutkan.

Tim IDX Optus akan tetap menjalankan perusahaan dan bakal bekantor bersama tim C88 per awal tahun 2020 mendatang, sekaligus memulai operasional mereka di Filipina.

J. P. Ellis selaku Co-Founder & CEO C88 mengatakan, akuisisi didorong oleh semakin pentingnya data dan analisis di industri keuangan di kawasan Asia Tenggara. Ia juga menyebutkan, melalui akuisisi ini C88 bisa menjadi mitra perubahan dengan memberi layanan menyeluruh untuk scoring, pengambilan keputusan, akuisisi, dan interaksi pelanggan bagi institusi keuangan.

“C88 selama ini sudah memegang lisensi marketplace finansial terdepan seperti CekAja.com di Indonesia dan eCompareMo.com di Filipina. Kurang lebih setahun yang lalu, kami telah menggandeng Experian sebagai mitra untuk melakukan penilaian dan analisis keputusan kredit. Dengan IDX Optus kami semakin memperkuat posisi sebagai pemimpin di bidang ini,” terang Ellis.

Sejak didirikan pada 2013 silam, C88 Financial Technologies telah mengumpulkan investasi lebih dari $45 juta. Para pemegang sahamnya merupakan investor di sektor keuangan global, seperti Experian Ventures yang berbasis di San Fransisco, responsAbility Investments yang berbasis di Zurich, dan DEG yang berbasis di Cologne.

Ada juga investor modal ventura seperti Monks Hill Ventures, InterVest Kejora, Telstra Ventures, Kickstart Ventures, dan Korea Invesment Partners.

Solusi IDX Optus sendiri saat ini fokus pada analisis kognitif dan prediktif, kecerdasan buatan, machine learning, manajemen dan visualisasi data, integrasi data hingga dukungan pengambilan keputusan dan manajemen risiko kredit. IDX Optus melayani klien perusahaan di berbagai bidang seperti perbankan, fintech, asuransi, telekomunikasi, ritel dan instansi pemerintah.

CEO IDX Optus Anton Hariyanto menyambut baik akuisisi ini sebagai strategi pertumbuhan dan melakukan ekspansi di kawasan Asia Tenggara.

“Kami akan berekspansi dan bertumbuh untuk memberi manfaat dan membantu jutaan pelanggan di wilayah ini dalam mengakses layanan keuangan. Transparansi dan literasi keuangan adalah tulang punggung ekonomi yang adil dan merata, dan kami sangat antusias menjadi bagian dari perjalanan ini,” terang Anton.